• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI KRITIK SOSIAL DI BALIK LIRIK LAGU (Studi Semiotik terhadap Lirik Lagu “Naik-Naik ke Puncak Gunung” dari Slank dalam Album Mata Hati Reformasi).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI KRITIK SOSIAL DI BALIK LIRIK LAGU (Studi Semiotik terhadap Lirik Lagu “Naik-Naik ke Puncak Gunung” dari Slank dalam Album Mata Hati Reformasi)."

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh Gelar

Sarjana pada FISIP UPN: “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

KENSHI LATIKA AYU PUTRI

NPM. 0443010136

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA

2010

(2)

Disusun Oleh :

KENSHI LATIKA AYU PUTRI

NPM. 0443010136

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Dra. Diana Amalia, MSi

NIP/NPT. 19630907 199103 2001

Mengetahui

D E K A N

Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi

NIP/NPT. 030 175 349

(3)

Disusun Oleh :

FERRY ARDIANSYAH

NPM. 0443010465

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada tanggal 2 Desember 2010

Pembimbing Utama

Tim Penguji:

1.

Dra. Diana Amalia, MSi

Ir. Didiek Tranggono, MSi

NIP/NPT. 19630907 199103 2001

NIP/NPT. 19581225 199001 1001

2.

Dra. Herlina Suksmawati, MSi

NIP/NPT. 19641225 199309 2001

3.

Dra. Diana Amalia, MSi

NIP/NPT. 19630907 199103 2001

Mengetahui,

D E K A N

Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi

NIP/NPT. 030 175 349

(4)

hidup pada seluruh makhluk. Hanya kepadanya-lah syukur dipanjatkan atas selesainya

skripsi ini. Sejujurnya penulis akui bahwa pendapat sulit ada benarnya, tetapi faktor

kesulitan itu lebih banyak datang dari diri karena itu, kebanggaan penulis bukanlah pada

selesainya skripsi ini, melainkan kemenangan atas berhasilnya menundukkan diri

sendiri. Semua kemenangan dicapai tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak selama

proses penyelesaian skripsi itu, penulis “wajib” mengucapkan terima kasih kepada

mereka yang disebut berikut:

1.

Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2.

Ibu Dra. Suparwati, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN

“Veteran” Jawa Timur.

3.

Bapak Juwito, S. Sos., Msi, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

4.

Ibu Dra. Diana Amalia, MSi, selaku Dosen Pembimbing yang luar biasa banyak

membantu dan mensupport saya.

5.

Bapak / Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, serta Staff karyawan Fakultas

Ilmu Sosial dan Politik, yang telah memberi banyak dorongan pada saya.

6.

Ayah dan Ibu saya tercinta, Drs. Bambang Widiatmodjo, M.Psi., Psikolog dan Ir.

Niniek Anggriani, MTP.

7.

Keluarga Besar Prof. H. Bambang Soeroto, Keluarga Besar KH. Ahmad Dahlan, &

Keluarga Besar Woesthon Zubair.

(5)

10.

Ayah dan Ibu beserta keluarga besar My Future’s Ferry Ardiansyah.

11.

Keluarga Besar UPN “Veteran” Jawa Timur, UPN “Veteran” Jogjakarta, dan UPN

“Veteran” Jakarta.

12.

Mbak Erni & Mas Yudi dari Pengetikan Prima.Com yang luar biasa baik membantu

saya.

13.

Sahabat-sahabat tercinta, alumni SMAN 10 Surabaya angkatan 2004, dan

teman-teman di UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan support, saran dan

kritik pada saya tentang segala hal.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan penuh keterbatasan.

Dengan harapan bahwa skripsi ini dapat berguna untuk teman-teman mahasiswa di

Program Studi Ilmu Komunikasi, maka saran dan kritik yang membangun sangatlah

dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.

Surabaya, November 2010

Penulis

(6)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAK

... ix

BAB I

PENDAHULUAN ... 1

1.1.

Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.

Perumusan Masalah ... 7

1.3.

Tujuan Penelitian ... 8

1.4.

Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA... 9

2.1.

Landasan Teori ... 9

2.1.1. Surat Kabar Sebagai Media Komunikasi Massa... 9

2.1.1.1. Ciri-Ciri Surat Kabar ... 12

2.1.2. Karikatur ... 13

2.1.3. Semiotika ... 14

2.1.4. Semiotik Charles Sanders Pierce ... 15

2.1.5. Klasifikasi Tanda ... 19

2.1.6. Tipografi ... 20

(7)

2.1.9. Makelar Kasus... 24

2.1.10. Cicak VS Buaya ... 26

2.1.11. Gurita Cikeas ... 27

2.1.12. Mafia Hukum ... 29

2.1.13 Keterkaitan Permasalahan Bank Century Dengan Masalah

Hukum, Politik dan Ekonomi ... 30

2.1.14 Keterkaitan Masalah Makelar Kasus dengan Masalah Hukum,

Ekonomi dan Politik ... 34

2.1.15 Keterkaitan Cicak Vs Buaya dengan Masalah Hukum, Ekonomi

dan Politik ... 35

2.1.16 Keterkaitan Permasalahan Gurita Cikeas dengan Masalah Hukum

dan Politik ... 37

2.1.17 Keterkaitan Permasalahan Mafia Hukum dengan Masalah Hukum

dan Politik ... 39

2.2.

Kerangka Berpikir ... 42

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

3.1.

Definisi Operasional ... 46

3.2.

Definisi Operasional Konsep ... 46

3.2.1.

Karikatur ... 46

3.2.2.

Semiotika ... 46

3.2.3.

Permasalahan di Indonesia ... 46

(8)

3.3.2.

Unit Analisis ... 48

3.3.2.1. Ikon ... 48

3.3.2.2. Indeks ... 48

3.3.2.3. Simbol... 49

3.4.

Teknik Pengumpulan Data ... 49

3.5.

Teknik Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1.

Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 52

4.1.1.

Gambaran Umum Harian Kompas ... 52

4.1.2.

Sejarah Kompas ... 53

4.1.3.

Gambaran Umum Oom Pasikom ... 55

4.2.

Penyajian Data ... 56

4.3.

Pemaknaan Keseluruhan Gambar Karikatur Oom Pasikom

Harian Kompas Edisi 9 Januari 2010 ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89

5.1.

Kesimpulan ... 89

5.2.

Saran... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93

LAMPIRAN ... 95

(9)

ix

Halaman

Lampiran 1. Karikatur Oom Pasikom Harian Kompas

(10)

Slank dalam Album Mata Hati Reformasi)

Penelitian ini berusaha mengungkap representasi yang terkandung pada lirik

lagu naik-naik ke puncak gunung dari Slank sebagai ungkapan kritik sosial terhadap

berbagai masalah atau fenomena yang sedang terjadi di masyarakat.

Landasan teori penelitian ini adalah komunikasi verbal, semiotika, semiotika

Roland Barthes, representasi, makna kritik dan bahasa, kritik sosial, budaya kritik di

Indonesia, makna dalam kata, perubahan makna, lirik lagu.Penelitian ini menggunakan

metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik Barthes. Teknik

analisa data yang digunkana pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Corpus dari

penelitian ini adalah lirik-lirik lagu yang merepresentasikan kritik sosial.

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa masih banyak pejabat yang bertindak

seenaknya, dan melakukannya hanya untuk kepentingan pribadi Tanpa berpikir tentang

kepentingan rakyatnya, terutama kepentingan rakyat kecil.

Kesimpulan dengan banyaknya permasalahan-permasalahan yang dialami

negara Indonesia, dari yang diakibatkan oleh sikap-sikap para pejabat pemerintah yang

bertindak seenaknya, yang seharusnya kepentingan rakyat itu diatas segala-galanya..

Kata Kunci : Semiotika Barthes,Lirik Lagu Naik-Naik Ke Puncak Gunung, Kritik

Sosial.

ABSTRACT

FERRY ARDIANSYAH, THE REPRESENTATION OF SOCIAL CRITIC IN A

SONG LYRIC (Semiotik Study Of Song Lyric “Naik-Naik ke Puncak Gunung”

from Slank in Mata Hati Reformasi Album)

This research try to express representation as critical expression of naik-naik ke

puncak gunung lyrics from Slank, to various phenomenon or problem which happened

in society.

Basis for this research theory are verbal communication, semiotika, Roland

Barthes Semiotika, representation, the meaning of language and critic, social critic,

social critic be an effective communication, the meaning of words, meaning changes,

song lyric.

This research use descriptive method qualitative by using analysis of Semiotika

Barthes. Technique analyze used data at this research is descriptive method. Corpus of

this research is song lyric which are representation of social critic.

From this research obtained this result of that the government to act dainties, just

for them own importance, and also without thinking the importance of public, especially

the common people importance.

Conclusion with that problems happened in this country are because of

government bad attitude, while the public importance are above mentioned of

everything.

Keyword : Semiotika Barthes, lyric of naik-naik ke puncak gunung, social critic.

