• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

NOMOR 3 TAHUN 2012 SERI B

PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2012

TENTANG PAJAK DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 95 dan Pasal 184 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, perlu ditetapkan Peraturan Daerah Kota Cirebon tentang Pajak Daerah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur/Jawa Tengah/Jawa Barat dan dalam Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Pengubahan Undang-Undang Nomor 16 dan 17 Tahun 1950 (Republik Indonesia dahulu) tentang Pembentukan

Kota-Kota Besar dan Kota-Kota Kecil di Jawa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);

4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262), sebagaimana telah beberapakali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

(2)

5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);

6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997

tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);

7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);

8. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4189);

9. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

10. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

11. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali

terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

(3)

13. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

14. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5043);

15. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

16. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5234);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1986 tentang Tata Cara

Pemeriksaan di Bidang Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3339);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan

Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 247, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4049);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 136 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penjualan

Barang Sitaan yang Dikecualikan dari Penjualan Secara Lelang Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 248, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4050);

21. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara

Penghapusan Piutang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4488);

(4)

22. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Keuangan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4578);

23. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan

dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165);

24. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

25. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

26. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian

dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5161);

27. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Jenis Pajak Daerah

yang Dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5179);

28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

29. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/MK.07/2010 tentang Badan atau Perwakilan Lembaga Internasional yang Tidak Dikenakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan;

30. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 148/MK.07/2010 tentang Badan atau Perwakilan Lembaga Internasional yang Tidak Dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;

31. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

(5)

32. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 1985 tentang Penunjukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang Melakukan Penyidikan terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah yang Memuat Ketentuan Pidana (Lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Cirebon Tahun 1986 Nomor 4 Seri D);

33. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2008 tentang Rincian Urusan Pemerintahan

yang Dilaksanakan Pemerintah Kota Cirebon (Lembaran Daerah Kota Cirebon Tahun 2008 Nomor 12

Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kota Cirebon Nomor 19);

34. Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2008 tentang Dinas-Dinas Daerah pada Pemerintah Kota Cirebon (Lembaran

Daerah Kota Cirebon Tahun 2008 Nomor 14 Seri D, Tambahan Lembaran

Daerah Kota Cirebon Nomor 21) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 14 Tahun 2008 tentang Dinas-Dinas Daerah pada Pemerintah Kota Cirebon (Lembaran

Daerah Kota Cirebon Tahun 2011 Nomor 13 Seri D, Tambahan Lembaran

Daerah Kota Cirebon Nomor 37);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA CIREBON dan

WALIKOTA CIREBON MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH.

BAB 1

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:

1. Kota adalah Kota Cirebon.

2. Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Cirebon.

3. Walikota adalah Walikota Cirebon.

4. Dinas adalah Dinas pada Pemerintah Kota Cirebon yang memiliki tanggung jawab dan kewenangan dalam pengelolaan pajak daerah.

5. Kepala Dinas adalah pimpinan, perencana, pelaksana, pengoordinasi, penyelenggara pelayanan dan pengendalian Dinas pada Pemerintah Kota Cirebon yang memiliki tanggung jawab dan kewenangan dalam pengelolaan pajak daerah.

6. Kas Daerah adalah Kas Pemerintah Kota Cirebon pada Bank Jabar Banten Cabang Cirebon.

(6)

7. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.

8. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

9. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

10. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

11. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

12. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan atau peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesangrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta kamar kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).

13. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.

14. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.

15. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.

16. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.

17. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.

18. Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang bentuk atau corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersil, memperkenalkan, menganjurkan,

mempromosikan atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan dan atau dinikmati oleh umum.

19. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.

20. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

21. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.

22. Pajak Air Tanah adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

23. Air Tanah adalah air yang terdapat lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

24. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

(7)

25. Burung Walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu collocalia fuchliaphaga, collocalia maxina, collocalia esculanta dan collocalia linchi.

26. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan untuk sektor perkotaan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.

27. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Kota.

28. Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.

29. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru atau NJOP pengganti.

30. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan selanjutnya disingkat BPHTB adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

31. Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan.

32. Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, termasuk bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang- undang di bidang pertanahan dan bangunan.

33. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

34. Surat Pemberitahuan Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat SPOP, adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data subjek dan objek pajak Bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

35. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut SSPD adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang telah ditunjuk oleh kepala daerah.

36. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak yang terutang.

37. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang yang selanjutnya disingkat SPPT adalah surat yang digunakan untuk memberitahukan besarnya pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan yang terutang kepada Wajib Pajak.

38. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

(8)

39. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

40. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

41. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

42. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

43. Masa Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Walikota paling lama 3 (tiga) bulan kalender, yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.

44. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun kalender, kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

45. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

46. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak kepada Wajib Pajak serta pengawasan penyetorannya.

47. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak Daerah, Surat Keputusan Pembetulan, atau Surat Keputusan Keberatan.

48. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.

49. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak.

50. Juru Sita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, penyitaan dan penyanderaan.

(9)

51. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

52. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.

BAB II PAJAK DAERAH

Bagian Kesatu Jenis Pajak

Pasal 2 Jenis Pajak Daerah terdiri atas : a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran;

c. Pajak Hiburan;

d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Parkir;

g. Pajak Air Tanah;

h. Pajak Sarang Burung Walet;

i. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan j. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Bagian Kedua Pajak Hotel

Paragraf 1

Nama dan Objek Pajak Hotel Pasal 3

Dengan nama pajak hotel, dipungut pajak atas setiap pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Pasal 4

(1) Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, fasilitas olahraga dan hiburan, serta jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.

(2) Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. motel;

b. losmen;

c. gubuk pariwisata;

d. wisma pariwisata;

e. pesanggrahan;

f. rumah penginapan; dan

g. rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).

(3) Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas telepon, faximile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, setrika, transportasi dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.

(10)

(4) Tidak termasuk objek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Kota;

b. jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;

c. jasa tempat tinggal di lingkungan pendidikan atau kegiatan keagamaan;

d. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan

e. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.

Paragraf 2

Subjek dan Wajib Pajak Hotel Pasal 5

(1) Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel.

(2) Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel

Paragraf 3

Dasar Pengenaan, Tarif, dan Besaran Pokok Pajak Hotel Pasal 6

Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel.

Pasal 7

(1) Tarif Pajak Hotel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).

(2) Tarif Pajak Hotel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf g, ditetapkan sebesar 5% (lima persen).

Pasal 8

(1) Besaran pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

(2) Pajak Hotel yang terutang dipungut di wilayah Kota.

Bagian Ketiga Pajak Restoran

Paragraf 1

Nama dan Objek Pajak Restoran Pasal 9

Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajak atas setiap pelayanan yang disediakan oleh restoran.

Pasal 10

(1) Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran.

(2) Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. rumah makan;

b. kafetaria;

c. kantin;

(11)

d. warung nasi;

e. bar yang merupakan fasilitas hotel;

f. jasa boga/katering dan sejenisnya.

(3) Pelayanan yang disediakan restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik yang dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.

(4) Tidak termasuk objek Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)adalah pelayanan yang disediakan restoran yang nilai penjualannya tidak melebihi Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) per bulan.

Paragraf 2

Subjek dan Wajib Pajak Restoran Pasal 11

(1) Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan atau minuman dari restoran.

(2) Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran.

Paragraf 3

Dasar Pengenaan, Tarif, dan Besaran Pokok Pajak Restoran Pasal 12

Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima Restoran.

Pasal 13

Tarif Pajak Restoran ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen).

Pasal 14

(1) Besaran pokok Pajak Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

(2) Pajak Restoran yang terutang dipungut di wilayah Kota.

Bagian Keempat Pajak Hiburan

Paragraf 1

Nama dan Objek Pajak Hiburan Pasal 15

Dengan nama pajak hiburan dipungut pajak atas penyelenggaraan hiburan.

