• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENEGAKAN HUKUM KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU PENCABULAN ANAK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA PENEGAKAN HUKUM KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU PENCABULAN ANAK."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Kasus Di Wilayah Polres Surabaya Selatan

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur

OLEH :

Hartyan Romanda NPM . 0671010086

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SURABAYA

(2)

INDONESIA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU

PENCABULAN ANAK

Studi Kasus Di wilayah Polres Surabaya Selatan

Disusun oleh :

Hartyan Romanda

NPM. 0671010086

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

PEMBIMBING UTAMA PEMBIMBING PENDAMPING

Sutrisno.S.H.M.Hum Wiwin Yulianingsih, SH, M.kn

NIP. 030 193 492 NPT. 375 070 70225

MENGETAHUI DEKAN

(3)

PENCABULAN ANAK

Studi Kasus di Wilayah Polres Surabaya Selatan

Disusun oleh :

HARTYAN ROMANDA

NPM. 0671010086

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal :...

Tim Penguji : Tanda Tangan

1. Prof. Indrati Rini, SH. MS : (...) NIP. 130.936.179

2. Haryo Sulistiyantoro, SH. MM : (...)

NIP. 030.212.027 3. Sutrisno, MH. SHum : (...)

NIP. 030.193.492

Mengetahui DEKAN

(4)

Nama : Hartyan Romanda

Tempat/Tgl Lahir : Sidoarjo, 20 April 1988

NPM : 0671010086

Konsentrasi : Pidana

Alamat :Jalan Nginden Baru VIII Blok B No.37 Surabaya.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya yang berjudul :

“UPAYA PENEGAKAN HUKUM KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU PENCABULAN ANAK “ Studi

Kasus Di Wilayah Polres Surabaya Selatan” dalam rangka memenuhi syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya

ciptaan saya sendiri, yang saya buat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bukan

hasil jiplakan (plagiat).

Apabila di kemudian hari ternyata skripsi ini hasil jiplakan (plagiat) maka,

saya bersedia dituntut di depan pengadilan dan dicabut gelar kesarjanaan (Sarjana

Hukum) yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan

penuh rasa tanggung jawab atas segala akibat hukumnya.

Mengetahui Surabaya,

KAPROGDI Penulis

Subani SH, Msi Hartyan Romanda

(5)

menyelesaikan proposal ini. Di sini penulis mengambil judul : “ Upaya Penegakan

Hukum Kepolisian Republik Indonesia Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Anak

yang dilakukan Anak di Wilayah Polres Surabaya Selatan”.

Penyusunan proposal ini dibuat untuk memenuhi persyaratan sesuai

kurikulum yang ada di Fakultas Hukum UPN Veteran Jawa Timur. Di samping itu

juga diharapkan dapat memberikan bekal tentang hal-hal yang berkaitan dengan

disiplin ilmu sebelum mengadakan penelitian guna penyusunan skripsi.

Penyusunan proposal skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan,

bimbingan, dan dorongan oleh beberapa pihak. Maka pada kesempatan ini penulis

mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sumargono, SU selaku pejabat sementara Dekan Fakultas

Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Haryo Sulistiyantoro, SH. M.Hum selaku WADEK I Fakultas Hukum

yang ramah dalam menjawab pertanyaan dari mahasiswa ataupun memberikan

saran kepada mahasiswa.

3. Bapak Sutrisno, SH, M.Hum selaku WADEK II Fakultas Hukum dan Dosen

Pembimbing Utama yang selalu memberi kemudahan dan solusi kepada

(6)

5. Pak Eko Wahyudi, SH, Pak Fauzul S.H.I, M.Hum, Bu Wiwin Yulianingsih,

S.H, M.Kn dan Bu Mas Anienda Tien. F, S.H, MH yang selalu bersikap

fleksibel dan tidak terkesan formil kepada mahasiswa sehingga menjadikan

lebih terbuka dalam berkomunikasi.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen program studi Ilmu Hukum yang tidak bisa

sebutkan satu-persatu.

7. Seluruh staf TU Fakultas Hukum yang sabar dan ramah dalam melayani

mahasiswa.

8. Bapak Soeyono dan Ibu Yuni Susilowati sebagai orang tua yang selalu

memberikan pelajaran mengenai arti sebuah kehidupan serta tak

henti-hentinya memberikan bantuan dan doa.

9. Kakak tercinta Elova Desteen dan Yeye Borntya Safety yang selalu membuat

peneliti lebih berfikir dewasa dalam menilai dan melakukan segala hal.

10.Keluarga besar yang selalu mendukung peneliti Wiwik Utami, Karisna

Ramazaki, Citho Aditya Pratama, Janes dan yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu.

11.Teman-teman mahasiswa satu perjuangan yang selalu ada di hati khususya

kepada Dony, Fajar, Putu, Rudy, Sigit, Ruben, Reny, Lucia, Kiki, Maya,

(7)
(8)

HALAMAN PERSETUJUAN DAN MENGESAHAN UJIAN SKRIPSI . ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI………. viii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR TABEL ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang Masalah ... 1

2. Perumusan Masalah... 5

3. Tujuan Penelitian... 5

4. Manfaat Penelitian... 5

5. Kajian Pustaka ... 6

a. Pengertian Tindak Pidana ... 6

b. Pengertian Pencabulan... 7

c. Pengertian Anak……….... 8

d. Pengertian Penegakan Hukum ... 8

e. Pengertian Perlindungan Hukum ... 8

6. Metode Penelitian... 9

a. Jenis dan Tipe Penelitian ... 9

(9)

BAB II. BENTUK PENEGAKAN HUKUM KEPOLISIAN

REPUBLIK INDONESIA ...……….14

1. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Pencabulan 14 2. Bentuk Preventif... …… 17

3. Bentuk Represif ... 20

4. Kasus Tindak Pidana Pencabulan... 24

a. Fakta Hukum……… ... 24

b. Pertimbangan Hukum……... 25

c. Analisis Hukum……….. ... 27

5. Proses Penanganan oleh Pihak Kepolisian... 28

a. Skema Proses Penanganan Menurut KUHAP………….. ... 28

b. Penerapan Sanksi Pidana... 32

c. Skema Proses Penanganan Menurut UU Perlindungan Anak 33 d. Penerapan Sanksi Pidana... 38

BAB III. BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN OLEH KEPOLISIAN... 40

1. Upaya Perlindungan Korban oleh Kepolisian……..………... 40

a. Menurut UU HAM ... 43

b. Menurut UU Perlindungan Anak... 44

(10)

1. Kesimpulan…... 49

2. Saran ... 50

(11)

pencabulan anak dan mengetahui upaya perlindungan yang diberikan kepada korban tindak pidana pencabulan. Penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif, sumber data diperoleh dari literatur-literatur, karya tulis ilmiah, perundang-undangan yang berlaku dan data-data dari Kepolisian Resor Surabaya Selatan, analisa data menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Seorang anak dapat dikatakan mampu bertanggung jawab apabila anak tersebut mengerti akan akibat perbuatannya sehingga anak tetap diproses dan dilakukan pemeriksaan sesuai prosedur Kepolisian Resor Surabaya Selatan yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak.

(12)
(13)

Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian

Lampiran 2 : Surat Perintah Penyelidikan

Lampiran 3 : Surat Perintah Penyidikan

Lampiran 4 : Perintah Penahanan

(14)

1

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan

dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Salah satu dampak positif

adalah berkembangnya pembangunan perekonomian di Indonesia.

