• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beban dan Prakiraan Beban Listrik

Di dalam sebuah sistem kelistrikan terdapat 2 sisi yang sangat berbeda, yaitu sisi beban dan sisi pembangkitan. Pada sisi beban atau beban sistem tenaga listrik merupakan pemakaian tenaga listrik dari para pelanggan listrik (konsumen) oleh karenanya besar kecilnya beban beserta perubahannya tergantung pada kebutuhan para pelanggan akan tenaga listrik, sedangkan sisi pembangkitan merupakan bagian yang memproduksi tenaga listrik.

Seperti telah disebutkan terdahulu, bahwa tingkat produksi atau tenaga yang dihasilkan oleh mesin pembangkit listrik harus sesuai dengan tingkat kebutuhan atau besar beban yang harus dilayani. Oleh karenanya dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik diperlukan perencanaan yang baik, untuk itu perlu dibuat Rencana Operasi terlebih dahulu sebelum suatu sistem akan dioperasikan. Rencana Operasi adalah suatu rencana mengenai bagaimana suatu sistem tenaga listrik akan dioperasikan untuk kurun atau jangka waktu tertentu. Rencana Operasi ini selanjutnya akan dipakai sebagai pedoman dalam pengoperasian sistem tenaga listrik.

Rencana operasi berkaitan erat dengan upaya penyediaan tenaga listrik yang efisien dan handal. Efisien dimaksudkan agar tenaga listrik yang dibangkitkan benar- benar sesuai dengan yang dibutuhkan, sedangkan handal berkenaan dengan kualitas dan kuntinyuitas pelayanan.

Untuk mengetahui berapa besar beban listrik yang harus dilayani, sebenarnya tidak ada perhitungan yang eksak mengenai berapa besar beban pada suatu saat, yang bisa dilakukan hanyalah membuat prakiraan atau prediksi beban. Untuk membuat prakiraan beban yang baik, perlu data atau informasi tentang beban sistem tenaga listrik yang sudah terjadi di masa lalu (Marsudi 2006). Oleh karenanya data statistik beban dari masa lalu sangat diperlukan untuk melakukan prakiraan beban listrik di masa yang akan datang yang dilakukan dengan cara mengekstrapolir grafik beban di masa lampau ke masa yang akan datang.

Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perubahan beban listrik, antara lain sebagai berikut :

1) Bertambahnya jumlah konsumen atau pelanggan tenaga listrik;

(2)

2) Bertambahnya tingkat konsumsi tenaga listrik dari konsumen, misalnya karena menambah peralatan listrik;

3) Suhu udara, ketika suhu udara tinggi maka pemakaian alat-alat pendingin ruangan bertambah;

4) Aktivitas atau kegiatan ekonomi dalam masyarakat;

5) Kegiatan sosial dalam masyarakat.

Prakiraan beban listrik berdasarkan jangka waktu dapat dikelompokkan menjadi (Marsudi 2006) :

1. Perkiraan Beban Jangka Panjang

Perkiraan beban jangka panjang adalah untuk jangka waktu di atas satu tahun.

Persoalan makroekonomi merupakan masalah ekstern perusahaan listrik yang sangat menentukan arah prakiraan beban, masalah makroekonomi tersebut antara lain adalah pendapatan per kapita penduduk Indonesia. Karena prakiraan beban jangka panjang banyak menyangkut masalah makroekonomi yang bersifat ekstern, maka penyusunannya perlu mendapat pengarahan dari pemerintah.

2. Perkiraan Beban Jangka Menengah

Prakiraan beban jangka menengah adalah untuk jangka waktu satu bulan sampai dengan satu tahun. Berbeda dengan prakiraan beban jangka panjang yang lebih banyak digunakan untuk keperluan perencanaan pengembangan sistem, sedangkan dalam prakiraan beban jangka menengah aspek operasional yang menonjol, karena dalam jangka menengah (kurang dari satu tahun) tidak banyak yang dapat dilakukan dalam segi pengembangan. Penyambungan langganan baru yang mempunyai daya tersambung dengan nilai antara 1% sampai dengan 3%

dari beban puncak sistem perlu diperhitungkan dalam prakiraan beban jangka menengah.