Pasal 16

(1) Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.

(2) Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. tontonan film;

b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;

c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;

d. pameran;

(12)

e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;

f. sirkus, akrobat, dan sulap;

g. permainan bilyar, golf, dan boling;

h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;

i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan

j. pertandingan olahraga.

(3) Tidak termasuk objek Pajak Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penyelenggaraan hiburan yang tidak memungut bayaran.

Paragraf 2

Subjek dan Wajib Pajak Hiburan Pasal 17

(1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan.

(2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

Paragraf 3

Dasar Pengenaan, Tarif dan Besaran Pokok Pajak Hiburan Pasal 18

(1) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan.

(2) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dari omzet dan atau keseluruhan harga tiket masuk (HTM).

(3) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan.

Pasal 19

(1) Besarnya Tarif Pajak Hiburan untuk setiap jenis hiburan adalah :

No Jenis Hiburan Tarif

1 Tontonan Film 10% (sepuluh persen) 2 Pagelaran musik dan

tari 30% (tiga puluh persen)

3 Hiburan Kesenian

Rakyat/Tradisional 0% (nol persen)

4 Pagelaran busana 25% (dua puluh lima persen) 5 Kontes kecantikan,

binaraga dan sejenisnya

20% (dua puluh persen) 6 Pameran 20% (dua puluh persen) 7 Diskotik, klab malam

dan sejenisnya 40% (empat puluh persen) 8 Karaoke dan sejenisnya 35% (tiga puluh lima persen) 9 Sirkus, akrobat dan

sulap 20% (dua puluh persen)

10 Permainan bilyard dan

bowling 15% (lima belas persen) 11 Balap motor 35% (tiga puluh lima persen) 12 Permainan ketangkasan 20% (dua puluh persen) 13 Pijat refleksi 15% (lima belas persen) 14 Panti pijat, mandi

uap/spa 40% (empat puluh persen) 15 Pusat kebugaran

(fitness center) 15% (lima belas persen) 16 Pertandingan olah raga 20% (dua puluh persen)

(13)

(2) Penyelenggaraan hiburan yang pembayarannya tanpa menggunakan HTM dikenai pajak dengan tarif sesuai dengan jenis hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 20

(1) Besaran pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.

(2) Pajak Hiburan yang terutang dipungut di wilayah kota tempat hiburan diselenggarakan.

Bagian Kelima Pajak Reklame

Paragraf 1

Nama dan Objek Pajak Reklame Pasal 21

Dengan nama Pajak Reklame dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan reklame.

Pasal 22

(1) Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.

(2) Objek Pajak Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Reklame papan/ billboard/videotron/megatron/ dan sejenisnya;

b. Reklame kain/finil, spanduk, umbul-umbul, baligho, banner dan sejenisnya;

c. Reklame melekat, stiker, termasuk wall painting;

d. Reklame selebaran;

e. Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;

f. Reklame udara;

g. Reklame apung;

h. Reklame suara;

i. Reklame film/slide; dan j. Reklame peragaan.

(3) Tidak termasuk objek Pajak Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan dan sejenisnya;

b. label/merk produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;

c. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan dengan ketentuan luasnya tidak melebihi 1,00 M2 (satu koma nol nol) meter persegi;

d. penyelenggaraan reklame yang semata-mata memuat nama tempat ibadah dan / atau panti asuhan; dan e. reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau

Pemerintah Kota.

Paragraf 2

Subjek dan Wajib Pajak Reklame Pasal 23

(1) Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame.

(14)

(2) Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.

(3) Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut.

(4) Dalam hal reklame diselenggarakan pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi Wajib Pajak Reklame.

Paragraf 3

Dasar Pengenaan, Tarif dan Besaran Pokok Pajak Reklame Pasal 24

(1) Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame.

(2) Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menjumlahkan Nilai Strategis dan Nilai Jual Objek Pajak Reklame.