(11)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Komunikasi adalah dasar dari kehidupan manusia yang dibutuhkan dalam

rangka bersosialisasi dengan sesamanya. Sebagai kebutuhan esensial dan seiring

dengan berkembangnya pengetahuan manusia, maka proses komunikasi yang

dilakukan manusia mcrnbutuhkan media komunikasi yang mampu mendukung

tercapainya proses tersebut. Media atau saluran komunikasi merupakan sesuatu

yang digunakan sebagai alat penyampaian atau pengiriman pesan, misalnya surat

kabar, majalah, radio, televisi, dan telepon.

Menurut Effendy (2003:37) Media komunikasi banyak jumlahnya, mulai

dari yang tradisional sampai yang modern, misalnya kentongan, bedug, pagelaran

kesenian, surat, papan pengumuman, telepon, telegram, pamflet, poster, spanduk,

surat kabar, majalah, film, radio. dan televisi yang pada umumnya dapat

diklasifikasikan sebagai media tulisan atau cetakan, visual, aural, dan

audio-visual. Untuk mencapai sasaran komunikasi dapat memilih salah satu atau

gabungan dari beberapa media, tergantung pada tujuan yang akan dicapai,

pesan yang akan disampaikan, dan teknik yang akan dipergunakan.

Di antara beberapa jenis media tersebut, media cetak seperti surat kabar

memiliki ciri -khas dibandingkan dengan media massa lainnya. Yang penting

(12)

diterpanya bersifat aktif, tidak pasif seperti kalau mereka diterpa media radio,

televisi dan film.

Pesan melalui media cetak diungkapkan dengan huruf-huruf mati, yang

baru menimbulkan makna apabila khalayak berperan secara aktif. Karena itu

berita, tajuk rencana, artikel, dan lain-lain, pada media cetak harus disusun

sedemikian rupa, sehingga mudah dicerna oleh khalayak.

Kelebihan media cetak lainnya, ialah bahwa media ini dapat dikaji ulang,

didokumentasikan, dan dihimpun untuk kepentingan pengetahuan, serta dapat

dijadikan bukti otentik yang bernilai tinggi. (Effendy, 2000: 313-314)

Surat kabar adalah kelanjutan dari teknologi teks dan grafis yang sudah

ditemukan beberapa abad yang lalu. Karena itu, surat kabar hanya

mentransmisikan informasi berupa teks dan grafis. Namun surat kabar menjadi

populer karena sifatnya yang sederhana menyebabkan ia hampir hampir tak

terpantikan oleh media apa pun (Bungrin, 2006:130).

Menurut Bungin (2006:130) saat ini surat kabar dan majalah telah

berkembang menjadi media dengan kemampuan yang terbatas oleh wilayah

bangsa dan negara. Kemajuan teknologi cetak yang sangat canggih, menyebabkan

hasil cetakan berwarna mencapai asli bahkan melebihinya. Sebagai media

transmisi, surat kabar relatif dapat rnentransrnisikan informasi dari sumber berita

ke khalayak dalam waktu yang cepat. Istilah real time pada surat kabar, memiliki

keterbatasan karena processing surat kabar butuh waktu. Karena itu surat kabar

(13)

Dengan demikian, maka konsep real time untuk surat kabar adalah dalam

kurun waktu terbitannya. Untuk mengatasi kelemahan real time ini, maka surat

kabar yang kurun waktu terbitnya relatif lama, maka sebagai gantinya,

pemberitaan yang diturunkan disajikan sangat detail, komprehensif, dan memuat

gambar-gambar yang transparan (Bungin, 2006:131).

Selama ini kita tahu bahwa media cetak seperti surat kabar tidak hanya

berperan sebagai pencarian informasi yang utama dalam fungsinya, tetapi juga

mempunyai suatu karakteristik yang menarik. Assegaff dalam bukunya Jurnalistik

Masa Kim (1991:11) mengatakan bahwa dari keseluruhan fungsi pers yaitu

memberikan informasi, hiburan dan kontrol sosial. Fungsi pers sebagai kontrol

sosial adalah yang terpenting, karena pada hakekatnya dianggap sebagai kekuatan

keempat yakni dalam menjalankan kontrol masyarakat terhadap pemerintahan,

baik berupa dukungan maupun kritikan.

Kontrol Sosial dapat dilakukan dengan beberapa cara baik eksplisit

maupun implisit. Secara eksplisit kontrol sosial ini dapat terlihat dari penulisan

tajuk rencana surat kabar dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang

terjadi dan berkembang yang merupakan berita utama dari surat kabar tersebut

ataupun berita yang menjadi wacana publik saat itu. Secara implisit kontrol sosial

dapat dilakukan salah satunya adalah dengan tampilan karikatur. keberadaan

karikatur pada surat kabar, bukan berarti hanya melengkapi surat kabar dan

memberikan hiburan selain berita-berita utama yang disajikan. Tetapi juga dapat

(14)

Dalam penyajiannya di media cetak, karikatur merupakan salah satu

unsur penting, bahkan tak terpisahkan disamping tajuk rencana, opini, dan

artikel pilihan lainnya. Bagi pembaca atau setidak-tidaknya para pembaca

awam, karikatur membawa arti komunikasi yang cukup penting. Ketika pesan

tak bisa lagi tersampaikan dalam bentuk tulisan, maka karikatur seringkali

justru bermakna penting karena bisa diinterpretasikan menurut pengalaman

personal. Fakta-fakta yang kadang merupakan peristiwa pahit bisa

dikemukakan tanpa menyinggung perasaan (Dan Nimmo, 1993:46).

Gambar karikatur adalah karya pribadi, produk suatu keahlian seorang

kartunis, baik dari baik dari segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis,

psikologis, maupun bagaimana dia memilih tema atau isu yang tepat. Karikatur

merupakan tanggapan atau opini secara subyektif terhadap suatu kejadian,

tokoh, seratus soal, pemikiran atau pesan tertentu. Gambar karikatur

merupakan symbolic speech (komunikasi tidak langsung) artinya bahwa

penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar karikatur tidak dilakukan

secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa simbol. Dengan kata lain

makna yang terkandung dalam gambar karikatur adalah makna yang

terselubung. Simbol-simbol pada gambar karikatur tersebut merupakan simbol

yang disertai maksud (signal) yang dinamakan dengan sadar oleh orang yang

mengirimnya (si pengirim) dan mereka yang menerimanya (si penerima) (Van

Zoest: 1996,3).

Menurut Prof. Imam Buchori Zainuddin, salah seorang dosen FSRD ITB,

(15)

berbagai kiprahnya dalam kehidupan sosial, baik diungkapkan secara simbol atau

representasional dengan cara-cara humor,atau cara-cara yang satiris

(http://rahman-azzam.blcgspot.com/2007/06/kartun-dan-karikatur-dalam-pers.html, diakses 20/ 06/10, 15:24).

Pemilihan gambar karikatur Oom Pasikom edisi 9 Januari 2010 sebagai

objek penelitian dikarenakan gambar karikatur tersebut merupakan penggambaran

dari peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan dalam Lembaga Pemerintahan,

seperti di instansi Penegak Hukum dan Para Anggota DPR. Kasus-kasus yang

ditangani oleh KPK dan para Penegak Hukum belakangan ini sebagian besar

menyangkut banyak permasalahan seperti Bank Century, Makelar Kasus, Mafia

Hukum, dan Fenomena adanya buku Gurita Cikeas, dan istilah Cicak VS Buaya

yang melibatkan banyak pihak.

Penelitian ini berusaha mengungkapkan makna yang terkandung pada

karikatur Oom Pasikom yang diterbitkan pada Harian Kompas Edisi 9 Januari

2010 yang menampilkan gambar seorang pria berjas tambalan dan memakai

topi baret yang tampak kebingungan dan pusing sedang membawa senter

bertuliskan 2010, dan pria itu berucap “Ubi Est Veritas?” disamping itu

terdapat anak yang sedang membaca koran bertuliskan “Bank Century”,

“Makelar Kasus”, “Cicak VS Buaya”, “Gurita Cikeas”, “Mafia Hukum”, dan

sebagainya. Anak itu juga berucap “Siang hari kok bawa senter”, dan di pojok

karikatur terdapat ungkapan “Dimana kau kebenaran? (SOCRATES).

Dalam penelitian ini gambar karikatur Oom Pasikom menampilkan

(16)

yang sedang terjadi. Fenomena dan permasalahan yang terus menerus dari

tahun 2009 hingga kini, mulai dari munculnya istilah “Cicak VS Buaya” yang

menyangkut institusi Polri dan KPK, lalu masalah “Bank Century” yang

melibatkan banyak pihak terutama menyoroti Menteri Keuangan Pertama pada

KIB Jilid II Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono terkait kucuran dana

pada Bank Century. Kemudian fenomena istilah “Makelar Kasus” dan “Mafia

Hukum” yang terjadi terkait hubungan antara instansi para penegak hukum

dengan para pelaku, lalu peluncuran buku “Gurita Cikeas” terkait SBY dan

Yayasannya.

Karikatur membangun masyarakat melalui pesan-pesan sosial yang

dikemas secara kreatif dengan pendekatan simbolis. Sayangnya muatan pesan

verbal dan pesan visual yang dituangkan di dalam karikatur terlalu banyak.

