Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan PT. Pamapersada Nusantara (PAMA) untuk mengembangkan kompetensi vision and business sense talent golongan 4A-4D, yang menduduki posisi sebagai site section head. Perkembangan organisasi dan tantangan yang meningkat dalam bisnis kontraktor batubara membuat PAMA memerlukan kader pemimpin perusahaan (talent) yang mampu melihat peluang bisnis dan menentukan arah organisasi ke depan. Pelatihan ini dilakukan terhadap 28 orang talent PAMA untuk mengembangkan kompetensi vision and business sense mereka. Pemilihan sampel ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.
Variabel penelitian ini terbagi menjadi Independent Variable (Pelatihan) dan juga Dependent Variable (Kompetensi Vision and Business Sense). Landasan teoritik yang digunakan mengacu pada empat level evaluasi belajar dari Kirkpatrick (2006) dan juga Experiential Learning Theory dari Kolb (1984). Disain penelitian bersifat quasi-experimental, one-group before-after, di mana analisa data dilakukan dengan melakukan pengujian terhadap hasil pre-test dan post-test dari para peserta di setiap modul yang disampaikan oleh fasilitator, dengan menggunakan uji Wilcoxon T-test.
ABSTRACT
This thesis research background was the needs of PT. Pamapersada Nusantara (PAMA) to develop vision and business sense competency of their grade 4A-4D talents, that hold site section head position. The growth of the organization and the challenges they faced encouraged PAMA to prepare their future leaders (talent), that able to forecast and prepare for the business opportunities in the future. This training program was conducted for 28 PAMA talents in order to develop their vision and business sense competency. Sampling method used in this research was purposive sampling.
Variables of this research divided into Independent Variable (Training) and and Dependent Variable (Vision and Business Sense competency). Theoretical background used in this research refers to four level of learning from Kirkpatrick (2006) and also Experiential Learning Theory from Kolb (1984). The research design was quasi-experimental with one-group before-after, where the data analysis were conducted using pre and post-test of the participants, in every modul delivered by the facilitator. Wilcoxon T-test was used as the statistical analysis tools.
Lembar Pengesahan ... ii
Pernyataan Orisinalitas Laporan Penelitian ... iii
Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian ... iv
Abstrak ...v
Kata Pengantar ... vii
Daftar Isi ...x
Daftar Tabel ... xiii
Daftar Skema ...xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ...1
1.2.Identifikasi Masalah ... 16
1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian ... 17
1.3.1.Maksud Penelitian ... 17
1.3.2.Tujuan Penelitian ... 17
1.4.1.Kegunaan Teoritis ... 17
1.4.2.Kegunaan Praktis ... 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka ... 19
2.1.1. Kompetensi ... 19
2.1.2. Astra Leadership Competencies... 25
2.1.3. Experiential Learning Theories ... 28
2.1.4. Pelatihan dan Pengembangan ... 33
2.1.5. Talent Management ... 47
2.1.6. Evaluasi Program ... 49
2.1.7. PT. Pamapersada Nusantara ... 53
2.2.Kerangka Pemikiran ... 55
2.3.Asumsi ... 64
2.4.Hipotesis Penelitian ... 64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 66
3.2. Variabel Penelitian ... 67
3.3.1. Sampel Penelitian ... 75
3.3.2. Karakteristik Sampel ... 75
3.3.3. Metodologi Penarikan Sampel ... 76
3.4. Analisa Data... 76
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian ... 78
4.1.1. Gambaran Responden... 78
4.1.2. Hasil Uji Hipotesis ... 80
4.1.3. Evaluasi Penyampaian Materi Pelatihan ... 83
4.2.Pembahasan ... 92
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 104
5.2.Saran Penelitian ... 105
5.2.1. Saran Teoretis ... 105
Daftar Pustaka ... 108
Daftar Rujukan ... 110
Tabel 3.1. Modul Rancangan Pelatihan Vision and Business Sense ... 68
Tabel 3.2. Tabel Konversi Nilai Kuesioner Evaluasi Program ... 62
Tabel 3.3. Tabel Hasil Uji Validitas Item Translate Strategy into Results ... 73
Tabel 3.4. Tabel Hasil Uji Validitas Item Plan: Budgeting and Cost ... 74
Tabel 3.5. Tabel Hasil Uji Validitas Item Maintaining Customer Satisfaction74 Tabel 3.6. Tabel Hasil Uji Reliabilitas ... 75
Tabel 4.1. Gambaran Peserta Pelatihan... 79
Tabel 4.2 Tabel Rekapitulasi Hasil Uji ... 81
Tabel 4.3. Gambaran Rata-rata Nilai Pre-test dan Post-test Kelas Pelatihan ... 82
Tabel 4.4. Evaluasi Program dalam Modul Translate Strategy into Results ... 84
Tabel 4.5. Evaluasi Program dalam Modul Plan: Budgeting and Cost ... 87
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1. Tahapan dalam Experiential Learning Theory... 29
Skema 2.2. Skema Langkah-langkah persiapan program Pelatihan dan
Pengembangan ... 35
Skema 2.3. Skema Kerangka Pikir ... 65
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Industri batubara di Indonesia saat ini menjadi salah satu bisnis yang
berkembang, ditandai dengan konsumsi batubara yang mengalami
peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Dewanto
(http://lepmida.com/column.php?id=320&awal=0, 2011) mengungkapkan
bahwa pada tahun 2010, Indonesia masuk dalam kelompok lima besar dari
negara penghasil batubara di dunia bersama China, Amerika Serikat, India,
dan Australia, di mana produksi batubara Indonesia pada tahun 2010 adalah
325 juta ton. Produksi batubara ini diprediksi terus meningkat di tahun
berikutnya, dan sekitar 75% dari produksi batubara Indonesia tersebut
terserap oleh pasar ekspor, dan sisanya menjadi konsumsi dalam negeri.
