• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FUNGSI PARTIKEL KA, SA, NA DAN WA DALAM DRAMA SERIAL HOTARU NO HIKARI 2.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS FUNGSI PARTIKEL KA, SA, NA DAN WA DALAM DRAMA SERIAL HOTARU NO HIKARI 2."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FUNGSI PARTIKEL KA, SA, NA DAN WA DALAM DRAMA SERIAL HOTARU NO HIKARI 2

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang

Oleh Okti Maulani

0801206

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

(2)

Analisis Fungsi Partikel

Ka, Sa, Na,

W

a

Dalam Drama Serial Hotaru No

Hikari 2

Oleh Okti Maulani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni

© Okti Maulani 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

OKTI MAULANI

ANALISIS FUNGSI PARTIKEL KA, SA, NA DAN WA DALAM DRAMA HOTARU NO HIKARI 2

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Drs. Mulyana Adimihardja, M.Ed. NIP. 194906301980031001

Pembimbing II

Dr. Dedi Sutedi, M.A.,M.Ed. NIP. 196605071996011001

Mengetahui Ketua Jurusan

(4)
(5)

ABSTRAKSI

Analisis Fungsi Partikel Ka, Sa, Na dan Wa dalam Drama Serial Hotaru no

Hikari 2

Okti Maulani NIM: 0801206 Penelitian ini meneliti fungsi partikel ka, sa, na dan wa dalam drama serial “Hotaru no Hikari 2”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memperoleh gambaran tentang fungsi apa saja yang terdapat dalam penggunaan masing-masing partikel ka, sa, na dan wa dalam drama serial “Hotaru no Hikari 2. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak. Teknik dasar pengumpulan data adalah teknik sadap, teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap, teknik akhir yaitu teknik catat. Metode pengolahan data dalam tahap analisis data adalah metode distribusional, teknik lanjutan yang digunakan teknik lesap (delasi), teknik ganti (substitusi), teknik sisip (interupsi). Dari hasil analisis, terkumpul 99 kalimat menggunakan partikel ka, sa, na dan wa, 59 kalimat menggunakan partikel ka, 11 kalimat partikel sa, 16 kalimat partikel na, dan 13 kalimat partikel wa. Kadar keintian partikel ka yang menyatakan pertanyaan serta menujukan ekspresi perasaan rendah, dalam pola “desuka” dan pola “janaidesuka” tinggi. Partikel ka yang menyatakan pertanyaan tidak bisa digantikan, fungsi lainnya dapat digantikan, tetapi nuansa kalimat berubah. Kadar keintian, ketegaran letak partikel ka di tengah kalimat tinggi, tidak dapat digantikan. Kadar keintian partikel sa dalam kalimat rendah, dapat diganti, ketegaran letak tinggi. Kadar keintian, ketegaran letak partikel na bernuansa larangan tinggi, tidak dapat diganti. Kadar keintian partikel na yang menunjukan ekspresi perasaan rendah, dapat diganti, ketegaran letaknya tinggi. Kadar keintian partikel wa dalam kalimat rendah, ketegaran letaknya tinggi serta dapat digantikan. Melihat hasil penelitian tersebut penulis berpendapat bahwa diperlukan penelitian selangkah lebih jauh lagi yaitu, meneliti tentang makna, hubungan makna dan fungsi partikel dengan intonasi partikel dalam kalimat. Agar kesalahan pembelajar asing bahasa Jepang ketika menggunakan kempat partikel tersebut dapat diminimalisir.

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 15

F. Struktur Organisasi ... 16

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Batasan Partikel dalam Bahasa Indonesia ... 18

B. Batasan Partikel dalam Bahasa Jepang... 18

C. Batasan Shūjoshi dalam Bahasa Jepang ... 28

D. Penelitian Terdahulu mengenai Fungsi Partikel Ka, Sa, Na dan Wa dalam Bahasa Jepang ... 36

E. Batasan Serial Drama ... 68

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 71

B. Definisi Operasional ... 73

(7)

D. Metode Pengumpulan Data ... 77

E. Teknik Pengumpulan Data ... 78

F. Metode Pengolahan Data ... 80

G. Teknik Pengolahan Data ... 85

IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Fungsi Partikel Ka, Sa, Na dan Wa ... 89

B. Analisis Fungsi Partikel Ka, Sa, Na dan Wa ... 93

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 217

B. Saran ... 232

DAFTAR PUSTAKA ... 234

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Bahasa Jepang menjadi pusat perhatian di seluruh dunia, dengan berbagi tujuan setiap tahunnya semakin banyak yang berminat untuk mempelajari bahasa ini. Berdasarkan hasil survey The Japan Foundation terhadap lembaga pendidikan bahasa Jepang pada tahun 2009, pembelajar bahasa Jepang dari 125 negara di dunia yang berhasil didata berjumlah 3,651,761 orang. Dari jumlah tersebut, pembelajar bahasa Jepang di Indonesia menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah 716,353 orang, setelah Korea sebanyak 964,014 orang dan China sebanyak 827,171 orang. Bercermin dari penelitian diatas, bila dilihat dari segi kuantitas, angka pembelajar bahasa Jepang di Indonesia begitu banyak jumlahnya.

(9)

Hal ini sejalan dengan pendapat Verderber (Mulyana, 2009 : 5) yang memandang komunikasi sebagai faktor penting dalam hubungan sosial serta kepentingan individu itu sendiri dalam lingkungan masyarakat sebagaimana dikemukakannya bahwa:

Komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu.

Jadi sekali lagi, penggunaan bahasa berkaitan erat dengan kemampuan berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, karena bahasa merupakan alat komunikasi yang bisa mempengaruhi hubungan sosial dan kehidupan pribadi individu itu sendiri.

Untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, pembelajar asing bahasa Jepang diperkenalkan pada mata kuliah kaiwa, dengan mempelajari mata kuliah ini besar harapan pembelajar asing bahasa Jepang untuk dapat berkomunikasi secara baik dengan orang Jepang. Nozomi (2011:5) memandang faktor motivasi untuk dapat berkomunikasi dengan penutur asli bahasa jepang dipandang berperan tinggi ketika mempelajari Kaiwa sebagaimana dikemukakannya bahwa:

外国語 学ぶ動機 し も 会話 学 その外国語の母語話

者 コミュ二ケ―ション したい いう希望が多い*母語話者一人が生

ま 一番最初 まわ の家族 の話 聞い 覚え 言語

Gaikokugo wo manabu dōki toshitemo, (Kaiwa) wo manande, sono gaikokugo no bogowasha to komyunike-shon wo shitai to iu kibō ga ōi. *bogowasha hitori ga umarete ichiban saishōni, mawari no kazoku nado no hanashi wo kiiteoboeru gengo.

(10)

Tapi sayangnya, dengan mempelajari mata kuliah ini tidak menjamin pembelajar asing bahasa Jepang dapat berkomunikasi secara alami dengan menggunakan bahasa Jepang yang dirasakan sangatlah sulit.

Ketika mempelajari bahasa Jepang, pembelajar asing bahasa Jepang akan dihadapkan pada aspek-aspek kebahasaan bahasa Jepang, seperti huruf, kosakata, sistem pengucapan, gramatika dan ragam bahasa. Tiap aspek dalam bahasa Jepang mempunyai ciri khas masing-masing yang menjadikannya suatu bahasa yang sangat unik. Misalnya dari aspek huruf, sistem penulisan dalam bahasa Jepang ternyata sangat kompleks, huruf yang digunakan yaitu huruf kanji, hiragana dan katakana serta romaji. Dari aspek kosakata, kosakata dalam bahasa Jepang dibagi menjadi tiga macam, wago, kango, garaigo. Kemudian dari aspek gramatika, kosakata bahasa Jepang diklasifikasikan kedalam 10 kelompok kelas, yakni dōshi „verba‟, i-keiyōshi „ajektiva-i‟,

na-keiyōshi „ajektiva-na‟, meishi „nomina‟, fukushi „adverbia‟, rentaishi „prenomina‟, setsuzokushi „konjungsi‟, kandōshi „interjeksi‟, jodōshi „verba bantu‟, dan joshi „partikel‟. Belum lagi ada onomatope (giseigo dan gitaigo) serta ragam hormat (keigo) dan berbagai macam aspek kebahasaan yang lainnya.

Ketika pembelajar asing bahasa Jepang mempelajari mata kuliah kaiwa, tidak akan terlepas juga untuk mempelajari berbagai macam aspek bahasa Jepang yang tadi disebutkan diatas. Aspek gramatika dirasakan mempunyai peranan penting pada saat belajar kaiwa, karena dalam aspek gramatika ini terdapat banyak kelas kosakata yang menjadi salah satu unsur pembentuk kalimat. Salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang yang merupakan bagian dari kosakata serta sering terdapat dalam kalimat adalah 助 詞 “Joshi” partikel atau kata bantu.

