• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanah Sawah

Menurut Supraptohardjo dan Suhardjo (1978), jenis tanah yang banyak digunakan untuk persawahan adalah Aluvial dan Gleisol. Kedua jenis tanah ini berdasarkan Soil Taxonomy masuk kedalam order Entisols atau Inceptisols. Tanah sawah di Indonesia berasal dari jenis-jenis tanah yang beragam antara lain:

Entisols, Inceptisols, Vertisols, Alfisols, Ultisols, dan Histosols yang tersebar luas di Jawa, Bali, Lombok, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Aceh dan Sulawesi selatan (Situmorang dan Sudadi 2001).

Tanah sawah adalah tanah yang mengalami proses hidromorfik, baik secara buatan atau alami dan merupakan tanah yang memiliki horizon akumulasi besi-mangan (Kanno 1978; Tan 1982). Perubahan sifat kimia dan elektrokimia yang penting pada tanah sawah adalah: (1) kehilangan oksigen, (2) reduksi atau penurunan potensial redoks (Eh), (3) peningkatan pH tanah masam dan penurunan pH tanah alkalin, (4) peningkatan daya hantar listrik, (5) reduksi dari Fe3+ ke Fe2+

dan Mn4+ ke Mn2+, (6) reduksi dari NO3-

dan NO2-

ke N2O dan N2, (7) reduksi SO42-

ke S2-, (8) peningkatan dan ketersediaan P, Si dan Mo, dan (9) perubahan konsentrasi Zn dan Cu larut dalam air (De Datta 1981).

Menurut Koenigs (1950) tanah tergenang (reduksi) akan memiliki bentuk- bentuk besi (Fe2+) dan mangan (Mn2+) yang lebih tersedia (mobil). Kedua bentuk tersebut dapat bergerak ke bawah dengan mudah bersama-sama dengan air perkolasi. Penelitian Koenigs (1950) menyatakan bahwa pada tanah sawah dijumpai adanya lapisan besi dan mangan. Reduksi Mn terjadi lebih awal dari Fe, sehingga Mn berada dalam larutan lebih awal dari Fe dan tercuci lebih awal.

Brinkman (1970) menyatakan bahwa pada tanah tergenang akan terjadi proses ferolisis. Ferolisis terjadi jika tanah mengalami proses penggenanggan dan pengeringan silih berganti yang mengakibatkan adanya perubahan suasana reduktif dan oksidatif. Saat reduktif banyak Fe3+ yang di transformasikan ke dalam bentuk Fe2+, sehingga dapat mendesak basa-basa lain seperti K, Ca, Mg

(2)

yang terdapat dalam kisi mineral. Sebaliknya dalam keadaan kering Fe2+

teroksidasi menghasilkan Fe3+ dan ion hidrogen yang menurunkan pH tanah.

2.2. Fosfor (P) dalam Tanaman

P berperan pada berbagai aktivitas metabolisme tanaman dan merupakan komponen klorofil (Buckman dan Brady 1969). Menurut Brady (1990) P adalah komponen pembentuk adenosindifosfat (ADP) dan adenosintrifosfat (ATP), dua senyawa yang terlibat dalam transformasi energi yang paling signifikan pada tanaman. ATP merupakan sintesis dari ADP baik melalui respirasi dan fotosintesis. ATP merupakan sebuah gugus fosfat energi tinggi yang mendorong proses biokimia yang membutuhkan energi. Misalnya, penyerapan beberapa nutrisi dan transportasi hasil di dalam pabrik, serta sintesis molekul baru.

P bersifat mobil di dalam tanaman. Ketika tanaman menua atau masak, sebagian besar unsur P dipindah ke biji dan atau buah. Ketika tanaman mengalami kekahatan, P akan ditranslokasikan dari jaringan tanaman tua ke bagian tanaman yang masih muda dan aktif. Pasokan P pada tanah yang terlalu banyak dapat mengakibatkan kekahatan Zn, Cu dan Fe (Havlin et al. 2005).

2.3. Fosfor (P) dalam Tanah

P di dalam tanah berada dalam bentuk organik dan inorganik. Total P didalam tanah berkisar antara 0.02 sampai 0.15 % atau setara dengan 200 sampai 2000 kg P ha-1, jumlah total P tersebut termasuk P yang berada dalam bahan organik tanah (Williams 1969; Brady 1990). Tisdale dan Nelson (1975) menyatakan bahwa pada umumnya P inorganik yang terdapat pada tanah mineral lebih tinggi dibandingkan P organik.