Di Indonesia, batubara tidak hanya diproduksi oleh produsen batubara
yang memiliki konsesi penambangan, seperti contohnya PT. Bukit Asam
(PTBA), PT. Adaro Energi, PT. Kideco Jaya Agung, PT. Kaltim Prima Coal
(KPC), dan sebagainya, namun juga dihasilkan melalui perusahaan
kontraktor pertambangan. Perusahaan kontraktor pertambangan adalah
perusahaan yang bidang usahanya melingkupi upaya pengerukan overburden
(material tanah, bebatuan, dan sebagainya) yang menutupi lapisan batubara,
2
pemasarannya. Dalam jurnal Indonesia Commercial Newsletter edisi Oktober
2010 (www.datacon.co.id/Batubara-2010Jasa) disebutkan bahwa, 70% dari
total produksi batubara Indonesia di tahun 2009 dihasilkan oleh kontraktor
pertambangan, sedangkan sisanya dihasilkan oleh para pemilik konsesi
penambangan.
PT. Pamapersada Nusantara (PAMA) sebagai salah satu perusahaan
kontraktor pertambangan, berdiri pada tahun 1993, berawal dari jasa
penyewaan alat-alat berat milik PT. United Tractors (UT), dan yang
selanjutnya berkembang menjadi penyedia jasa kontraktor pertambangan
yang memberikan layanan total mining solution. 100% kepemilikan PAMA
dimiliki oleh UT, dan menjadi bagian dari group Astra Heavy Equipment dan
Energy (AHEME) di bawah naungan PT. Astra International, Tbk. (Astra).
(www.pamapersada.com/en/)
Hingga saat ini, sudah 19 tahun PAMA berdiri sebagai perusahaan
penyedia jasa kontraktor pertambangan, dan memiliki beberapa anak
perusahaan yang memiliki konsesi penambangan dan jasa sejenis, yaitu
PT.Kalimantan Prima Persada (KPP), PT.Prima Multi Mineral (PMM),
PT.Pama Indo Mining (PIM), dan PT.Asmin Bara Bronang dan Asmin Bara
Jaan. Produksi yang dihasilkan PAMA dan semua unit bisnisnya menjadikan
PAMA menguasai sekitar 42% market share produksi batubara di Indonesia,
dan menjadi perusahaan kontraktor pertambangan batubara kedua terbesar di
Sebagai market leader di bidang kontraktor pertambangan, PAMA
memiliki jumlah SDM yang sangat besar. Tercatat sampai dengan bulan
Januari 2013, jumlah karyawan PAMA berjumlah lebih dari 19.000 orang,
dengan komposisi 59,1% berada di level operator, 16,5% berada di level
mekanik, 24,4% sisanya tersebar mulai dari level administrator hingga
jajaran direksi.
Selain sebagai market leader, PAMA juga menjadi trend setter dalam
teknologi pertambangan batubara di Indonesia. Hal ini tentunya tidak terlepas
dari pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) di dalamnya. Oleh karena
itu, pengembangan SDM mendapat perhatian khusus dari pihak manajemen
PAMA, terbukti dengan dicantumkannya pengembangan kompetensi SDM
(people) dalam President Letter 2013, HCGS Division Head Policy 2013,
serta Company Strategic Planning 2013-2015.
Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi sebagai
karakteristik individual yang mendasar, yang berhubungan dengan suatu
kriteria acuan mengenai keefektifan dan/atau kinerja yang unggul dalam
suatu jabatan atau situasi. Spencer dan Spencer lebih jauh lagi
mengungkapkan lima tipe karakteristik kompetensi, yaitu, motives, traits,
self-concepts, pengetahuan, dan keterampilan. Karakteristik kompetensi yang
sifatnya pengetahuan dan keterampilan menurut Spencer dan Spencer cukup
mudah dikembangkan, dan pelatihan adalah cara yang paling efektif secara
4
Terkait dengan penerapannya, Spencer dan Spencer (1993)
menyampaikan beberapa penerapan dari kompetensi, di mana lima di
antaranya dapat ditemukan penerapannya di PAMA. Kelima bentuk
penerapan tersebut adalah, (1) penggunaan kompetensi dalam proses seleksi:
assessment, rekrutmen, penempatan/placement, retention, dan promosi, (2)
penggunaan kompetensi dalam pengelolaan kinerja, (3) penggunaan dalam
perencanaan suksesi sebuah posisi, (4) pengembangan SDM dan perencanaan
karir, dan (5) penggunaan kompetensi dalam proses penetapan remunerasi
karyawan.