Perkembangan pembangunan perekonomian tidak lepas dari peran serta

masyarakat dalam usahanya untuk berpartisipasi dalam pembangunan yang

memerlukan situasi dan kondisi yang aman dan tertib.

Usaha mewujudkan keamanan dan ketentraman bagi masyarakat,

pemerintah telah melaksanakan usaha penanggulangan terhadap setiap

gangguan keamanan, baik yang bersifat pencegahan atau preventif dengan

cara mengadakan penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat, maupun

dengan penindakan atau represif menindak tegas setiap anggota masyarakat

yang melakukan gangguan keamanan atau tindak pidana. Sedangkan

dampak negatif yang ditimbulkan antara lain yaitu semakin berkembang dan

variasi pula tindak pidana yang terjadi.

Tindak pidana secara sederhana merupakan suatu bentuk perilaku yang dirumuskan sebagai suatu tindakan yang membawa konsekwensi hukum berupa sanksi pidana pada siapapun yang melakukannya. Oleh karena perumusan suatu tindakan pidana akan selalu mengacu pada hal-hal diatas. Yakni suatu penentuan apakah suatu perilaku itu merupakan suatu hal yang diancam dengan sanksi pidana atau tidak. Suatu perilaku dikenakan pidana apabila itu dianggap dapat mengancam keseimbangan dalam masyarakat.1

(15)

Anak merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu

sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita bangsa

yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri serta sifat khusus yang

memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin

pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, selaras

serasi dan seimbang.

Keberadaan anak dilingkungan masyarakat perlu mendapatkan

perhatian secara khusus, terutama mengenai tingkah lakunya. Kenakalan

anak dapat disebabkan karena pengaruh lingkungan, terutama lingkungan

diluar rumah, jika pengaruh lingkungan tidak baik maka anak pasti

terpengaruh oleh lingkungan tersebut, karena itu diperlukan peran dan

tanggung jawab orang tua terhadap anak, terutama dalam membimbing dan

mengarahkan anak untuk melakukan perbuatan yang baik. Tanggung jawab

orang tua terhadap anak merupakan perwujudan atas hak-hak yang dimiliki

seorang anak.

Penyimpangan perilaku kenakalan bahkan tindak pidana yang

dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain,

adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat dan

disertai dengan arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi,

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya hidup

masyarakat membawa perubahan sosial serta memberikan pengaruh

terhadap nilai dan perilaku anak. Dampak negatif dari pembangunan yang

(16)

Penyimpangan perilaku yang dilakukan anak antara lain, perampasan,

pencabulan, dan bahkan pemerkosaan.

Dewasa ini bahkan telah terjadi suatu fenomena yang terjadi bahwa perkosaan dalam pengertian pemaksaan perbuatan pencabulan, baik dengan unsur kekerasan atau ancaman kekerasan, juga dilakukan oleh orang atau anak laki-laki dengan memposisikan anak laki-laki sebagai korbannya. Hal ini yang biasanya disebut sebagai “ sodomi “.2

Kejadian di atas merupakan salah satu contoh tentang perilaku

kenakalan anak yang dikategorikan sebagai tindak pidana atau kejahatan.

Anak yang melakukan tindak pidana harus berhadapan dengan aparat hukum

untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Adapun persoalannya apakah anak yang melakukan tindak pidana

dengan latar belakang kenakalan dan karena lemahnya kedudukan anak

terhadap orang dewasa, sehingga mereka sangat mudah dijadikan obyek

pencabulan dengan berbagai alasan dan sering kali dengan menggunakan

modus penipuan berupa iming-iming uang ataupun barang yang disenangi si

anak. Jika melihat arti penting anak bagi perkembangan pembangunan

bangsa dan negara, pemerintah perlu memberikan aturan secara formal dan

materiil untuk pelaksanaan perlindungan anak. Salah satu peraturan yang

mengatur tentang anak adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang

mengatur tentang Perlindungan Anak.( untuk selanjutnya disingkat UU

No.23 Tahun 2002).

Kasus yang dapat peneliti sampaikan sesuai dengan wawancara

bersama Kanit V Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Inspektur Satu

(17)

(IPTU) Kurnia Satuan Resort Kriminal Kepolisian Resort Surabaya Selatan

Jl.Dukuh Kupang XVI/26-28 Surabaya adalah sebagai berikut :

Yang bernama Beny (tersangka) yang berumur 10 tahun warga

Dukuh Kupang dengan Risa (korban) yang berumur 8 tahun yang juga

bertempat tinggal juga di daerah Dukuh Kupang. Korban dan tersangka

adalah tetangga dekat, saat bermain bersama tersangka mengajak korban

bermain dokter-dokteran selanjutnya tersangka mengajak korban masuk

kekamar rumahnya dan menutup pintu kamar tersebut, lalu tersangka

menyuruh korban berbaring ditempat tidur kemudian tersangka menyikap

pakaian korban serta meraba-raba kemaluan korban juga memasukkan jari

tangannya kedalam vagina korban, yang mengakibatkan korban merasakan

perih pada saat buang air kecil. Hal tersebut diketahui oleh orang tua atau

ibu korban yang kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada pihak

Kepolisian (Pasal yang dipersangkakan 81 UU No.23 Tahun 2002). Untuk

tersangka anak dimungkinkan penyidik mengambil tindakan Restoratif

Justice atau kebijaksanaan diluar prosedur hukum dengan tujuan

kepentingan yang terbaik untuk anak. Kasus pencabulan terhadap anak

diawali pengaduan oleh pihak korban dan keluarganya terhadap tindak

kejahatan yang telah terjadi dengan disertai permohonan untuk segera

(18)

2. Perumusan Masalah.

a. Bagaimana upaya penegakan hukum oleh Kepolisian terhadap pelaku

pencabulan anak yang dilakukan oleh anak di wilayah Polres Surabaya

Selatan ?

b. Apa upaya perlindungan hukum terhadap korban pencabulan anak oleh

Kepolisian Resort Surabaya Selatan ?

3. Tujuan Penelitian.

a. Untuk mengetahui upaya penegakan hukum Kepolisian di wilayah Polres

Surabaya Selatan dalam menangani tindak pidana pencabulan terhadap anak.

b. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan Kepolisian

Surabaya Selatan terhadap korban pencabulan anak.

4. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

1. Untuk mengetahui upaya penegakan hukum tindak pidana yang berkaitan

dengan pencabulan anak di Tingkat Kepolisian.

2. Untuk mengetahui bentuk perlindungan yang diberikan oleh pihak

Kepolisian yang diberikan kepada korban.

3. Untuk mengetahui aturan hukum yang mengatur mengenai pencabulan

anak.

b. Manfaat praktis

Memberikan pemahaman kepada penulis khususnya mahasiswa

dan masyarakat luas mengenai upaya penegakan hukum tindak pidana

pencabulan terhadap anak serta bgentuk perlindungan yang diberikan

oleh Kepolisian kepada korban tindak pidana pencabulan yang

(19)

5. Kajian Pustaka

a. Pengertian tindak pidana.

Peristiwa pidana yang juga disebut sebagai tindak pidana atau delict

ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan

hukuman pidana. Suatu peristiwa hukum dapat dinyatakan sebagai

peristiwa pidana / tindak pidana kalau memenuhi unsur pidananya.

Unsur-unsur itu terdiri dari :

1. Obyektif.

Yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Yang dijadikan titik utama dari pengertian obyektif disini adalah tindakannya.

