• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LANDFORM KARST DESA KENDIT LIANG, KECAMATAN GUNUNG SITEMBER, KABUPATEN DAIRI, SUMATERA UTARA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISTIK DAN KLASIFIKASI TANAH PADA LANDFORM KARST DESA KENDIT LIANG, KECAMATAN GUNUNG SITEMBER, KABUPATEN DAIRI, SUMATERA UTARA SKRIPSI"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH:

RIAMA M. SIMBOLON 160301017

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

(2)

SKRIPSI

OLEH:

RIAMA M. SIMBOLON 160301017

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

(3)
(4)

i

the karst landform of Kendit Liang Village, Dairi Regency, North Sumatra. Soil analysis was carried out at the Laboratory of Research and Technology, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra and the laboratory of PT. Socfin Indonesia. Morphology and soil characteristics were observed in 3 representative profiles, namely P1 (upper slope of karst hills) at an altitude range of 900 – 1,000 m above sea level, P2 (middle slope of karst hills) at an altitude range of 800 – 900 m above sea level, and P3 (lower slope of karst hills). at an altitude range of 700-800 m above sea level. Soils were classified according to the key to soil taxonomy 2014. Soil analysis includes bulk density, texture, structure, consistency, soil color, pH H2O, Soil organic carbon (SOC), exchangeablecation, CEC, and base saturation. The results showed that the top of the hill has more rock fragments and shallower solum depth than the soil profile at lower elevations, Soil on the upper and middle slopes is yellowish brown and on the lower slopes is reddish brown, soil has characteristics with low base saturation, low pH, CEC ranging from medium to high, SOC which is almost evenly distributed in the soil profile, loose consistency in all horizons in all three soil profiles and bulk density on the upper and middle slopes is higher than the lower slope. The three representative profiles have an argillic characterizing horizon so that the classification according to Soil Taxonomy is Typic Hapludults.

Keywords: karst landforms, soil characteristics, soil classification

(5)

ii

pada landform karst Desa Kendit Liang, Kecamatan Gunung Sitember, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan laboratorium PT.

Socfin Indonesia. Morfologi dan karakteristik tanah diamati pada 3 profil pewakil yaitu P1 (lereng atas perbukitan karst) pada rentang ketinggian 900 – 1.000 mdpl, P2 (lereng tengah perbukitan karst) pada rentang ketinggian 800 – 900 mdpl, dan P3 (lereng bawah pebukitan karst) pada rentang ketinggian 700 – 800 mdpl.

Tanah diklasifikasikan menurut klasifikasi taksonomi tanah. Analisis tanah meliputi Bulk density, tekstur, struktur, konsistensi, warna, pH H2O, C-Organik, Basa-basa tertukar, KTK, dan KB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa puncak perbukitan memiliki fragmen batuan yang lebih banyak dan kedalaman solum yang lebih dangkal dibanding profil tanah pada ketinggian yang lebih rendah, warna tanah coklat kekuningan pada lereng atas dan tengah dan coklat kemerahan pada lereng bawah, tanah memiliki karakteristik dengan KB yang rendah, pH masam, KTK berkisar antara sedang hingga tinggi, C-organik yang terdistribusi hampir merata pada profil tanah, konsistensi gembur pada semua horizon pada ketiga profil tanah dan BD pada lereng atas dan tengah lebih tinggi dibanding lereng bawah. Ketiga profil pewakil memiliki horizon penciri argilik sehingga klasifikasi menurut Soil Taxonomy adalah Typic Hapludults.

Kata kunci : karakteristik tanah, klasifikasi tanah, Landform karst

(6)

iii

Gunung Tua, Kabupaten Dairi pada tanggal 01 Januari 1998, anak dari ayahanda Herlan Simbolon dan Ibunda Friska Sitohang dan penulis merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara.

Penulis memulai pendidikan formal di SD Negeri 030361 Gomit dan lulus pada tahun 2010. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SMP N 1 Siempat Nempu, lulus pada tahun 2013 dan SMA N 1 Siempat Nempu, lulus pada tahun 2016. Setelah lulus pendidikan menengah, penulis kemudian langsung melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan diterima di Jurusan Agroekoteknologi (kini berubah nama menjadi Agroteknologi), Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan mengambil minat Ilmu Tanah.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGROTEK). Penulis juga merupakan anggota aktif di UKM KMK USU UP Fakultas Pertanian. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan di Estate Sei Baleh dan Seed Processing Unit (SPU) PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk. dan Recording & Seed Production (Seed Garden) PT ASD-Bakrie Oil Palm Seed Indonesia, Kabupaten Asahan. Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sayur Matua, Kecamatan Aek Nabara Barumun, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara.

(7)

iv

atas berkat Kasih Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Karakteristik dan Klasifikasi Tanah Pada Landform Karst Desa Kendit Liang, Kecamatan Gunung Sitember, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Mukhlis, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Hamidah Hanum, M.P selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan membantu penulis hingga skripsi ini selesai. Terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda serta saudara-saudara saya yang telah memberikan doa dan dukungan selama menjalani masa kuliah hingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bang Rudy dan teman-teman yang telah membantu dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini.

Demikianlah skripsi ini dibuat, jika ada kekurangan dalam penulisan, penulis mohon maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari saudara demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2021

Penulis

(8)

v

ABSTRACT ... ..i

ABSTRAK ... .ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... ..1

Tujuan Penelitian ... ..3

Kegunaan penelitian ... ..3

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Proses Pembentukannya ... ..4

Topografi dan Pengaruhnya pada Pembentukan Tanah ... ..5

Klasifikasi Tanah ... ..6

Lahan Karst ... 7

Definisi Karst ... 7

Bahan Induk Pembentuk Lahan Karst ... 8

Proses Pembentukan Lahan Karst ... .11

Karakteristik Tanah pada Lahan Karst ... .12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 16

Metode Penelitian ... 16

Pelaksanaan Penelitian ... 18

Persiapan ... 16

Pra Survei ... 16

Survei ... 18

Analisis Laboratorium... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20

Deskripsi Umum Wilayah Penelitian... 20

(9)

vi

Karakteristik Kimia Tanah ... 34

Pembahasan ... 36

Klasifikasi Tanah Menurut Soil Taxonomy ... 36

Ordo... 37

Sub Ordo ... 37

Great Group ... 37

Sub Group ... 38

Karakteristik Tanah ... 36

Karakteristik Tanah pada Landform Karst Kendit Liang, Gunung Sitember, Kabupaten Dairi ... 38

Morfologi dan Karakteristik Tanah pada Ketinggian Lereng yang Berbeda ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 45

Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 44 LAMPIRAN

(10)

vii

1 Morfologi dan Karakteristik Fisika Tanah ... 43 34 2 Karakteristik Kimia Tanah ... 43 36

(11)

viii

1 Peta Lokasi Penelitian ... 43 15 2 Peta lokasi pengamatan tanah pada Land Unit and Soil Map of the

Sidikalang Sheet, Sumatera No. 0618 ... 43 17 3 Peta Kecamatan Gunung Sitember ... 43 22 4 Peta Lokasi Pengamatan Profil Pewakil ... 43 26 5 Grafik Penurunan Nilai C-Organik setiap Horizon pada Ketiga

Profil ... 43 44 6 Korelasi C-Organik dengan Bulk Density ... 43 45

(12)

ix

1 Kartu Isian Profil Tanah ... 43 47 2 Data Curah Hujan ... 43 58 3 Kuisioner Pengelolaan Lahan ... 43 54 4 Foto Kawasan Penelitian ... 43 55

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Karakteristik tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pembentuk tanah, diantaranya adalah bahan induk. Bahan induk merupakan faktor pembentuk tanah yang sangat penting sehingga pada awal pengembangan klasifikasi tanah, menurut Hardjowigeno (1993) klasifikasi dan survei tanah banyak didasarkan pada bahan induk, sehingga tanah – tanah diberi nama seperti tanah granit, tanah andesit, tanah liparit, tanah abu volkan dan sebagainya. Batuan karbonat merupakan salah satu batuan yang menjadi bahan induk pembentuk tanah. Batuan ini tersebar membentuk bentang lahan yang disebut karst.