(3) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh orang pribadi atau badan yang memanfaatkan reklame untuk kepentingan sendiri, maka Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan ukuran media reklame, bahan yang digunakan, nilai strategis lokasi, jangka waktu penyelenggaraan serta jenis reklame.

(4) Dalam hal reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, maka Nilai Sewa Reklame ditentukan berdasarkan jumlah pembayaran untuk suatu masa pajak/masa penyelenggaraan reklame dengan memperhatikan biaya pemasangan, pemeliharaan, lamanya pemasangan, nilai strategis lokasi dan jenis reklame.

(5) Hasil penghitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

Pasal 25

(1) Nilai Strategis pemasangan reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) meliputi:

a. Nilai fungsi ruang dan lokasi pemasangan yang terdiri dari :

1) kawasan khusus;

2) kawasan strategis; dan 3) kawasan umum.

b. Nilai sudut pandang yang terdiri dari:

1) sudut pandang satu arah;

2) sudut pandang dua arah;

3) sudut pandang tiga arah; dan 4) sudut pandang empat arah.

c. Nilai fungsi jalan yang terdiri dari :

1) jalan arteri primer atau jalan nasional;

2) jalan arteri sekunder atau jalan provinsi;

3) jalan kolektor; dan

4) jalan lokal atau jalan lingkungan.

(2) Harga dasar nilai fungsi ruang dan lokasi pemasangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan sebagai berikut :

a. Kawasan khusus dengan harga dasar Rp3.000.000,00 per titik;

b. Kawasan selektif dengan harga dasar Rp300.000,00 per titik; dan

c. Kawasan umum dengan harga dasar :

- Kawasan pusat perdagangan Rp200.000,00 per titik;

- Kawasan perdagangan Rp150.000,00 per titik;

(15)

- Perkantoran Rp100.000,00 per titik;

- Campuran Rp80.000,00 per titik;

- Pendidikan Rp80.000,00 per titik;

- Perumahan Rp60.000,00 per titik;

- Industri Rp50.000,00 per titik.

(3) Harga dasar nilai sudut pandang pemasangan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan sebagai berikut :

a. Sudut pandang dari 4 arah harga dasar Rp200.000,00 per titik;

b. Sudut pandang dari 3 arah harga dasar Rp150.000,00 per titik;

c. Sudut pandang dari 2 arah harga dasar Rp100.000,00 per titik; dan

d. Sudut pandang dari 1 arah harga dasar Rp80.000,00 per titik.

(4) Harga dasar nilai fungsi jalan pemasangan reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan sebagai berikut :

a. Jalan arteri primer/jalan nasional harga dasar Rp200.000,00 per titik;

b. Jalan arteri sekunder/jalan provinsi harga dasar Rp150.000,00 per titik;

c. Jalan kolektor harga dasar Rp100.000,00 per titik;

dan

d. Jalan lokal/lingkungan harga dasar Rp80.000,00 per titik.

(5) Nilai Strategis pemasangan reklame dihitung dengan menjumlahkan harga dasar nilai fungsi ruang dan lokasi, harga dasar nilai sudut pandang, dan harga dasar nilai fungsi jalan.

Pasal 26

(1) NJOP reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) meliputi :

a. NJOP reklame pada lahan milik Pemerintah Kota; dan b. NJOP reklame pada lahan milik pribadi.

(2) NJOP reklame pada lahan milik Pemerintah Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan sebagai berikut :