2. Subyektif

Perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapa orang)3

Pengertian Tindak pidana dari para ahli hukum diantaranya Menurut Prof. Dr. Wiryono Pradjodikoro, didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana, sedang Prof. Moelyanto, S.H menggunakan istilah perbuatan pidana, yaitu perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barangsiapa yang melanggar dan diancam dengan pidana, barangsiapa yang melanggar aturan tersebut. Kedua definisi tersebut mempunyai kesamaan arti yakni adanya perbuatan yang dilanggar sehingga bisa dikatakan sebagai perbuatan pidana.4

3R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia. PT. RadjaGrafindo Persada. Jakarta. 2005 h.175

(20)

Menurut Drs. CST. Kansil, S.H menggunakan istilah delik, yaitu

perbuatan yang melanggar Undang-Undang yang dilakukan dengan

sengaja oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan.5

b. Pengertian pencabulan.

Pencabulan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang buruk atau

perbuatan yang tidak senonoh yang melanggar kesusilaan.

Menurut Pasal 81 UU No.23 Tahun 2002, menyatakan bahwa :

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Menurut Pasal 82, menyatakan bahwa :

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Menurut Pasal 289 Kitab Undang-Undang Pidana, menyatakan bahwa: Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membirakan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.

(21)

c. Pengertian Anak.

Definisi anak sebagai pelaku tindak pidana menurut ketentuan Pasal 1 ayat

(1) UU No.23 Tahun 2002, menyatakan bahwa:

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

termasuk anak yang masih didalam kandungan.

Menurut Pasal 1 Undang-undang Republik Indonesia No.3 Tahun

1997 tentang Pengadilan Anak :

(1) Anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.

(2) Anak nakal adalah :

Anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

d. Pengertian Penegakan Hukum

Suharto yang dikutip oleh R.Abdussalam menyebutkan bahwa penegakkan

hukum adalah, suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan aparat penegak hukum

baik tindakan pencegahan maupun penindakan dalam menerapkan

ketentuan-ketentuan yang berlaku guna menciptakan suasana aman, damai, dan tertib demi

kepastian hukum bersama.6

e. Pengertian Perlindungan Hukum.

Perlindungan hukum secara umum dapat diartikan sebagai daya upaya yang

dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta

(22)

yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan

kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada.7

Kesimpulan dari pengertian tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak

adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan asusila yang dengan sengaja

melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat,

serangkaian kebohongan atau membujuk untuk melakukan atau membiarkan

perbuatan cabul yang dapat dikenakan hukuman pidana.

6. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini

menggunakan “metode penelitian hukum normatif yuridis, yaitu

mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah

yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap

orang”.8

b. Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data

sekunder. “Data Sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, bila perlu bahan hukum tersier. Data sekunder

pada dasarnya adalah data normatif terutama yang bersumber dari

perundang-undangan ”.9

7

Andi Hamzah, Kamus Hukum Cet-1, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986.

8 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, h. 52.

(23)

a. “Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

mempunyai kekuatan mengikat secara umum

(perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak

berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum, dan

putusan hakim)”.10 Bahan penelitian ini terdiri dari beberapa

perundang-undangan:

1. Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

2. Peraturan Perundang-undangan, yaitu Undang-undang.

Berdasarkan teori diatas, maka Bahan hukum primer yang

penulis gunakan adalah :

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab

Undang-undang Hukum Pidana.

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang- undang Hukum Acara Pidana.

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak.

4. Undang-undang Nomor 13 tahun 1961 tentang

Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian.

b. ”Bahan Hukum Sekunder, yaitu : Bahan hukum yang

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku

(24)

ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, dan media cetak

atau elektronik)”11.

c. ”Bahan Hukum tersier, yaitu : bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, (Rancangan Undang-undang, kamus hukum, dan

ensiklopedia)”.12

c. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menganalisis

data ini adalah data sekunder yaitu studi kepustakaan, dengan cara

mempelajari buku-buku, Undang-undang, KUHP, KUHAP.13

d. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah

“metode deskriptif analistis, yaitu menguraikan data secara

bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak

tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi

data dan pemahaman hasil analisis,kemudian hasilnya akan

dimanfaatkan untuk membahas permasalahan yang diajukan dalam

skripsi ini”14

11 Ibid, h. 82

(25)

e. Sistematika Penulisan

Agar skripsi ini memenuhi syarat sebagai karya tulis ilmiah serta

untuk memudahkan dalam memahami isi pembahasan materi skripsi ini,

maka perlu dipaparkan sistematika penulisan.

Penulisan skripsi ini terdiri dari 4 Bab yang terdiri dari BAB I

akan diuraikan tentang latar belakang permasalahan, rumusan

permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka,

metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II menjelaskan permasalahan pertama, yakni pembahasan

mengenai upaya penegakan hukum Kepolisian Republik Indonesia

terhadap pelaku tindak pidana pencabulan, yang terdiri dari

beberapa sub-sub bab yakni : faktor-faktor penyebab terjadinya

tindak pidana pencabulan, data pencabulan yang dilakukan anak

selama tahun 2009 di wilayah surabaya selatan, kasus tindak pidana

pencabulan yang dilakukan anak di wilayah polres surabaya selatan

yang didalamnya terdapat fakta hukum dan pertimbangan hukum,

upaya penegakan hukum tindak pidana pencabulan oleh pihak

kepolisian yang terdiri dari beberapa sub-sub bab yakni : upaya

penegakan hukum kepolisian terhadap pelaku tindak pidana

pencabulan menurut KUHP, skema proses penanganan tindak

pidana pencabulan anak oleh pihak Kepolisian di wilayah Surayah

Selatan, penerapan sanksi pidana, yang selanjutnya yakni upaya

(26)

pidana pencabulan menurut Undang-Undang No.23 Tahun 2002,

skema proses penanganan tindak pidana pencabulan anak oleh

pihak kepolisian di wilayah Surabaya Selatan dan penerapan sanksi

pidana bagi pelaku anak.

BAB III menjelaskan tentang permasalahan kedua, yakni

pengertian perlindungan hukum, upaya perlindungan hukum

terhadap korban tindak pidana pencabulan menurut

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, peran

masyarakat dan pemerintah dalam upaya perlindungan terhadap

korban tindak pidana pencabulan.

BAB IV merupakan bab penutup yang terdiri atas kesimpulan

dan saran, kesimpulan berisi ringkasan dari serangkaian

pembahasan pada bab-bab sebelumnya, sedangkan saran berisi

masukan-masukan yang penulis harapkan demi masa depan

generasi muda agar terhindar dari adanya tindak pidana

(27)

14

1. Faktor-faktor Penyebab terjadinya Tindak Pidana Pencabulan

Manusia sering dihadapkan pada suatu kebutuhan yang mendesak,

kebutuhan pemuas diri. Bahkan, kebutuhan itu timbul karena keinginan

atau desakan untuk mempertahankan status diri. Secara umum kebutuhan

setiap manusia itu akan dapat dipenuhi, walaupun tidak seluruhnya. Untuk

memenuhi kebutuhan yang mendesak , biasanya sering dilaksanakan tanpa

pemikiran matang terlebih dahulu, padahal apa yang dilakukan tersebut

dapat merugikan lingkungan, keluarga dan orang lain, seperti melakukan

suatu pelanggaran tindak kejahatan, yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sudah jelas-jelas melanggar

peraturan tetapi tetap saja dilakukan. Kejadian semacam ini biasanya

terjadi tanpa dipikirkan secara matang. Setelah terjadi baru orang tersebut

menyesal atas perbuatannya. Kalau sudah terjadi percuma menyesali,

karena proses hukum tetap saja harus berjalan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

Usaha mewujudkan keamanan dan ketentraman bagi masyarakat,

pemerintah telah melaksanakan usaha penanggulangan terhadap setiap

gangguan keamanan, baik yang bersifat pencegahan atau preventif yaitu

(28)

maupun dengan penindakan atau represif yaitu menindak tegas setiap

anggota masyarakat yang melakukan gangguan keamanan atau tindak

pidana. Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan antara lain yaitu

semakin berkembang dan variasi pula tindak pidana yang terjadi.

