• Tidak ada hasil yang ditemukan

SITUATION-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN CREATIVE PROBLEM SOLVING MATEMATIS SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SITUATION-BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN CREATIVE PROBLEM SOLVING MATEMATIS SISWA."

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

SITUATION-BASED LEARNING

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

CREATIVE PROBLEM SOLVING MATEMATIS SISWA

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

ISROK’ATUN

1007247

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

LEMBAR PERSETUJUAN

(3)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Situation-Based

Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis

Siswa” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Januari 2014 Yang membuat pernyataan,

(4)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pernyataan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Ucapan Terima Kasih ... v

Motto dan Persembahan ... vii

Abstrak ... viii

Abstract ... ix

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xvii

Daftar Grafik ...xviii

BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C.Tujuan Penelitian ... 11

D.Manfaat Penelitian ... 12

E. Definisi Operasional ... 13

F. Hipotesis Penelitian ... 15

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A.Kemampuan Creative Problem Solving (CPS) ... 16

1. Problem (Masalah) ... 16

2. Kemampuan Problem Solving ... 24

3. Kemampuan CPS Matematis ... 28

B. Karakteristik dan Indikator CPS Matematis ... 29

C.Situation-Based Learning ... 38

D.Pembelajaran Konvensional ... 46

(5)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

F. Pembelajaran SBL untuk Meningkatkan Kemampuan CPS

Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa ... 50

G.Penelitian yang Relevan ... 56

H.Roadmap Penelitian ... 60

BAB III. METODE PENELITIAN A.Desain Penelitian ... 62

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 64

C.Instrumen Penelitian ... 66

D.Prosedur Penelitian ... 73

E. Teknik Analisis Data ... 77

1. Uji Asumsi ... 77

2. Uji Hipotesis Penelitian ... 77

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA A.Pelaksanaan Penelitian ... 80

B. Hasil Penelitian ... 82

1. Kemampuan CPS Matematis ... 82

2. Kemandirian Belajar Siswa ... 99

3. Interaksi antarvariabel ... 103

4. Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran SBL ... 110

5. Tanggapan Guru terhadap Pembelajaran SBL ... 112

C.Pembahasan Hasil Penelitian ... 113

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A.Simpulan ... 126

B. Implikasi ... 130

C.Rekomendasi ... 131

(6)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

LAMPIRAN

Lampiran A. Perangkat Pembelajaran ... 142

Lampiran B. Instrumen Penelitian ... 243

Lampiran C. Data Uji Coba ... 282

Lampiran D. Data Penelitian & Analisis ... 290

Lampiran E. Dokumentasi ... 337

Lampiran F. Karakteristik Populasi & Sampel Penelitian ... 347

Lampiran G. Surat Perijinan ... 353

(7)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kategori Gain ... 15

Tabel 2.1 Perbedaan antara Routine dan Nonroutine Problem Solving ... 21

Tabel 2.2 Perbedaan Proses Berpikir antara Problem Solving, Kreatif, dan Creative Problem Solving ... 36

Tabel 2.3 Indikator Kemampuan CPS Matematis ... 37

Tabel 3.1 Keterkaitan antara Kemampuan CPS Matematis dan Kemandirian Belajar berdasarkan Pembelajaran yang Digunakan ... 63

Tabel 3.2 Data pada Sampel ... 65

Tabel 3.3 Kriteria Pembagian Level PDM ... 68

Tabel 3.4 Pengelompokan Siswa berdasarkan Peringkat Sekolah dan Skor PDM ... 68

Tabel 3.5 Gambaran Umum Hasil Analisis Data Uji Coba Tes Kemampuan CPS Matematis ... 69

Tabel 3.6 Pedoman Penskoran Soal Kemampuan CPS Matematis ... 70

Tabel 3.7 Sebaran Aspek/indikator yang Diukur pada Butir Soal ... 71

Tabel 3.8 Hubungan antara Masalah, Hipotesis, Data, dan Analisis yang Digunakan ... 78

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Pretes Kemampuan CPS Matematis ... 81

Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Postes Kemampuan CPS Matematis ... 81

Tabel 4.3 Kemampuan Awal CPS Matematisberdasarkan Keseluruhan ... 82

Tabel 4.4 Ringkasan Uji Statistik terhadap Kemampuan Awal CPS Matematis berdasarkan Keseluruhan ... 83

Tabel 4.5 Kemampuan Akhir CPS Matematis berdasarkan Keseluruhan ... 83

Tabel 4.6 Ringkasan Uji Statistik terhadap Kemampuan Akhir CPS Matematis berdasarkan Keseluruhan ... 84

Tabel 4.7 Gain Kemampuan CPS Matematis berdasarkan Keseluruhan ... 84

(8)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

Tabel 4.9 Kemampuan Awal CPS Matematis berdasarkan

Peringkat Sekolah ... 86 Tabel 4.10 Ringkasan Uji Statistik terhadap Kemampuan Awal CPS

Matematis berdasarkan Peringkat Sekolah ... 86 Tabel 4.11 Kemampuan Akhir CPS Matematis berdasarkan

Peringkat Sekolah ... 87 Tabel 4.12 Ringkasan Uji Statistik terhadap Kemampuan Akhir CPS

Matematis berdasarkan Peringkat Sekolah ... 87 Tabel 4.13 Gain Kemampuan CPS Matematis berdasarkan

Peringkat Sekolah ... 88 Tabel 4.14 Ringkasan Uji Statistik terhadap Gain Kemampuan CPS

Matematis berdasarkan Peringkat Sekolah ... 88 Tabel 4.15 Kemampuan Awal CPS Matematis berdasarkan

Level PDM ... 89 Tabel 4.16 Ringkasan Uji Statistik terhadap Kemampuan Awal CPS

Matematis berdasarkan Level PDM ... 90 Tabel 4.17 Kemampuan Akhir CPS Matematis berdasarkan Level PDM ... 91 Tabel 4.18 Ringkasan Uji Statistik terhadap Kemampuan Akhir CPS

Matematis berdasarkan Level PDM ... 92 Tabel 4.19 Gain Kemampuan CPS Matematis berdasarkan

Level PDM ... 92 Tabel 4.20 Ringkasan Uji Statistik terhadap Gain Kemampuan CPS

Matematis berdasarkan Level PDM ... 93 Tabel 4.21 Kemampuan Awal CPS Matematis berdasarkan

Perbedaan Gender ... 95 Tabel 4.22 Ringkasan Uji Statistik terhadap Kemampuan Awal CPS

Matematis berdasarkan Perbedaan Gender ... 95 Tabel 4.23 Kemampuan Akhir CPS Matematis berdasarkan

Perbedaan Gender ... 96

Tabel 4.24 Ringkasan Uji Statistik terhadap Kemampuan Akhir CPS

(9)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

Tabel 4.25 Gain Kemampuan CPS Matematis berdasarkan

Perbedaan Gender ... 97 Tabel 4.26 Ringkasan Uji Statistik terhadap Gain Kemampuan CPS

Matematis berdasarkan Perbedaan Gender ... 98 Tabel 4.27 Pencapaian Kemandirian Belajar Siswa berdasarkan

Keseluruhan ... 99 Tabel 4.28 Pencapaian Kemandirian Belajar Siswa berdasarkan

Peringkat Sekolah ... 100 Tabel 4.29 Pencapaian Kemandirian Belajar Siswa berdasarkan

Level PDM ... 101 Tabel 4.30 Pencapaian Kemandirian Belajar Siswa berdasarkan

Perbedaan Gender ... 102 Tabel 4.31 Gain Kemampuan CPS Matematis berdasarkan

Peringkat Sekolah dan Pembelajaran ... 103 Tabel 4.32 Peningkatan Kemandirian Belajar berdasarkan

