• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pemukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan diri dan menampakkan jati dirinya.

Namun, tidak semua masyarakat tidak bisa dengan mudah membangun rumah, diperlukan berbagai hal sehingga rumah itu bisa didirikan dan ditempati. Seperti, tanah, kepemilikan, struktur bangunan, tes kelayakan dan uji coba, perizinan pendirian bangunan. Banyak masyarakat yang tidak ingin direpotkan dengan hal seperti itu, karena itu masyarakat yang ingin membangun atau membeli rumah menempuh cara yang lebih efektif dan tidak menyita banyak waktu, yaitu dengan cara membeli rumah sebuah agen rumah atau perumahan yang biasa disebut dengan developer dan pembayarannya pun bisa dilakukan dengan cara tunai ataupun kredit melalui sebuah lembaga perbankan yang sudah ditunjuk.

(2)

Namun, sebelum memutuskan atau menyewa suatu properti yang menjadi hunian impian, ada baiknya calon pembeli tidak terlalu cepat larut oleh buaian janji-janji yang ditawarkan pengembang. Teliti dan cermati lebih dahulu apa yang menjadi kebutuhan dan kemampuan finansial. Selain itu, urusan force majeur mulai sekarang harus dijadikan pertimbangan penting dalam memilih properti hunain masa depan19.

Salah satu perusahaan swasta yang bergerak dibidang pemasaran pemurahan dan pemukiman adalah PT. Formula Land yang beralamat di Graha Formula lantai 2 Jln. Dr. Soetomo 14 Yogyakarta yang membangun sebuah kawasan hunian perumahan yang berlokasi di utara kota Yogyakarta yang dinamakan dengan “Bale Agung Residence”. Di lahan seluas 3,5 ha telah dibangun sekitar 60 unit rumah dengan tipe 320/260, 260/250, dan 240/240, dengan perincian sebagai berikut:

1. Tipe 320/260 dinamakan dengan tipe Amartya;

2. Tipe 260/250 dinamakan dengan tipe Astaka;

3. Tipe 240-240 dinamakan dengan tipe Padantya.

Berbagai promosi dilakukan oleh pihak PT. Formula Land dalam memperkenalkan Bale Agung Residence kepada calon pembeli yang berminat.

Dengan berbagai tipe rumah yang ditawarkan kepada calon pembeli untuk

19Kumala Iman Dina, Cermati Kebutuhan Sebelum Memilih, terdapat dalam www.kompas.com

(3)

memberikan pilihan kepada pembeli bentuk dan harga, sebab tidak seluruh pembeli memiliki kebutuhan dan kemampuan financial yang sama.

Informasi dan seluk beluk tentang perumahan “Bale Agung Residence”

diberikan oleh PT. Formula Land selaku pengembang di kantor pemasaran maupun ditempat-tempat promosi yang lain. Jika calon pembeli berminat, pembeli bisa mendatangi kantor pemasaran PT. Formula Land untuk membeli rumah yang ditawarkan. Jika antara pembeli dan developer sudah terjadi kesepakatan mengenai rumah dan harga maka akan terjadi perjanjian jual beli.

Dari perjanjian yang dilakukan akan timbul hak dan kewajiban masing- masing pihak dan dituangkan dalam akta perjanjian jual beli yang mengikat bagi kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian. Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian diharuskan untuk melaksanakan kewajiban yang sudah menjadi tanggungannya. Dan apabila salah satu pihak tidak dapat atau lalai melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya, maka pihak yang lain dapat menuntut atas kesalahannya.

Hak dan kewajiban penjual dan pembeli dituangkan dalam akta perjanjian jual beli, yaitu:

1. Hak pembeli :

a. Memperoleh jaminan bahwa rumah yang dijual belikan bebas dari tuntutan pihak lain;

(4)

b. Memperoleh jaminan tanggung jawab penuh atas pembangunan rumah;

c. Memperoleh rumah yang sesuai dengan denah dan bestek yang diinginkan;

d. Memperoleh fasilitas seperti jaringan listrik dan telepon;

e. Memperoleh garansi rumah selama 100 (seratus) hari.