Tindak pidana secara sederhana merupakan suatu bentuk perilaku yang dirumuskan sebagai suatu tindakan yang membawa konsekwensi hukum berupa sanksi pidana pada siapapun yang melakukannya. Oleh karena perumusan suatu tindakan pidana akan selalu mengacu pada hal-hal diatas. Yakni suatu penentuan apakah suatu perilaku itu merupakan suatu hal yang diancam dengan sanksi pidana atau tidak. Suatu perilaku dikenakan pidana apabila itu dianggap dapat mengancam keseimbangan dalam masyarakat.15

Anak merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber

daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita bangsa yang

memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri serta sifat khusus yang

memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin

pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh,

selaras serasi dan seimbang.

Keberadaan anak dilingkungan masyarakat perlu mendapatkan

perhatian secara khusus, terutama mengenai tingkah lakunya. Kenakalan

anak dapat disebabkan karena pengaruh lingkungan, terutama lingkungan

diluar rumah, jika pengaruh lingkungan tidak baik maka anak pasti

terpengaruh oleh lingkungan tersebut, karena itu diperlukan peran dan

tanggung jawab orang tua terhadap anak, terutama dalam membimbing

dan mengarahkan anak untuk melakukan perbuatan yang baik. Tanggung

(29)

jawab orang tua terhadap anak merupakan perwujudan atas hak-hak yang

dimiliki seorang anak.

Penyimpangan perilaku kenakalan bahkan tindak pidana yang

dilakukan oleh anak, disebabkan oleh berbagai macam faktor antara lain,

adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat dan

disertai dengan arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi,

pengaruh perkembangan budaya yang semakin tidak menghargai etika

berpakaian yang menutup aurat, yang dapat merangsang pihak lain untuk

berbuat tidak senonoh dan jahat, tingkat kontrol masyarakat yang rendah

artinya berbagai perilaku yang diduga sebagai penyimpangan, melanggar

hukum dan norma keagamaan kurang mendapatkan responsi dan

pengawasan dari unsur-unsur masayarakat, kemajuan ilmu pengetahuan

dan teknologi serta perubahan gaya hidup masyarakat membawa

perubahan sosial serta memberikan pengaruh terhadap nilai dan perilaku

anak serta nilai-nilai keagamaan yang semakin terkikis dimasyarakat atau

pola relasi horizontal yang cenderung makin meniadakan peran agama

adalah sangat potensial untuk mendorong seseorang berbuat jahat dan

merugikan orang lain. Dampak negatif dari pembangunan yang cepat dan

arus globalisasi yang pesat telah mempengaruhi perilaku anak,

Penyimpangan perilaku yang dilakukan anak antara lain, perampasan,

pencabulan, dan bahkan pemerkosaan.

Maka dari itu kepolisian meminta pada pihak-pihak yang menjadi

(30)

resmi dan bersedia memaparkan kesaksiannya, namun rupanya tantangan

ini belum juga terjawab. Pihak yang berwajib menuntut adanya bukti-bukti

konkrit yang bisa membuat kejelasan mengenai adanya dugaan terjadinya

kejahatan seksual.

2. Bentuk Preventif

Perubahan yang terjadi secara lambat maupun cepat yang dapat

menghadirkan suasana harmonis dan disharmonis, tergantung bagaimana

muatan pengaruh yang ditawarkan dan dipaksakan mempengaruhi pola

pikir, gaya hidup dan model interaksi sosial, cultural, ekonomi, hukum,

dan politik yang dibangunnya. Kemauan yang menjadi potensi dalam diri

manusia berperan menjadi penentu atas terjadi dan meledaknya perilaku

yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan antar sesama manusia atau

sebaliknya aspek kerugian hak asasi manusia ( yang selanjutnya disingkat

HAM).

Negara Indonesia dapat dijadikan sebagai contohnya, bahwa Negara

yang punya falsafah hidup bernama Pancasila dan Konstitusi

Undang-undang Dasar 1945 serta mayoritas beragama islam ini ternyata,

masing-masing komponen sosialnya tidak selalu mewujudkan relasi antar manusia

secara bertuhan, beradab, berkeadilan dan berkemanusiaan. Tidak sedikit

yang menempuh perjalanan hidup ini dengan cara-cara yang liar, amoral,

dan bertentangan dengan ajaran agama serta aturan hukum yang berlaku.

(31)

liar tanpa peduli bahwa yang dilakukannya merupakan modus perbuatan

tindak pidana yang dapat merugikan hak-hak sesama manusia.

Membicarakan perbuatan tindak pidana itu tidak terlepas pula dengan melibatkan akibat-akibat yang ditimbulkan di tengah masyarakat, baik akibat terhadap individu maupun kelompok dan bersifat institusional dan keorganisasian. Akibat-akibat yang ditimbulkan menjadi tolak ukur suatu modus kejahatan, apakah modus kejahatan itu tidak tergolong serius, meresahkan dan merugikan, namun ada pula yang menyatakan bahwa tindak pidana yang terjadi itu benar-benar mengakibatkan penderitaan luar biasa. 16

Hal yang memprihatinkan adalah kecenderungan makin banyaknya

kejahatan seksual yang tidak hanya menimpa perempuan dewasa, tapi juga

menimpa anak-anak dibawah umur. Anak-anak permpuan ini dijadikan

sebagai objek pemuas nafsu bejat atau animalistic dari seseorang dan

kelompok tertentu. Persoalan kejahatan dengan modus kekerasan itu

kemudian menjadi problem yang serius yang dihadapi oleh hampir setiap

bangsa dan Negara dimuka bumi ini. Berbagai diskusi, seminar dan

pertemuan ilmiah dilaksanakan untuk mencari solusi yang dinilai tepat

mengenai kejahatan yang sedang terjadi dan meresahkan masyarakat.

Akibat perilaku tindak pidana seksual yang terjadi di masyarakat

tersebut, maka beragam hak-hak asasi manusia menjadi korban. Hak untuk

hidup tenang, hak untuk hidup sejahtera, hak untuk berbeda pendapat dan

hak untuk bebas dari ketakutan menjadi sirna dan setidak-tidaknya tidak

bisa diperoleh secara maksimal akibat berbagai perilaku kejahatan yang

16

(32)

menimpa dan mengorbankannya. Manusia gagal mendapatkan dan

menikmati hak-haknya sebagai warga Negara di Indonesia.

Pihak kepolisian dianggap hanya bersifat pasif atau menunggu pihak-pihak

korban yang mau mengadukan kasus kekerasan seksual atau sexual violence,

dalam hal ini pencabulan terhadap anak yang di alaminya. Padahal, menurut

asumsi tersebut, Polri berwenang menggunakan kompetensi yuridisnya utnuk

mengusut kasus tersebut.