Peringkat Sekolah dan Pembelajaran ... 104 Tabel 4.33 Gain Kemampuan CPS Matematis berdasarkan

Level PDM dan Pembelajaran ... 105 Tabel 4.34 Peningkatan Kemandirian Belajar berdasarkan

Level PDM dan Pembelajaran ... 106

Tabel 4.35 Gain Kemampuan CPS Matematis berdasarkan

Perbedaan Gender dan Pembelajaran ... 108 Tabel 4.36 Peningkatan Kemandirian Belajar berdasarkan

Perbedaan Gender dan Pembelajaran ... 109 Tabel 4.37 Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran SBL

secara Keseluruhan ... 110 Tabel 4.38 Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran SBL

berdasarkan Peringkat Sekolah ... 111 Tabel 4.39 Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran SBL berdasarkan

(10)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

Tabel 4.40 Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran SBL berdasarkan

Perbedaan Gender ... 112 Tabel 4.41 Rangkuman Peningkatan Kemampuan CPS Matematis

Ditinjau dari Variabel-variabel Pengontrol ... 113 Tabel 4.42 Peningkatan Kemampuan CPS Matematis berdasarkan

Pembelajaran yang Digunakan ... 114 Tabel 4.43 Kemampuan CPS Matematis Siswa di Sekolah Peringkat Sedang

Dilihat dari Aspek CPS Matematis ... 116 Tabel 4.44 Kemampuan CPS Matematis Siswa di Sekolah Peringkat Tinggi

Dilihat dari Aspek CPS Matematis ... 117 Tabel 4.45 Rangkuman Persentase Peningkatan Kemandirian Belajar

(11)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Pemodelan Matematika terhadap Real-world Problem ... 19

Gambar 2.2 Skema Klasifikasi Problem dalam Matematika ... 21

Gambar 2.3 Alur Proses Berpikir Problem Solving ... 27

Gambar 2.4 Skema Berpikir Divergen dan Konvergen ... 30

Gambar 2.5 Komponen CPS ... 31

Gambar 2.6 Proses CPS dengan Ideation-explanation sebagai Sub Fase ... 33

Gambar 2.7 Alur Proses Berpikir CPS ... 35

Gambar 2.8 Model Situation-Based Learning ... 38

Gambar 2.9 Desain Didaktik Proses Pembelajaran ... 54

Gambar 2.10 Alur SBL untuk Meningkatkan Kemampuan CPS Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa ... 56

(12)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Peningkatan Kemampuan CPS Matematis berdasarkan

Keseluruhan ... 85 Grafik 4.2 Peningkatan Kemampuan CPS Matematus berdasarkan

Peringkat Sekolah ... 89 Grafik 4.3 Peningkatan Kemampuan CPS Matematus berdasarkan

Level PDM ... 94 Grafik 4.4 Peningkatan Kemampuan CPS Matematis berdasarkan

Perbedaan Gender ... 98 Grafik 4.5 Plot Interaksi antara Peringkat Sekolah dan Pembelajaran

yang Digunakan terhadap Kemampuan CPS Matematis ... 103 Grafik 4.6 Plot Interaksi antara Peringkat Sekolah dan Pembelajaran

yang Digunakan terhadap Kemandirian Belajar ... 104 Grafik 4.7 Plot Interaksi antara Pengetahuan Dasar Matematika dan

Pembelajaran yang Digunakan terhadap

Kemampuan CPS Matematis ... 106 Grafik 4.8 Plot Interaksi antara Pengetahuan Dasar Matematika dan

Pembelajaran yang Digunakan terhadap Kemandirian belajar ... 107 Grafik 4.9 Plot Interaksi antara Gender dan Pembelajaran yang

Digunakan terhadap Kemampuan CPS Matematis ... 108 Grafik 4.10 Plot Interaksi antara Gender dan Pembelajaran yang

(13)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

ABSTRAK

Isrok’atun (2013). Situation-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan

Creative Problem Solving Matematis Siswa

Fokus utama penelitian ini adalah mengenai kemampuan Creative

Problem Solving (CPS) matematis siswa Sekolah Menengah Atas (SMA).

Rendahnya kemampuan ini disinyalir terjadi antara lain karena proses pembelajaran kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan berpikir tersebut. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan guna meningkatkan kemampuan CPS matematis adalah

Situation-Based Learning (SBL). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

peningkatan kemampuan CPS matematis dan kemandirian belajar siswa sebagai akibat dari pembelajaran SBL.

Penelitian ini adalah kuasi eksperimen yang menerapkan dua model pembelajaran yaitu pembelajaran SBL dan pembelajaran konvensional. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA di Provinsi Jawa Tengah. Pengambilan sampel dilakukan secara stratified purposive random sampling, dan diperoleh SMA N 1 Tegal mewakili sekolah peringkat tinggi dan SMA N 3 Brebes mewakili sekolah peringkat sedang. Guna kepentingan analisis, masing-masing kelas penelitian dibedakan menurut Pengetahuan Dasar Matematika (PDM: tinggi, sedang, rendah) dan perbedaan gender (pria, wanita). Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan CPS, skala kemandirian belajar, tes PDM, lembar observasi, lembar isian untuk guru, serta daftar wawancara guru dan siswa.

Analisis data menggunakan uji-t, uji Mann-Whitney, uji Kruskal-Wallis, analisis grafik, dan analisis deskriptif. Analsis data ditinjau berdasarkan data keseluruhan, peringkat sekolah, level PDM, dan gender siswa. Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh kesimpulan: 1) peningkatan kemampuan CPS matematis siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan, peringkat sekolah, level PDM, dan gender siswa; 2) kemandirian belajar siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan, peringkat sekolah, level PDM, dan gender siswa; 3) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan faktor-faktor (peringkat sekolah, level PDM, dan gender siswa) terhadap peningkatan kemampuan CPS matematis; 4) terdapat interaksi antara pembelajaran dan faktor-faktor (peringkat sekolah, level PDM, dan gender siswa) terhadap kemandirian belajar siswa; serta 5) tanggapan positif dari siswa terhadap pembelajaran SBL.

(14)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

ABSTRACT

Isrok’atun (2013). Situation-Based Learning for Enhancing Students’

Mathematical Creative Problem Solving Ability

This research is focused on students’ mathematical Creative Problem Solving (CPS) ability in Senior High School. This weakness is due to the teaching and learning process which does not enhance thinking ability. One of strategies for enhancing mathematical CPS ability is Situation-Based Learning (SBL). The purpose of this research is to comprehensively describe the enhancement of

students’ mathematical CPS ability and their self-regulated learning as a result of

SBL.

This research is a quasi-experimental study that applies two learning models: SBL and conventional learning. Population of this research is all Senior High School students in Central Java Province. Sampling used by stratified purposive random sampling, SMA N 1 Tegal represents high level school and SMA N 3 Brebes represents medium level school. Each class is grouped based on Mathematical Prior Knowledge (MPK: upper, middle, lower levels) and gender (male, female). Research instruments are CPS test, self-regulated learning scale,

MPK tests, observation sheet, teachers’ sheet, teachers and students’ interview

guide.

