BAB II
KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
a. Pengertian Pemasaran
Pemasaran merupakan suatu elemen yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Dengan adanya pemasaran yang baik perusahaan dapat mencapai tujuan yang diinginkan perusahaan.
Menurut Kotler dan Keller (2009) menyatakan bahwa “Pemasaran adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari pemasaran adalah “memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan”. Asosiasi Pemasaran Amerika (2008) menyatakan bahwa“
Pemasaran adalah satu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku pemilik saham”.
Pemasaran, menurut Daryanto (2011 : 1) adalah “suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain”.
b. Pengertian Manajemen Pemasaran
Menurut Kotler dan Keller (2009) “manajemen pemasaran (marketing management) sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan meraih, mempertahankan,serta menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menghantarkan, dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul”.
Menurut Kotler & Keller (2012:5), “Marketing is about identifying and meeting human and social needs. One of the shortest good definitions of marketing is meeting needs profitably”
“Pemasaran adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari pemasaran adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan”.
Menurut Kotler dan Amstrong (2012:29),“Marketing is the process by which companie create value for customers and build strong customer relationships in order to capture value from customers in return.”
“Pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan pelanggan yang kuat untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.”
Dari definisi diatas menjelaskan bahwa kegiatan pemasaran bukanlah semata menjual suatu produk saja, karena kegiatan yang dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tahap penjualan adalah merupakan salah satu kegiatan pemasaran juga. Untuk itu kegiatan pemasaran saat ini harus dilaksanakan berdasarkan suatu konsep yang dapat memberikan arah yang tepat bagi usaha pemasaran.
2. Kualitas Pelayanan
a. Pengertian Kualitas Pelayanan
Kata kualitas mengandung banyak definisi dan makna karena orang yang berbeda akan mengartikannya secara berlainan, seperti kesesuaian dengan persyaratan atau tuntutan, kecocokan untuk pemakaian perbaikan berkelanjutan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan kebutuhan pelanggan, melakukan segala sesuatu yang membahagiakan. Dalam perspektif TQM (Total Quality Management) kualitas dipandang secara luas, yaitu tidak hanya aspek hasil yang ditekankan, tetapi juga meliputi proses, lingkungan dan manusia.Hal ini jelas tampak dalam defenisi yang dirumuskan oleh Goeth dan Davis yang dikutip Tjiptono (2012:51) bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.Sebaliknya, definisi kualitas yang bervariasi dari yang kontroversional hingga kepada yang lebih strategik.
Menurut Garvin yang dikutip Tjiptono (2012:143) menyatakan bahwa terdapat lima perspektif mengenai kualitas, salah satunya yaitu bahwa kualitas dilihat tergantung pada orang yang menilainya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
Pelayanan dapat didefinisikan sebagai segala bentuk kegiatan/aktifitasyang diberikan oleh satu pihak atau lebih kepada pihak lain yang memiliki hubungan dengan tujuan untuk dapat memberikan kepuasan kepada pihak kedua yang bersangkutan atas barang dan jasa yang diberikan.Pelayanan memiliki pengertian
yaitu terdapatnya dua unsur atau kelompok orang dimana masing-masing saling membutuhkan dan memiliki keterkaitan, oleh karena itu peranan dan fungsi yang melekat pada masing-masing unsur tersebut berbeda.Hal-hal yang menyangkut tentang pelayanan yaitu faktor manusia yang melayani, alat atau fasilitas yang digunakan untuk memberikan pelayanan, mekanisme kerja yang digunakan dan bahkan sikap masing-masing orang yang memberi pelayanan dan yang dilayani.
Pengertian kualitas jasa atau pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.Menurut Lewis & Booms (dalam Tjiptono, 2012:157) mendefinisikan kualitas pelayanan secara sederhana, yaitu ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Artinya kualitas pelayanan ditentukan oleh kemampuan perusahaan atau lembaga tertentu untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan apa yang diharapkan atau diinginkan berdasarkan kebutuhan pelanggan/pengunjung.
Dengan kata lain, faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diharapkan pelanggan/pengunjung dan persepsi masyarakat terhadap pelayanan tersebut. Nilai kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan perusahaan dan stafnya dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.