Secara visual, desain karikatur yang disajikan pun menjadi jelek, tidak

komunikatif, kurang cerdas, dan terkesan menggurui. Akibatnya masyarakat

luas yang diposisikan sebagai target sasaran dari karikatur dengan serta merta

akan mengabaikan pesan sosial yang ingin disampaikan oleh karikatur

(http://www.desaingrafsindonesia.com/2007/10/15/semiotika-iklan-sosial

diakses 3/06/2010, 18:40).

Karikatur (latin: carricare) sebenarnya memiliki arti sebagai gambar

yang didistorsikan, diplesetkan, atau dipeletotkan secara karakteristik tanpa

bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Seni memeletotkan wajah ini sudah

(17)

bersamaan dengan perkembangan media cetak pada masa itu (Pramoedjo,

2008:13).

Gerardus Mayela atau yang biasa kita kenal dengan nama GM

Sudarta, seorang karikaturis yang dianggap paling berpengaruh di

Indonesia. GM Sudarta adalah pencipta tokoh kartun Oom Pasikom pada

rubrik karikatur Surat Kabar Kompas ini menekuni profesi tersebut sampai

sekarang (http : heyderaffan.multiply.comijournaliitem/7/ diakses

12/06/2010, 15:51). Beliau pernah menimba ilmu di Akademi Seni Rupa

Indonesia (ASRI) Yogyakarta meskipun tidak lulus. Mulai bergabung

dengan Kompas sebagai karikatur pada tahun 1967 lahirlah maskot “Om

Pasikom” dengan ciri khas pria berjas tambalan, dengan baret. Sementara

nama “Om Pasikom” diperolehnya dari nama “Kompas”. Kompas kalau

disebut berulang-ulang jatuhnya jadi Pasikom.(http://kartunmartono.

wordpress.com/gm-sudaria/diakses18/06/2010, 10:45).

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk

melakukan sebuah studi semiologi untuk mengetahui pemaknaan karikatur Oom

Pasikorn di Harian Kompas edisi 9 Januari 2010.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimanakah pemaknaan karikatur Oom Pasikom di Harian

(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan karikatur Oom

Pasikom di Harian Kompas edisi 9 Januari 2010.

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan praktis

Diharapkan dapat menjadi kerangka acuan bagi pihak Editor untuk

menghasilkan karikatur yang lebih inovatif dan variatif dalam

menggambarkan realitas kehidupan, cermin budaya masyarakat,

sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.

2. Kegunaan teoritis

Sebagai bahan acuan serta menambah referensi perpustakaan khususnya

(19)

9 2.1. Landasan Teori

2.1.1. Surat Kabar Sebagai Media Komunikasi Massa

Kegiatan komunikasi adalah penciptaan interaksi perorangan dengan

menggunakan tanda-tanda yang tegas. Komunikasi juga berarti pembagian

unsur-unsur perilaku, atau cara hidup dengan eksistensi seperangkat ketentuan dan

pemakaian tanda-tanda. Dari segi komunikasi, rekayasa unsur pesan sangat

tergantung dari siapa khalayak sasaran yang dituju, dan melalui media apa sajakah

iklan tersebut sebaiknya disampaikan. Karena itu, untuk membuat komunikasi

menjadi efektif, harus dipahami betul. siapa khalayak sasarannya, secara

kuantitatif maupun kualitatif.

(http://www.desaingrafisindonesia.com//semiotika-iklan-sosi,31/)

Komunikasi massa berfungsi menyiarkan informasi, gagasan dan sikap

kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan

menggunakan media (Effendy, 2003:80).

Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan para

ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakannya. Namun,

dari sekian banyak definisi itu ada benang merah kesamaan definisi satu sama

lain. Pada dasarnya, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa

(20)

massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media

komunikasi massa) yang dihasilkan oleh teknologi modern. (Nurudin, 2007:4)

Menurut Gerbner (1967) dalam Rakhmat (2002:188) Komunikasi massa

adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus

pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.

Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang

dilakukan melalui media massa modern meliputi surat kabar yang mempunyai

sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum dan

film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop (Effendy, 2003:79).

Secara teoritis, berbagai media massa memiliki fungsi sebagai saluran

informasi, seluruh pendidikan, dan saluran hiburan, namun kenyataannya media

massa memberikan efek lain di luar fungsinya itu. Efek media massa tidak hanya

mempengaruhi sikap seseorang namun pula dapat mempengaruhi perilaku, bahkan

pada tataran yang lebih jauh efek media massa dapat mempengaruhi sistem-sistem

sosial maupun - sistem budaya masyarakat.

Hal tersebut dapat mempengaruhi seseorang dalam waktu pendek sehingga

dengan cepat dapat mempengaruhi mereka, namun juga memberi efek dalam

waktu yang lama, sehingga memberi dampak pada perubahan-perubahan dalam

waktu yang lama.

McQuail menjelaskan bahwa :

“Efek media massa memiliki andil dalam pembentukan sikap, perilaku,

dan keadaan masyarakat. Antara lain terjadinya penyebaran budaya

(21)

modern. Selain itu, media massa juga mampu mengubah masyarakat dari,

kota sampai ke desa, sehingga menjadi masyarakat konsumerisme.”

(Bungin, 2006 : 320).

Berkaitan dengan efek media massa maka salah satu media massa yang

juga dapat memberikan efek kepada khalayaknya adalah surat kabar. Surat kabar

merupakan kumpulan dari berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak

ke dalam lembaran kertas ukuran plano yang diterbitkan secara teratur, bias; terbit

setiap hari atau seminggu satu kali (Djuroto, 2002:11). Surat kabar

merupakan salah satu kajian dalam studi ilmu komunikasi, khususnya pada studi

komunikasi massa. Ualam buku “Ensiklopedi Pers Indonesia” disebutkan bahwa

pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi penerbit pers yang masuk dalam

media massa cetak yaitu berupa lembaran-lembaran berisi berita-berita,

karangan-karangan dan iklan -yang diterbitkan secara berkala: bias harian, mingguan dan

bulanan, serta diedarkan secara umum (Junaedhi, 1991 : 257).

Surat kabar pada perkembangannya, menjelma sebagai salah satu bentuk

dari pers yang mempunyai kekuatan & kewenangan untuk menjadi sebuah kontrol

sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut disebabkan karena

falsafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial, budaya dan politik.

Menurut Sumadiria (2005:32-35) dalam Jurnalistik Indonesia

menunjukkan 5 fungsi dari pers yaitu :

1. Fungsi Informasi, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi

secepat-cepatnya kepada masyarakat: yang seluas-luasnya yang aktual, akurat, faktual

(22)

2. Fungsi Edukasi, maksudnya disini informasi yang disebar luaskan pers

hendaknya dalam kerangka mendidik. Dalam istilah sekarang pers harus mau

dan mampu memerankan dirinya sebagai guru pers.

3. Fungsi Hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana

hiburan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan

masyarakat.

4. Fungsi Kontrol sosial atau koreksi, pers mengemban fungsi sebagai pengawas

pemerintah dan masyarakat. Pers akan senantiasa menyalahkan ketika melihat

penyimpangan dan ketidakadilan dalam suatu masyarakat atau negara.

5. Fungsi mediasi, dengan fungsi mediasi mampu menjadi. fasilitator atau

mediator menghubungkan :empat yang satu dengan yang lain, peristiwa yang

satu dengan peristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan yang lain.

2.1.1.1. Ciri-ciri Surat Kabar

Adapun ciri-ciri surat kabar adalah sebagai berikut : (Effendy, 2003:31)

a. Publisitas

Yang dimaksud dengan publisitas ialah penyebaran kepada public atau

khalayak. Karena diperuntukkan, khalayak, maka sifat surat kabar adalah

umum. Isi surat kabar terdiri dari hal-hal yang erat kaitannya dengan

(23)

b. Periodisitas

Periodisitas adalah ciri surat kabar yang kedua. Keteraturan terbitnya surat

kabar bias satu kali sehari, bias dua kali sehari, dapat: pula satu kali atau dua

kali seminggu.

c. Universalitas

Yang dimaksud universalitas sebagai ciri ketiga surat kabar ialah kesemestaan

isinya, aneka ragam dan dari seluruh dunia.

d. Aktualitas

Aktualitas sebagai ciri keempat dari surat kabar adalah mengenai berita yang

disiarkannya. Hal-hal yang disiarkan media cetak lainnya bisa saja

mengandung kebenaran, tetapi belum tentu mengenai sesuatu yang baru

terjadi. Di antara media cetak, hanyalah surat kabar yang menyiarkan hal-hal

yang baru terjadi.