2. Kewajiban pembeli :

Membayar harga rumah dan pelunasannya sesuai dengan kesepakatan melalui sebuah bank yang ditunjuk.

3. Kewajiban penjual :

a. Bertanggung jawab penuh atas pembangunan rumah;

b. Menjamin kepada pembeli bahwa rumah yang diperjual belikan bebas dari tuntutan pihak lain;

c. Menyediakan fasilitas jaringan listrik dan telepon;

d. Memberikan garansi rumah selama 100 (seratus) hari.

4. Hak penjual :

Menerima pembayaran uang sebagai tanda pembayaran yang dilakukan oleh pembeli.

(5)

Dalam setiap perjanjian jual beli perumahan, hampir selalu dicantumkan mengenai masa garansi dan cara penyelesaian apabila dalam perkembangannya terjadi masalah dalam perjanjian maupun pembayaran ataupun ketika pembeli sudah menempati rumah yang dibelinya dari pengembang.

Kewajiban yang dilakukan oleh pembeli sudah dilakukan mengenai pembayaran dan kesanggupan pelunasannya. Dan kewajiban penjual sudah dilakukan sampai dengan tahap pembangunan rumah, namun ketika pembeli akan menempati rumah yang siap dihuni ternyata rumah yang dijanjikan tidak bisa digunakan selayaknya dikarenakan bangunan rumah mengalami kecacatan tembok berlubang dan lantai dan konstruksi utama keropos.

Pembeli sebagai penghuni merasa kecewa dan mengadukan hal ini kepada PT. Formula Land, namun hal tersebut seperti tidak mendapat respon positif dari PT. Formula Land. Padahal pembeli sudah berupaya untuk melakukan negosiasi dengan PT. Formula Land selaku developer. Atas sikap tersebut, pembeli merasa dirugikan dalam hal pemberian garansi rumah seperti yang sudah dituangkan dalam akta perjanjian jual beli yang sudah disepakati bersama. Maka dalam hal ini, penjual dianggap melakukan wanprestasi dengan tidak memenuhi kewajibannya dalam akta jual beli kesepekatan bersama.

Dalam sebuah akta perjanjian jual beli, seorang penjual mempunyai kewajiban utama untuk :

(6)

1. Menyerahkan kebendaan yang dijualnya kepada pembeli;

2. Bertanggung jawab atas cacat tersembunyi pada barang yang dijualnya termasuk segala kerugian yang diderita oleh pembeli sehubungan dengan tercapainya perjanjian jual beli sekadar itu telah dikeluarkan oleh pembeli.

Jika ternyata bahwa penjual telah mengetahui adanya cacat itu, ia diwajibkan pula, selain tersebut diatas, untuk mengganti seluruh kerugian yang ditimbulkan oleh cacat tersebut;

3. Memenuhi segala apa yang menjadi kewajibannya sesuai dengan perjanjian, seperti janji-janji, jaminan-jaminan, dan sebagainya.20

Hal dikatakan wanprestasi adalah dalam hal menanggung kebendaan yang menjadi tanggungannya berupa rumah yang dijual kepada pembeli, dalam KUHPerdata telah diatur mengenai hal penanggungan barang yang dijual kepada pembeli dan mengenai cacat tersembunyi dalam barang yang dijual dalam Pasal 1474, Pasal 1491, Pasal 1494, Pasal 1495, pasal 1496, pasal 1504, dan pasal 1509 KUHPerdata.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan menyusunnya dalam bentuk skripsi dengan judul “TANGGUNG JAWAB DEVELOPER TERHADAP PEMBELI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI RUMAH DI BALE AGUNG RESIDENCE YOGYAKARTA”.

20Janus Sidabolok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia Dengan Pembahasan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, Ctk Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 102.

(7)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli dalam perjanjian jual beli rumah yang dilakukan antara PT. Formula Land selaku penjual dengan pembeli ?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa wanprestasi yang dilakukan oleh developer terhadap pembeli ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tanggung jawab PT. Formula Land selaku penjual terhadap pembeli Bale Agung Residence.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi konsumen dalam hal transaksi jual beli rumah.

3. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa apabila terjadi wanprestasi.

