Tokok Adiarto, Siti Wafiroh, Ahmadi Jaya Permana
Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRAK
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan edible film dari komposit pati singkong-kitosan dengan pemlastis gliserol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi kitosan dan pemlastis gliserol terhadap sifat mekanik dan sifat kimia edible film. Edible
film dibuat dengan variasi komposisi konsentrasi kitosan 1%, 2%, 3%, dan 4%, serta konsentrasi
pemlastis gliserol 2%, 3%, 4%, 5%, dan 6%. Karakterisasi edible film meliputi ketebalan, permeabilitas, dan ketahanan terhadap air, uji tarik (stress, strain, dan Modulus Young), uji biodegradasi, uji swelling, dan analisis morfologi menggunakan SEM (Scanning Electron
Microscopy). Edible film dengan karakteristik optimum diperoleh pada komposisi pati singkong 6%,
kitosan 4%, dan gliserol 4% dengan karakterisasi ketebalan edible film rata-rata 0,028 mm, %
swelling 9,83 %, stress 0,2327 kN/mm2, strain 0,0541, dan Modulus Young sebesar 4,30595
kN/mm2,dan positif terhadap uji biodegradasi. Karakteristik edible film dibandingkan dengan plastik
pembungkus yang mempunyai nilai ketebalan rata-rata 0,04 mm, stress 0,5219 kN/mm2, strain
0,1635, dan Modulus Young 3,1919 kN/mm2.
Kata kunci : Pati Singkong, kitosan, gliserol, edible film PENDAHULUAN
Penelitian mengenai
pemanfaatan bahan-bahan yang
tersedia di alam dalam pembuatan
edible film terus berkembang dengan
pesat. Bahan-bahan alami yang
banyak dikembangkan menjadi
kemasan ramah lingkungan antara lain pemanfaatan pati, selulosa, kitin, dan sebagainya. Pemanfaatan pati sebagai bahan pembuatan edible film
telah banyak diteliti, dan
dikembangkan oleh para peneliti
yang dikarenakan kemudahan
pembuatan atau isolasi pati, dan juga
kandungannya yang sangat besar pada tanaman.
Pada penelitian ini, edible film dari pati singkong tersebut akan ditambahkan dengan kitosan yang bertujuan untuk meningkatkan sifat
mekanik dari edible film, dan
penambahan gliserol edible film agar lebih plastis. Edible film yang dibuat dari komposit pati-kitosan dengan pemlastis gliserol diharapkan dapat memiliki karakteristik yang sesuai
dengan standar kemasan yaitu
memiliki sifat mekanik yang tinggi, bersifat lentur, memiliki ketahanan
dalam air, tidak berpori, dan mudah terdegradasi.
Pada penelitian ini, akan
dilakukan pembuatan edible film dengan bahan dari alam yang ketersediaannya melimpah yaitu pati singkong, dan limbah kulit udang. Karakterisasi edible film meliputi uji sifat mekanik, uji spektrofotometri
infra merah (IR), uji morfologi
kemasan dengan SEM, uji ketahanan
terhadap air, serta uji
biodegradasinya dengan bakteri
pengurai sampah yang terdapat
dalam teknologi effective
microorganism 4 (EM4). Edible film dikatakan layak apabila memenuhi standar yaitu, memiliki sifat mekanik yang tinggi, tidak larut dalam air, bersifat elastis atau mudah dibentuk dan juga memiliki sifat biodegradable.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi bahan
pembuat edible film yang
menghasilkan karakteristik optimum dan dibandingkan dengan kemasan plastik komersil.
METODE PENELITIAN
1. Bahan dan Alat Penelitian 1.1 Bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
singkong (Manihot utilisima) yang dijual di pasar tradisional, limbah kulit udang yang diperoleh dari PT Mina Laut Gresik. Adapun reagen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : NaOH, HCl, asam asetat, bahan uji biodegradasi EM 4 dan akuades.