Data analysis applies t-test, Mann-Whitney test, Kruskal-Wallis test, graphic analysis, and descriptive analysis. Data analysis is based on the whole students, school level, level of MPK, and gender. The results obtained are: 1) the enhancement of students’ mathematical CPS ability who were taught under SBL learning is higher than those who were taught under conventional learning at the whole students, school level, level of MPK, and gender; 2) self-regulated learning of students who were taught under SBL learning is better than those who were taught under conventional learning at the whole students, school level, level of MPK, and gender; 3) there is no interaction between learning model and school level, between learning model and MPK, and also between learning model and gender on enhancement of students’ mathematical CPS ability; 4) there is an interaction between learning model and school level, between learning model and MPK, and also between learning model and gender on students’ self-regulated learning; and 5) a positive response from students toward SBL learning.

Keywodrs: Situation-based learning, mathematical creative problem solving

(15)

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Proses berpikir diperlukan setiap orang pada saat melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini karena dalam aktivitas sehari-hari kita sering dihadapkan pada situasi yang berbeda-beda. Situasi yang berbeda-beda tersebut dapat memunculkan berbagai masalah, mulai dari sederhana sampai yang rumit atau bahkan kompleks. Akan tetapi, bagaimana cara seseorang memandang situasi/masalah tersebut, sangat dipengaruhi oleh pengetahuannya (prior

knowledge) masing-masing.

Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Akan tetapi, tidak semua orang mempunyai pandangan masalah yang sama dengan orang lain terhadap suatu situasi. Hal ini dikarenakan, pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang sangat mempengaruhi cara pandang terhadap suatu situasi tersebut. Bisa saja, suatu situasi mengandung masalah yang sangat krusial bagi seseorang, tetapi bagi orang lain yang masih satu kepentingan bahkan tidak menyadari bahwa hal tersebut dapat menjadi masalah besar juga bagi dirinya. Dengan kata lain, suatu situasi bisa jadi masalah rumit bagi seseorang, tetapi bisa jadi bukan menjadi masalah bagi orang lain.

Masalah yang dihadapi seseorang kadang merupakan masalah yang sudah pernah dihadapi sehingga ia mempunyai referensi solusi yang tepat. Tetapi tidak menutup kemungkinan, masalah yang ia hadapi adalah masalah baru yang juga masih tergolong mudah diselesaikan, atau bahkan masalah baru yang tidak dengan serta merta (mudah) dapat terselesaikan. Tentunya hal ini harus menjadi pertimbangan, solusi seperti apa yang seharusnya direncanakan.

(16)

2

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

dan Lester, dalam Kaur & Yeap, 2009). Masalah adalah sesuatu yang membutuhkan tindakan, tetapi sulit atau membingungkan (Webster, dalam Schoenfeld, 1992). Hayes (Hamzah, 2003) mendukung pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa, suatu masalah merupakan kesenjangan antara keadaan sekarang dan tujuan yang ingin dicapai, sementara kita tidak mengetahui apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, masalah dapat diartikan sebagai pertanyaan yang harus dijawab pada saat itu, sedangkan kita tidak mempunyai rencana solusi yang jelas.

Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya, akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya (Kantowski, 1981). Dari situasi tersebut, harus dibuat daftar fakta yang diketahui atau bahkan dicari fakta yang tersembunyi. Kemudian, membuat perencanaan solusi yang tepat serta mengeceknya kembali.

Masalah adalah „….any important, open ended, and ambiguous situation for which one wants and needs new options and a plan for carrying a solution

successfully‟ (Treffinger, Isaksen, dan Dorval, 1994: 227). Suatu masalah

dikatakan bersifat open ended, jika memberikan berbagai pilihan jawaban, atau dengan kata lain jawabannya tidak tunggal, atau satu solusi tetapi untuk mendapatkannya dapat ditempuh berbagai cara. Dengan demikian, tidak bertumpu pada mana jawaban yang benar, tetapi lebih pada bagaimana proses menjawabnya, dan bisa jadi semua jawaban-jawaban tersebut adalah benar. Sementara suatu situasi dikatakan ambigu di sini dapat diartikan bahwa situasi tersebut tidak hanya dapat dimaknai secara tunggal, tetapi mengandung berbagai pengertian, sehingga dibutuhkan berbagai solusi dalam menyelesaikannya, dalam rangka memaknai arti situasi tersebut.

Masalah dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu simple problem, complicated

problem, dan complex problem (Probst dan Gomez, dalam Steiner 2009). Sebagai

contoh permasalahan, “Maulana sedang menempuh sebuah tes yang terdiri atas 5 soal berbentuk pertanyaan B-S. Berapa banyak kemungkinan jawaban yang dapat

(17)

3

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

sebagai simple problem bagi siswa SMA kelas XI IPA, karena hanya memuat sedikit elemen yang relatif sedikit keterkaitannya, sehingga relatif mudah untuk diselesaikan.

Berbeda dengan simple problem, dalam complicated problem terdapat perbandingan dari tiap-tiap elemen yang saling berkaitan. Misalnya sebuah permasalahan, “Dalam laci terdapat 5 kaset lagu klasik dan 7 kaset lagu jazz. Jika diambil 5 kaset secara acak, berapa peluang mendapatkan 3 kaset lagu jazz dan 2

kaset lagu klasik?”. Permasalahan dalam simple problem dapat diselesaikan dengan cara atau metode standar, tetapi dalam complicated problem tidak demikian, harus menggunakan cara atau metode yang lebih sophisticated (canggih/rumit). Meskipun demikian, simple dan complicated problem dapat diselesaikan dengan metode atau cara penyelesaian sebagai hasil dari proses berpikir dari routine problem solving, tanpa memerlukan proses creative problem solving.

Suatu masalah dikatakan sebagai complex problem, jika tidak dapat diselesaikan berdasarkan proses routine problem solving. Complex problem dapat diselesaikan dengan membuat koneksi/hubungan-hubungan baru terhadap berbagai aspek/konsep yang masih terkait (Lubart, dalam Steiner 2009). Misalnya untuk permasalahan sebagai berikut:

Tersedia 15 kunci berbeda dan ada 1 kunci yang dapat digunakan untuk membuka sebuah pintu. Kunci diambil satu persatu tanpa pengembalian. Peluang kunci yang terambil dapat digunakan untuk membuka pintu pada pengambilan ke-10

adalah……

atau pada permasalahan:

(18)

4

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

Secara harfiah, permasalahan yang bersifat complicated dan complex terlihat sama, tetapi sebenarnya berbeda. Keduanya sama-sama rumit, sama-sama mengandung berbagai bagian yang berlainan, dan sama-sama sulit untuk diselesaikan. Pada complicated problem, bagian-bagian yang berlainan tersebut belum tentu saling terkait, sementara dalam complex problem bagian-bagian yang berbeda tersebut saling berkaitan. Hal inilah yang menyebabkan untuk menyelesaikan masalah dengan jenis complex problem, perlu adanya proses

creative problem solving (CPS).

Bagi orang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman cukup, dalam memandang suatu situasi tertentu akan berbeda dengan orang lain yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman kurang/berbeda. Misalnya, suatu ranting kering, bagi orang biasa pada umumnya dijadikan sebagai kayu bakar atau bahkan jadi barang tak berguna (sampah). Hal ini tentunya berbeda dengan cara pandang orang kreatif, yang melihat ranting kering dapat dijadikan sebagai modal besar untuk mengembangkan kreativitas. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang cukup sebagai pengrajin, orang yang kreatif bisa membuat seuntai bunga dengan dihiasi warna yang menarik, sehingga terlihat bagus dan menjadi berarti secara nilai. Situasi seperti itu hanya bisa dimaknai oleh orang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman hidup (belajar) yang cukup. Bagi sebagian orang mungkin tidak sampai berpikir ke arah itu, karena tidak mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang mendukung.

Perhatikan situasi berikut, “Terdapat suatu segitiga. Setiap titik tengah sisi-sisi segitiga tersebut saling dihubungkan sehingga membentuk suatu segitiga

baru, dan proses ini berlangsung terus menerus”.