Kualitas pelayanan memberikan suatu dorongan kepada pelanggan atau dalam hal ini pengunjung untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan lembaga atau instansi pemberi pelayanan jasa. Ikatan hubungan yang baik ini akan memungkinkan lembaga pelayanan jasa untuk memahami dengan seksama
harapan pelanggan/pengunjung serta kebutuhan mereka. Dengan demikian penyedia layanan jasa dapat meningkatkan kepuasan pengunjung dengan memaksimalkan pengalaman pengunjung yang menyenangkan dan meminimumkan pengalaman pengunjung yang kurang menyenangkan. Apabila layanan yang diterima atau dirasakan sesuai dengan harapan pelanggan, maka kualitas yang diterima atau dirasakan sesuai dengan harapan pelanggan, maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal, tetapi sebaliknya jika layanan yang diterima atau dirasakan lebih rendah dari yang diharapkan maka kualitas layanan dipersepsikan rendah.
Definisi kualitas pelayanan jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan kerugian pelanggan serta ketetapan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Pengertian kualitas pelayanan jasa menurut Tjiptono (2011:59), yaitu kualitas pelayanan jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan jasa yaitu dirasakan expectedservice dan perceived service.
Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan baik dan memuaskan.
Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan jasa tergantung pada
kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
Sedangkan menurut Menurut Tjiptono (2011;80) mengidentifikasikan lima gap (kesenjangan) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, mengungkapkan formula si model kualitas pelayanan jasa yang diperlukan dalam pelayanan jasa. Dalam model ini dijelaskan ada lima kesenjangan yang dapat menimbulkan kegagalan penyampaian jasa, kelima gap tersebut adalah :
a. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat atau memahami apa yang di inginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya di desain, dan jasa-jasa pendukung atau sekunder apa yang diinginkan oleh pelanggan.
b. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap pelanggan dan spesifikasi kualitas pelayanan jasa. Kadang kala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga factor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas pelayanan jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan.
c. Kesenjangan antara spesifikasi mutu jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih (belum menguasai tugasnya), beban kinerja melampaui batas, tidak dapat
memenuhi standar kinerja, atau bahkan tidak memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.
d. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Sering kali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan, resiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi.
e. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas pelayanan jasa tersebut.
Kesimpulan dari model kualitas pelayanan jasa tersebut meliputi:
a. Penilaian pelanggan terhadap kualitas pelayanan jasa adalah hasil dari pertandingan antara harapan (sebelum menerima jasa) dan pengalaman mereka (setelah menerima jasa). Jika harapannya terpenuhi, maka mereka akan puas dan persepsinya positif, dan sebaliknya jika tidak terpenuhi maka tidak puas dan persepsinya negatif.
b. Sedangkan bila kinerja jasa melebihi harapannya, mereka bahagia (melebihi dari sekedar puas).
c. Penilaian pelanggan pada kualitas pelayanan jasa dipengaruhi oleh proses penyampaian jasa dan output dari jasa.
d. Kualitas pelayanan jasa ada dua macam yaitu kualitas dari jasa yang normal dan kualitas dari deviasi jasa yang normal.
e. Apabila timbul masalah perusahaan harus meningkatkan kontaknya dengan pelanggan.
Dari definisi-definisi tentang kualitas pelayanan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan guna memenuhi harapan konsumen. Pelayanan dalam hal ini diartikan sebagai jasa atau service yang disampaikan oleh pemilik jasa yang berupa kemudahan, kecepatan, hubungan, kemampuan dan keramahtamahan yang ditujukan melalui sikap dan sifat dalam memberikan pelayanan untuk kepuasan konsumen.
3. Merek
a. Pengertian Merek
Kata “merek” sangat akrab bagi kita, sehingga terhadapat pertanyaan,
“apakah merek itu”? American Marketing Association (Kotler & Keller, 2009) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari para pesaing.
Menurut Kotler & Keller (2009:259), merek memiliki fungsi bagi perusahaan sebagai berikut:
1. Menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk.
2. Membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi.
3. Menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk
fitur-fitur atau aspek unik produk. Bagi perusahaan, merek mempresentasikan bagian properti hukum yang sangat berharga, dapat mempengaruhi konsumen, dapat dibeli dan dijual, serta memberikan keamanan pendapatan masa depan yang langgeng.