Keberadaan kawasan karst di Indonesia, akhir-akhir ini dianggap memiliki nilai-nilai yang sangat strategis. Selain karena mencakup hampir 20 % luas dari total seluruh wilayah di Indonesia, karst memiliki potensi yang bukan saja unik tetapi juga sangat kaya dengan sumber daya alam baik itu hayati maupun non hayati (Adji et. al.,1999). Pada umumnya bentang lahan karst terbentuk dari batuan karbonat dan mengalami pelarutan. Karst merupakan istilah dalam bahasa Slovenia (kras) yang berarti lahan gersang berbatu. Istilah ini di negara asalnya sebenarnya tidak berkaitan dengan batu gamping dan proses pelarutan, namun saat ini istilah kras telah diadopsi untuk istilah bentuk lahan hasil proses perlarutan (Haryono dan Adji, 2004).

Proses pelarutan batu karbonat (karstifikasi) sangat berpengaruh pada pembentukan landform karst. Menurut Maryanto (2006) proses karstifikasi yang melibatkan faktor fisika, kimiawi, dan biologi, dapat memberikan ketahanan terhadap pelarutan dan pelapukan sehingga dapat memberikan ciri yang khas pada

(14)

setiap kawasan karst. Karstifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain curah hujan, ketinggian, kadar CO2, kemiringan lereng, serta batuan kompak dan memiliki porositas sekunder.

Topografi seperti ketinggian tempat merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh yaitu pada perannya dalam mengontrol pergerakan air yang merupakan pelarut utama dalam proses karstifikasi. Selain itu, topografi dapat menyebabkan perbedaan karakteristik tanah pada landform karst seperti kedalaman solum, jumlah fragmen batuan, warna tanah, dll, akibat adanya gerakan massa atau erosi dari puncak perbukitan hingga pelembahan karst.

Untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya lahan/tanah karst ini perlu dilakukan penelitian guna menyesuaikan pada pemanfaatannya. Menurut Tim Peneliti BBPPSLP (2017) penelitian ilmu tanah bertujuan untuk memahami sifat-sifat, dinamika, dan fungsi tanah sebagai bagian dari landskap dan ekosistem.

Suatu persyaratan dasar untuk memahami hal tersebut adalah mempelajari informasi sumberdaya tanah yang meliputi karakteristik morfologi tanah dan karakteristik lainnya yang diperoleh melalui pemeriksaan tanah di lapangan

Penelitian tentang kawasan karst di Indonesia banyak di lakukan pada kawasan karst yang berada di pulau Jawa seperti kawasan karst Gunung Kidul dan kawasan Karst Maros-Pangkep Sulawesi Selatan. Namun di Sumatera, khususnya Sumatera Utara sangat jarang ditemukan penelitian tentang kawasan karst terutama kawasan karst pada Formasi Alas. Oleh karena beberapa hal inilah penulis bermaksud untuk mengkaji karakteristik dan klasifikasi tanah pada landform karst di Desa Kendit Liang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

(15)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik dan klasifikasi tanah pada landform karst Kendit Liang, Kecamatan Gunung Sitember, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

Kegunaan Penulisan

Kegunaan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan sebagai sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Proses Pembentukannya

Tanah menurut Soil Survey Staff (1999) adalah suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horizon-horizon, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai suatu hasil dari proses penambahan, kehilangan, pemindahan, dan transformasi energi dan bahan, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam suatu lingkungan alami.

Konsep tentang proses pembentukan tanah yang mencakup kumpulan berbagai proses baik fisik, kimia dan biologi beserta semua faktor pendukung terutama tanah. Setiap proses tersebut bersifat dinamis dan irreversible, dan selalu dalam keadaan kesetimbangan. Pada dasarnya terdapat dua tahap yang saling tumpang tindih dalam proses pembentukan tanah, yaitu akumulasi bahan induk dan diferensiasi horizon. Tahap pertama terutama dikendalikan oleh pelapukan fisik yang kuat dengan pelapukan biokimia yang lemah. Sedangkan tahap kedua diawali dengan proses pelapukan biokimia yang kuat. Proses diferensiasi meliputi proses pergerakan bahan serta transfer bahan dan energi (Simonson, 1959).

Proses pembentukan tanah secara garis besar dibedakan atas proses pelapukan dan perkembangan tanah. Proses pelapukan merubah batuan induk menjadi bahan induk tanah lalu berubah menjadi tanah, selanjutnya proses perkembangan tanah akan menghasilkan horizon-horizon genetik ditubuh tanah tersebut, pada tanah yang sudah berkembang akan dijumpai horizon-horizon A, B, C dan R (Foth, 1991)

(17)

Faktor pembentuk tanah merupakan faktor yang menentukan dalam pembentukan jenis-jenis tanah. Faktor pembentuk tanah terdiri dari bahan induk dan faktor lingkungan yang mempengaruhi perubahan bahan induk menjadi tanah.Walaupun faktor pembentuk tanah tersebut sangat banyak tetapi faktor yang terpenting adalah Topografi, iklim, organisme, bahan induk, dan waktu. Faktor- faktor lain misalnya, gravitasi, gempa bumi dan lain-lain (Hardjowigeno, 1993).

Menurut Utomo et al. (2016), secara umum proses pembentukan tanah terdiri dari empat proses yaitu penambahan bahan mineral berupa loess atau abu vulkanik serta bahan organik berupa serasah atau akar, pengurangan bahan-bahan berupa ion-ion atau bahan halus tanah keluar dari profil tanah, perpindahan bahan dari bagian tanah yang satu ke bagian tanah yang lain, baik secara vertikal maupun horizontal tanpa keluar dari profil tanah, serta yang terakhir adalah transformasi bahan yang merupakan perubahan wujud bahan tanah dari satu wujud ke wujud lain.

Pengaruh Topografi terhadap Pembentukan Tanah

Topografi (Relief) adalah atau bentuk wilayah suatu daerah termasuk didalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng (Hardjowigeno, 1993).

Topografi dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah, dimana topografi merupakan konsep pendekatan proses perubahan sifat-sifat tanah karena perbedaan letak ketinggian (Munir, 2011). Menurut Utomo et al. (2016), topografi berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah yang bersifat lokal.

Topografi mempengaruhi proses pembentukan tanah dengan cara; (1) mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau ditahan oleh masa tanah; (2) mempengaruhi dalamnya air tanah; (3) mempengaruhi besarnya erosi; (4)

(18)

mengarahkan gerakan air berikut bahan-bahan yang terlarut didalamnya dari suatu tempat ke tempat lain (Hardjowigeno, 1993).

Topografi akan mempengaruhi efek curah hujan terhadap proses pelapukan. Pada daerah berlereng, air hujan tidak berkesempatan meresap ke dalam tanah. Adapun pada daerah datar, topografi akan lebih mampu menyerap air, dan pada daerah cekungan topografi akan menampung air hujan. Pada daerah berlereng, efek curah hujan atau abrasi. Pada daerah datar, efek curah hujan berupa reaksi kimia dan pemindahan hasil reaksi. Demikian juga pada daerah cekungan, selain efek berupa reaksi yang terjadi pada daerah datar, reaksi redoks terjadi pada daerah ini (Utomo et al., 2016).

Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah adalah ilmu yang mempelajari cara-cara membedakan sifat-sifat tanah satu sama lain dan mengelompokkan tanah ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan atas kesamaan sifat yang dimiliki. Dengan cara ini maka tanah-tanah yang mempunyai sifat-sifat yang sama dapat dimasukkan ke dalam satu kelas yang sama, dan demikian pula sebaliknya. Klasifikasi tanah sangat erat kaitannya dengan pedogenesis atau proses pembentukan tanah karena proses yang berbeda akan menghasilkan tanah yang berbeda pula (Hardjowigeno, 1993).

Tujuan klasifikasi tanah adalah; (1) Mengorganisasi (manata) pengetahuan kita tentang tanah; (2) Untuk mengetahui hubungan masing-masing induvidu tanah satu sama lain;(3) Memudahkan mengingat sifat-sifat tanah;(4) Mempelajari hubungan-hubungan dan sifat-ifat tanah yang baru, mengelompokkan tanah untuk tujuan-tujuan yang lebih praktis seperti menaksir sifat-sifatnya, menentukan lahan-lahan terbaik (prime land) menaksir produktivitasnya, menentukan areal-

(19)

areal untuk penelitian, atau kemungkinan ekstrapolasi hasil penelitian di suatu tempat (Hardjowigeno, 1993).