(19)

5

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

persoalan yang bahkan bisa sangat kompleks, misalnya “Berapa banyak segitiga yang terbentuk, untuk segitiga ke-n?” atau pertanyaan, “Bagaimana rumus untuk menghitung banyaknya segitiga yang terbentuk, pada segitiga ke-n?”. Hal ini bisa sangat berbeda dengan anak yang hanya mempunyai kesadaran adanya problem sedikit, yang mungkin disebabkan adanya pengetahuan dan pengalaman hidup (belajar) yang relatif kurang.

Suatu situasi atau problem yang dihadapi seseorang mungkin tidak bersifat kompleks, tetapi bagi orang yang mempunyai kemampuan CPS akan mempunyai pandangan tentang problem dan solusi yang kompleks, sebagaimana ilustrasi di atas. Kemampuan tersebut tidak selalu dimiliki oleh semua orang, karena dibutuhkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang cukup dan mendukung. Dengan demikian, bagi orang yang memiliki prior knowledge cukup, maka suatu situasi yang sederhana sekalipun dapat memunculkan problem atau pemikiran yang kompleks. Suatu permasalahan tidak hanya muncul karena adanya masalah secara transparan, akan tetapi bisa saja masalah tersebut muncul bahkan dari situasi yang mungkin bagi sebagian orang tidak memandangnya sebagai masalah. Dalam hal ini, permasalahan tersebut hanya dapat dimunculkan bagi orang-orang yang mempunyai kesadaran (awareness) terhadap masalah.

Demikian pula halnya ketika proses-belajar mengajar di kelas, tidak semua siswa mempunyai kesadaran (awareness) yang tinggi dalam memandang masalah, dan juga belum mempunyai kemampuan CPS. Hal ini dapat dilihat dari hasil

penelitian Isrok‟atun (2006), yang menyebutkan bahwa meskipun siswa telah dilatih kemampuan problem solving matematis, tetapi pada umumnya mereka masih lemah dalam kemampuan CPS matematis. Hal ini karena kemampuan

problem solving tersebut mengacu pada Polya (1957), yaitu kemampuan

memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, menyelesaikan masalah, dan melakukan pengecekan kembali. Pembelajaran yang diberikan di sini belum memfasilitasi siswa untuk berpikir divergen-konvergen serta belum mengacu pada aspek (indikator) CPS.

(20)

6

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

Proses Belajar-Mengajar (PBM), guru cenderung prosedural dan lebih menekankan pada hasil belajar. Soal yang diberikan kepada siswa adalah soal yang langsung pada pemakaian rumus yang sudah ada (soal tertutup). Akibatnya, siswa kurang berkesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan produktivitas berpikirnya. Oleh karena itu, guru perlu memberikan situasi pembelajaran yang memberikan pengetahuan dan pengalaman belajar cukup dalam menyelesaikan

complex problem bagi siswa. Selain itu, guru juga perlu melatih siswa dengan

memberikan situasi yang meskipun terlihat sederhana, tetapi siswa dilatih untuk dapat melihat dengan daya kompleksitas tinggi.

Aspek kemampuan CPS matematis siswa SMA masih rendah (Isrok‟atun, 2012b). Hal ini dapat dilihat dari hasil uji coba terbatas, bahwa kemampuan siswa pada aspek objective finding masih lemah. Siswa melakukan identifikasi hanya dengan mengulang cerita/kalimat dari situasi yang diberikan. Siswa menuliskan informasi yang nonmatematis, artinya informasi yang diidentifikasi bukan informasi yang nantinya dibutuhkan untuk menyusun pertanyaan matematis

(posing mathematical problem). Siswa kurang mampu dalam mencari

hubungan/keterkaitan serta menemukan informasi yang masih tersembunyi dari situasi yang diberikan. Selain itu, siswa juga masih lemah dalam melakukan

problem posing matematis, sebagai akibat dari lemahnya dalam menghubungkan

situasi problem ke dalam konteks matematika. Kemampuan aspek yang lain, seperti idea finding, solution finding, dan acceptance finding juga dirasa masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya keberagaman strategi penyelesaian yang dapat disusun, yang mengakibatkan kemampuan siswa pada aspek

acceptance finding belum sesuai harapan. Rendahnya kemampuan ini mungkin

disebabkan belum adanya pengalaman belajar yang lebih mendukung guna melatih dan mengembangkan kemampuan CPS matematis.

(21)

7

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

dalam SCANS Report (Kirkley, 2003), bahwa dalam PBM sebaiknya menawarkan konteks sehingga siswa dapat belajar konten dalam melakukan

problem solving yang realistik. NCTM (2000) menambahkan, bahwa dalam

proses problem solving sebaiknya guru menyediakan berbagai konteks dalam kehidupan sehari-hari siswa. Ketika melakukan pembelajaran problem solving,

problem autentik dalam konteks yang realistik menjadi hal sangat penting

(Kirkley, 2003). Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan problem solving akan menjadi lebih bermakna, jika dihadapkan pada konten dan diaplikasikan dalam berbagai konteks situasi yang beragam.

Creative problem solving tidak hanya sekadar problem solving. Aspek

kreatif sangat dibutuhkan dalam CPS. Kreatif ini dibutuhkan untuk mencari berbagai gagasan guna memilih solusi yang optimal dan terbaik. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Isaksen (1992: 3), „CPS is not merely problem solving. The creative aspect to CPS means the focus is on facing new challenges

as opportunities, dealing with unknown or ambiguous situations and productively

managing the tension caused by gaps between your vision of future reality and

actual current reality‟. Senada dengan pernyataan Isaksen tersebut, Helie dan Sun

(2007: 1681), juga mengatakan bahwa, „This approach to problem solving is typically inefficient when the problem is too complex, ill-understood, or

ambiguous. In such a case, acreativeapproach to problem solving might be

more appropriate‟.

Oleh karena itu, untuk dapat mengembangkan kemampuan CPS matematis siswa, guru perlu memberikan pengalaman belajar yang dapat melatih siswa untuk tujuan tersebut, yaitu dengan pembelajaran Situation-Based Learning (SBL). Ada 4 tahapan pembelajaran dalam SBL yaitu 1) creating mathematical situations; 2)

posing mathematical problem; 3) solving mathematical problem; dan 4) applying

mathematics. Tujuan dari SBL adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa

dalam menyajikan problem, mengembangkan kemampuan dalam problem posing,

problem understanding, dan problem solving matematis.

Creating mathematical situations adalah prasyarat, posing mathematical

(22)

8

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

sementara applying mathematics adalah penerapan terhadap situasi baru. Dengan kata lain, applying mathematics dapat diartikan sebagai kebiasaan (problem

posing dan problem solving) yang dapat siswa terapkan ketika menyelesaikan

permasalahan baru. Kebiasaan inilah yang nantinya diharapkan menjadi karakter kemandirian belajar siswa. Kemandirian belajar di sini tidak hanya ketika siswa berada di kelas matematika saja, akan tetapi di mana pun berada, ketika siswa menghadapi sebuah situasi maka cara pandang proses belajar sebagaimana dalam SBL senantiasa digunakan.

Pada dasarnya setiap siswa mempunyai kemandirian belajar yang beragam. Hal ini karena dipengaruhi oleh potensi, minat, bakat, dan keingintahuan yang juga beragam. Siswa dengan potensi yang baik, akan sangat mungkin memiliki kemandirian belajar yang baik. Siswa dengan minat dan bakat yang baik juga akan mempunyai kemandirian belajar yang baik pula. Siswa-siswa seperti inilah yang diharapkan dapat berkembang dalam keingintahuannya terhadap hal-hal baru, sehingga dapat mengembangkan prestasinya untuk bisa lebih baik lagi.

