BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Later Belakang
Internet diperkenalkan pada tahun 1969 di Amerika Serikat dan sampai saat ini jumlah penggunanya terus meningkat. Internet dapat digunakan sebagai alat komunikasi elektronik untuk berbagai kegiatan seperti komunikasi, riset,transaksi bisnis dan lain sebagainya. Teknologi internet menghubungkan ribuan jaringan computer individual dan organisasi di seluruh dunia. Menurut majalah e-marketer (2014) saat ini pengguna internet dunia mencapai 2.89 miliar pengguna dan diperkirakan akan terus meningkat seiring kemajuan teknologi.
Gambar 1.1
Pengguna Internet di Dunia Sumber : Majalah e-marketer (2014)
Electronic Commerce merupakan penggunaan internet untuk aktivitas
transaksi bisnis yang dikenal dengan istilah e-commerce. Karakteristik e-commerce terdiri atas terjadinya transaksi antara dua belah pihak adanya pertukaran barang,
2,69 2,89 3,07 3,25 3,42
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
2013 2014 2015 2016 2017
Jumlah pengguna, miliar
Tahun
jasa, atau informasi dan internet sebagai media utama dalam proses transaksi tersebut.
Indonesia masuk dalam daftar negara dengan potensi pertumbuhan industri internet yang prospektif. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) (2014) pada tahun 2014 pengguna internet di Indonesia sebanyak 107 juta pengguna dan saat ini menempati urutan ke 6 pengguna internet dunia. APJII memperkirakan jumlah pengguna internet Indonesia akan mencapai 139 juta pengguna pada tahun 2015. Hal ini berimplikasi positif pada fenomena e-commerce atau belanja online di Indonesia. Jumlah ini akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan bisnis teknologi yang semakin pesat. Menurut Liao dan Cheung (2001) semakin banyak mempergunakan internet maka mereka semakin senang melakukan pembelian melalui e-shop.
Gambar 1.2
Pengguna Internet di Indonesia Sumber: APJII (2014)
Menurut APJII (2014) secara wilayah dari jumlah total pengguna internet di Indonesia sebagian besar tinggal di Indonesia bagian barat. Ibu kota DKI Jakarta
63
82
107
139
0 20 40 60 80 100 120 140 160
2012 2013 2014 2015
Jumlah Pengguna, jutaan
Tahun
menjadi wilayah dengan penetrasi paling tinggi dengan 65% pengguna internet.
Kemudian diikuti oleh Yogyakarta yang memiliki 63% pengguna internet.
Selanjutnya pengguna internet terkosentrasi di pulau Jawa dan Bali. Sedangkan pengguna internet terendah ada di Papua yang hanya memiliki 20% pengguna internet dari total jumlah populasi penduduknya.
Berdasarkan riset online shopping yang dilakukan Bisnis Monitor International (BMI) (2014) pengguna belanja online mencapai 24% dari jumlah pengguna internet Indonesia. Dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat dengan jumlah 57% pada tahun 2015. Secara nominal nilai penjualan e-commerce B2C di Indoneisa setiap tahun juga mengalami peningkatan. Majalah e-marketing mencatat, pada tahun 2014 nilai belanja secara online Indonesia sebesar USD 2.60 milliar berada dibawah beberapa negara Asia seperti India, Korea, Jepang dan China.
Tabel 1.1
Nilai Transaksi E-commerce Indonesia dalam Miliar USD
Negara 2013 2014 2015 2016
China 181.62 274.57 358.59 439.72
Japan 118.59 127.06 135.54 143.13
Korea 18.52 20.24 21.92 23.71
India 16.32 20.74 25.65 30.31
Indonesia 1.79 2.60 3.56 4.89
Sumber: Majalah Marketing (2014)
Penggunaan internet di Indonesia masih menunjukkan jumlah pemakaian yang masih rendah bila dibandingkan dengan negara Asia lainya seperti yang terdapat pada Tabel 1.1. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat keputusan belanja
online bagi masyarakat Indonesia masih kurang. Majalah e-marketer memprediksi pada tahun 2016 nilai nominal belanja online di Indonesia akan mencapai USD 4.89 milliar. Namun masih berada dibawah negara Asia lainya
Pertumbuhan pengguna internet didukung oleh pertumbuhan pengguna perangkat mobile, khususnya smartphone. Jumlah pengguna internet dengan smartphone mengalahkan jumlah pengguna internet dengan laptop atau netbook.