Sedangkan menurut Darmadi Durianto,dkk (2007:1) : “ Merek merupakan, nama, istilah, tanda, symbol, atau pun kombnasinya yang mengindentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk membedakannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing.” Memang berdasarkan definisi diatas, fungsi merek hanya untuk mengidentifikasikan serta membedakan suatu produk dari produk lain.
Shakespeare, pujangga terkenal tempo doeloe pernah meremehkan nama.
Katanya, “Apalah arti sebuah nama”?. Mengingat merek bagi produk sama dengan nama manusia, dapatkah kita mengatakan,”Apa arti dari sebuah Merek”?
Sama sekali tidak. Merek bukan hanya bentuk fisik dari produk saja melainkan merek dibentuk oleh sifat dari merek itu sendiri, hubungan merek dengan konsumen merupakan symbol pernyataan aktualisasi diri dan tentunya sangat berhubungan dengan identitas perusahaan. Jadi merek merupakan janji penjualan untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli.
Menurut Fandy Tjiptono (2005:2), pemberian nama atau merek pada suatu produk hendaknya tidak hanya merupakan suatu simbol, karena merek memiliki enam tingkat pengertian, yaitu:
1. Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan dapat mengetahui dengan pasti atribut-atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek.
2. Manfaat
Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus dapat menerjermahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional.
3. Nilai
Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.
4. Budaya
Merek juga mewakili buday tertentu. Misalnya, mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, memiliki cara kerja yang efisien, dan selalu menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.
5. Kepribadian
Merek juga mewakili kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek, kepribadian sipengguna akan tercermin dengan merek yang ia gunakan.
6. Pemakai
Merek yang menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang-orang terkenal.
American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai “nama, istilah, tanda, lambang, kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendiferensiasikan mereka dari pesaing”. Maka merek adalah produk atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan merek tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa fungsional, rasional dan nyata, berhubungan dengan kinerja produk dari merek. Perbedaan ini bisa juga lebih bersifat simbolis, emosional, atau tidak nyata, berhubungan dengan apa yang dipresentasikan oleh merek (Kotler dan Keller; 2012:263).
Konsumen dapat mengevaluasi produk yang sama secara berbeda-beda tergantung pada bagaimana pemerekan produk tersebut. Mereka belajar tentang merek melalui pengalaman masa lalu dengan produk tersebut dan program pemasarannya, menemukan merek mana yang memuaskan kebutuhan meraka dan mana yang tidak. Ketika hidup konsumen menjadi semakin rumit, terburu-buru dan kehabisan waktu, kemampuan merek untuk menyederhanakan pengambila keputusan dan mengurangi resiko adalah sesuatu yang berharga (Kotler dan Keller; 2012:264).
b. Membangun Citra Merek
Perusahaan harus dapat menciptakan brand image yang positif dan baik agar konsumen memiliki kepercayaan terhadap produk tersebut. Dalam menciptakan kesan konsumen terhadap suatu merek yang positif dan baik.
3. Kepuasan Pelanggan
a. Pengertian Kepuasan Pelanggan
Kotler (2009) kepuasan pelanggan adalah hasil yang dirasakan oleh pembeli yang mengalami kinerja sebuah perusahaan dalam bentuk barang atau jasa yang sesuai dengan harapannya. Pelanggan merasa puas jika harapan mereka terpenuhi, dan merasa amat gembira jika harapan mereka terlampaui. Pelanggan yang puas cenderung tetap loyal lebih lama, membeli lebih banyak, kurang peka terhadap perubahan harga dan pembicaraannya menguntungkan perusahaan.
Beberapa manfaat kepuasan adalah:
1. Kepuasan pelanggan merupakan sarana untuk menghadapi kompetisi di masa yang akan datang.
2. Kepuasan pelanggan merupakan promosi terbaik.
3. Kepuasan pelanggan merupakan asset perusahaan terpenting.
4. Kepuasan pelanggan menjamin pertumbuhan dan perkembangan perusahaan.
5. Pelanggan makin kritis dalam memilih produk.
6. Pelanggan puas akan kembali.
7. Pelanggan yang puas mudah memberikan referensi.
b. Indikator Kepuasan Pelanggan
Kepuasan konsumen terbagi menjadi 2 yaitu (Admin, 2009):
1. Kepuasan Fungsional, merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi atau pemakaian suatuproduk. Misal : karena makan membuat perut kita menjadi kenyang.