Ketersediaan P inorganik sangat ditentukan oleh (1) pH tanah, (2) kandungan Fe, Al dan Mn yang larut, (3) kandungan Fe, Al hidrous oksida, (4) kandungan Ca dan CaCO3, (5) jumlah dan dekomposisi bahan organik, dan (6) aktivitas mikroorganisme. Faktor pertama sampai faktor keempat saling terkait karena pH tanah secara drastis mempengaruhi reaksi P dengan ion dan mineral yang berbeda (Brady 1990).

(3)

Menurut Hardjowigeno (1987) P yang terdapat pada tanah masam adalah P yang diikat oleh Al dan Fe melalui pertukaran ligan atau terpresipitasi oleh Al3+

dan Fe3+ (Al-P dan Fe-P). Sedangkan menurut Leiwakabesy (1988) P pada tanah alkalin berada dalam bentuk Ca-P (Ca3(PO4)2).

Pada tanah masam bentuk senyawa dari Fe-P dan Al-P yang tepat belum banyak diketahui, senyawa yang mungkin ada adalah strengite (FePO4.2H2O) dan variscite (AlPO4. 2H2O) (Brady 1990). Brady (1990) menyatakan bahwa beberapa Fe, Al dan Mn larut biasanya ditemukan di tanah mineral sangat asam. Reaksi dengan ion H2PO4- akan segera terjadi, dan menghasilkan pembentukan Fe-P, Al- P dan Mn-P. Presipitasi kimia tersebut dapat direpresentasikan sebagai berikut, dengan menggunakan kation Al sebagai contoh.

Al3+ + H2PO4-

+ 2H2O ↔ 2H+ + Al(OH)2H2PO4-

(tersedia) (tidak tersedia) Ion H2PO4-

tidak hanya bereaksi dengan Fe, Al dan Mn tetapi bahkan lebih luas dengan hidrous oksida yang tidak larut dari unsur-unsur, seperti gibsite (Al2O3.3H2O) dan goethite (Fe2O3. 3H2O)

Menurut Brady (1990) ketersediaan P dalam tanah alkalin ditentukan sebagian besar oleh kelarutan senyawa kalsium fosfat (Ca-P) yang ditemukan.

Penggendapan Ca-P ditentukan oleh tinggi atau rendahnya konsentrasi ion Ca2+

dan tingginya pH tanah (Mengel dan Kirkby 1982).

Tan (1982) melaporkan bahwa tanaman tidak hanya menggambil P dalam bentuk inorganik tetapi juga dalam bentuk organik. O’Halloran (1993) dan Beauchemin, Simard (2000) melaporkan bahwa P organik yang berasal dari sisa- sisa mikroorganisme dapat diikat oleh Al dan Fe hidrous oksida atau oleh tepi lapisan Al mineral liat 1:1 yang rusak.

Brady (1990) menyatakan bahwa senyawa P organik dalam tanah relatif kurang berfungsi, meskipun jumlahnya lebih dari setengah total P yang berada di dalam tanah. Hal inilah yang menyebabkan sebagian besar sifat P organik dalam tanah tidak diketahui. Namun terdapat tiga kelompok utama P organik yang ditemukan didalam tanaman dan tanah, yaitu (1) inositol phosphate yaitu eter phosphate seperti senyawa gula, inositol, (2) asam nukleat, dan (3) phospholipid.

(4)

Sementara itu senyawa P organik lainnya yang berada di dalam tanah tidak diketahui identitas dan jumlahnya.

2.4. Fosfor (P) pada Tanah Sawah

Tanah sawah yang digenangi akan mengalami peningkatan konsentrasi P dalam larutan tanah kemudian menurun untuk semua jenis tanah, tetapi nilai tertinggi dan waktu terjadinya bervariasai tergantung sifat tanah (Yoshida 1981).