(11)

Dalam bahasa Jepang terdapat hinshi atau kelas kata, secara garis besar kata (tango) dalam bahasa Jepang dibagi menjadi dua, yaitu jiritsugo dan fuzokugo. Jiritsugo adalah kelas kata yang dengan sendirinya dapat menjadi bunsetsu, kelompak kata yang termasuk kedalamnya adalah, meishi „nomina‟,

dōshi „verba‟, keiyōshi atau i-keiyōshi „ajektiva-i‟, keiyōdoshi atau na keiyōshi „ajektiva-na‟, fukushi „adverbia‟, rentaishi „prenomina‟, setsuzokushi „konjungsi‟, dan kandōshi „interjeksi‟. Fuzokugo adalah kelas kata yang dengan sendirinya tidak dapat menjadi bunsetsu, kata yang termasuk kedalam kelompok ini adalah joshi „partikel‟ dan jōdoshi „verba‟. Bila kita lihat pengertian dari jiritsugo dan fuzokugo diatas, ada hal yang membedakan keduanya bila kita telaah dari pengertiannya. Jiritsugo adalah kata yang dengan sendirinya dapat menjadi bunsetsu, fuzokugo adalah kata yang dengan sendirinya tidak dapat menjadi bunsetsu. Inti perbedaan dari jiritsugo dan fuzokugo adalah bunsetsu”. Tadasu (Sudjianto, 2009: 137) mengungkapkan bahwa “bunsetsu adalah satuan kalimat yang lebih besar daripada tango (kata) yang pada akhirnya dapat membentuk sebuah kalimat (bun)”. Jadi Joshi adalah kelas kata yang termasuk kedalam fuzokugo yang tidak dapat dengan sendirinya menjadi satuan kalimat yang lebih besar dari tango (kata).

Selain jumlahnya yang sangat banyak, beberapa joshi ini tidak terdapat padanannya dalam bahasa Indonesia sehingga sering kurang mendapat perhatian dari pembelajar asing bahasa Jepang yang cenderung dengan cepat mencocokan joshi dengan kata-kata dalam bahasa Indonesia supaya pembelajaran bahasa Jepang menjadi mudah dipahami dalam bahasa ibu.

(12)

a. Kakujoshi, joshi yang termasuk kakujoshi pada umumnya dipakai setelah nomina untuk menunjukan hubungan antara nomina tersebut dengan kata lainnya. Joshi yang termasuk kelompok ini misalnya ga, no, o, ni, e, to, yori, kara, de dan ya.

b. Setsuzokujoshi, joshi yang termasuk setsuzokujoshi dipakai setelah

yōgen (dōshi, i-keiyōshi, na-keiyōshi) atau setelah jodōshi untuk melanjutkan kata-kata yang ada pada bagian berikutnya. Joshi yang termasuk kelompok ini misalnya ba, to, keredo, keredomo, ga, kara, shi, temo (demo), te (de), nagara, tari (dari), noni, dan node.

c. Fukujoshi, joshi yang termasuk fukujoshi dipakai setelah berbagai macam kata. Seperti kelas kata fukushi, fukujoshi berkaitan erat dengan bagian kata berikutnya. Joshi yang termasuk kelompok ini misalnya wa, mo, kurai (gurai), nado, nari, yara, ka, dan zutsu.

d. Shūjoshi, joshi yang termasuk partikel pada umumnya dipakai setelah berbagai macam kata pada bagian akhir kalimat untuk menyatakan suatu pernyataan, larangan seruan, rasa haru, dan sebagainya. Joshi yang termasuk kelompok ini misalnya ka, kashira, na, naa, zo, tomo, yo, ne, wa, nao dan sa.

Peran partikel dalam sebuah percakapan tak terlepas dari emosi kebahasaan yang ingin disampaikan oleh penutur asli bahasa Jepang, salah satunya adalah partikel ka, sa, na dan wa. Partikel ini acap kali tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

(13)

dikatakan sedikit, oleh karena itu media film menjadi salah satu media yang digunakan oleh pembelajar asing bahasa Jepang untuk belajar bahasa Jepang langsung dari penutur asli.

Meskipun demikian, hal ini dirasakan tidak cukup dikarenakan pembelajaran bersifat otodidak tanpa penjelasan yang menyeluruh, selain dikarenakan pembelajaran dilakukan hanya satu arah, partikel ka, na, sa dan wa ini ternyata ini mempunyai karakteristik yang berbeda, karena pada umumnya dari keempat partikel ini ada yang memiliki kecenderungan hanya digunakan oleh laki-laki saja dan ada pula yang hanya digunakan oleh perempuan saja, dan ada pula partikel yang boleh digunakan oleh kedua gender tersebut. Misalnya partikel “ka” bisa digunakan oleh laki-laki maupun perempuan, partikel “na” dan “sa” digunakan oleh laki-laki saja, sedangkan partikel “wa” digunakan oleh perempuan saja. Hal ini sering kali luput dari perhatian pembelajar asing bahasa Jepang, sehingga dikhawatirkan tanpa pengetahuan yang mendalam tentang keempat partikel ini pembelajar asing bahasa Jepang menggunakannya dalam percakapan.

Drama serial yang dipilih sebagai objek kajian penelitian ini adalah drama serial “Hotaru no Hikari 2. Setting drama ini ditampilkan di sebuah kota besar yaitu Tokyo, sehingga bahasa yang digunakan dalam drama ini termasuk Kyotsugo, sebagaimana dikemukakan oleh Muthi (2009: 4) bahwa:

Kyotsugo adalah bahasa Jepang yang dipahami dan dipakai di mana saja di seluruh negeri secara luas tanpa dibatasi wilayah tertentu. Umumnya ragam bahasa ini di pelajari oleh pembelajar asing bahasa Jepang, serta termasuk dalam Hyojungo atau bahasa Jepang standar yang resmi digunkan di belahan negara manapun.”

Dengan berbagai macam keresahan yang telah penulis utarakan di atas, maka penulis bermaksud untuk meneliti fungsi penggunaan partikel ka, sa, na dan wa dari penutur asli melalui media drama Hotaru no Hikari 2”dalam skripsi yang berjudul, “Analisis Fungsi Partikel Ka, Sa, Na, dan Wa dalam

(14)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diutarakan di atas, maka dalam penelitian ini dirumuskan menjadi permasalahan sebagai berikut:

1. Apa fungsi partikel ka, yang terdapat dalam drama serial Hotaru no Hikari 2”?.

2. Apa fungsi partikel sa, yang terdapat dalam drama serial Hotaru no Hikari 2”?.

3. Apa fungsi partikel na, yang terdapat dalam drama serial Hotaru no Hikari 2”?.

4. Apa fungsi partikel wa, yang terdapat dalam drama serial Hotaru no Hikari 2”?.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab seluruh permasalahan pada rumusan masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh gambaran tentang fungsi apa saja yang terdapat

dalam penggunaan masing-masing partikel ka, sa, na dan wa yang terdapat dalam drama serial “Hotaru no Hikari 2”.

(15)

D. Metode Penelitian

Dalam sebuah penelitian diperlukan metode untuk memecahkan masalah serta menguraikan data penelitian, sehingga tujuan dari masalah penelitian dapat dipecahkan. Sutedi (2009:53) memandang metode sebagai langkah kerja sistematis untuk menjawab masalah dalam kegiatan penelitian sebagaimana dikemukakanya bahwa:

Metode dapat diartikan sebagai cara atau prosedur yang harus ditempuh untuk menjawab masalah penelitian. Prosedur ini merupakan langkah kerja yang bersifat sistematis, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengambilan kesimpulan.

Jadi diperlukan langkah yang sitematis untuk menyelesaikan masalah penelitian supaya penelitian lebih terarah dan hasil yang diperoleh sesuai dengan masalah yang diteliti. Metode untuk menyelesaikan masalah penelitian tentu beragam tergantung dengan masalah apa yang akan diteliti. Untuk menjawab masalah dalam penelitian ini, metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Setelah metode penelitian ditentukan, selanjutnya adalah menentukan metode dan teknik pengumpulan data. Setelah data penelitian terkumpul maka langkah selanjutnya adalah menentukan metode dan teknik pengolahan data untuk mengolah data penelitian.

1. Jenis Metode Penelitian

(16)

Moh. Nazir, (2003: 54) memandang metode deskriptif bertujuan untuk memberikan gambaran secara faktual dan detail mengenai berbagai macam fenomena pada masa sekarang sebagaimana dikemukakannya bahwa:

Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti situasi sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa, metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menjabarkan dan menggambarkan objek penelitian pada masa sekarang dengan langkah-langkah ilmiah yang sistematis dan akurat didukung oleh data-data real dan faktual.

