• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved DOI: https://doi.org/10.31934/mppki.v2i3

The Indonesian Journal of Health Promotion ISSN 2597– 6052

MPPKI

Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah

Abstrak

Latar Belakang: Kejadian Hipertensi Puskesmas Kubur Jawa tertinggi nomor satu di Kabupaten Hulu Sungai Tengah sebesar 91,3%. Faktor risiko merupakan suatu penyebab terjadinya hipetensi, terdapat 2 kelompok faktor risiko yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah (usia, jenis kelamin, genetika dan suku) dan yang dapat diubah (obesitas, merokok,aktivitas fisik, pola makan dan konsumsi alkohol).

Tujuan: Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi dan faktor paling dominan mempengaruhi kejadian hipertensi.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

Hasil: Hasil analisis menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian hipertensi (p=0,004) OR=3,182. Tidak adanya pengaruh obesitas terhadap kejadiian hipertensi (p=0,131). Adanya pengaruh pola makan terhadap kejadian Hipertensi (p=0,001) OR= 5,146.

Kesimpulan: Faktor yang paling mempengaruhi terhadap kejadian hipertensi pada lansia adalah pola makan.

Kata Kunci: Hipertensi; Lansia; Jenis Kelamin; Obesitas; Pola Makan

Melda Azizah1*, Siska Dhewi2, Ahmad Zacky Anwary3

1,2,3Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin

*Korespondensi Penulis : meldaazizah23@gmail.com

Abstract

Background: The highest incidence of hypertension in Kubur Jawa Health Center is 91.3% in Hulu Sungai Tengah Regency. Risk factors are a cause of hypertension, there are 2 groups of risk factors, namely risk factors that cannot be changed (age, gender, genetics and ethnicity) and those that can be changed (obesity, smoking, physical activity, diet and alcohol consumption).

Objective: To determine the factors that influence the incidence of hypertension and the most dominant factors affecting the incidence o f hypertension.

Methods: This research is a quantitative research and the type of this research is analytic observational using a cross sectional approach.

Results: The results of the analysis showed that there was an effect of gender on the incidence of hypertension (p=0.004) OR=3.182. Th ere was no effect of obesity on the incidence of hypertension (p = 0.131). The influence of diet on the incidence of hypertension (p = 0.001) OR = 5.146.

Conclusion: The factor that most influences the incidence of hypertension in the elderly is diet.

Keywords: Hypertension; Elderly; Gender; Obesity; Diet

Factors Affecting the Event of Hypertension in the ElderlyIn the Working Area of Health Center Kubur Jawa District Hulu Sungai Tengah

Research Articles Open Access

(2)

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved

PENDAHULUAN

Penuaan adalah proses menua sejak usia 45 tahun. Lansia mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial.

Contoh penurunan fisik pada lansia adalah rentangnya lansia untuk sakit, terutama penyakit degeneratif. Salah satu penyakit degeneratif yang banyak terjadi pada lansia adalah hipertensi (1).

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum dan banyak diderita oleh masyarakat. Hipertensi merupakan masalah utama saat ini, tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia, karena merupakan salah satu pintu gerbang atau faktor risiko penyakit seperti gagal ginjal, diabetes, stroke dan jantung (2).

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tekanan darah tinggi membunuh sekitar 18 juta orang di seluruh dunia setiap tahun. Hal ini sesuai dengan Global Status Report on NCDs, yang menyatakan bahwa 80%

kematian di seluruh dunia disebabkan oleh PTM. Penyebab utama kematian, penyakit tidak menular, adalah penyakit kardiovaskular, yang penyebab utamanya adalah hipertensi (3).

Prevalensi hipertensi berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 adalah 34,1%. Angka tersebut lebih tingga dibandingkan tahun 2013 yang menyentuh angka prevalensi 25,8%. Dengan prevalensi teratas pada Bangka Belitung (30,9%), Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%), Jawa Barat (29,4%) mencatat prevalensi tertinggi. (Badan Litbangkes, kementrian Kesehatan RI 2019). Kalimantan Selatan memiliki prevalensi hipertensi tertinggi kedua (30,8%) setelah Bangka Belitung (30,9%) (4).

