SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh Gelar
Sarjana pada FISIP UPN: “Veteran” Jawa Timur
Oleh :
KENSHI LATIKA AYU PUTRI
NPM. 0443010136
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
SURABAYA
2010
Disusun Oleh :
KENSHI LATIKA AYU PUTRI
NPM. 0443010136
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui,
Pembimbing Utama
Dra. Diana Amalia, MSi
NIP/NPT. 19630907 199103 2001
Mengetahui
D E K A N
Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi
NIP/NPT. 030 175 349
Disusun Oleh :
FERRY ARDIANSYAH
NPM. 0443010465
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Pada tanggal 2 Desember 2010
Pembimbing Utama
Tim Penguji:
1.
Dra. Diana Amalia, MSi
Ir. Didiek Tranggono, MSi
NIP/NPT. 19630907 199103 2001
NIP/NPT. 19581225 199001 1001
2.
Dra. Herlina Suksmawati, MSi
NIP/NPT. 19641225 199309 2001
3.
Dra. Diana Amalia, MSi
NIP/NPT. 19630907 199103 2001
Mengetahui,
D E K A N
Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi
NIP/NPT. 030 175 349
hidup pada seluruh makhluk. Hanya kepadanya-lah syukur dipanjatkan atas selesainya
skripsi ini. Sejujurnya penulis akui bahwa pendapat sulit ada benarnya, tetapi faktor
kesulitan itu lebih banyak datang dari diri karena itu, kebanggaan penulis bukanlah pada
selesainya skripsi ini, melainkan kemenangan atas berhasilnya menundukkan diri
sendiri. Semua kemenangan dicapai tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak selama
proses penyelesaian skripsi itu, penulis “wajib” mengucapkan terima kasih kepada
mereka yang disebut berikut:
1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2.
Ibu Dra. Suparwati, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UPN
“Veteran” Jawa Timur.
3.
Bapak Juwito, S. Sos., Msi, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
4.
Ibu Dra. Diana Amalia, MSi, selaku Dosen Pembimbing yang luar biasa banyak
membantu dan mensupport saya.
5.
Bapak / Ibu Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, serta Staff karyawan Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik, yang telah memberi banyak dorongan pada saya.
6.
Ayah dan Ibu saya tercinta, Drs. Bambang Widiatmodjo, M.Psi., Psikolog dan Ir.
Niniek Anggriani, MTP.
7.
Keluarga Besar Prof. H. Bambang Soeroto, Keluarga Besar KH. Ahmad Dahlan, &
Keluarga Besar Woesthon Zubair.
10.
Ayah dan Ibu beserta keluarga besar My Future’s Ferry Ardiansyah.
11.
Keluarga Besar UPN “Veteran” Jawa Timur, UPN “Veteran” Jogjakarta, dan UPN
“Veteran” Jakarta.
12.
Mbak Erni & Mas Yudi dari Pengetikan Prima.Com yang luar biasa baik membantu
saya.
13.
Sahabat-sahabat tercinta, alumni SMAN 10 Surabaya angkatan 2004, dan
teman-teman di UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan support, saran dan
kritik pada saya tentang segala hal.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna dan penuh keterbatasan.
Dengan harapan bahwa skripsi ini dapat berguna untuk teman-teman mahasiswa di
Program Studi Ilmu Komunikasi, maka saran dan kritik yang membangun sangatlah
dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan yang ada.
Surabaya, November 2010
Penulis
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
ABSTRAK
... ix
BAB I
PENDAHULUAN ... 1
1.1.
Latar Belakang Masalah ... 1
1.2.
Perumusan Masalah ... 7
1.3.
Tujuan Penelitian ... 8
1.4.
Kegunaan Penelitian ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA... 9
2.1.
Landasan Teori ... 9
2.1.1. Surat Kabar Sebagai Media Komunikasi Massa... 9
2.1.1.1. Ciri-Ciri Surat Kabar ... 12
2.1.2. Karikatur ... 13
2.1.3. Semiotika ... 14
2.1.4. Semiotik Charles Sanders Pierce ... 15
2.1.5. Klasifikasi Tanda ... 19
2.1.6. Tipografi ... 20
2.1.9. Makelar Kasus... 24
2.1.10. Cicak VS Buaya ... 26
2.1.11. Gurita Cikeas ... 27
2.1.12. Mafia Hukum ... 29
2.1.13 Keterkaitan Permasalahan Bank Century Dengan Masalah
Hukum, Politik dan Ekonomi ... 30
2.1.14 Keterkaitan Masalah Makelar Kasus dengan Masalah Hukum,
Ekonomi dan Politik ... 34
2.1.15 Keterkaitan Cicak Vs Buaya dengan Masalah Hukum, Ekonomi
dan Politik ... 35
2.1.16 Keterkaitan Permasalahan Gurita Cikeas dengan Masalah Hukum
dan Politik ... 37
2.1.17 Keterkaitan Permasalahan Mafia Hukum dengan Masalah Hukum
dan Politik ... 39
2.2.
Kerangka Berpikir ... 42
BAB III METODE PENELITIAN ... 45
3.1.
Definisi Operasional ... 46
3.2.
Definisi Operasional Konsep ... 46
3.2.1.
Karikatur ... 46
3.2.2.
Semiotika ... 46
3.2.3.
Permasalahan di Indonesia ... 46
3.3.2.
Unit Analisis ... 48
3.3.2.1. Ikon ... 48
3.3.2.2. Indeks ... 48
3.3.2.3. Simbol... 49
3.4.
Teknik Pengumpulan Data ... 49
3.5.
Teknik Analisis Data ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52
4.1.
Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 52
4.1.1.
Gambaran Umum Harian Kompas ... 52
4.1.2.
Sejarah Kompas ... 53
4.1.3.
Gambaran Umum Oom Pasikom ... 55
4.2.
Penyajian Data ... 56
4.3.
Pemaknaan Keseluruhan Gambar Karikatur Oom Pasikom
Harian Kompas Edisi 9 Januari 2010 ... 86
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 89
5.1.
Kesimpulan ... 89
5.2.
Saran... 92
DAFTAR PUSTAKA ... 93
LAMPIRAN ... 95
ix
Halaman
Lampiran 1. Karikatur Oom Pasikom Harian Kompas
Slank dalam Album Mata Hati Reformasi)
Penelitian ini berusaha mengungkap representasi yang terkandung pada lirik
lagu naik-naik ke puncak gunung dari Slank sebagai ungkapan kritik sosial terhadap
berbagai masalah atau fenomena yang sedang terjadi di masyarakat.
Landasan teori penelitian ini adalah komunikasi verbal, semiotika, semiotika
Roland Barthes, representasi, makna kritik dan bahasa, kritik sosial, budaya kritik di
Indonesia, makna dalam kata, perubahan makna, lirik lagu.Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis semiotik Barthes. Teknik
analisa data yang digunkana pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Corpus dari
penelitian ini adalah lirik-lirik lagu yang merepresentasikan kritik sosial.
Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa masih banyak pejabat yang bertindak
seenaknya, dan melakukannya hanya untuk kepentingan pribadi Tanpa berpikir tentang
kepentingan rakyatnya, terutama kepentingan rakyat kecil.
Kesimpulan dengan banyaknya permasalahan-permasalahan yang dialami
negara Indonesia, dari yang diakibatkan oleh sikap-sikap para pejabat pemerintah yang
bertindak seenaknya, yang seharusnya kepentingan rakyat itu diatas segala-galanya..
Kata Kunci : Semiotika Barthes,Lirik Lagu Naik-Naik Ke Puncak Gunung, Kritik
Sosial.
ABSTRACT
FERRY ARDIANSYAH, THE REPRESENTATION OF SOCIAL CRITIC IN A
SONG LYRIC (Semiotik Study Of Song Lyric “Naik-Naik ke Puncak Gunung”
from Slank in Mata Hati Reformasi Album)
This research try to express representation as critical expression of naik-naik ke
puncak gunung lyrics from Slank, to various phenomenon or problem which happened
in society.
Basis for this research theory are verbal communication, semiotika, Roland
Barthes Semiotika, representation, the meaning of language and critic, social critic,
social critic be an effective communication, the meaning of words, meaning changes,
song lyric.
This research use descriptive method qualitative by using analysis of Semiotika
Barthes. Technique analyze used data at this research is descriptive method. Corpus of
this research is song lyric which are representation of social critic.
From this research obtained this result of that the government to act dainties, just
for them own importance, and also without thinking the importance of public, especially
the common people importance.
Conclusion with that problems happened in this country are because of
government bad attitude, while the public importance are above mentioned of
everything.
Keyword : Semiotika Barthes, lyric of naik-naik ke puncak gunung, social critic.
1 1.1. Latar Belakang Masalah
Komunikasi adalah dasar dari kehidupan manusia yang dibutuhkan dalam
rangka bersosialisasi dengan sesamanya. Sebagai kebutuhan esensial dan seiring
dengan berkembangnya pengetahuan manusia, maka proses komunikasi yang
dilakukan manusia mcrnbutuhkan media komunikasi yang mampu mendukung
tercapainya proses tersebut. Media atau saluran komunikasi merupakan sesuatu
yang digunakan sebagai alat penyampaian atau pengiriman pesan, misalnya surat
kabar, majalah, radio, televisi, dan telepon.