(8)

D. Tinjauan Pustaka

1. Perjanjian

Pasal 1313 KUH Perdata mencoba memberikan definisi mengenai perjanjian (dalam Undang-Undang disebut persetujuan) dengan mengatakan bahwa :

“Suatu persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Perumusan sebagaimana diatas mengandung kritik dari para sarjana, karena menganggap kata “perbuatan” memiliki definisi yang luas dan tidak spesifik. Padahal di dalam suatu perjanjian, para pihak sudah mengerti akan akibat dari perjanjian yang mereka lakukan dan mereka sengaja melakukan tindakan tersebut untuk menimbulkan akibat hukumnya. Suatu tindakan yang menimbulkan akibat hukum yang dikehendaki atau dianggap oleh Undang- Undang dikehendaki disebut : tindakan hukum. Karenanya kata “perbuatan”

dalam Pasal 1313 KUHPerdata lebih tepat kalau diganti dengan kata “tindakan hukum”21.

Pasal 1320 KUHPerdata memberikan patokan umum tentang bagaimana suatu perjanjian lahir, di sana ditentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dilakukan agar para pihak bisa secara sah melahirkan hak-hak dan kewajiban-

21J. Satrio, Hukum Perjanjian (Perjanjian Pada Umumnya), Ctk. Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hlm. 20

(9)

kewajiban bagi mereka, syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 KUHPerdata adalah :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal yang tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Dalam dua syarat yang pertama menyangkut mengenai obyeknya dan jika mengandung cacat pada dua syarat yang pertama, maka perjanjian yang dilakukan dapat dibatalkan (vernietigbaar). Sedangkan dua syarat yang kedua menyangkut mengenai subyeknya dan jika mengandung cacat, maka perjanjian yang dilakukan batal demi hukum22. Dalam artian, sejak semula tidak pernah ada perjanjian.

Pasal 1338 KUHPerdata menetapkan bahwa “segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang untuk mereka yang membuatnya”. Hal ini dimaksudkan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah mengikat bagi kedua belah pihak. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali, kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak atau berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang.

22Ibid

(10)

Pasal 1338 KUHPerdata juga menetapkan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, hal ini berarti bahwa cara menjalankan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan23.

Dalam suatu perjanjian ada unsur-unsur yang ada di dalam setiap perjanjian, yaitu :

1. Unsur essensialia

Unsur perjanjian yang selalu harus ada di dalam suatu perjanjian, dimana tanpa adanya unsur tersebut, perjanjian tidak mungkin ada

Contohnya : dalam perjanjian jual beli, harga dan barang yang disepakati kedua belah pihak harus ada.

2. Unsur naturalia

Unsur perjanjian yang oleh Undang-Undang diatur, tetapi yang oleh para pihak dapt disingkirkan atau diganti. Di sini unsur tersebut oleh Undang-Undang diatur dengan hukum yang mengatur/ menambah (regeland/ aanvullend recht).

Contohnya : kewajiban penjual untuk menanggung biaya penyerahan dan untuk menjamin dapat disimpangi oleh kedua belah pihak.

23Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Ctk. 25, PT. Intermasa, Jakarta, 1993, hlm.139

(11)

3. Unsur accidentalia

Unsur perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak, Undang-Undang sendiri tidak mengatur tentang hal tersebut.

Contohnya : dalam suatu perjanjian jual beli, benda-benda pelengkap tertentu bisa dikecualikan.24

Dalam perjanjian dikenal adanya asas-asas hukum yang harus selalu diperhatikan oleh para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Asas hukum tidak berwujud peraturan konkrit, tetapi asas hukum merupakan pikiran dasar yang bersifat abstrak yang terdaoat di dalam peraturan yang konkrit.

Asas-asas hukum yang berkaitan erat dengan perjanjian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Asas konsesualisme

Asas ini menjelaskan bahwa suatu perjanjian dianggap telah terjadi dengan adanya kata sepakat yang bebas dari para pihak yang membuatnya.

Sepakat dari para pihak maksudnya adalah mengenai isi atau pokok dari perjanjian. Adanya asas ini dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur mengenai syarat sahnya perjanjian, dimana salah satu syaratnya menyebutkan “sepakat mereka yang mengikatkan dirinya”.