Lahan Karst Definisi Karst

Istilah karst yang dikenal di Indonesia sebenarnya diadopsi dari bahasa Yugoslavia/Slovenia. Istilah aslinya adalah ‘krst / krast’ yang merupakan nama suatu kawasan di perbatasan antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Istilah karst diperoleh dari bahasa Slovenia, terdiri dari kar (batuan) dan hrast (oak), dan digunakan pertama kali oleh pembuat peta-peta Austria mulai tahun 1774 sebagai suatu nama untuk daerah berbatuan gamping berhutan oak di daerah yang bergoa di sebelah Barat laut Yugoslavia dan sebelah Timur Laut Italia (Adji et. Al., 1999).

Beberapa ilmuwan lain menyebutkan bahwa asal mula ditemukannya daerah yang akhirnya dinamakan karst adalah karena akibat adanya perumputan (grassing) oleh ternak pada suatu kawasan, sehingga tersingkaplah batuan dan fenomena di dalamnya yang ternyata sangat khas dan unik. Istilah karst ini akhirnya dipakai untuk menyebut semua kawasan berbatuan gamping di seluruh dunia yang mempunyai keunikan dan spesifikasi yang sama, karena proses pelarutan (solusional), bahkan berlaku pula untuk fenomena pelarutan pada batuan lain seperti gypsum, serta batuan garam dan anhidratnya. Beberapa istilah dalam karst yang juga diambil dari daerah ini diantaranya adalah bentukan Polje yang merupakan nama suatu kota di Yugoslavia, Beberapa istilah bentukan karst yang lain diantaranya adalah bukit dan tower karst, diaklas, pinacle, cockpit, uvala,

(20)

doline, sinkhole, goa, lapies, speleothem, sungai bawah tanah, dll (Adji et. Al., 1999).

Daerah karst tersebar secara global dan menempati sekitar 15% dari permukaan bumi dan menyediakan air minum untuk lebih dari 20% populasi dunia (Ford and Williams, 2007). Di Indonesia kawasan karst tersebar seluas 15,4 juta hektar (Adji et al., 1999). Sebagian besar medan karst terjadi dibelahan bumi utara, terkait dengan singkapan karbonat yang luar di tenggara Asia (Cina, Vietnam, Kamboja), Cekungan Mediteran (Kroasia, Siprus, Prancis, Yunani, Italia, Slovenia, Spanyol), tenggara dan utara Amerika (Belize, Meksiko, Amerika Serikat) dan Cekungan Karibia (Kuba, Jamaika, Puerto Rico). Kawasan karst paling representative belahan bumi selatan berada di Australia, Madagaskar, Afrika Selatan dan Brazil (Onac and Beynen, 2020). Beberapa kawasan karst yang terkenal di Indonesia sekaligus di dunia adalah Kawasan Karst Gunung Sewu (DIY, Jateng, Jatim), Karst Gombong (Jateng), Karst Maros Pangkep (Sulsel), Karst Sangkulirang Mangkaliat (Kaltim), Kawasan Karst Gunung Lorentz (Papua), Pegunungan Schwaner (Kalbar), Pegunungan Muller (Kalteng), dan Pegunungan Meratus (Kalsel) (Sulistiawati et al., 2014).

Bahan Induk Pembentuk LahanKarst

Hampir seluruh morfologi yang terkenal dengan nama karst di dunia terbentuk oleh batuan karbonat. Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mengandung mineral karbonat lebih dari 50%. Sedangkan mineral karbonat adalah mineral yang mempunyai komposisi kimia CO3 dan satu atau lebih kation Ca, Mg, Fe atau Mn. Pada umumnya, mineral karbonat terdiri atas kalsit (CaCO3) dan dolomit {CaMg(CO3)2}. Umumnya batuan karbonat terdiri atas batu gamping

(21)

(kalsit segai mineral utama) dan batu dolomit (dolostone) (Surono, 2006).

Meskipun hampir semua batuan mengandung garam karbonat, unsur karbonat di dalam batu gamping dan dolomit lebih tinggi dibanding batuan lainnya. Mineral karbonat sendiri disusun oleh kation Ca, gabungan Ca-Mg dan anion CO3

(Samodra, 2006).

Unsur kimia utama karbonat didominasi oleh kalsium, magnesium, karbon dan oksigen. Kalsium sebagai kation utama (Ca+2) dan magnesium (Mg+2); kation Fe dan Zn umumnya terkandung dalam jumlah sedikit. Anion yang utama adalah CO32-, namum anion seperti SO42-, OH-, F-, dan Cl- dapat juga hadir dalam jumlah yang terbatas. Unsur mikro (trace elemen) yang biasa dijumpai pada batuan karbonat meliputi B, P, Mg, Ni, Cu, Fe, Zn, Mn, V, Na, U, Sr, Pb dan K.

Konsentrasi unsur mikro tersebut tidak hanya dikontrol oleh mineralogi batuan tetapi juga dikontrol oleh jenis dan kelimpahan relatif butiran cangkang fosil dalam batuan. Banyak organisme yang menghimpun dan menggabungkan unsur mikro tersebut kedalam struktur cangkangnya (Surono, 2006).

Berdasarkan asal usul dan susunan kimianya, secara umum batuan karbonat dibedakan menjadi batu gamping terumbu, batu gamping klasik, dan dolomit. Batun gamping terumbu merupakan batuan yang disusun oleh koloni binatang dan tumbuhan yang hidup di laut. Batua gamping klasik adalah batuan yang proses pembentukannya berkaitan dengan detritus asal daratan, dimana butiran yang berukuran kasar dampai halus bercampur dengan larutan karbonat.

Kecilnya laju pengendapan unsur karbonat mengakibatkan terjadinya proses pengenceran yang luar biasa, sehingga dicekungan pengendapan terbentuk napal atau batu pasir gamping. Napal biasanya berkembang di bagian laut yang tenang,

(22)

yang tidak dipengaruhi oleh ombak. Litologi ini dibentuk oleh percampuran antara larutan karbonat (65%) dan liat (35%). Jika posisi terbalik, maka yang terbentuk adalah liat gamping (Samodra, 2006).

Dolomit adalah batuan karbonat yang kandungan magnesiumnya melebihi batu gamping biasa. Selain oleh pengendapan langsung, batuan ini juga dapat dibentuk oleh proses penguapan, pengendapan di dalam batu gamping klasik, atau porses penggantian (replacement). Dengan demikian dolomit dapat terbentuk secara primer (dihasilkan oleh penguapan langsung dari air laut) atau sekunder (melalui proses penggantian kalsit, yang dikenal dengan istilah dolomitisasi).

Pembentukan dolommit primer membutuhkan unsur Mg dan Ca yang jumlahnya 5 banding 1, sehingga untuk memenuhi syarat tersebut dibutuhkan proses penguapan yang luar biasa (Koesoemadinata, 1981).

Karst tidak hanya terjadi di daerah berbatuan karbonat, tetapi terjadi juga di batuan lain seperti batuan evaporit. Batuan evaporit terbentuk oleh hujan yang berasal dari air garam dan terkumpul hingga melebihi batas kejenuhan penguapan mineral pada suatu lingkungan laguna atau danau (Waltham dkk, 2005). Batuan evaporite ini terdiri dari sulfat yang berupa gipsum (CaSO4. 2H2O) dan anhydrit (CaSO4), serta garam batu yang berupa halit (NaCl). Batuan evaporit memiliki tingkat pelarutan yang lebih tinggi dibandingkan dengan batuan karbonat (Parise et al., 2007). Namun demikian, karena batuan karbonat mempunyai sebaran yang paling luas, karst yang banyak dijumpai adalah karst yang berkembang di batuan karbonat (Haryono dan Adji, 2004).

(23)

Proses Pembentukan Lahan Karst

Proses tektonik yang berkaitan dengan sifat dinamis bumi selanjutnya akan mengangkat batuan karbonat ke permukaan laut. Selama ruang dan waktu geologi yang tersedia, selanjutnya proses karstifikasi akan mengubah batu gamping menjadi bermorfologi karst. Gejala karst yang dibentuk oleh pelarutan selanjutnya tidak hanya berkembang dipermukaan saja, tetapi juga dibawah permukaan (Samodra, 2006).

Karstfikasi merupakan proses pembentukan lahan karst yang didominasi oleh proses pelarutan. Dalam proses karstifikasi yang melibatkan faktor fisika, kimiawi, dan biologi, dapat memberikan ketahanan terhadap pelarutan dan pelapukan sehingga dapat memberikan ciri yang khas pada setiap kawasan karst.

Karstifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain curah hujan, ketinggian, kemiringan lereng, serta batuan kompak dan memiliki porositas sekunder. Selain itu juga, dapat dipengaruhi oleh kadar CO2 dalam proses karstifikasi tersebut.

Semakin besar kadar CO2 yang masuk dalam batuan, semakin besar tingkat pelarutan dalam batuan tersebut. Kadar CO2 yang akan larut dalam batuan dapat dikontrol oleh suhu permukaan dan indeks vegetasi dari kawasan karst tersebut (Maryanto, 2006). Menurut Yudha (2017) pada proses kartifikasi curah hujan menjadi faktor pengontrol sedangkan konsentrasi kalsium karbonat (CaCO3) menjadi faktor pendorong laju pelarutan. Curah hujan adalah subjek dari proses pelarutan dan konsentrasi kalsium karbonat (CaCO3) adalah objek dari proses pelarutan.

Proses pelarutan batu gamping diawali oleh larutnya CO2 di dalam air membentuk H2CO3. Larutan H2CO3 tidak stabil terurai menjadi H+ dan HCO32-.

(24)

Ion H+ inilah yang selanjutnya menguraikan CaCO3 menjadi Ca2+ dan HCO32-. Secara ringkas proses pelarutan dirumuskan dengan reaksi sebagai berikut (Haryono dan Adji, 2004)

CaCO3 + H2O + CO2 Ca2+ + 2 HCO3

Batuan yang mengandung CaCO3 tinggi akan mudah larut. Semakin tinggi kandungan CaCO3, semakin berkembang bentuk lahan karst. Kekompakan batuan menentukan kestabilan morfologi karst setelah mengalami pelarutan. Apabila batuan lunak, maka setiap kenampakan karst yang terbentuk seperti bukit akan cepat hilang karena proses pelarutan itu sendiri maupun proses erosi dan gerak masa batuan, sehingga kenampakan karst tidak dapat berkembang baik. Ketebalan menentukan terbentuknya sikulasi air secara vertikal lebih. Tanpa adanya lapisan yang tebal, sirkulasi air secara vertikal yang merupakan syarat karstifikasi dapat berlangsung. Tanpa adanya sirkulasi vertikal, proses yang terjadi adalah aliran lateral seperti pada sungai-sungai permukaan dan cekungan-cekungan tertutup tidak dapat terbentuk. Rekahan batuan merupakan jalan masuknya air membentuk drainase vertikal dan berkembangnya sungai bawah tanah serta pelarutan yang terkonsentrasi (Haryono dan Adji, 2004).

Tingkat pelarutan pada kawasan karst di tunjukan dalam satuan kecepatan m3/tahun/km2 . Satuan tersebut menunjukan besaran volume pelarutan yang terjadi pada luasan tertentu di kawasan karst dalam kurun waktu satu tahun (Yudha, 2017).

Karakteristik Tanah pada Landform Karst

Karakteristik tanah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pembentuk tanah, yaitu bahan induk, tofografi, iklim, organisme dan waktu. Menurut

(25)

Anshori (2015) batu karbonat bukan merupakan bahan induk tanah. Pendapat ini ia dasarkan pada tiga pendapat yang berbeda yang berusaha menjelaskan asal bahan tanah yang berkembang diatas batuan karbonat. Salah satu pendapat menyatakan bahwa bahan induk tanah tidak ada hubungannya dengan batuan yang membawahinya melainkan berasal dari tempat lain. Mulyanto, et al, (2011) mengatakan bahwa debu eolin merupakan bahan induk tanah-tanah merah di wilayah Mediterania. Ia juga menyatakan bahwa pada batu gamping, yang terjadi bukanlah pelapukan, tapi pelarutan. Pendapat ini dikenal dengan allochthonous material. Pendapat lain dikemukakan oleh Gal (1967), Moresi dan Mongelli

(1988) serta Bronger dan Bruhn-Lobin (1997) menyakini bahwa tanah-tanah merah di lingkungan batuan karbonat merupakan hasil pelarutan, akumulasi dan transformasi residu batu gamping. Pendapat ketiga dikemukakan oleh Tester dan Atwater (1934), Honess dan Jeffries (1940), Stringham (1940) dan van Straaten (1948) bahwa dalam batu gamping dan dolomit sering terdapat mineral albit, mikrolin, dan orthoklas dari segala umur. Hal ini dikenal dengan Residual Theory.

Gamping akan larut dan menghasilkan ion kalsium dan bikarbonat yang keduanya larut dalam air, sehingga peka terhadap pelarutan sedangkan aluminosilikat menghasilkan kation-kation larut air dan mineral liat yang tidak larut. Reaksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

CaCO3 + CO2 + H2O ⇌ Ca2+ + 2 HCO3

Aluminosilikat + H2O + H2CO3 ⇌ mineral liat + kation-kation + OH+ HCO3 + H4SiO4

Dari reaksi tersebut terlihat bahwa tanah yang terbentuk dari bahan gampingan sangat dipengaruhi oleh jenis dan jumlah pengotornya. Bila batu gamping sebagai

(26)

bahan induk tanah, tentunya telah dibutuhkan bahan dengan volume yang sangat besar (Mulyanto, et al., 2011).

Warna tanah dapat menggambarkan tahapan proses genesis yang sedang berlangsung. Warna merah dapat menunjukkan lingkungan pelapukan yang lebih intensif dan oksidatif. Proses pelarutan yang semakin intensif menyebabkan terlarutnya basa-basa dan Si hasil pelapukan serta meningkatnya konsentrasi besi dan aluminium secara relatif. Peningkatan konsentrasi besi dalam suasana bertata udara bagus menyebabkan terbentuknya persenyawaan besi dalam bentuk ferri yang menimbulkan warna kuning - kemerahan pada tanah. Lingkungan pelapukan yang berpelarutan lemah menyebabkan terhambatnya laju penyingkiran basa-basa khususnya Mg dan silika. Kondisi ini menyebabkan pH lingkungan cukup tinggi, yang sangat kondusif terbentuknya liat monmorillonit dan vertisol yang berwarna hitan / kelam. Tanah – tanah seperti ini biasanya terbentuk pada daerah yang datar dan berbentuk basin atau berkemiringan <5 %. Berdasarkan mekanisme pembentukan tanah dengan gejala kewarnaannya secara logika telah terjadi proses alih tempat yang bersifat pengayaan ataupun pemiskinan konstituen-konstituen tertentu. Proses tersebut akan berdampak pada sifat- sifat tanah yang terbentuk khususnya sifat – sifat kimianya (Mulyanto, 2007).

(27)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di bukit karst Desa Kendit Liang, Kecamatan Gunung Sitember, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara dan lokasi ini lebih jelas dapat dilihat pada gambar 1. Analisis tanah dilakukan di laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan laboratorium PT.

Socfin Indonesia (Socfindo Seed Production and Laboratory). Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2021 sampai Maret 2021.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

(28)

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel tanah dari tiap lapisan pada 3 profil pewakil tanah, formulir isian profil tanah, plastik 2 kg, kertas label dan spidol serta bahan kimia untuk analisis tanah di Laboratorium.

Alat yang digunakan adalah Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Sidikalang, Sumatera; buku Kunci Taksonomi Tanah 2014; buku panduan pengamatan tanah di lapang; Munsell Soil Color Chart untuk menentukan warna tanah; GPS (Global Position System) untuk mengetahui koordinat tempat yang akan diteliti; ring sampel untuk pengambilan tanah tidak terganggu; cangkul untuk menggali profil tanah; altimeter untuk mengukur ketinggian tempat; meteran untuk mengukur profil tanah; kamera untuk mendokumentasi profil tanah; pisau pandu untuk menentukan horizon dan batas horizon serta alat dan bahan untuk analisis dilaboratorium.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode survey secara fisiografi. Lokasi penelitian mengacu kepada Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Sidikalang, Sumatera, No. 0618 (tersaji pada gambar 2) dengan kode lahan Kc. 5. 3, yaitu pegunungan karstik sangat tertoreh, terdiri dari batu kapur dengan lereng 15 – 75%. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Stratified random sampling yaitu mengambil sampel berdasarkan ketinggian tempat. Karakteristik tanah diidentifikasi pada 3 profil pewakil yaitu P1 lereng atas perbukitan karst pada rentang ketinggian 900 – 1.000 m dpl, P2 lereng tengah perbukitan karst pada rentang ketinggian 800 – 900 m dpl, dan P3 lereng bawah pebukitan karst pada

(29)

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan tanah pada Land Unit and Soil Map of the Sidikalang Sheet, Sumatera No. 0618

(30)

ketinggian 700 – 800 m dpl.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan

Sebelum pelaksanaan pekerjaan di lapangan, terlebih dahulu dilakukan konsultasi dengan komisi pembimbing, pengajuan usulan penelitian, pengadaan peralatan, pengadaan peta, studi literatur, dan penyusunan rencana kerja yang berguna untuk mempermudah pekerjaan secara sistematis sehingga didapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

Pra Survei

Dilakukan survei pendahuluan (pra survei) untuk menentukan lokasi pembuatan tiga profil pewakil berdasarkan ketinggian tempat yang berbeda.