Menurut Effendy (2003:37) Media komunikasi banyak jumlahnya, mulai
dari yang tradisional sampai yang modern, misalnya kentongan, bedug, pagelaran
kesenian, surat, papan pengumuman, telepon, telegram, pamflet, poster, spanduk,
surat kabar, majalah, film, radio. dan televisi yang pada umumnya dapat
diklasifikasikan sebagai media tulisan atau cetakan, visual, aural, dan
audio-visual. Untuk mencapai sasaran komunikasi dapat memilih salah satu atau
gabungan dari beberapa media, tergantung pada tujuan yang akan dicapai,
pesan yang akan disampaikan, dan teknik yang akan dipergunakan.
Di antara beberapa jenis media tersebut, media cetak seperti surat kabar
memiliki ciri -khas dibandingkan dengan media massa lainnya. Yang penting
diterpanya bersifat aktif, tidak pasif seperti kalau mereka diterpa media radio,
televisi dan film.
Pesan melalui media cetak diungkapkan dengan huruf-huruf mati, yang
baru menimbulkan makna apabila khalayak berperan secara aktif. Karena itu
berita, tajuk rencana, artikel, dan lain-lain, pada media cetak harus disusun
sedemikian rupa, sehingga mudah dicerna oleh khalayak.
Kelebihan media cetak lainnya, ialah bahwa media ini dapat dikaji ulang,
didokumentasikan, dan dihimpun untuk kepentingan pengetahuan, serta dapat
dijadikan bukti otentik yang bernilai tinggi. (Effendy, 2000: 313-314)
Surat kabar adalah kelanjutan dari teknologi teks dan grafis yang sudah
ditemukan beberapa abad yang lalu. Karena itu, surat kabar hanya
mentransmisikan informasi berupa teks dan grafis. Namun surat kabar menjadi
populer karena sifatnya yang sederhana menyebabkan ia hampir hampir tak
terpantikan oleh media apa pun (Bungrin, 2006:130).
Menurut Bungin (2006:130) saat ini surat kabar dan majalah telah
berkembang menjadi media dengan kemampuan yang terbatas oleh wilayah
bangsa dan negara. Kemajuan teknologi cetak yang sangat canggih, menyebabkan
hasil cetakan berwarna mencapai asli bahkan melebihinya. Sebagai media
transmisi, surat kabar relatif dapat rnentransrnisikan informasi dari sumber berita
ke khalayak dalam waktu yang cepat. Istilah real time pada surat kabar, memiliki
keterbatasan karena processing surat kabar butuh waktu. Karena itu surat kabar
Dengan demikian, maka konsep real time untuk surat kabar adalah dalam
kurun waktu terbitannya. Untuk mengatasi kelemahan real time ini, maka surat
kabar yang kurun waktu terbitnya relatif lama, maka sebagai gantinya,
pemberitaan yang diturunkan disajikan sangat detail, komprehensif, dan memuat
gambar-gambar yang transparan (Bungin, 2006:131).
Selama ini kita tahu bahwa media cetak seperti surat kabar tidak hanya
berperan sebagai pencarian informasi yang utama dalam fungsinya, tetapi juga
mempunyai suatu karakteristik yang menarik. Assegaff dalam bukunya Jurnalistik
Masa Kim (1991:11) mengatakan bahwa dari keseluruhan fungsi pers yaitu
memberikan informasi, hiburan dan kontrol sosial. Fungsi pers sebagai kontrol
sosial adalah yang terpenting, karena pada hakekatnya dianggap sebagai kekuatan
keempat yakni dalam menjalankan kontrol masyarakat terhadap pemerintahan,
baik berupa dukungan maupun kritikan.
Kontrol Sosial dapat dilakukan dengan beberapa cara baik eksplisit
maupun implisit. Secara eksplisit kontrol sosial ini dapat terlihat dari penulisan
tajuk rencana surat kabar dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang
terjadi dan berkembang yang merupakan berita utama dari surat kabar tersebut
ataupun berita yang menjadi wacana publik saat itu. Secara implisit kontrol sosial
dapat dilakukan salah satunya adalah dengan tampilan karikatur. keberadaan
karikatur pada surat kabar, bukan berarti hanya melengkapi surat kabar dan
memberikan hiburan selain berita-berita utama yang disajikan. Tetapi juga dapat
Dalam penyajiannya di media cetak, karikatur merupakan salah satu
unsur penting, bahkan tak terpisahkan disamping tajuk rencana, opini, dan
artikel pilihan lainnya. Bagi pembaca atau setidak-tidaknya para pembaca
awam, karikatur membawa arti komunikasi yang cukup penting. Ketika pesan
tak bisa lagi tersampaikan dalam bentuk tulisan, maka karikatur seringkali
justru bermakna penting karena bisa diinterpretasikan menurut pengalaman
personal. Fakta-fakta yang kadang merupakan peristiwa pahit bisa
dikemukakan tanpa menyinggung perasaan (Dan Nimmo, 1993:46).
Gambar karikatur adalah karya pribadi, produk suatu keahlian seorang
kartunis, baik dari baik dari segi pengetahuan, intelektual, teknik melukis,
psikologis, maupun bagaimana dia memilih tema atau isu yang tepat. Karikatur
merupakan tanggapan atau opini secara subyektif terhadap suatu kejadian,
tokoh, seratus soal, pemikiran atau pesan tertentu. Gambar karikatur
merupakan symbolic speech (komunikasi tidak langsung) artinya bahwa
penyampaian pesan yang terdapat dalam gambar karikatur tidak dilakukan
secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa simbol. Dengan kata lain
makna yang terkandung dalam gambar karikatur adalah makna yang
terselubung. Simbol-simbol pada gambar karikatur tersebut merupakan simbol
yang disertai maksud (signal) yang dinamakan dengan sadar oleh orang yang
mengirimnya (si pengirim) dan mereka yang menerimanya (si penerima) (Van
Zoest: 1996,3).
Menurut Prof. Imam Buchori Zainuddin, salah seorang dosen FSRD ITB,
berbagai kiprahnya dalam kehidupan sosial, baik diungkapkan secara simbol atau
representasional dengan cara-cara humor,atau cara-cara yang satiris
(http://rahman-azzam.blcgspot.com/2007/06/kartun-dan-karikatur-dalam-pers.html, diakses 20/ 06/10, 15:24).
Pemilihan gambar karikatur Oom Pasikom edisi 9 Januari 2010 sebagai
objek penelitian dikarenakan gambar karikatur tersebut merupakan penggambaran
dari peristiwa yang terjadi dalam masyarakat dan dalam Lembaga Pemerintahan,
seperti di instansi Penegak Hukum dan Para Anggota DPR. Kasus-kasus yang
ditangani oleh KPK dan para Penegak Hukum belakangan ini sebagian besar
menyangkut banyak permasalahan seperti Bank Century, Makelar Kasus, Mafia
Hukum, dan Fenomena adanya buku Gurita Cikeas, dan istilah Cicak VS Buaya
yang melibatkan banyak pihak.
Penelitian ini berusaha mengungkapkan makna yang terkandung pada
karikatur Oom Pasikom yang diterbitkan pada Harian Kompas Edisi 9 Januari
2010 yang menampilkan gambar seorang pria berjas tambalan dan memakai
topi baret yang tampak kebingungan dan pusing sedang membawa senter
bertuliskan 2010, dan pria itu berucap “Ubi Est Veritas?” disamping itu
terdapat anak yang sedang membaca koran bertuliskan “Bank Century”,
“Makelar Kasus”, “Cicak VS Buaya”, “Gurita Cikeas”, “Mafia Hukum”, dan
sebagainya. Anak itu juga berucap “Siang hari kok bawa senter”, dan di pojok
karikatur terdapat ungkapan “Dimana kau kebenaran? (SOCRATES).
Dalam penelitian ini gambar karikatur Oom Pasikom menampilkan
yang sedang terjadi. Fenomena dan permasalahan yang terus menerus dari
tahun 2009 hingga kini, mulai dari munculnya istilah “Cicak VS Buaya” yang
menyangkut institusi Polri dan KPK, lalu masalah “Bank Century” yang
melibatkan banyak pihak terutama menyoroti Menteri Keuangan Pertama pada
KIB Jilid II Sri Mulyani dan Wakil Presiden Boediono terkait kucuran dana
pada Bank Century. Kemudian fenomena istilah “Makelar Kasus” dan “Mafia
Hukum” yang terjadi terkait hubungan antara instansi para penegak hukum
dengan para pelaku, lalu peluncuran buku “Gurita Cikeas” terkait SBY dan
Yayasannya.
Karikatur membangun masyarakat melalui pesan-pesan sosial yang
dikemas secara kreatif dengan pendekatan simbolis. Sayangnya muatan pesan
verbal dan pesan visual yang dituangkan di dalam karikatur terlalu banyak.