Sesuai dengan Undang-undang Pokok Kepolisian Negara Nomor 13

Tahun 1961 (yang selanjutnya disingkat dengan UUPKN No.13 Tahun

1961), Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara penegak

hukum dalam menyelesaikan revolusi sebagai alat revolusi yang terutama

bertugas untuk keamanan di dalam negeri dapat menunaikan tugasnya

dengan sebaik-baiknya. Tugas Kepolisian Negara diatur dalam Pasal 2

UUPKN No.13 Tahun 1961, yang menyatakan :

(1) a.Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum; b.Mencegah dan memberantas menjalarnya penyakit-penyakit masyarakat;

c.Memelihara keselamatan Negara terhadap gangguan dari dalam; d.Memelihara keselamatan orang, benda dan masyarakat, termasuk memberikan perlindungan dan pertolongan; dan

e.Mengusahakan ketaatan warga Negara dan masyarakat terhadap peraturan-peraturan Negara.

(2) dalam bidang penelitian mengadakan penyelidikan atas kerjasama dan pelanggaran menuntut ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Hukum, Acara Pidana dan lain-lain peraturan Negara;

(3) mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara;

(33)

Sehingga dapat ditarik kesimpulan yang berwenang dalam melakukan

Upaya Penegakan Hukum terhadap pelaku tindak pidana adalah

Kepolisian. Penegakan hukum itu sendiri dapat di artikan sebagaimana

dengan adanya pendapat-pendapat ahli hukum, bahwa:

Menurut Soekanto sebagaimana dikutip oleh Soerjono ini penegakan hukum adalah, keserasian hubungan antara nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan berwujud dengan perilaku sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakan bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berati pelaksanaan perundang-undangan, walaupun kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian17.

Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa hakekat dari penegakkan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan- keinginan atau ide-ide hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan hukum adalah pikiran-pikiran badan pembentuk undang-undang yang berupa ide atau konsep-konsep tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial yang dirumuskan dalam peraturan hukum.18

3. Bentuk Represif

Dalam hal ini penindakan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian untuk

pelaku pencabulan anak sesuai dengan prosedur hukum yakni penyelidikan dan

penyidikan mengacu pada KUHAP dan UU No.23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak. Penyelidik mempunyai wewenang sesuai dengan KUHAP

Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, menyatakan :

a. 1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

2. Mencari keterangan dan barang bukti;

3. Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa :

17 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta 1986, h. 3.

(34)

1. Penangkapan, larangan, meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;

2. Pemeriksaan dan penyitaan surat;

3. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;

4. Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

Sedangkan dalam penyidikan pelaku pencabulan anak disesuaikan dengan

UU No.23 Tahun 2002, yakni :

 Pasal 41, menyatakan :

(1) Penyidikan terhadap Anak Nakal, dilakukan oleh Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

(2) Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:

a. telah berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa;

b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.

(3) Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, tugas penyidikansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibebankan kepada:

a. penyidik yang melakukan tugas penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa; atau

b. penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan Undang-undang yang berlaku.

 Pasal 42, menyatakan:

(1) Penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana

kekeluargaan.

(2) Dalam melakukan penyidikan terhadap anak nakal, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan, dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau sran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas kemasyarakatan lainnya.

(3) Proses penyidikan terhadap perkara anak nakal wajib dirahasiakan.

Dalam hal penyidikan anak oleh pihak Kepolisian jelas berbeda

dengan penyidikan orang dewasa, pihak Kepolisian lebih mengutamakan

(35)

penahanannya pun juga harus disesuaikan dengan UU No.23 Tahun 2002,

yakni :

 Pasal 43, menyatakan:

(1) Penangkapan anak nakal dilakukan sesuai dengan ketentuan

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

dilakukan guna kepentingan pemeriksaan untuk paling lama 1

(satu) hari.

 Pasal 44, menyatakan bahwa:

(1) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dan ayat (3) huruf a, berwenang melakukan penahanan terhadap anak yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

(2) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya berlaku untuk paling lama 20 (dua puluh) hari.

(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, atas permintaan penyidik dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum yang berwenang, untuk paling lama 10 (sepuluh) hari.

(4) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sudah harus menyerahkan berkas perkara yang bersangkutan kepada Penuntut Umum.

(5) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilampaui dan berkas perkara belum diserahkan, maka tersangka harus dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

(6) Penahanan terhadap anak dilaksanakan di tempat khusus untuk anak di lingkungan Rumah Tahanan Negara, atau ditempat tertentu.

 Pasal 45, menyatakan:

(36)

(2) Alasan penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan.

(3) Tempat penahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa.

(4) Selama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anak harus tetap dipenuhi.

a. Data Pencabulan Yang Dilakukan Anak Selama Tahun 2009 di

Wilayah Polres Surabaya Selatan.

No Bulan L S Ket

1 Januari 1 1 Secara mediasi

2 Februari - - -

3 Maret 5 4 4 Secara mediasi, 1 dilanjutkan

keperkara penyelidikan dan

S : Kasus yang telah terselesaikan secara mediasi 19

19

(37)

Data tersebut diatas, menunjukkan banyaknya angka tindak pidana yang

terjadi di wilayah surabaya selatan. Akan tetapi, untuk tindak pidana

pencabulan yang dilakukan anak, lebih sering penyelesaiannya berakhir secara

mediasi. Kepolisian dalam menangani perkara anak terlebih dulu melakukan

mediasi antara keluarga korban dengan tersangka. Kepolisian lebih

memperhatikan tumbuh kembang biologis anak tersebut, baik yang menjadi

korban maupun tersangka.

Anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita

perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat

khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa

depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab, maka ia

perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan

berkembang secara optimal.

Pihak kepolisian dianggap hanya bersifat pasif atau menunggu

pihak-pihak korban yang mau mengadukan kasus kekerasan seksual atau sexual

violence, dalam hal ini pencabulan terhadap anak yang di alaminya. Padahal,

menurut asumsi tersebut, Polri berwenang menggunakan kompetensi

yuridisnya utnuk mengusut kasus tersebut.

4. Kasus Tindak Pidana Pencabulan.

a. Fakta Hukum

Kasus yang dapat penulis sampaikan sesuai dengan wawancara

bersama Kanit V Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Inspektur

Satu (IPTU) Kurnia Satuan Resort Kriminal Kepolisian Resort

Surabaya Selatan Jl.Dukuh Kupang XVI/26-28 Surabaya adalah

(38)

dengan tetangganya Beny (10 tahun) yang juga bertempat tinggal di

daerah Dukuh Kupang. Pada hari Kamis tanggal 10 Juni 2009 sekitar

Pukul 15.30 Beny (tersangka) yang berumur 10 tahun warga Dukuh

Kupang dengan Risa (korban) yang berumur 8 tahun yang juga

bertempat tinggal juga di daerah Dukuh Kupang. Korban dan

tersangka adalah tetangga dekat, saat bermain bersama tersangka

mengajak korban bermain dokter-dokteran selanjutnya tersangka

mengajak korban masuk kekamar rumahnya dan menutup pintu kamar

tersebut, lalu tersangka menyuruh korban berbaring ditempat tidur

kemudian tersangka menyikap pakaian korban serta meraba-raba

kemaluan korban juga memasukkan jari tangannya kedalam vagina

korban, yang mengakibatkan korban merasakan perih pada saat buang

air kecil. Hal tersebut diketahui oleh orang tua atau ibu korban yang

kemudian melaporkan kejadian tersebut kepada pihak Kepolisian

(Pasal yang dipersangkakan 81 UU No.23 Tahun 2002). Untuk

tersangka anak dimungkinkan penyidik mengambil tindakan

Restoratif Justice atau kebijaksanaan diluar prosedur hukum dengan

tujuan kepentingan yang terbaik untuk anak.