2.1.2. Karikatur

Karikatur adalah deformasi berlebihan atas wajah seseorang, biasanya

orang terkenal, dengan “mempercantiknya” dengan penggambaran ciri khas

lahiriahnya untuk tujuan mengejek. (Sudarta, 1987 dalam Sobur, 2006:138)

Senada dengan Sudarta, Pramono berpendapat bahwa sebetulnya karikatur

adalah bagian dari kartun opini, tetapi kemudian menjadi salah kaprah. Karikatur

yang sudah diberi beban pesan, kritik, dan sebagian berarti telah menjadi kartun

opini. Dengan kata lain, yang muncul di setiap penerbitan surat kabar adalah

(24)

rencana dalam versi gambar humor. Inilah yang disebut sebagai karikatur.

(Sudarta, 1987 dalam Sobur, 2006:139).

Dalam Encyclopedia of the art dijelaskan, karikatur merupakan

representasi sikap atau karakter seseorang dengan cara melebihi-lebihkan

sehingga melahirkan kelucuan. Karikatur juga sering dipakai sebagai sarana kritik

sosial dan poltik. (Sumandiria, 2005:8).

Kariktur adalah produk surat keahlian seorang karikaturis, baik dari segi

pengetahuan, intelektual, teknik melukis, psikologis, cara melobi, referensi,

bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat (Sobur, 2006:140)

Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk

gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan selingan atau

informasi atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya, karikatur

dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat

karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik.

(Sobur, 2006:140)

2.1.3. Semiotika

Secara etimologis, istilah semiotic berasal dari kata Yunani semelon yang

berarti “Tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar

konvensi social yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu

yang lain (Eco, 1979:16) dalam Sobur (2006:95).

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.

(25)

jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semilogi, pada dasarnya hendak

mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).

Memakai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan

mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek

tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak

berkomunikasi, tetapi. Juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda

(Kurniawan, 2001 dalam Sobur, 2006:15)

2.1.4. Semiotik Charles Sanders Peirce

Model dasar semiotik dikembangkan oleh Charles Sanders Peirce

(1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913), yang pada perkembangannya

sangat mempengaruhi model-model berikutnya. Peirce menekankan pada

hubungan antara tanda, obyek dan;, peserta komunikasi. Hubungan antara ketika

unsur tersebut adalah untuk mencapai suatu makna, terutama antara tanda dan

obyeknya. Karena itu hubungan antara ketiganya disebut hubungan makna. Bila

Peirce menekankan pada fungsi logika tanda, maka Sausssure yang dianggap

sebagai pendiri lingusitik modern, lebih menekankan pada hubungan dari

masing-masing tanda, dan menurut Saussure tanda merupakan obyek fisik yang penuh

dengan berbagai makna. Saussure tidak terlalu memperhatikan realitas dari makna

seperti yang dikemukakan oleh Peirce. (Bintoro, 2002:12)

Penelitian ini mengutamakan situasi dan kondisi yang bertema

(26)

Peristiwa tersebut dipaparkan dalam pembentukan tanda-tanda (gambar, kata-kata,

dan lainnya) dalam format sebuah kartun editorial. Sehingga yang menjadi

perhatian dalam penelitian ini adalah bagaimana suatu peristiwa dalam

masyarakat dipandang, dituangkan dan dinilai. Sebab itulah diperlukan adanya

kartun editorial tersebut, dengan situasi dan kondisi yang berkembang dalam

masyarakat. Hal itulah yang kemudian dijadikan alasan penggunaan model Peirce,

karena Peirce dalam hal ini lebih memperhatikan realita makna. Dengan

demikian, penelitian ini termasuk termasuk pada bidang studi semiotik budaya

tempat kode-kode dan tanda-tanda digunakan.

Teori semiotik Peirce berpendapat bahwa tanda dibentuk melalui

hubungan segitiga yaitu tanda berhubungan dengan obyek yang dirujuknya.

Hubungan tersebut membuahkan interpretan. Preirce menjelaskan modelnya

sebagai berikut:

“A sign is something which stands to somebody for something in- the

respect or capacity. It addresses somebody that is, creates in the mind of that

person an equivalent sign, or perhaps a more developed sign. The sign which it

creates I call the interpretant of the first sign. The sign for something, its object.

(Tanda adalah sesuatu yang memberi arti atas sesuatu bagi seseorang. Tanda

ditujukan kepada seseorang, karenanya membuat seseorang menciptakan tanda

yang ekuivalen atau tanda yang lebih berkembang di dalam benaknya. Tanda yang

diciptakan itu saya sebut interpretant dari tanda yang pertama. Tanda memberi arti

(27)

Model semiotik Peirce dapat digambarkan dalam bentuk segitiga seperti

berikut :

Gambar 2.1. Model Semiotik Pierce

Sumber : Fiske (2006:42)

Garis-garis berpanah tersebut hanya bisa dimengerti dalam hubungannya

antara satu elemen dengan elemen lainnya. Tanda merujuk pada sesuatu di luar

tanda itu sendiri, yaitu obyek dipahami oleh seseorang. Interpretan adalah tanda

yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda.

Interpretan merupakan konsep mental yang diproduksi oleh tanda dan pengalaman

pengguna tanda terhadap sebuah obyek. Apabila ketiga elemen makna itu

berinteraksi dalam benak seseorang maka muncul makna tentang sesuatu yang

diwakili oleh tanda tersebut. Diantara ketiganya, intarpretanlah yang paling sulit

dipahami. Interpretan adalah tanda sebagaimana diserap oleh benak kita, sebagai

hasil penghadapan kita dengan tanda itu sendiri.

Berdasarkan obyeknya Peirce membagi tanda atas icon (ikon) , index

(indeks) , dan symbol (simbol). Ketiga kategori tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut:

Sign

(28)

Gambar 2.2. Model Kategori Tanda

Sumber: Fiske (2006:47)

Model tersebut merupakan hal penting dan sangat fundamental dari

hakekat tanda. Peirce mengungkapkannya sebagai berikut:

1. Ikon

Adalah tanda yang berhubungan antara tanda dan acuannya bersifat bersamaan

bentuk alamiah (berupa hubungan kemiripan). Misalnya adalah potret dan

peta. Potret merupakan ikonik dari orang yang ada dalam potret tersebut,

sedangkan peta merupakan ikonik dari pulau yang ada dalam peta tersebut.

2. Indeks

Adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan

acuannya yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang

langsung mengacu pada kenyataannya. Misalnya adalah asap sebagai tanda

adanya api.

3. Simbol

Adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara tanda dan

acuannya (berdasarkan hubungan konvensi atau perjanjian). Misalnya orang

yang menggel.engkan kepalanya merupakan simbol yang menandakan ketidak

setujuan yang termasuk secara konvensional. (Sobur, 2003:41) Icon

(29)

2.1.5. Klasifikasi Tanda

Berdasarkan berbagai klasifikasi tanda, Pierce membagi tanda menjadi

sepuluh jenis :

1. Qualisign, yakni kualitas sejauh mana yang dimiliki tanda.

2. Icosonic Sinsign, yakni tanda memperlihatkan kemiripan.

3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung

yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan

sesuatu.

4. Dicent Legisign yakni tanda yang menginformasikan memberikan informasi

tentang sesuatu.

5. Iconic legisign yakni tanda yang menginformasikan norma.

6. Rhematic Indexical Legisign yakni tanda yang mengacu kepada objek

tertentu.

7. Dicent Indexical Legisign yakni tanda yang bermakna informasi dan merujuk

pada subjek informasi.

8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme yakni tanda yang dihubungkan

dengan objeknya melalui asosiasi ide umum.

9. Dicent Symbol atau Proposition merupakan tanda yang langsung

menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak.

10.Argument, yakni tanda yang merupakan inferens seseorang terhadap sesuatu

(30)

2.1.6. Tipografi

Sudah menjadi rahasia umum dalam ranah media komunikasi visual,

tipografi merupakan unsur pokok yang tidak dapat dipisahkan. Dalam

perkembangannya, ada lebih dari seribu macam huruf romawi atau latin yang

telah diakui oleh masyarakat dunia. Tetapi huruf-huruf tersebut sejatinya hasil dari

perkawinan silang dari lima jenis huruf berikut ini.

1. Huruf Romein, garis hurufnya memperlihatkan perbedaan antara

tebal-tipis dan mempunyai kaki atau kait yang lancip pada setiap batang

hurufnya.

2. Huruf Egyptian, garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada

setiap sisinya. Kaki atau kaitnya berbentuk lurus atau kaku.

3. Huruf Sans Serief, garis hurufnya sama tebal dan tidak mempunyai kaki

atau kait.

4. Huruf Miscellaneous, jenis huruf ini lebih mementingkan nilai hiasnya

daripada nilai komunikasinya. Bentuknya senantiasa mengedepankan

aspek dekoratif dan ornamental.

5. Huruf Script, jenis huruf ini menyerupai tulisan tangan dan bersifat

spontan. (Tinarbuko, 2008: 28-29).

Sementara itu, Danton Sihombing (2001: 96) mengelompokkan keluarga huruf

berdasarkan latar belakang sejarahnya :

1. Old Style, jenis huruf ini meliputi: Bembo, Caslon, Galliard, Garamond.

2. Transisional, jenis huruf ini meliputi: Baskerville, Perpetua, Time New

(31)

3. Modern, jenis huruf ini meliputi: Bodoni.

4. Egyptian atau Slab Serif, jenis huruf ini meliputi: Bookman, Serifa.

5. Sans Serif, jenis huruf ini meliputi: Franklin Gothic, Futura, Gill Sans,

Optima.