3. Perkiraan Beban Jangka Pendek

Prakiraan beban jangka pendek adalah untuk jangka waktu beberapa jam sampai satu minggu (168 jam). Dalam prakiraan beban jangka pendek terdapat batas atas untuk beban maksimum dan batas bawah untuk beban minimum yang ditentukan oleh prakiraan beban jangka menengah. Besarnya beban untuk setiap jam ditentukan dengan memperhatikan langgam/perilaku beban di waktu yang lalu

(3)

dengan memperhatikan berbagai informasi yang dapat mempengaruhi besarnya beban sistem seperti acara televisi dan suhu udara.

Metode yang telah dikembangkan dan diterapkan oleh PLN dalam melakukan prakiraan beban listrik jangka pendek adalah Metode Koefisien Beban. Beban listrik untuk setiap jam diberi koefisien yang menggambarkan besarnya beban pada jam tersebut dalam perbandingannya terhadap beban puncak, misalnya k4 = 0,6 berarti bahwa beban pada jam 04.00 adalah sebesar 0,6 kali beban puncak yang terjadi pada jam 19.00 atau pada k19 = 1,0. Koefisien-koefisien ini berbeda untuk hari Senin s/d Minggu dan juga untuk hari libur bukan Minggu. Beban puncak dapat diperkirakan dengan melihat beban puncak mingguan pada tahun-tahun yang lalu kemudian dengan menggunakan koefisien-koefisien tersebut di atas bisa diperkirakan grafik beban harian untuk suatu minggu yang akan datang. Koefisien-koefisien ini perlu dikoreksi secara terus-menerus berdasarkan hasil pengamatan atas beban yang sesungguhnya terjadi.

2.2. Pengertian Neural Network

Neural network atau artificial neural network (jaringan syaraf tiruan disingkat JST) adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel syaraf biologis di dalam otak, yang merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba menstimulasi proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Definisi lain menurut Fausett (1994) artificial neural network adalah suatu sistem pemrosesan informasi yang mempunyai karakteristik menyerupai jaringan syaraf biologi.

Jaringan syaraf tiruan tercipta sebagai generalisasi model matematis dari pemahaman manusia (human cognition) yang didasarkan pada asumsi :

1) Pemrosesan informasi terjadi pada elemen sederhana yang disebut neuron, unit, sel atau node.

2) Isyarat mengalir di antara sel syaraf/neuron melalui suatu sambungan penghubung.

3) Setiap sambungan penghubung memiliki bobot yang bersesuaian. Bobot ini akan digunakan untuk menggandakan isyarat yang dikirim melaluinya.

(4)

4) Setiap sel syaraf/neuron akan menerapkan fungsi aktivasi terhadap isyarat hasil penjumlahan berbobot yang masuk kepadanya untuk menentukan isyarat keluarannya.

Karakteristik jaringan syaraf tiruan ditentukan oleh :

- pola hubungan antar neuron (disebut dengan arsitektur jaringan);

- metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode training/

learning/algoritma);

- fungsi aktivasi.

Seperti halnya otak manusia, jaringan syaraf juga terdiri dari beberapa neuron dan ada hubungan antara neuron-neuron tersebut. Beberapa neuron akan mentransformasikan informasi yang diterimanya melalui sambungan keluaran menuju neuron-neuron yang lain. Dengan kata lain, neuron adalah sebuah unit pemroses informasi yang merupakan dasar operasi jaringan syaraf tiruan. Neuron ini dimodelkan dari penyederhanaan sel syaraf manusia yang sebenarnya. Gambar 1 adalah ilustrasi atau gambar yang menunjukkan suatu neuron.

Gambar 1. Struktur Unit Jaringan Syaraf Tiruan

Gambar 1 memperlihatkan struktur unit pengolah jaringan syaraf tiruan. Pada sisi sebelah kiri terlihat beberapa masukan yang menuju ke unit pengolah, yang masing- masing datang dari unit-unit yang berbeda Xn. Setiap sambungan mempunyai kekuatan hubungan terkait (bobot) yang disimbolkan dengan Wn. Unit pengolah akan membentuk penjumlahan berbobot dari tiap masukannya dan menggunakan fungsi

(5)

ambang non-linier (fungsi aktivasi) untuk menghitung keluarannya. Hasil perhitungan akan dikirimkan melalui hubungan keluaran seperti pada gambar pada sisi sebelah kanan.