1.2 Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah alat-alat
mikrometer sekrup, stopwatch,
turbidimeter, pengaduk magnetik,
cawan petri, bak koagulasi, batang silinder ”stainless steel”, SEM dengan spesifikasi mesin Jeol JSM 6360-LA,
alat Autograph tipe AG-10TE
Shimadzu, sel filtrasi dead end. 2. Prosedur Penelitian 2.1 Pembuatan pati singkong
Singkong dikupas kulitnya, lalu dicuci sampai bersih. Setelah itu, singkong diparut, dan hasil parutan
tersebut ditambahkan air bersih
sambil diremas-remas, lalu disaring. Hasil saringan tersebut didiamkan hingga pati mengendap sempurna. Endapan pati dipisahkan, kemudian dikeringkan. Pati yang telah kering kemudian digiling dan disaring hingga halus. Pati yang berhasil diperoleh dilakukan uji kualitatif dengan larutan
memastikan yang terbentuk benar-benar pati.
2.2 Penyiapan serbuk kulit udang
Kulit udang dicuci sampai bersih
dari kotoran yang menempel,
kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari. Setelah kering partikel sampel kulit udang ditumbuk sampai halus, diayak, dan digiling kembali dengan mesin giling.
2.3 Tahap ekstraksi kitin dari kulit udang
Ekstraksi kitin dari kulit udang dilakukan melalui 2 tahap :
Tahap 1 : Pemisahan protein yang
terdapat pada kulit udang
(deproteinasi) dengan cara kulit
udang dipanaskan,dan diaduk
selama 2 jam pada suhu 65 oC dalam
larutan NaOH 3,5 % (b/v) dengan perbandingan 1 : 10. Setelah itu campuran disaring, dikeringkan, dan dinetralkan dengan akuades. Hasil dari tahap ini disebut crude kitin. Tahap 2 : Pemisahan mineral dari kulit udang (demineralisasi) dengan cara crude kitin diaduk dalam larutan HCl 2 N selama 30 menit dengan perbandingan 1 :15. Setelah itu campuran disaring, dikeringkan, dan dinetralkan dengan akuades.
2.4 Tahap transformasi kitin menjadi kitosan (deasetilasi)
Proses ini dilakukan dengan cara kitin dipanaskan, dan diaduk
selama 2 jam pada suhu 95oC dalam
larutan NaOH 50% dengan
perbandingan 1:10. Setelah itu
campuran disaring, dikeringkan, dan dinetralkan dengan akuades. Pada tahap ini akan diperoleh kitosan.
2.5 Karakterisasi kitin dan kitosan
Kemurnian kitin dan kitosan yang diperoleh dapat dilihat dari hasil uji kelarutan dan uji spektroskopi IR. Uji kelarutan dapat dilakukan dengan melarutkan serbuk yang diperoleh ke dalam larutan asam asetat encer. Apabila hasil yang dipeoleh tidak larut maka serbuk tersebut kitin dan sebaliknya bila serbuk tersebut larut maka serbuk tersebut adalah kitosan. Uji spektroskopi IR untuk melihat
derajat deasetilasi. DD dapat
ditentukan melalui metode base line.
2.6 Penentuan berat molekul rata – rata kitosan
Kitosan dilarutkan dalam asam asetat 1 %(w/v). Kemudian diukur waktu alir dengan alat viskometer pada beberapa variasi konsentrasi. Berat molekul rata-rata kitosan dapat
dihitung dengan menggunakan
persamaan Mark Houwik-Sakurada.
.Pati singkong dipanaskan pada suhu gelatinisasi pati yaitu 70
0C disertai dengan pengadukan
hingga terbentuk larutan yang kental
dan berwarna putih. Kitosan
dilarutkan dalam larutan asam asetat 2 % sampai larut. Pati dan kitosan
kemudian dicampur dan diaduk
sampai homogen, kemudian
didiamkan sehari. Edible film dibuat dengan menuangkan campuran ke dalam cawan petri, lalu dimasukkan
ke dalam oven dengan suhu 50 0C
hingga kering.
Pembuatan campuran pada
variasi pemlastis gliserol sama
dengan variasi kitosan yaitu
dicampurkan bersamaan dengan pati dan kitosan kemudian diaduk hingga homogen, dan langkah selanjutnya sama. Edible film diperoleh ketika
campuran yang telah kering
dimasukkan dalam bak koagulan yang berisi larutan NaOH 4 %, kemudian dinetralkan pHnya dengan aquades. Edible film yang telah netral dikeringkan pada suhu kamar.