Secara visual, desain karikatur yang disajikan pun menjadi jelek, tidak
komunikatif, kurang cerdas, dan terkesan menggurui. Akibatnya masyarakat
luas yang diposisikan sebagai target sasaran dari karikatur dengan serta merta
akan mengabaikan pesan sosial yang ingin disampaikan oleh karikatur
(http://www.desaingrafsindonesia.com/2007/10/15/semiotika-iklan-sosial
diakses 3/06/2010, 18:40).
Karikatur (latin: carricare) sebenarnya memiliki arti sebagai gambar
yang didistorsikan, diplesetkan, atau dipeletotkan secara karakteristik tanpa
bermaksud melecehkan si pemilik wajah. Seni memeletotkan wajah ini sudah
bersamaan dengan perkembangan media cetak pada masa itu (Pramoedjo,
2008:13).
Gerardus Mayela atau yang biasa kita kenal dengan nama GM
Sudarta, seorang karikaturis yang dianggap paling berpengaruh di
Indonesia. GM Sudarta adalah pencipta tokoh kartun Oom Pasikom pada
rubrik karikatur Surat Kabar Kompas ini menekuni profesi tersebut sampai
sekarang (http : heyderaffan.multiply.comijournaliitem/7/ diakses
12/06/2010, 15:51). Beliau pernah menimba ilmu di Akademi Seni Rupa
Indonesia (ASRI) Yogyakarta meskipun tidak lulus. Mulai bergabung
dengan Kompas sebagai karikatur pada tahun 1967 lahirlah maskot “Om
Pasikom” dengan ciri khas pria berjas tambalan, dengan baret. Sementara
nama “Om Pasikom” diperolehnya dari nama “Kompas”. Kompas kalau
disebut berulang-ulang jatuhnya jadi Pasikom.(http://kartunmartono.
wordpress.com/gm-sudaria/diakses18/06/2010, 10:45).
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan sebuah studi semiologi untuk mengetahui pemaknaan karikatur Oom
Pasikorn di Harian Kompas edisi 9 Januari 2010.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimanakah pemaknaan karikatur Oom Pasikom di Harian
1.3. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemaknaan karikatur Oom
Pasikom di Harian Kompas edisi 9 Januari 2010.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan praktis
Diharapkan dapat menjadi kerangka acuan bagi pihak Editor untuk
menghasilkan karikatur yang lebih inovatif dan variatif dalam
menggambarkan realitas kehidupan, cermin budaya masyarakat,
sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.
2. Kegunaan teoritis
Sebagai bahan acuan serta menambah referensi perpustakaan khususnya
9 2.1. Landasan Teori
2.1.1. Surat Kabar Sebagai Media Komunikasi Massa
Kegiatan komunikasi adalah penciptaan interaksi perorangan dengan
menggunakan tanda-tanda yang tegas. Komunikasi juga berarti pembagian
unsur-unsur perilaku, atau cara hidup dengan eksistensi seperangkat ketentuan dan
pemakaian tanda-tanda. Dari segi komunikasi, rekayasa unsur pesan sangat
tergantung dari siapa khalayak sasaran yang dituju, dan melalui media apa sajakah
iklan tersebut sebaiknya disampaikan. Karena itu, untuk membuat komunikasi
menjadi efektif, harus dipahami betul. siapa khalayak sasarannya, secara
kuantitatif maupun kualitatif.
(http://www.desaingrafisindonesia.com//semiotika-iklan-sosi,31/)
Komunikasi massa berfungsi menyiarkan informasi, gagasan dan sikap
kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan
menggunakan media (Effendy, 2003:80).
Banyak definisi tentang komunikasi massa yang telah dikemukakan para
ahli komunikasi. Banyak ragam dan titik tekan yang dikemukakannya. Namun,
dari sekian banyak definisi itu ada benang merah kesamaan definisi satu sama
lain. Pada dasarnya, komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media
komunikasi massa) yang dihasilkan oleh teknologi modern. (Nurudin, 2007:4)
Menurut Gerbner (1967) dalam Rakhmat (2002:188) Komunikasi massa
adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus
pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri.
Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang
dilakukan melalui media massa modern meliputi surat kabar yang mempunyai
sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum dan
film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop (Effendy, 2003:79).
Secara teoritis, berbagai media massa memiliki fungsi sebagai saluran
informasi, seluruh pendidikan, dan saluran hiburan, namun kenyataannya media
massa memberikan efek lain di luar fungsinya itu. Efek media massa tidak hanya
mempengaruhi sikap seseorang namun pula dapat mempengaruhi perilaku, bahkan
pada tataran yang lebih jauh efek media massa dapat mempengaruhi sistem-sistem
sosial maupun - sistem budaya masyarakat.
Hal tersebut dapat mempengaruhi seseorang dalam waktu pendek sehingga
dengan cepat dapat mempengaruhi mereka, namun juga memberi efek dalam
waktu yang lama, sehingga memberi dampak pada perubahan-perubahan dalam
waktu yang lama.
McQuail menjelaskan bahwa :
“Efek media massa memiliki andil dalam pembentukan sikap, perilaku,
dan keadaan masyarakat. Antara lain terjadinya penyebaran budaya
modern. Selain itu, media massa juga mampu mengubah masyarakat dari,
kota sampai ke desa, sehingga menjadi masyarakat konsumerisme.”
(Bungin, 2006 : 320).
Berkaitan dengan efek media massa maka salah satu media massa yang
juga dapat memberikan efek kepada khalayaknya adalah surat kabar. Surat kabar
merupakan kumpulan dari berita, artikel, cerita, iklan dan sebagainya yang dicetak
ke dalam lembaran kertas ukuran plano yang diterbitkan secara teratur, bias; terbit
setiap hari atau seminggu satu kali (Djuroto, 2002:11). Surat kabar
merupakan salah satu kajian dalam studi ilmu komunikasi, khususnya pada studi
komunikasi massa. Ualam buku “Ensiklopedi Pers Indonesia” disebutkan bahwa
pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi penerbit pers yang masuk dalam
media massa cetak yaitu berupa lembaran-lembaran berisi berita-berita,
karangan-karangan dan iklan -yang diterbitkan secara berkala: bias harian, mingguan dan
bulanan, serta diedarkan secara umum (Junaedhi, 1991 : 257).
Surat kabar pada perkembangannya, menjelma sebagai salah satu bentuk
dari pers yang mempunyai kekuatan & kewenangan untuk menjadi sebuah kontrol
sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut disebabkan karena
falsafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial, budaya dan politik.
Menurut Sumadiria (2005:32-35) dalam Jurnalistik Indonesia
menunjukkan 5 fungsi dari pers yaitu :
1. Fungsi Informasi, sebagai sarana untuk menyampaikan informasi
secepat-cepatnya kepada masyarakat: yang seluas-luasnya yang aktual, akurat, faktual
2. Fungsi Edukasi, maksudnya disini informasi yang disebar luaskan pers
hendaknya dalam kerangka mendidik. Dalam istilah sekarang pers harus mau
dan mampu memerankan dirinya sebagai guru pers.
3. Fungsi Hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana
hiburan yang menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan
masyarakat.
4. Fungsi Kontrol sosial atau koreksi, pers mengemban fungsi sebagai pengawas
pemerintah dan masyarakat. Pers akan senantiasa menyalahkan ketika melihat
penyimpangan dan ketidakadilan dalam suatu masyarakat atau negara.
5. Fungsi mediasi, dengan fungsi mediasi mampu menjadi. fasilitator atau
mediator menghubungkan :empat yang satu dengan yang lain, peristiwa yang
satu dengan peristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan yang lain.
2.1.1.1. Ciri-ciri Surat Kabar
Adapun ciri-ciri surat kabar adalah sebagai berikut : (Effendy, 2003:31)
a. Publisitas
Yang dimaksud dengan publisitas ialah penyebaran kepada public atau
khalayak. Karena diperuntukkan, khalayak, maka sifat surat kabar adalah
umum. Isi surat kabar terdiri dari hal-hal yang erat kaitannya dengan
b. Periodisitas
Periodisitas adalah ciri surat kabar yang kedua. Keteraturan terbitnya surat
kabar bias satu kali sehari, bias dua kali sehari, dapat: pula satu kali atau dua
kali seminggu.
c. Universalitas
Yang dimaksud universalitas sebagai ciri ketiga surat kabar ialah kesemestaan
isinya, aneka ragam dan dari seluruh dunia.
d. Aktualitas
Aktualitas sebagai ciri keempat dari surat kabar adalah mengenai berita yang
disiarkannya. Hal-hal yang disiarkan media cetak lainnya bisa saja
mengandung kebenaran, tetapi belum tentu mengenai sesuatu yang baru
terjadi. Di antara media cetak, hanyalah surat kabar yang menyiarkan hal-hal
yang baru terjadi.