2. Sumber Data Penelitian

Sutedi (2009: 59) memandang sumber data yang diperlukan dalam penelitian yang menggunakan metode deskriptif bukanlah data usang melainkan “…..berupa data aktual yang terjadi pada masa penelitian itu berlangsung baik data kuantitatif maupun data kualitatif, bukan data masa lampau yang sudah usang.”

(17)

3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data.

Setelah data kajian tersaji, maka diperlukan suatu metode untuk mengumpulkan data kajian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudaryanto (1993: 133) bahwa “Kenapa disebut metode “simak” atau “penyimakan” karena memang berupa penyimakan, dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa.”

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu teknik sadap sebagai tahap awal, teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat sebagai teknik akhir. 4. Metode dan Teknik Pengolahan Data

Metode pengolahan data yang digunakan dalam tahap analisis data penelitian ini adalah metode distribusional. Dalam metode distribusional, terdapat teknik-teknik yang digunakan untuk mengolah data. Teknik lanjutan dalam metode distribusional yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik lesap, teknik ganti serta teknik sisip.

Tahapan selanjutnya yaitu tahap analisis atau pembahasan data. Setalah tahapan pengumpulan data dilakukan dan menghasilkan data kajian yang siap untuk diolah maka harus ada metode untuk mengolah data tersebut.

Djajasudanna (Faishol, 2006: 4) memandang metode sebagai cara yang bersistem untuk memudahkan kegiatan sebagaimana dikemukakannya bahwa:

(18)

Metode dan sistem merupakan dua hal yang berbeda, tapi keduanya saling melengkapi satu sama lain. Metode merupakan cara yang bersistem, sistem merupakan rangkaian kerja dalam metode.

Sudaryanto, (1993:9) menjelasakan perbedaan teknik dan metode agar lebih jelas perbedaan antara keduanya sebagaimana dikemukakannya bahwa:

Metode dan teknik digunakan dalam penelitian untuk menunjukan dua konsep yang berbeda tetapi berhubungan langsung satu sama lain. Keduanya adalah “cara” dalam suatu upaya. Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode. Sebagai cara teknik ditentukan atau identik dengan adanya alat yang dipakai. Metode berupa cara, sedangkan teknik berupa langkah-langkah atau alat untuk menjalankan.

Metode dalam kajian kebahasaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu metode padan dan metode agih atau metode distribusional.

1. Metode Padan

Metode padan atau metode indentitas ialah metode yang dipakai untuk mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual penentu dengan memakai alat penentu yang berada di luar bahasa, terlepas dari bahasa, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). Sudaryanto, (1993: 14) membagi metode padan atas lima macam, yaitu:

a. Metode referensial (referential [identiry] method), di mana alat penentunya adalah kenyataan atau segala sesuatu (yang bersifat luar bahasa) yang ditunjuk oleh bahasa.

b. Metode fonetis artikulatoris (articulatory phonetic [identity] method), dimana alat penentunya organ atau alat ucap pembentuk bunyi bahasa.

(19)

d. Metode ortografis (ortographic [identity] method), di mana alat penentunya perekam dan pengawet bahasa atau tulisan.

e. Metode pragmatis (pragmatic [identity] method), di mana alat penentunya adalah lawan bicara.

2. Metode Distribusional

Metode agih atau metode distribusional, yaitu menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri-ciri khas kebahasaan satuan-satuan lingual tertentu (Faishol, 2006: 5) .

Alat penentu dalam metode distribusional adalah bagian dari bahasa itu sendiri. Alat penentu dalam rangka kerja metode distribusional itu jelas, selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri, seperti kata (kata ingkar, preposisi, adverbia, dsb), fungsi sintaksis (subjek, objek, predikat, dsb), klausa, silabe akta, titinada, dan yang lain” (Sudaryanto, 1993:15).

Metode distribusional sebagai cara untuk melakukan penelitian mempunyai teknik-teknik untuk menjalankannya. Sudaryanto menjelaskan teknik-teknik analisis yang tercakup dalam metode distribusional antara lain dapat berupa:

1. Teknik Lesap, cara kerja teknik ini adalah dengan melesapkan atau menghilangkan unsur tertentu dari satuan satuan lingual atau kalimat. Setelah pelesapan terjadi, maka yang dilihat adalah sebab-akibat perubahan struktural setelah salah satu unsur dihilangkan. Inti dari teknik ini adalah dihilangkannya salah satu unsur dari sebuah konstruksi untuk melihat kadar keintian unsur yang dihilangkan. Contoh: Ayah pergi ke Bandung.

(20)

kalimat karena kalimat “ayah ke Bandung” gramatikal atau dapat diterima.

2. Teknik Ganti, inti dari teknik ganti ini adalah dengan menggantikan unsur tertentu dalam satuan lingual atau kalimat dengan unsur lain diluar kalimat tersebut. Teknik ini digunakan untuk mengetahui kesejajaran kesamaan kelas atau kategori unsur yang digantikan dengan unsur penggantinya. Contoh: “Budi pergi ke Jakarta” menjadi “Mereka pergi ke Jakarta”.

Kata “mereka” sejenis atau sekategori dengan unsur “Budi” dalam kalimat. Hal ini menunjukan kata “mereka” dan kata “Budi” setara atau dapat menggantikan atau saling menggantikan dalam kalimat. 3. Teknik Perluas, inti dari teknik perluas yaitu memperluas satuan

lingual tertentu (yang dikaji atau dibahas) baik perluasan ke kanan atau ke kiri, dan perluasan itu menggunakan “unsur” tertentu. Teknik perluas berguna untuk: (a) menentukan segi-segi kemaknaan unsur tertentu atau identitas unsur. (b) mengetahui seberapa jauh satuan lingual yang dikaji itu dapat diperluas baik ke kiri maupun ke kanan. Contoh: "Rumah baru” dapat diperluas menjadi "rumah [yang] baru", "dalam rumah baru", "dalam sebuah rumah baru", "di dalam rumah yang baru", dan sejenisnya.

4. Teknik Sisip, inti dari teknik sisip ini adalah untuk mengetahui kemungkinannya menyisipkan suatu unsur atau satuan lingual tertentu terhadap suatu konstruksi yang sedang kita analisis. Serta untuk mengetahui kadar keeratan dan ketegaran kedua unsur yang dipisahkan oleh penyisip tersebut. Contoh: (1) Saya membaca buku di perpustakaan, unsur ”yang tebal” dapat disisipkan, sehingga menjadi ”saya membaca buku yang tebal di perpustakaan”. Atau dengan menyisipkan unsur ”yang agak tebal” dst.

(21)

beruntun maka unsur yang bersangkutan memiliki ketegaran letak yang rendah. Contoh: (1) Sayur asam berbeda dengan „asam sayur”, atau (2) Ayah memanggil ibu berbeda dengan “ibu memanggil ayah”.

Pada kalimat 2, “ayah” sebagai pelaku dan “ibu” sebagai objek yang dikenai perbuatan, hal ini berbeda dengan kalimat hasil pembalikan, “ibu” sebagai pelaku dan “ayah” sebagai objek yang dikenai perbuatan.

6. Teknik Ubah Ujud, teknik ini dilakukan dengan mengubah wujud salah satu unsur dalam kalimat. Unsur yang diubah adalah unsur yang sedang diteliti untuk mengetahui satuan makan “peran” (pelaku (agentif), penderita (objektif)), mengetahui pola struktural serta tipe tuturan berdasarkan pola struktural. Contoh: (1) Ia memuatkan barang-barang itu ke dalam mobil yang merah. (2) Barang-barang itu dimuatkannya ke dalam mobilnya yang mewah. (3) Barang-barang itu dimuatkannya ke dalam mobilnya yang merah olehnya dst.

Dengan teknik ubah ujud unsur “memuatkan” di ubah menjadi “dimuatkan” dst.

(22)

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode simak, teknik sadap sebagai teknik dasar, teknik simak bebas libat cakap sebagai teknik lanjutan, sebagai teknik akhir digunakan teknik catat. Tahap pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode distribusional, teknik pengolahan data dengan menggunakan teknik lesap, teknik ganti dan teknik sisip. Kenapa teknik lesap, karena untuk mengetahui apakah partikel ka, sa, na dan wa merupakan unsur inti dalam kalimat. Teknik ganti digunakan untuk menjawab pertanyaan apakah partikel ka, sa, na dan wa mempunyai kesetaraan kelas dengan unsur pengganti dan bisakah saling menggantikan dengan unsur pengganti. Teknik sisip digunakan untuk mengetahui ketegaran struktur serta keeratan unsur yang diteliti

E. Manfaat Penelitian

Dengan diadakannya penelitian tentang partikel ka, sa,na dan wa ini maka manfaat yang ingin penulis peroleh adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis, dapat memperdalam pengetahuan penulis mengenai partikel, khususnya partikel ka, sa, na dan wa, sehingga dapat menggunakan partikel ini dengan baik dan benar.