Pada Gambar 2 diperlihatkan suatu jaringan syaraf tiruan yang terdiri atas 3 lapisan unit pengolah. Lapisan pertama adalah unit-unit masukan. Unit-unit ini menyatakan nilai sebuah pola sebagai masukan jaringan. Lapisan tengah adalah lapisan tersembunyi (hidden layer) yang menanggapi sifat-sifat tertentu yang mungkin terlihat dalam pola masukan. Kadang-kadang terdapat lebih dari satu lapisan tersembunyi dalam satu jaringan. Lapisan terakhir adalah lapisan keluaran, yang bertugas sebagai tempat keluaran bagi jaringan syaraf.

Gambar 2. Jaringan Syaraf Tiruan dengan 3 Lapisan

Jaringan syaraf tiruan juga dapat digambarkan sebagai model matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi non-linear, klasifikasi data cluster dan regresi non-parametrik atau sebuah simulasi dari koleksi model syaraf biologi. Model syaraf ditunjukkan dengan kemampuannya dalam emulasi, analisis, prediksi dan asosiasi.

Kemampuan yang dimiliki JST dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari beberapa contoh atau input yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang kemungkinan output yang akan muncul atau menyimpan karakteristik dari input yang disimpan kepadanya.

Rao (1993) mendefinisikan jaringan syaraf (tiruan) sebagai sebuah kelompok pengolahan elemen dalam suatu kelompok yang khusus membuat perhitungan sendiri dan memberikan hasilnya kepada kelompok kedua atau berikutnya. Setiap sub-

(6)

kelompok menurut gilirannya harus membuat perhitungan sendiri dan memberikan hasilnya untuk subgrup atau kelompok yang belum melakukan perhitungan. Pada akhirnya sebuah kelompok dari satu atau beberapa pengolahan elemen tersebut menghasilkan keluaran (output) dari jaringan.

Setiap pengolahan elemen membuat perhitungan berdasarkan pada jumlah masukan (input). Sebuah kelompok pengolahan elemen disebut layer atau lapisan dalam jaringan. Lapisan pertama adalah input dan yang terakhir adalah output.

Lapisan di antara lapisan input dan output disebut dengan lapisan tersembunyi (hidden layer). Jaringan syaraf tiruan merupakan suatu bentuk arsitektur yang terdistribusi paralel dengan sejumlah besar neuron dan hubungan antar neuron tersebut . Tiap titik hubungan dari satu neuron ke neuron yang lain mempunyai harga yang diasosiasikan dengan bobot. Setiap neuron memiliki suatu nilai yang diasosiasikan sebagai titik aktivasi neuron.

Berdasarkan cara memodifikasi bobotnya, ada dua macam pelatihan yang dikenal yaitu dengan terawasi atau terbimbing (supervised) dan tanpa pengawasan atau tanpa bimbingan (unsupervised). Dalam pelatihan dengan supervised, terdapat sejumlah pasangan data (masukan-target keluaran) yang dipakai untuk melatih jaringan hingga diperoleh bobot yang diinginkan. Pasangan data tersebut berfungsi sebagai ”guru” untuk melatih jaringan hingga diperoleh bentuk yang terbaik. ”Guru”

akan memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana sistem harus mengubah dirinya untuk meningkatkan unjuk kerjanya.

Pada setiap kali pelatihan, suatu input diberikan ke jaringan. Jaringan akan memperoses dan mengeluarkan keluaran. Selisih antara keluaran jaringan dengan target (keluaran yang diinginkan) merupakan kesalahan yang terjadi. Jaringan akan memodifikasi bobot sesuai dengan kesalahan tersebut. Jaringan yang proses atau metode pelatihannya dengan pengawasan antara lain adalah perceptron, adaline dan backpropagation. Sebaliknya dalam pelatihan tanpa pengawasan (unsupervised), tidak ada ”guru” yang akan mengarahkan proses pelatihan. Perubahan bobot jaringan dilakukan berdasarkan parameter tertentu dan jaringan dimodifikasi menurut ukuran parameter tersebut.

(7)

2.3. Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan dirancang dengan menggunakan suatu aturan yang bersifat menyeluruh (general rule) dimana seluruh model jaringan memiliki konsep dasar yang sama. Arsitektur JST berkenaan dengan susunan neuron yang memperlihatkan pola hubungan antar neuron serta banyaknya layer/lapisan yang diterapkan pada jaringan. Arsitektur sebuah jaringan akan menentukan keberhasilan target yang akan dicapai karena tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan arsitektur yang sama.