24J. Satrio, op. cit, hlm. 58

(12)

2. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak adalah asas yang berkaitan dengan isi, bentuk, dan jenis perjanjian. Namun, bukan berarti bebas yang sebebas- bebasnya. Bebas menurut asas ini adalah bebas dalam batasannya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

3. Asas Pacta Sun Servanda

Asas ini berkaitan dengan akibat dari suatu perjanjian. Dalam asas ini terkandung pengertian bahwa para pihak dalam perjanjian wajib untuk menaati serta melaksanakan isi perjanjian. Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata menentukan bahwa : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

4. Asas Itikad baik

Asas iktikad baik adalah asas yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian. Pengaturan asas ini terdapat dalam ketentuan Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : “Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

2. Perjanjian Jual Beli

Pasal 1457 KUHPerdata merumuskan jual beli sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

(13)

Berdasarkan rumusan tersebut dapat dilihat bahwa jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban untuk menyerahkan sesuatu.

Jual beli memiliki dua sisi hukum, yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan. Karena pada sisi hukum kebendaan, jual beli melahirkan hak bagi kedua belah pihak atas tagihan, yang berupa penyerahan suatu kebendaan pada satu pihak dan pembayaran harga jual pada pihak lainnya. Sedangkan pada sisi perikatan, jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dana penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual25.

Seperti disebutkan dalam rumusan Pasal 1457 KUHPerdata tentang jual beli, dapat diketahui bahwa jual beli melahirkan kewajiban secara timbal balik kepada para pihak yang membuat perjanjian. Dari sisi penjual, diwajibkan untuk menyerahkan suatu kebendaan dan dari sisi pembeli, pembeli diwajibkan untuk membayar harga pembelian kebendaan tersebut, yang juga dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, dalam hal ini berupa uang pembayaran.

Jual beli adalah perjanjian konsensuil, hal ini dapat kita temukan dalam rumusan Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi :

“ Jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai kesepakatan tentang kebendaan tersebut

25Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Jual Beli, Ctk. Pertama, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 7

(14)

dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap penerimaan, yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan penerimaan, yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan penerimaan, baik yang dilakukan secara lisan, maupun yang tertulis, menunjukkan saat lahirnya perjanjian26.

Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman mengatur mengenai kewajiban badan usaha di bidang pembangunan perumahan, sebagai berikut :

Pasal 23 :

Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh badan usaha di dibidang pembangunan perumahan dilakukan hanya di kawasan siap bangun atau di lingkungan siap bangun yang berdiri sendiri.

Pasal 24 :

Dalam membangun lingkungan siap bangun selain memenuhi ketentuan pada pasal 7, badan usaha di bidang pembangunan perumahan wajib:

a. Melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan pengusahaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam rangka penyediaan kaveling tanah matang;

26Ibid

(15)

b. Membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan pembangunan rumah, memelihara dan mengelolanya sampai dengan pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah;

c. Mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum;

d. Membangun masyarakat pemilik tanah yang tidak berkepentingan melepaskan hak atas tanah di dalam atau di sekitarnya dalam melakukan konsolidasi tanah;

e. Melakukan penghijauan lingkungan;

f. Menyediakan tanah untuk sarana lingkungan;

g. Membangun rumah.

Pasal 26 :

a. Badan usaha di bidang pembanguna yang membangun lingkungan siap bangun dilarang menjual kaveling tanah matang tanpa rumah;

b. Dengan memperhatikan ketentuan pasal 24, sesuai dengan kebutuhan setempat, badan usaha di bidang pembangunan perumahan yang membangun lingkungan siap bangun dapat menjual kaveling tanah matang ukuran kecil dan sedang tanpa rumah;

(16)

c. Kaveling tanah matang ukuran kecil, sedang, menengah, dan besar hasil upaya konsolidasi tanah milik masyarakat dapat diperjualbelikan tanpa rumah.27

Apabila seorang penjual melanggar salah satu kewajiban-kewajiban yang tegas atau diam-diam berdasarkan perjanjian, pembeli boleh menggunakan upaya hukum sebagai berikut :

1. Ganti rugi karena melanggar perjanjian

Ganti rugi selalu dapat dituntut sebagai hak walaupun apabila tidak ada kerugian nayata yang telah terjadi. Ukuran ganti rugi dan persoalan jauhnya sama dengan yang terdapat dalam perjanjian pada umumnya.