2. Bagi pendidik, dapat menjadi masukan dan referensi bahan ajar dalam pembelajaran bahasa Jepang, khususnya materi tentang partikel ka, sa, na dan wa.

3. Bagi pembelajar, dapat dijadikan masukan untuk mengurangi kesulitan dalam memahami penggunaan partikel. Khususnya partikel ka, sa, na dan wa dalam kalimat percakapan bahasa Jepang.

(23)

F . Struktur Organisasi

BAB I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik pengolahan data (secara garis besarnya), manfaat penelitian dan struktur organisasi penulisan.

BAB II Landasan Teoritis

Bab ini berisikan teori-teori yang melandasi kegiatan penelitian, yaitu: a. batasan partikel dalam bahasa Indonesia, b. batasan partikel dalam bahasa Jepang, c. batasan shūjoshi dalam bahasa Jepang, d. Penelitian terdahulu mengenai fungsi partikel ka, sa, na dan wa dalam bahasa Jepang, e. batasan drama serial.

BAB III Metode Penelitian

Bab ini membahasa tentang jenis metode yang digunakan dan alasan dipilihnya metode tersebut, definisi operasional, sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik pengolahan data.

BAB IV Analisis data dan pembahasan

Bab ini menyajikan data-data yang telah didapat, menganalisi data-data, melakukan pembahasan dengan memberikan deskripsi ataupun penjelasan mengenai partikel ka, sa, na dan wa yang meliputi fungsi-fungsi dan perubahan kalimat setelah menggunakan teknik lesap, ganti dan sisip.

BAB V Kesimpulan dan Saran

(24)
(25)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Suatu penelitian tidak akan terjadi apabila tidak ada permasalahan yang melatarbelakanginya. Begitu pula dengan penelitian ini, suatu masalah timbul dari rasa penasaran sifat khas alamiah yang dimiliki oleh manusia. Suatu masalah tidak dapat dipecahkan dengan baik apabila tidak ada susunan rangka kerja yang tepat. Oleh sebab itu metodologi penelitian hadir untuk memecahkan masalah penelitian.

Towsand (Mardalis, 1990:15) memandang bahwa keingintahuan manusia dirangsang oleh kejadian-kejadian disekitar sehingga implikasinya hadirlah rasa ingin bertanya dan menyelidiki untuk memenuhi rasa ingin tahunya, sebagaimana dikemukakannya bahwa:

Manusia itu mempunyai sifat ingin tahu, sedangkan diluar dirinya ada kejadian-kejadian yang merangsang. Kejadian-kejadian yang merangsang itulah merupakan persoalan (masalah). Hubungan antar rangsangan– rangsangan dari luar dan hasrat ingin tahu pada diri manusia itulah penyebab kenapa manusia selalu ingin bertanya dan akhirnya menyelidiki.

Bylear (Mardalis, 1990:15) mengemukakan bahwa “ …. pada diri manusia ada suatu kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan ini hanya bisa dicapai apabila ada pengetahuan tentang penyelidikan untuk mengetahui kebutuhan itu

sendiri.”

(26)

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Sebagaimana dikemukakan oleh Sutedi (2009:58) bahwa

“Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan, menjabarkan suatu fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual.”

Mardalis (1990:26) memandang bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan saat ini dengan cara mendeskripsikan termasuk didalamnya mencatat serta menganalisis sebagaimana dikemukakannya bahwa:

Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskrispikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi – informasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada,. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti.

Tak hanya itu, Nazir (2003:54) memandang bahwa penelitian deskripsi bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis, factual dan akurat mengenai sifat serta fenomena yang terjadi termasuk didalamnya sekelompok manusia, objek, kondisi sampai suatu pemikiran, sebagai mana dikemukakannya bahwa:

(27)

Hal yang senada juga dikemukakan oleh Travels. Sebagaimana dikemukakan oleh Travels (Hikmat, 2011:44) bahwa “Tujuan utama menggunakan metode deskripsi adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.”

Lebih lengkap lagi Sevilla (Hikmat, 2011: 45) menjelaskan bahwa metode deskriptif adalah metode penelitian unttuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian, sehingga berkehendak mengadakan akumulasi data dasar.

Hikmat (2011:45) menjelaskan manfaat penelitian deskriptif sebagai solusi untuk memecahkan masalah faktual sebagaimana dikemukakannya bahwa:

1). Metode ini telah digunakan secara luas dan lebih banyak segi dibandingkan metode-metode penelitian lain. 2). Metode ini banyak memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi keadaan mutakhir dan dapat membantu dalam mengidentifikasikan faktor-faktor yang berguna untuk pelaksanaan percobaan. 3) metode ini dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan yang mungkin terdapat dalam situasi tertentu; 4) Data yang dikumpulkan melalui metode ini dianggap sangat bermanfaat dalam membantu untuk menyesuaikan diri atau dapat memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari; 5) Metode ini membantu untuk mengetahui bagaimana cara mencapai tujuan yang diinginkan; 6) Metode ini dapat digunakan dalam berbagai masalah yang ada.

Lebih ringkas lagi, Whitney (Muh Nazir, 2003: 54) berpendapat

bahwa “Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.”

(28)

yang terkandung dari tiap-tiap partikel. Sebagai tahap akhir hasil penelitian disajikan atau diinterpretasikan.

B. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam menginterpretsikan makna dari kata-kata atau istilah-istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini, penulis mendefinisikan kata-kata atau istilah tersebut sebagai berikut:

1. Analisis

Sebagaimana dikemukakan oleh KBBI (2008:58) bahwa “Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab – musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya)”

2. Fungsi

Sebagaimana dikemukakan Oxford Learner’s Pocket Dictionary 3rd edition (2000:173) bahwa “Function is a special activity or purpose of a person or thing”. Jadi fungsi adalah sebuah tindakan khusus atau suatu tujuan yang dimiliki oleh seseorang atau sesuatu.

3. Partikel

Sebagaimana dikemukakan Oxford Learner’s Pocket Dictionary 3rd edition (2000:173) bahwa “An adverb or a prepotition that can combine with a verb to make a phrasal verb”. Jadi partikel adalah sebuah kata keterangan atau kata bantu (preposisi) yang dapat digabungkan dengan kata kerja untuk membentuk kata kerja phrasal.

4. Drama serial

(29)

Unsur-unsur drama: naskah drama (tema) drama sript, alur, pemain (akris atau actor), tempat pertunjukan (teater), amanat, penonton.

Drama serial televisi Jepang yang disiarkan di stasiun TV Jepang. Drama memiliki berbagai macam jalan cerita, seperti kehidupan sekolah, komedi, misteri, kisah detektif dan lain-lain.

Drama televisi Jepang “terebi dorama” atau dorama adalah program drama yang ditayangkan di stasiun televisi Jepang. Jaringan televisi utama di Jepang memproduksi drama serial dalam berbagai tema, seperti kehidupan sekolah, komedi, misteri, kisah detektif. Ceritanya dapat berasal dari skenario asli, atau adaptasi novel dan manga.

Karakteristik drama serial Jepang umumnya tamat dalam satu musim tayang yang panjangnya tiga bulan. Sebagian besar drama ditayangkan malam hari pada pukul 21.00, pukul 22.00 atau pukul 23.00. Jumlah episode berkisar 9 sampai 12 episode. Di Jepang terdapat 4 musim tayang: musim dingin (Januaru - Maret), musim semi (April - Juni), musim panas (Juli - September), dan musim gugur (Oktober - Desember). Musim tayang disebut dengan kūru dari Bahasa Perancis cours. Jam tayang dorama dibagi menajdi dua: 1). Asadora (drama pagi atau siang hari), ditayangkan tiap hari, satu musim tayang tiga bulan sampai satu tahun, karakter utamanya selalu perempuan. 2). Getsuku atau Gekku, berupa drama serial yang diharapkan memiliki rating tinggi. Ditayangkan pada malam hari pukul 21.00 sampai 22.00. Pemerannya adalah aktor dan aktris yang sedang popular sehingga pembuatan drama serial ini memakan biaya yang lumayan tinggi.