Penerapan kompetensi dalam pengembangan SDM sudah diterapkan
PAMA lebih dari 15 tahun lalu, di mana kompetensi para karyawan
dimonitor dari tahun ke tahun melalui suatu sistem yang terintegrasi, yang
dilakukan oleh masing-masing atasan. Sistem yang terintegrasi tersebut
dimulai dengan proses evaluasi kompetensi bawahan, baik itu yang bersifat
teknis maupun non-teknis, serta melalui metoda Evaluasi Kompetensi
Individu (EKI), Assessment Center dan People Review, dikelola oleh Human
Capital Development (HCD) Department. Secara khusus, proses Assessment
Center dan People Review dilakukan dengan standar kompetensi satu level
lebih tinggi dibandingkan posisi yang saat ini diduduki oleh karyawan yang
dinilai. Dari informasi tersebut didapatkan informasi mengenai kompetensi
yang menjadi kekuatan seseorang dan kompetensi yang masih membutuhkan
pelatihan, penugasan khusus, presentasi, atau hal lain yang dinilai atasan
dapat mengembangkan kompetensi karyawan yang dinilai.
Selain penerapan kompetensi dalam program pengembangan SDM,
PAMA saat ini mulai menyoroti secara khusus pengembangan kader-kader
potensial di dalam organisasi, di mana hal ini terkait dengan penerapan
kompetensi dalam suksesi posisi-posisi strategis dalam organisasi.
Kader-kader yang potensial untuk menjadi suksesor sebuah posisi tersebut dikenal
dengan istilah talent, yang muncul sebagai hasil dari proses evaluasi PAMA
terhadap karyawannya melalui dua dimensi penilaian, yaitu kinerja karyawan
selama tiga tahun terakhir (minimal memiliki penilaian Baik Sekali dalam 2
tahun, dan 1 tahun penilaian Istimewa) dan potensi yang bersangkutan dalam
leadership competency-nya (minimal level 3 di setiap kompetensi). Mereka
yang sudah teridentifikasi sebagai talent selanjutnya akan masuk ke dalam
talent pool, di mana PAMA akan melakukan penajaman-penajaman lebih
lanjut terhadap kompetensi mereka sebagai persiapan kaderisasi para
pemimpinnya.
Terkait dengan pengembangan talent, dapat dikatakan bahwa
penerapan kompetensi di PAMA sudah masuk dalam penerapan kompetensi
untuk pengembangan karir karyawannya, di mana PAMA menyiapkan
seorang talent untuk menduduki posisi tertentu dengan menyiapkan
kompetensinya, agar mereka dapat menjabat sebuah posisi dengan kinerja
yang terbaik. Dalam prakteknya, penyiapan atau pengembangan kompetensi
6
yang baru, namun sebelum mereka menjabat posisi tersebut. Hal ini sangat
penting bagi PAMA sebagai proses penyiapan SDM-nya untuk dapat
mengikuti laju pertumbuhan organisasi dan bisnis perusahaan. Kebijakan
PAMA ini terkait juga dengan pengembangan karir para talent, agar pada
waktunya mereka dapat duduk di posisi-posisi strategis di perusahaan,
dengan kompetensi yang memadai untuk menjalankan tanggungjawabnya.
Sistem pengembangan talent yang diterapkan oleh PAMA sejalan dengan apa
yang Spencer dan Spencer (1993) ungkapkan, bahwa perusahan perlu
mempertimbangkan kesesuaian jabatan dan individu yang diproyeksikan
untuk mendudukinya.
Kompetensi di PAMA dibagi dalam tiga bentuk, yaitu functional
competency, professional competency, dan leadership competency.
Functional competency merupakan kumpulan kompetensi teknis yang
spesifik, yang dikelola pengembangannya oleh fungsional people
development di masing-masing divisi, contohnya adalah kompetensi
perencanaan tambang untuk mereka yang berada di divisi Engineering,
kompetensi pengelolaan maintenance unit alat berat untuk mereka yang
berada di divisi Plant, penyusunan role-design untuk mereka yang berada di
divisi Human Capital, dan lain-lainnya.
Professional competency merupakan kompetensi teknis yang bersifat
umum, yang menjadi kompetensi standar untuk melakukan sebuah pekerjaan,
merupakan kompetensi yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi seorang
pemimpin di lingkungan PAMA, bersifat umum dan tidak terbatasi oleh
fungsi-fungsi atau divisi yang ada di PAMA, contohnya adalah interpersonal
skill, kemampuan berkomunikasi, kemampuan untuk mengarahkan dan
memotivasi, dan sebagainya. Pengelolaan leadership competency dilakukan
oleh HCD Department. Leadership competency inilah yang selanjutnya
digunakan PAMA sebagai dasar untuk memetakan para talent-nya.
Penilaian terhadap leadership competency karyawan dilakukan oleh
PAMA dengan mengacu pada delapan leadership competency, yang terdiri
dari kompetensi Vision and Business sense, Focus on Customer,
Interpersonal skill, Analysis and Judgment, Planning and Driving Action,
Leading and Motivating, Teamwork, serta Drive, Courage and Integrity.
Masing-masing kompetensi tersebut memiki lima tingkatan (level) penilaian,
dengan disertai indikator perilaku (key behavior) untuk masing-masing
tingkatannya.