Survei

Setelah melakukan survei pendahuluan, survei utama dilakukan dengan cara mengamati profil tanah di masing-masing lokasi dengan acuan buku Pedoman Pengamatan Tanah di Lapangan (Balitbangtan, 2017) untuk selanjutnya di deskripsikan dan di klasifikasikan. Sampel tanah diambil dari setiap horizon pada masing-masing profil tanah untuk analisa di laboratorium.

Klasifikasi Tanah

Pengklasifikasian tanah dilakukan menurut Key to Soil Taxonomy 2014.

Tanah diklasifikasikan hingga kategori Sub Group. Tahapan pengklasifikasian tanah yaitu penentuan horizon - horizon utama, penentuan horizon penciri atas, penentuan horizon penciri bawah, penentuan penciri lain, penentuan ordo tanah, penentuan sub ordo, penentuan great group dan penentuan sub group.

(31)

Kajian Karakteristik

Karakteristik tanah diketahui dengan mengkaji:

- Sifat morfologi tanah - Sifat fisik tanah - Sifat kimia tanah Peubah Morfologi Tanah

Pengamatan profil tanah dilakukan dengan penentuan:

- Kedalaman dan ketebalan tiap horizon/lapisan tanah - Kejelasan dan tofografi tiap horizon/lapisan tanah

- Warna matriks dan atau karatan berdasarkan satuan-satuan pada buku standart warna Munsell Soil Color Chart

- Karatan meliputi kadar, ukuran, bandingan, batas dan bentuk

- Keadaan perakaran, padas, bahan organik, corak istimewa lain dan ada tidaknya substratum

- Sifat fisik dan kimia tanah dilakukan dengan analisis laboratorium.

Analisis Laboratorium

Sampel tanah yang diambil dari tiap horizon pada profil tanah kemudian dikering udarakan dan dianalisis di laboratorium untuk menentukan sifat fisik dan kimia tanah dengan parameter sebagai berikut:

Sifat Kimia

1. Analisa pH H2O untuk menentukan kemasaman aktual tanah dengan menggunakan alat pH-meter.

2. C-Organik dengan metode Walkley and Black.

3. Basa-basa tertukar dengan ekstraksi NH4OAc pH 7 dengan AAS

(32)

4. Kapasitas Tukar Kation (KTK) dengan ekstraksi NH4OAc pH 7 5. Kejenuhan basa (KB, Σ (Ca, Mg, K, Na)/KTK×100%)

Sifat Fisik

1. Konsistensi Tanah lembab

2. Tekstur tanah dengan mengunakan metode pipet 3. Warna Tanah menggunakan Munsell Soil Color Chart 4. Bulk Densiti ditetapkan dengan rumus ρb = Ms/Vt

(33)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Deskripsi Umum Wilayah Penelitian

Kecamatan Gunung Sitember terletak pada garis 2°52’46” - 2o59’00” LU dan 98o05’05” - 98°11’30” BT dengan ketinggian wilayah antara 300 – 1.200 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan posisi geografisnya, Kecamatan Gunung Sitember memiliki batas‐batas wilayah, yaitu: di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Tanah Pinem, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Siempat Nempu Hilir, di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tanah Pinem, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tigalingga. Lokasi desa penelitian tersaji pada Gambar 3.

Luas wilayah Kecamatan Gunung Sitember sekitar 77,00 km2 atau sekitar 3,99% dari luas Kabupaten Dairi (1.927,80 km2). Sementara Desa Kendit Liang, Desa lokasi penelitian memiliki luas 7 Km2 atau sekitar 9,09 % dari luas Kecamatan Gunung Sitember. Kantor Kepala Desa Kendit Liang ke ibu Kota Kecamatan berjarak sekitar 4 Km dan dapat ditempuh menggunakan sepeda motor atau bis. Jarak ibu Kota Kecamatan ke ibu Kota Kabupaten (Sidikalang) adalah sekitar 30 Km dan dapat ditempuh sekitar 1,5 jam menggunakan Sepeda motor atau bis.

Pada tahun 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terdapat 613 penduduk yang mendiami Desa Kendit Liang yang terdiri dari 304 orang laki-laki dan 309 orang perempuan. Jumlah tersebut merupakan 6,44% dari jumlah

(34)

Gambar 3. Peta kecamatan Gunung Sitember Lokasi penelitian

(35)

penduduk kecamatan Gunung Sitember (6.514 jiwa). Mayoritas pekerjaan penduduk setempat adalah petani dan komoditas utama pertanian adalah jagung.

Selain itu, terdapat juga komoditas lain yaitu padi ladang dan buah-buahan seperti durian, pisang, papaya, Duku/Langsat/Kokosan dan lain-lain.

Gunung Sitember adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Dairi yang termasuk dalam kawasan karst dengan kode lahan Kc 5.3. pada Land Unit and Soil Map of the Sidikalang Sheet, Sumatera No. 0618. Group karst ini merupakan

bagian dari group Tapanuli yang terbentuk oleh batuan Paleozoik pada zaman Pra Tersier. Kawasan karst ini terdapat pada dua provinsi yaitu Sumatera Utara dan Aceh dengan luas 130 km2. Pada Peta Geologi Lembar Sidikalang dan (Sebagian) Sinabang, Sumatra, kawasan karst ini terdapat pada formasi Alas (Ppal) yang terdiri dari batu gamping pejal dan batu gamping hablur (rekristalisasi). Formasi Alas (Ppal) ini berada menindih formasi Kluet (Puk) yang terdiri dari batupasir meta kuarsa, metaklake, batu sabak dan filit. Sementara itu, sebagian formasi ini tertindih oleh tufa Toba (Qvt). Adapun kawasan ini juga berada pada jajaran Bukit Barisan. Wahono (2012) menulis di Kompas.com, seorang geolog dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), J. F Katili, yang meneliti kawasan ini pada tahun 1960-an menemukan banyak sedimen fosil kerang laut disepanjang zona Bukit Barisan. Hal ini menunjukkan bahwa pegunungan ini tumbuh dari dasar laut akibat penunjaman Lempeng (Samudra) Hindia-Australia ke bawah pulau Sumatera yang berada di Lempeng (Benua) Eurasia.

Sebagai endokarst, di Desa ini terdapat satu gua yang disebut gua Kendit Liang. Gua ini sangat panjang dan bercabang-cabang. Tentang gua ini belum banyak dikaji, namun menurut kepala desa setempat, gua ini pernah ditelusuri

(36)

sepanjang 800 m. Namun demikian belum ada yang berhasil menemukan ujung dari gua ini.

Wilayah pada daerah penelitian beriklim sangat basah. Rata-rata curah hujan 11 Tahun terakhir pada daerah ini menunjukkan 10 bulan basah, 2 bulan lembab dan 0 bulan kering.Bulan basah terjadi jika curah hujan > 100 mm dan bulan kering terjadi jika curah hujan < 60 mm. Melalui metode perhitungan iklim Schmidt dan Ferguson yaitu dengan membandingkan bulan kering dengan bulan basah dalam kurun waktu ± 10 tahun, maka ditentukan nilai Q (batas range dari golongan iklim) dengan rumus berikut (Guslim, 2009).

𝑄 = 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ 𝑥 100 %

Dari rumus diatas maka diperoleh nilai Q sebesar 0% yang terletak pada range 0 % - 14,3 % sehingga iklim pada wilayah ini tergolong iklim A yaitu beriklim sangat basah.