Jaringan dengan banyak lapisan memiliki satu atau lebih lapisan yang terletak di antara lapisan input dan lapisan output seperti terlihat pada Gambar 3. Umumnya terdapat lapisan bobot-bobot yang terletak antara 2 lapisan yang bersebelahan.

Jaringan dengan banyak lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit dari pada lapisan dengan lapisan tunggal, dengan pembelajaran yang lebih rumit.

Gambar 3. Jaringan Syaraf Tiruan dengan Banyak Lapisan

(8)

2.4. Propagasi Balik (Backpropagation)

Jaringan propagasi balik (backpropagation) merupakan salah satu algoritma yang sering digunakan dalam menyelesaikan persoalan atau masalah yang rumit. Hal ini dimungkinkan karena jaringan dengan algoritma ini dilatih (learned) dengan menggunakan metode belajar terbimbing. Pada jaringan diberikan sepasang pola yang terdiri atas pola masukan dan pola yang diinginkan. Ketika suatu pola diberikan kepada jaringan, bobot-bobot diubah untuk memperkecil perbedaan pola keluaran dan pola yang diinginkan. Latihan ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga semua pola yang dikeluarkan jaringan dapat memenuhi pola yang diinginkan.

Algoritma pelatihan jaringan syaraf tiruan propagasi balik terdiri atas 2 langkah, yaitu perambatan/propagasi maju dan perambatan/propagasi mundur.

Langkah perambatan maju dan perambatan mundur ini dilakukan pada jaringan untuk setiap pola yang diberikan selama jaringan mengalami pelatihan. Jaringan propagasi balik terdiri atas 3 atau lebih lapisan/layer. Perbedaannya hanya pada jumlah lapisan tersembunyi yang dimilikinya, ada yang 1 lapisan ada yang lebih dari 1 lapisan. Gambar 4 menunjukkan jaringan propagasi balik dengan 3 lapisan, bagian bawah gambar sebagai masukan, bagian tengah disebut sebagai lapisan tersembunyi dan bagian atas disebut lapisan keluaran. Ketiga lapisan ini terhubung secara penuh.

Gambar 4. Tiga Lapisan Jaringan Propagasi Balik

(9)

Perambatan maju dimulai dengan memberikan pola masukan ke lapisan masukan. Pola masukan ini merupakan nilai aktivasi unit-unit masukan. Dengan melakukan perambatan maju dihitung nilai aktivasi pada unit-unit di lapisan berikutnya. Pada setiap lapisan, tiap unit pengolah melakukan penjumlahan berbobot dan menerapkan fungsi sigmoid untuk menghitung keluarannya.

Untuk menghitung nilai penjumlahan berbobot digunakan rumus :

w x

S

ji

n

i i

j

=

=

0

... (2.1) Dengan :

x

i = masukan yang berasal dari unit i

w

ji = bobot sambungan dari unit i ke unit j.

Setelah nilai Sj dihitung, fungsi sigmoid diterapkan pada Sj untuk membentuk f(Sj).

Fungsi sigmoid ini mempunyai persamaan :

j Sj

S e

f

= + 1 ) 1

(

……….……...………. (2.2)

Gambar 5. Langkah Perambatan Maju

Hasil perhitungan f(Sj) ini merupakan nilai aktivasi pada unit pengolah j. Nilai ini dikirimkan ke seluruh keluaran unit j. Setelah perambatan maju selesai dikerjakan maka jaringan siap melakukan perambatan mundur.

Pada perambatan mundur yang dilakukan adalah menghitung galat dan mengubah bobot-bobot pada semua interkoneksinya. Di sini galat dihitung pada

(10)

semua unit pengolah dan bobotpun diubah pada semua sambungan. Perhitungan dimulai dari lapisan keluar dan mundur sampai lapisan masukan. Hasil keluaran dari perambatan maju dibandingkan hasil keluaran yang diinginkan. Berdasarkan perbedaan ini kemudian dihitung galat untuk tiap-tiap lapisan pada jaringan.

Pertama-tama dihitung galat untuk lapisan keluaran (Gambar 6.a), kemudian bobot- bobot setiap sambungan yang menuju lapisan keluaran disesuaikan. Setelah itu dihitung harga galat pada lapisan tersembunyi (Gambar 6.b) dan dihitung perubahan bobot yang menuju ke lapisan tersembunyi. Demikian proses dilakukan mundur sampai ke lapisan masukan secara iteratif.