NO JENIS REKLAME SATUAN/UKURAN NJOP Rp. BATAS MASA 1 Megatron 3 detik/tayangan 1.000,00 1 tahun 2 Video wall 3 detik/tayangan 500,00 1 tahun 3 Dinamic Board 3 detik/tayangan 375.000,00 1 tahun 4 Billboard

a. Papan

b. Sinar meter persegi

meter persegi 262.500,00

210.000,00 1 tahun 1 tahun 5 Reklame papan

a. papan

b. neon sign/neon box c. template

d. Baligo

meter persegi meter persegi meter persegi meter persegi

150.000,00 150.000,00 6.600,00 15.000,00

1 tahun 1 tahun 1 bulan 1 bulan 6 Kain/spanduk meter persegi 1.500,00 1 bulan 7 Poster meter persegi 15.000,00 1 bulan 8 Selebaran/brosur meter persegi 22.500,00 1 hari 9 Berjalan pada

kendaraan meter persegi 210.000,00 1 tahun 10 Udara/balon per buah 450.000,00 1 bulan 11 Suara per siaran 68.750,00 1 hari 12 Film / slide rol 75.000,00 1 hari 13 Peragaan

a. permanen

b. tidak permanen kali

kali 30.000,00

37.500,00 1 hari 1 hari 14 Profesi meter persegi 125.000,00 1 tahun

(16)

(3) NJOP Reklame pada lahan milik pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan sebagai berikut :

NO JENIS REKLAME SATUAN/UKURAN NJOP Rp. BATAS MASA 1 Megatron 3 detik/tayangan 1.000,00 1 tahun 2 Video wall 3 detik/tayangan 500,00 1 tahun 3 Dinamic Board 3 detik/tayangan 300.000,00 1 tahun 4 Billboard

a. Papan

b. Sinar meter persegi meter persegi

225.000,00

187.000,00 1 tahun 1 tahun 5 Reklame papan

a. papan

b. neon sign/neon box

c. template d. Baligo

meter persegi meter persegi meter persegi meter persegi

150.000,00 150.000,00 5.100,00 12.000,00

1 tahun 1 tahun 1 bulan 1 bulan 6 Kain/spanduk meter persegi 1.200,00 1 bulan 7 Poster meter persegi 12.000,00 1 bulan 8 Selebaran/brosur meter persegi 30.500,00 1 hari 9 Berjalan pada

kendaraan meter persegi 18.000,00 1 tahun 10 Udara/balon per buah 360.000,00 1 bulan 11 Suara per siaran 55.000,00 1 hari 12 Film / slide rol 60.000,00 1 hari 13 Peragaan

a. permanen

b. tidak permanen kali

kali 24.000,00

30.500,00 1 hari 1 hari 14 Profesi meter persegi 100.000,00 1 tahun

(4) NJOP Reklame untuk semua jenis reklame yang mempromosikan rokok dan minuman beralkohol, ditambah 50% (lima puluh persen) dari NJOP Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3).

(5) Dalam rangka kegiatan pengendalian ketertiban, keindahan, keamanan, dan keserasian lingkungan sekitar, terhadap ketinggian pemasangan reklame dikenakan tambahan biaya ketinggian dari NJOP, sebagai berikut :

a. ketinggian di atas 20 meter sebesar 50 %;

b. ketinggian antara 10 meter sampai dengan 20 meter sebesar 30%; dan

c. ketinggian di bawah 10 meter sebesar 10%.

Pasal 27

(1) Nilai Sewa Reklame dihitung dengan menjumlahkan Nilai Strategis pemasangan reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (5) dan NJOP reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) atau Pasal 26 ayat (3), Pasal 26 ayat (4) dan Pasal 26 ayat (5).

(2) Tarif Pajak Reklame ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen).

(3) Besaran pokok Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Pajak Reklame terutang dipungut di wilayah Kota tempat reklame tersebut diselenggarakan.

(17)

Bagian Keenam Pajak Penerangan Jalan

Paragraf 1

Nama dan Objek Pajak Penerangan Jalan Pasal 28

Dengan nama pajak penerangan jalan dipungut pajak atas setiap penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.

Pasal 29

(1) Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain.

(2) Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh pembangkit listrik.

(3) Dikecualikan dari Objek Pajak Penerangan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. penggunaan tenaga listrik oleh intansi Pemerintah dan Pemerintah Kota;

b. penggunaan tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan asing dengan asas timbal balik;

c. penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan ijin dari instansi teknis terkait; dan

d. penggunaan tenaga listrik lainnya yaitu tenaga listrik tenaga matahari dan listrik dari generator listrik untuk kepentingan sendiri.