Menurut APJII (2014) ditahun 2014 85% akses internet dilakukan menggunakan smartphone. Sementara akses internet menggunakan personal computer hanya sebanyak 14%.
Gambar 1.3
Perangkat Koneksi Internet Sumber: APJII (2014)
Menurut Nilsen Global Survey of E-commerce (2014) ada tiga pendorong utama belanja online di Indonesia yaitu, 1) melihat produk sebelum melakukan pembelian, 2) membaca referensi tentang produk sebelum pembelian, 3) mencari informasi detail tentang produk sebelum membeli. Sementara menurut Aufa (2015) terdapat tiga alasan orang takut belanja pakaian secara online. 1) Takut Pakaian
85%
32%
13% 14%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
smartphone laptop tablet PC
Persentase
Perangkat Akses
tidak sampai, karena mereka takut tertipu terutama tertipu setelah melakukan pembeyaran. 2) Takut ukuran tidak sesuai, ukuran negara mana yang mereka pakai.
3) Takut bahan tidak sesuai, konsumen takut kecewa bahan baju yang ada di foto berbeda dengan bahan asli.
Selanjutnya Taylor Nelson Sofres (TNS) (2014) produk yang paling banyak terjual secara online adalah fashion sebanyak 78%, sedangkan produk makanan paling sedikit dicari di pasar online yaitu sebanyak 24%. Menurut Google Indonesia (2014) dua dari lima orang yang tidak berbelanja online akan mempertimbangakan untuk membeli produk fashion secara online.
Gambar 1.4
Produk Paling Banyak Terjual Sumber: TNS (2014)
Melakukan aktivitas transaksi di internet tidak terlepas dari kemungkinan resiko yang dihadapi seperti halnya aktivitas belanja konvensional. Sistem keamanan sangat menentukan kegiatan transaksi jual beli secara online. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan negatif yang terjadi dalam transaksi belanja online seperti penipuan, pembajakan kartu kredit, pentransferan dana illegal dari rekening
24%
39%
43%
46%
78%
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%
makanan book & magazine electronics gadget fashion
tertentu dan berbagai resiko lainya. Hal ini dapat menimbulkan ketidak percayaan pembeli untuk bertransaksi online. Penelitian terdahulu tentang keputusan belanja online mengungkapkan bahwa resiko belanja online berbanding terbalik dengan prilaku konsumen dan prilaku konsumen berpengaruh positif pada intensitas belanja (Bianchi dan Andrews, 2012). Kepercayaan konsumen pada vendor adalah faktor spesifik yang mungkin bisa diatur oleh vendor itu sendiri (Connolly R dan Bannister F, 2007). Keamanan infrastruktur e-commerce menjadi kajian penting dan serius para ahli komputer dan informatika (Liddy dan Sturgeon, 1988; Ferraro, 1998; Udo, 2001; McLeod dan Schelle, 2004:51).
Permasalahan e-commerce yang paling banyak dihadapai pelaku belanja online adalah rendahnya kualiatas barang dan pengiriman barang yang tertunda atau tidak sampai. Data yang dikeluarkan Kemenkominfo (2013) bahwa 46% pelaku belanja online di Indonesia mengkhawatirkan kualitas produk, sebanyak 3%
beranggapan tidak ada bantuan jika di rugikan.
Gambar 1.5
Masalah Berbelanja Online Sumber: Kemenkominfo (2013)
3%
4%
5%
39%
46%
0% 10% 20% 30% 40% 50%
tidak ada bantuan jika dirugikan data pribadi di bocorkan keamanan (rincian keuangan dibocorkan) pengiriman produk (tidak dikirim, keterlambatan, tidak sampai)
kualitas produk
Data yang dikeluarkan e-marketers (2014) bahwa 67% pelaku belanja online di Indonesia beranggapan belanja online lebih murah dibandingkan belanja konvensional. 42% tidak yakin dengan kualitas produk dan 40% memiliki pertimbangan keamanan.