Hipertensi mempunyai beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian hipertensi, antara lain usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (perubahan/faktor risiko yang tidak terkendali), kebiasaan merokok, asupan garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan minyak jelantah, dan gaya hidup seperti minum-minuman keras, Obesitas, Kurang Olahraga (aktivitas fisik), Stres, Penggunaan Estrogen (5).

Berdasarkan data yang dari Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah tahun 2019-2021. Puskesmas kubur Jawa pada tahun 2019 sebesar 869 dengan prevalensi 23,8%. Pada tahun 2020 penyakit hipertensi mengalami penurunan dengan jumlah 595 dengan prevalensi sebesar 16,0%. Pada tahun 2021 di puskesmas kubur jawa mengalami penaikan secara signifikan dengan jumlah 3.404 dengan prevalensi 91,3%.

Puskesmas Kubur Jawa merupakan puskesmas kedua tertinggi di Kabupaten Hulu Sungai Tengah untuk penyakit hipertensi dalam 1 tahun terakhir dengan jumlah sebesar 3.404 dan prevalensi sebesar 91,3% pada tahun 2021.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apa faktor-faktor mempengaruhi terjadinya Hipertensi Pada Lansia di Puskesmas Kubur Jawa Tahun 2022.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah Observasional Analitik. Observasional Analitik atau Survei Analitik adalah survei atau penelitian yang menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan ini terjadi.

Dengan Rancangan penelitian mengunakan pendekatan cross sectional. Populasi yang digunakan oleh penelitian adalah jumlah data lansia di puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah tahun 2021 sebanyak 987 dengan sampel 91 orang, teknik atau cara pengambilan sampel menggunakan insindental sampling.

HASIL

Karakteristik responden lansia di wilayah kerja puskesmas Kubur Jawa

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden

Variabel f (%)

Pendidikian

Tidak Sekolah 27 29,7

Tamat SD 54 59,3

Tamat SMP 8 8,8

Tamat SMA 2 2,2

Total 91 100

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa sebagian besar pendidikan responden yang paling banyak yaitu tamat SD sebanyak 54 orang (59,3%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Responden

Variabel f (%)

Pekerjaan

Tidak Bekerja 49 53,8

(3)

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved

Total 91 100

Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa sebagian besar pekerjaan responden yang tertinggi adalah tidak berkerja sebanyak 49 orang (53,8%).

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

Variabel f (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 38 41,8

Perempuan 53 58,2

Total 91 100

Berdasarkan 3 diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin responden terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan sebanyak 53 orang (58,2%).

Analisis Univariat

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Hipertensi

Variabel f (%)

Hipertensi

Tidak Hipertensi 37 40,7

Hipertensi 54 59,3

Total 91 100

Berdasarkan tabel 4, berdasarkan distribusi frekuensi kejadian hipertensi lebih banyak pada lansia yang hipertensi 54 orang (59,3%).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Obesitas

Variabel f (%)

Obesitas

Tidak Obesitas 73 80,2

Obesitas 18 19,8

Total 91 100

Berdasarkan tabel 5, berdasarkan distribusi frekuensi kejadian obesitas diketahui responden terbanyak pada lansia yang tidak obesitas sebanyak 73 orang (80,2%).

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kejadian Pola Makan

Variabel f (%)

Pola Makan

Baik 40 44,0

Kurang Baik 51 56,0

Total 91 100

Berdasarkan tabel 6,berdasarkan distribusi pola makan, terbanyak pada pola makan yang kurang baik sebanyak 51 orang (56%).

Analisis Bivariat

Tabel 7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Hipertensi

Variabel Hipertensi

Tidak Hipertensi

Hipertensi Total p-value OR

n % n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 22 57,9 16 42,1 38 100

Perempuan 15 28,3 38 71,7 53 100 0,009 3,483

Total 37 40,7 54 59,3 91 100

(4)

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved

Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa pada variabel jenis kelamin, paling banyak yang mengalami kejadian hipertensi adalah berjenis kelamin perempuan sebanyak 54 orang (59,3%), dan Berdasarkan statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh p-value = 0,009 (p < α) maka 𝐻0 ditolak 𝐻𝑎 diterima, artinya ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian Hipertensi pada lansia, dan nilai Odds Rasio yang diperoleh dari uji bivariat menggunakan uji chi squre adalah OR= 3,483, yang artinya jenis kelamin perempuan lebih beriko 3,483 kali terkena hipertensi dibandingkan laki-laki.