Paragraf 2

Subjek dan Wajib Pajak Penerangan Jalan Pasal 30

(1) Subjek Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang dapat menggunakan tenaga listrik.

(2) Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik.

(3) Dalam Hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah penyedia tenaga listrik.

Paragraf 3

Dasar Pengenaan, Tarif dan Besaran Pokok Pajak Penerangan Jalan

Pasal 31

(1) Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah nilai jual tenaga listrik.

(2) Nilai jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan :

a. dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain dengan pembayaran, nilai jual tenaga listrik adalah jumlah tagihan biaya beban/tetap ditambah dengan biaya pemakaian kWh/variable yang ditagihkan dalam rekening listrik;

b. dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, nilai jual tenaga listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, tingkat penggunaan listrik, jangka waktu pemakaian listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku; dan

c. harga satuan listrik sebagaimana dimaksud pada huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota, sesuai dengan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah Kota.

(18)

Pasal 32

(1) Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), bukan untuk industri sebesar 5%

(lima persen).

(2) Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk industri dan bisnis sebesar 3% (tiga persen).

(3) Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3%

(tiga persen).

(4) Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (satu koma lima persen).

Pasal 33

(1) Besaran pokok Pajak Penerangan Jalan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.

(2) Pajak Penerangan Jalan yang terutang dipungut di wilayah Kota.

(3) Hasil penerimaan Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk penyediaan penerangan jalan.

36

Bagian Ketujuh Pajak Parkir

Paragraf 1

Nama dan Objek Pajak Parkir Pasal 34

Dengan nama pajak parkir dipungut pajak atas setiap penyelenggaran tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

Pasal 35

(1) Objek Pajak Parkir adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

(2) Tidak termasuk Objek Pajak Parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah dan Pemerintah Kota;

b. penyelenggaraan tempat parkir oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri;

c. penyelenggaraan tempat parkir oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik; dan

d. penyelenggaraan tempat parkir oleh sarana peribadatan dan sarana pendidikan.

(19)

Paragraf 2

Subjek dan Wajib Pajak Parkir Pasal 36

(1) Subjek Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor.

(2) Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir.

Paragraf 3

Dasar Pengenaan, Tarif, dan Besaran Pokok Pajak Parkir Pasal 37

(1) Dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir.

(2) Jumlah yang seharusnya dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga parkir dan parkir cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa parkir.

Pasal 38

Tarif Pajak Parkir ditetapkan sebesar 30% (tiga puluh persen).

Pasal 39

(1) Besaran pokok Pajak Parkir yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dengan dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37.

(2) Pajak Parkir yang terutang dipungut di wilayah Kota.

Bagian Kedelapan Pajak Air Tanah

Paragraf 1

Nama dan Objek Pajak Air Tanah Pasal 40

Dengan nama Pajak Air Tanah dipungut pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan tanah.

Pasal 41

(1) Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah.

(2) Dikecualikan dari Objek Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah untuk keperluan :

a. Pemerintah Pusat atau Pemerintah Kota;

b. keperluan dasar rumah tangga;

c. pengairan, pertanian dan perikanan rakyat;

d. peribadatan;

e. badan sosial; dan

f. pendidikan dasar dan menengah.

Paragraf 2

Subjek dan Wajib Pajak Air Tanah Pasal 42

(1) Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan atau pemanfaatan air tanah.

(20)

(2) Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan atau pemanfaatan air tanah.

Paragraf 3

Dasar Pengenaan, Tarif, dan Besaran Pokok Pajak Air Tanah Pasal 43

(1) Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah Nilai Perolehan Air Tanah.

(2) Penghitungan Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor–faktor berikut:

a. jenis sumber air;

b. lokasi sumber air;

c. tujuan pengambilan dan/atau pemanfaatan air;

d. volume air yang diambil dan/atau dimanfaatkan;

e. kualitas air; dan

f. tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengambilan dan/atau pemanfaatan air.

