• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN

(Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah)

Oleh:

SITI NURUL QORIAH A14204066

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(2)

RINGKASAN

SITI NURUL QORIAH. ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah). (Di bawah bimbingan TITIK SUMARTI).

Ketahanan pangan merupakan isu penting bagi Negara Indonesia dewasa ini. Hal ini dapat terlihat dari kasus gizi buruk yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah pada tahun 2007 serta angka balita yang mengalami gizi buruk mencapai 4,1 juta jiwa. Untuk mengatasi hal tersebut, langkah yang dilakukan pemerintah yaitu Departemen Pertanian adalah dengan melaksanakan Program Desa Mandiri Pangan mulai Tahun 2006 di daerah yang dinyatakan sebagai daerah rawan pangan. Melalui Program tersebut, diharapkan masyarakat desa memiliki kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya.

Dalam implementasinya, setiap kebijakan yang dilakukan oleh setiap instansi seyogyanya juga harus memperhatikan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Hal ini diperkuat dengan ditetapkannya INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan Nasional.

Pemerintah mengatur penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender mulai dari instansi atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah. Oleh karena itu, menarik bagi penulis untuk melihat seberapa jauh Program Mandiri Pangan telah responsif gender.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan di tingkat rumah tangga penerima dan bukan penerima Program Desa Mandiri Pangan. Menganalisis akses dan kontrol

(3)

laki-laki dan perempuan terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program di tingkat kelompok dan rumah tangga. Serta menganalisis kebutuhan praktis dan strategis gender antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga telah diperhatikan dalam pelaksanaan program.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Subyek penelitian ini adalah responden dan informan. Responden terdiri dari rumah tangga anggota kelompok afinitas tenun, kelompok afinitas ternak kambing dan anggota kelompok aneka usaha. Serta rumah tangga bukan penerima program dengan jenis usaha tenun, ternak kambing dan jahit (aneka usaha).

Jumlah subjek penelitian ini adalah 17 orang. Data yang telah terkumpul, direduksi menurut kategorisasi sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Data kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif atau pun matriks.

Penelitian menunjukkan bahwa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok masih didominasi oleh pengurus. Di tingkat rumah tangga penerima dan bukan penerima program pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Masih terdapat ketidakadilan gender berupa beban kerja ganda yang dialami oleh perempuan. Hal ini karena selain bertanggung jawab atas pekerjaan reproduktif, perempuan juga melakukan pekerjaan produktif.

Dalam enam kasus rumah tangga yang ada, kecenderungan pembagian kerja yang lebih merata dialami oleh rumah tangga dengan siklus demografi yang menengah. Artinya rumah tangga tersebut bukan rumah tangga muda atau terkategori tua. Rumah tangga tersebut dapat dijadikan sebagai raw model atau reference.

(4)

Akses seseorang terhadap Program Desa Mandiri Pangan ditentukan oleh hubungan kedekatan dengan aparat desa. Dalam pemilihan anggota kelompok afinitas pada jenis usaha ternak kambing terdapat ketidakadilan gender pada perempuan. Bentuk ketidakadilan ini berupa stereotipe dan subordinasi, sehingga perempuan tidak dapat akses. Padahal dalam kenyataannya terdapat perempuan yang terlibat dalam kegiatan tersebut.

Secara umum, Dalam kelompok, akses terhadap sumber daya yang ada yaitu dana bantuan, pelatihan-pelatihan dan manfaat berupa jasa dan berkelompok, semua anggota memiliki kesempatan yang sama. Akan tetapi dalam hal kontrol, terhadap sumber daya dan manfaat tersebut untuk kelompok tenun dan ternak kambing masih didominasi oleh pengurus kelompok. Kelompok aneka usaha memiliki kontrol yang sama, hal ini karena setiap pengambilan keputusan didasarkan atas musyawarah antar kelompok. Di tingkat rumah tangga akses dan kontrol tehadap sumber daya dan manfaat dimiliki oleh anggota keluarga yang menjadi peserta program.

Program Desa Mandiri Pangan telah memenuhi kebutuhan praktis baik laki-laki maupun perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga. Pemenuhan kebutuhan praktis terlihat dalam peningkatan pendapatan dana dalam kelompok yang diterima dari jasa pinjaman. Selain itu, di tingkat rumah tangga dana pinjaman telah mampu meningkatkan pendapatan dan membantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan strategis, belum terpenuhi oleh Program Desa Mandiri Pangan. Berdasarkan hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka Program Desa Mandiri Pangan cenderung belum responsif gender.

