6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori
1. Pendidikan Seks
a. Pengertian Pendidikan Seks
Menurut BKKBN (2008 : 10) seks berarti jenis kelamin, yaitu suatu sifat atau ciri yang membedakan laki-laki dan perempuan, sedangkan seksual berarti yang ada hubungannya dengan seks atau yang muncul dari seks. Pendidikan seks adalah pemberian informasi dan pembentukan sikap seta keyakinan tentang seks, identitas seksual, hubungan, dan keintiman (Chomaria, 2012 : 15). Pendidikan seks umumnya berkaitan dengan transmisi nilai, yang harus disampaikan pendidik formal maupun non formal. Mengajarkan pendidikan seks bagi anak- anak adalah kapan dan bagaimana harus tahu menjelaskan suatu hal bagi anak-anak. Dampak ini akan juga perlu dipahami pula sebagai rangkaian pemahaman anak-anak terhada aktivitas seksual. Oleh karena itu, pendidikan seks tidak hanya disampaikan secara biologis saja. Namun pendidikan seks disampaikan dengan nilai keagamaan, norma dan kultur yang menjadi begitu penting diperkenalkan.
Adapun pendidikan seks sebenarnya mempunyai pengertian yang lebih kompleks.
Yaitu upaya memberikan pengetahuan tentang perubahan biologis, psikologis, dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan manusia (Surtiretna, 2003 : 2).
Dengan kata lain, pendidikan seks pada hakikatnya merupakan usaha untuk membekali pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika serta agama agar tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut. Pendidikan seks dapat dikatakan suatu pesan moral. Pendidikan seks dapat dikatakan bekal pendidikan kehidupan berkeluarga yang memiliki makna penting.
Pendidikan seks lebih dari sekedar kajian tentang seksualitas manusia dalam pelajaran
biologi atau ilmu sosial (Reiss, 2006 : 10). Cara lain mengekspresikan pendidikan seks harus
mendidik dan pendidikan adalah kreatifitas yang sarat dengan nilai. Jika kita berpendapat
bahwa pendidikan sebagai pengenalan anak ke dalam suatu program aktifitas yang bernilai,
maka sesuai dengan yang kita lihat, nilai memberikan kriteria, yang dapat kita gunakan untuk
menilai suatu menjadi bernilai (Reiss, 2006 : 11). Kebenaran pendidikan seks dalam
pendidikan, meliputi : isi, tujuan, metode, dan kesuksesan sebuah pendidikan seks dapat
ditentukan melalui nilai.
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks adalah sebuah pendidikan bagi peserta didik dalam ruang lingkup kelamin. Pendidikan seks dapat diartikan pendidikan yang mengajarkan pada aspek perkembangan dan pertumbuhan peserta didik dalam aspek biologis, psikologis dan psikososial. Perkembangan peserta didik akan mengalami perubahan dalam 3 aspek tersebut. Perkembangan peserta didik diikuti dengan pertumbuhan yang memerlukan bimbingan dalam mengatur segala perubahan yang terjadi.
Maka, pendidikan seks memerlukan bantuan dari seorang pendidik dalam kurikulum pendidikan.
b. Tujuan Pendidikan Seks
Pendidikan seks ini menyangkut anatomi seksual manusia, reproduksi, hubungan seksual, kesehatan reproduksi, hubungan emosional dan aspek lain dari perilaku seksual manusia (Chomaria, 2012 : 15). Dilanjutkan dengan akibat-akibatnya bila melakukan tanpa mematuhi aturan-aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta kesiapan mental dan material seseorang. Maka perlu sekiranya adanya sebuah keselarasan visi yang dijadikan sebagai indikator keberhasilan pendidikan seks ini. Maka pendidikan seks sebagai aktivitas memiliki arah dan tujuan yang sudah direncanakan dan mengharap mampu tercapai (Rasyid, 2013 : 84).