Ketentuan-ketentuan dasar yang menyatakan bahwa aturan ganti rugi adalah kerugian yang diramalkan sebagai akibat langsung dan sebenarnya dalam peristiwa biasa, dari pelanggaran perjanjian yang dilakukan oleh penjual.

2. Hak untuk menolak barang-barang dan mengakhiri perjanjian

Apabila syarat yang dilanggar oleh penjual itu adalah syarat pokok, pembeli mempunyai hak untuk menolak barang-barang itu dan memperlakukan perjanjian itu sebagai dilepaskan28.

27A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman dan Undang-Undang Rumah Susun, Ctk. I, Mandar Maju, Bandung, 1997, hlm. 61-63

28Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1980, hlm.252

(17)

3. Wanprestasi

Seseorang yang tidak memenuhi prestasinya yang merupakan kewajibannya di dalam suatu perjanjian, disebut sebagai melakukan

“wanprestasi”, seseorang dikatakan melakukan wanprestasi apabila ia :

1. Tidak memenuhi kewajibannya;

2. Terlambat memenuhi kewajibannya;

3. Memenuhi tetapi tidak seperti yang dijanjikannya.

Seorang yang wanprestasi dapat dituntut dengan berbagai macam kemungkinan, diantaranya adalah:

1. Dapat meminta pelaksanaan perjanjian, meskipun perjanjian ini sudah terlambat;

2. Dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang dideritanya, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya;

3. Dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian;

4. Dalam suatu hal yang melibatkan perjanjian timbal balik, kelalaian salah satu pihak memberikan hak kepada phak yang lain untuk

(18)

meminta pada hakim supaya perjanjian dibatalkan, disertai dengan permintaan penggantian kerugian.

Penggantian kerugian dapat dituntut menurut Pasal 1243 KUHPerdata berupa:

1. Kosten, yaitu biaya yang sungguh-sungguh dikeluarkan;

2. Schaden, yaitu kerugian yang sungguh-sungguh menimpa harta bendanya;

3. Interessen, yaitu keuntungan yang akan diperoleh seandainya debitur tidak lalai29.

Untuk menentukan besarnya jumlah ganti rugi. Undang-undang memberikan beberapa pedoman, yaitu besarnya jumlah ganti rugi itu ditentukan sendiri oleh undang-undang, misalnya pasal 1250 KUHPerdata antara lain mengatakan bahwa:

“dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi, dan bunga sekadar disebabkan karena terlambatnya pelaksanaan oleh undang-undang, dengan tidak mengurangi peraturan-peraturan undang-undang khusus”.30

29Subekti, op. cit., hlm. 147

30Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan Dalam Rangka Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun, Ctk. Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 24

(19)

4. Perlindungan Hukum

Konsumen sebagai pemakai manfaat barang dan/atau jasa berhak mendapatkan perlindungan dari bahaya yang mungkin timbul akibat dari pemakaian barang dan/atau jasa tersebut. Saat ini hubungan yang sering terjadi antara pelaku usaha dengan konsumen hanya sekedar kesepakatan lisan mengenai harga dan barang dan/atau jasa, tanpa diikuti atau ditindaklanjuti dengan suatu bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan31. Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur tentang masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen.

Saat ini perjanjian yang sering dilakukan oleh para pihak adalah

“perjanjian baku” yaitu, perjanjian ataupun klausula tersebut tidak bisa dan tidak dapat dinegosiasikan atau ditawar pihak lainnya. Perjanjian baku ini cenderung merugikan “pihak yang kurang dominan”. Secara sederhana, perjanjian baku mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Perjanjian dibuat secara sepihak oleh produsen yang posisinya relative lebih kuat dari konsumen;

2. Konsumen sama sekali tidak dilibatkan dalam menentukan isi perjanjian;

3. Dibuat dalam bentuk tertulis dan massal;

31Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Ctk Kedua, Gramedia Pustaka, Jakarta, 2001, hlm.25

(20)

4. Konsumen terpaksa menerima isi perjanjian karena didorong oleh kebutuhan.

Pihak produsen beralasan, selain praktis dan efisien, penerapan perjanjian baku dalam praktek perdagangan sehari-hari, juga masih dalam koridor perundang-undangan yang ada. Justifikasi yang dipakai produsen adalah Pasal 1338 KUHPerdata tentang asas kebebasan berkontrak.32

Perjanjian yang dilakukan oleh para pihak seharusnya bisa seimbang bagi kedua belah pihak, namun sering kali konsumen merasa dirugikan akibat dari penggunaan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi dan ketika diminta pertanggung jawaban kepada pihak penjual, sering merasa dikecewakan.