(5)

ANALISIS GENDER DALAM

PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN

(Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah)

Oleh

SITI NURUL QORIAH A14204066

SKRIPSI

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

(6)

DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh:

Nama : Siti Nurul Qoriah

NRP : A14204066

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Analisis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten,

Provinsi Jawa Tengah)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti MC, M.S.

NIP. 131 569 245

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 131 124 019

Tanggal lulus ujian : __________________

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS GENDER DALAM PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah)” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SKRIPSI INI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Agustus 2008

Siti Nurul Qoriah A14204066

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta, tanggal 13 April 1986, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan (alm.) H. Achmad Dasuki dan Siti Kamsiati, SPd.

Penulis memulai pendidikan formal tahun 1990 di Taman Kanak-kanak Aisyiyah 27 Jakarta. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Pisangan Baru 16 Pagi Tahun 1992-1998.

Pada tahun 1998-2001 penulis meneruskan pendidikan formal tingkat menengah di SLTP N 97 Jakarta. Penulis aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler sebagai pengurus Paskibra, anggota PMR, Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), dan Majelis Perwakilan Kelas. Setelah lulus, tahun 2001- 2004 penulis melanjutkan pendidikan tingkat atas di SMU N 31 Jakarta. Semasa SMU, penulis aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler vokal group, angklung, pengurus OSIS dan kerohanian Islam SMA 31 Jakarta.

Pada tahun 2004 penulis diterima di Fakultas Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi, Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB. Semasa kuliah penulis pernah menjabat sebagai staf Biro Sosial dalam Himpunan Profesi Mahasiswa Pecinta Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) IPB Tahun 2004. Selain itu penulis pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Dasar-dasar Komunikasi tahun 2007. Serta menjadi staf pengajar bimbingan belajar BTA SMU 31 Jakarta tahun 2007.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, petunjuk, dan hidayah-Nya dalam mengerjakan skripsi yang berjudul

”Analisis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan (Studi Kasus: Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah)”

sehingga dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis mencoba untuk mengetahui pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat rumah tangga penerima dan bukan penerima Program Desa Mandiri Pangan, akses dan kontrol antara laki-laki, serta pemenuhan praktis dan strategis dalam pelaksanaan program. Dengan demikian, dapat diketahui seberapa jauh Program Mandiri Pangan telah responsif gender.

Skripsi ini merupakan bagian dari Penelitian Model Pemberdayaan Petani dalam Mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera suatu Kajian Kebijakan dan Sosial Ekonomi tentang Ketahanan Pangan pada Komunitas Desa Rawan Pangan di Jawa. Kegiatan penelitian ini terselenggara atas Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T).

Penulis berharap semoga materi yang disampaikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan masukan bagi penelitian selanjutnya dengan minat yang sama serta dapat menjadi masukan bagi pembuat kebijakan.

Bogor, Agustus 2008

Penulis

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang tiada henti memberikan rahmat, nikmat dan petunjuknya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya kecil ini. Tak lupa, salam dan shalawat penulis sampaikan kepada pemimpin umat, Nabi Muhammad SAW.

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Titik Sumarti MC, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah dengan tulus dan sabar memberikan arahan, bimbingan, perhatian, masukan, motivasi, dan nasehat serta meluangkan waktunya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Dr. Nurmala K. Pandjaitan MS, DEA selaku dosen penguji utama.

3. Ir. Murdianto, MSi selaku dosen komisi pendidikan.

4. Tim Peneliti Model Pemberdayaan Petani dalam Mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera, atas masukan dan kepercayaannya selama ini.

5. Prof. Dr. Ir. Sumardjo MS, selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan penulis dalam melaksanakan pendidikan di IPB.

6. Mama tercinta, terima kasih atas kasih sayang, kepercayaan dan doa yang telah diberikan selama ini. Yanti, Fajar dan Teguh, terima kasih atas dukungannya. Alm. Papa tersayang, yang tak kan terlupakan. Karya kecil ini adalah salah satu bukti janji ku yang ku persembahkan untuk mu.

7. Keluarga besar M. Sumarto dan H. Achmad atas doa dan dukungannya.

Trima kasih telah menjaga ku.

8. Masyarakat Desa Jambakan, Ibu Ini, Pak Ono, Ibu Yuni, Ibu Yeni, Pakde Purwanto, Pak Mudin dan keluarga, Pak Bagyo, Ibu Dwi, Mbah Ratno, Mba Rosa, Pak Bambang, Ibu Tarwini, Ibu Ningsih, Ibu Lusiyem, Pakde Cil dan Mba Ima beserta keluarga, serta aparat desa yang telah memberikan informasi dan bantuan selama penulis melakukan penelitian.