5. Hotaru no Hikari 2

(30)

pada tanggal 7 Juli 2010, ditayangkan setap hari Rabu pukul 22:00 di stasiun TV NTV. Drama ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Amemiya Hotaru yang bekerja di sebuah perusahaan interior design terkenal. Pekerjaannya merupakan sebuah pekerjaan yang sangat

“Glamōr” tapi, hal ini sangat bertolak belakang dengan kehidupan pribadinya yang jauh sekali dari kata “Glamōr”. Dia tinggal seorang diri dan pada saat tidak bekerja dia lebih memilih untuk menghabiskan waktu liburnya dengan tidur, bahkan lebih memilih untuk tidur di rumah daripada pergi berkencan dengan seorang pria. Salah satu hobinya adalah menggunkan celana olahraga semasa SMA dulu, bermalas – malasan, membaca komik dan minum bir.

(31)

C. Sumber Data

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk dilakukannya penelitian ini adalah menyediakan data yang benar-benar siap untuk diteliti dengan metode dan teknik-teknik analisis data.

Rahardi (2009:31) mengungkapkan bahwa “Data kajian adalah bahan jadi penulisan, bukannya bahan mentah penulisan. Sebagai bahan jadi penulisan, maka data kajian itu harus memiliki kualifikasi yang benar-benar siap untuk dikenai metode dan teknik-teknik analisis data.”

Sudaryanto (Rahardi, 2009:31) menjelaskan bahan jadi penelitian merupakan objek penelitian yang telah mengelami proses pemilihan dari bahan mentah untuk dijadikan bahan penelitian sebagaimana dikemukakannya bahwa:

Data adalah bahan penelitian, dan sebagai bahan penelitian data itu merupakan bahan jadi penelitian. Bahan jadi penelitian hadir karena terjadi pemilihan yang cermat terhadap aneka macam tuturan yang merupakan bahan mentah penelitian. Jadi, bahan jadi penelitian atau data penelitian itu sesungguhnya merupakan hasil seleksi atau hasil pemilihan terhadap bahan mentah. Dengan kata lain, sesungguhnya data itu adalah objek penelitian plus konteksnya.

(32)

D. Metode Pengumpulan Data

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam kerangka penelitian ini adalah mengumpulkan dan menyediakan data yang benar-benar siap untuk dikenai metode dan teknik analisis.

Setelah bahan mentah penelitian tersaji, untuk berlajut pada tahap selanjutnya diperlukan suatu metode untuk mengumpulkan data penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak. Sebagaimana dikemukakan oleh Sudaryanto, (1993: 133) bahwa “Kenapa disebut metode “simak” atau “penyimakan” karena memang berupa penyimakan, dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa”.

Adapun teknik pengumpulan atau penyediaan data di dalam metode simak ini adalah teknik sadap sebagai teknik dasar, teknik simak bebas libat cakap sebagai teknik lanjutan I, teknik simak bebas libat cakap sebagai teknik lanjutan II, teknik rekam serta terakhir teknik catat.

Dalam penelitian ini, penulis dengan segenap kemampuan menyimak setiap percakapan yang mengandung partikel ka, na, sa dan wa dalam drama

“Hotaru No Hikari 2” dengan bantuan software Sony Vegas untuk memotong adegan supaya nuansa yang terkandung didalamnya lebih jelas untuk diteliti. Tahapan selanjutnya digunakan beragam teknik pengumpulan data. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi teknik dasar yaitu teknik sadap sebagai tahap awal, teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat sebagai teknik akhir.

(33)

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam kegiatan menyimak, penulis menggunakan beragam teknik pengumpulan data yang sesuai dengan penelitian deskriptif. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sadap sebagai teknik dasar sekaligus tahap awal, teknik lanjutan yaitu teknik simak bebas libat cakap dan teknik catat sebagai teknik akhir.

Teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sadap. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sudaryanto (1993: 133) bahwa “Dalam teknik sadap ini, peneliti memperoleh data dengan segenap kecerdikan dan kemampuannya harus menyadap pembicaraan (baca: menyadap penggunaan bahasa) seseorang atau beberapa orang.”

Setelah menyimak setiap percakapan yang mengandung partikel ka, sa, na dan wa dalam drama “Hotaru No Hikari 2” tahap selanjutnya penulis menyadap setiap percakapan atau pembicaraan yang mengandung partikel ka, sa, na dan wa dengan cara mencatat. Setiap kalimat yang terkumpul digolongkan berdasarkan jenis partikel, apakah dalam kalimat tersebut terdapat partikel ka, sa, na dan wa yang nantinya akan dilihat fungsi yang terdapat dari masing-masing partikel dalam kalimat tersebut.

Teknik lanjutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simak bebas libat cakap. Sudaryanto (1993:134) mengemukakan bahwa teknik simak bebas libat cakap mempunyai ciri khusus bahwa peneliti tidak terlibat aktif dalam percakapan, sebagaimana dikemukakanya bahwa:

(34)

konsep “dialog” digunakan dalam arti yang seluas luasnya, yang pada pokoknya melibatkan dua pihak yang berlaku sebagai pembicara dan mitra wicara, baik secara berganti-ganti maupun tidak, baik yang lebih bersifat komunikasi (dua arah dan timbal balik, sehingga bersifat imbal wicara) maupun yang lebih bersifat kontak (satu arah). 4). Alat yang digunakan adalah peneliti sendiri, peneliti tidak dilibatkan langsung untuk ikut menentukan pembentukan dan pemunculan calon data kecuali hanya sebagai pemerhati saja-pemerhati terhadap calon data yang terbentuk dan mucul dari peristiwa kebahasaan yang berada diluar dirinya.

Inti dari teknik simak bebas libat cakap ini adalah sebagai berikut: 1). Peneliti tidak terlibat dalam dialog, posisinya berada diluar kegiatan orang yang berdialog. 2). Posisi peneliti berada diluar pembicara, pendengar yang berhadapan dengan lawan bicara, atau pendengar dari mitra wicara. 3). Peneliti hanya mendengarkan apa yang dikatakan (bukan yang dibicarakan). 4). Peneliti sebagai alat (pemerhati), tidak terlibat dalam pembentukan dan pemunculan calon data. Sehingga keasilian data dapat dijamin karena tidak ada intervensi peneliti ketika mengumpulkan data berupa percakapan.

Teknik akhir dalam pengumpulan data adalah teknik catat. Sudaryanto (1993:135) menjelaskan bahwa “Teknik catat dilakukan dengan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi. Pencatatan dapat dilakukan ketika teknik pertama dan kedua selesai digunakan atau sesudah perekaman dilakukan, dengan menggunakan alat tulis tertentu.”

(35)

Sebelum dilakukan analisi data, data yang telah dikumpulkan dan disediakan dengan sungguh-sungguh baik seperti dijelaskan pada bagian sebelum ini lalu dikelompok-kelompokan terlebih dahulu. Dengan perkataan lain, data itu telah melalui tahapan klasifikasi data sebelum benar-benar dikenakan teknik analisi data. Klasifikasi data yang demikian itu dilakukan untuk mendapatkan tipe-tipe data atau melakukan penipean data yang selajutnya akan mempermudah proses analisis data pada tahapan yang berikutnya. Langkah demikian itu akan mempermudah proses analisis data karena data-data yang sudah ditipe-tipekan atau sudah dikelas-kelaskan terlebih dahulu

Setelah melalui tahapan klasifikasi dengan menggolongkan kalimat-kalimat percakapan yang terdapat partikel ka, sa, na dan wa maka selanjutnya adalah tahapan analis data atau pengolahan data,

F. Metode Pengolahan Data

Tahapan selanjutnya yaitu tahap analisis atau pembahasan data. Setelah tahapan pengumpulan data dilakukan dan menghasilkan data kajian yang siap untuk diolah maka harus ada metode untuk mengolah data tersebut.

Sebelum melangkah lebih jauh, perlu rasanya diketahui perbedaan antara metode dan teknik. Djajasudanna (Faishol, 2006:4) memandang metode sebagai cara yang bersistem untuk memudahkan kegiatan sebagaimana dikemukakannya bahwa:

Metode dalam ilmu pengetahuan adalah cara yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditemukan. Sistem merupakan suatu susunan yang berfungsi dan bergerak; ilmu memiliki objek yang dapat dikaji secara sistematis. Sudaryanto (1993:9) menjelasakan perbedaan teknik dan metode agar lebih jelas perbedaan antara keduanya sebagaiamana dikemukakannya bahwa:

(36)

Intinya metode dan sistem merupakan dua hal yang berbeda, tapi keduanya saling melengkapi satu sama lain. Metode merupakan cara yang bersistem, sistem merupakan rangkaian kerja dalam metode.

Metode dalam kajian kebahasaan dapat dibedakan menjadi dua yaitu metode padan dan metode agih atau metode distribusional.