2.8 Karakterisasi Edible Film 2.8.1 Pengukuran tebal edible film
Edible film yang telah
terbentuk diukur ketebalannya
dengan menggunakan alat
mikrometer sekrup. Ketebalan edible
film diukur pada lima titik, yaitu :
bagian ujung kiri-kanan, bagian kanan- kiri yang lain, tengah, dan bagian tengah atas-bawah kemudian dihitung ketebalan rata-ratanya.
2.8.2 Uji sifat mekanik edible film dan plastik
Sifat mekanik membran
dilakukan dengan uji tarik
mengunakan alat autograph. Dari data uji tarik dapat diperoleh nilai
stress, strain, dan Modulus Young. 2.8.3 Uji ketahanan terhadap air
Sampel edible film dipotong dengan ukuran tertentu, kemudian dikontakkan dengan air. Adapun
pengamatannya dilakukan secara
visual.
2.8.4 Uji permeabilitas terhadap air
Edible film yang akan diuji
dengan alat sel filtrasi dead end.
Umpan yang berupa akuades
sebanyak 50 ml dimasukkan dalam sel, kemudian ditutup rapat dan mengalirkan tekanan udara.
2.8.5 Uji penggembungan (swelling) edible film
Edible film dipotong dengan
ukuran 4 x 4 cm dan diukur berat
mula-mula, kemudian direndam
film yang telah direndam diukur lagi
beratnya.
2.8.6 Penentuan morfologi edible
film
Penentuan morfologi membran
dilakukan dengan menggunakan
Scanning Electron Microscopy
(SEM). Bagian membran yang
dianalisa yaitu bagian penampang lintang dan permukaan.
2.8.7 Uji biodegradable edible film
Uji biodegradable dari edible film
dilakukan dengan menggunakan
teknologi EM 4 (Effective
Microorganism).
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pembuatan Pati Singkong
Hasil pati singkong yang
diperoleh sebanyak 613, 29 gram dari
5000 gram singkong, dan
menunjukkan uji positif perubahan
warna dari putih menjadi biru
kehitaman terhadap reagen I2 dalam
KI.
2. Hasil deproteinasi limbah kulit udang
Pengurangan berat yang
terjadi pada tahap ini adalah sebesar 50,56 % dari berat awal 300 gram
menjadi 148,32 gram. Pada
deproteinasi ini terjadi perubahan
warna kulit udang dari coklat
kemerahan menjadi kuning
kecoklatan, hal ini dikarenakan pada proses ini selain terjadi pemutusan ikatan kimia antara kitin dan protein, juga disertai pula dengan lepasnya pigmen kulit udang.
3. Hasil demineralisasi crude kitin
Tahap demineralisasi, yaitu
proses penghilangan senyawa
anorganik atau mineral yang
terkandung dalam kulit udang.
Mineral yang terkandung di kulit
udang biasanya berupa CaCO3 dan
Ca3(PO4)2 yang terikat secara fisik
pada kulit udang. Proses ini
menghasilkan gelembung gas CO2
dan terjadi pengurangan berat crude kitin sebesar 37, 5 % dari berat 148,32 gram menjadi 92,7 gram.
4. Hasil Transformasi Kitin menjadi Kitosan
Transformasi kitin menjadi
kitosan dilakukan untuk mengubah gugus asetamida menjadi gugus amina melalui reaksi hidrolisis dalam larutan basa yang meliputi reaksi
adisi oleh ion OH-, reaksi eliminasi
dan serah terima proton. Hasil yang diperoleh berupa serbuk berwarna lebih putih dari kitin, dan terjadi pengurangan berat dari 92,7 gram menjadi 73,11 gram.
5. Hasil uji kelarutan terhadap asam asetat encer
Dalam asam asetat encer kitosan hasil deasetilasi akan larut, sedangkan kitin tidak dapat larut dalam asam asetat encer.
6. Hasil uji spektroskopi IR
Pada uji ini dilakukan analisa gugus fungsi sekaligus menentukan derajat deasetilasi dari kitin dan kitosan dilakukan dengan alat IR Spektroskopi.