Lokasi Pengamatan Tanah

Pengamatan tanah dilakukan di Desa Kendit Liang, Kecamatan Gunung Sitember, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Pengamatan dilakukan dengan mengamati 3 profil pewakil tanah pada 3 ketinggian tempat pada perbukitan karst. Profil tanah pertama (P1) diamati pada lereng atas perbukitan karst dengan ketinggian 976 m dpl dan titik pengamatan terletak pada 2o56’00”

LU dan 98o08’00” BT. Profil tanah kedua (P2) diamati pada lereng tengah pada perbukitan karst dengan ketiggian 877 m dpl dan terletak pada 2o55’45” LU dan 98o08’10” BT. Profil tanah ketiga (P3) diamati pada lereng bawah perbukitan karst dengan ketinggian 746 m dpl dan terletak pada 2o56’05” LU dan 98o08’35”

BT. Peta lokasi profil tanah lebih jelas tersaji pada gambar 4 berikut.

(37)

Gambar 4. Peta Lokasi Pengamatan Profil Pewakil

(38)

Kawasan karst Desa Kendit Liang terdiri atas himpunan bukit-bukit kecil berbentuk kerucut dan ujungnya tumpul atau runcing. Dolina yang merupakan cekungan diantara perbukitan umumnya berbentuk bundar atau memanjang dan terisi tanah hasil pengikisan dari erosi yang terjadi. Puncak-puncak bukit terdiri dari singkapan batuan karbonat. Batuan ini umumnya berwarna hitam keputihan dan tanah disekitarnya berwarna hitam.

Deskripsi Profil

Pengamatan dilakukan dengan mengkaji dan mendeskripsikan sifat - sifat tanah pada tiap horizon pada profil tanah yang merupakan gambaran dari tubuh tanah. Penentuan horizon tanah didasarkan pada sejumlah sifat yang dijadikan sebagai faktor pembeda seperti struktur, tekstur, konsistensi, warna, dan batas horizon.

Deskripsi Profl 1 (Lereng Atas Perbukitan Karst)

Pengamatan profil pada lereng atas perbukitan karst diambil pada ketinggian 900 – 1.000 m diatas permukaan laut dan profil pewakil berada pada ketinggian 976 m dpl. Deskripsi profil disajikan sebagai berikut.

Lokasi : Desa Kendit Liang, Kecamatan Gunung Sitember, Kabupaten Dairi

Kode Land Unit : K.c. 5.3

Koordinat : 2o56’00” LU dan 98o08’00” BT Klasifikasi Soil Taxonomy : Typic Hapludults

Fisiografi : Pegunungan Karst

Karakteristik Lereng : 40o Kedalaman efektif : 100 cm

Elevasi : 976 m dpl

Penggunaan Lahan : Lahan Pertanian, perladangan Jagung

Bahan Induk : Anggota Batu Gamping: Pejal dan batu gamping hablur (Peta Geologi Lembar Sidikalang dan (sebagian) Sinabang, Sumatera)

Horizon Diagnostik : Okrik (0-20 cm), Argilik (>20 cm)

Tanggal : 13 Januari 2021

(39)

Hor. Kedalaman Uraian Ap

--cm-- 0 – 20

Coklat kekuningan (10 YR 5/8), Lempung liat berdebu, struktur remah halus agak kuat, gembur, perakaran halus dan sedang banyak, baur berombak

Bt1 20 – 36 Coklat Kekuningan (10 YR 5/8), Liat, struktur gumpal bersudut halus agak kuat, gembur, perakaran halus dan sedang sedang, baur berombak Bt2 36 – 100 Coklat Kuat ( 7,5 YR 5/8),

Liat, struktur gumpal bersudut halus agak kuat, gembur, perakaran halus dan sedang sedikit, baur berombak

Bt3 100 – 155 Coklat kekuningan (10 YR 5/8), Liat, strutur gumpal bersudut sedang agak kuat, gembur, angsur lurus

Bt4 155 – 200 Coklat Kuat ( 7,5 YR 5/8), Liat, strutur gumpal bersudut sedang agak kuat, gembur, angsur lurus

(40)

Pada lereng atas perbukitan karst umumnya terdapat lebih banyak fragmen batuan daripada lereng tengah dan bawah perbukitan. Puncak bukit terdiri dari batuan besar yang tersingkap dan tanah disekitarnya berada di sela-sela batuan dan sangat dangkal.Profil tanah pada lereng atas sebagian dapat mencapai kedalaman 2 m, namun pada sebagian pedon ditemukan fragmen batuan pada kedalaman 110 cm. Permukaan tanah merupakan lahan pertanian, karena itu horizon atas merupakan horizon Ap. warna tanah cenderung coklat kekuningan dan nila Hue semakin kebawah semakin rendah.

Profl 2 (Lereng Tengah Perbukitan Karst)

Lereng tengah perbukitan karst berada pada ketinggian 800 – 900 m dpl dan profil pewakil berada pada ketinggian 877 m dpl. Deskripsi profil disajikan sebagai berikut.

Lokasi : Desa Kendit Liang, Kecamatan Gunung Sitember, Kabupaten Dairi

Kode Land Unit : K.c. 5.3

Koordinat : 2o55’45” LU dan 98o08’10” BT Klasifikasi Soil Taxonomy : Typic Hapludults

Fisiografi : Pegunungan Karst

Karakteristik Lereng : 40o

Elevasi : 877 m dpl

Kedalaman efektif : 75 cm

Penggunaan Lahan : Lahan Pertanian, profil dibawahtegakan durian Bahan Induk : Anggota Batu Gamping: Pejal dan batu gamping

hablur (Peta Geologi Lembar Sidikalang dan (sebagian) Sinabang, Sumatera)

Horizon Diagnostik : Okrik (0-15 cm), Argilik (>15 cm)

Tanggal : 13 Januari 2021

(41)

Hor Kedalaman Uraian

Ap

---cm--- 0 - 15

Coklat kekuningan (10 YR 5/6), Lempung Berliat, struktuk remah sedang lemah, gembur, perakaran halus dan sedang sedang, nyata lurus

AB 15 – 50 Coklat kekuningan (10 YR 5/8), Liat, struktur gumpal bersudut halus lemah, gembur, perakaran halus sedikit sedang sedikit, angsur berombak

Bt1 50 – 170 Coklat Kuat (7,5 YR 5/8), Liat, struktur gumpal bersudut halus lemah, gembur, perakaran halus sedang, angsur berombak

Bt2 170 – 200 Merah kekuningan ( 5 YR 5/8), Liat, strutur gumpal bersudut halus lemah, gembur, angsur lurus

(42)

Profil tanah pada lereng tengah tidak ditemukan fragmen batuan dan hanya sedikit kerikil halus.Warna tanah pada lapisan atas cenderung kekuningan, namun pada kedalaman >170 cm ditemukan tanah yang mulai berwarna merah kekuningan. Horizon Ap cenderung berwarna gelap dan semakin kebawah warna tanah cenderung lebih cerah.

Profl 3 (Lereng bawah perbukitan Karst)

Lokasi : Desa Kendit Liang, Kecamatan Gunung Sitember, Kabupaten Dairi

Kode Land Unit : K.c. 5.3

Koordinat : 2o56’05” LU dan 98o08’35” BT Klasifikasi Soil Taxonomy : Typic Hapludults

Fisiografi : Pegunungan Karst

Karakteristik Lereng : 40o

Elevasi : 746 m dpl

Kedalaman efektif : 120 cm

Penggunaan Lahan : Lahan Pertanian

Bahan Induk : Anggota Batu Gamping: Pejal dan batu gamping hablur (Peta Geologi Lembar Sidikalang dan (sebagian) Sinabang, Sumatera)

Horizon Diagnostik : Okrik (0-25 cm), Argilik (>25 cm)

Tanggal : 13 Januari 2021

(43)

Hor. Kedalaman Uraian

Ap

--cm-- 0 - 25

Coklat kemerahan gelap (5 YR 3/4), Liat, struktur remah sedang lemah, gembur, perakaran sedang sedang halus banyak, angsur berombak Bt1 25–50/80 Coklat kemerahan

( 5 YR 4/4), Liat, struktur gumpal bersudut sedang lemah, gembur, perakaran sedang sedang halus banyak, angsur berombak Bt2 50/80-120 Coklat kemerahan

(5 YR 4/3), Liat, strutur gumpal bersudut sedang lemah, gembur, perakaran halus sedikit angsur berombak

Bt3 120 – 200 Coklat kemerahan (5 YR 4/4), Liat, strutur gumpal bersudut halus lemah, gembur, perakaran halus sedikit angsur lurus

(44)

Pada lereng bawah tidak ditemukan fragmen batuan pada profil tanah.Warna tanah cenderung kemerahan pada semua horizon dan horizon Ap cenderung berwarna lebih gelap.