Secara sepintas, kompetensi Vision and Business Sense dapat diartikan
sebagai kemampuan seseorang untuk peka terhadap peluang-peluang bisnis
yang terarah pada strategi perusahaan, dan juga memikirkan aspek-aspek
yang terkait dengan keberlangsungan perusahaan. Kompetensi Customer
Focus dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat memahami
kebutuhan customer, didasari dengan sikap yang digerakkan oleh customer.
Kompetensi Interpersonal skill dapat diartikan sebagai kemampuan
8
dengan rekan kerja ataupun dengan atasan atau bawahan. Kompetensi
Analysis and Judgment mengacu pada kemampuan seseorang untuk dapat
melakukan analisa secara tepat terhadap permasalahan yang dihadapi dan
mengambil keputusan atau solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Kompetensi Planning and Driving action mengacu pada kemampuan
seseorang untuk dapat membuat perencanaan kerja yang terstruktur dan
upaya-upaya untuk merealisasikan rencana tersebut. Kompetensi Leading
and Motivating mengacu pada kemampuan seseorang untuk dapat
mempengaruhi, memimpin, mengarahkan, serta memotivasi orang-orang di
sekitarnya untuk dapat berperilaku sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Selanjutnya, kompetensi Teamwork mengacu pada kemampuan seseorang
untuk dapat menjadi kontributor tim yang efektif, dapat bersinergi dengan
anggota lainnya mencapai tujuan yang ditetapkan, bahkan menjadi motor
penggerak tim tersebut. Kompetensi yang terakhir adalah Drive, Courage,
and Integrity, yang mengacu pada kemampuan seseorang untuk dapat
bertindak dengan dorongan dan keberanian yang berasal dari dalam dirinya,
serta diwarnai integritas pribadi dalam setiap tindakannya. (HAV Mapping:
Astra Competencies – Effective Scale, 2011)
Penilaian terhadap kompetensi para talent dilakukan oleh PAMA
dengan cara membagi penilaian tersebut dalam dua kelompok besar, yang
didasarkan pada kelompok golongan karyawan. Kelompok pertama, talent
4A hingga 4F, di mana golongan 4A hingga 4D merupakan golongan yang
termasuk kategori non-managerial, dan golongan 4E hingga 4F termasuk
dalam golongan managerial (junior manager). Sedangkan golongan 5
merupakan golongan senior manager, yang terdiri dari empat sub-golongan,
yaitu 5A hingga 5D.
Sistem penggolongan tersebut digunakan oleh PAMA untuk mengelola
jenjang karir karyawan, di mana setiap karyawan akan mendapatkan
kesempatan promosi sub-golongan sesuai hasil penilaian kinerjanya dari
tahun ke tahun, serta evaluasi terhadap kompetensinya. Selain itu, sistem
penggolongan tersebut juga digunakan untuk mengelola pengelompokkan
jabatan di PAMA, di mana ditentukan persyaratan rentang golongan tertentu
untuk menduduki sebuah jabatan tertentu atau kelompok jabatan tertentu.
Terkait pengembangan kompetensi talent, untuk talent yang berada di
golongan 5, program pengembangannya sebagian besar akan menjadi
tanggung jawab dari induk perusahaan, dalam hal ini Astra, sedangkan untuk
talent yang berada di golongan 4 program pengembangannya akan dikelola
oleh internal PAMA, dan bersifat seasonal development program. Maksud
dari seasonal development program adalah, para talent akan mendapatkan
program pengembangan yang terfokus pada area pengembangan yang
dibutuhkan. Sebagai contoh, ketika ada talent PAMA memiliki kelemahan
dalam kompetensi vision & business sense, maka prioritas program
pengembangan akan fokus diarahkan pada kompetensi tersebut, dengan
sub-10
golongan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, terkait dengan pengembangan
karir para talent, peneliti tertarik untuk melakukan intervensi terhadap
kompetensi para talent golongan 4A-4D, yang merupakan kader-kader untuk
jenjang karir managerial atau untuk menduduki posisi-posisi struktural di
organisasi PAMA dalam beberapa tahun mendatang.
Program pengembangan yang difokuskan pada kebutuhan para talent
mendorong peneliti melakukan analisa lebih jauh terhadap hasil evaluasi
Leadership Competencies talent PAMA golongan 4A-4D (non-managerial)
tahun 2012, yang berjumlah 124 orang, dengan tujuan mendapatkan
informasi mengenai kompetensi yang paling membutuhkan pengembangan.