Dengan demikian, keberadaan tipografi dalam rancangan karya desain komunikasi

visual sangat penting. Sebab melalui perencanaan dan pemilihan tipografi yang

tepat baik untuk ukuran, warna, dan bentuk, diyakini mampu menguatkan isi

pesan verbalnya. (Tinarbuko, 2008: 29-30)

Mata Angin

Aru harfiah dari mata angin didapat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu

sebagai arah pedoman atau penentu arah.

2.17. Ubi Est Veritas

Ungkapan “Ubi Est Veritas” jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia

memiliki pengertian “dimana kau kebenaran?”. Ungkapan tersebut berasal dari

Socrates dalam Sejarah Filsafat Yunani (Kanisius, 1999:99-100), yang

menggambarkan betapa adanya kebenaran adalah suatu hal yang sulit didapatkan,

tetapi sesungguhnya bisa untuk diterapkan pada kenyataannya.

Hal tersebut nyata-nyatanya merefleksikan kehidupan di negara Indonesia

ini terkait permasalahan-permasalahan yang bertubi-tubi datang. Penyelesaian

(32)

dengan kata lain kebenaran akan permasalahan-permasalahan tersebut masih

belum terungkap secara pasti.

2.1.8 Bank Century

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengucurkan dana sebesar

Rp6,7 triliun kepada Bank Century atas rekomendasi pemerintah dan Bank

Indonesia. Padahal, dana yang disetujui DPR hanya sebesar Rp1,3 triliun.

Misteri itulah yang ditindaklanjuti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan

meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi

terhadap bank. Tidak hanya KPK, DPR pun meminta BPK mengaudit proses

bailout tersebut. Itu karena sebelumnya DPR pada 18 Desember 2008 telah

menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4

Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) sebagai payung

hukum dari penyelamatan bank milik pengusaha Robert Tantular itu.

(http://www.mediaindonesia.com/read/2009/09/09/93403/70/12/Transparansi/

diakses 05/06/2010, 10:32)

Argumentasi yang muncul dari pihak berwenang sejauh ini adalah bahwa

proses penyelamatan Bank Century telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan

dalam UU LPS dan perintah dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan.

Bahwa pembiayaan yang dikeluarkan LPS untuk menyelamatkan Bank Century

berasal dari kekayaan LPS, bukan uang negara. Saat likuidasi Bank Century,

(33)

memberikan rasa kepercayaan kepada masyarakat untuk mencegah rush yang bila

dibiarkan, akan berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional.

(http://www.mediaindonesia.com/read/2009/09/09/93403/70/12/Transparansi/diak

ses 05/06/2010, 13:11)

Jelas ada perbedaan pandangan antara pemerintah (eksekutif) dan DPR

(legislatif). Saat DPR akhirnya menyimpulkan ada kesalahan dalam kasus bank

itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono justru bersikap sebaliknya. Kebijakan

menalangi bank itu dinilai sebagai tindakan penyelamatan sektor perekonomian

yang guncang saat itu. Ini bukan soal rivalitas antardua lembaga tinggi negara.

Bukan pula dilihat sebagai kekalahan pemerintah (the ruling party) yang

mengantongi mandat rakyat lebih dari 60 persen suara. Tak seharusnya pula partai

oposisi menepuk dada.

(http://nasional.kompas.com/read/2010/03/15/08044652/Akhir.Kasus.Bank.Centu

ry/diakses 05/06/2010, 13:11).

Hanya, karena perbedaan itu, penyelesaian kasus Bank Century justru kian

berliku selepas pentas Panitia Khusus (Pansus) DPR yang dramatik. Dua pilihan

penyelesaian, yaitu jalur hukum atau jalur politik, ternyata tak semudah bayangan

orang. Sebetulnya pentas skandal Bank Century di DPR positif karena

memperlihatkan praktik demokrasi yang dinamis, bahkan emosional, sehingga

dengan logikanya sendiri publik pun bisa mengukur ”kebenaran” atau

”kekeliruan” kasus itu. Logika publik tidak bisa lagi dipengaruhi opini segelintir

elite politik. Namun, runyamnya demokrasi yang kita pertontonkan ini agaknya

(34)

(http://nasional.kompas.com/read/2010/03/15/08044652/Akhir.Kasus.Bank.Centu

ry/diakses 05/06/2010, 13:53).

2.1.9 Makelar Kasus

Praktik jaringan mafia kasus bekerja secara sistematis dan terorganisasi.

Praktik ini melibatkan oknum-oknum “nakal” di institusi penegak hukum, baik

kepolisian, kejaksaan, maupun lembaga peradilan. Untuk menghubungkan semua

link lembaga penegak hukum ini, biasanya pihak di luar institusi dilibatkan.

(http://nasional.kompas.com/read/2010/04/15/10374836/1001.Modus.Makelar.Ka

sus/diakses 05/06/2010, 13:40).

Modus yang biasanya dijalankan yaitu Lobi di pengadilan. Kasus yang

sudah sampai pada tahap persidangan pun masih bisa dilobi. Salah seorang

pengacara, Luthfie Hakim, menuturkan bahwa biasanya tawaran datang dari orang

luar atau dalam pengadilan. Menurut Luthfie, orang dalam pengadilan biasanya

panitera. Ia menceritakan pengalaman menangani perkara kelas kakap yang

melibatkan adik seorang konglomerat sebagai salah satu tersangkanya, kemudian

Memilih majelis hakim, Riset Indonesia Corruption Watch tahun 2001 pada

institusi penegak hukum di beberapa kota di Indonesia juga menunjukkan adanya

praktik memilih hakim yang akan menangani kasus dengan menghubungi

pimpinan pengadilan. “Ada kalanya pengacara langsung menghubungi ketua PN

atau PT. Hakim-hakim yang dipilih biasanya yang berasal dari suku yang sama

dengan harapan perkaranya akan ditangani secara kekeluargaan. Tetapi

(35)

agar dihubungkan ke ketua PN untuk melakukan negosiasi penentuan majelis

hakim yang akan menangani perkara kliennya. Secara aktif, pengacara mewakili

kliennya melakukan modus ini. Tapi ada juga beberapa pengacara yang tidak mau

melakukan negosiasi ini sehingga kliennya-lah yang aktif melakukan negosiasi

dengan panitera,” demikian dalam laporan riset ICW. Hakim dipilih agar majelis

hakim yang menangani perkara dapat diarahkan sesuai dengan keinginan

pihak-pihak yang berkolusi. Pemerasan dan suap. Modus lain yang diungkap dalam riset

ICW adalah seorang hakim dapat menghubungi pengacara atau pihak yang

beperkara dalam kasus yang ditanganinya. Biasanya berdasarkan modus yang

digunakan, utusan tersebut akan menyampaikan bahwa putusan sudah disiapkan,

tetapi masih terdapat kelemahan atas bukti yang diajukan. Tawaran “bantuan”

memperkuat bukti tentunya tidak gratis. Jika pengacara tidak ingin turut menyuap

hakim, maka dia menyerahkan masalah suap-menyuap itu kepada kliennya.

Pengacara akan menghubungi hakim yang meminta uang bahwa kliennyalah yang

akan menghubungi hakim tersebut. Klien seperti itu memang sejak awal sengaja

datang kepada pengacara tertentu yang mau bekerja sama untuk memenangkan

perkaranya dengan segala cara, termasuk menyuap hakim, kemudian "Cash and

carry". Seorang pengacara mengakui bahwa tak sedikit rekan seprofesinya yang

menjadi bagian dari praktik “haram” itu. Ia menyebutnya sebagai pengacara

“SP3”. Biasanya pengacara “aliran” ini piawai melakukan lobi agar kasus

kliennya tak dilanjutkan. “Ciri-cirinya, pengacara terkenal, kaya raya, tapi enggak

pernah keliatan kerja di pengadilan. Dia kerjanya di belakang layar. Ya seperti

(36)

diselesaikan dengan cash and carry dan tak jarang diselesaikan oleh sang

pengacara. Pembagian “kue” tak akan dilakukan dengan sistem transfer antarbank.

Uang biasanya diserahkan langsung. Selain untuk menghindari pajak penghasilan,

hal ini tentunya juga untuk menghindari catatan transaksi keuangan yang

bersangkutan.

(http://nasional.kompas.com/read/2010/04/15/10374836/1001.Modus.Makelar.Ka

sus/diakses 05/06/2010, 14:05).

2.1.10 Cicak VS Buaya

Episode cicak melawan buaya dimulai saat Kepala Badan Reserse dan

Kriminal (Kabareskrim) Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji kesal saat tahu

telepon genggamnya disadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah

menyidik kasus Bank Century.

(http://berita.liputan6.com/progsus/200911/249959/Cicak.Vs.Buaya/diakses

05/06/2010, 14:20).

