• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asap cair pertama ka1i diproduksi pada tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas, yang dikembangkan dengan metode destilasi kering (pirolisis) dari bahan kayu, (Pszezola, 1995). Menurut Darmadji (l995), Asap terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna, yaitu pembakaran dengan jumlah oksigen terbatas yang melibatkan reaksi dekomposisi bahan polimer menjadi komponen organik dengan bobot yang lebih rendah, karena pengaruh panas (Tranggono et al, 1997). Jika oksigen tersedia cukup, maka pembakaran menjadi lebih sempuma dengan menghasilkan gas CO2, uap air, dan abu, sedangkan asap tidak terbentuk.

Pada dasarnya, Asap cair merupakan asam cuka yang dapat diperoleh melalui proses pirolisis dari bahan yang mengandung komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin (Pszczola 1995 pada M. Wijaya, 2008). Destilat yang diperoleh dapat dipisahkan lebih lanjut untuk memisahkan senyawa-senyawa kimia yang tidak diinginkan, misalnya senyawa tar karena berifat toksik. Berbagai bahan baku telah digunakan untuk pembuatan asap cair antara lain kayu, kulit biji jambu mente dan sabut kelapa (Tsamba et al, 2006 pada M.Wijaya2008), tempurung kelapa (Darmadji, 2002), sampah organik (Gani, 2007 pada M. Wijaya, 2008). Bahan baku tersebut mengandung cukup kadar hemiselulosa, selulosa dan lignin. Pemanfaatna limbah kayu sebagai asap cair telah mendapat perhatian belakangan ini, pada umumnya diperoleh secara pirrolisis. Pada proses pirolisis terjadi dekomposisi dari senyawa selulosa, hemiselulosa dan lignin yang terdapat pada bahan baku tersebut, pirolisis tersebut pada umumnya menghasilkan asap cair, ter, arang, minyak nabati dan lain- lain.

(2)

KOPI (Coffea Canephora)

Seperti halnya kayu, yang memiliki selulosa, hemiselulosa, dan lignin, Kopi juga memiliki kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin. (Novi Mayasari dkk, 1992) Komposisi Zat Makanan dan TDN Kulit Buah Kopi Robusta (Coffea Canephora) terdiri dari protein kasar 6,11%, serat kasar 18,6%, tannin 2,4%, kafein 1,36%, dan lignin 52,59% seperti ditunjukkan pada tabel berikut

Tabel 1.1. kandungan kimia limbah kulit kopi

Zat- Zat Makanan

Kulit buah robusta (Coffea Canefhora)

protein kasar 6,11%

serat kasar 18,6%

Tannin 2,47%,

Kafein 1,36%

Lignin 52,59%

Hal ini sejalan dngan pendapat (Sri edi purnomo, 2010). Seperti halnya kulit biji tanaman lain, kulit kopi juga mengandung selulosa, dan senyawa organik lainnya.

Karena kandungan kulit kopi yang terdiri dari selulosa dan lignin maka kulit kopi juga mempunyai potensi sebagai sumber asap cair. Komposisi kimia asap cair dipengaruhi oleh jenis bahan baku dan komposisi senyawa pada produk asap cair.

Pirolisis kayu akan mengalami peruraian secara bertahap yaitu hemi selulosa terdergradasi dari suhu 200C0-2600C, selulosa terdegradasi pada suhu 240C0- 350C0, dan lignin pada suhu 280C0-500C0. Secara umum pirolisis hemiselulosa akan menghasilkan fulfuran, furan asam asetat dan derivatnya. Lignin terdegradasi menjadi fenol dan eter fenolik serta derivatnya. Sedangkan selulosa akan terdegradasi menghasilkan asam asetat dan senyawa karbonil (M.Wijaya, 2008). Darmadji, dkk (1996), pirolisis tempurung kelapa yang telah menjadi asap cair akan memiliki senyawa fenol sebesar 4,13%,karbonil 11,3% dan asam 10,2%.

(3)

Senyawa-senyawa tersebut mampu mengawetkan makanan sehingga mampu bertahan lama karena memiliki fungsi utama yaitu sebagai penghambat perkembangan bakteri. Hal ini sejalan dengan pendapat (Amrita 2007, pada Endah, 2010). Asap cair merupakan bahan kimia hasil destilasi asap hasil pembakaran yang mampu menjadi desinfektan sehingga bahan makanan dapat bertahan lama tanpa membahayakan konsumen.