Arah dan tujuan itu sebagai tolak ukur keberhasilan seks ini. Berikut beberapa tujuan pendidikan seks (Rasyid, 2013 : 84) :
1) Memberikan pemahaman dengan benar tentang materi pendidikan seks diantaranya memahami organ reproduksi, identifikasi dewasa/baligh, kesehatan seksual, penyimpangan sek, kehamilan, persalinan, nifas, bersuci, dan perkawinan.
2) Menepis pandangan miring khalayak umum tentang pendidikan seks yang dianggap tabu, tidak islami, seronok, nonetis, dan sebagainya.
3) Pemahaman terhadap materi pendidikan seks pada dasarnya memahami ajaran Islam.
4) Pemberian materi pendidikan seks disesuaikan dengan usia anak yang dapat mendapatkan umpan dan papan.
5) Mampu mengantisipasi dampak buruk akibat pendidikan seks.
6) Menjadi generasi yang sehat.
Panduan kebijakan dan sumber yang dipakai guru untuk mengajar pendidikan seks sekolah (Reiss, 2006 : 274), adalah sebagai berikut :
1) Membantu anak muda untuk mengetahui topik-topik biologis seperti pertumbuhan, masa puber dan kehamilan.
2) Mencegah anak-anak dari tindak kekerasan.
3) Mengurangi rasa bersalah, rasa malu dan kecemasan akibat tindakan seksual.
4) Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan.
5) Mendorong hubungan yang baik.
6) Mencegah remaja perempuan di bawah umur dari kehamilan.
7) Mendorong hubungan yang baik
8) Mencegah remaja di bawah umur terlibat dalam hubungan seks 9) Mengurangi kasus infeksi melalui seks
10) Membantu anak muda yang bertanya tentang peran laki-laki dan perempuan di masyarakat.
Berdasarkan tujuan pendidikan seks di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan seks bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik mengenai tentang perbedaan laki-laki dan perempuan, organ reproduksi, identifikasi dewasa/baligh, kesehatan seksual, penyimpangan sek, kehamilan, persalinan, nifas, bersuci, dan perkawinan. Selain itu dapat membantu peserta didik dalam proses perkembangan menuju remaja yang jau dari pergaulan bebas dan hal-hal yang kasus-kasus yang terjadi pada keremajaan saat ini. Pendidikan seks dapat membantu peserta didik dalam pembentukan karakter.
c. Masa Penyiapan Seksual
Perbedaan tingkat kematangan seks pada laki-laki dan perempuan merupakah suatu hal yang sudah pasti, maka pendidik harus mempersiapkan pendidikan seks terhadap peserta didik laki-laki dan perempuan. Penyiapan seksual pada anak harusnya diberikan secara tepat sesuai dengan masa pertumbuhan seksualnya. Melihat usia anak memang perlu dipertimbankan ketika pendidik membekali pendidikan seks. Secara garis besar pendidikan seks bisa dibagi dalam beberapa tahap, yaitu (Chomaria, 2012 : 15-16) :
1) Sesaat setelah lahir hingga anak menginjak pra remaja (sebelum menstruasi atau mimpi basah)
2) Ketika anak mengalami masa remaja (sesaat setelah anak mengalami menstruasi atau mimpi basah)
Perkembangan seksualitas seseorang sangat unit dan mengikuti tahap perkembangan kehidupan manusia. Seperti tahapan pendidikan seks anak diatas dapat dipengaruhi melalui perkembangan seksualitas oleh aspek fisiologi, psikologi, dan sosial (Andarmoyo, 2012 : 45).
Karakteristik perkembangan sekualitas dapat dibedakan melalui umur perkembangan. Berikut karakteristik anak untuk mencapai perkembangan seksualitas (Andarmoyo, 2012 : 47) :
1) Usia 6-10 tahun : terdapat terikatan emosional antara orangtua-anak dan jenis seks yang berbeda, kecenderungan untuk berteman dengan jenis seks yang sama, keingintahuan tentang seks dan berbagi rasa takut dan peningkatan kesadaran diri.