Dalam suatu kelompok siswa, akan selalu dijumpai siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, atau kurang. Kondisi ini bukanlah dari bawaan lahir, melainkan dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Oleh sebab itu, lingkungan/situasi proses pembelajaran perlu dibuat sedemikian rupa, sehingga setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang secara maksimal, baik dalam kemampuan CPS maupun kemandirian dalam belajarnya masing-masing.

(23)

9

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

mengembangkan kemampuannya. Model pembelajaran SBL mungkin saja akan lebih dapat meningkatkan kemampuan CPS matematis dan kemandirian belajar bahkan pada siswa dengan kemampuan matematika yang rendah (sedang). Meskipun demikian, masih ada kemungkinan penerapan pembelajaran SBL akan berpeluang lebih besar untuk berhasil pada siswa yang berkemampuan matematika tinggi (pandai) jika dibandingkan pada siswa dengan kemampuan awal yang rendah dan sedang (Noer, 2010).

Berdasarkan pertimbangan bahwa tidak ada jaminan siswa dengan kemampuan matematis tinggi akan memilih sekolah dengan peringkat tinggi serta siswa dengan kemampuan sedang/rendah juga akan memilih sekolah dengan peringkat sedang/rendah, maka perlu suatu parameter tertentu yang dapat mengukur hal tersebut secara tepat. Dalam hal ini, dapat dilihat dari Pengetahuan Dasar Matematika (PDM) siswa.

Menurut Noer (2010), siswa perempuan secara kelompok lebih baik daripada laki-laki khususnya dalam pembelajaran matematika. Akan tetapi pada tahun-tahun terakhir, bukti dari perbedaan gender dalam kinerja menjadi lebih samar-samar, dengan perempuan sering dilaporkan sama dengan kinerja laki-laki. Pada beberapa riset terakhir menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi yang signifikan antara siswa laki-laki dan perempuan. Hal ini dibuktikan dalam hasil penelitian Noer (2010) yang menyebutkan bahwa, kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis baik siswa laki-laki maupun perempuan yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Hasil penelitian lainnya menyebutkan bahwa, tidak terdapat interaksi antara perbedaan gender dan pendekatan pembelajaran pada kemampuan berpikir kritis matematis. Oleh karena itu, faktor perbedaan gender merupakan kajian yang layak untuk diteliti. Dengan pertimbangan tersebut, maka pada penelitian ini akan dilihat juga faktor perbedaan gender siswa terhadap peningkatan kemampuan CPS matematis dan kemandirian belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dipilihlah suatu penelitian dengan judul:

(24)

10

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

Solving Matematis Siswa”. Situation-Based Learning yang dilakukan di sini

diperkirakan sesuai dengan kebutuhan siswa guna mengembangkan kemampuan

creative problem solving matematis dan kemandirian belajar siswa, ditinjau

berdasarkan peringkat sekolah, pengetahuan dasar matematika, serta perbedaan gender siswa. Faktor-faktor ini diprediksi dapat berpengaruh terhadap hasil penerapan pembelajaran SBL dalam upaya meningkatkan kemampuan CPS matematis dan kemandirian belajar siswa.

B.Rumusan Masalah

Ada beberapa faktor yang dikaji dalam penelitian ini yaitu, faktor pendekatan pembelajaran, kemampuan CPS matematis, dan kemandirian belajar siswa. Selain itu diperhatikan juga faktor peringkat sekolah (tinggi dan sedang), pengetahuan dasar matematika (tinggi, sedang, dan rendah), serta perbedaan gender sebagai variabel pengontrol (Ruseffendi, 1998).

Mengacu pada latar belakang di atas, maka masalah yang dikaji dalam

penelitian ini adalah: ”Apakah peningkatan kemampuan CPS matematis dan kemandirian belajar matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran SBL lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional ditinjau dari peringkat sekolah, pengetahuan dasar matematika, serta perbedaan gender?”.

Dari rumusan masalah tersebut, maka dapat dijabarkan pertanyaan penelitian secara rinci sebagai berikut.

1. Apakah peningkatan kemampuan CPS matematis siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari:

a. keseluruhan siswa,

b. peringkat sekolah (tinggi dan sedang),

c. pengetahuan dasar matematika (tinggi, sedang, dan rendah), d. perbedaan gender (laki-laki dan perempuan)?

(25)

11

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

b. peringkat sekolah (tinggi dan sedang),

c. pengetahuan dasar matematika (tinggi, sedang, dan rendah), d. perbedaan gender (laki-laki dan perempuan)?

3. Apakah terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pembelajaran yang digunakan terhadap peningkatan kemampuan CPS matematis siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa?

5. Apakah terdapat interaksi antara pengetahuan dasar matematika dan pembelajaran yang digunakan terhadap peningkatan kemampuan CPS matematis siswa?

6. Apakah terdapat interaksi antara pengetahuan dasar matematika dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa?

7. Apakah terdapat interaksi antara perbedaan gender dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemampuan peningkatan CPS matematis siswa?

8. Apakah terdapat interaksi antara perbedaan gender dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa?

9. Bagaimana tanggapan siswa (kelas eksperimen) terhadap pembelajaran SBL, ditinjau dari:

a. keseluruhan siswa,

b. peringkat sekolah (tinggi dan sedang),

c. pengetahuan dasar matematika (tinggi, sedang, dan rendah), d. perbedaan gender (laki-laki dan perempuan)?

10. Bagaimana tanggapan guru matematika terhadap pembelajaran SBL?

C.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan/mengetahui tentang:

1. Peningkatan kemampuan CPS matematis siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari:

(26)

12

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

b. peringkat sekolah (tinggi dan sedang),

c. pengetahuan dasar matematika (tinggi, sedang, dan rendah), d. perbedaan gender (laki-laki dan perempuan).

2. Kemandirian belajar siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari:

a. keseluruhan siswa,

b. peringkat sekolah (tinggi dan sedang),

c. pengetahuan dasar matematika (tinggi, sedang, dan rendah), d. perbedaan gender (laki-laki dan perempuan).

3. Terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pembelajaran yang digunakan terhadap peningkatan kemampuan CPS matematis siswa.

4. Terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa.

5. Terdapat interaksi antara pengetahuan dasar matematika dan pembelajaran yang digunakan terhadap peningkatan kemampuan CPS matematis siswa. 6. Terdapat interaksi antara pengetahuan dasar matematika dan pembelajaran

yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa.

7. Terdapat interaksi antara perbedaan gender dan pembelajaran yang digunakan terhadap peningkatan kemampuan CPS matematis siswa.

8. Terdapat interaksi antara perbedaan gender dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa.

9. Tanggapan siswa terhadap pembelajaran SBL, ditinjau dari: a. keseluruhan siswa,

b. peringkat sekolah (tinggi dan sedang),

c. pengetahuan dasar matematika (tinggi, sedang, dan rendah), d. perbedaan gender (laki-laki dan perempuan).

10. Tanggapan guru matematika terhadap pembelajaran SBL.

D.Manfaat Penelitian

(27)

13

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

untuk meningkatkan kemampuan CPS matematis dan kemandirian belajar siswa yaitu melalui pembelajaran SBL. Hal ini dapat menjadi acuan bagi peneliti dan praktisi pendidikan matematika seperti dosen, guru, maupun mahasiswa calon guru matematika dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan matematis, terutama kemampuan CPS matematis.