b. Pertimbangan Hukum

Berdasarkan fakta hukum di atas maka ada beberapa

pertimbangan hukum yang berkaitan dengan hal tersebut yakni :

a. Adanya korban yang dalam hal ini adalah Risa tetangga dari

(39)

akibat Beny memasukkan jari tangannya kedalam kemaluan atau

vagina Risa.

b. Adanya pelaku tindak pidana yakni Beny tetangga Risa yang

melakukan pencabulan terhadap Risa.

c. Adanya bukti surat laporan atau pengaduan yang dibuat oleh

pihak kepolisian berdasarkan atas laporan atau pengaduan

korban (Risa) serta bukti visum Laboratorium Forensik dari

Rumah Sakit.

Setelah dibuatnya laporan tersebut pihak kepolisian

selanjutnya mengadakan penyelidikan dan menangkap tersangka.

Pihak Kepolisian mengarahkan kasus tersebut merupakan tindak

pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak kepada anak sehingga

tersangka dikenakan Pasal 81 UU No.23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, yakni :

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

c. Analisis Hukum

Sesuai dengan fakta hukum dan pertimbangan hukum di atas,

(40)

Selatan tersebut sudah memenuhi prosedur hukum yang mengacu

pada UU N0.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Beny

(tersangka) yang bertempat tinggal di Dukuh Kupang dipersangkakan

Pasal 81 UU No.23 Tahun 2002, menyatakan:

1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Penerapan sanksi yang diterima oleh Beny sebagai tersangka

pencabulan anak sudah sesuai dengan aturan yang ada. Ancaman

hukuman yang diterima beni disesuaikan dengan umur beni, karena

masih berumur 10 tahun, pihak Kepolisian memilih hukuman yang

lebih ringan dengan disesuaikan bagaimana kondisi dan psikologis

(41)

5. Proses Penanganan oleh Pihak Kepolisian

a. Skema Proses Penanganan menurut KUHAP.

Penjelasan skema proses penyidikan terhadap pelaku dan atau

tersangka tindak pidana Pencabulan Anak yang dilakukan oleh pihak

Kepolisian Polres Surabaya Selatan adalah sebagai berikut :

1. Pelaporan

Korban berhak melaporkan secara langsung perbuatan cabul

kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat

kejadian perkara atau korban dapat memberikan kuasa kepada

Kemudian dilakukan

Dikirim Kejaksaan Dan BP Dinyatakan P.21 Tersangka Dan Barang Bukti Dilimpahkan ke Kejaksaan

 Penyidikan/BAP

 Melengkapi Administrasi Penyidikan

 Dapat dilakukan Penahanan atau tidak

 Dibuatkan /Pemberitahuan Keluarga Kemudian

dilakukan Dilanjutkan

Dilanjutkan Melakukan visum

Pemeriksaan saksi-saksi

(42)

keluarga atau yang lain untuk melaporkan kepada pihak kepolisian

baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.

2. Visum

Visum adalah suatu keterangan dokter apa yang dilihat dan

diketemukan didalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang

luka atau terhadap mayat.( Dokter yang berhak melakukan visum )

Setelah itu dilakukan visum ke Laboratorium Forensik yang

digunakan sebagai alat bukti dalam penyidikan, kemudian polisi

melakukan pemanggilan terhadap pelaku untuk proses penyidikan

apabila korban mengalami kekerasan fisik.

3. Pemeriksaan saksi

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna

kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu

perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami

sendiri.

Pihak kepolisian melakukan pemeriksaan saksi-saksi sebagai

berita acara pemeriksaan saksi.

4. BAP

Berita acara dibuat untuk setiap tindakan tentang ;

a. Pemeriksaan tersangka

(43)

c. Penahanan

d. Penyitaan benda

e. Pemeriksaan surat

f. Pemeriksaan saksi

g. Pemeriksaan di tempat kejadian

h. Pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan

i. Pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan dalam

undang-undang

Penyidikan/BAP (Berita Acara Pemeriksaan), dimana di dalam

melakukan proses penyidikan maupun BAP tersebut waktunya tidak

tentu, untuk semua kasus.

5. Administrasi penyidikan, berupa:

 Surat perintah penangkapan;

 Surat perintah penyidikan;

 Surat pemberitahuan kepada keluarga bahwa telah dilakukan

penahanan;

 Surat perintah penahanan.

6. Penahanan

Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat

(44)

penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam

undang-undang. Penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penyidik

atau penyidik pembantu serta untuk kepentingan penuntutan, penuntut

umum dan untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan.

7. SP2HP

Surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan adalah surat

yang berisi hal yang terkait dengan proses penyidikan yang ditujukan

kepada keluarga korban. Di SP2HP pihak korban akan mengetahui

sampai sejauh mana proses pemeriksaan perkara berlangsung.

8. Berkas P.21

Berkas-berkas yang terkait dengan proses pemeriksaan setelah

diperiksa dan dinyatakan lengkap disebut dengan berkas P.21 artinya

berkas perkara tersebut siap untuk diberikan ke Kejaksaan Negeri

setempat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Penanganan perkara tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh

pihak Polres Surabaya Selatan itu sendiri yaitu melalui penyelidikan

yang selanjutnya dilakukan penyidikan. Dalam penanganannya pihak

kepolisian melihat dulu pada korban yang melapor atau kondisinya atas

kejadian tindak pidana pencabulan yang dialami selanjutnya melihat

berapa umur korban apabila umur korban di bawah umur maka harus

didampingi oleh orangtua serta menunjukkan akta kelahiran dan surat

(45)

setelah itu dilakukan visum terhadap korban di rumah sakit Polda Jatim

dan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi serta dilakukan

penahanan terhadap tersangka, Setelah berkas-berkas lengkap (P.21)

maka pihak kepolisian akan memproses perkara tersebut di Kejaksaan.

b. Penerapan sanksi pidana

Mengenai tindak pidana pencabulan terhadap anak yang dilakukan

orang dewasa dapat dikenakan ancaman hukuman, yakni:

 Menurut Pasal 289 KUHP, menyatakan :

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dihukum karena merusakkan kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun.

1. Yang dimaksudkan dengan perbuatan cabul ialah segala perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya; cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya.

2. Yang dilarang dalam pasal ini bukan saja memaksa orang untuk

melakukan perbuatan cabul, tetapi juga memaksa orang untuk membiarkan dialkukan pada dirinya perbuatan cabul

 Menurut Pasal 290 KUHP, menyatakan ;

Dengan ancaman penjara selama-lamanya tujuh tahun dihukum:

1e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya

2e. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang, sedang diketahuinya atau patut harus disangkanya, bahwa umur orang itu belum cukup 15 tahun atau kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa orang itu belum masanya buat dikawin.

(46)

c. Skema Proses Penanganan menurut UU Perlindungan Anak.