2) Usia 10-13 tahun : pubertas mulai terlihat dari perkembangan dan karakteristik seks
sekunder, mulai menstruasi, dan karakteristik menguji batasan perilaku.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan yaitu saat pendidik akan memberikan pendidikan seks, pendidik harus melihat kesiapan peserta didik melalui tingkat perkembangan peserta didik. Pemberian pendidikan seks melihat dari karakteristik perkembangan peserta didik dan apa yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengkontrol perkembangan pada tubuhnya. Perkembangan peserta didik meliputi fisik, psikologi, dan sosial. Pendidik akan membantu peserta didik dalam memenuhi keseimbangan dalam menghadapi seksualitas yang terjadi dalam perkembangan peserta didik. Perubahan dan perkembangan dapat mempengaruhi perkembangan seksualitas dalam diri peserta didik. Etika maupun secara bilogis itulah yang dibutuhkan peserta didik untuk tetap pada jalur yang tepat.
d. Nilai Pendidikan Seks
Pendidikan seks seperti halnya pelajaran-pelajaran lain dalam kurikulum berhubungan dengan transmisi informasi, mencari kontribusi pada perkembangan kemandirian diri, mencari cara mensosialisasikan kelebihan diri dan masyarakat luas. Di samping itu bagaimanapun pendidikan seks tetap berbeda. Hal ini berkaitan dengan hubungan manusia yang meliputi dimensi moral. Pemahaman seks terhadap anak berdasarkan agama serta nilai moral sehingga segala sesuatu yang menyangkut seksualitas langsung dikaitkan dengan ajaran agama (Chomaria, 2012 : 16).
Agama Islam dalam pendidikan seks memiliki nilai yang tidak bisa dipisahkan dari norma keagamaan dan bahkan menjadi landasan agama. Dengan demikian pendidikan seks diharapkan dapat membentuk akhlak peserta didik menjadi lebih bertanggung jawab dan memiliki etika yang baik, laki-laki maupun perempuan. Kesopanan dan kesusilaan dalam Islam dianggap sebagai insting alami yang diciptakan oleh Allah untuk mengatur seluruh aspek hubungan antar lawan jenis (Reiss, 2006 : 203). Kesopanan mempengaruhi perilaku seseorang, tidak berpakaian saja, namun juga dalam sikap seseorang dalam urusan-urusan seksual. Hukum Islam memberikan petunjuk jelas tentang apa yang diterima dan tidak diterima bagi muslim dalam perilaku seksual.
Menurut uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam
pendidikan seks memang sangat luas. Nilai-nilai tesebut yang menjadi pijakan dalam
perumusan tujuan pendidikan seks. Di samping itu pendidikan seks sangan penting. Karena di
dalamnya mengandung nilai moralitas sosial yang menjadi tolak ukur kecakapan dalam
kehidupan bermasyarakat. Terlebih ketika pendidikan seks menjadi sebuah formula atau
jawaban untuk memerangi berbagai macam persoalan penyimpangan seksualitas yang terjadi belakangan ini.
e. Muatan Pendidikan Seks
Perkembangan seks tidak hanya mempersoalkan pada aspek hubungan badan saja, nemun lebih luas dari itu pendidikan seks memuat berbagai macam aspen yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi secara umum. Menurut BKKBN tahun 2001, kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan sosia secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan (Marmi, 2015 : 2-3).