Darmadji (1996), asap cair merupakan hasil kondensasi dari pirolisis kayu yang mengandung sejumlah besar senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis konstituen kayu seperti sellulosa, hemiselulosa dan lignin. Pirolisis merupakan proses pemecahan lignoselulosa oleh panas dengan oksigen yang terbatas dan menghasilkan gas, cairan dan arang yang jumlahnya tergantung pada jenis bahan, metode, dan kondisi dari pirolisanya. Pada proses pirolisa, sellulosa mengalami 2 tahap.Tahap pertama merupakan reaksi hidrolisis asam yang diikuti oleh dehirasi yang menghasilkan glukosa. Tahap kedua pembentukan asam asetat dan homolognya bersama air serta sejumlah kecil furan dan fenol (Girard, 1992). Hasil pirolisis dari senyawa sellulosa, hemisellulosa dan lignin diantaranya akan menghasilkan asam organik, fenol, karbonil yang merupakan senyawa yang berperan dalam pengawetan bahan makanan.

Selain sebagai pengawet, asap cair yang mengandung sejumlah senyawa kimia diperkirakan berpotensi sebagai anti oksidan, desinfektan ataupun sebagai biopestisida (Nurhayati, 2000 pada Gani, 2007). Umumnya proses pirolisis berlangsung pada suhu di atas 300°C dalam waktu 4-7 jam. Namun keadaan ini sangat bergantung pada bahan baku dan cara pembuatannya (Demirbas, 2005).

(Darmadji, 1996 pada M. Wijaya, 2008) asap cair kayu mengandung senyawa fenol 0,2-2,9%, asam 2,8-4,5%, karbonil 2,6-4,6%,ter 1-17% dan air 11-92%. Tranggono dkk(1996) juga menyatakan bahwa asap cair mengandung senyawa fenol2,10-5,13%

dan dikatakan juga bahwa asap cair tempurung kelapamemiliki 7 macam senyawa dominan yaitu fenol, 3-metil-1,2-siklopentadion, 2-metoksifenol, 2-metoksi- 4metilfenol, 2,6-dimetoksifenol,4 etil-2- metoksi fenol dan 2,5-dimetoksi-benzil

(4)

alkohol. Fraksi netral dari asap kayu juga mengandung fenol yang juga dapat berperan sebagai antioksidan seperti guaikol (2-metoksi fenol) dan siringol (1,6- dimetoksi fenol) (Endah,2010). Komposisi asap cair diteliti oleh Pettet dan Lane pada tahun 1940, diperoleh hampir 1000 macam senyawa kimia. Beberapa jenis senyawa yang telah diidentifikasi, yaitu 85 fenolik, 45 karbonil, 35 asam, II furan, 15 alkohol dan ester, 13 lakton, dan 21 hidrokarbon alifatik (Girard, 1992). Hal ini sejalan dengan pendapat Darmadji 1996 komposisi asap cair dari bahan kayu terdiri atas 11- 92% air, 0,2-2,9% fenolik, 2,8-4,5% asam organik, dan 2,6-4,6% karbonil.

Senyawa hasil pirolisis ini mempunyai fungsi yang beragam, fenol dan karbonil untuk memberi warna dan flavor, fenol dan asam organik sebagai pengawet karena mengandung anti bakteri dan anti oksidan. Sedangkan senyawa ter dan benzopiren yang tertdapat pada asap cair tidak didinginkan katrena bersifat toksik. Distilat asap tempurung kelapa memiliki kemampuan mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Asap cair tempurung mengandung lebih dari 400 komponen dan memiliki fungsi sebagai penghambat perkembangan bakteri yang cukup aman sebagai pengawet alami, antara lain asam, fenolat dan karbonil.

Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil (Darmadji dkk, 1996). Hal ini sesuai dengan pendapat M.Wijaya, 2008, Asap cair memiliki aroma dan rasa spesifik, serta memiliki daya bunuh terhadap mikroba serta sifat antioksidan yang berpengaruh terhadap keawetan produk.

Buah pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan buah yang sangat populer di seluruh dunia Hal ini disebabkan karena rasa buahnya yang lezat, harganya yang murah. Buah ini biasa dikonsumsi sebagai makanan segar, maupun makan olahan seperti keripik, gorengan, pisang sale, dan makanan olahan lainnya (Evy rossi dkk, 2008). Pisang telah lama akrab dengan masyarakat Indonesia, pemanfaatan pisang sejauh ini masih sangat terbatas, umumnya dimakan sebagai buah segar. Padahal, buah pisang dapat diolah dalam keadaan mentah maupun matang. Pisang mentah dapat diolah menjadi tepung, dan keripik, sedangkan pisang matang dapat diolah

(5)

menjadi anggur, sari buah, digoreng, direbus, kolak, getuk, selai, dodol, pure, saus, dan sale. Salah satu upaya untuk menanggulangi kelebihan produksi dan pemasaran pisang segar adalah dengan melakukan pengawetan menjadi sale. Selain untuk memperpanjang masa simpan pisang sale juga meningkatkan harga jual dibandingkan dengan buah pisang segarnya (Anonim, 2008 pada Setyo indro pahasto).

Industri pisang sale berkembang sangat pesat, khususnya di daerah aceh dan mempunyai prosek yang besar untuk dikembangkan sebagai produk unggulan.