Jika j adalah salah satu unit pada lapisan keluaran maka galat lapisan keluaran dapat dihitung dengan rumus :

δj = (tj – yj) f’(Sj) ... (2.3) Dengan :

tj = keluaran yang diinginkan dari unit j yj = keluaran dari unit j

f’(Sj) = turunan pertama dari fungsi sigmoid Sj = hasil penjumlahan berbobot.

Gambar 6. Fungsi Sigmoid Beserta Turunannya.

Jika j adalah suatu lapisan tersembunyi, maka galat lapisan tersembunyi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

[

k kj

. ' ] (

j

)

j

=

k

δ w f S

δ

…………...………. (2.4)

(11)

∆wji = α.δj.xi ... (2.5) Dengan :

∆wji = perubahan bobot dari unit i ke unit j α = laju belajar (learning rate)

δj = galat lapisan tersembunyi xi = masukan yang berasal dari unit i

Variabel α menyatakan suatu konstanta belajar yang berharga antara 0.25-0.75. Nilai ini menunjukkan kecepatan belajar dari jaringan. Nilai yang terlalu tinggi dapat menyebabkan jaringan menjadi tidak stabil sedangkan nilai yang terlalu kecil dapat menjadikan waktu belajar yang lama. Oleh karena itu pemilihan nilai α harus seoptimal mungkin agar didapatkan proses belajar yang cepat.

Dalam hal cara memodifikasi bobot (weight), pada propagasi balik standar, perubahan bobot didasarkan atas gradien yang terjadi untuk pola yang dimasukkan saat itu. Modifikasi yang dapat dilakukan adalah melakukan perubahan bobot yang didasarkan atas arah gradien pola terakhir dan pola sebelumnya (disebut momentum) yang dimasukkan (Jong 2005). Jadi tidak hanya pola masukkan terakhir saja yang diperhitungkan. Penambahan momentum dimaksudkan untuk menghindari perubahan bobot yang mencolok akibat adanya data yang sangat berbeda dengan yang lain (outlier). Apabila beberapa data terakhir yang diberikan ke jaringan memiliki pola serupa (berarti arah gradien sudah benar), maka perubahan bobot dilakukan secara cepat. Namun apabila data terakhir yang dimasukkan memiliki pola yang berbeda dengan sebelumnya, maka perubahan dilakukan secara lambat.

Algoritma selengkapnya pelatihan jaringan backpropagation adalah sebagai berikut (Fausett 1994):

Langkah 0 : Inisialisasi bobot-bobot (tetapkan dalam nilai acak kecil) Langkah 1 : Bila syarat berhenti adalah salah, kerjakan langkah 2 sampai 9.

Langkah 2 : Untuk setiap pasangan pelatihan, kerjakan langkah 3 sampai 8.

Umpan maju :

Langkah 3 : Tiap unit masukan (xi, i = 1,....,n) menerima isyarat masukan xi dan diteruskan ke unit-unit tersembunyi.

(12)

Langkah 4 : Tiap unit tersembunyi (zj, j = 1,...,p) menjumlahkan isyarat masukan berbobot,

ij n

i i oj

j v xv

in

z

=

+

=

1

_ ... (2.6) dengan menerapkan fungsi aktivasi hitung :

zj = f(z-inj) ... (2.7) dan kirim isyarat ini ke unit-unit keluaran.

Gambar 7. Backpropagation Dengan Satu Lapisan Tersembunyi

Langkah 5 : Tiap unit keluaran (yk, k = 1,....,m) menjumlahkan isyarat masukan berbobot,

jk p

j j ok

k w z w

in

y

=

+

=

1

_ ... (2.8) dengan menerapkan fungsi aktivasi hitung,

yk = f(y_ink) ... (2.9) Perambatan Balik Galat :

Langkah 6 : Tiap unit keluaran (yk, k = 1,...,m) menerima pola sasaran berkaitan dengan pola pelatihan masukannya.