Pada intinya pendidikan seks ini seperti halnya pelajaran lain dalam kurikulum, berhubungan dengan transmisi informasi, memberi kontribusi pada perkembangan kemandirian diri, mencari cara mensosialisasikan kelebihan diri dan masyarakat luas (Reiss, 2006 : 3). Maka pendidikan seks juga memiliki muatan yang menjadi topik pembahasan yang jelas. Hal itu sebagai materi yang menjadi acuan dalam konsep pendidikan seks yang dibahas dalam penelitian ini. Materi yang tersaji dalam pendidikan seks ini meliputi (Rasyid, 2013 : 87) : a) Organ reproduksi; b) Identifikasi baligh; c) Kesehatan seksual dalam Islam; d) Haid;
e) Penyimpangan (abnormalitas seks); f) Dampak penyimpangan seks; g) Kehamilan; h) Persalinan; i) Nifas; j) Bersuci; k) Ketimpangan dalam reproduksi dan l) Pernikahan. Selain itu, pendidikan seks juga meliputi (Reiss, 2006 : 345-403) : mengajarkan tentang tubuh manusia; pendidikan teman seusia; mengajarkan tentang keluarga dan teman; pubertas;
kehamilan dan kontrasepsi; aktifitas seksual; orientasi seksual; hamil dan masih sekolah.
Muatan pendidikan seks ini dapat disimpulkan meliputi, organ reproduksi dan cara menjaga serta merawatnya. Selain itu, dikuatkan dengan materi penyimpangan seksual.
Penyimpangan seksual ini berupa jenis-jenis penyimpangan serta dampak buruknya.
2. Peserta Didik Sekolah Dasar a. Peserta Didik Sekolah Dasar
Proses pendidikan akan berjalan dengan baik jika adanya pendidik dan peserta didik.
Peserta didik adalah anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan
orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan,
sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu
pribadi atau individu (Arina, 2015 : 41). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomer 23 Tahun 2013 pasal 1 berbunyi bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang ingin mengembangkan potensi melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Selain itu, sekolah dasar adalah sekolah jenjang awal peserta didik mendapatkan didikan dari seorang pendidik. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VI pasal 17, pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa peserta didik lahir sebagai seseorang yang belum mengetahui banyak hal. Peserta didik masuk kedalam dunia pendidikan dalam keadaan kosong dan banyak hal-hal yang belum diolah dalam dirinya. Peserta didik sekolah dasar adalah anak yang belum dewasa, ingin menggali ilmu dan mengembangkan potensi pada pendidikan jenjang dasar sebelum menuju jenjang menengah. Maka dari itu, pada masa sekolah dasar adalah masa yang tepat anak diberikan pendidikan seks. Sekolah dasar adalah tempat anak mendapatkan bekal untuk ia akan melanjutkan ke jenjang berikutnya.
b. Karakteristik Perkembangan Peserta Didik Sekolah Dasar
Anak anak usia sekolah ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak – anak yang usianya lebih muda. Ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Hal tersebut berkaitan dengan teori menurut Havighurst (Desmita, 2014 :35), tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi :
1) Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik.
2) Membina hidup sehat.
3) Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.
4) Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin.
5) Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.
6) Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif.
7) Mengembangkan kata hati, moral dan nilai – nilai.
8) Mencapai kemandirian pribadi.
Perubahan – perubahan konsep diri anak selama tahun – tahun sekolah dasar dapat dilihat sekurang – kurangnya dari tiga karakteristik konsep diri berikut (Hosnan, 2016 : 129).
1) Karakteristik Internal. Berbeda dengan anak – anak prasekolah, anak usia sekolah
dasar lebih memahami dirinya melalui karakter internal dirinya melalui karakteristik
eksternal.
2) Karakteristik Aspek Sosial. Selama tahun – tahun sekolah dasar, aspek sosial dari pemahaman dirinya juga meningkat dalam suatu investigasi, anak – anak sekolah dasar sering kali menjadikan kelompok – kelompok sosial sebagai acuan dalam deskripsi diri mereka.
3) Karakteristik Perbandingan Sosial. Pemahaman diri anak – anak usia sekolah dasar juga mengacu pada perbandingan sosial. Pada tahap perkembangan ini, anak – anak cenderung membedakan diri mereka dari orang lain, secara komparatif daripada secara absolut.
Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik peserta didik berada pada tahap pengembangan dan belajar tahap awal yang meliputi tiga ranah yaitu pengetahuan, sikap sosial dan pribadi, keterampilan permainan fisik sehingga masa usia dasar sebagai masa awal pembentukan intelektual dan sikap. Peserta didik usia sekolah dasar adalah anak yang belum mengetahui perkembangan dan bagaimana cara mengembangkan. Maka, usia sekolah dasar adalah usia yang mudah menanamkan sebuah pendidikan meliputi arahan, aturan dan larangan. Pendidikan karakter yang diberikan pada usia sekolah dasar sangat berpengaruh untuk melanjutkan kejenjang selanjutnya. Bagitupula pendidikan seks, saat diberikan pada usia sekolah dasar akan menunjang pembentukan karakter anak. Karakter sikap, sifat maupun konsep diri akan terbentuk secara sempurna jika pendidikan karakter bersama pendidikan seks diberikan secara baik pada usia sekolah dasar.
Secara garis besarnya, pertumbuhan dan perkembangan dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap anak-anak hingga masa prapubertas (3-10 tahun), masa pubertas (10-14 tahun), dan tahap remaja/adolesen (12 tahun keatas) (Desmita, 2014 : 74). Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah dasar adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun (Desmita, 2014 : 35). Masa sekolah dasar dibagi menjadi dua masa, yaitu kelas rendah kira-kira usia 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10 tahun dan kelas atas kira-kira usia 9 atau 10 tahun sampai 11 atau 12 tahun (Yusuf, 2007 : 24-25). Anak usia sekolah dasar adalah masuk pada anak usia prapubertas dan pubertas awal. Masa pubertas dapat diartikan masa peralian dari kanak-kanak menuju remaja. Masa pubertas ini terjadi perubahan-perubahan besar dan dramatis dalam perkembangan seorang anak, baik dalam pertumbuhan/perkembangan fisik, kognitif, maupun perkembangan psikososial anak (Desmita, 2014 : 75). Ciri khusus pada masa pubertas adalah mengalami menstruasi atau mimpi basah. Usia 10-13 adalah usia pra remaja dengan karakteristik yaitu, pubertas mulai terlihat dari perkembangan dan karakteristik seks sekunder, mulai menstruasi, dan mungkin menguji batasan perilaku (Andarmoyo, 2012 : 47).
Pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak usia sekolah dasar termasuk pada
masa prapubertas dan pubertas awal. Dimana masa pubertas anak perpindahan masa anak-anak
menuju remaja dengan ditandai adanya perubahan-perubahan yang cukup signifikan mulai dari perkembangan fisik, kognitif dan psikososial. Masa remaja adalah masa kematangan anak setelah mengalami masa pubertas. Melalui karakteristik yang terjadi pada anak yang memasuki masa pubertas, beberapa perhatian khusus dari orang dewasa. Orang dewasa yang dimaksud bisa juga pendidik atau guru, orangtua dan orang sekelilingnya. Masa pubertas ini perlu mengetahui tentang apa yang terjadi pada perubahan tubuhnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi rasa takutnya dan menjawab teka-teki dalam benaknya. Orang dewasa juga perlu memberikan baik/ buruk perilaku yang dilakukan ketika sudah menginjak pubertas berdasarkan nilai dan norma. Kedua informasi yang perlu disampaikan oleh orang dewasa ini termasuk perilaku pendidikan seks terhadap anak usia pubertas. Orang dewasa yang dimaksud ketika di sekolah yaitu guru. Guru mempunyai kewajiban untuk memberikan pendidikan seks ini agar hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Hal-hal yang tidak diinginkan ini terjadi, biasanya dikarenakan terputusnya informasi atau ketidaktahuan anak akan hal baik dan buruk yang mereka lakukan tanpa aturan nilai dan norma.
3. Pendidikan Seks di Sekolah Dasar
Pendidikan seks dapat dilaksanakan pada pendidikan formal di Sekolah Dasar.