Tabel 8. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi

Variabel Hipertensi

Tidak Hipertensi

Hipertensi Total p-value

n % n % n %

Obesitas

Tidak Obesitas 33 45,2 40 54,8 38 100

Obesitas 4 22,2 14 77,8 53 100 0,131

Total 37 40,7 54 59,3 91 100

Menurut tabel 8 variabel obesitas didapatkan bahwa, paling banyak responden yang mengalami hipertensi adalah yang tidak obesitas sebanyal 40 orang (54,8%), dan untuk hasil uji chi square didapatkan bahwa nilai p- value sebesar 0,131 yang berarti tidak ada hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi.

Tabel 9. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Hipertensi

Variabel Hipertensi

Tidak Hipertensi

Hipertensi Total p-value OR

n % n % n %

Pola Makan

Baik 24 60,0 16 40,0 38 100

Kurang Baik 13 25,5 38 74,5 53 100 0,002 4,835

Total 37 40,7 54 59,3 91 100

Bedasarkan tabel 9 variabel pola makan, didapatkan bahwa paling banyak responden yang mengalami hipertensi adalah yang pola makannya kurang baik sebanyak 38 orang (74,5%), dan didapat hasil p-value sebesar 0,002 yang artinya ada hubungan antara pola makan dengan kejadian hipertensi, diperoleh nilai Odds Rasio = 4,385, yang artinya pola makan yang kurang baik dapat berisiko 4 kali terkena penyakit hipertensi dibandingkan pola makan yang baik.

Analisis Multivariat

Tabel 10. Analisis Multivariat variabel Jenis Kelamin, Obesitas, dan Pola Makan terhadap Kejadian Hipertensi

Variabel OR 95% CI P

Jenis Kelamin 3,438 1,447-8,386 0,009

Obesitas 2,888 0,867-9,616 0,131

Pola Makan 4,385 1,796-10,705 0,002

Tabel 11. Variabel yang Mempengaruhi Kejadian Hipeertensi Pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahumm 2022

Variabel Nilai B OR 95%CI P

Pola Makan 1,638 5,146 1,581-11,063 0,001

Jenis Kelamin 1,431 4,182 1,952-13,568 0,004

Konstan -1,287

Berdasarkan tabel 10 dan 11 diatas dapat diketahui bahwa setelah menganalisis multivariat menggunakan uji regresi logistik menggunakan metode Backward LR didapatkan hasil bahwa faktor yang paling mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah pola makan dan jenis kelamin

Pada variabel pola makan dengan nilai p= 0,001 dan nilai OR = 5,146 merupakan faktor paling dominan mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia, pola makan yang kurang baik 5 kali lebih mempengaruhi terhadap kejadian hipertensi dibandingkan pola makan yang baik.

(5)

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved

dari analisis mutivariat menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi terhadap kejadian hipertensi pada lansia dengan nilai p = 0,004 dan OR= 4,182, itu artinya faktor yang mempengaruhi selanjutnya adalah jenis kelamin dimana lansia yang perempuan 4,182 kali lebih berpeluang mengalami kejadian hipertensi dibandingkan laki-laki.

PEMBAHASAN Kejadian Hipertensi

Dari penelitian yang dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner dan pemeriksaan tekanan darah secara langsung kepada 91 responden, didapatkan hasil 54 (59,3%) yang mengalami hipertensi dan terdapat 37 (40,7%) yang tidak hipertensi.

Faktor yang mempengaruhi tingginya hipetensi di Wilayah Keja Puskesmas Kubur Jawa adalah kurangnya pemeriksaan diri secara rutin dan kurang perduli akan kesehatannya. Penderita hipertensi pada lansia banyak mengeluhkan sakit kepala, dan memiliki pola tidur yang kurang baik. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Pada dua kali pemeriksaan dengan jarak waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat. Peningkatan tekanan darah dengan periode waktu yang lama bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal, jantung dan otak apabila tidak dilakukan pengobatan secara dini (6).

Penelitian ini sejalan dengan Hafni, dkk (2022) yang mengemukakan bahwa pada lansia banyak terkena hipertensi dibandingkan yang tidak. Dari 57 orang responden ditemukan 38 orang (66,7%) yang hipertensi dan ada 19 orang (33,3%) yang tidak hipertensi (7).

Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel 4 diatas menunjukkan bahwa karakteristik jenis kelamin pada reponden lansia lebih besar pada perempuan sebanyak 53 orang (58,2%) dan laki-laki sebanyak 38 orang (41,8%).

Hasil penelitian yang didapat dilapangan bahwa yang mempengaruhi jenis kelamin terhadap kejadian hipertensi adalah usia, karena pada usia muda laki-laki cenderung lebih berisiko terkena hipertensi dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan saat perempuan memasuki usia 59 keatas banyak ditemukan hipertensi. Hal ini disebabkan saat perempuan sebelum menaupause mempunyai estrogen, hormon pelindung yang berperan dalam meningkatkan kadar high-density lipoprotein (HDL).

Faktor lainnya yaitu kebanyakan lansia yang berobat di puskesmas, posbindu atau posyandu lansia adalah perempuan. Hal tersebut disebabkan sebagian besar lansia perempuan memiliki keluhan dibandingkan laki-laki.

Obesitas

Menurut penelitian yang didapatkan di lapangan diketahui responden lansia yang mengalami tidak obesitas sebanyak 73 orang (80,2%) dan lansia yang obesitas ada 18 orang ( 19,8%).

Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah sangat banyak ditemukan lansia yang tidak obesitas terkena hipertensi dari pada yang obesitas. Hal ini terjadi karena ada faktor lain yang mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu usia. Usia yang mengalami obesitas banyak terjadi pada usia middle ege (setengah baya) 45-59 tahun dari pada usia elderly(tua) 60-74 tahun.

Faktor lain yang mempengaruhi kenapa banyak lansia yang tidak obesitas karena berkurang nafsu makan sehingga banyak lansia yang tidak obesitas. Penyebab bekurangnya nafsu makan pada lansia adalah perubahan indra perasa.

Pola Makan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lansia dengan pola makan kurang baik sebanyak 51 orang (56,0%), serta pola makan yang baik sebanyak 40 orang (40,0%).

Hasil dari penelitian dilapangan, yang menyebabkan pola makan kurang baik adalah, tidak makan teratur, tidak sarapan sebelum beraktivitas, jarang memakan buah dan sayur, telalu sering mengonsumsi minuman yang mengandung kafein, mengonsumsi makan yang lemak, tidak membatasi makanan yang asin, jarang membatasi penggunaan penyedap rasa yang berlebih dan memakan makanan yang mengandung pengawet.

Pola makan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap kejadian hipertensi. Pola makan adalah salah satu faktor risiko penyakit hipertensi yang akan meningkat jika pola makan yang salah. Faktor makanan modern sebagai penyebab utama terjadinya hipertensi (8).

Pengaruh Jenis Kelamin dengan Kejadia Hipertensi

Berdasarkan statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh p-value = 0,009 (p < α) maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 diterima, artinya ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian Hipertensi pada

(6)

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved

lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Adapun nilai Odds Rasio didapatkan sebesar 3,483, sehingga dapat dimaknai bahwa lansia yang jenis kelamin perempuan mempunyai risiko 3 kali lebih besar kemungkinannya untuk mengalami kejadian hipertensi. Berdasarkan hasil analisis mutivariat, variabel yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi setelah dilakukan uji regresi logistik yaitu variabel jenis kelamin nilai p= 0,004, nilai OR = 4,182, 95% CI= 1,952-13,568.

Dimana yang artinya jenis kelamin perempuan lansia 4 kali lebih berisiko menderita penyakit hipertensi dibandingkan lansia berjenis kelamin laki-laki. Dimana dapat diartikan bahwa lansia yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak terkena hipertensi dibandingkan lansia berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan pada lansia perempuan lebih rentan terkena hipertensi dibandingkan laki-laki saat memasuki usia menopause.

Penelitian ini sejalan dengan Irawan, dkk (2020) yang mengemukakan bawah Jenis kelamin sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada perempuan lebih tinggi (9).

Hal ini sejalan dengan penelitian Risa (2018) Dimana hasil dari analisis: Faktor jenis kelamin pada lansia perempuan berisiko 28,3 kali untuk mengalami kejadian hipertensi dibandingkan dengan lansia yang berjenis kelamin laki-laki (C.I 95%: POR = 3,3-298,1).