(45)

Karakteristik Fisika Tanah

Setelah pengamatan dan penentuan batas horizon, sampel tanah diambil dari tiap horizon dan dilakukan analisis laboratorium untuk menguji sifat fisika dan kimia tanah. Hasil pengamatan dan uji laboratorium untuk sifat fisika tanah tersaji pada tabel 4 ber ikut.

Tabel 1. Morfologi dan Karakteristik Fisika Tanah

Profil Horizon Kedalaman Struktur Tekstur Konsistensi Warna Bulk

Densiti Pasir Debu Liat Liat Halus Tekstur (lembab)

P1 (L.Atas)

Ap --cm-- ---%--- --g/cm3--

0 - 20 r-h-ak 12,24 30,09 57,67 22,60 Liat gb 10 YR 5/8 1,16

Bt1 20 - 36 gs-h-ak 5,84 22,30 71,86 44,18 Liat gb 10 YR 5/8 1,13

Bt2 36 - 100 gs-sd-ak 8,39 15,27 76,34 51,57 Liat gb 7,5 YR 5/8 1,23

Bt3 100-155 gs-sd-ak 10,11 18,93 70,97 49,85 Liat gb 10 YR 5/8 1,40

Bt4 155-200 gs-sd-ak 12,92 29,79 57,29 43,19 Liat gb 7,5 YR 5/8 1,48

P2 (L.Tengah)

Ap 0 - 15 r-sa-lm 33,68 25,01 41,31 28,66 Liat gb 10 YR 5/6 1,24

AB 15 - 50 gs-h-lm 32,24 25,14 42,62 29,97 Liat gb 10 YR 5/8 1,45

Bt1 50 - 170 gs-h-lm 25,09 16,52 58,39 45,73 Liat gb 7,5 YR 5/8 1,33

Bt2 170-200 gs-h-lm 34,38 18,29 47,33 33,08 Liat gb 5 YR 5/8 1,40

P3 (L.Bawah)

Ap 0 - 25 r- sd-lm 37,54 23,01 39,45 18,62

Lempung

Berliat gb 5 YR 3/4 0,98

Bt1 25 - 50/80 gs-sd-lm 22,42 18,84 58,74 44,44 Liat gb 5 YR 4/4 1,02

Bt2 50/80 - 120 gs-sd-lm 13,35 42,22 44,44 37,77 Liat gb 5 YR 4/3 0,79

Bt3 120-200 gs-h-lm 16,25 39,67 44,08 37,46 Liat gb 5 YR 4/4 1,03

Keterangan: r: remah; gs: gumpal bersudut; h: halus; sd: sedang; ak: agak kuat; lm: lemah; gb: gembur

(46)

Keseluruhan tekstur tanah pada ketiga profil merupakan tekstur liat dan hanya terdapat perbedaan pada horizon Ap yang memiliki kandungan liat lebih rendah. Sama halnya dengan struktur dan konsistensi, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan. Struktur tanah umumnya gumpal bersudut pada keseluruhan horizon pada ketiga profil dan hanya terdapat perbedaan pada kelas struktur dan tingkat perkembangan. Sementara itu, konsistensi pada semua profil adalah gembur.

Perbedaan yang signifikan terlihat pada parameter bulk density. Profil tanah pada lereng bawah (P3) cenderung memiliki bulk density yang lebih rendah dibanding profil tanah pada lereng atas dan tengah yaitu berkisar antara 0,79 g/cm3 hingga 1,03 g/cm3. Pada tanah mineral, nilai ini tergolong rendah.

Sedangkang pada lereng atas dan lereng tengah, nilai bulk density relatif tinggi, yaitu berkisar antara 1,24 g/cm3 – 1,45 g/cm3 pada lereng tengah dan berkisar antara1,13 g/cm3 – 1,4 g/cm3pada lereng atas.

Karakteristik Kimia Tanah

Nilai kimia tanah didapat dengan uji laboratorium untuk pH, C-organik, basa-basa tukar, KTK dan kejenuhan basah dan hasil analisis tersaji pada tabel 5.

(47)

Tabel 2. Karakteristik Kimia Tanah

Profil Horizon Kedalaman pH C-Organik Basa-basa dapat ditukar KTK KB

Ca Mg K Na

P1 (lereng Atas)

Ap --cm--

5,09m

-- % -- --- me/100 g --- -- me/100 g-- %

0 – 20 3,26t 1,22sr 0,71r 0,10r 0,12r 19,2sd 11,20sr

Bt1 20 – 36 4,83m 1,78r 1,00sr 0,38sr 0,05sr 0,14r 29,6t 5,30sr

Bt2 36 – 100 4,98m 1,24r 0,98sr 0,32sr 0,02sr 0,06sr 31,2t 4,42sr

Bt3 100 - 155 4,72m 1,54r 0,73sr 0,22sr 0,04sr 0,07sr 21,6sd 4,91sr

Bt4 155– 200 4,57m 1,57r 0,22sr 0,25sr 0,18r 0,07sr 12,8r 5,63sr

P2 (Lereng tengah)

Ap 0 – 15 4,70m 2,32sd 0,09sr 0,11sr 0,08sr 0,04sr 28,8t 1,11sr

AB 15 – 50 4,43m 1,54r 0,09sr 0,14sr 0,06sr 0,05sr 37,6t 0,90sr

Bt1 50 – 170 4,57m 1,39r 0,79sr 0,14sr 0,05sr 0,07sr 20,8sd 5,05sr

Bt2 170– 200 4,91m 1,47r 0,18sr 0,25sr 0,12r 0,07sr 12,8r 4,84sr

P3 (Lereng bawah)

Ap 0 – 25 4,49m 2,19sd 0,51sr 0,50r 0,16r 0,06sr 25,6t 4,80sr

Bt1 25 - 50/80 5,48m 1,68r 0,84sr 0,38sr 0,07sr 0,05sr 28,8t 4,65sr Bt2 50/80 – 120 4,97m 2,52sd 0,46sr 0,40r 0,16r 0,05sr 24,8sd 4,31sr Bt3 120 – 200 4,86m 2,30sd 0,43sr 0,38sr 0,14r 0,06sr 20,0sd 5,05sr Keterangan:m: masam; t: tinggi; sd: sedang; r: rendah; sr: sangat rendah

Nilai C-organikpada keseluruhan horizon pada ketiga profil berkisar antara rendah dan sedang. Semakin dalam horizon, nilai C- organik cenderung semakin rendah. Rata-rata nilai C-organik paling tinggi didapati pada profil tanah lereng bawah (P3). Nilai KTK sangat berfariasi, baik antar horizon maupun antara ketiga Profil tanah terdapat nilai KTK yang rendah, sedang dan tinggi. Sementara itu, nilai

(48)

Basa-basa tukar dan kejenuhan basa sangat rendah pada setiap horizon pada ketiga profil yang juga mengakibatkan nilai pH yang rendah.

Pembahasan

Klasifikasi Tanah Menurut Soil Taxonomy

Morfologi tanah pada ketiga profil pewakil menunjukkan warna tanah yang mengkilat dan rasa tusukan pisau yang semakin kebawah semakin mengeras.

Tanah yang mengeras ini menunjukkan adanya akumulasi liat yang semakin tinggi. Karakter ini ditemukan pada P1 pada kedalaman 20 cm –200 cm, P2 pada kedalaman 50cm –200 cm dan P3 pada kedalaman 25 cm – 200 cm. Ini diperkuat oleh analisis tekstur tanah di laboratorium, ditemukan partikel liat halus yang sangat tinggi pada kedalaman tersebut.

Hasil analisis persentase liat halus (Tabel 4), horizon Ap pada Profil 1 yang merupakan horizon eluviasi mengandung 22,60% liat halus. Sementara itu, horizon dibawahnya mengandung rata-rata 47,19% (peningkatan 2,09 kali). Pada Profil 2, horizon Ap dan AB yang juga merupakan horizon eluviasi mengandung 28,66% dan 29,97% liat halus. Sementara itu, horizon dibawahnya sebagai horizon illuviasi mengandung rata-rata liat halus sebesar 39,41 % (penigkatan liat halus 1,38 kali). Sama halnya dengan P3, horizon Ap mengandung 18,62% liat halus dan horizon dibawahnya mengandung liat halus rata-rata sebesar 39,89 % (peningkatan liat halus 2,14 kali).