2.1.2. Karikatur
Karikatur adalah deformasi berlebihan atas wajah seseorang, biasanya
orang terkenal, dengan “mempercantiknya” dengan penggambaran ciri khas
lahiriahnya untuk tujuan mengejek. (Sudarta, 1987 dalam Sobur, 2006:138)
Senada dengan Sudarta, Pramono berpendapat bahwa sebetulnya karikatur
adalah bagian dari kartun opini, tetapi kemudian menjadi salah kaprah. Karikatur
yang sudah diberi beban pesan, kritik, dan sebagian berarti telah menjadi kartun
opini. Dengan kata lain, yang muncul di setiap penerbitan surat kabar adalah
rencana dalam versi gambar humor. Inilah yang disebut sebagai karikatur.
(Sudarta, 1987 dalam Sobur, 2006:139).
Dalam Encyclopedia of the art dijelaskan, karikatur merupakan
representasi sikap atau karakter seseorang dengan cara melebihi-lebihkan
sehingga melahirkan kelucuan. Karikatur juga sering dipakai sebagai sarana kritik
sosial dan poltik. (Sumandiria, 2005:8).
Kariktur adalah produk surat keahlian seorang karikaturis, baik dari segi
pengetahuan, intelektual, teknik melukis, psikologis, cara melobi, referensi,
bacaan, maupun bagaimana dia memilih topik isu yang tepat (Sobur, 2006:140)
Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan dalam bentuk
gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan selingan atau
informasi atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya, karikatur
dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Dikatakan kritik sehat
karena penyampaiannya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik.
(Sobur, 2006:140)
2.1.3. Semiotika
Secara etimologis, istilah semiotic berasal dari kata Yunani semelon yang
berarti “Tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar
konvensi social yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu
yang lain (Eco, 1979:16) dalam Sobur (2006:95).
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.
jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.
Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semilogi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).
Memakai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan
mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek
tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi. Juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda
(Kurniawan, 2001 dalam Sobur, 2006:15)
2.1.4. Semiotik Charles Sanders Peirce
Model dasar semiotik dikembangkan oleh Charles Sanders Peirce
(1839-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913), yang pada perkembangannya
sangat mempengaruhi model-model berikutnya. Peirce menekankan pada
hubungan antara tanda, obyek dan;, peserta komunikasi. Hubungan antara ketika
unsur tersebut adalah untuk mencapai suatu makna, terutama antara tanda dan
obyeknya. Karena itu hubungan antara ketiganya disebut hubungan makna. Bila
Peirce menekankan pada fungsi logika tanda, maka Sausssure yang dianggap
sebagai pendiri lingusitik modern, lebih menekankan pada hubungan dari
masing-masing tanda, dan menurut Saussure tanda merupakan obyek fisik yang penuh
dengan berbagai makna. Saussure tidak terlalu memperhatikan realitas dari makna
seperti yang dikemukakan oleh Peirce. (Bintoro, 2002:12)
Penelitian ini mengutamakan situasi dan kondisi yang bertema
Peristiwa tersebut dipaparkan dalam pembentukan tanda-tanda (gambar, kata-kata,
dan lainnya) dalam format sebuah kartun editorial. Sehingga yang menjadi
perhatian dalam penelitian ini adalah bagaimana suatu peristiwa dalam
masyarakat dipandang, dituangkan dan dinilai. Sebab itulah diperlukan adanya
kartun editorial tersebut, dengan situasi dan kondisi yang berkembang dalam
masyarakat. Hal itulah yang kemudian dijadikan alasan penggunaan model Peirce,
karena Peirce dalam hal ini lebih memperhatikan realita makna. Dengan
demikian, penelitian ini termasuk termasuk pada bidang studi semiotik budaya
tempat kode-kode dan tanda-tanda digunakan.
Teori semiotik Peirce berpendapat bahwa tanda dibentuk melalui
hubungan segitiga yaitu tanda berhubungan dengan obyek yang dirujuknya.
Hubungan tersebut membuahkan interpretan. Preirce menjelaskan modelnya
sebagai berikut:
“A sign is something which stands to somebody for something in- the
respect or capacity. It addresses somebody that is, creates in the mind of that
person an equivalent sign, or perhaps a more developed sign. The sign which it
creates I call the interpretant of the first sign. The sign for something, its object.
(Tanda adalah sesuatu yang memberi arti atas sesuatu bagi seseorang. Tanda
ditujukan kepada seseorang, karenanya membuat seseorang menciptakan tanda
yang ekuivalen atau tanda yang lebih berkembang di dalam benaknya. Tanda yang
diciptakan itu saya sebut interpretant dari tanda yang pertama. Tanda memberi arti
Model semiotik Peirce dapat digambarkan dalam bentuk segitiga seperti
berikut :
Gambar 2.1. Model Semiotik Pierce
Sumber : Fiske (2006:42)
Garis-garis berpanah tersebut hanya bisa dimengerti dalam hubungannya
antara satu elemen dengan elemen lainnya. Tanda merujuk pada sesuatu di luar
tanda itu sendiri, yaitu obyek dipahami oleh seseorang. Interpretan adalah tanda
yang ada dalam benak seseorang tentang obyek yang dirujuk sebuah tanda.
Interpretan merupakan konsep mental yang diproduksi oleh tanda dan pengalaman
pengguna tanda terhadap sebuah obyek. Apabila ketiga elemen makna itu
berinteraksi dalam benak seseorang maka muncul makna tentang sesuatu yang
diwakili oleh tanda tersebut. Diantara ketiganya, intarpretanlah yang paling sulit
dipahami. Interpretan adalah tanda sebagaimana diserap oleh benak kita, sebagai
hasil penghadapan kita dengan tanda itu sendiri.
Berdasarkan obyeknya Peirce membagi tanda atas icon (ikon) , index
(indeks) , dan symbol (simbol). Ketiga kategori tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Sign
Gambar 2.2. Model Kategori Tanda
Sumber: Fiske (2006:47)
Model tersebut merupakan hal penting dan sangat fundamental dari
hakekat tanda. Peirce mengungkapkannya sebagai berikut:
1. Ikon
Adalah tanda yang berhubungan antara tanda dan acuannya bersifat bersamaan
bentuk alamiah (berupa hubungan kemiripan). Misalnya adalah potret dan
peta. Potret merupakan ikonik dari orang yang ada dalam potret tersebut,
sedangkan peta merupakan ikonik dari pulau yang ada dalam peta tersebut.
2. Indeks
Adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan
acuannya yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang
langsung mengacu pada kenyataannya. Misalnya adalah asap sebagai tanda
adanya api.
3. Simbol
Adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara tanda dan
acuannya (berdasarkan hubungan konvensi atau perjanjian). Misalnya orang
yang menggel.engkan kepalanya merupakan simbol yang menandakan ketidak
setujuan yang termasuk secara konvensional. (Sobur, 2003:41) Icon
2.1.5. Klasifikasi Tanda
Berdasarkan berbagai klasifikasi tanda, Pierce membagi tanda menjadi
sepuluh jenis :
1. Qualisign, yakni kualitas sejauh mana yang dimiliki tanda.
2. Icosonic Sinsign, yakni tanda memperlihatkan kemiripan.
3. Rhematic Indexical Sinsign, yakni tanda berdasarkan pengalaman langsung
yang secara langsung menarik perhatian karena kehadirannya disebabkan
sesuatu.
4. Dicent Legisign yakni tanda yang menginformasikan memberikan informasi
tentang sesuatu.
5. Iconic legisign yakni tanda yang menginformasikan norma.
6. Rhematic Indexical Legisign yakni tanda yang mengacu kepada objek
tertentu.
7. Dicent Indexical Legisign yakni tanda yang bermakna informasi dan merujuk
pada subjek informasi.
8. Rhematic Symbol atau Symbolic Rheme yakni tanda yang dihubungkan
dengan objeknya melalui asosiasi ide umum.
9. Dicent Symbol atau Proposition merupakan tanda yang langsung
menghubungkan dengan objek melalui asosiasi dalam otak.
10.Argument, yakni tanda yang merupakan inferens seseorang terhadap sesuatu
2.1.6. Tipografi
Sudah menjadi rahasia umum dalam ranah media komunikasi visual,
tipografi merupakan unsur pokok yang tidak dapat dipisahkan. Dalam
perkembangannya, ada lebih dari seribu macam huruf romawi atau latin yang
telah diakui oleh masyarakat dunia. Tetapi huruf-huruf tersebut sejatinya hasil dari
perkawinan silang dari lima jenis huruf berikut ini.
1. Huruf Romein, garis hurufnya memperlihatkan perbedaan antara
tebal-tipis dan mempunyai kaki atau kait yang lancip pada setiap batang
hurufnya.
2. Huruf Egyptian, garis hurufnya memiliki ukuran yang sama tebal pada
setiap sisinya. Kaki atau kaitnya berbentuk lurus atau kaku.
3. Huruf Sans Serief, garis hurufnya sama tebal dan tidak mempunyai kaki
atau kait.
4. Huruf Miscellaneous, jenis huruf ini lebih mementingkan nilai hiasnya
daripada nilai komunikasinya. Bentuknya senantiasa mengedepankan
aspek dekoratif dan ornamental.
5. Huruf Script, jenis huruf ini menyerupai tulisan tangan dan bersifat
spontan. (Tinarbuko, 2008: 28-29).