Gambar 1 Spektrum IR kitin
Dari spektrum IR kitin tersebut terlihat pita tajam yang khas gugus karbonil amida yang pada gambar
terlihat pada puncak 1659,8 cm-1 .
Gambar 2 Spektrum IR kitosan
Berdasarkan spektrum di atas tampak telah terjadi transformasi dari kitin ke kitosan bila dilihat dari
hilangnya serapan 1659,8 cm-1 .
Dengan menggunakan rumus
baseline b diperoleh nilai derajat
deasetilasi kitin sebesar 51,84 %, dan derajat deasetilasi untuk kitosan yaitu sebesar 83,19 %.
7. Hasil penentuan berat molekul rata – rata kitosan
Berat molekul rata-rata kitosan diukur dengan mengukur viskositas dari kitosan. y = 13,084x + 2,6538 R2 = 0,9659 0 1 2 3 4 5 0 0,05 0,1 0,15 konsentrasi η sp / C
Gambar 3 Grafik hubungan antara viskositas reduksi terhadap konsentrasi
Dari nilai intercept grafik di atas dapat dihitung nilai berat molekul rata-rata kitosan yaitu 142529, 18 dalton.
8 Hasil Pembuatan Edible Film Komposit Pati Singkong-Kitosan
Pada proses pembuatan
edible film dilakukan variasi komposisi bahan yang digunakan.
Edible film yang terbentuk kemudian
diukur sifat mekaniknya dengan menggunakan alat Autograph. Hasil pengukuran kemudian diolah untuk mengenai sifat mekanik yang terdiri
% T r a s m i t a n Bilangan gelombang cm -1 % T r a s m i t a n Bilangan gelombang cm-1
dari tegangan (stress), regangan (strain), dan Modulus Young.
0 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0 1 2 3 4 5 konsentrasi te g a n g a n
Gambar 4 Grafik hubungan tegangan terhadap konsentrasi kitosan
Komposisi pati singkong dan kitosan yang memiliki nilai tegangan maksimum yaitu pati singkong 6 %,
dan kitosan 4 % ditambahkan
pemlastis gliserol agar bersifat
plastis. Proses ini menghasilkan
edible film yang bening
9. Hasil Karakterisasi Edible Film 9.1 Hasil pengukuran tebal
edible film
Pengukuran ketebalan edible
film digunakan sebagai indikator
keseragaman dan kontrol kualitas
edible film yaitu yang mempunyai
ketebalan yang tipis tetapi tidak mudah sobek.
Tabel 1 Hasil pengukuran ketebalan edible
film Komposisi Pemlastis gliserol (%w/v) Rata-rata ketebalan tiap variasi (mm) Pati (%w/v) Kitosan (%w/v) 6 4 2 0,029 3 0,026 4 0,028 5 0,028 6 0,027
9.2 Hasil penentuan morfologi
edible film
Pada penelitian ini dilakukan analisa morfologi edible film dengan komposisi optimum yang memiliki sifat mekanik tertinggi.
Gambar 5 Hasil SEM dari permukaan atas dan penampang melintang edible film
Pada gambar terlihat bahwa
edible film yang telah dibuat tidak
memiliki pori Pada hasil analisa SEM untuk penampang melintang, terlihat bahwa edible film yang telah dibuat sangat rapat dan tidak berongga yang menunjukkan bahwa terdapat interaksi kimia yang baik antara pati
singkong, kitosan, dan gliserol
sebagai pemlastis.
9.3 Hasil uji sifat mekanik edible
film
Uji sifat mekanik edible film dilakukan dengan cara uji tarik dengan alat Autograph. Sifat mekanik
edible film merupakan faktor penting
untuk mengetahui kelayakan, dan kualitas edible film yang telah dibuat untuk digunakan sebagai kemasan.
Tabel 2 Data stress, strain, dan modulus
Berdasarkan tabel diatas
dapat diketahui komposisi yang
memiliki nilai nilai stress tertinggi pada komposisi pati 6 %, kitosan 4 %, dan pemlastis 4 % yaitu sebesar
0,2327 kN/mm2.