Bagi guru matematika (guru mitra dan observer), penelitian ini memberikan pengalaman nyata dan baru mengenai bagaimana merancang dan melaksanakan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan kemampuan CPS matematis dan kemandirian belajar. Pengalaman ini dapat menjadi acuan bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran pada topik-topik lainnya.

Penelitian ini juga memberikan pengalaman yang baik bagi siswa, bagaimana berinteraksi secara aktif dan produktif dalam pembelajaran SBL, seperti kegiatan mengamati, menyelidiki, dan melakukan eksplorasi terhadap suatu situasi; menerka, memperkirakan, mengajukan dugaan, mengemukakan pendapat, bertanya, dan mengajukan pertanyaan; berdiskusi, menyanggah, menyelesaikan, menganalisis, mengajukan dugaan, mengkonstruksi contoh, mengidentifikasi kesesuaian solusi dan strategi penyelesaian masalah, serta menggeneralisasikan. Pengalaman ini diharapkan menjadi kebiasaan siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika pada topik-topik lainnya.

Beberapa manfaat yang telah diungkapkan tersebut merupakan sumbangan berharga bagi upaya peningkatan kualitas pendidikan matematika khususnya, dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) umumnya dalam menjawab tuntutan masa depan.

E.Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan penafsiran terhadap apa yang diteliti, berikut ini dijelaskan definisi operasional dalam penelitian ini.

1. Situation-Based Learning (SBL)

Situation-Based Learning (SBL) adalah suatu model pembelajaran yang

(28)

14

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

situations; 2) posing mathematical problem; 3) solving mathematical problem;

dan 4) applying mathematics. Creating mathematical situations adalah prasyarat. Posing mathematical problem adalah inti pembelajaran, sedangkan

solving mathematical problem merupakan tujuan, sementara applying

mathematics adalah penerapan proses pembelajaran yang dapat siswa gunakan

ketika menghadapi situasi matematis baru. 2. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud pada penelitian ini adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran sedemikian hingga peranan siswa masih kurang, pengajaran lebih berpusat pada guru, dan proses belajar lebih mengutamakan metode ekspositori.

3. Kemampuan Creative Problem Solving (CPS) matematis

Kemampuan CPS matematis adalah kemampuan matematis yang terdiri atas kemampuan: 1) objective finding; 2) fact finding; 3) problem finding; 4)

idea finding; 5) solution finding; dan 6) acceptance finding. Untuk setiap aspek

kemampuan tersebut, siswa memulainya dengan aktivitas berpikir divergen dan diakhiri dengan aktivitas berpikir konvergen.

4. Kemandirian belajar siswa

Kemandirian belajar adalah karakter dalam belajar yang memiliki ciri yaitu: 1) menganalisis kebutuhan belajar matematika dan merancang program belajar; 2) memilih dan menerapkan strategi belajar; dan 3) memantau dan mengevaluasi apakah strategi telah dilaksanakan dengan benar, memeriksa hasil, dan merefleksi untuk memperoleh umpan balik.

5. Peningkatan

Kata peningkatan (gain) pada penelitian ini adalah gain ternormalisasi. Gain absolut (selisih antara skor postes dengan pretes) kurang dapat menjelaskan mana gain yang tinggi dan mana gain yang rendah. Oleh karena itu, untuk menghitung peningkatan pada penelitian ini, digunakan rumus:

(29)

15

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

Adapun kategori gain menurut Hake (1999), adalah sebagai berikut.

Tabel 1.1

Kategori Gain

Gain Kategori

g < 0,3 rendah

0,3 g <0,7 sedang

g  0,7 tinggi

F. Hipotesis Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah penelitian yang diuraikan di atas, hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Peningkatan kemampuan CPS matematis siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari:

a. keseluruhan siswa,

b. peringkat sekolah (tinggi dan sedang),

c. pengetahuan dasar matematika (tinggi, sedang, dan rendah), d. perbedaan gender (laki-laki dan perempuan).

2. Kemandirian belajar siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari:

a. keseluruhan siswa,

b. peringkat sekolah (tinggi dan sedang),

c. pengetahuan dasar matematika (tinggi, sedang, dan rendah), d. perbedaan gender (laki-laki dan perempuan).

3. Terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pembelajaran yang digunakan terhadap peningkatan kemampuan CPS matematis siswa.

4. Terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa.

(30)

16

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

6. Terdapat interaksi antara pengetahuan dasar matematika dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa.

7. Terdapat interaksi antara perbedaan gender dan pembelajaran yang digunakan terhadap peningkatan kemampuan CPS matematis siswa.

(31)

126

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

Berdasar pada hasil analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya, pada bab ini akan diuraikan simpulan, implikasi, dan rekomendasi, yaitu sebagai berikut.

A. Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan CPS matematis siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari:

a. Keseluruhan siswa

Siswa yang mendapat pembelajaran SBL di sekolah peringkat sedang dan tinggi, lebih baik peningkatan kemampuan CPS matematisnya daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

b. Peringkat sekolah (tinggi dan sedang)

Di sekolah peringkat tinggi, siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik peningkatan kemampuan CPS matematisnya daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. Demikian pula halnya di sekolah peringkat sedang, siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik peningkatan kemampuan CPS matematisnya daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

c. Pengetahuan dasar matematika (tinggi, sedang, dan rendah)

Di seluruh level PDM siswa, baik rendah, sedang, maupun tinggi, siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik peningkatan kemampuan CPS matematisnya daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. d. Perbedaan gender (laki-laki dan perempuan)

(32)

127

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

2. Kemandirian belajar siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari:

a. Keseluruhan siswa

Peningkatan kemandirian belajar siswa pada kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran SBL untuk ketiga aspek (persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi), di sekolah peringkat sedang dan tinggi lebih baik daripada kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

b. Peringkat sekolah (tinggi dan sedang)

Pada sekolah peringkat tinggi dan juga sekolah peringkat sedang, peningkatan kemandirian belajar kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran SBL lebih baik daripada kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

c. Pengetahuan dasar matematika (tinggi, sedang, dan rendah)

Pada level PDM tinggi, sedang, dan rendah, secara umum peningkatan kemandirian belajar kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran SBL lebih baik daripada kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

d. Perbedaan gender (laki-laki dan perempuan)

Pada siswa perempuan, peningkatan kemandirian belajar kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran SBL lebih baik daripada kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional untuk ketiga aspek yang dikaji. Sementara, pada siswa laki-laki justru sebaliknya, peningkatan kemandirian belajar siswa yang mendapatkan pembelajaran SBL tidak lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

(33)

128

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

pembelajaran SBL, baik di sekolah peringkat sedang maupun di sekolah peringkat tinggi.

4. Interaksi antara peringkat sekolah dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa, adalah sebagai berikut:

a) tidak terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa, pada aspek persiapan dan evaluasi.

b) terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa, pada aspek pelaksanaan. 5. Tidak terdapat interaksi antara pengetahuan dasar matematika dan

pembelajaran yang digunakan terhadap peningkatan kemampuan CPS matematis. Artinya, peningkatan kemampuan CPS matematis pada kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional tidak lebih baik dibandingkan peningkatan yang dicapai oleh kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran SBL, baik pada level PDM rendah, sedang, maupun tinggi.

6. Interaksi antara pengetahuan dasar matematika dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa, adalah sebagai berikut:

a) tidak terdapat interaksi antara pengetahuan dasar matematika dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa, pada aspek persiapan.

b) terdapat interaksi antara peringkat sekolah dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa, pada aspek pelaksanaan dan evaluasi.