Kasus ini bermula dari rekaman pembicaraan mantan Ketua KPK Antasari

Azhar dan Anggoro di Singapura. Rekaman yang kemudian dituangkan ke dalam

testimoni ini, menyeret Bibit dan Chandra atas tuduhan menerima duit miliaran

rupiah. Nama Anggoro terseret setelah KPK mengembangkan kasus

pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api. Bos PT Masaro ini dituding menilap

duit negara hingga Rp 13 milliar.

(http://berita.liputan6.com/progsus/200911/249959/Cicak.Vs.Buaya/diakses

(37)

Menanggapi keadaan ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mulai

berpikir untuk menentukan sikap. Secara mendadak SBY memanggil tokoh

masyarakat, seperti Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina),

Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah), Teten Masduki (Sekjen

Transparansi Internasional Indonesia), dan Hikmahanto Juwana (Guru Besar Ilmu

Hukum UI) ke Istana Negara. Hasilnya Presiden membentuk tim independen yang

diketuai Adnan Buyung Nasution.Acungan jempol dialamatkan kepada MK yang

dianggap berani membuat terobosan hukum untuk membenahi peradilan di

Indonesia. Tapi, pemerintah dan kepolisian kembali mempertanyakan relevansi

pemutaran rekaman pembicaraan telepon di persidangan.

(http://berita.liputan6.com/progsus/200911/249959/Cicak.Vs.Buaya/diakses

05/06/2010, 14:20).

2.1.11 Gurita Cikeas

Kemunculan buku Membongkar Gurita Cikeas telah memancing aksi

reaktif dari kalangan dekat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mantan Ketua

PP Muhammadiyah, Syafii Maarif, mengimbau pihak-pihak yang disebutkan

dalam buku agar tidak panik jika memang tidak melakukan hal-hal seperti yang

ditulis dalam buku tersebut.

(http://nasional.kompas.com/read/2009/12/20381634/Kontroversi/diakses

05/06/2010, 14:22).

Syafii mengatakan, jika dilakukan perlawanan dengan melakukan

(38)

ketidakdemokratisan pemerintah terhadap kebebasan berpendapat dan

kritik. "Karena buku itu sudah dicetak, tidak mungkin di-counter. Jangan diteror

atau segala macam karena itu bentuk ketidakdemokratisan," ungkap Syafii, Selasa

(29/12/2009) di Gedung KPK, Jakarta.

http://nasional.kompas.com/read/2009/12/20381634/Kontroversi/diakses

05/06/2010, 14:22).

Menurutnya, tindakan ideal untuk melakukan counter (perlawanan)

terhadap buku tersebut adalah dengan membuat buku tandingan yang membantah

tudingan tersebut. "Ya harus di-counter dengan buku juga dong," ucapnya. Ia

menilai, terhadap isi buku Membongkar Gurita Cikeas, para pembacalah yang

akhirnya memberikan penilaian terhadap tudingan-tudingan tersebut. Segala

konsekuensi logis terhadap keabsahan fakta-fakta tersebut, menurutnya, akan

diterima oleh si penulis itu sendiri. "Perkara apakah itu membongkar atau tidak

tentang yayasan-yayasan SBY itu kan urusan penulis. Penulis yang dapat

konsekuensinya, jadi pemerintah tidak usah panik," pungkasnya.

http://nasional.kompas.com/read/2009/12/20381634/Kontroversi/diakses

05/06/2010, 14:22).

Buku Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Century karangan

George Junus Aditjondro menuai kontroversi. Meski demikian, Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono belum berniat melaporkan penulis buku tersebut ke

kepolisian.

(http://nasional.kompas.com/read/2009/12/26/17062661/Jubir.Kepresidenan.Semu

(39)

2.1.12 Mafia Hukum

Selama ini mafia hukum sering dikaitkan dengan korupsi. Mafia sendiri

dalam arti luas adalah mereka yang melakukan berbagai kegiatan yang merugikan

pihak lain, misalnya makelar kasus, suap-menyuap, pemerasan, jual beli perkara,

mengancam saksi, atau pungutan-pungutan yang tidak semestinya. Kegiatan

seperti ini telah merusak rasa keadilan dan kepastian hukum. Mafia tersebut dapat

berada di lembaga peradilan, instansi pemerintah, maupun lembaga swadaya

masyarakat dan swasta. Mafia juga bisa berkaitan dengan segala bentuk korupsi,

termasuk korupsi pajak, bea cukai, dan juga kegiatan-kegiatan sejenis di daerah.

(http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4225&i

temid=29/diakses 05/06/2010, 14:38)

Presiden telah menyerukan kepada rakyat Indonesia yang menjadi korban

mafia hukum untuk melaporkan diri melalui PO BOX 9949 Jakarta 1000. Seruan

Presiden ini merupakan bagian dari kebijakan yang paling diprioritaskan oleh

Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dalam masa 100 Hari, yakni pemberantasan

mafia hukum. Ada 45 Program dalam Program 100 Hari KIB 2, dan

pemberantasan mafia hukum berada di posisi pertama untuk dilaksanakan.

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4225&it

emid=29/diakses 05/06/2010, 14:38)

Untuk mengawal pemberantasan mafia hukum, Presiden telah membentuk

Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang dipimpin oleh Kuntoro

Mangkusubroto. Satgas akan melakukan koordinasi, evaluasi, pemantauan,

(40)

terbentuknya Satgas ini diharapkan mampu membuka jalan dan berperan dalam

pemberantasan mafia hukum.

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4225&it

emid=29/diakses 05/06/2010, 14:38)

2.1.13. Keterkaitan Permasalahan Bank Century Dengan Masalah Hukum,

Politik dan Ekonomi

Berbeda dengan agenda politik angket Century yang sangat gaduh karena

melibatkan kepentingan pragmatis jangka pendek berbagai kekuatan politik,

agenda ekonomi angket Century seolah terpinggirkan dan tidak mendapat

perhatian yang memadai. Padahal tuntasnya agenda ekonomi yang umumnya

bersifat sistemik inilah yang akan menjamin bahwa skandal serupa tidak akan

terulang lagi di masa depan. Terdapat beberapa pelajaran penting dari skandal

Bank Century. Pertama, lemahnya dan rawannya pengawasan perbankan oleh

Bank Indonesia. Skandal Bank Century telah dimulai bahkan sejak bank ini belum

berdiri, yaitu sejak 2000-an, ketika Bank CIC, yang kemudian bertransformasi

menjadi Bank Century, mendapatkan berbagai kelonggaran secara signifikan dan

massif hingga 2008. BI sebenarnya telah banyak belajar dari krisis 1997, yang

telah meluluhlantakkan sistem perbankan nasional dan memicu gelombang

bailout massal. Namun skandal Century menjadi saksi bahwa pengawasan

perbankan pascakrisis 1997 masih menyimpan kelemahan mendasar dan akan

terus rawan penyelewengan selama tidak terdapat mekanisme checks and

(41)

Tahun 1999, yang semula ditujukan buat meningkatkan kredibilitas BI dan

mencegah terulangnya krisis, kini justru telah memicu krisis lainnya. Bank

Century sejak awal hanya dapat bertahan dan sekian lama melakukan kejahatan

perbankan hanya karena mendapat keistimewaan dari otoritas pengawas.

Lemahnya pengawasan perbankan oleh BI tampak lebih disebabkan oleh

kelemahan pejabatnya dibanding kelemahan sistemnya. (www.suara

karya-online.com /news.html.)

Reformasi terpenting ke depan adalah reformasi dalam bidang

pengawasan perbankan. Pilihan kebijakan yang tersedia adalah mempertahankan

fungsi pengawasan perbankan di BI, namun dengan upaya perbaikan yang

signifikan atau memisahkan kewenangan pengawasan perbankan dari BI, yaitu

dengan membentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Reformasi lain yang

dibutuhkan adalah reformasi untuk pemberantasan kejahatan perbankan dan

keuangan yang lebih efektif. Sedangkan dalam kaitan dengan pencegahan dan

penanganan krisis, dibutuhkan harmonisasi antara RUU JPSK, UU LPS, dan UU

BI. Selain membutuhkan kecepatan, pencegahan, dan penanganan krisis,

membutuhkan validitas dan presisi baik dari sisi hukum maupun ekonomi

Masalah hukum muncul, apakah kebijakan yang diambil tepat dilakukan dan

sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Isu hukum pertama ini

memunculkan isu hukum kedua yang didasarkan kecurigaan publik. Permintaan

ini memunculkan isu hukum ketiga, yaitu permintaan Kepala PPATK untuk

mendapatkan landasan hukum bagi dibukanya aliran dana kepada lembaga bukan

(42)

Dalam konteks kecurigaan atas aliran dana talangan, Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) Bendera mengungkap pihak-pihak yang menerima aliran dana

bailout BC. Pihak-pihak yang disebut Bendera merasa dicemarkan nama baiknya

sehingga memunculkan isu hukum keempat.Selanjutnya, BC memunculkan isu

hukum kelima, berupa sangkaan dan dakwaan tindak pidana yang dilakukan

manajemen dan pemegang saham lama. Isu hukum keenam adalah diperdayanya

nasabah BC oleh manajemen lama untuk membeli produk Antaboga. Ketujuh, BC

memunculkan masalah hukum terkait pencairan dana yang dimiliki Budi

Sampoerna (BS). Terakhir, penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK) atas pengacara BS. Penyadapan ini melibatkan Kepala Bareskrim Mabes

Polri saat itu. (www.jakartapress.com/www.php/news/id/10225/bank-century.jp).