1. Metode Padan

Sudaryanto (1993:13) memandang metode padan sebagai metode penentu identitas satuan lingual tertentu sebagaimana dikemukakannya bahwa:

Metode padan atau metode indentitas ialah metode yang dipakai untuk mengkaji atau menentukan identitas satuan lingual penentu dengan memakai alat penentu yang berada di luar bahasa, terlepas dari bahasa, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan.

Sudaryanto (1993: 14) membagi metode padan atas lima macam, yaitu:

a. Metode referensial (referential [identiry] method), di mana alat penentunya adalah kenyataan atau segala sesuatu (yang bersifat luar bahasa) yang ditunjuk oleh bahasa.

b. Metode fonetis artikulatoris (articulatory phonetic [identity] method), dimana alat penentunya organ atau alat ucap pembentuk bunyi bahasa. c. Metode translasional (translational [identity] method), dimana alat

penentunya bahasa atau lingual lain.

d. Metode ortografis (ortographic [identity] method), di mana alat penentunya perekam dan pengawet bahasa atau tulisan.

(37)

2. Metode Distribusional

Metode agih atau metode distribusional, yaitu sustu metode untuk menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri-ciri khas kebahasaan satuan-satuan lingual tertentu (Faishol, 2006:5). Alat penentu dalam metode distribusional adalah bagian dari bahasa itu sendiri. Alat penentu dalam rangka kerja metode distribusional itu jelas, selalu berupa bagian atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri, seperti kata (kata ingkar, preposisi, adverbia, dsb), fungsi sintaksis (subjek, objek, predikat, dsb), klausa, silabe akta, titinada, dan yang lain (Sudaryanto, 1993:15).

Metode distribusional sebagai cara untuk melakukan penelitian mempunyai teknik-teknik untuk menjalankannya. Teknik-teknik analisis yang tercakup dalam metode distribusional antara lain dapat berupa:

a. Teknik Lesap. Cara kerja teknik ini adalah dengan melesapkan atau menghilangkan unsur tertentu dari satuan satuan lingual atau kalimat. Setelah pelesapan terjadi, maka yang dilihat adalah sebab-akibat perubahan struktural setelah salah satu unsur dihilangkan. Inti dari teknik ini adalah dihilangkannya salah satu unsur dari sebuah konstruksi untuk melihat kadar keintian unsur yang dihilangkan. Contoh: Ayah pergi ke Bandung.

Konstruksi: “ayah pergi ke Bandung”. Bila yang dihilangkan unsur

“pergi” untuk mengetahui apakah unsur “pergi” merupakan inti kalimat atau bukan, maka konstruksi kalimat menjadi “ayah ke Bandung”.

Hasil perubahan menujukan unsur “pergi” bukan inti kalimat karena kalimat “ayah ke Bandung” gramatikal atau dapat diterima.

(38)

unsur penggantinya. Contoh: “Budi pergi ke Jakarta” menjadi “Mereka

pergi ke Jakarta”.

Kata “mereka” sejenis atau sekategori dengan unsur “Budi” dalam

kalimat. Hal ini menunjukan kata “mereka” dan kata “Budi” setara atau dapat menggantikan atau saling menggantikan dalam kalimat.

c. Teknik Perluas. Inti dari teknik perluas yaitu memperluas satuan lingual tertentu (yang dikaji atau dibahas) baik perluasan ke kanan atau ke kiri,

dan perluasan itu menggunakan “unsur” tertentu. Teknik perluas

berguna untuk: (a) menentukan segi-segi kemaknaan unsur tertentu atau identitas unsur. (b) mengetahui seberapa jauh satuan lingual yang dikaji itu dapat diperluas baik ke kiri maupun ke kanan. Contoh: "Rumah baru” dapat diperluas menjadi "rumah [yang] baru", "dalam rumah baru", "dalam sebuah rumah baru", "di dalam rumah yang baru", dan sejenisnya.

d. Teknik Sisip. Inti dari teknik sisip ini adalah untuk mengetahui kemungkinannya menyisipkan suatu unsur atau satuan lingual tertentu terhadap suatu konstruksi yang sedang kita analisis. Serta untuk mengetahui kadar keeratan dan ketegaran kedua unsur yang dipisahkan oleh penyisip tersebut. Contoh: (1) Saya membaca buku di

perpustakaan, unsur ”yang tebal” dapat disisipkan, sehingga

menjadi ”saya membaca buku yang tebal di perpustakaan”. Atau

dengan menyisipkan unsur ”yang agak tebal” dst.

e. Teknik Balik. Inti dari teknik balik adalah untuk mengetahui ketegaran letak suatu unsur dalam susunan kalimat beruntun. Bila unsur tersebut dapat dipindahkan tempatnya dalam susunan beruntun maka unsur yang bersangkutan memiliki ketegaran letak yang rendah. Contoh: (1) Sayur

asam berbeda dengan „asam sayur”, atau (2) Ayah memanggil ibu

berbeda dengan “ibu memanggil ayah”.

Pada kalimat 2, “ayah” sebagai pelaku dan “ibu” sebagai objek yang

dikenai perbuatan, hal ini berbeda dengan kalimat hasil pembalikan,

(39)

f. Teknik Ubah Ujud. Teknik ini dilakukan dengan mengubah wujud salah satu unsur dalam kalimat. Unsur yang diubah adalah unsur yang

sedang diteliti untuk mengetahui satuan makan “peran” (pelaku (agentif), penderita (objektif)), mengetahui pola struktural serta tipe tuturan berdasarkan pola struktural. Contoh: (1) Ia memuatkan barang-barang itu ke dalam mobil yang merah. (2) Barang-barang-barang itu dimuatkannya ke dalam mobilnya yang mewah. (3) Barang-barang itu dimuatkannya ke dalam mobilnya yang merah olehnya dst.

Dengan teknik ubah ujud unsur “memuatkan” di ubah menjadi “dimuatkan” dst.

g. Teknik Ulang. Teknik ini dilakukan dengan mengulang unsur satuan

lingual yang diteliti. Hampir sama dengan teknik perluas tetapi “unsur”

yang ditambahkan atau diulang sama dengan salah satu unsur yang ada dalam kalimat. Teknik ini dilakukan untuk menentukan identitas dan jenis unsur yang diteliti. Contoh: “Ia memuatkan barang itu ke dalam mobil” menjadi kalimat “Barang-barang itu dimuatkannya ke dalam

mobil” atau “Barang-barang itu dimuatkan ke dalam mobil olehnya”dst.

(40)

G. Teknik Pengolahan Data

Teknik lanjutan yang digunkan dalam penelitian ini adalah teknik lesap, teknik ganti serta teknik balik.

1. Teknik Lesap

Teknik analisis yang berupa penghilangan atau pelesapan unsur satuan lingual data itu menghasilkan tuturan berbentuk ABC, ABD, ACD, atau BCD bila tuturan data semula adalah berbentuk ABCD. Hal itu sepenuhnya bergantung pada unsur mana yang akan dilesapkan atau dihilangkan. Satu hal yang perlu diperhatikan: unsur manapun yang dilesapkan, unsur yang dimaksud selalulah merupakan unsur yang justru sedang menjadi pokok perhatian dalam analisis. Jadi, bila dalam tuturan berbentuk ABCD unsur D dilesapkan (sehingga menghasilkan ABC) maka unsur D itu unsur yang sedang menjadi pokok perhatian. Hal yang sama berlaku untuk pelesapan unsur C, B atau A. Alat yang digunakan dalam pemanfaatan teknik lesap itu adalah satuan lingual yang justru lesap. Dalam hal ini, lalu istilah yang lebih tepat bukan lesap atau terlesapkan melainkan melesapkan diri. (Sudaryanto, 1993:41)

Hasil pelesapan itu kemungkinannya ada dua, yaitu berupa tuturan yang dapat diterima oleh para penutur, dapat pula tidak. Bila diterima berarti tuturan itu gramatikal; bila tidak, berarti tidak gramatikal. Dalam hal ini,

“diterima‟ berarti dipandang ada, mungkin terjadi, dapat dipakai dalam penggunaan bahasa. (Sudaryanto, 1993:42)

(41)

hilangnya tipe satuan lingual tertentu yang termanifestasikan dalam wujud satuan lingual itu. (Sudaryanto, 1993:42)

Penerapan teknik lesap dalam penelitian ini dapat dilihat dari contoh sebagai berikut, dengan teknik lesap, partikal ka dalam kalimat (1) dilesapkan sehingga menjadi kalimat (1a).

(1). 雨宮先輩もう大丈夫なんですか。

Amemiya senpai mou daijobunandesuka?. Apakah kak Amemiya sudah sembuh?.