(34)

129

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

8. Terdapat interaksi antara perbedaan gender dan pembelajaran yang digunakan terhadap kemandirian belajar siswa. Artinya, peningkatan kemandirian belajar kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional lebih baik daripada kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran SBL untuk aspek persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi, yaitu pada siswa laki-laki. Sedangkan pada siswa perempuan, peningkatan kemandirian belajar kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran SBL lebih baik daripada kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional untuk seluruh aspek kemandirian belajar.

9. Tanggapan siswa (kelas eksperimen) terhadap pembelajaran SBL, ditinjau dari: a. Keseluruhan siswa

Tanggapan siswa, baik di sekolah peringkat tinggi maupun di sekolah sedang (keseluruhan) terhadap LKS berbasis SBL, pembelajaran SBL, serta soal CPS matematis adalah positif.

b. Peringkat sekolah (tinggi dan sedang)

Tanggapan siswa terhadap LKS berbasis SBL, pembelajaran SBL, serta soal CPS matematis baik di sekolah peringkat tinggi maupun di sekolah sedang adalah positif.

c. Pengetahuan dasar matematika (tinggi, sedang, dan rendah)

Tanggapan siswa terhadap LKS berbasis SBL, pembelajaran SBL, serta soal CPS matematis pada level PDM rendah, sedang, dan tinggi adalah positif. Kelompok siswa pada level PDM tinggi memiliki sikap positif yang tertinggi jika dibandingkan dengan kelompok siswa pada level PDM yang lain.

d. Perbedaan gender (laki-laki dan perempuan)

(35)

130

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

memiliki sikap positif terhadap soal-soal CPS matematis yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok siswa laki-laki.

10. Tanggapan guru matematika terhadap pembelajaran SBL adalah positif, yaitu diantaranya bahwa dengan pembelajaran SBL, maka:

a. Melatih siswa untuk berpikir kreatif, belajar mandiri, dan memecahkan soal-soal problem solving maupun creative problem solving.

b. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan pengetahuan konsep esensial dari materi ajar.

c. Siswa lebih termotivasi ketika menyelesaikan permasalahan yang dimunculkan sendiri.

d. Dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi guru maupun siswa. e. Membuat siswa semakin tertarik terhadap pembelajaran matematika.

B.Implikasi

Berdasar pada simpulan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa secara signifikan pembelajaran SBL dapat meningkatkan kemampuan CPS matematis siswa, baik ditinjau dari secara keseluruhan, peringkat sekolah, PDM, maupun perbedaan gender. Peningkatan kemampuan CPS matematis kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran SBL lebih baik daripada kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Selain itu, pembelajaran SBL juga dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa, baik ditinjau dari secara keseluruhan, peringkat sekolah, PDM, maupun perbedaan gender. Implikasi dari hasil simpulan ini, adalah sebagai berikut.

1. Pembelajaran SBL dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan CPS matematis, baik di sekolah peringkat tinggi maupun sekolah peringkat sedang.

(36)

131

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

3. Pembelajaran SBL dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan CPS matematis, baik pada kelompok siswa laki-laki maupun siswa perempuan.

4. Pembelajaran SBL dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa, baik di sekolah peringkat tinggi maupun sekolah peringkat sedang.

5. Pembelajaran SBL dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa, baik pada siswa dengan level PDM tinggi, sedang, maupun rendah.

6. Pembelajaran SBL dapat dijadikan sebagai alternatif model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa pada kelompok siswa perempuan.

C.Rekomendasi

Adapun rekomendasi dari penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Guru dapat menggunakan pembelajaran SBL untuk meningkatkan kemampuan CPS matematis siswa. Akan lebih baik hasilnya jika guru memperhatikan bagaimana desain bahan ajar berbasis SBL serta bagaimana proses berjalannya kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan pembelajaran SBL.

2. Guru dapat menggunakan pembelajaran SBL untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa, baik di kelompok siswa di sekolah peringkat sedang maupun tinggi, kelompok siswa dengan level PDM, serta kelompok siswa perempuan. Dalam hal ini, sebaiknya guru memperhatikan bagaimana supaya proses tahapan pembelajaran SBL menjadi kebiasaan serta karakter belajar siswa, di kelas maupun di luar kelas.

3. Pembelajaran SBL dapat memudahkan guru dalam mengajar karena berbantuan bahan ajar yang didesain berdasarkan karakteristik SBL. Sebaiknya guru juga memperhatikan bagaimana memotivasi siswa guna memunculkan pertanyaan yang bervariatif sehingga muncul pertanyaan yang bersifat CPS matematis. Hal ini membutuhkan waktu yang cukup, supaya kemampuan

(37)

132

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

4. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melihat kemampuan apa saja yang mungkin dapat ditingkatkan dengan pembelajaran SBL ini, selain meningkatkan kemampuan CPS matematis dan kemandirian belajar siswa. 5. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melihat/mengkaji adakah

korelasi atau asosiasi antara meningkatnya kemampuan CPS matematis dengan kemandirian belajar siswa, sehingga dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut; apakah peningkatan kemampuan CPS berbanding lurus dengan peningkatan kemandirian belajarnya ataukah tidak.

6. Pada penelitian ini terbukti bahwa, pembelajaran SBL dapat meningkatkan kemampuan CPS matematis dan kemandirian belajar siswa SMA. Akan lebih baik jika penelitian sejenis juga dilakukan pada jenjang sekolah yang lebih rendah, di SMP atau SD. Hal ini selain untuk meningkatkan kemampuan CPS juga dalam rangka mengurangi ketidakseimbangan antara kemampuan problem

(38)

133

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J.R., Reder, L.M., & Simon, H.A. (1996). “Situated Learning and

Education”. Journal of Educational Researcher. 25, (4), 5-11.

Ang, K.C. (2009). Mathematical Problems for The Secondary Classroom. Dalam Berinderjeet Kaur, Yeap Ban Har, dan Manu Kapur (editor), Mathematical

Problem Solving. Toh Tuck Link: World Scientific Publishing Co. Pte.

Ltd.

Anonim (2009). Situated Learning. [Online]. Tersedia di: http://edutechwiki. unige.ch/en/Situated_learning. [11 April 2012].

Azarenko, A.N. (2000). “Situation-based and Cooperative Learning in an Upper-division Fruit Production and Physiology Course”. Journal of

Hortechnology. 10, (2), 283-286.

Bandura, A. (1994). Self-Efficacy. Dalam V.S. Ramachaudran (editor),

Encyclopedia of Human Behavior, Vol. 4, pp.71-81. New York: Academic

Press. [Online]. Tersedia di: http://www.des.emory.edu/mfp/BanEncy. html. [13 Maret 2012].

Bares, W.H., Zettlemoyer, L.S., & Lester, J.C. (1998). Habitable 3D Learning

Environments for Situated Learning. [Online]. Tersedia di: http://

www.aect.org/edtech/06.pdf. [19 April 2012].

Becker, J. P. & Shimada, S. (1997). The Open-ended Approach: A new Proposal

for Teaching Mathematics. Reston, VA: National Council of Teachers of

Mathematics.

Chen, C.S. (2002). “Self-regulated Learning Strategies and Achievement in an

Introduction to Information Systems Course”. Journal of Information

Technology, Learning, and Performance. 20, (1), 11-25.

Dindyal, J. (2009). Mathematical Problems for the Secondary Classroom. Dalam Berinderjeet Kaur, Yeap Ban Har, dan Manu Kapur (editor), Mathematical

Problem Solving. Toh Tuck Link: World Scientific Publishing Co. Pte.

Ltd.