Hasil evaluasi kompetensi tersebut didapatkan melalui proses People Review,
yang ditujukan untuk mengevaluasi leadership competencies karyawan dan
dilakukan rutin setiap tahun oleh PAMA. Proses evaluasi tersebut melibatkan
komite penilai, yaitu atasan langsung karyawan (setingkat junior manager),
dua orang evaluator lain setingkat dengan atasan dan memiliki hubungan
kerja dengan karyawan terkait, serta project manager/deputy project
manager di lapangan. Proses ini difasilitasi oleh perwakilan dari HCD
department dan hasil akhirnya berupa peta keseluruhan karyawan
(non-managerial dan (non-managerial), serta peta kompetensi masing-masing individu
dalam bentuk angka rating leadership competencies berdasarkan kamus
kompetensi dari Astra.
organisasi (level 3), dan selanjutnya dihitung prosentasenya dengan cara
membandingkannya dengan total kebutuhan pengembangan kompetensi para
talent tersebut. Berdasarkan analisa tersebut didapatkan data sebagai berikut:
36,0% talent memiliki kebutuhan pengembangan kompetensi Vision &
Business sense; 14,0% memiliki kebutuhan pengembangan kompetensi
Drive, Courage, & Integrity; 14,0% memiliki kebutuhan pengembangan
kompetensi Leading & Motivating; 12,0% memiliki kebutuhan
pengembangan kompetensi Analysis & Judgment; 12,00% memiliki
kebutuhan pengembangan kompetensi Planning & Driving action; 6,0%
memiliki kebutuhan pengembangan kompetensi Customer Focus; 6,0%
memiliki kebutuhan pengembangan kompetensi Interpersonal Skill;
sedangkan untuk kompetensi Teamwork, semua talent dinilai sudah
memenuhi kriteria perusahaan dalam hal kompetensi ini.
Kebijakan fokus seasonal development program di PAMA adalah
pengembangan tiga kompetensi dengan prosentase terbesar dalam hal
kebutuhan untuk pengembangannya. Berdasarkan data di paragraf
sebelumnya, untuk talent golongan 4A-4D (non-managerial), tiga
kompetensi yang diprioritaskan tersebut adalah Vision and Business sense,
Leading and Motivating, dan Drive, Courage, and Integrity. Kemudian, agar
pengembangan kompetensi dapat berjalan efektif, maka dibutuhkan program
pengembangan yang teruji dan valid, yang selama ini belum pernah disusun
12
Berdasarkan tiga kompetensi yang menjadi fokus pengembangan
talent, peneliti ingin memfokuskan pada perancangan modul pelatihan untuk
mengembangkan kompetensi vision and business sense, di mana kompetensi
tersebut menduduki peringkat pertama dalam hal kebutuhan untuk
pengembangannya. Selain itu, kompetensi ini menjadi kompetensi yang
signifikan bagi para talent, yang dipersiapkan oleh PAMA untuk menjadi
pemimpin-pemimpin di masa mendatang dan akan menghadapi tantangan
dan kompetensi bisnis yang terus berkembang, sehingga kompetensi ini perlu
dikembangkan lebih baik sebelum mereka ditugaskan dalam posisi-posisi
strategis yang membutuhkan penerapannya.
Harapan perusahaan terhadap kompetensi vision and business sense
para talent golongan 4 antara lain dapat digambarkan dalam key behavior
sebagai berikut: paham dan fokus pada strategi bisnis yang ada di
departemennya, menunjukkan perspektif bisnis yang luas dan kesadaran
lintas section/sub-departemen, memahami lingkungan persaingan dan pasar
dari bisnis perusahaan, mampu menterjemahkan visi perusahaan dalam
rencana strategis jangka menengah yang inspiratif untuk unit kerjanya
dengan tetap mempertimbangkan fungsi lain (cross section/sub-department),
mengidentifikasi dan mengembangkan strategi-strategi untuk meningkatkan
dan memperbaiki kinerja dan pertumbuhan unit kerjanya, menggunakan
data-data finansial untuk mengukur keseimbangan biaya, resiko dan kesempatan
unitnya melalui kualitas proses dan hasil yang terjaga. Perbedaan tuntutan
kompetensi pada golongan 4 dan 5 terletak pada area tanggungjawabnya.
Kompetensi vision and business sense pada golongan 4 lebih diutamakan
mencakup area unit kerja atau sub-department (section), sedangkan area
tanggungjawab yang diharapkan dari golongan 5 adalah setingkat
departemen.
Pada kenyataan di lapangan, dapat diamati bahwa talent golongan
4A-4D yang duduk di posisi site section head, menunjukkan perilaku yang belum
memenuhi harapan perusahaan dalam kompetensi vision and business sense.
Beberapa perilaku tersebut salah satunya adalah kurangnya pemahaman
talent terhadap peran dan fungsi-fungsi yang ada di PAMA, terutama yang
bersifat lintas fungsi (cross section). Hal ini berpengaruh juga berhubungan
dengan pemahaman terhadap strategi bisnis perusahaan yang sempit,
sehingga hanya menyentuh aspek-aspek teknis operasional, dan belum
bersifat strategis terhadap keseluruhan organisasi yang terkait dengan unit
kerjanya. Kondisi yang demikian dapat menghambat kontribusi
masing-masing unit kerja terhadap upaya-upaya strategis yang ditetapkan oleh para
top management PAMA. Apabila upaya strategis terhambat, maka laju
perusahaan dalam menghadapi kompetisi bisnis akan mengalami
perlambatan, dan tentunya hal ini tidak dikehendaki oleh PAMA.
Selain itu, ketajaman para talent dalam melakukan analisa bisnis dalam
konteks organisasi dan unit kerjanya masih terbatas. Hal ini dapat
14
dalam melakukan improvement di area kerjanya, serta melakukan terobosan
dalam kinerja unit kerja yang dipimpinnya, sehingga secara tidak langsung
akan menghambat akselerasi bisnis perusahaan, dikarenakan tidak adanya
terobosan-terobosan improvement yang strategis di dalam unit-unit kerja
yang dipimpin oleh para talent.