(1a). 雨宮先輩もう大丈夫なんです。

Amemiya senpai mou daijyobunandesu. Kak Amemiya sudah sembuh.

Kalimat (1a) gramatikal atau dapat diterima. Hal ini menunjukan kadar keintian partikel ka dalam kalimat (1) rendah. Kalimat (1a) menujukan ungkapan pernyatan bahwa “Amemiya sudah sembuh”, hal ini menujukan keberadaan partikel ka tidak boleh dihilangkan atau mutlak diperlukan untuk mengajukan ungkapan pertanyaan.

(42)

2. Teknik Ganti

Teknik ganti berupa penggantian unsur satuan lingual data akan menghasilkan tuturan berbentuk ABCS, ABSD atau SBCD, bila tuturan data semula berbentuk ABCD. Hal itu sepenuhnya bergantung pada unsur mana yang akan digantikan. Dengan teknik ganti ini, unsur mana yang diganti, unsur itu selalu merupakan unsur yang justru sedang menjadi pokok perhatian dalam analisis. Hasil penggunaan teknik ganti kemunginan ada dua, yaitu berupa tuturan yang dapat diterima (yang gramatikal) dan yang tidak (tidak gramatikal). Alat dalam teknik ganti ini berupa satuan lingual pengganti (Sudaryanto, 1993:48).

Kegunaan teknik ganti adalah untuk mengetahui kadar kesamaan kelas atau kategori unsur terganti atau unsur ginanti dengan unsur pengganti, khususnya bila tataran pengganti sama dengan tataran terganti atau tataran ginanti. Bila dapat digantikan (atau saling menggantikan) berarti kedua unsur itu dalam kelas atau kategori yang sama. Dalam hal itu, pengertian kelas atau kategori dapat meliputi juga superkelas (kelas atasan, superkategori) atau subkelas (kelas bawahan, subkategori). Makin banyak kemungkinan penggantian unsur yang sama dalam berbagai satuan lingual, makin tinggi kadar kesamaannya; dan itu berarti makin membentuk kemungkinan bahwa unsur yang saling dapat menggantikan itu dalam kelas, bahkan superkelas, yang sama (Sudaryanto, 1993:49).

Penerapan teknik ganti dalam penelitian ini dapat dilihat dari contoh sebagai berikut, dengan teknik ganti partikal ka dalam kalimat (2) diganti dengan partikel ne sehingga menjadi kalimat (2b).

(2). 雨宮先輩もう大丈夫なんですか。

Amemiya senpai mou daijobunandesuka?. Apakah kak Amemiya sudah sembuh?.

(2b).雨宮先輩もう大丈夫なんですね。

(43)

Kak Amemiya sudah sembuh ya.

Kalimat (2b) gramatikal atau dapat diterima. Unsur partikel ka dapat digantikan dengan partikel ne tapi merubah makna kalimat. Bila dapat digantikan (atau saling menggantikan) berarti kedua unsur itu dalam kelas atau kategori yang sama. Tapi keberadaan partikel ka tidak boleh dihilangkan atau mutlak diperlukan untuk mengajukan ungkapan pertanyaan.

Dengan teknik ganti ini, unsur mana yang diganti, unsur itu selalu merupakan unsur yang justru sedang menjadi pokok perhatian dalam analisis, dalam penelitian ini yaitu partikel ka, sa, na dan wa. Dengan dua kemungkinan hasil yang diperoleh, yaitu hasil yang gramatikal dan tidak gramatikal maka diperoleh gambaran -terlepas dari hasil apakah unusur pengganti dan ginanti berada dalam satu kelas yang sama- apakah dalam kalimat yang menggandung fungsi tertentu masing-masing partikel ka, sa, na dan wa berubah makna, inti dan tujuannya dalam kalimat. Bila berubah makna, inti dan tujuannya dalam kalimat maka unsur tersebut harus ada untuk mewakilkan fungsi yang dimilikinya supaya, tujuan berkomunikasi dapat disampaikan dan berjalan dengan baik.

3. Teknik Sisip

Teknik sisip berfungsi untuk mengetahui kadar keeratan kedua unsur yang dipisahkan oleh penyisip itu. Bila adanya penyisip itu dimungkinkan maka berarti kadar keeratan unsur yang dipisahkan itu rendah; dan bila tidak dimungkinkan, berarti tinggi. Unsur penyisip yang dimaksud dapat unsur yang statusnya atau derajatnya sebagai pembentuk satuan lingual sama dengan kedua unsur yang disisipi dapat pula tidak (Sudaryanto, 1993:65).

(44)

menunjukan hasil tuturan yang gramatikal maka ketegaran unsur yang bersangkutan dalam susunan beruntun adalah kurang. Dengan kata lain, unsur yang bersangkutan dapat berpindah tempat sehingga mengubah pola urutan unsur-unsur satuan lingual yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:65). Penerapan teknik sisip dalam penelitian ini dapat dilihat dari contoh sebagai berikut, dengan teknik sisip partikel ne disisipkan diantara partikel ka dalam kalimat (3) sehingga menjadi kalimat (3c).

(3). 雨宮先輩もう大丈夫なんですか。

Amemiya senpai mou daijobunandesuka?. Apakah kak Amemiya sudah sembuh?.

(3c).雨宮先輩もう大丈夫なんですねか。

Amemiya senpai mou daijobunandesuneka?. Apakah kak Amemiya sudah sembuh.

Kalimat (3c) tidak gramatikal atau tidak dapat diterima. Hal ini menunjukan keeratan partikel ka dan partikel no tinggi. Ketegaran partikel ka dalam kalimat tinggi dalam artian posisi partikel dalam susunan beruntun tinggi atau tidak dapat di pindah.

Teknik sisip ini menghasilkan dua kemungkinan hasil yang diperoleh, gramatikal dan tidak gramatikal. Dalam penelitian ini kalimat yang mengandung partikel ka, sa, na dan wa disisipi unsur lain untuk mengetahui ketegaran unsur yang diteliti dalam kalimat. Hasil yang tidak gramatikal menujukan ketegaran letak unsur yang diteliti dalam kalimat tinggi, sehingga letaknya dalam kalimat tidak dapat dipindah. Hasil yang gramatikal menujukan ketegaran letak unsur yang diteliti rendah karena unsur yang diteliti dapat disisipi unsur lain dan menghasilkan tuturan yang diterima.

(45)
(46)
(47)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Pada bab ini, penulis akan mengambil simpulan dari hasil analisis data-data pada bab sebelumnya, yaitu hasil analisi fungsi partikel ka, sa, na dan wa yang terdapat dalam drama serial Hotaru no Hikari 2. Dari data yang telah terkumpul terdapat 99 kalimat yang menggunakan partikel ka, sa, na dan wa, 59 kalimat yang menggunakan partikel ka, 11 kalimat yang menggunakan partikel sa, 16 kalimat yang menggunakan partikel na, dan 13 kalimat yang menggunakan partikel wa. Selanjutnya penulis akan menyimpulkan hasil penelitian tentang fungsi yang terdapat dari masing-masing partikel sebagai jawaban atas rumusan masalah atau permasalahan yang diteliti.

1. Fungsi Partikel Ka

Berdasarkan letaknya partikel ka yang terdapat dalam drama serial

(48)

Berbicara mengenai fungsi partikel ka yang berfungsi untuk menujukan ungkapan pertanyaan dalam kalimat yang terdapat dalam drama serial Hotaru no Hikari 2, dengan menggunakan teknik lesap partikel ka dihilangkan untuk mengetahui kadar keintiannya dalam kalimat. Hasilnya menunjukan bahwa dalam kondisi dan situasi tertentu, kadar keintian partikel ka yang menyatakan pertanyaan dalam kalimat rendah. Hal ini menunjukan bahwa keberadaan partikel ka sebagai satuan lingual yang menunjukan ungkapan pertanyaan tidak selalu diperlukan dengan catatan tergantung pada kondisi dan situasi. Misalnya dalam kalimat (a) こ

出 来 “Kore kara detekorareru?” (Bisa pergi keluar (main)

sekarang?) tanpa disertai partikel ka, dengan menaikan intonasi di akhir, kalimat (a) menujukan ungkapan pertanyaan yang menunjukan ajakan. Pada kalimat (b) っ い ま “Moracchaimasu” “Diterima” tanpa diertai partikel ka, dengan menaikan intonasi di akhir, kalimat (b) menunjukan ungkapan pertanyaan kepada diri sendiri. Kalimat (c) ー

関 係 っ “Gōya kankeinakatta” “Ternyata tidak ada hubungannya

dengan pare” tanpa disertai partikel ka kalimat (c) menunjukan ungkapan pertanyaan pada diri sendiri. Kalimat (d) い?今ま 我慢 こ い

“Nai, imamade gamanshita koto naino” “Tidak ada? Sampai sekarang tidak

ada hal yang harus kamu khawatirkan?” tanpa disertai partikel ka, adanya partikel no dapat mewakilkan satuan lingual yang menujukan ungkapan pertanyaan berupa konfirmasi. Pada kalimat (e) そう そ ニ ン 入

っ 来 “Sō, sorede nyanko ga hattekite” “Oh begitu, rupanya ada

kucing yang masuk” tanpa disertai partikel ka, ungkapan “Sōka” berubah menjadi ungkapan “Sō” yang dapat mewakilkan ungkapan pertanyaan yang menunjukan perasaan tapi tidak diekspresikan secara langsung.