(39)

134

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

Elvina, A. & Tjalla, A. (2008). Hubungan antara Self Regulated Learning dengan Kemampuan Memecahkan Masalah pada Pembelajaran Matematika pada

Siswa SMU N 53 di Jakarta Timur. [Online]. Tersedia di: http

://papers.gunadarma.ac.id/ index.php/ psychology/ article/ view/ 36/32. [12 Maret 2012].

Fraenkel, J.C. & Wallen, N.E. (1990), How to Design and Evaluate Research in

Education. New York: McGraw-Hill Inc.

Garofalo, J., & Lester, F. (1985). “Metacognition, Cognitive Monitoring, and Mathematical Performance”. Journal for Research in Mathematics

Education.16 (3), 163-76.

Gilfeather, M & Regato, J. (1999). Routine & Nonroutine Problem Solving. [Online]. Tersedia di: http://www.mathpentath.org/pdf/meba/routine.pdf. [11 April 2012].

Gravemeijer, K.P.E. (1991). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: Freudenthal Institute.

Greeno, J.G., Smith, D.R., & Moore, J.L. (1992). Transfer of Situated Learning. Dalam D. Detterman dan R.J. Sternberg (editor.), Transfer on trial:

Intelligence, Cognition, and Instruction. N o r w o o d , N e w

J e r s e y : A b l e x P u b l i s h i n g

C o r p o r a t i o n .

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. [Online]. Tersedia di: http ://www.physics. indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain. pdf. [13 April 2012].

Hamzah (2003). Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Bandung melalui

Pendekatan Pengajuan Masalah. Bandung: Disertasi SPs UPI. Tidak

diterbitkan.

Helie, S & Sun, R. (2008). Knowledge Integration in Creative Problem Solving. [Online]. Tersedia di: www.helie-cog08-cps. [6 Maret 2011].

Helie, S & Sun, R. (2010). “Incubation, Insight, and Creative Problem Solving: A Unified Theory and A Connectionist Model”. Journal of Psychological

Review. 117, (3), 994-1024.

(40)

135

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

Herrrington, J & Oliver, R. (1996). Critical Characteristics of Situated Learning:

Implications for The Instructional Design of Multimedia. [Online].

Tersedia di: http:// www.konstruktivismus. uni- koeln.de/ didaktik/ situierteslernen/ herrington. pdf. [11 April 2012].

Isaksen, S.G. (1992). Facilitating Creative Problem-Solving Groups. Dalam S. S Gryskiewics dan D. A Hills (editor), Readings in Innovation. Buffalo: State University Collage.

Isaksen, S.G. (1995). “On The Conceptual Foundations of Creative Problem

Solving: A Response to Magyari-Beck”. Journal of Creativity and

Innovation Management. 4, (1), 52-63.

Isaksen, S.G. (1996). Transforming Dreams into Reality: The Power of Creative

Problem Solving. [Online]. Tersedia di: http ://www. cpsb. com/ research/

articles/creative-problem-solving/Dreams-Power-of-Creative-Problem-Solving.pdf. [12 Maret 2011].

Isaksen, S.G & Treffinger, D.J. (1985). Creative Problem Solving: The Basic

Course. Buffalo, New York: Bearly Limited.

Ismaimuza, D. (2010). Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik

Kognitif. Bandung: Disertasi SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Isrok’atun (2006). Pembelajaran Matematika dengan Strategi Kooperatif Tipe

STAD untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan

Komunikasi Matematis Siswa. Bandung: Tesis SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Isrok’atun (2012a). “Meningkatkan Kesadaran Siswa terhadap Adanya Masalah

Matematis melalui Pembelajaran Situated Creation and Problem-Based

Instruction(SCPBI)”. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika

XX, Let’s Have Fun with Mathematics. Yogyakarta: Himpunan

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Isrok’atun (2012b). Studi Pendahuluan tentang Tes Kemampuan Creative

Problem Solving Matematis terhadap Siswa SMA Negeri 1 Tegal. Kota

Tegal: Laporan Analisis Hasil Tes. Tidak diterbitkan.

Isrok’atun (2012c). “Creative Problem Solving (CPS) Matematis”. Prosiding

(41)

136

Isrok’atun, 2014

Situation-Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa

Isrok’atun (2012d). “Meningkatkan Kesadaran Siswa SD terhadap Adanya

Masalah Matematis secara Lebih Dini melalui Situation-Based Learning”. Building Indonesian Characters Through the Development of Early, Elementary, and Secondary Education, Proceeding 3th International Seminar 2012. Bandung: UPI Kampus Cibiru.

Isrok’atun (2012e). “Situation-Based Learning untuk Meningkatkan Kesadaran

Siswa terhadap Adanya Masalah Matematis”. Jurnal Penelitian dan

Pembelajaran Matematika. 5, (2), 61-68.

Isrok’atun (2013a). “Proses Belajar Matematika Menggunakan LKS Berbasis

Situation-Based Learning pada Materi Peluang di SMA N 3 Brebes-Jawa

Tengah”. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Matematika: Dari Idealitas sampai Realitas. Malang: Jurusan Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maulana Malik Ibrahim.

Isrok’atun (2013b). “Upaya Meningkatkan Kemampuan Creative Problem

Solving (CPS) melalui Bahan Ajar Berbasis Situation-Based Learning”.

Jurnal Penelitian dan Pembelajaran Matematika. 6, (2), 113-120.

Isrok’atun (2013c). “Situation-Based Learning untuk Meningkatkan Kemandirian

Belajar (Self-Regulated Learning) Siswa”. Prosiding Seminar Nasional Matematika Vol. 8 Th. 2013. Bandung: Jurusan Matematika FTIS-UNPAR.

Isrok’atun (2013d). Model Pembelajaran Situated Creation and Problem Based

Instruction (SCPBI) untuk Meningkatkan Creative Problem Solving (CPS)

Matematis. Bandung: Laporan Hibah Disertasi Doktor. Tidak diterbitkan.

Isrok’atun & Arisetyawan, A. (2011). Konsep Dasar Matematika dan Statistika. Banten: LP. IBEK.

Joseph, Y.K.K. (2009). Integrating Open-Ended Problems in the Lower Secondary Mathematics Lessons. Dalam Berinderjeet Kaur, Yeap Ban Har, dan Manu Kapur (editor), Mathematical Problem Solving. Toh Tuck Link: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.

Kadir (2010). Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik,

Komunikasi Matematik dan Keterampilan Sosial Siswa SMP. Bandung:

Gambar

Tabel 4.43 Kemampuan CPS Matematis Siswa di Sekolah Peringkat Sedang
Tabel 1.1  Kategori Gain

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Peneltan n menggunakan metode kualtatf. Dengan menggunakan metode n dharapkan dapat menghaslkan suatu deskrps yang lengkap dan utuh tentang pengajaran ktab kunng d

Teori perilaku produsen mempelajari bagaimana seorang produsen memilih kombinasi faktor- faktor produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan sejumlah barang (produk) dan jasa

Analisis kualitatif didasarkan pada suatu pengalaman dan pengetahuan dari para subjek dan pemangku risiko terkait (tacit knowledge) sehingga data yang dilakukan lebih bersifat

dengan daftar isian dokumen kualifikasi perusahaan saudara pada aplikasi SPSE, yang akan. dilaksanakan

Berkebolehan melakukan pelbagai pergerakan bukan lokomotor asas dengan lakuan yang betul.. mengilas, memusing, menolak, menarik,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemutaran arsip film koleksi Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Jawa Tengah yang berjudul Perjuangan Panglima Jenderal Soedirman,

Dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan diperoleh data historis luas sawah terkena kekeringan untuk seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia. Karena daerah layanan