Pendidikan seks di Sekolah Dasar dengan target pada pendidikan seks kepada anak usia pra pubertas dan usia pubertas awal. Pendidikan seks yang dimaksudkan terfokuskan untuk anak sekolah dasar usia 10-12 yaitu kelas 4-6 sekolah dasar. Dimana usia 10-12 tahun adalah usia pubertas awal. Pendidikan seks tersebut meliputi (Chomaria, 2012 : 65-91) : a. Pubertas; b.
Proses reproduksi manusia; c. Jenis penyimpangan seksual; d. Kenalkan makramnya; e. Etika berhias; dan f. Penggunaan gadget yang baik.
Sekolah di Indonesia, pendidikan seks belum masuk dalam sebuah kurikulum
tersendiri. Hanya sifatnya masih terintegrasi dalam mata pelajaran yang lain seperti dalam mata
pelajaran IPA, PJOK dan PAI. Muatan pendidikan seks yang dikemukakan, ditemukan
beberapa point yang tercantum dalam Kompetensi Dasar Kurikulum 2013. Dalam Peraturan
Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2018 tentang
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2013 pada Sekolah Dasar, pendidikan seks
terdapat pada Kompetensi Dasar berikut :
Tabel 2.1 Kompetensi Dasar PAI, IPA dan PJOK
Kompetensi Dasar Materi Muatan Pendidikan Seks
PAI kelas IV
3.4 Memahami tata cara bersuci dari hadats kecil dan hadats besar sesuai ketentuan syariat Islam
Tata cara bersuci dari hadats kecil dan hadats besar
Bersuci
IPA kelas VI
3.2 Menghubungkan ciri pubertas pada laki – laki dan perempuan dengan kesehatan reproduksi
ciri pubertas pada laki – laki dan perempuan dengan kesehatan reproduksi
Pubertas atau Identifikasi Baligh
PJOK kelas VI
3.9 Memahami perlunya memelihara kebersihan alat reproduksi
Cara menjaga kebersihan alat reproduksi
Bersuci
Selain itu, pendidikan seks di sekolah dasar juga dapat diimplementasikan dalam kegiatan sekolah lainnya. Pendidikan seks dalam Islam merupakan bagian pendidikan akhlaq, karena selain membahas masalah seksualitas, pendidikan seks juga membahas etika berpakaian, tingkah laku, pergaulan, kebersihan dan ibadah (Indrawati, 2005 :1). Selain itu, pendidikan seks merupakan pendidikan moral yang berkaitan dengan masalah keimanan dan keislaman secara harmonis (Rusydi, 2012 : 2). Maka dari itu, pendidikan seks dapat terintegrasi dalam mata pelajaran keislaman, seperti fiqh dan akhidah akhlaq. Dalam kajian fiqh dibahas masalah konsep baligh, haid, taharah dan sebagainya yang berkaitan dengan hukum-hukum yang terkait masalah kematangan fisik dan kebersihan (Rusydi, 2012 : 2). Kegiatan keputrian juga dapat dikatakan sebagai kegiatan pelaksanaan pendidikan seks. Dimana dalam kegiatan keputrian akan membahas segala hal tentang perempuan. Untuk laki-laki juga keputraan yang juga membahas tentang laki-laki.
a. Prinsip-Prinsip Pendidikan Seks di Sekolah Dasar
Prinsip-prinsip pendidikan seks di sekolah dasar (Reiss, 2006 : 344) :
1) Sekolah perlu mempertimbangkan keinginan siswa terhadap pendidikan seks yang mereka terima
2) Sekolah perlu memperhitungkan keinginan orangtua terhadap pendidikan seks yang diterima anak-anaknya
3) Sekolah memberikan pendidikan seks melalui pengajaran formal, pengajaran informal dan misi umum sekolah
4) Guru harus memperhatikan dengan hati-hati nilai mereka (materi, pengunjung,
tempat yang dikunjungi) yang mereka gunakan untuk mengajarkan pendidikan
seks.