(49)

menunjukan ungkapan pertanyaan meskipun intonasi di akhir kalimat dinaikan melainkan berubah menjadi kalimat penyataan, hal ini menunjukan partikel ka mutlak diperlukan dalam pola kalimat “desu” sebagai satuan lingual yang menunjukan ungkapan pertanyaan. Misalnya dalam kalimat (f) 瀬 乃 さ う 5 時 け 帰 い “Senosan mō go ji desukedo kaeranaidesuka”Saudara Seno sudah jam lima tapi kenapa tidak pulang?” bila partikel ka dihilangkan kalimat (f) akan berubah menjadi kalimat penyataan bukan kalimat pertanyaan. Sama halnya dengan fungsi partikel ka yeng menyatakan penegasan berupa pertentangan dalam pola “janaidesuka” kadar keintian partikel ka dalam kalimat tinggi, misalnya

dalam kalimat (g) “そ ! ー い ” “Sonna!

Takaga go-yajanaideseka” “Bukankah ini hanya sekedar pare”. Dengan menghilangkan partikel ka dalam kalimat (g) kalimat berubah menjadi kalimat pernyataan bukan kalimat pertanyaan.

Dengan menggunakan teknik lesap yaitu menghilangkan partikel ka pada kalimat yang mengandung fungsi partikel ka yang menunjukan ungkapan perasaan, disertai ekspresi perasaan ketika merasakan sesuatu tidak diekspresikan secara langsung, hasilnya menunjukan bahwa keberadaan partikel ka sebagai satuan lingual yang menunjukan ungkapan perasaan tidak begitu diperlukan dengan kata lain kadar keintian partikel ka rendah, misalnya dalam kalimat (g) “そう そ ニ ン 入っ 来 ”

“Sōka. Sorede nyanko ga hattekite” “Oh begitu!Rupanya ada kucing masuk”

dengan menghilangkan parikel ka maka berubah menjadi kalimat (1g)

う そ ニ ン 入っ 来 “Sō, sorede nyanko ga hattekite” “Oh

begitu, rupanya ada kucing yang masuk” tanpa disertai partikel ka, ungkapan “Sōka” berubah menjadi ungkapan “Sō” yang dapat mewakilkan ungkapan pertanyaan yang menunjukan perasaan tapi tidak diekspresikan secara langsung.

(50)

partikel ne untuk mengetahui apakah fungsi partikel ka sebagai satuan lingual yang menyatakan ungkapan pertanyaan dapat digantikan, bila dapat berarti kedua partikel tersebut berada dalam satu kelas yang sama. Hasil analisis menunjukan hasil yang berbeda tergantung dari fungsi partikel ka yang terdapat dalam kalimat. Hasil penelitian menunjukan bahwa partikel ne dapat menggantikan partikel ka dalam beberapa fungsi tertentu, tetapi

nuansa kalimat berubah tergantung situasi dan kondisi menjadi penegasan agar lawan bicara sependapat dengan apa yang penutur ucapkan. Partikel ne tidak dapat menggantikan fungsi partikel ka yang mempunyai fungsi pertanyaan serta fungsi partikel ka dalam pola janaika” yang menunjukan penegasan berupa pertentangan. Hal ini menujukan bahwa partikel ka sebagai satuan lingual yang menyatakan ungkapan pertanyaan tidak dapat digantikan dengan partikel ne dan tidak berada dalam kelas yang sama dengan partikel ne. Misalnya kalimat (a) 瀬乃さ う5時 け 帰 い “Senosan mō go ji desukedo kaeranaidesuka”Saudara Seno sudah jam lima tapi kenapa tidak pulang?”, partikel ka di akhir kalimat diganti dengan partikel ne sehingga menjadi kalimat (b) “瀬乃さ う5時

け 帰 い ” “Senosan mō go ji desukedo kaeranaidesune”Saudara Seno sudah jam lima tapi kenapa tidak pulang ya. Partikel ne tidak dapat menggantikan fungsi partikel ka dalam pola “janaika” yang menyatakan penegasan berupa pertentangan sebagaimana dalam kalimat (c)

“苦 手 ー 無 理 食 べ い ” “Nigate gōya o murishite

tabetakarajanainoka” “Bukankah karena memaksakan memakan pare yang tidak disukai”, partikel ka di akhir kalimat diganti dengan partikel ne sehingga menjadi kalimat (d) “苦手 ー 無理 食べ い ” “Nigate gōya o murishitetabetakarajanainone” “Bukan karena memaksakan memakan pare

(51)

Masih menggunakan teknik yang sama, teknik ganti. Hal yang berbeda ditunjukan dari hasil penelitian partikel ka yang menyatakan keraguan atau pertentangan, perhatian atau nasihat, ajakan, saran, pendapat, pertanyaan pada diri sendiri, konfirmasi, retoris, mengkritik serta bernada kemarahan, bantahan pada kalimat sebelumnya, serta bernuansa amarah berupa “celaan”. Semua partikel ka dari beragam fungsi partikel ka di atas dapat digantikan dengan partikel ne, hal ini menujukan bahwa partikel ka dan ne berada dalam kelas yang sama.

Pada umumnya partikel ka di tengah kalimat berfungsi untuk menunjukan ungkapan pilihan, keraguan, ketidakpastian serta digabungkan dengan kata tanya yang mewakilkan kata tanya apa, siapa dan kenapa. Lebih lengkapnya fungsi partikel ka di tengah kalimat yang terdapat dalam drama serial Hotaru no Hikari 2 yaitu menunjukan keraguan atau ketidakpastian, digabungkan dengan kata tanya apa, siapa dan kenapa serta menunjukan arti “sesuatu, suatu, seorang, seseorang”. Dalam pola –kadōka- menunjukan arti ya atau tidak. Keraguan pada topik menunjukan ungkapan “apakah”, “bagaimana”. Menunjukan ketidakpastian tentang suatu pernyataan atau alasan, “saya heran”.

Dengan menggunakan teknik lesap, partikel ka pada kalimat yang terdapat partikel ka di tengah kalimat dalam drama serial Hotaru no Hikari 2 dihilangkan untuk mengetahui kadar keintiannya dalam kalimat. Hasilnya, kadar keintian partikel ka yang terdapat dalam percakapan drama serial Hotaru no Hikari 2 di tengah kalimat tinggi. Hal ini menujukan fungsi partikel ka di tengah kalimat sebagai satuan lingual yang menujukan pilihan, ketidakpastian, keraguan mutlak diperlukan. Misalnya kalimat ( a )“

ー ?部長 ー 何 分 ?” “Takaga gōya? Buchō ni gōya

ga nanika wakarundesuka?” “Sekedar pare? apa yang Buchō tahu soal

pare?” begitu partikel ka dihilangkan maka menjadi kalimat yang tidak gramatikal seperti kalimat (b ) “ ー ?部長 ー 何分

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dan pemaparan hasil dari penelitian maka dapat disimpulkan dalam tiga pernyataan sebagai berikut: a) terdapat hubungan yang

[r]

For acquisition of the 3D Building Model LiDAR-data are used as data basis as well as the building ground plans of the official cadastral map and a list of

yang tepat penggunaan insektisida abamektin untuk pengendalian lalat pengorok daun pada pertanaman kentang.. Aplikasi insektisida berbahan aktif abamektin dapat menekan

Hal ini karena kotak musik tersebut dapat digunakan setiap hari oleh siswa untuk mendengarkan musik yang disenanginya, dengan demikian semakin sering siswa

Oleh karena nilai P-Value lebih kecil dari alpha (0,000 < 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak makaH2a diterima, artinya bahwa berarti terdapat

Melalui peta presepsi yang merupakan gambaran titik-titik koordinat dalam dua dimensi didapatkan tiga informasi utama yaitu, pertama mirip tidaknya antar produk

Untuk menjawab masalah tersebut, pihak restoran berusaha untuk memberikan promo yang berbeda kepada setiap pelanggannya dengan melakukan analisis terhadap transaksi