9.4 Hasil uji swelling
Uji swelling dilakukan untuk mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer pada edible film. Uji swelling dilakukan dengan cara merendam
edible film yang telah dipotong
berukuran 4 x 4 cm dalam air selama 3 jam, kemudian dibiarkan pada suhu ruang hingga permukaannya tidak basah.
Tabel 4 Hasil uji swelling edible film
Komposisi Pemlastis gliserol (%w/v) Rata-rata ketebalan tiap variasi (mm) Pati (%w/v) Kitosan (%w/v) 6 4 2 0,029 3 0,026 4 0,028 5 0,028 6 0,027
9.5 Hasil uji permeabilitas dan ketahanan terhadap air
Uji ini dilakukan dengan
menggunakan alat sel filtrasi dead
end dengan tekanan 2 atm. Edible film yang telah dibuat ternyata
masih melewatkan air setelah 15 menit. Penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan hasil edible film yang dibuat memiliki ketahanan hingga 1,5 atm dan pada tekanan yang lebih tinggi edible film air sudah mulai terlihat merembes dari sel filtrasi
dead end. Berdasarkan perbandingan
tersebut penelitian ini memiliki
ketahanan yang lebih besar bila
dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya.
9.6 Hasil uji biodegradable
Pada gambar berikut terlihat bahwa plastik sudah rapuh dan terpotong-potong, dan cairan EM 4 mengalami perubahan warna dari jingga menjadi cokelat kehitaman yang berarti sudah mengalami proses biodegradasi walaupun dalam waktu singkat.
Gambar 4.9 Foto hasil uji biodegradasi pada hari 1 (a), hari 2 (b) hari 3 (c)
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Komposisi Pemlastis gliserol (%w/v) Stress (kN/mm2) Strain Modulus Young (kN/mm2) Pati (%w/v) Kitosan (%w/v) 6 4 2 0,0259 0,1688 0,1535 3 0,0432 0,1064 0,4059 4 0,2327 0,0541 4,30595 5 0,1027 0,0282 3,6681 6 0,023 0,0195 1,17195 a b c b
1. Edible film dari komposit pati
singkong-kitosan dengan
pemlastis gliserol pada komposisi optimum yaitu pati singkong 6 % (w/v), kitosan 4 % (w/v), dan pemlastis gliserol 4 % (w/v)
dengan hasil karakterisasi
ketebalan rata-rata 0,028 mm,
tegangan 0,2327 kN/mm2,
regangan 0,0541, modulus young
4,30595 kN/mm2, % swelling
9,83 %, memiliki nilai sifat
mekanik yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kemasan komersil yang memiliki ketebalan rata-rata 0,04 mm, tegangan
0,5219 kN/mm2, regangan 0,1635,
modulus young 3,1919 kN/mm2.
Keunggulan edible film
dibandingkan dengan kemasan
komersil yaitu bersifat
biodegradable, sifat bahan kitosan
yang anti bakteri, dan renewable.
DAFTAR PUSTAKA
Bangyekan, C, 2005, Preparation and
Properties Evaluation of Chitosan-Coated Cassava Starch Films,
Carbohydrate Polymers 63 (2006) 61–71
Baxter, et. al., 1992, Improved Method for IR Determination of The Degree of N-acetylation of Chitosan. Intl J Biol Macromol., 14 : 166-169
Billmeyer, Jr. 1994. Textbook of Polymer
Science, 3rd edition, John Wiley and
Sons., New York, 160-164
Khan, T.A, 2002, Reporting Degree of
Deacetylation Values of Chitosan : The Influence of Analytical Methods, J Pharm
Pharmaceut Science 5(3):205-2
Lando, J.B., and Maron, S.H., 1974.,
Fundamental of Physical Chemistry.,
Macmillan Publishing Co., Inc., New York.
Mahmoud, N.S, 2007, Unconventional Approach for Demineralization of Deproteinized Crustacean Shells for Chitin Production, American Journal of
Biochemistry and Biotechnology 3 (1) :1-9, ISSN 1553-3468
Schnabel, W., 1981, Polymer Degradation
Principle and Practical Applications,