Prinsip-prinsip pendidikan seks di sekolah dasar ini memiliki acuan yaitu melalui pertimbangan orang tua dan misi umum sekolah. Selain itu, juga melihat kebutuhan akan siswanya melalui perkembangan peserta didik. Pendidikan seks juga harusnya dapat diberikan sesuai dengan usia perkembangan peserta didik.
b. Tujuan Pendidikan seks di Sekolah Dasar
Tujuan pendidikan seks pada anak sekolah dasar sebagai berikut (Dewi, 2016 : 6) : 1) Untuk mengenalkan anggota-anggota tubuhnya, sehingga anak mampu merawat
dan menjaga tubuhnya dengan baik
2) Untuk merubah pola pikir orang tua, guru dan masyarakat tentang pendidikan seks, sehingga mereka mampu memberikan dan mendiskusikan mengenai pendidikan seks kepada anak sesuai tingkat perkembangannya
3) Untuk memberi kesadaran terhadap orang tua, guru dan masyarakat tentang pentingnya menjaga anak-anak dari perbuatan kekerasan dan pelecehan seksual.
Tujuan pendidikan seks pada anak sekolah dasar ini disimpulkan ada 2 point yaitu agar mengetahui tubuhnya serta cara merawatnya dan menjauhi perbuatan kekerasan dan pelecehan seksual. Selain itu, pendidikan seks yang sudah dirancang ini harus diberikan kepada anak sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman materi dan anak memahami secara baik.
c. Tahapan Pelaksanaan Pendidikan Seks di Sekolah Dasar
Pelaksanaan pendidikan seks mempunyai tahapan agar pelaksanaan dapat berjalan sengan baik.
Ada 3 tahapan yaitu : 1. Tahap Perencanaan
Perencanaan yaitu menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi dan
asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil
yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan perilaku dalam batas-batas yang dapat
diterima yang digunakan dalam penyelesesaian. (Amiruddin, 2016 : 1). Perencanaan ini dapat
berupa menyiapkan segala sesuatu sebelum melakukan sebuah pekerjaan agar mendapatkan
hasil yang diharapkan. Perencanaan dapat berfungsi untuk memudahkan pada tahap
pelaksanaan.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan yaitu perbuatan atau usaha dalam melaksanakan rancangan atau keputusan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008 : 798). Pelaksanaan ini dapat dikatakan sebagai tahap visualisasi dari segala hal yang sudah dipersiapkan pada tahap perencanaan.
3. Tahap Evaluasi
Evaluasi yaitu suatu kegiatan atau proses yang sistematis, berkelanjutan, dan
menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan, dan penetapan kualitas (nilai dan arti)
berbagai komponen pembelajaran berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu. (Farida,
2019 : 2). Evaluasi ini digunakan sebagai bahan penilaian apakah hasil yang diharapkan setelah
dirancang sedemikian rupa pada tahap perencanaan tersebut dapat divisualisasikan dengan
baik. Evaluasi juga dapat digunakan untuk tolak ukur perubahan agar tidak mengulangi
kesalahan yang sama.
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan pendidikan seks yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, antara lain :
Tabel 2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
No. Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Fifin Agustin
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
2016 Pendidikan Seks
di Sekolah Dasar
Bentuk-bentuk pendidikan seks di sekolah dilakukan oleh guru dan orangtua.
Bentuk-bentuk pendidikan seks di sekolah selain dalam mata pelajaran Penjas dan IPA yaitu keputrian, khalaqah tarbawiyah, dan sholat dhuhur berjamaah.
2. Desy Mustika Dewi
Universitas Negeri Semarang
2015 Meningkatkan
Pengetahuan Pendidikan Seks Melalui Layanan Informasi Pada Siswa Kelas VI pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri
Sumurrejo Kota Semarang Tahun Ajaran
2015/2016
Setelah siswa diberikan pengetahuan pendidikan seks siswa
mengalami peningkatan 19
% sehingga dapat dikatakan layanan pendidikan seks dapat
meningkatkan pengetahuan siswa.