Gambar 1.6
Pertimbangan Belanja Online Sumber: TNS (2014)
Data diatas memperlihatkan bahwa belanja online memiliki resiko yang cukup tinggi yaitu rata-rata diatas 50%, akan tetapi mengapa transaksi belanja online untuk pakaian sampai saat ini masih berlangsung bahkan cenderung meningkat? Apakah belanja online memberikan keuntungan yang lebih jika dibandingkan dengan resiko yang dihadapi? Berkaitan dengan hal ini Chen Y.H dan Barnes, S (2007), menyatakan bahwa nilai guna, keamanan, privasi, reputasi toko online dan pelayanan adalah hal yang penting dalam menimbulkan kepercayaan konsumen. Perbedaan reputasi diantara toko online menurut Grazioli, et.al (2000) berpengaruh pada penilaian kepercayaan dan resiko belanja online. Kepercayaan memiliki peran penting dalam keputusan belanja online (Wu ,2014). Mayer et.al (1995) telah melakukan review literature dan pengembangan teori secara
38%
40%
42%
67%
0% 20% 40% 60% 80%
tidak bersentuhan dengan produk pertimbangan keamanan tidak yakin dengan kualitas
produk
lebih murah dari pasar konvensional
pertimbangan belanja online
komprehensif menemukan suatu rumusan bahwa kepercayaan dibangun atas tiga dimensi, yaitu kemampuan, kebaikan hati, dan integritas. Tiga dimensi diatas menjadi dasar penting untuk membangun kepercayaan sesorang untuk dapat mempercayai suatu media, transaksi atau komitmen tertentu. Selain itu untuk kenyaman dan kelancaran konsumen berbelanja dibutuhkan website yang bekualitas. TAM (Technology Acceptance Model) Davis 1986 dalam Wiliam et al., (1998), dikembangkan dari teori psikologi yang menjelaskan perilaku pengguna computer yang berlandaskan pada kepercayaan, sikap, keinginan dan hubungan perilaku pengguna.
Berkaitan dengan praktek belanja online di Indonesia yang baru berkembang dan terus meningkat dari jumlah konsumen dan nilai transaksi namun masih rendah bila dibanding dengan negara Asia lainya, fenomena yang menarik untuk diteliti adalah pengaruh persepsi resiko, persepsi kepercayaan dan kualiatas website pada perilaku konsumen barang pakaian.
1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Rendahnya keputusan pembelian konsumen Jabodetabek dalam berbelanja online dipengaruhi oleh tingkat resiko, dan tingkat kepercayaan yang rendah menurut persepsi kosumen serta kualitas website yang kurang. Maka masalah dalam penelitian ini di rumuskan sebagai berikut:
1. Sejauh mana konsumen memperhatikan tingkat resiko untuk melakukan proses belanja online?
2. Sejauh mana tingkat kepercayaan konsumen untuk melakukan proses belanja online?
3. Sejauh mana kualitas website mempengaruhi keputusan belanja online bagi konsumen?
1.3. Tujuan Penelitan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui berapa besar pengaruh tingkat resiko terhadap keputusan pembelian belanja online.
2. Mengetahui berapa besar pengaruh tingkat kepercayaan konsumen terhadap keputusan belanja online.
3. Mengetahui berapa besar pengaruh kualitas website terhadap keputusan belanja online.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah 1) Bagi akadesmisi
Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat di jadikan referensi dan bahan acuan dalam bidang keputusan belanja online.
2) Bagi praktisi
a) Bagi vendor belanja online, diharapkan hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai bahan informasi mengenai faktor-faktor apa saya yang diperhatikan konsumen dalam melakukan belanja online.
b) Bagi regulator, penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam menyusun regulasi belanja online.
c) Bagi konsumen penelitaian ini dapat dijadikan sebagai bahan pendoman dalam berbelanja online.