Penelitian ini serupa dengan Pitriani (2017) yang mengatakan bahwa seseorang yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan laki-laki terutama pada penderita hipertensi dewasa tua dan lansia. Sebelum memasuki masa menopouse, perempuan mulai kehilangan hormon estrogen sedikit demi sedikit dan sampai masanya hormon estrogen harus mengalami perubahan sesuai dengan umur perempuan, yaitu dimulai sekitar umur 45-55 tahun (10).

Pengaruh Obesitas dengan Kejadian Hipertensi

Berdasarkan statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh p-value = 0,131 (p > α) maka 𝐻0

diterima dan 𝐻𝑎 ditolak , artinya tidak ada hubungan signifikan antara obesitas dengan kejadian Hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah.Berdasarkan hasil analisis mutivariat, variabel yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi setelah dilakukan uji regresi logistik yaitu variabel obesitas dengan p= 0,004, dan OR = 4,182, 95% CI= 1,952-13,568.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Imelda, dkk dengan judul “Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Puskesmas Air Dingin Lubuk Minturun”. Tidak ada hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi pada lansia (p = 0,980). Berdasarkan penelitian tersebut duhasilkan bahwa lansia yang mengalami obesitas tetapi memiliki tekanan darah normal berjumlah 51,3% dan lansia dengan obesitas yang mengalami pra hipertensi lebih. Sedikit yaitu sebesar 48,7%. Hasil uji statistik menggunakan chi-square, diperoleh p-value sebesar 0,980 (p>0,05) artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dengan kejadian hipertensi pada lansia.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hafni, dkk (2022) dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan Tahun 2020. Terdapat 18 responden lobesitas dan 20 responden yang tidak obesitas pada lansi yang hipertensi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p (sig)=0,393 (p> 0,05) sehingga Ho diterima dan Ha ditolak, hal ini berarti bahwa tidak ada hubungan/pengaruh antara kelebihan berat badan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara Kota Padangsidimpuan tahun 2020 (7).

Pengaruh Pola Makan dengan Kejadian Hipertensi

Berdasarkan statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh p-value = 0,002 (p < α) maka 𝐻0 ditolak dan 𝐻𝑎 di terima, artinya ada hubungan pola makan dengan kejadian Hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Berdasarkan hasil analisi mutivariat, variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipertensi setelah dilakukan uji regresi logistik yaitu variabel pola makan dimana p= 0,001, nilai OR = 5,146, yang artinya pola makan lansia yang kurang baik lebih berisiko terkana hipertensi 5 kali lebih besar di bandingkan lansia yang memiliki pola maka yang baik.

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa pola makan merupakan variabel yang paling dominan yang mempengaruhi terhadap kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2022. Pola makan masyarakat menunjukkan lebih sering mengkonsumsi makanan tinggi, natrium yang pada dasarnya lansia-lansia tersebut tidak mengetahui makanan apa saja yang memicu meningkatnya tekanan darah, yang juga sangat rentan terjadi pada lansia karena pada usia lansia sistem kekebalan tubuh akan mengalami penuruan fungsi dan gangguan pada pembuluh darah.

Selain itu pola makan masyarakat jarang memakan buah dan sayur padahal sayur dan buah baik untuk memenuhi nutrisi kebutuhan tubuh apalagi lansia yang rentan terkena penyakit. Kebanyakan mengkonsumsi

(7)

Published By: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah Palu Copyright © 2023 MPPKI. All rights reserved

secara rutin, akan tetapi kebanyakan dari mereka mengkonsumsi teh yang juga ada kandungan kafeinnya.

Kejadian hipertensi pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa dipengaruhi oleh mayoritas masyarakat dipedesaan sehingga masyarakat kebiasaan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung natrium seperti ikan asin, kulit cempedak yang di asinkan dan budaya konsumsi masyarakat ketika ada acara pasti menyiapkan makanan yang berlemak, oleh karena itu kemungkinan lansia banyak yang mengkonsumsi makanan yang berlemak.