Penyelesaian melihat berbagai masalah hukum yang muncul dari BC,

banyak pihak cenderung melakukan generalisasi. Akibatnya terjadi

pencampuradukan isu, menambah kesimpangsiuran, dan mempersulit

penyelesaian berbagai kasus hukum BC. Padahal, setiap isu hukum BC memiliki

pendekatan berbeda dalam penyelesaian secara hukum dan forum. Sanksi hukum

pun bisa berbeda-beda, mulai dari administratif, ketatanegaraan, pidana, atau

perdata. Jika mayarakat dapat melihat luas keluar, tentunya permasalahan bangsa

ini bukan hanya terletak pada masalah Century saja, masih banyak permasalahan

rakyat yang harus tetap diperhatikan. Tenaga parpol pun sudah tekuras habis

untuk membahas masalah Century ini, sehingga tak jarang kepentingan politik

lebih menarik dibanding masalah rakyat yang sangat mendesak dan semakin

(43)

sandang, pangan, papan yang tercukupi, kesejahteraan, pelayanan kesehatan,

pendidikan, lingkungan yang aman, dan banyak lagi harapan sederhana dari

rakyat yang harus diperhatikan. (www.suarakarya-online.com/

news.html?id=225678)

Memperhatikan harapan rakyat yang sederhana tersebut, tentunya

sangat berbanding terbalik dengan kondisi yang dirasakan saat ini. Kondisi ini

terlihat dengan makin memanasnya situasi elite poltik didalam gedung DPR dan

diperparah dengan aksi demostrasi massa di depan gedung DPR yang diikuti

dengan aksi anarkis dari para demonstran. Aksi ini yang akan semakin

menjauhkan harapan sederhana masyarakat yang masih menginkan ketentraman

dan lingkungan yang aman dan hal - hal lainnya diluar urusan politik. Sesuatu

yang cukup ironi memang, bila melihat sikap wakil rakyat dan demonstran yang

semakin panas dan anarkis, yang tetap mengusung nama golongan dan

kepentingan politik di atas nama rakyat, sedangkan rakyat sendiri pun tidak

mengerti politik apa yang sedang mereka perjuangkan. Politik bukan hal baru bagi

rakyat, dan juga bukanlah hal yang menarik untuk selalu dinomor satukan.

Sejatinya, rakyat hanya memiliki harapan sederhana terhadap pemerintahan yang

akan mewujudkan harapannya itu. Rakyat bukannya acuh dan apolitis terhadap

perkembangan politik, tapi rakyat sudah semakin jenuh dengan sikap politik yang

saling menjatuhkan dan bukannya saling mendukung dan membangun agar

pemerintahan berjalan dengan baik dan efektif terlepas dari permasalahan yang

timbul. (www.tempointeraktif.com/hg/

(44)

2.1.14. Keterkaitan Permasalahan Makelar Kasus dengan Masalah Hukum,

Ekonomi dan Politik

Istilah MARKUS tiba-tiba menjadi sangat popular masuk dalam pori-pori

darah para penegak hukum demikian efektif. Jadi, apabila reformasi hukum

benar-benar menjadi mimpi yang menentukan arah kebijaksanaan para penegak hukum.

(http://www.nasehathukum.com/makelar-kasus-65-20-info).

Akhir dari drama kasus Bank Century masih belum diketahui,

happy-ending atau unhappy-happy-ending bagi pemerintah. Hasil rapat paripurna DPR yang

kemudian disusul oleh pidato Presiden, menyiratkan adanya dua pendapat yang

berbeda. masing mempunyai argumentasinya sendiri-sendiri.

Masing-masing merasa benar. Sebagaimana kita ketahui bersama, koalisi partai politik

yang dibina oleh pemerintah menjadi berantakan akibat kasus ini. Golkar, PKS

dan PPP melakukan pembelotan, sedangkan PDI-P memang dari awal sudah

menyatakan dirinya sebagai oposisi. Sebagian anggota DPR menuntut

dijatuhkannya sanksi terhadap dua orang pejabat tinggi pemerintah (Wapres dan

Menkeu) yang dianggap bertanggungjawab atas penggelontoran bail-out kepada

Bank Century pada bulan November 2008 yang lalu. Sementara itu, Presiden

berpendapat bahwa segala sesuatunya telah sesuai dengan prosedur dan aturan

yang berlaku, karena itu, ia bertanggungjawab atas kebijakan yang diambil oleh

kedua pejabat tinggi tersebut sehingga sanksi tidak perlu ada.

(politik.kompasiana.com/2010/03/24/pemerintah-adalah-makelar-kasus/).

Sementara kedua pendapat itu bergulir, muncullah beberapa kasus lain

(45)

penyelesaian kasus Bank Century. Mula-mula ada isu tentang pengemplangan

pajak yang diduga dilakukann oleh grup perusahaan yang dimiliki oleh Ketua

Umum Golkar sebesar 2 trilyun rupiah, katanya. Kemudian, mendadak ada isu

tentang L/C fiktif yang dibuka pada tahun 2008 oleh perusahaan milik seorang

politisi PKS sebesar 22,5 juta US dollar atau sekitar 200 milyar rupiah. Terakhir,

adalah tentang uang suap yang diterima oleh 19 orang anggota DPR dari fraksi

PDI-P berkenaan dengan pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernir

BI. Isu ini sebenarnya sudah lama diendapkan, namun, tampaknya seolah-olah ada

yang melakukan “blow-up” akhir-akhir ini. Merebaknya ketiga isu besar ini,

membuat orang menduga-duga bahwa pemerintah telah dengan sengaja

memunculkannya sebagai “bargaining” terhadap ketiga partai poitik tersebut

sehubungan dengan babak akhir dari drama Bank Century ini. Proses

tawar-menawar pun mungkin saja terjadi seperti yang pernah diungkapkan oleh salah

seorang “inner circle” Presiden. Jika demikain halnya, bukankah itu berarti

bahwa pemerintah telah menjadi makelar atas kasusnya sendiri ? Apalagi,

seandainya ternyata kemudian, drama ini berakhir dengan happy-ending bagi

pemerintah.

(politik.kompasiana.com/2010/03/24/pemerintah-adalah-makelar-kasus/).

2.1.15. Keterkaitan Cicak VS Buaya Dengan Masalah Hukum Ekonomi Dan

Politik

Kisruh antara Kejaksaan Agung (Kejagung)-Polri dan Komisi

(46)

melaksanakan upaya hukum kemudian menjurus ke perseteruan antarlembaga

negara, sehingga disimbolkan menjadi pertikaian antara “buaya” (Kejagung-Polri)

dan “cicak” (KPK). Kelemahan KPK sesungguhnya tidak hanya terletak pada

kasus mantan dan pimpinan nonaktifnya: Antasari Azhar, Bibit Samad Rianto,

dan Chandra M Hamzah. Tetapi, juga terletak pada Undang-Undang (UU) KPK

itu sendiri. Terbukti UU KPK itu termasuk UU yang paling banyak

diujimateriilkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam hal penyelidikan,

penyidikan, dan penuntutan pun, saya lihat KPK memiliki cukup banyak

kelemahan. Hal itu antara lain disebabkan sebagian besar penyelidik, penyidik,

dan penuntut KPK datang dari Kejaksaan Agung dan kepolisian. Seharusnya KPK

merekrut penyelidik,penyidik, dan penuntut sendiri yang betul-betul jauh dari

kontaminasi kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Kelemahan KPK juga

terdapat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Termasuk dalam hal

susunan hakim karier dan nonkarier di Pengadilan Tipikor. Bahkan boleh

dibilang, permasalahan KPK ini sudah sangat akumulatif. Kasus Bibit-Chandra ini

dapat dikatakan sebagai titik kulminasi saja.

(www.suarakarya-online.com/news.html?id=239368).

Presiden dan lembaga negara lainnya harus memberikan dukungan politik

kepada KPK untuk melakukan pembersihan kedua lembaga itu. Terutama karena

sesungguhnya mandat KPK adalah menangani kasus korupsi yang melibatkan

penegak hukum dan melakukan supervisi terhadap jaksa dan polisi dalam

penegakan hukum kasus korupsi. Karena itu, KPK harus segera mengusut dan

(47)

vs “buaya”. Karena itu, KPK secara sistematis dihambat untuk melakukan

penegakan hukum dalam dugaan korupsi yang melibatkan elite politik dan

ekonomi. Padahal, untuk mengembalikan kepercayaan publik, kasus Century

harus segera dituntaskan. (www.suarakarya-online.com/news.html?id=239368)

Hasil tim pencari fokus bukan hanya sekedar rekomendasi, ada empat

tindakan yang bisa dilakukan. Diantaranya, tindakan birokratis dengan memecat,

tindak lanjut politik tata hubungan antar lembaga dan memperbaiki nama baik

KPK, tindakan hukum diproses melalui jalur hukum dan tindak lanjut publik yang

akan menilai siapa yang bersalah. (www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/11/

02/brk,20091102-25850,id.html).