Peluang untuk meningkatkan kompetensi para talent juga dapat
diamati melalui kurangnya konsistensi dalam melakukan evaluasi terhadap
proses kerja di unitnya, sehingga problem solving yang dilakukan bersifat
reaktif terhadap masalah yang muncul, belum mengarah pada upaya yang
bersifat antisipatif. Upaya-upaya yang bersifat reaktif memang dapat
membantu perusahaan dalam mengevaluasi proses bisnis yang belum efisien,
namun hal ini dilakukan setelah terjadi keluhan atau masalah, sehingga dapat
dikatakan bahwa terjadi kerugian terlebih dahulu oleh perusahaan sebelum
terjadinya upaya evaluasi dan perbaikan. Apabila kondisi ini terjadi
terus-menerus, maka dapat berdampak pada cost yang dikeluarkan oleh
perusahaan. Apabila proses evaluasi yang dilakukan bersifat antisipatif, maka
perusahaan dapat meminimalisir cost yang terbuang tersebut. Evaluasi yang
konsisten di sisi lain juga membantu talent untuk kritis terhadap
peluang-peluang improvement di masa mendatang.
Perilaku talent lainnya, yang dapat digunakan untuk menggambarkan
perlunya pengembangan kompetensi vision and business sense adalah belum
kerja talent terbatas pada standar operasional yang baku, sehingga cenderung
bersifat operasional rutin dan belum berkontribusi secara strategis terhadap
pertumbuhan perusahaan. Hal ini juga berhubungan dengan kurangnya
pemahaman beberapa talent terhadap strategi PAMA dalam meningkatkan
daya saingnya. Apabila ditinjau lebih jauh, untuk beberapa talent masalah
yang muncul terkait juga dengan upaya mereka menterjemahkan visi yang
mereka coba capai ke dalam langkah-langkah konkrit, sehingga lebih mudah
untuk dilaksanakan oleh orang-orang yang mereka pimpin di unit kerjanya.
Kondisi-kondisi di atas seringkali disebabkan oleh kondisi pekerjaan
mereka yang lebih banyak bersifat operasional di lapangan, serta belum
diberikannya tanggung jawab kepada para talent untuk mengelola secara
lebih luas pekerjaan yang ada di unit atau departemennya. Kondisi-kondisi
tersebut akhirnya membatasi potensi yang dimiliki oleh para talent, sehingga
diharapkan dengan adanya pelatihan ini, para talent dapat mengasah
kompetensi vision and business sense mereka, dan siap untuk menjadi
suksesor di departemennya.
Program pengembangan kompetensi vision and business sense ini akan
menggunakan pendekatan experiential learning, yang dikemas dalam sebuah
bentuk pelatihan. Peneliti menggunakan metode ini dengan meninjau
karakteristik usia talent yang berada pada rentang 28-47 tahun, dan memiliki
masa kerja yang lebih 4-23 tahun. Pengalaman kerja yang cukup lama akan
digunakan oleh peneliti sebagai bagian dari proses pembelajaran, dan
16
pendapat Kolb (1984 dalam Herod, 2012) bahwa pembelajaran pada orang
dewasa akan lebih efektif ketika para partisipan belajar lebih banyak
dilibatkan secara aktif pada saat menerima materi pembelajaran
dibandingkan hanya menerimanya secara pasif. Lawler (2003) juga
mengatakan bahwa orang-orang dewasa cenderung belajar dengan hasil
terbaik ketika mereka diminta untuk memecahkan suatu permasalahan, atau
ketika pelatihan yang mereka terima menyasar pada isu spesifik yang mereka
butuhkan untuk dapat bekerja. Selain itu, metode pelatihan digunakan
sebagai alternatif yang paling efektif secara biaya (Spencer dan Spencer,
1993), dibandingkan metode lainnya dalam pengembangan keterampilan dan
pengetahuan seseorang.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dan
pertimbangan-pertimbangan peneliti terhadap karakteristik talent golongan 4A-4D di
PAMA, peneliti tertarik untuk menguji efektifitas program pelatihan PAMA
Leaders Development untuk para talent, sehingga didapatkan data dan
informasi yang akurat mengenai efektifitas program pelatihan yang dapat
digunakan untuk mengembangkan kompetensi vision and business sense para
talent golongan 4A-4D di PAMA.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Permasalahan yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini adalah, apakah
mengembangkan kompetensi Vision and Business Sense talent golongan
4A-4D di PAMA.
1.3. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Maksud Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui efektifitas modul pelatihan
PAMA Leaders Development dalam mengembangkan kompetensi Vision
and Business Sense, yang sesuai dengan kebutuhan talent golongan 4A-4D
di PAMA.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektifitas pelatihan
PAMA Leaders Development dalam mengembangkan kompetensi Vision
and Business Sense talent golongan 4A-4D di PAMA.