Sebagai konsekuensi hukum dari pelarangan yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen, maka demi hukum, setiap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen yang dirugikan tersebut untuk meminta pertanggung jawaban dari pelaku usaha yang dirugikannya, serta menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen33.

Untuk membuktikan kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha, maka konsumen harus dapat membuktikan kesalahan bahwa :

32Sudaryatmoko, Hukum dan Advokasi Konsumen, Ctk II, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 1999, hlm. 93

33Ibid

(21)

1. Konsumen secara aktual telah mengalami kerugian;

2. Konsumen juga harus dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut terjadi sebagai akibat dari penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian barang dan/atau jasa tertentu yang tidak layak;

3. Bahwa ketidak layakan dari penggunaan, pemanfaatan, atau pemakaian dari barang dan/atau jasa tersebut merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha tertentu;

4. Konsumen tidak “berkontribusi” secara langsung atau tidak langsung atas kerugian yang dideritanya tersebut34.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian, penulis menggunakan metode hukum empiris, dengan perincian sebagai berikut :

1. Obyek penelitian

Obyek penelitian dalam penulisan ini adalah perlindungan hukum pembeli dalam perjanjian jual beli rumah di Bale Agung Residence Yogyakarta.

2. Subyek penelitian

a. Staff PT. Formula Land.

b. Pembeli.

34Ibid

(22)

3. Sumber data

Sumber data penelitian dalam penulisan ini adalah :

a. Data primer

Wawancara dengan subyek penelitian dengan cara wawancara tertutup.

b. Data sekunder

Data yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan beberapa dokumen yang terkait dengan penelitian.

4. Teknik pengumpulan data

a. Data primer :

Wawancara, yang dapat berupa wawancara tertutup

b. Data sekunder :

1) Studi kepustakaan, yaitu dengan menelusuri dan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan dan literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian.

2) Studi dokumen, yaitu dengan mencari, menemukan dan mengkaji berbagai dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian.

5. Metode pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam memahami dan mendekati obyek penelitian adalah metode yuridis normative, yaitu metode

(23)

yang digunakan untuk melihat permasalahan berdasarkan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.

6. Analisis data

Analisis data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode analisis data kualitatif, yaitu analisis yang didasarkan pada pengumpulan data yang diperoleh dilapangan kemudian ditunjang data-data kepustakaan kemudian diambil kesimpulan untuk menjawab permasalahan penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Ayon sa survey, 14 katao na may 46.67% na porsyento ang naniniwalang kaya kailangang matutuhan nila ang kaugaliang Pilipino ay dahil upang magkaroon ng

Bahwa Para Teradu pada tanggal 19 April 2014 sampai dengan tanggal 20 April 2014 telah melaksanakan Tahapan Verifikasi Administratif sebelum melaksanakan Pleno Rekapitulasi

- Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum dan

[r]

Pengaruh gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan pada Astra Credit Company (ACC) Cabang Bandung II berdasarkan hasil uji korelasi adalah sebesar 0,656

Dalam penyusunan Tugas Akhir Terapan ini akan membahas mengenai Modifikasi Struktur Gedung Rektorat Universitas Negeri Surabaya Lidah dengan Metode Sistem Rangka

Akibat hukum yang timbul bagi pihak kreditur yang melakukan eksekusi fidusia kendaraan bermotor di bawah tangan yaitu dapat dikenakan sanksi administratif oleh

Berikut ini akan dipaparkan analisis variasi jawaban siswa pada indikator memeriksa ide- ide:(a)Jawaban kode MFH kategori sedang: Dari hasil pengerjaannya dapat dilihat