Dalam proses upaya penegakan hukum terhadap pelaku (anak) atau

tersangka tindak pidana pencabulan anak yang dilakukan oleh pihak

Kepolisian Polres Surabaya Selatan berbeda dengan upaya penegakan

hukum terhadap pelaku orang dewasa, proses penyelidikan dan

penyidikannya pun juga berbeda, adalah sebagai berikut :

1. Pelaporan

Korban berhak melaporkan secara langsung perbuatan cabul

kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat

kejadian perkara atau korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga

atau yang lain untuk melaporkan kepada pihak kepolisian baik di

tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.

Melakukan visum Korban melaporkan kepada pihak kepolisian

Selesai mediasi Mediasi tidak berhasil

Mediasi

dilanjutkan keperkara penyelidikan dan penyidikan Perkara dianggap

(47)

2. Visum

Visum adalah suatu keterangan dokter apa yang dilihat dan

diketemukan didalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang

luka atau terhadap mayat. ( Dokter yang berhak melakukan visum )

Setelah itu dilakukan visum ke Laboratorium Forensik yang digunakan

sebagai alat bukti dalam penyidikan, kemudian polisi melakukan

pemanggilan terhadap pelaku untuk proses penyidikan apabila korban

mengalami kekerasan fisik.

3. Mediasi

Tidak semua tindak pidana harus diselesaikan di meja pengadilan

ada pengecualian dalam penyelesaian suatu tindak pidana tertentu

dengan melakukan mediasi misalnya dalam kasus tindak pidana yang

dilakukan oleh anak. Pihak kepolisian juga harus menitih tumbuh

kembang anak atau psikologis anak.

Mediasi adalah cara penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga,

yaitu pihak ketiga yang dapat diterima (accertable), artinya para pihak

yang berselisih mengizinkan pihak ketiga untuk membantu para pihak

yang berselisih dan membantu para pihak untuk mencapai

penyelesaian.20

Dalam hal ini aparat yang berwenang yaitu polisi karena

menghindari keputusan sepihak yang dilakukan oleh salah satu pihak

(48)

dan melindungi korban dari intervensi pelaku didalam mediasi tersebut

karena semua keputusan ada ditangan korban menerima mediasi atau

tidak. Dalam mediasi penyelesaian perselisihan lebih banyak muncul

dari keinginan dari inisiatif para pihak yang bertikai dan mediator

dalam hal ini polisi hanya membantu kesepakatan-kesepakatan yang

terjadi dalam mediasi dan menjadi fasilitator.

Peran polisi disini sangat penting untuk memberikan dukungan

kepada korban ketika proses penyidikan berlangsung biasanya korban

merasa tertekan terhadap apa yang telah terjadi kepada apa yang telah

terimanya disini peran polisi sangat penting untuk memperoleh

keterangan yang akurat dari korban, apabila dalam proses penyidikan

berlangsung korban dan pelaku melakukan mediasi maka polisi akan

memfasilitasi sebagai mediator dan mengawasi jalannya mediasi agar

korban tidak dirugikan dikemudian hari dan setelah mediasi dibuat

dilanjutkan dengan pencabutan laporan, mediasi terjadi apabila ada

kesepakatan antara pihak korban dan pelaku yaitu :

1. Terjadinya kesepakatan damai antara kedua belah pihak.

2. Pelaku berjanji tidak akan melakukan perbuatan serupa dikemudian hari.

3. Korban bersedia mencabut laporan yang dibuat.21

Proses mediasi dibuat dihadapan polisi sebagai mediator agar polisi

bisa melihat jalannya proses mediasi agar berjalan lancar dan

menghindarkan dari kecurangan-kecurangan yang terjadi atau

(49)

kesepakatan sepihak yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban

karena mediasi dibuat untuk melindungi hak-hak korban.

Adapun kelebihan dan kekurangan mediasi yang dilakukan oleh

pihak kepolisian, yakni :

a. Kelebihan proses mediasi:

1. Proses mediasi ditempuh untuk penyelesaian tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak oleh polisi yang berkaitan dengan delik aduan karena mempunyai waktu yang singkat dalam prosesnya penyelesaiannya.

2. Tidak memerlukan banyak biaya karena apabila diteruskan hingga pengadilan akan butuh banyak biaya. Dianggap lebih memberikan keadilan bagi pihak yang berselisih karena adanya kesepakatan antara dua pihak sehingga terjadi mediasi22.

Penyelesaian secara mediasi oleh beberapa orang dan lembaga

swadaya masyarakat dan komnas HAM dianggap tidak berpihak pada

korban, karena perlakuan yang diperbuat oleh pelaku dianggap

sebagai pembiaran tanpa adanya sanksi pidana yang diberikan dan

telah melanggar hukum sesuai dengan kepastian hukum. Tetapi itu

semua dikembalikan pada korban apakah ingin melakukan mediasi

atau tetap melanjutkan kasus tersebut.

b. Kekurangan proses mediasi:

1. Pelaku terhindar dari sanksi pidana karena laporan dicabut ini dianggap tidak memberikan efek jera bagi pelaku.

2. Tidak berlaku untuk semua tidak pidana hanya pidana yang berkaitan dengan delik aduan.

3. Bukan jaminan pelaku tidak akan melakukan perbuatan yang serupa dikemudian hari.23

22 Ibid, h. 41

(50)

Apabila dalam proses mediasi pihak korban tetap tidak bisa

menyelesaikan secara kekeluargaan maka kasus tindak pidana

pencabulan ini oleh pihak kepolisian akan dilanjutkan dengan proses

penyelidikan dan penyidikan.

Proses penyidikan terhadap anak sebagai pelaku kejahatan tindak

pidana pencabulan dalam Pasal 41 Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,

menyatakan:

Kesimpulan diatas dapat di artikan bahwa antara upaya

penegakan hukum oleh kepolisian dalam menangani perkara tindak

pidana pencabulan yang dilakukan orang dewasa dengan anak

berbeda. Mulai dari proses penyelidikan yang kemudian dilanjutkan

dengan penyidikan. Pembedaan perlakuan tersebut didasarkan atas

pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial anak.

Di samping pertimbangan tersebut di atas, demi pertumbuhan dan

perkembangan mental anak, perlu ditentukan pembedaan perlakuan di

dalam hukum acara dan ancaman pidananya. Dalam hubungan ini

pengaturan pengecualian dari ketentuan yang diatur dalam

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang

lama pelaksanaan penahanannya ditentuakan sesuai dengan

kepentingan anak dan pembedaan ancaman pidana bagi anak yang

ditentukan oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang

(51)

ancaman pidana yang dilakukan oleh orang dewasa, sedangkan

penjatuhan pidana mati dan pidana penjara seumur hidup tidak

diberlakukan terhadap anak.

Pembedaan perlakuan dan ancaman yang diatur dalam

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

dimaksudkan untuk lebih melindungi dan mengayomi anak tersebut

agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang. Selain

itu, pembedaan tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan

kepada anak agar melalui pembinaan akan diperoleh jati dirinya untuk

menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi

diri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan Negara.

d. Penerapan Sanksi Pidana

Setiap orang yang melakukan tindak pidana pencabulan terhadap

anak dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Undang-undang

yang berlaku. Karena disini yang melakukan tindak pidana

pencabulan adalah anak maka Undang-undang yang dipakai UU

No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yakni:

Menurut Pasal 81, menyatakan bahwa :

1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

(52)

Menurut Pasal 82, menyatakan bahwa :

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

Ketentuan sanksi pidana di atas merupakan ancaman sanksi yang

dapat dikenakan untuk pelaku tindak pidana pencabulan yang

dilakukan oleh anak. Pidana denda dalam hal ini bukan sebagai

ketentuan pidana penjara, jadi sanksi tersebut wajib dijalani oleh

pelaku tindak pidana pencabulan yang dilakukan anak, apabila dengan

(53)

40

1. Upaya Perlindungan Korban Tindak Pidana Pencabulan.

Sebagian besar korban tindak pidana pencabulan lebih condong memilih

berdiam diri, pasrah menerima nasib atas penderitaan yang ditanggungnya.