2. Kepuasan Psikologikal, merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang bersifat tidak berwujud. Misal : Perasaan bangga karena mendapat pelayananyang sangat istimewa dari sebuah rumah makan yang mewah.
Konsep yang dapat dipakai untuk pengukuran kepuasan pelanggan adalah : Kepuasanpelanggan keseluruhan, Dimensi kepuasan pelanggan, Konfirmasi harapan, Minat pembelianulang,
Kesediaan untuk merekomendasi, Ketidakpuasan pelanggan (Umar, 2003).
5. Loyalitas Pelanggan
a. Pengertian Loyalitas Pelanggan
Loyalitas pelanggan adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten (Tjiptono 2012, p.482). Sementara itu, loyalitas pelanggan (customer loyalty) dalam konteks pemasaran jasa, Tjiptono (2012, p.482) sebagai respon yang terkait erat dengan ikrar atau janji untuk memegang teguh komitmen yang mendasari keberlanjutan relasi, dan biasanya tercermin dalam pembelian berkelanjutan dari penyedia jasa yang sama atas dasar dedikasi maupun kendala pragmatis.
Menurut Hasan (2008, p.86), Loyalitas berkembang mengikuti empat tahap, yaitu :
1. Konsumen yang mempunyai loyalitas tahap ini menggunakan basis informasi yang memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya, loyalitasnya hanya didasarkan pada aspek kognisi saja.
2. Loyalitas Afektif
Loyalitas tahap ini didasarkan pada aspek afektif konsumen. Sikap merupakan fungsi dari kognisi (pengharapan) pada periode awal pembelian (masa prakonsumsi) dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus kepuasan di periode berikutnya (masa pascakonsumsi).
3. Loyalitas Konatif
Dimensi konatif (niat melakukan) yang dipengaruhi oleh perubahan- perubahan afektif terhadap merek. Konatif menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu kearah tujuan tertentu.
4. Loyalitas Tindakan
Meskipun pembelian ulang adalah suatuhal yang sangat penting bagi pemasar, penginterpretasian loyalitas hanya pada pembelian ulang saja tidak cukup, karna pelanggan yang membeli ulang belum tentu mempunyai sikap positif terhadap barang atau jasa yang dibeli. Pembelian ulang dilakukan bukan karena puas, melainkan mungkin karena terpaksa atau fakor lainnya, ini tidak termasuk dimensi loyal. Oleh karena itu, untuk mengenali perilaku loyal dilihat dari dimensi ini ialah dari komitmen pembelian ulang yang ditujukan pada suatu produk dalam kurun waktu tertentu secara teratur. Banyak yang menyaksikan betapa sulitnya menjamin bahwa pelanggan akan membeli ulang dari penyedia yang sama jika ada pilihan lan yang lebih menarik baik dari segi harga maupun pelayanannya.
Menurut Hasan (2008, p.91), menjelaskan ada berbagai cara dalam mengukur loyalitas yaitu :
1. Loyalitas pelanggan dapat ditelusuri melalui ukuran-ukuran, seperti defection rate, jumlah dan kontinuitas pelanggan inti, longevity of core customers, dan nilai bagi pelanggan inti sebagai hasil suatu kualitas, produktivitas, reduksi biaya dari waktu siklus yang singkat).
2. Data loyalitas diperoleh dari umpan balik pelanggan yang dapat dikumpulkan melalui berbagai cara yang tingkat efektifitasnya bervariasi.
3. Lost customers analyst, analisa non pelanggan, masukan dari karyawan, masukan dari distributor atau pengecer, wawancara individual secara mendalam.
4. Menganalisa umpan balik dari pelanggan, mantan pelanggan, non pelanggan, dan pesaing.
Indikator loyalitas yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Deng, Lu, Wei, and Zhang (2010), antara lain:
1. Penggunaan secara terus menerus pada suatu penyedia layanan tertentu 2. Merekomendasikan suatu penyedia layanan tertentu pada orang lain 3. Kesetiaan pada suatu penyedia layanan tertentu (Jika orang lain
direkomendasikan oleh layanan.
b. Penelitian Terdahulu
1. Alvian Sapulette (2012) dengan judul “Analisis Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen pada PT Telkom Kantandel Ambon” yang menyatakan bahwa variabel Kualitas Pelayanan berpengaruh signifikan
terhadap Kepuasan Pelanggan. Pada penelitian yang telah dilakukan bahwa, KualitasPelayanan yang tinggi akan meningkatkan Kepuasan Pelanggan.