Sistem klasifikasi Soil Taxonomy menyatakan bahwa horizon penciri argilik harus memenuhi syarat berikut: (1) Bila horizon eluviasi mengandung liat kurang dari 15%, maka horizon argilik harus mengandung liat lebih dari 3% dari horizon eluviasi. (2) Bila mengandung liat 15 – 40%, maka harus mengandung liat

(49)

≥1,2 kali lebih banyak dari horizon eluviasi. (3) Bila mengandung liat lebih dari 40%, maka harus mengandung liat lebih 8% dari horizon eluviasi. (4) Tebal paling sedikit 1/10 dari tebal seluruh horizon diatasnya atau paling sedikit 15 cm bila jumlah horizon eluviasi + iluviasi tebalnya lebih 150 cm. Berdasarkan syarat- syarat diatas, maka pada ketiga profil tanah P1, P2 dan P3, kadar liat halus pada horizon illuviasi lebih dari 1,2 kali kadar liat halus horizon eluviasi. Dengan demikian, berdasarkan soil taxonomy, Profil 1. Profil 2, dan Profil 3 memiliki horizon penciri argilik.

Ordo

Pada ketiga profil pewakil (P1, P2 dan P3) memiliki horizon penciri argilik dan kejenuhan basa di kedalaman ≥180 cm dari permukaan yang rendah yaitu dibawah <35%. Atas dasar ini maka tanah pada lahan karst ini merupakan ordo Ultisol.

Sub Ordo

Data iklim rata-rata selama 11 tahun terakhir di wilayah penelitian (Tabel Lampiran 2) menunjukkan terdapat 10 bulan basah, 2 bulan lembab dan 0 bulan kering. Dengan itu, menurut kriteria rejim kelembaban tanah pada soil taxonomy, maka wilayah tersebut dikelaskan pada rejim kelembaban udik. Berdasarkan rejim kelembaban tersebut, maka ketiga profil di lahan karst ini dapat dikategorikan pada sub ordo Udults.

Great Group

Ketiga profil yang merupakan sub ordo Udults, tidak memenuhi syarat dalam great group Plinthudults, Fragiudults, Kandiudults, Kanhapludults,

(50)

Paleudults, Rhodudults. Oleh karena itu, tanah pada ketiga profil merupakan great group Hapludults.

Sub Group

Pada great group hapludults, P1, P2 dan P3 tidak memenuhi syarat untuk sub group Lithic-Reuptic-Entic Hapludults, Lithic Hapludults, Vertic Hapludults, Fragiaquic Hapludults, Aquic Arenic Hapludults, Aquic Hapludults, Fragic Hapludults, Oxyaquic Hapludults, Lamellic Hapludults, Psammentic Hapludults, Arenic Hapludults, Grossarenic Hapludults, Inceptic Hapludults dan Humic Hapludults. Maka dari itu P1 dan P2 dan P3 masuk dalam Sub Group Typic Hapludults.

Karakteristik Tanah pada Landform Karst Kendit Liang, Gunung Sitember, Kabupaten Dairi

Sebagai kawasan berbahan induk batuan karbonat, pembentukan lahan karst serta sifat dan karakteristik tanah sangat dipengaruhi oleh pelarutan batuan karbonat serta distribusi basa-basa hasil pelarutan yang dimana semua proses ini dikontrol oleh keberadaan air. Keberadaan air ini sendiri sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan bentuk topografi pada landform karst. Walau perlu dikaji lebih dalam tentang pelarutan batuan karbonat pada daerah penelitian, namun kemungkinan besar sama halnya dengan kawasan karst lainnya, pembentukan lahan karst ini juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan air. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada deskripsi wilayah, kawasan ini memiliki iklim basah dengan memiliki 10 bulan basah dan 0 bulan kering. Rata-rata curah hujan bulanan dalam kurun waktu 11 tahun terakhir pada wilayah ini berkisar antara 88 mm – 330 mm. Sementara itu, wilayah ini memiliki topografi yang kasar

(51)

karena merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan lereng yang curam. Hal- hal inilah yang sangat mempengaruhi karakteristik tanah pada kawasan karst ini.

Banyaknya jumlah air dapat mempercepat laju pelarutan batuan karbonat.

Oleh sebab itu, pada kawasan penelitian, baik pada lereng atas, tengah dan bawah, nilai basa-basa tukar sangat rendah bahkan Ca dan Mg yang merupakan produk dari proses pelarutan batuan karbonat. Hal ini disebabkan oleh kombinasi curah hujan yang tinggi dengan topografi perbukitan dengan kemiringan lereng yang curam. Kemiringan lereng yang curam dapat mempercepat pergerakan air.

Semakin cepatnya pergerakan air, maka pencucian akan semakin tinggi yang mengakibatkan pemiskinan basa-basa. Menurut Mulyanto dan Surono (2009) Aliran air yang cepat mempunyai kemampuan pencucian lebih kuat dibandingkan yang lemah. Hal tersebut akan berdampak pada pemiskinan ion-ion yang mempunyai indeks keterlarutan tinggi seperti Na, Ca, Mg, dan K. Hardjowigeno (1993) juga mengatakan bahwa didaerah dengan curah hujan tinggi (humid) tanah masam dapat terbentuk dari tanah kapur yang permeabilitasnya tinggi. Semakin permeabel, tanah menjadi cepat masam, pelapukan menjadi cepat, dan bahan koloid makin mudah dipindahkan. Morfologi bawah (endokarst) yang berpori juga mempengaruhi pergerakan air tanah secara vertikal menyebabkan masuknya air jauh kebawah permukaan tanah menuju gua bawah tanah dan membawa serta basa-basa hasil pelarutan. Selain itu, penggunaan lahan sebagai lahan pertanian yang membudidayakan tanaman semusim salah satunya jagung dapat menyebabkan pengangkutan basa-basa yang intensif oleh tanaman yang menyebabkan penurunan ketersediaannya dalam tanah.

(52)

Dalam mekanisme pembentukan agregasi tanah, basa-basa memiliki peranan dalam pengikatan secara kimia butir-butir liat (Utomo et al. 2016).

Hilangnya basa-basa dari tanah di daerah penelitian yang dimana berasal dari batuan karbonat menyebabkan meningkatnya mobilitas liat. Menurut Levine et al. (1989), dalam proses transformasi liat, bila tanah yang berkembang dari

batukapur, karbonat harus dihilangkan terlebih dahulu untuk mobilitas liat.

Didukung oleh tingginya curah hujan yang meningkatkan permeabilitas air dan membawa serta fraksi tanah dari permukaan ke lapisan tanah yang lebih dalam.

Ukuran liat halus sangat kecil yaitu ≤ 1 µm. karena itulah fraksi tanah yang tecuci bisanya adalah liat halus dan bahan organik karena ukurannya yang sangat halus.

Oleh sebab ini, ditemukan kandungan liat halus yang sangat tinggi pada horizon iluviasi yang membentuk horizon argilik.

Pada umumnya disebagian besar kawasan karst memiliki karakteristik dengan KB yang tinggi dan jenis tanah yang didapati adalah Alfisol, Inceptisol, Vertisol dan Molisol. Sangat berbeda dengan kawasan di daerah penelitian yang memiliki KB sangat rendah dan tanah yang didapati adalah tanah Ultisol. Selain jenis dan ketebalan batuan, perbedaan antara kawasan karst ini dengan karst pada umumnya adalah iklim dan topografi. Salah satu kawasan karst yang banyak dikaji adalah kawasan karst Gunung Sewu. Kawasan ini terletak pada dataran rendah yaitu 0 - 512,5 m dpl dengan iklim sejuk dan sangat kering (Haryono et al.

2017). Tanah yang didapati pada kawasan ini, pada puncak dan punggung perbukitan adalah Molisol dan pada pelembahan didapati ordo inceptisol (Sitinjak et al., 2019), pada tanah hitam didapati ordo tanah Vertisol dan pada tanah merah ditemukan ordo tanah Alfisol (Mulyanto et al. 2011). Kawasan karst lain yang

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2. Peta lokasi pengamatan tanah pada Land Unit and Soil Map of the Sidikalang Sheet, Sumatera No
Gambar 3. Peta kecamatan Gunung Sitember Lokasi penelitian
Gambar 4. Peta Lokasi Pengamatan Profil Pewakil
+7

Referensi

Dokumen terkait