Sementara itu, Danton Sihombing (2001: 96) mengelompokkan keluarga huruf
berdasarkan latar belakang sejarahnya :
1. Old Style, jenis huruf ini meliputi: Bembo, Caslon, Galliard, Garamond.
2. Transisional, jenis huruf ini meliputi: Baskerville, Perpetua, Time New
3. Modern, jenis huruf ini meliputi: Bodoni.
4. Egyptian atau Slab Serif, jenis huruf ini meliputi: Bookman, Serifa.
5. Sans Serif, jenis huruf ini meliputi: Franklin Gothic, Futura, Gill Sans,
Optima.
Dengan demikian, keberadaan tipografi dalam rancangan karya desain komunikasi
visual sangat penting. Sebab melalui perencanaan dan pemilihan tipografi yang
tepat baik untuk ukuran, warna, dan bentuk, diyakini mampu menguatkan isi
pesan verbalnya. (Tinarbuko, 2008: 29-30)
Mata Angin
Aru harfiah dari mata angin didapat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu
sebagai arah pedoman atau penentu arah.
2.17. Ubi Est Veritas
Ungkapan “Ubi Est Veritas” jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia
memiliki pengertian “dimana kau kebenaran?”. Ungkapan tersebut berasal dari
Socrates dalam Sejarah Filsafat Yunani (Kanisius, 1999:99-100), yang
menggambarkan betapa adanya kebenaran adalah suatu hal yang sulit didapatkan,
tetapi sesungguhnya bisa untuk diterapkan pada kenyataannya.
Hal tersebut nyata-nyatanya merefleksikan kehidupan di negara Indonesia
ini terkait permasalahan-permasalahan yang bertubi-tubi datang. Penyelesaian
dengan kata lain kebenaran akan permasalahan-permasalahan tersebut masih
belum terungkap secara pasti.
2.1.8 Bank Century
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengucurkan dana sebesar
Rp6,7 triliun kepada Bank Century atas rekomendasi pemerintah dan Bank
Indonesia. Padahal, dana yang disetujui DPR hanya sebesar Rp1,3 triliun.
Misteri itulah yang ditindaklanjuti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan
meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi
terhadap bank. Tidak hanya KPK, DPR pun meminta BPK mengaudit proses
bailout tersebut. Itu karena sebelumnya DPR pada 18 Desember 2008 telah
menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 4
Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) sebagai payung
hukum dari penyelamatan bank milik pengusaha Robert Tantular itu.
(http://www.mediaindonesia.com/read/2009/09/09/93403/70/12/Transparansi/
diakses 05/06/2010, 10:32)
Argumentasi yang muncul dari pihak berwenang sejauh ini adalah bahwa
proses penyelamatan Bank Century telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan
dalam UU LPS dan perintah dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan.
Bahwa pembiayaan yang dikeluarkan LPS untuk menyelamatkan Bank Century
berasal dari kekayaan LPS, bukan uang negara. Saat likuidasi Bank Century,
memberikan rasa kepercayaan kepada masyarakat untuk mencegah rush yang bila
dibiarkan, akan berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional.
(http://www.mediaindonesia.com/read/2009/09/09/93403/70/12/Transparansi/diak
ses 05/06/2010, 13:11)
Jelas ada perbedaan pandangan antara pemerintah (eksekutif) dan DPR
(legislatif). Saat DPR akhirnya menyimpulkan ada kesalahan dalam kasus bank
itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono justru bersikap sebaliknya. Kebijakan
menalangi bank itu dinilai sebagai tindakan penyelamatan sektor perekonomian
yang guncang saat itu. Ini bukan soal rivalitas antardua lembaga tinggi negara.
Bukan pula dilihat sebagai kekalahan pemerintah (the ruling party) yang
mengantongi mandat rakyat lebih dari 60 persen suara. Tak seharusnya pula partai
oposisi menepuk dada.
(http://nasional.kompas.com/read/2010/03/15/08044652/Akhir.Kasus.Bank.Centu
ry/diakses 05/06/2010, 13:11).
Hanya, karena perbedaan itu, penyelesaian kasus Bank Century justru kian
berliku selepas pentas Panitia Khusus (Pansus) DPR yang dramatik. Dua pilihan
penyelesaian, yaitu jalur hukum atau jalur politik, ternyata tak semudah bayangan
orang. Sebetulnya pentas skandal Bank Century di DPR positif karena
memperlihatkan praktik demokrasi yang dinamis, bahkan emosional, sehingga
dengan logikanya sendiri publik pun bisa mengukur ”kebenaran” atau
”kekeliruan” kasus itu. Logika publik tidak bisa lagi dipengaruhi opini segelintir
elite politik. Namun, runyamnya demokrasi yang kita pertontonkan ini agaknya
(http://nasional.kompas.com/read/2010/03/15/08044652/Akhir.Kasus.Bank.Centu
ry/diakses 05/06/2010, 13:53).
2.1.9 Makelar Kasus
Praktik jaringan mafia kasus bekerja secara sistematis dan terorganisasi.
Praktik ini melibatkan oknum-oknum “nakal” di institusi penegak hukum, baik
kepolisian, kejaksaan, maupun lembaga peradilan. Untuk menghubungkan semua
link lembaga penegak hukum ini, biasanya pihak di luar institusi dilibatkan.
(http://nasional.kompas.com/read/2010/04/15/10374836/1001.Modus.Makelar.Ka
sus/diakses 05/06/2010, 13:40).
Modus yang biasanya dijalankan yaitu Lobi di pengadilan. Kasus yang
sudah sampai pada tahap persidangan pun masih bisa dilobi. Salah seorang
pengacara, Luthfie Hakim, menuturkan bahwa biasanya tawaran datang dari orang
luar atau dalam pengadilan. Menurut Luthfie, orang dalam pengadilan biasanya
panitera. Ia menceritakan pengalaman menangani perkara kelas kakap yang
melibatkan adik seorang konglomerat sebagai salah satu tersangkanya, kemudian
Memilih majelis hakim, Riset Indonesia Corruption Watch tahun 2001 pada
institusi penegak hukum di beberapa kota di Indonesia juga menunjukkan adanya
praktik memilih hakim yang akan menangani kasus dengan menghubungi
pimpinan pengadilan. “Ada kalanya pengacara langsung menghubungi ketua PN
atau PT. Hakim-hakim yang dipilih biasanya yang berasal dari suku yang sama
dengan harapan perkaranya akan ditangani secara kekeluargaan. Tetapi
agar dihubungkan ke ketua PN untuk melakukan negosiasi penentuan majelis
hakim yang akan menangani perkara kliennya. Secara aktif, pengacara mewakili
kliennya melakukan modus ini. Tapi ada juga beberapa pengacara yang tidak mau
melakukan negosiasi ini sehingga kliennya-lah yang aktif melakukan negosiasi
dengan panitera,” demikian dalam laporan riset ICW. Hakim dipilih agar majelis
hakim yang menangani perkara dapat diarahkan sesuai dengan keinginan
pihak-pihak yang berkolusi. Pemerasan dan suap. Modus lain yang diungkap dalam riset
ICW adalah seorang hakim dapat menghubungi pengacara atau pihak yang
beperkara dalam kasus yang ditanganinya. Biasanya berdasarkan modus yang
digunakan, utusan tersebut akan menyampaikan bahwa putusan sudah disiapkan,
tetapi masih terdapat kelemahan atas bukti yang diajukan. Tawaran “bantuan”
memperkuat bukti tentunya tidak gratis. Jika pengacara tidak ingin turut menyuap
hakim, maka dia menyerahkan masalah suap-menyuap itu kepada kliennya.
Pengacara akan menghubungi hakim yang meminta uang bahwa kliennyalah yang
akan menghubungi hakim tersebut. Klien seperti itu memang sejak awal sengaja
datang kepada pengacara tertentu yang mau bekerja sama untuk memenangkan
perkaranya dengan segala cara, termasuk menyuap hakim, kemudian "Cash and
carry". Seorang pengacara mengakui bahwa tak sedikit rekan seprofesinya yang
menjadi bagian dari praktik “haram” itu. Ia menyebutnya sebagai pengacara
“SP3”. Biasanya pengacara “aliran” ini piawai melakukan lobi agar kasus
kliennya tak dilanjutkan. “Ciri-cirinya, pengacara terkenal, kaya raya, tapi enggak
pernah keliatan kerja di pengadilan. Dia kerjanya di belakang layar. Ya seperti
diselesaikan dengan cash and carry dan tak jarang diselesaikan oleh sang
pengacara. Pembagian “kue” tak akan dilakukan dengan sistem transfer antarbank.
Uang biasanya diserahkan langsung. Selain untuk menghindari pajak penghasilan,
hal ini tentunya juga untuk menghindari catatan transaksi keuangan yang
bersangkutan.
(http://nasional.kompas.com/read/2010/04/15/10374836/1001.Modus.Makelar.Ka
sus/diakses 05/06/2010, 14:05).
2.1.10 Cicak VS Buaya
Episode cicak melawan buaya dimulai saat Kepala Badan Reserse dan
Kriminal (Kabareskrim) Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji kesal saat tahu
telepon genggamnya disadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah
menyidik kasus Bank Century.