2.1.16. Keterkaitan Permasalahan Gurita Cikeas Dengan Masalah Hukum

Dan Politik

Pansus Century DPR akan menjadikan buku 'Membongkar Gurita

Cikeas' sebagai referensi dalam mengungkap skandal Bank Century. “(Buku itu)

Jadi bahan referensi,” tandas 'musuh' Sri Mulyani ini. Pengurus Kadin Pusat dan

politisi Golkar ini mengaku, dirinya telah mendapatkan 40 eksemplar buku

tersebut yang akan dibagikan pada semua anggota Pansus. Buku itu didapatnya

dari koleganya di Yogya pada Jumat 25 Desember. “Walaupun demikian itu

bukan hal yang baru bagi kita, hanya akan sebagai background saja,” paparnya. Ia

menyayangkan kalau benar buku tersebut lenyap dari pasaran. Sikap rezim

pemerintah yang represhif ini seperti mengindikasikan gaya pemerintahan zaman

(48)

ditutupi,” tegas Bambang. (www.jakartapress.com/www.php/news/id/10648/

gurita-cikeas.jp).

Meski banyak ditentang, Penulis buku 'Membongkar Gurita Cikeas: Di

Balik Skandal Bank Century' George J Aditjondro tetap yakin dengan apa yang

ditulisnya. George yakin memiliki sumber yang kuat adanya aliran dana dari

LKBN Antara ke Bravo Media Center, tim sukses SBY-Boediono. Tudingan

Aditjondro bukan tanpa alasan. George mengatakan, dirinya sangat mempercayai

informasi tersebut karena faktanya ada salah satu petinggi LKBN Antara memiliki

jabatan di Bappilu Partai Demokrat. Namun, Aditjondro menilai, langkah

sejumlah pihak yang akan mengambil jalur hukum terkait buku yang dirilisnya

adalah kurang tepat. Paslanya, buku tersebut mestinya dilawan dengan buku,

bukan dengan mengadukan ke polisi atau melarang penerbitan. “Bagusnya tulislah

buku putih yang menjelaskan kemenangan Demokrat itu tidak melanggar UU,”

tuturnya. (www.jakartapress.com/www.php/news/id/10648/ gurita-cikeas.jp).

Sebelumnya, dalam buku 'Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal

Bank Century' George Aditjondro menulis adanya aliran dana PSO dari LKBN

Antara sebesar Rp 40,6 miliar ke Bravo Media Centre, tim kampenye SBY.

Tudingan ini langsung dibantah oleh Dirut LKBN Antara Akhmad Mukhlis

Yusuf. Pengamat politik Universitas Paramadina, Yudi Latif menilai, apabila

benar buku 'Membongkar Gurita Cikeas' ditarik dari peredaran, maka merupakan

sebuah kemunduran dari reformasi yang berjalan sudah dari 10 tahun.

Menurutnya, penarikan buku tersebut mengindikasikan gaya dari sebuah

(49)

antitesis terhadap demokrasi. Penarikan buku itu ciri pemerintahan otoritarian,”

bebernya. (www.jakartapress.com/www.php/news/id/10648/ gurita-cikeas.jp).

Yudi menambahkan, penarikan buku oleh pemerintah merupakan indikator

yang bisa memmbedakan dengan jelas suatu pemerintahan demokratis dengan

pemerintahan otoriter. Lebih lanjut Yudhi menjelaskan, apabila terdapat keberatan

terhadap fakta yang disajikan dalam buku, maka pemerintah tidak perlu

melakukan penarikan buku tersebut. Namun, Partai Demokrat meragukan

validitas data dalam buku 'Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank

Century' karya George J Aditjondro. Partainya SBY ini tidak ingin menganggap

buku ini secara serius. “Kami melihat sebagai 'buku hiburan' saja. Tidak perlu

dianggap serius. Kami yakin publik bisa membedakan mana fakta dan mana

propaganda negatif,” kata Anas Urbaningrum. (www.jakartapress.com/www.php/

news/id/10648/gurita-cikeas.jp).

2.1.17. Keterkaitan Permasalahan Mafia Hukum Dengan Masalah Hukum

Dan Politik

Penguasa ketika berkomunikasi, kepada publik dalam konteks sosial

tertentu, sebetulnya sedang mengirimkan pesan dengan tujuan untuk

mempertahankan kekuasaannya. Dalam kasus Century misalnya, penguasa dan

struktur kekuasaannya mengatakan bahwa mereka tidak ikut menikmati dana

talangan Rp 6,7 triliun itu. Pemerintah dengan tegas mengatakan akan menindak

para mafia hukum dan siapa saja yang menghalangi proses pemberantasan

(50)

Dalam teori tindak tutur, tuturan tidak hanya berfungsi untuk mempertukarkan ide

dan gagasan para partisipan, tapi bagaimana tuturan itu dibarengi dengan tindakan

nyata.Bagaimana mungkin publik bisa percaya kepada struktur kekuasaan yang

tidak bertindak transparan dalam penggunaan dana Rp 6,7 trilliun? Kita patut

mempertanyakan inkonsistensi kata dan tindakan pemerintah. Saat ini publik

menunggu tindakan nyata pemerintah untuk membongkar kasus Century

seadil-adilnya. Publik berharap pemerintah mendorong sepenuh hati penyelesaian kasus

ini, dan menindak upaya-upaya yang menghalangi proses hukum dan politik

pengungkapan Century. (ww.tribun-timur.com/read/artikel/63343).

Keberadaan mafia hukum telah menjadi beban bagi proses hukum di

Indonesia sehingga memunculkan ketidakpercayaan (distrust) publik. Kasus

Bibit-Chandra, Prita Mulyasari, nenek Minah, Kholil dan Basar serta masih banyak lagi

menyadarkan betapa mafia hukum telah merusak citra penegakan hukum di

Indonesia. Tantangan terbesar bagi satgas adalah mengerucutkan apa yang

dimaksud dengan mafia hukum. Meski mudah diucapkan dan dirasakan, untuk

memberantas mafia hukum perlu ada rujukan kesepakatan tentang apa yang

dimaksud dengan mafia hukum. Pemahaman pengertian mafia hukum tentu harus

sesuai atau mendekati dengan apa yang dipahami publik. Bila berbeda, satgas

mempunyai tugas menyosialisasikan kepada masyarakat. Satu hal yang perlu

dihindari adalah jangan sampai terjadi perbedaan pemahaman tentang mafia

hukum antara satgas dan masyarakat. (antikorupsi.org/indo/content/view/

(51)

Bila perbedaan pemahaman terjadi, masyarakat akan menganggap satgas

tidak bekerja maksimal dalam memberantas mafia hukum versi masyarakat.

Selanjutnya menentukan pelaku mafia hukum tidaklah mudah. Kesulitan utama

adalah para pelaku mafia hukum memanfaatkan kedekatan mereka dengan para

pejabat hukum. Kedekatan kadang tidak dibangun dalam waktu singkat.

Kedekatan dilakukan sejak para pejabat hukum meniti karir. Segala kebutuhan

para pejabat hukum akan dipenuhi, termasuk biaya untuk ikut pendidikan dan

selama menjalani pendidikan. Dari sinilah muncul hubungan utang dan balas budi,

bahkan persahabatan yang kental. (antikorupsi.org/indo/content/view/ 16170/7/7).

Tantangan berikutnya adalah peraturan perundang-undangan dan pasal

yang digunakan untuk menjerat mereka yang terlibat dalam mafia hukum. Ini

karena tidak ada pasal yang secara tegas melarang orang melakukan praktik mafia

hukum. Bila mafia hukum direduksi sekadar pelaku yang memindahkan uang

antara mereka yang memiliki kepentingan ke pejabat hukum, itu akan mudah.

Pasal penyuapan ataupun pasal tidak pidana korupsi bisa digunakan. Para pejabat

hukum pun akan terkena aturan kepegawaian dan profesi. Namun, bila kegiatan

mafia hukum dilakukan secara sistematis, berjangka panjang, dan didasarkan

hubungan pertemanan, akan sulit mencari dasar bagi pemberantasannya.

(antikorupsi.org/indo/content/view/ 16170/7/7).

Pokok permasalahan dalam penyusunan strategi bukan pada mana yang

harus dipilih: menargetkan yang besar atau yang kecil; tetapi memikirkan

kosekuensi dipilihnya salah satu strategi. Satgas harus dapat mengantisipasi

(52)

anggota satgas dapat fokus dalam pekerjaannya. Hal ini perlu dicamkan karena

setiap anggota satgas memiliki tugas utama di samping tugas yang dimandatkan.

Masih banyak lagi tantan

Gambar

Gambar 2.1. Model Semiotik Pierce
Gambar 2.2. Model Kategori Tanda
Gambar 2.3 :

Referensi

Dokumen terkait