(11)

9. Mba Itoh, Mas Siwi dan Mas Rais terima kasih atas masukan, perhatian dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Untuk Mba Hana dan Mba Rahma, trima kasih telah banyak menguatkan hatiku.

10. Teman-teman KPM 41, khususnya Gita, Nau, Depu, Dinceu, Uma, Ani, dan Ucay terima kasih untuk persahabatan yang telah terjalin selama ini.

Serta Yudi dan Nita, teman sebimbingan.

11. Ita, Shanti, Fandi, Graha dan teman-teman di WBB terima kasih atas dukungan dan kisah kasih selama ini.

12. Seluruh staf dan pegawai di KPM.

13. Serta semua pihak yang telah memberikan sumbangsih sekecil apapun dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Ketahanan Pangan ... 7

2.2 Implementasi dan Gambaran Umum Program Desa Mandiri Pangan ... 9

2.3 Konsep Gender dan Pengarusutamaan Gender ... 11

2.4 Pendekatan Perempuan dalam Pembangunan: Dari WID ke GAD ... 15

2.5 Ketidakadilan Gender dan Analisis Gender ... 17

2.6 Kerangka Pemikiran ... 23

2.7 Hipotesa Pengarah ... 25

2.8 Definisi Konseptual ... 25

BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian ... 28

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3 Teknik Penentuan Subjek Penelitian. ... 29

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 30

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis ... 32

4.2 Karakteristik Demografi ... 33

4.3 Alokasi dan Aktivitas Nafkah ... 34

4.4 Sarana dan Prasarana ... 38

4.5 Kelembagaan Desa ... 40

4.6 Peran Gender dalam Masyarakat ... 43

4.7 Ikhtisar ... 44

BAB V PENYELENGGARAAN PROGRAM DESA MANDIRI PANGAN 5.1 Perencanaan Program ... 47

5.2 Pelaksanaan Program ... 52

5.3 Monitoring dan Evaluasi Program. ... 57

(13)

5.4 Ikhtisar ... 59 BAB VI ANALISIS GENDER TERHADAP PROGRAM DESA MANDIRI

PANGAN

6.1 Pembagian Kerja Antara Laki – Laki dan Perempuan di

Tingkat Kelompok Afinitas ... 62 6.2 Pembagian Kerja Antara Laki – Laki dan Perempuan di

Tingkat Rumah Tangga Penerima dan Bukan Penerima

Program ... 63 6.2.1 Pembagian Kerja Antara Laki – Laki dan Perempuan Pada Kasus Rumah Tangga Usaha Tenun ... 63 6.2.2 Pembagian Kerja Antara Laki – Laki dan Perempuan Pada Kasus Rumah Tangga Usaha Ternak Kambing ... 66

6.2.3 Pembagian Kerja Antara Laki – Laki dan Perempuan Pada Kasus Rumah Tangga Aneka Usaha ... 70

6.3 Akses dan Kontrol Peserta dalam Pelaksaaan Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan

Rumah Tangga ... 74 6.4 Pemenuhan Kebutuhan Praktis dan Strategis Gender dalam Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga . ... 83 6.4.1 Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki dan

Perempuan dalam Program Mandiri Pangan di

Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga ... 83 6.4.2 Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki dan

Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan di

Tingkat Kelompok dan Rumah Tangga ... 86 6.5 Ikhtisar ... 88 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ... 92 7.2 Saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA ... 95 LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Judul

1. Pembagian Kerja dalam Kegiatan Pertanian Masyarakat Desa Jambakan, Tahun 2008 ... 36 2. Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Anggota

Kelompok Usaha Tenun ,Desa Jambakan, Tahun 2008 ... 64 3. Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Bukan

Penerima Program Dengan Jenis Usaha Tenun, Desa Jambakan, Tahun 2008 ... 65 4. Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Anggota

Kelompok Usaha Ternak Kambing, Desa Jambakan, Tahun 2008 68 5. Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Bukan

Penerima Program Dengan Jenis Usaha Ternak Kambing,

Desa Jambakan, Tahun 2008 ... 69 6. Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Anggota

Kelompok Aneka Usaha, Desa Jambakan, Tahun 2008 ... 71 7. Deskripsi Pembagian Kerja Pada Kasus Rumah Tangga Bukan