(13)

Hitung galat informasi :

δk = (tk – yk) f’(y_ink) ... (2.10) Hitung koreksi bobot dan prasikapnya:

∆ wjk = α δk zj ... (2.11)

∆ w0k = α δk ... (2.12) Langkah 7 : Tiap unit tersembunyi (zj, j = 1,....,p) menjumlahkan delta masukan-

nya (dari unit-unit di lapisan atasnya).

w

jk

m

k k

inj

=

=

1

_ δ

δ ... (2.13)

Hitung galat informasinya :

δj = δ_inj f’(z_inj) ... (2.14) Hitung koreksi bobot dan prasikapnya :

∆vij = α δj xi ... (2.15) Perbaharui bobot dan prasikapnya :

Langkah 8 : Tiap unit keluaran (yk, k=1,...,m) memperbaharui bobot-bobot dan prasikapnya (j=0,1, ....,p)

wjk(baru) = wjk(lama) + ∆wjk ... (2.16) Tiap unit tersembunyi (zj, j=1,...,p) memperbaharui bobot dan prasikapnya (i=0,1,…,n);

vij(baru) = vij(lama) + ∆vij ... (2.17) Langkah 9 : Uji syarat berhenti.

Prosedur pembaharuan bobot-bobot dapat dimodifikasi dengan menggunakan momentum. Dengan menambahkan momentum ke dalam rumus pembaharuan bobot, biasanya konvergensi akan lebih cepat dicapai. Dalam pembaharuan bobot menggunakan momentum, nilai bobot pada iterasi ke (t+1) ditentukan oleh nilai bobot pada iterasi ke t dan ke (t-1).

Rumus pembaharuan bobotnya adalah sebagai berikut :

( ) ( 1)

) ( ) 1

(t+ =w t + z + w tw t

wij jk αδk j µ jk jk

atau,

) ( )

1

(t z w t

wij + = k j + ∆ ij

∆ αδ µ ... (2.18)

(14)

dan,

( ) ( 1)

) ( ) 1

(t+ =v t + x + v tv t

vij jk αδj i µ jk jk

atau,

) ( )

1

(t x v t

vij + = j i + ∆ ij

∆ αδ µ ... (2.19) Dengan :

x1..xn : masukan y1..yn : keluaran

z1..zn : nilai lapisan tersembunyi

vij : bobot antara lapisan masukan dan lapisan tersembunyi wjk : bobot antara lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran δ : galat informasi

α : kecepatan atau laju belajar µ : momentum

Kecepatan konvergensi juga dapat ditingkatkan dengan memodifikasi laju belajar menjadi adaptive yang berubah selama proses pelatihan. Jika galat yang muncul lebih besar daripada galat sebelumnya maka nilai bobot-bobot, prasikap, keluaran, dan galat yang baru diabaikan, dan nilai laju belajar diturunkan. Jika galat yang muncul lebih kecil daripada galat sebelumnya, maka nilai bobot-bobot, prasikap, keluaran, dan galat yang baru disimpan, dan laju belajar ditingkatkan.

2.5. Mean Square Error (MSE)

Jaringan syaraf tiruan propagasi balik dilatih dengan metode belajar terbimbing. Pada metode ini jaringan diberi sekumpulan pasangan pola yang terdiri dari pola masukan dan pola yang diinginkan. Pelatihan dilakukan berulang-ulang sehingga dihasilkan jaringan yang memberikan tanggapan yang benar terhadap semua masukannya.

Perhitungan kesalahan (error) merupakan pengukuran bagaimana jaringan dapat belajar dengan baik, sehingga jika dibandingkan dengan pola yang baru akan dengan mudah dikenali. Kesalahan (error) pada keluaran jaringan merupakan selisih antara keluaran sebenarnya (current output) dan keluaran yang diinginkan (desired output) atau target.

(15)

Selisih yang dihasilkan antara keduanya biasanya ditentukan dengan cara dihitung menggunakan persamaan :

- Sum Square Error (SSE) : )2

( jp

j jp p

Y T

SSE=

∑ ∑

− ... (2.20) - Mean Square Error (MSE) :

j

pn

n MSE SSE

= . ... (2.21) - Root Mean Square Error (RMSE) :

MSE

RMSE= ………..…..……….. (2.22)

Dimana :

Tjp = nilai keluaran yang diinginkan atau target jaringan syaraf Yjp = nilai keluaran jaringan syaraf

np = jumlah seluruh pola nj = jumlah keluaran

2.6. Transformasi Data

Sebelum menggunakan data dengan metode atau teknik yang akan diterapkan, kita harus melakukan praprosesing terhadap data. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis yang lebih akurat dalam pemakaian teknik-teknik machine learning atau data mining. Dalam beberapa hal, praprosesing bisa membuat nilai data menjadi lebih kecil tanpa merubah informasi yang dikandungnya. Ada beberapa cara transformasi data yang dilakukan sebelum menerapkan suatu metode, antara lain adalah normalisasi atau scaling adalah prosedur mengubah data sehingga berada dalam skala tertentu (Santosa 2007). Skala ini bisa antara (0,1), (-1,1) atau skala lain yaang dikehendaki. Misalkan kita akan mentransformasi data beban listrik, data beban tersebut akan dikonversi ke dalam skala atau rentang nilai antara 0 sampai dengan 1. Dalam hal ini batas bawah (BB) adalah 0 dan batas atas (BA) adalah 1.