1.4. KEGUNAAN PENELITIAN 1.4.1. Kegunaan Teoretis
a. Memberikan informasi tambahan bagi bidang kajian Psikologi
Industri dan Organisasi mengenai kompetensi vision and business
sense dalam organisasi dan pengembangannya.
b. Memberikan masukan pada penelitian selanjutnya, terkait dengan
pengembangan metode pelatihan untuk pengembangan kompetensi
18
1.4.2. Kegunaan Praktis
Memberikan masukan kepada Human Capital Development Department
(HCD) PAMA mengenai:
a. Program pelatihan yang efektif untuk mengembangkan
kompetensi Vision and Business Sense pada talent PAMA.
b. Penerapan teori belajar experiential learning dalam
program-program pelatihan yang diterapkan di PAMA, untuk
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang telah diperolah dari pengolahan data pelatihan
PAMA Leaders Development pada talent PAMA golongan 4A-4D di Balikpapan,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Modul Translate Strategy into Results, Plan: Budgeting and Cost, serta
Maintaining Customer Satisfaction yang disampaikan, efektif untuk
meningkatkan kompetensi vision and business sense dari talent PAMA
golongan 4A-4D, terutama dari sisi knowledge para talent.
2. Terdapat beberapa faktor yang menentukan efektifitas modul pelatihan
PAMA Leaders Development. Salah satu faktor yang penting adalah
pengalaman fasilitator dalam menyampaikan materi pelatihan, dan
mengintegrasikan prinsip-prinsip belajar experiential learning, serta
penguasaan fasilitator terhadap modul pelatihan. Hal-hal tersebut sangat
membantu peserta dalam mendapatkan hasil belajar yang efektif selama
105
5.2. SARAN PENELITIAN 5.2.1. Saran Teoretis
Terkait dengan penelitian ini, terdapat beberapa saran untuk
pengembangan lebih lanjut, antara lain sebagai berikut:
1. Penelitian ini menggunakan pelatihan sebagai bentuk intervensi psikologis
terhadap kompetensi vision and business sense pada talent PAMA
golongan 4A-4D, sehingga belum dapat memberikan gambaran secara utuh
mengenai efektifitas intervensinya apabila menggunakan bentuk intervensi
lainnya. Oleh karena itu, disarankan kepada peneliti selanjutnya agar dapat
melakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan bentuk intervensi
lainnya, seperti business coaching and mentoring, yang diberikan oleh ahli
yang profesional dalam kompetensi vision and business sense atau oleh
sesama karyawan PAMA, yang memiliki jabatan dan wewenang yang lebih
tinggi, sehingga dengan demikian akan didapatkan gambaran mengenai
efektifitas bentuk intervensi lainnya sebagai pembanding.
2. Penelitian ini juga dilaksanakan dalam periode waktu yang cukup singkat,
sehingga pengujian terhadap hasil belajar hanya dilakukan pada tingkatan
reaction dan learning. Oleh karena itu, disarankan kepada peneliti
selanjutnya agar dapat membuat evaluasi hasil belajar pada tingkatan yang
lebih tinggi, yaitu pada tingkatan behavior dan results, di mana hasil belajar
yang didapatkan akan bersifat lebih menetap dalam diri peserta, serta
5.2.2. Saran Praktis
Saran praktis yang dapat diperhatikan terkait dengan penelitian ini,
antara lain sebagai berikut:
1. Bagi Human Capital Development (HCD) Department PAMA, pelatihan
PAMA Leaders Development, yang terdiri dari modul Translate Strategy
into Results, Plan: Budgeting and Cost, serta Maintaining Customer
Satisfaction, efektif untuk meningkatkan kompetensi vision and business
sense pada talent PAMA golongan 4A-4D, khususnya dalam tingkatan
reaction dan learning.
2. Reaksi peserta yang positif terhadap pelatihan PAMA Leaders
Development tidak terlepas dari kemampuan dan penguasaan fasilitator
dalam menyampaikan modul pelatihan dan mengintegrasikan metode
pembelajaran berdasarkan teori experiential learning. Oleh karena itu
disarankan kepada HCD Department PAMA agar memperhatikan
pemilihan fasilitator secara selektif ketika hendak melaksanakan pelatihan
PAMA Leaders Development lanjutan atau pelatihan lainnya.
3. Keterbatasan waktu penelitian membuat peneliti menggunakan pelatihan
sebagai metode belajar untuk meningkatkan kompetensi vision and
business sense dari para talent, sehingga belum diketahui lebih lanjut
bagaimana efektifitas metode belajar ini dalam jangka waktu yang lebih
panjang. Oleh karena itu, disarankan kepada HCD Department PAMA agar
dapat membuat program-program pengembangan lainnya, sebagai tindak
107
mempertahankan hasil belajar yang sudah didapat sepanjang program
pelatihan. Alternatif program tindak lanjut yang bisa digunakan adalah
coaching, baik individual maupun kelompok, group discussion untuk
me-refresh materi pelatihan, atau penugasan khusus bagi para peserta pada
tugas-tugas yang terkait dengan kompetensi vision and business sense di
level posisi mereka.
4. Untuk penelitian yang lebih mendalam, disarankan bagi penelitian
selanjutnya agar dapat melakukan analisa lebih mendalam mengenai
karakteristik psikologis yang terdapat dalam key behavior kompetensi
vision and business sense, sehingga dapat dibuat program pengembangan
yang didasarkan pada aspek-aspek psikologis. Hal ini tentunya dapat
menjadi sumbangsih bidang ilmu psikologi secara lebih mendalam
Caroselli, Marlene. 1996. Quality Games for Trainers. United States of America: McGraw-Hill.