Menurut Willet (1985) pada tanah sawah P hanya dilepaskan apabila ferifosfat (Fe3+) tereduksi menjadi ferofosfat (Fe2+) yang lebih mudah larut. Willet (1985) menyatakan reduksi ferioksida merupakan sumber yang dominan bagi pelepasan P selama penggenangan. Walaupun sejumlah P yang dilepaskan akan dierap kembali. Pelepasan P yang berasal dari senyawa feri terjadi setelah reduksi Mn oksida

Menurut Willet (1985) peningkatan pH tanah masam akibat penggenangan telah meningkatkan kelarutan strengite (FePO4.2H2O) dan variscite (AlPO4.2H2O) dan selanjutnya terjadi peningkatan ketersediaan P. Sebaliknya ketika pH tanah alkalin menurun dengan adanya penggenangan, stabilitas mineral kalsium fosfat akan menurun, akibatnya senyawa kalsium fosfat larut. Sanchez (1993) mengatakan saat penggenangan tanah sawah akan melepasan occluded P akibat reduksi ferioksida yang menyeliputi P menjadi ferooksida yang lebih larut.

2.5. Metode Fraksionasi P

Metode Fraksionasi P pertama kali dipublikasikan oleh Chang dan Jakson (1957). Metode ini menggunakan NH4Cl untuk mengekstrak “labile” P diikuti dengan NH4F untuk fraksi Al-P. Fraksionasi dilanjutkan menggunakan NaOH untuk mengekstrak Fe-P dan P yang ter-occluded. Serta dilakukan penetapan Ca-P dengan larutan HCl. Penetapan P organik dilakukan melalui pengurangan total P dengan jumlah fraksi-fraksi P yang telah ditetapkan (Saunders dan Williams 1955).

Prosedur diatas memiliki banyak masalah dalam interpretasi, seperti kesulitan dalam membedakan antara P yang diekstrak dengan NH4F dan NaOH

(5)

adalah benar berasal dari ikatan Al-P dan Fe-P. Metode Chang dan Jackson (1957) tidak dapat membedakan bentuk P organik (William dan Walker 1969).

Tiessen dan Moir (1993) mempublikasikan metode fraksionasi P yang lebih komprehensif yang merupakan penyempurnaan dari metode Hedley et al.

(1982). Metode fraksionasi tersebut meliputi fraksi P yang tersedia secara biologi baik P dalam bentuk inorganik dan organik, dan P yang relatif sukar tersedia bagi tanaman baik bentuk inorganik maupun bentuk organik.

Tiessen dan Moir (1993) mendefinisikan fraksi-fraksi P berdasarkan bentuk-bentuk P yang diekstrak dengan pengekstrak tertentu:

1. Resin-Pinorganik (Pi) adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang sangat tersedia bagi tanaman.

2. NaHCO3-Pi, -Porganik (Po)adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang berkorelasi kuat dengan serapan P oleh tanaman dan mikroba dan terikat di permukaan mineral (Mattingly 1975) atau bentuk presipitasi Ca- P dan Mg-P (Olsen dan Sommers 1982).

3. NaOH-Pi, -Po adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai P yang terikat lebih kuat secara kemisorpsi oleh Fe dan Al hidrous oksida.

4. HCl-Pi adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai Ca-P yang mempunyai kelarutan rendah (Schmidt et al. 1996).

5. Residual-P adalah fraksi P yang diinterpretasikan sebagai “occluded” P dan P organik yang sangat sukar larut.

Referensi

Dokumen terkait

Alat uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Model (SEM) dengan penaksiran Partial Least Square (PLS). Penerapan ketidakpastian

Ini dapat dilihat dari RLM tamu asing di Hotel Non Bintang mencapai 2,44 hari, sedangkan RLM tamu dalam negeri Hotel Non Bintang hanya sebesar 1,71 hari. Seperti terlihat pada

Pengaruh Disiplin Kerja, Tingkat Pendidikan, dan Pengembangan Karir Terhadap Kinerja Pegawai Hasil uji hipotesis dan analisis regresi menunjukkan bahwa variabel disiplin

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Tarian Sabdo Palon Noyo Genggong di Dusun Puton Desa Girimulyo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar adalah sebuah

Hasil penelitian di Sekolah Dasar Negeri 06 Sindang Kelingi tentang peranan kepemimpinan kepala sekolah adalah sebagai berikut: kepala sekolah sebagai penanggung jawab

While Kermit stared at the candy and pleaded with Evan to give him a bite, Andy would slip a tiny chunk of Monster Blood into Kermit’s mixture.. Evan crunched the candy bar

Hal ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Yanto (2013) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif signifikan antara dimensi citra toko seperti lokasi,

Itu berarti ada proses terjadinya pendidikan yang baik bagi setiap murid yang merupakan proses pendewasaan rohani untuk dapat memiliki karakter dan moral yang benar