Jika nilai maksimum tiap kolom adalah Xmax dan nilai minimumnya adalah Xmin, untuk mengubah data ke skala baru, untuk setiap data bisa dilakukan rumus :

X’ = BA BB BB

X X

X

X − +

*( )

min max

min ... (2.23)

(16)

2.7. Missing Value

Jika suatu set data mempunyai beberapa pengamatan dengan missing value (record dengan beberapa nilai variabel tidak ada), maka ada beberapa cara mengatasinya. Kalau jumlah datanya besar, maka pengamatan dengan missing value bisa diabaikan. Ini dengan pertimbangkan bahwa pengamatan yang serupa masih banyak ditemukan di dalam data. Jika jumlah pengamatan terbatas atau kecil, maka missing value bisa diganti dengan nilai rata-rata dari variabel yang bersangkutan.

2.8. Penelitian Terdahulu

Sebenarnya penelitian atau riset terdahulu tentang prediksi beban listrik menggunakan jaringan syaraf tiruan (artificial neural network) bukanlah hal baru, namun telah banyak dilakukan baik oleh peneliti luar maupun peneliti dalam negeri sendiri, antara lain sebagai berikut :

1) El-Sharkawi (1991). Short Term Electric Load Forecasting Using An Adaptively Trainer Layered Perceptron, IEEE.

2) Lee dan Park (1992). Short Term Load Forecasting Using an Artificial Neural Network, IEEE.

3) Karmila (2006). Pengembangan Jaringan Syaraf Tiruan pada Pemodelan Prakiraan Beban Listrik Jangka Pendek (Studi Kasus beban listrik Region I Jakarta-Banten).

4) Adepoju et al. (2007). Application of Neural Network to Load Forecasting in Nigerian Electrical Power System, The Pacific Journal of Science Technology.

Hasil penelitian dari para peneliti tersebut di atas adalah Jaringan Syaraf Tiruan dapat digunakan untuk melakukan prediksi atau prakiraan beban listrik relatif lebih baik atau lebih akurat dari metode konvensional berbasis statistik.

Gambar

Gambar 2. Jaringan Syaraf Tiruan dengan 3 Lapisan
Gambar 3. Jaringan Syaraf Tiruan dengan Banyak Lapisan
Gambar 4. Tiga Lapisan Jaringan Propagasi Balik
Gambar 7. Backpropagation Dengan Satu Lapisan Tersembunyi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memberikan informasi mengenai penerapan teknik SWRL dan reasoning data untuk pembuatan keputusan dalam pengembangan aplikasi DSS menggunakan pemodelan

Berdasarkan NAB kristal silika PER.13/MEN/X/2011, terdapat 6 orang memiliki nilai Hazard Index (HI) lebih besar dari 1 yang berarti pekerjaan yang dilakukan oleh 6 orang

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengolahan sorgum dengan penambahn air 30% dan asam propionat 1% pada konsentrasi 20% yang disimpan selama 10 hari dapat menurunkan

Etika Deep Ecology, dengan hidup sederhana dan selaras dengan alam akan menjadi pengendali manusia untuk tidak memuaskan pemenuhan kebutuhannya yang jumlahnya

dilaksanakan Rapat dengan agenda Evaluasi Program Kerja. Untuk itu dimohon kepada setiap bidang-bidang mempersiapkan laporan hasil kinerja. Dan diharapkan kepada semua

Pertama agama Adam adalah agama yang dianut oleh Wong Sikep (sebutan orang Samin).. Agama Adam adalah agama yang penuh misteri karena agama Adam tidak bisa sepenuhnya

Perencanaan pelaksanaan pembelajaran pada siklus II meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berpedoman pada

menggunakan vertical jump test. Metode pengolahan data menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial kekuatan otot jari memberikan