Collings, David G. & Mellahi, Kamel. 2009. Strategic Talent Management: A
review and research agenda. Human Resource Management Review, 19: 4,
304–313
Dalton, Elizabeth. 2003. The “New Bloom's Taxonomy,” Objectives, and
Assessments. http://gaeacoop.org/dalton/publications/new_bloom.pdf (e-book
diakses tanggal 2 April 2013)
Forehand, Mary. 2012. Bloom's Taxonomy: From Emerging Perspectives on Learning, Teaching and Technology.
http://projects.coe.uga.edu/epltt/index.php?title=Bloom%27s_Taxonomy ( e-book diakses tanggal 3 April 2013)
Graziano, Anthony M. & Raulin, Michael L. 2000. Research Methods – A Process
of Inquiry. United States of America: Allyn & Bacon
Herod, L. 2012. Adult Learning: From Theory to Practice.
http://www.nald.ca/library/learning/adult_learning /adult_learning.pdf ( e-book diakses tanggal 4 Maret 2013)
Kaplan, R. M. & Saccuzzo. 2005. Psychological testing: Principles, application, and issues (6th edition). Belmont: Thomson Wadsworth.
Kirkpatrick, Donald L. & James D. 2006. Evaluating Training Programs: The
Four Level (3rd Edition). United States of America: Berrett-Koehler
Publishers, Inc.
Kolb, D. A. 1984. Experiential Learning: Experience as The Source of Learning
and Development. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
http://www.learningfromexperience.com/images/uploads/process-of-experiential-learning.pdf (e-book diakses tanggal 27 Februari 2013)
Kolb, Alice Y. & Kolb, David A. 2008. Experiential Learning Theory: A Dynamic,
Holistic Approach toManagement Learning, Education and Development.
http://learningfromexperience.com/media/2010/08/ELT-Hbk-MLED-LFE-website-2-10-08.pdf (e-book diakses tanggal 27 Februari 2013)
Lawler III, Edward E. 2003. Treat People Right. California: Jossey-Bass – A Wiley Imprint.
Mello, Jeffrey A. 2011. Strategic Human Resource Management (3rd edition).
United States of America: South-Western Publishing Co.
Noe, Raymond A. 2002. Employee Training and Development. New York: McGraw-Hill.
Oliver, Paul. 2006. Purposive Sampling. http://srmo.sagepub.com/view/the-sage-dictionary-of-social-research-methods/n162.xml (e-book diakses tanggal 2
Mei 2013)
Palan, R. 2007. Competency Management. Jakarta: PPM.
Schuler, Randall S. & Jackson, Susan E. 2006. Human Resource Management:
International Perspective. United States of America: Thompson
South-Western.
Siegel, Sidney. 1997. Statistik Non-Parametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia.
Silberman, Mel. & Auerbach, Carol. 1990. Active Training: a handbook of
techniques, designs, case examples and tips. New York: Lexington Books.
Spencer, Lyle M. & Spencer, Signe M. 1993. Competence at Work: Models for
Superior Performance. United States of America: John Wiley & Sons, Inc.
Tight, Malcolm. 1996. Key Concepts in Adult Education and Training. Great Britain: Clays Ltd, St. Ives PLC.
Vernoy, Mark & Kyle, Diana. 2002. Behavioral Statistic in Action: 3rd edition.
United States of America: McGraw-Hill Higher Education.
Werther, W. B. & Davis, K. 1996. Human Resources and. Personel Management. New York: McGraw-Hill inc.
1. Short History of PAMA (http://pamapersada.com/en/) (diakses tanggal 23 Juli 2012)
2. Indonesia Commercial Newsletter Oktober 2010: Jasa Kontraktor Produksi Berkembang Seiring Perkembangan Industri Batubara
(http://www.datacon.co.id/Batubara-2010Jasa.html) (diakses tanggal 30 Agustus 2011)
3. Pamapersada Targetkan Produksi Batu Bara 84 Juta Ton
( http://economy.okezone.com/read/2011/11/13/320/528780/pamapersada-targetkan-produksi-batu-bara-84-juta-ton) (diakses tanggal 28 Februari 2012)
4. Outlook Industri Batubara di Tahun 2011
(http://lepmida.com/column.php?id=320&awal=0) (diakses tanggal 30 Agustus 2011)
5. PLN Targetkan Kontribusi Panas Bumi Menjadi 13 Persen Pada 2019 ( http://www.reffburn.org/energy/energy-industry/penyediaan-energi/energi- terbarukan/panas-bumi/286-pln-targetkan-kontribusi-panas-bumi-menjadi-13-persen-pada-2019.html) (diakses tanggal 31 Agustus 2011)
6. Menghitung Validitas Butir Soal Dengan SPSS
( http://putrinashir.blogspot.com/2012/02/menghitung-validasi-butir-soal-dengan.html)
7. HAV Mapping: Astra Competencies – Effective Scale (2011)
8. PAMA People Strategy Report 2011
10. PAMA Human Capital Development (HCD) Handbook (Edisi 2009)