Penerima Program Dengan Jenis Usaha Jahit, Desa Jambakan, Tahun 2008 ... 72 8. Profil Akses dan Kontrol Peserta Program Desa Mandiri Pangan

terhadap Sumber Daya dalam Kelompok, Desa Jambakan,

Tahun 2008 ... 78 9. Profil Akses dan Kontrol Anggota Kelompok Program Desa

Mandiri Pangan terhadap Manfaat dalam Kelompok, Desa

Jambakan, Tahun 2008 ... 79 10. Profil Akses dan Kontrol Anggota Kelompok Program Desa

Mandiri Pangan terhadap Sumber Daya dalam Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun 2008 ... 81 11. Profil Akses dan Kontrol Anggota Kelompok Program Desa

Mandiri Pangan terhadap Manfaat dalam Rumah Tangga,

Desa Jambakan, Tahun 2008 ... 82 12. Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki dan Perempuan dalam

Program Desa Mandiri Pangan, di Tingkat Kelompok, Desa

Jambakan, Tahun 2008 ... 84 13. Pemenuhan Kebutuhan Praktis Laki-laki dan Perempuan dalam

Program Desa Mandiri Pangan, di Tingkat Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun 2008 ... 86 14. Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan di Tingkat Kelompok, Desa

Jambakan, Tahun 2008 ... 87 15. Pemenuhan Kebutuhan Strategis Laki-laki dan Perempuan dalam Program Desa Mandiri Pangan, di Tingkat Rumah Tangga, Desa Jambakan, Tahun 2008 ... 76

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 24

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta Desa Jambakan ... 98

2. Contoh Catatan Harian ... 99

3. Jadwal Rencana Kegiatan ... 101

4. Tabel Kebutuhan Data ... 102

5. Matriks Kasus Subjek Penelitian ... 103

6. Dokumentasi ... 104

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketahanan pangan merupakan isu yang penting bagi Negara Indonesia dewasa ini. Hal ini dapat terlihat dari kasus gizi buruk yang terjadi di Kabupaten Lombok Tengah pada tahun 2007 yang mengakibatkan 13 balita meninggal dunia1 dan 4,1 juta jiwa balita di Indonesia pada tahun 2007 menderita gizi buruk2. Selain itu, masalah ketahanan pangan juga dapat dilihat dari terjadinya kelangkaan beberapa komoditas pangan di awal tahun 2008. Nainggolan (2007), menyatakan bahwa masalah ketahanan pangan atau kerawanan pangan terjadi bukan semata- mata disebabkan oleh rendahnya tingkat produksi, tetapi juga dilihat dari ketersediaan pangan, kemudahan akses dan tingkat konsumsi masyarakat.

Konsep ketahanan pangan berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, pasal 1 ayat 17 menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Undang-undang ini sejalan dengan definisi ketahanan pangan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun 1992, yakni akses setiap rumah tangga atau individu untuk dapat memperoleh pangan setiap waktu untuk keperluan hidup yang sehat.

Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, mengamanatkan kepada pemerintah bersama masyarakat untuk bertanggungjawab dalam mewujudkan ketahanan pangan. Namun, kenyataannya hingga kini di Indonesia

1 http://suarantb.com/2008/01/30/Sosial/xdetil4.htm

2 http://www.tenaga-kesehatan.or.id

(18)

masih banyak daerah rawan pangan. Peta Kerawanan Pangan Indonesia yang dibuat oleh Badan Ketahanan Pangan dan World Food Programme tahun 2005 menunjukkan bahwa dari 265 kabupaten yang ada di Indonesia terdapat 100 kabupaten yang termasuk rawan pangan3.

Masalah ketahanan pangan, hakikatnya tidak terlepas dari masalah kemiskinan yang terjadi di Negara Indonesia. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2006 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta atau 17,75 persen. Bila dibandingkan dengan penduduk miskin pada Februari 2005 yang berjumlah 35,10 juta atau 15,97 persen, maka jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta4. Ironisnya, sebagian besar atau 63,41 persen dari jumlah penduduk miskin berada di daerah pedesaan yang merupakan penghasil sumber makanan.

Untuk memperbaiki kondisi masyarakat pedesaan, maka dibutuhkan kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas dalam luasan lahan atau melihat ukuran fisik saja, tetapi juga harus memperhatikan permasalahan sosial budaya masyarakat setempat. Sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menangani kemiskinan, maka fokus pembangunan di bidang pertanian saat ini diarahkan pada penanganan masalah ketahanan pangan yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009.