2. Galih Pratitiweni (2008) dengan judul “klub otomotif di Kota Malang”
yang menyatakan bahwa citra merek Honda adalah sebagai salah satu faktor penting dalam menentukan kepuasan konsumen pada klub-klub otomotif di Koto Malang.
3. Suryani (2010) dengan judul “Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Citra Merek terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah Bank BNI 46 Cabang UIN Syarif Hidayatullah Ciputat” Menyatakan bahwa Variabel Kualitas Pelayanan dan Citra Merek berpengaruh secara simultan terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah.
4. Mitha Fadilla Noor (2014) dengan judul “Pengaruh Brand Image dan Brand Trust Terhadap Brand Loyalty King Thai Tea Bandung”. Hasil dari penelitian ini adalah brand image, brand trust dan brand loyalty King Thai Tea dalam kategori baik; terdapat hubungan yang erat antara brand image dan brand trust; terdapat pengaruh yang tidak signifikan antara brand image terhadap brand loyalty; terdapat pengaruh yang signifikan antara brand rust terhadap brand loyalty.
5. Siti Maliyah Maret (2015) dengan judul Pengaruh Citra Merek, kepercayaan (Trust) dan komitmen terhadap loyalitas nasabah pada PT.
Henan Putihrai Asset Management. Hasil pengujian hipotesis menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap komitmen loyalitas pelanggan, namun
secara parsial tidak mempengaruhi Citra Merek. Brand image berpengaruh terhadap komitmen, kepercayaan signifikan tidak berpengaruh terhadap komitmen.
6. Jimmi Tummpal Manguisi Hasugian (2015) dengan judul Pengaruh Brand Image dan Brand Trust terhadap Brand Loyalty Telkomsel.
Penulis memberikan sedikit saran dan masukan bahwa PT. Telkomsel, harus mempertahankan dan meningkatkan loyalitas pelanggan terhadap Telkomsel dengan lebih memperhatikan dan meningkatkkan fasilitas pendukung layanan yang dimiliki serta dapat merekomendasikan produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan, menjaga kepercayaan pelanggan terhadap produk dengan mengedepankan kepetingan pelanggan dengan cara memberikan kepuasan kepada pelanggan terhadap merek yang digunakan, serta bisa memenuhi janji-janji yang diberika kepada pelanggan agar kepercayaan pelanggan dapat sepenuhnya diraih sehingga pelanggan secara pribadi akan menyukai produk Telkomsel yang mereka gunakan.
7. Gerry Sasongko (2014) dengan judul Analisis pengaruh Citra merek dan Kualitas layanan service center terhadap loyalitas. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa citra merek mempengaruhi kepuasan pelanggan.
Kualitas pelayanan memiliki efek positif pada kepuasan pelanggan. Brand image mempengaruh loyalitas pelanggan. Kualitas layanan memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan. Dan kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan.
H3 H1
H4
8. An-Tien Hsieh (2007) dengan judul The moderating effect of brand image on public relations perception and customer loyalty. Findings – The results show that consumers’ perception of an organisation’s PR practice is an antecedent of loyalty. The impact of public relations perception (PRP) on customer loyalty is strongerand more significant when the brand image is favourable. If it is unfavourable, the effect of PRP on customer loyalty is negligible.
D. Rerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Rerangka Pemikiran E. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Hipotesis merupakan pernyataan penelitian tentang pengaruh variabel-variabel dalam penelitian, serta merupakan pernyataan yang paling spesifik. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. H1 : Kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan PT. First Media
H2 Kualitas
Pelayanan (X1)
Kepuasan (Y1)
Loyalitas (Y2)
Citra Merek (X2)
H5
2. H2 : Citra merek terhadap kepuasan pelanggan PT. First Media 3. H3 : Kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan PT. First
Media
4. H4 : Citra merek terhadap loyalitas pelanggan PT. First Media 5. H5 : Kepuasan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan PT. First
Media