Daripada melaporkan kejadian yang menimpanya ke aparat kepolisian. Angka

statistic jumlah pencabulan yang tercatat di Kepolisian besar adalah angka

nominal. Di luar itu, diduga masih banyak kasus-kasus pencabulan lain yang tidak

teridentifikasi. Tindakan korban memilih tidak melaporkan kasus yang di alaminya

itu dapat dipahami, mencoba menuntut keadilan, belum tentu hukum akan

memihaknya. Perhatian terhadap korban kejahatan khususnya tindak pidana

pencabulan sebagai pihak yang paling dirugikan yang juga membutuhkan

perlindungan terhadap hak-haknya yang telah dilanggar.

Anak-anak korban tindak pidana pencabulan adalah kelompok yang paling

sulit pulih. Mereka cenderung akan menderita trauma aku. Masa depannya

hancur, dan bagi anak yang tidak kuat menanggung beban, maka pilihan

satu-satunya adalah bunuh diri. Aib, perasaan akan tercemar, dan kejadian tersebut

akan terus menghantui korban.24

Korban tindak pidana pencabulan memiliki hak-hak yang wajib ditegakkan.

Rasa sakit hati, penderitaan, ketakutan dan berbagai macam dampak buruk yang

menimpa dirinya paska tindak pidana pencabulan itu mendapatkan perhatian

yang serius bagi aparat Kepolisian. Korban anak dibawah umur tidak boleh

24

(54)

diabaikan, namun wajib dijembatani oleh penegak hukum dalam

memperjuangkan nasibnya.

Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada korban tindak pidana

pencabulan, yakni:

a. Perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban tindak pidana, berarti perlindungan HAM (hak asasi manusia) atau kepentingan hukum seseorang.

b. Perlindungan untuk memperoleh jaminan atau santunan hukum atas

penderitaan atau kerugian orang yang telah menjadi korban tindak pidana, lebih identik dengan penyantunan korban. Bentuk penyantunan dapat berupa pemulihan nama baik (rehabilitasi), pemulihan keseimbangan batin (antara lain dengan pemanfaatan), pemberian ganti rugi (restitusi, kompensasi, jaminan atau santunan kesejahteraan sosial dan sebagainya). 25

Sifat perlindungan hukum dari segi macamnya dapat dibedakan menjadi:

 Perlindungan hukum pasif, yang dapat berupa tindakan-tindakan luar (selain

proses peradilan) yang memberikan pengakuan dan jaminan dalam bentuk

pengaturan atau kebijaksanaan berkaitan dengan hak-hak pelaku maupun

korban.

 Sedangkan yang aktif, dapat berupa tindakan yang berkaitan dengan upaya

pemenuhan hak-haknya.

Adapun prinsip-prinsip perlindungan hukum bagi rakyat berdasarkan

Pancasila, diawali dengan uraian tentang konsep dan deklarasi tentang hak

asasi manusia. Sesuai dengan isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945

alinea ke-4, menyebutkan bahwa “Kemudian daripada itu untuk

membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan kehidupan

25

(55)

bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan. Perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah

Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan

berdasarkan Pancasila”.

Setiap orang yang menjadi Warga Negara Indonesia berhak

mendapatkan perlindungan. Hal ini sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal

28G ayat (1) dan (2), yakni:

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harkat benda yang berada di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain.

Menurut Pasal 28 H ayat (2), menyatakan:

“ setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus

untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai

persamaan dan keadilan.

a. Menurut Undang-undang Hak Asasi Manusia.

Hal serupa juga dituangkan dalam ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan (2)

Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya

disingkat dengan UU HAM), yakni:

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,

martabat dan hak miliknya.

(2) Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia

(56)

Menurut Pasal 30 UU HAM, yakni;

“setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan

terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Pasal 33 ayat (1) dan (2) UU HAM, yakni:

(1) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau

perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.

Perlindungan lain yang dapat diberikan kepada warga Negara Indonesia

adalah melalui instansi-instansi Pemerintahan lainnya yang memiliki

kewenangan, dalam hal ini adalah aparat Kepolisian yang dituntut peranannya

sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat. Hal ini sesuai dengan ketentuan

Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Republik Indonesia, yakni:

(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Keterangan beberapa Pasal yang telah disebutkan di atas menunjukkan

bahwasanya setiap warga Negara Indonesia yang berada di dalam wilayah

Indonesia berhak mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk

perlakuan yang berkaitan dengan hak asasi manusia, khususnya dalam hal

ini adalah bentuk tindak pidana asusila (pencabulan) yang merupakan

pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

kemanusiaan serta segala bentuk diskriminasi yang dapat merugikan

(57)

Sesuai dengan Undang-undang Hak Asasi Manusia juga menerapkan

aturan yang berkaitan dengan perlindungan hukum yang dapat dimiliki

oleh setiap warga Negara Indonesia atas perlindungan diri pribadi hingga

terhadap hak miliknya serta terbebas dari tindakan penyiksaan,

penghukuman, atau perlakuan kejam, dan tidak manusiawi yang

merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan

b. Menurut Undang-undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak.

Beberapa bentuk perlindungan yang dapat diberikan oleh pihak

kepolisian, yang tercantum dalam ketentuan UU Perlindungan Anak

adalah:

 Pasal 2, menyatakan:

Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan

berlandaskan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-hak Anak

meliputi:

a. Non diskriminasi;

b. Kepentingan yang terbaik bagi anak;

c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan

d. Penghargaan terhadap pendapat anak.

 Pasal 3, menyatakan;

Referensi

Dokumen terkait

Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) akhirnya menjatuhkan sanksi kepada Persatuan sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tertanggal 30 Mei 2015. FIFA menilai

kontrol berasal dari populasi yang mempunyai kemampuan awal sama, maka. untuk melihat peningkatan pemahaman konsep matematis siswa dilihat

Gambar 4 merupakan tipe DC to DC dengan sistem penyimpan energi berupa baterai (accu). Kelebihan dari sistem seperti ini adalah energi listrik dapat digunakan pada malam hari

Analisa Model Penggantian Komponen Berdasarkan Kriteria Total Down Time Terkecil Guna Menentukan Tingkat Persediaan Pengaman dan Reorder Point.. Ahmad

”Marketing adalah suatu kegiatan yang lebih luas dimana penjualan hanya merupakan satu kegiatan didalam pemasaran dan sistem keseluruhan yang

Hasil penelitian dapat disimpulkan, pemberian tepung daun lamtoro (Leucaena leucocephala) dalam ransum tidak dapat meningkatkan bobot karkas, persentase karkas,panjang usus dan

dirahasiakan dan menetapkan bahwa perintah atau izin tertulis bagi pengecualian ada pada Menteri Keuangan, sedangkan yang mempunyai semangat kemandirian Bank

menjatuhkan sanksi bagi notaris sedangkan Majelis Pengawas Daerah tidak, baik untuk ditingkat daerah maupun tingkat pusat ketika notaris melakukan pelanggaran