Masalah utama yang dihadai oleh pengusaha pisang sale adalah pendeknya masa simpan pisang sale yang diproduksi. Produk ini biasanya hanya berdaya simpan 5-7 hari, dan setelah itu pisang sale menjadi tengik dan membusuk. Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah dan sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan berkembang, hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama setelah produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan menyebabkan pembusukan yang serius. Mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan pada pisang adalah Bacillus subtilis, Streptococcus, Saccharomyces dan Acetobacter aceti. Mikroba yang memfermentasi glukosa atau laktosa akan menghasilkan asam. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi pengusaha pisang sale tersebut, maka perlu dilakukan langkah-langkah alternatif penemecahan yang dapat memperpanjang masa simpan pisang sale tersebut. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menghambat ketengikan yang disebabkan oleh proses oksidasi dan menghambat pembusukan yang disebakan oleh bakteri. (C. Hanny Wijaya. et.al 2007). Dengan menggunakan antioksidan dan anti bakteri, diharapkan pisang sale akan lebih awet. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas anti bakteri asap cair dari kulit kopi terhadap bakteri pembusuk pada pisang . Sehingga dapat digunakan sebagai pengawet.

(6)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Apakah limbah kulit kopi bisa digunakan sebagai sumber asap cair dengan

metode pirolisi.

2. Zat apakah yang terdapat pada asap cair dari limbah kulit kopi yang dianalisis dengan GC-MS.

3. Bagaimana aktivitas anti bakteri asap cair dari limbah kopi terhadap bakteri yang menyebabkan pembusuk pada pisang sale.

4. Bagaimana keefektifan asap cair pada pengawetan pisang sale.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Memanfaatkan limbah kulit kopi sebagai sumber asap cair dengan metode pirolisis.

2. Mengetahui kandungan kimia asap cair dari limbah kulit kopi yang dianalisis dengan GC-MS.

3. Dapat mengetahui aktivitas anti bakteri asap cair dari kulit kopi terhadap Saccaromyces Cereviceae, bacillus Subtilis, dan Streptococcus.

4. Dapat mengetahui keefektifan asap cair pada pengawetan pisang sale.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfa’at untuk memberi informasi kepada masyarakat bahwa kulit kopi bisa digunakan sebagai sumber asap cair dan asap cair dari kulit kopi mempunyai kandungan senyawa kimia yang berfungsi sebagai anti oksidan dan anti bakteri, yang dapat memperlama masa simpan pisang sale sehingga dapat diterapkan oleh masyarakat.

(7)

1.5 Batasan Masalah

Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada :

1. Limbah yang digunakan untuk memperoleh asap cair adalah limbah kulit kopi jenis robusta yang berasal dari Sidikalang.

2. Suhu pirolisis yang digunakan adalah suhu 3000C-6000

3. Analisis yang dilakukan pada asap cair adalah dengan menggunakan GC- MS.

C.

4. Waktu pengawetan dalam hari.

5. Aktivitas bakteri yang diamati adalah aktivitas bakteri Saccaromices cereviceae,Bacillus subtilis, dan Streptococcus mutans.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental Labolatorium. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu :

1. Pembuatan asap cair dari limbah kulit kopi

2. Analisa kandungan asap cair kulit kopi dengan teknik GC-MS

3. Pengamatan terhadap aktivitas anti bakteri asap cari dari kulit koipi terhadap bakteri pembusuk pada pisang sale.

4. Uji keefektifan asap cair kulit kopi terhadap pengawetan pisang sale 5. Suhu Maksimal yang digunakan adalah 6000C.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian secara spesifik yaitu sebuah kata, frase atau yang ditandai dengan tagar (#) yang dilepaskan dengan kecepatan lebih tinggi serta unggul dalam jumlah

Penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar geografi tentang sejarah pembentukan bumi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Salem Kecamatan Salem Kabupaten

[r]

Pembayaran Bunga Obligasi/Obligasi Subordinasi dan pelunasan Pokok Obligasi/Obligasi Subordinasi kepada pemegang Obligasi/Obligasi Subordinasi dilaksanakan oleh

Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang ditunjukkan oleh persepsi sikap dan tindakan masyarakat dalam mengelola obat

Faktor yang mempengaruhi feeding regime antara lain strategi pemberian pakan terhadap larva udang windu, dimana dilihat dari syarat pakan sebagai makanan dan

Kami percaya bahwa semua informasi diatas benar adanya, namun harap diingat bahwa semua data yang diatas hanya bersifat ilustrasi saja dan dapat berubah sewaktu-waktu

"Perangkat Lunak Berhos" berarti perangkat lunak yang dimiliki atau dilisensikan oleh Pelanggan (pendekatan BYOL "Bawa Lisensi Anda Sendiri") dan yang