(http://berita.liputan6.com/progsus/200911/249959/Cicak.Vs.Buaya/diakses
05/06/2010, 14:20).
Kasus ini bermula dari rekaman pembicaraan mantan Ketua KPK Antasari
Azhar dan Anggoro di Singapura. Rekaman yang kemudian dituangkan ke dalam
testimoni ini, menyeret Bibit dan Chandra atas tuduhan menerima duit miliaran
rupiah. Nama Anggoro terseret setelah KPK mengembangkan kasus
pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api. Bos PT Masaro ini dituding menilap
duit negara hingga Rp 13 milliar.
(http://berita.liputan6.com/progsus/200911/249959/Cicak.Vs.Buaya/diakses
Menanggapi keadaan ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mulai
berpikir untuk menentukan sikap. Secara mendadak SBY memanggil tokoh
masyarakat, seperti Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina),
Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah), Teten Masduki (Sekjen
Transparansi Internasional Indonesia), dan Hikmahanto Juwana (Guru Besar Ilmu
Hukum UI) ke Istana Negara. Hasilnya Presiden membentuk tim independen yang
diketuai Adnan Buyung Nasution.Acungan jempol dialamatkan kepada MK yang
dianggap berani membuat terobosan hukum untuk membenahi peradilan di
Indonesia. Tapi, pemerintah dan kepolisian kembali mempertanyakan relevansi
pemutaran rekaman pembicaraan telepon di persidangan.
(http://berita.liputan6.com/progsus/200911/249959/Cicak.Vs.Buaya/diakses
05/06/2010, 14:20).
2.1.11 Gurita Cikeas
Kemunculan buku Membongkar Gurita Cikeas telah memancing aksi
reaktif dari kalangan dekat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Mantan Ketua
PP Muhammadiyah, Syafii Maarif, mengimbau pihak-pihak yang disebutkan
dalam buku agar tidak panik jika memang tidak melakukan hal-hal seperti yang
ditulis dalam buku tersebut.
(http://nasional.kompas.com/read/2009/12/20381634/Kontroversi/diakses
05/06/2010, 14:22).
Syafii mengatakan, jika dilakukan perlawanan dengan melakukan
ketidakdemokratisan pemerintah terhadap kebebasan berpendapat dan
kritik. "Karena buku itu sudah dicetak, tidak mungkin di-counter. Jangan diteror
atau segala macam karena itu bentuk ketidakdemokratisan," ungkap Syafii, Selasa
(29/12/2009) di Gedung KPK, Jakarta.
http://nasional.kompas.com/read/2009/12/20381634/Kontroversi/diakses
05/06/2010, 14:22).
Menurutnya, tindakan ideal untuk melakukan counter (perlawanan)
terhadap buku tersebut adalah dengan membuat buku tandingan yang membantah
tudingan tersebut. "Ya harus di-counter dengan buku juga dong," ucapnya. Ia
menilai, terhadap isi buku Membongkar Gurita Cikeas, para pembacalah yang
akhirnya memberikan penilaian terhadap tudingan-tudingan tersebut. Segala
konsekuensi logis terhadap keabsahan fakta-fakta tersebut, menurutnya, akan
diterima oleh si penulis itu sendiri. "Perkara apakah itu membongkar atau tidak
tentang yayasan-yayasan SBY itu kan urusan penulis. Penulis yang dapat
konsekuensinya, jadi pemerintah tidak usah panik," pungkasnya.
http://nasional.kompas.com/read/2009/12/20381634/Kontroversi/diakses
05/06/2010, 14:22).
Buku Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Century karangan
George Junus Aditjondro menuai kontroversi. Meski demikian, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono belum berniat melaporkan penulis buku tersebut ke
kepolisian.
(http://nasional.kompas.com/read/2009/12/26/17062661/Jubir.Kepresidenan.Semu
2.1.12 Mafia Hukum
Selama ini mafia hukum sering dikaitkan dengan korupsi. Mafia sendiri
dalam arti luas adalah mereka yang melakukan berbagai kegiatan yang merugikan
pihak lain, misalnya makelar kasus, suap-menyuap, pemerasan, jual beli perkara,
mengancam saksi, atau pungutan-pungutan yang tidak semestinya. Kegiatan
seperti ini telah merusak rasa keadilan dan kepastian hukum. Mafia tersebut dapat
berada di lembaga peradilan, instansi pemerintah, maupun lembaga swadaya
masyarakat dan swasta. Mafia juga bisa berkaitan dengan segala bentuk korupsi,
termasuk korupsi pajak, bea cukai, dan juga kegiatan-kegiatan sejenis di daerah.
(http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4225&i
temid=29/diakses 05/06/2010, 14:38)
Presiden telah menyerukan kepada rakyat Indonesia yang menjadi korban
mafia hukum untuk melaporkan diri melalui PO BOX 9949 Jakarta 1000. Seruan
Presiden ini merupakan bagian dari kebijakan yang paling diprioritaskan oleh
Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II dalam masa 100 Hari, yakni pemberantasan
mafia hukum. Ada 45 Program dalam Program 100 Hari KIB 2, dan
pemberantasan mafia hukum berada di posisi pertama untuk dilaksanakan.
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4225&it
emid=29/diakses 05/06/2010, 14:38)
Untuk mengawal pemberantasan mafia hukum, Presiden telah membentuk
Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang dipimpin oleh Kuntoro
Mangkusubroto. Satgas akan melakukan koordinasi, evaluasi, pemantauan,
terbentuknya Satgas ini diharapkan mampu membuka jalan dan berperan dalam
pemberantasan mafia hukum.
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4225&it
emid=29/diakses 05/06/2010, 14:38)
2.1.13. Keterkaitan Permasalahan Bank Century Dengan Masalah Hukum,
Politik dan Ekonomi
Berbeda dengan agenda politik angket Century yang sangat gaduh karena
melibatkan kepentingan pragmatis jangka pendek berbagai kekuatan politik,
agenda ekonomi angket Century seolah terpinggirkan dan tidak mendapat
perhatian yang memadai. Padahal tuntasnya agenda ekonomi yang umumnya
bersifat sistemik inilah yang akan menjamin bahwa skandal serupa tidak akan
terulang lagi di masa depan. Terdapat beberapa pelajaran penting dari skandal
Bank Century. Pertama, lemahnya dan rawannya pengawasan perbankan oleh
Bank Indonesia. Skandal Bank Century telah dimulai bahkan sejak bank ini belum
berdiri, yaitu sejak 2000-an, ketika Bank CIC, yang kemudian bertransformasi
menjadi Bank Century, mendapatkan berbagai kelonggaran secara signifikan dan
massif hingga 2008. BI sebenarnya telah banyak belajar dari krisis 1997, yang
telah meluluhlantakkan sistem perbankan nasional dan memicu gelombang
bailout massal. Namun skandal Century menjadi saksi bahwa pengawasan
perbankan pascakrisis 1997 masih menyimpan kelemahan mendasar dan akan
terus rawan penyelewengan selama tidak terdapat mekanisme checks and
Tahun 1999, yang semula ditujukan buat meningkatkan kredibilitas BI dan
mencegah terulangnya krisis, kini justru telah memicu krisis lainnya. Bank
Century sejak awal hanya dapat bertahan dan sekian lama melakukan kejahatan
perbankan hanya karena mendapat keistimewaan dari otoritas pengawas.
Lemahnya pengawasan perbankan oleh BI tampak lebih disebabkan oleh
kelemahan pejabatnya dibanding kelemahan sistemnya. (www.suara
karya-online.com /news.html.)
Reformasi terpenting ke depan adalah reformasi dalam bidang
pengawasan perbankan. Pilihan kebijakan yang tersedia adalah mempertahankan
fungsi pengawasan perbankan di BI, namun dengan upaya perbaikan yang
signifikan atau memisahkan kewenangan pengawasan perbankan dari BI, yaitu
dengan membentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Reformasi lain yang
dibutuhkan adalah reformasi untuk pemberantasan kejahatan perbankan dan
keuangan yang lebih efektif. Sedangkan dalam kaitan dengan pencegahan dan
penanganan krisis, dibutuhkan harmonisasi antara RUU JPSK, UU LPS, dan UU
BI. Selain membutuhkan kecepatan, pencegahan, dan penanganan krisis,
membutuhkan validitas dan presisi baik dari sisi hukum maupun ekonomi
Masalah hukum muncul, apakah kebijakan yang diambil tepat dilakukan dan
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Isu hukum pertama ini
memunculkan isu hukum kedua yang didasarkan kecurigaan publik. Permintaan
ini memunculkan isu hukum ketiga, yaitu permintaan Kepala PPATK untuk
mendapatkan landasan hukum bagi dibukanya aliran dana kepada lembaga bukan
Dalam konteks kecurigaan atas aliran dana talangan, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Bendera mengungkap pihak-pihak yang menerima aliran dana
bailout BC. Pihak-pihak yang disebut Bendera merasa dicemarkan nama baiknya
sehingga memunculkan isu hukum keempat.Selanjutnya, BC memunculkan isu
hukum kelima, berupa sangkaan dan dakwaan tindak pidana yang dilakukan
manajemen dan pemegang saham lama. Isu hukum keenam adalah diperdayanya
nasabah BC oleh manajemen lama untuk membeli produk Antaboga. Ketujuh, BC
memunculkan masalah hukum terkait pencairan dana yang dimiliki Budi
Sampoerna (BS). Terakhir, penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) atas pengacara BS. Penyadapan ini melibatkan Kepala Bareskrim Mabes
Polri saat itu. (www.jakartapress.com/www.php/news/id/10225/bank-century.jp).