(3) Nilai Perolehan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan mengalikan bobot faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan harga dasar air.

(4) Harga dasar air dan bobot faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

Pasal 44

Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen).

Pasal 45

Besaran pokok Pajak Air Tanah yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 dengan Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.

Pasal 46

(1) Pajak Air Tanah dikenakan kepada Subjek Pajak baik yang memiliki izin maupun yang tidak memiliki izin pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

(2) Pajak dikenakan pada bulan berikutnya sesuai dengan volume pengambilan air selama bulan berjalan yang dicatat oleh petugas Dinas.

(3) Tanggal pencatatan volume pengambilan air dan tepat waktu pembayaran pajak ditetapkan oleh Kepala Dinas.

(4) Pajak Air Tanah yang terutang dipungut di wilayah Kota.

Bagian Kesembilan Pajak Sarang Burung Walet

Paragraf 1

Nama dan Objek Pajak Sarang Burung Walet Pasal 47

Dengan nama Pajak Sarang Burung Walet dipungut pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang Burung Walet.

(21)

Pasal 48

(1) Objek Pajak Sarang Burung Walet adalah pengambilan dan atau pengusahaan sarang Burung Walet.

(2) Tidak termasuk objek Pajak Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengambilan sarang Burung Walet yang telah dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Paragraf 2

Subjek dan Wajib Pajak Sarang Burung Walet Pasal 49

(1) Subjek Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang Burung Walet.

(2) Wajib Pajak Sarang Burung Walet adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang Burung Walet.

Paragraf 3

Dasar Pengenaan, Tarif, dan Besaran Pokok Pajak Sarang Burung Walet

Pasal 50

(1) Dasar pengenaan Pajak Sarang Burung Walet adalah Nilai Jual Sarang Burung Walet.

(2) Nilai Jual Sarang Burung Walet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum Sarang Burung Walet yang berlaku dengan Volume Sarang Burung Walet.

Pasal 51

Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan sebesar 10%

(sepuluh persen).

Pasal 52

(1) Besaran pokok Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dengan dasar pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.

(2) Pajak Sarang Burung Walet yang terutang dipungut di wilayah Kota.

Bagian Kesepuluh

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Paragraf 1

Nama dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pasal 53

Dengan nama Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dipungut pajak atas setiap bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan untuk sektor perkotaan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.

Pasal 54

(1) Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Sistem Pendukung Keputusan

Salah satu yang menjadi sasaran utama gerakan IGOS adalah institusi pendidikan (perguruan tinggi dan sekolah). Institusi pendidikan dianggap sebagai institusi yang tepat

Mesin pencacah plastik ini diputar oleh sebuah motor listrik dengan kecepatan 1440 rpm dan diteruskan ke sistem transmisi berupa gardan, lalu diteruskan ke

Dalam artikel ini penulis melakukan simulasi dan mencari solusi numerik model umum epidemik SIR dengan menggunakan MMetode Modified Milne Simpson yang dipadukan dengan

Dari hasil analisa dan perhitungan jembatan komposit ini diperoleh beban ultimit yang dapat ditahan oleh balok komposit, momen ultimit yang terjadi akibat adanya

Kebutuhan perawatan home care perawatan ibu pada ibu post SC Di RS Bhayangkara Polda DIY tahun 2011 dalam pemenuhan pelayanan KB, sebagian besar tidak membutuhkan sebesar 70,0%

Pukul 16.45 WITA, Juru minyak jaga mencium bahwa ada bau yang sangat menyengat dan Juru minyak segera melakukan pencarian sumber bau tersebut, Juru minyak jaga melihat di dekat

Hasil kegiatan ini berupa peta kesesuaian varietas dengan tipologi lahan di Sulawesi Selatan skala 1 : 50.000 akan dimanfaatkan oleh Pabrik Gula (PG) yang sudah ada