Adapun penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Rihiqntoro dan Widodo (2017) dimana hasil penelitiannya adalah terdapat 29 responden yang pola makannya buruk terdapat 25 responden (86,2%) menderita hipertensi dan 4 responen (13,8%) tidak menderita hipertensi (11). Sedangkan dari 35 responden yang pola makannya baik terdapat 7 responden (20%) menderita hipertensi dan 28 responden (80%) tidak menderita hipertensi. Hasil uji statistik diperoleh nilai p- value=0,000. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara pola makan dengan kejadian hipertensi. Hasil analisis juga menggambarkan nilai OR=4.31 (2,187- 8,494) yang berarti orang yang pola makannya buruk berisiko untuk menderita hipertensi 4,31 kali dibandingkan dengan yang pola makanya baik.

Hal ini dukung oleh penelitian Yulia, dkk (2020) yang menyebutkan adanya pengaruh pola makan terhadap kejadian hipertensi (12). Dengan hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p value = 0,000 (p value < 0,05), dan dengan nilai OR = 0,115 artinya responden yang memiliki pola makan yang kurang baik mempunyai risiko terkena hipertensi 0,115 kali lebih besar daibandingkan responden yang memiliki pola makan baik.

KESIMPULAN

Studi ini menyimpulkan bahwa Adanya pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2022 dengan nilai p= 0,004 dan nilai Odds Rasio= 4,182. Selanjutnya tidak adanya pengaruh Obesitas terhadap kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2022 hasil dari analisis diperoleh nilai p= 0,131 dan nilai Odds Rasio tidak disebutkan, selanjutnya adanya pengaruh pola makan terhadap kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2022 dengan p= 0,001 dan nilai Odds Rasio= 5,146. Dan Berdasarkan hasil analisis multivariat faktor yang paling dominan terhadap kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kubur Jawa Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2022 adalah faktor pola makan dengan nilai p= 0,001 dan nilai Odds Rasio= 5,146.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. Profil kesehatan indonesia 2015. Jakarta; 2017.

2. Kemenkes RI. Profil kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia health profile 2018]. 2019.

3. WHO G. Global status report on noncommunicable diseases 2010. 2011;

4. Kemenkes RI. Hasil utama RISKESDAS 2018. Jakarta Kemenkes RI. 2018;

5. Kemenkes RI. Pedoman gizi seimbang. Jakarta Kemenkes RI. 2014;

6. Indonesia PR. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta; 2017.

7. Hafni S, Suroyo RB, Sibero JT, Nasution Z, Wulan M. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia di Puskesmas Pijorkoling Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara kota Padangsidimpuan tahun 2020. J Healthc Technol Med. 2022;7(2):1206–20.

8. Mahmudah S, Maryusman T, Arini FA, Malkan I. Hubungan gaya hidup dan pola makan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Kelurahan Sawangan Baru Kota Depok tahun 2015. Biomedika. 2015;7(2).

9. Siwi AS, Irawan D, Susanto A. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi kejadian hipertensi. J Bionursing.

2020;2(3):164–6.

10. Pitriani R, Yanti JS, Afni R. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Rumbai Pesisir. J Penelit Kesehatan" SUARA FORIKES"(Journal Heal Res Forikes Voice"). 2017;9(1):74–7.

11. Rihiantoro T, Widodo M. Hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi di kabupaten tulang bawang. J Ilm Keperawatan Sai Betik. 2018;13(2):159–67.

12. Yulia A, Wahyuni LT. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi. J Amanah Kesehat.

2020;2(1):1–11.

Referensi

Dokumen terkait

Perangkap kemiskinan; kemiskinan di sektor pertanian bukan hanya masalah ekonomi melainkan juga masalah sosial budaya dimana para petani terperangkap dalam lingkaran

bahwa sebagai tindak lanjut Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketertiban, Keindahan, Kesehatan Lingkungan dan Retribusi Pelayanan Persampahan / Kebersihan, perlu

bahwa Peraturan Bupati Bantul Nomor 53 Tahun 2009 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Bidang Perizinan yang Dikelola oleh Dinas Perijinan Kabupaten Bantul

Penilaian evaluasi RT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dilakukan dengan melihat keadaan pada 2 (dua) tahun terakhir dan membandingkan data tingkat perkembangan RT

Berdasarkan Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah selaku Pejabat Pengelola

Menimbang : bahwa sehubungan dengan terbitnya beberapa peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang

Hypermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang- barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung

Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir Menggunakan fungsi perintah dalam perangkat lunak Menjelaskan konsep dasar sheet metal sesuai keilmuan yang mendukung mata