Penyelesaian melihat berbagai masalah hukum yang muncul dari BC,
banyak pihak cenderung melakukan generalisasi. Akibatnya terjadi
pencampuradukan isu, menambah kesimpangsiuran, dan mempersulit
penyelesaian berbagai kasus hukum BC. Padahal, setiap isu hukum BC memiliki
pendekatan berbeda dalam penyelesaian secara hukum dan forum. Sanksi hukum
pun bisa berbeda-beda, mulai dari administratif, ketatanegaraan, pidana, atau
perdata. Jika mayarakat dapat melihat luas keluar, tentunya permasalahan bangsa
ini bukan hanya terletak pada masalah Century saja, masih banyak permasalahan
rakyat yang harus tetap diperhatikan. Tenaga parpol pun sudah tekuras habis
untuk membahas masalah Century ini, sehingga tak jarang kepentingan politik
lebih menarik dibanding masalah rakyat yang sangat mendesak dan semakin
sandang, pangan, papan yang tercukupi, kesejahteraan, pelayanan kesehatan,
pendidikan, lingkungan yang aman, dan banyak lagi harapan sederhana dari
rakyat yang harus diperhatikan. (www.suarakarya-online.com/
news.html?id=225678)
Memperhatikan harapan rakyat yang sederhana tersebut, tentunya
sangat berbanding terbalik dengan kondisi yang dirasakan saat ini. Kondisi ini
terlihat dengan makin memanasnya situasi elite poltik didalam gedung DPR dan
diperparah dengan aksi demostrasi massa di depan gedung DPR yang diikuti
dengan aksi anarkis dari para demonstran. Aksi ini yang akan semakin
menjauhkan harapan sederhana masyarakat yang masih menginkan ketentraman
dan lingkungan yang aman dan hal - hal lainnya diluar urusan politik. Sesuatu
yang cukup ironi memang, bila melihat sikap wakil rakyat dan demonstran yang
semakin panas dan anarkis, yang tetap mengusung nama golongan dan
kepentingan politik di atas nama rakyat, sedangkan rakyat sendiri pun tidak
mengerti politik apa yang sedang mereka perjuangkan. Politik bukan hal baru bagi
rakyat, dan juga bukanlah hal yang menarik untuk selalu dinomor satukan.
Sejatinya, rakyat hanya memiliki harapan sederhana terhadap pemerintahan yang
akan mewujudkan harapannya itu. Rakyat bukannya acuh dan apolitis terhadap
perkembangan politik, tapi rakyat sudah semakin jenuh dengan sikap politik yang
saling menjatuhkan dan bukannya saling mendukung dan membangun agar
pemerintahan berjalan dengan baik dan efektif terlepas dari permasalahan yang
timbul. (www.tempointeraktif.com/hg/
2.1.14. Keterkaitan Permasalahan Makelar Kasus dengan Masalah Hukum,
Ekonomi dan Politik
Istilah MARKUS tiba-tiba menjadi sangat popular masuk dalam pori-pori
darah para penegak hukum demikian efektif. Jadi, apabila reformasi hukum
benar-benar menjadi mimpi yang menentukan arah kebijaksanaan para penegak hukum.
(http://www.nasehathukum.com/makelar-kasus-65-20-info).
Akhir dari drama kasus Bank Century masih belum diketahui,
happy-ending atau unhappy-happy-ending bagi pemerintah. Hasil rapat paripurna DPR yang
kemudian disusul oleh pidato Presiden, menyiratkan adanya dua pendapat yang
berbeda. masing mempunyai argumentasinya sendiri-sendiri.
Masing-masing merasa benar. Sebagaimana kita ketahui bersama, koalisi partai politik
yang dibina oleh pemerintah menjadi berantakan akibat kasus ini. Golkar, PKS
dan PPP melakukan pembelotan, sedangkan PDI-P memang dari awal sudah
menyatakan dirinya sebagai oposisi. Sebagian anggota DPR menuntut
dijatuhkannya sanksi terhadap dua orang pejabat tinggi pemerintah (Wapres dan
Menkeu) yang dianggap bertanggungjawab atas penggelontoran bail-out kepada
Bank Century pada bulan November 2008 yang lalu. Sementara itu, Presiden
berpendapat bahwa segala sesuatunya telah sesuai dengan prosedur dan aturan
yang berlaku, karena itu, ia bertanggungjawab atas kebijakan yang diambil oleh
kedua pejabat tinggi tersebut sehingga sanksi tidak perlu ada.
(politik.kompasiana.com/2010/03/24/pemerintah-adalah-makelar-kasus/).
Sementara kedua pendapat itu bergulir, muncullah beberapa kasus lain
penyelesaian kasus Bank Century. Mula-mula ada isu tentang pengemplangan
pajak yang diduga dilakukann oleh grup perusahaan yang dimiliki oleh Ketua
Umum Golkar sebesar 2 trilyun rupiah, katanya. Kemudian, mendadak ada isu
tentang L/C fiktif yang dibuka pada tahun 2008 oleh perusahaan milik seorang
politisi PKS sebesar 22,5 juta US dollar atau sekitar 200 milyar rupiah. Terakhir,
adalah tentang uang suap yang diterima oleh 19 orang anggota DPR dari fraksi
PDI-P berkenaan dengan pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernir
BI. Isu ini sebenarnya sudah lama diendapkan, namun, tampaknya seolah-olah ada
yang melakukan “blow-up” akhir-akhir ini. Merebaknya ketiga isu besar ini,
membuat orang menduga-duga bahwa pemerintah telah dengan sengaja
memunculkannya sebagai “bargaining” terhadap ketiga partai poitik tersebut
sehubungan dengan babak akhir dari drama Bank Century ini. Proses
tawar-menawar pun mungkin saja terjadi seperti yang pernah diungkapkan oleh salah
seorang “inner circle” Presiden. Jika demikain halnya, bukankah itu berarti
bahwa pemerintah telah menjadi makelar atas kasusnya sendiri ? Apalagi,
seandainya ternyata kemudian, drama ini berakhir dengan happy-ending bagi
pemerintah.
(politik.kompasiana.com/2010/03/24/pemerintah-adalah-makelar-kasus/).
2.1.15. Keterkaitan Cicak VS Buaya Dengan Masalah Hukum Ekonomi Dan
Politik
Kisruh antara Kejaksaan Agung (Kejagung)-Polri dan Komisi
melaksanakan upaya hukum kemudian menjurus ke perseteruan antarlembaga
negara, sehingga disimbolkan menjadi pertikaian antara “buaya” (Kejagung-Polri)
dan “cicak” (KPK). Kelemahan KPK sesungguhnya tidak hanya terletak pada
kasus mantan dan pimpinan nonaktifnya: Antasari Azhar, Bibit Samad Rianto,
dan Chandra M Hamzah. Tetapi, juga terletak pada Undang-Undang (UU) KPK
itu sendiri. Terbukti UU KPK itu termasuk UU yang paling banyak
diujimateriilkan di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam hal penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan pun, saya lihat KPK memiliki cukup banyak
kelemahan. Hal itu antara lain disebabkan sebagian besar penyelidik, penyidik,
dan penuntut KPK datang dari Kejaksaan Agung dan kepolisian. Seharusnya KPK
merekrut penyelidik,penyidik, dan penuntut sendiri yang betul-betul jauh dari
kontaminasi kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Kelemahan KPK juga
terdapat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Termasuk dalam hal
susunan hakim karier dan nonkarier di Pengadilan Tipikor. Bahkan boleh
dibilang, permasalahan KPK ini sudah sangat akumulatif. Kasus Bibit-Chandra ini
dapat dikatakan sebagai titik kulminasi saja.
(www.suarakarya-online.com/news.html?id=239368).
Presiden dan lembaga negara lainnya harus memberikan dukungan politik
kepada KPK untuk melakukan pembersihan kedua lembaga itu. Terutama karena
sesungguhnya mandat KPK adalah menangani kasus korupsi yang melibatkan
penegak hukum dan melakukan supervisi terhadap jaksa dan polisi dalam
penegakan hukum kasus korupsi. Karena itu, KPK harus segera mengusut dan
vs “buaya”. Karena itu, KPK secara sistematis dihambat untuk melakukan
penegakan hukum dalam dugaan korupsi yang melibatkan elite politik dan
ekonomi. Padahal, untuk mengembalikan kepercayaan publik, kasus Century
harus segera dituntaskan. (www.suarakarya-online.com/news.html?id=239368)
Hasil tim pencari fokus bukan hanya sekedar rekomendasi, ada empat
tindakan yang bisa dilakukan. Diantaranya, tindakan birokratis dengan memecat,
tindak lanjut politik tata hubungan antar lembaga dan memperbaiki nama baik
KPK, tindakan hukum diproses melalui jalur hukum dan tindak lanjut publik yang
akan menilai siapa yang bersalah. (www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/11/
02/brk,20091102-25850,id.html).
2.1.16. Keterkaitan Permasalahan Gurita Cikeas Dengan Masalah Hukum
Dan Politik
Pansus Century DPR akan menjadikan buku 'Membongkar Gurita
Cikeas' sebagai referensi dalam mengungkap skandal Bank Century. “(Buku itu)
Jadi bahan referensi,” tandas 'musuh' Sri Mulyani ini. Pengurus Kadin Pusat dan
politisi Golkar ini mengaku, dirinya telah mendapatkan 40 eksemplar buku
tersebut yang akan dibagikan pada semua anggota Pansus. Buku itu didapatnya
dari koleganya di Yogya pada Jumat 25 Desember. “Walaupun demikian itu
bukan hal yang baru bagi kita, hanya akan sebagai background saja,” paparnya. Ia
menyayangkan kalau benar buku tersebut lenyap dari pasaran. Sikap rezim
pemerintah yang represhif ini seperti mengindikasikan gaya pemerintahan zaman
ditutupi,” tegas Bambang. (www.jakartapress.com/www.php/news/id/10648/
gurita-cikeas.jp).
Meski banyak ditentang, Penulis buku 'Membongkar Gurita Cikeas: Di
Balik Skandal Bank Century' George J Aditjondro tetap yakin dengan apa yang
ditulisnya. George yakin memiliki sumber yang kuat adanya aliran dana dari
LKBN Antara ke Bravo Media Center, tim sukses SBY-Boediono. Tudingan
Aditjondro bukan tanpa alasan. George mengatakan, dirinya sangat mempercayai
informasi tersebut karena faktanya ada salah satu petinggi LKBN Antara memiliki
jabatan di Bappilu Partai Demokrat. Namun, Aditjondro menilai, langkah
sejumlah pihak yang akan mengambil jalur hukum terkait buku yang dirilisnya
adalah kurang tepat. Paslanya, buku tersebut mestinya dilawan dengan buku,
bukan dengan mengadukan ke polisi atau melarang penerbitan. “Bagusnya tulislah
buku putih yang menjelaskan kemenangan Demokrat itu tidak melanggar UU,”
tuturnya. (www.jakartapress.com/www.php/news/id/10648/ gurita-cikeas.jp).
Sebelumnya, dalam buku 'Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal
Bank Century' George Aditjondro menulis adanya aliran dana PSO dari LKBN
Antara sebesar Rp 40,6 miliar ke Bravo Media Centre, tim kampenye SBY.
Tudingan ini langsung dibantah oleh Dirut LKBN Antara Akhmad Mukhlis
Yusuf. Pengamat politik Universitas Paramadina, Yudi Latif menilai, apabila
benar buku 'Membongkar Gurita Cikeas' ditarik dari peredaran, maka merupakan
sebuah kemunduran dari reformasi yang berjalan sudah dari 10 tahun.
Menurutnya, penarikan buku tersebut mengindikasikan gaya dari sebuah
antitesis terhadap demokrasi. Penarikan buku itu ciri pemerintahan otoritarian,”
bebernya. (www.jakartapress.com/www.php/news/id/10648/ gurita-cikeas.jp).
Yudi menambahkan, penarikan buku oleh pemerintah merupakan indikator
yang bisa memmbedakan dengan jelas suatu pemerintahan demokratis dengan
pemerintahan otoriter. Lebih lanjut Yudhi menjelaskan, apabila terdapat keberatan
terhadap fakta yang disajikan dalam buku, maka pemerintah tidak perlu
melakukan penarikan buku tersebut. Namun, Partai Demokrat meragukan
validitas data dalam buku 'Membongkar Gurita Cikeas: Di Balik Skandal Bank
Century' karya George J Aditjondro. Partainya SBY ini tidak ingin menganggap
buku ini secara serius. “Kami melihat sebagai 'buku hiburan' saja. Tidak perlu
dianggap serius. Kami yakin publik bisa membedakan mana fakta dan mana
propaganda negatif,” kata Anas Urbaningrum. (www.jakartapress.com/www.php/
news/id/10648/gurita-cikeas.jp).
2.1.17. Keterkaitan Permasalahan Mafia Hukum Dengan Masalah Hukum
Dan Politik
Penguasa ketika berkomunikasi, kepada publik dalam konteks sosial
tertentu, sebetulnya sedang mengirimkan pesan dengan tujuan untuk
mempertahankan kekuasaannya. Dalam kasus Century misalnya, penguasa dan
struktur kekuasaannya mengatakan bahwa mereka tidak ikut menikmati dana
talangan Rp 6,7 triliun itu. Pemerintah dengan tegas mengatakan akan menindak
para mafia hukum dan siapa saja yang menghalangi proses pemberantasan
Dalam teori tindak tutur, tuturan tidak hanya berfungsi untuk mempertukarkan ide
dan gagasan para partisipan, tapi bagaimana tuturan itu dibarengi dengan tindakan
nyata.Bagaimana mungkin publik bisa percaya kepada struktur kekuasaan yang
tidak bertindak transparan dalam penggunaan dana Rp 6,7 trilliun? Kita patut
mempertanyakan inkonsistensi kata dan tindakan pemerintah. Saat ini publik
menunggu tindakan nyata pemerintah untuk membongkar kasus Century
seadil-adilnya. Publik berharap pemerintah mendorong sepenuh hati penyelesaian kasus
ini, dan menindak upaya-upaya yang menghalangi proses hukum dan politik
pengungkapan Century. (ww.tribun-timur.com/read/artikel/63343).
Keberadaan mafia hukum telah menjadi beban bagi proses hukum di
Indonesia sehingga memunculkan ketidakpercayaan (distrust) publik. Kasus
Bibit-Chandra, Prita Mulyasari, nenek Minah, Kholil dan Basar serta masih banyak lagi
menyadarkan betapa mafia hukum telah merusak citra penegakan hukum di
Indonesia. Tantangan terbesar bagi satgas adalah mengerucutkan apa yang
dimaksud dengan mafia hukum. Meski mudah diucapkan dan dirasakan, untuk
memberantas mafia hukum perlu ada rujukan kesepakatan tentang apa yang
dimaksud dengan mafia hukum. Pemahaman pengertian mafia hukum tentu harus
sesuai atau mendekati dengan apa yang dipahami publik. Bila berbeda, satgas
mempunyai tugas menyosialisasikan kepada masyarakat. Satu hal yang perlu
dihindari adalah jangan sampai terjadi perbedaan pemahaman tentang mafia
hukum antara satgas dan masyarakat. (antikorupsi.org/indo/content/view/
Bila perbedaan pemahaman terjadi, masyarakat akan menganggap satgas
tidak bekerja maksimal dalam memberantas mafia hukum versi masyarakat.
Selanjutnya menentukan pelaku mafia hukum tidaklah mudah. Kesulitan utama
adalah para pelaku mafia hukum memanfaatkan kedekatan mereka dengan para
pejabat hukum. Kedekatan kadang tidak dibangun dalam waktu singkat.
Kedekatan dilakukan sejak para pejabat hukum meniti karir. Segala kebutuhan
para pejabat hukum akan dipenuhi, termasuk biaya untuk ikut pendidikan dan
selama menjalani pendidikan. Dari sinilah muncul hubungan utang dan balas budi,
bahkan persahabatan yang kental. (antikorupsi.org/indo/content/view/ 16170/7/7).
Tantangan berikutnya adalah peraturan perundang-undangan dan pasal
yang digunakan untuk menjerat mereka yang terlibat dalam mafia hukum. Ini
karena tidak ada pasal yang secara tegas melarang orang melakukan praktik mafia
hukum. Bila mafia hukum direduksi sekadar pelaku yang memindahkan uang
antara mereka yang memiliki kepentingan ke pejabat hukum, itu akan mudah.
Pasal penyuapan ataupun pasal tidak pidana korupsi bisa digunakan. Para pejabat
hukum pun akan terkena aturan kepegawaian dan profesi. Namun, bila kegiatan
mafia hukum dilakukan secara sistematis, berjangka panjang, dan didasarkan
hubungan pertemanan, akan sulit mencari dasar bagi pemberantasannya.
(antikorupsi.org/indo/content/view/ 16170/7/7).
Pokok permasalahan dalam penyusunan strategi bukan pada mana yang
harus dipilih: menargetkan yang besar atau yang kecil; tetapi memikirkan
kosekuensi dipilihnya salah satu strategi. Satgas harus dapat mengantisipasi
anggota satgas dapat fokus dalam pekerjaannya. Hal ini perlu dicamkan karena
setiap anggota satgas memiliki tugas utama di samping tugas yang dimandatkan.
Masih banyak lagi tantan