Adapun visi pembangunan pertanian periode 2005-2009 adalah terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani.

3http://www.forumdesa.org/mudik/mudik6/utama1.php

4 Berita Resmi Statistik No. 47/IX/ 1 September 2006 tentang Tingkat Kemiskinan Di Indonesia Tahun 2005-2006.

(19)

Langkah yang dilakukan pemerintah yaitu Departemen Pertanian adalah dengan melaksanakan Program Desa Mandiri Pangan mulai Tahun 2006 di daerah-daerah yang dinyatakan sebagai daerah rawan pangan. Melalui Program Desa Mandiri Pangan, diharapkan masyarakat desa memiliki kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif dan peluang dan pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien dan berkelanjutan.

Dalam implementasinya, setiap kebijakan yang dilakukan oleh setiap instansi seyogyanya juga harus memperhatikan hubungan atau relasi antara laki- laki dan perempuan. Hal ini karena pembangunan nasional ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan. Ini kemudian diperkuat dengan ditetapkannya INPRES Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutaamaan Gender (PUG) Dalam Pembangunan Nasional. Pemerintah mengatur penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender mulai dari instansi atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah.

Pengarusutamaan gender merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan diberbagai bidang pembangunan, termasuk pertanian di dalamnya.

Tujuan Pengarusutamaan Gender adalah terselenggaranya kebijakan dan program pembangunan yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan

(20)

dan keadilan gender dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara5. Namun demikian, sering kali masih saja terjadi bias gender dalam program pembangunan dan sering kali yang menjadi korban adalah perempuan. Hal ini terlihat pada tahun 2007, di bidang pendidikan, kesenjangan gender terlihat dari angka buta huruf bagi perempuan mencapai 9,47 persen yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 5,2 persen6. Kesenjangan gender juga terjadi di bidang ketenagakerjaan. Pada tahun 2007, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja perempuan mencapai 49,52 persen, jauh lebih rendah dari laki- laki yang mencapai 83,68 persen7.

Dalam sektor pertanian perempuan mempunyai peran yang cukup besar dalam menghasilkan pangan. Penurunan tenaga kerja laki-laki sebesar 678 ribu orang di sektor pertanian8, semakin menunjukkan bahwa perempuan harus tetap bekerja untuk menghasilkan pangan. Namun, ironisnya sekitar 35,20 persen tenaga kerja perempuan tersebut merupakan pekerja dengan status tidak dibayar.

Hasil survey yang dilakukan oleh Sumarti dkk (2007) terkait dengan pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan di dua Kabupaten menunjukan bahwa perempuan memiliki peran yang cukup besar. Perempuan tidak hanya melakukan pekerjaan reproduktif saja, tetapi juga melakukan pekerjaan produktif. Dalam implementasinya bila dibandingkan dengan program pembangunan lainnya, Program Desa Mandiri Pangan, telah mampu melibatkan laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan hal tersebut, maka menarik bagi peneliti untuk mengkaji sejauh mana pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan telah responsif gender.

5 http://jdihukum.banten.go.id/dokumen/Inpres no 9 th 2000.pdf

6 http://www.republika.co.id

7 Berita Resmi Statistik No. 28/05/Th. X, 15 Mei 2007 tentang Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2007.

8 loc.cit

(21)

1.2 Perumusan Masalah

Pembangunan Nasional merupakan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia, sehingga keberhasilan suatu program sangat ditentukan oleh partisipasi baik laki-laki maupun perempuan tanpa membedakan satu golongan saja (Achmad dalam Ihromi (1995)). Partisipasi tersebut tidak hanya sebagai pelaksana program pembangunan saja juga sebagai penikmat dari hasil pembangunan tersebut.

Salah satu program pembangunan yang dijalankan pemerintah adalah Desa Mandiri Pangan. Tujuan Program Desa Mandiri Pangan adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi masyarakat melalui pendayagunaan sumber daya, kelembagaan dan budaya lokal di pedesaan. Sebagai suatu program pembangunan, maka Program Desa Mandiri Pangan mensyaratkan partisipasi dari masyarakat, termasuk laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah tentang Pengarusutamaan Gender yang tertuang dalam Inpres No. 9 Tahun 2000. Berdasarkan hal tersebut, maka beberapa permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok afinitas dan rumah tangga penerima dan bukan penerima manfaat Program Desa Mandiri Pangan?

2. Bagaimana akses dan kontrol laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan?

3. Sejauh mana kebutuhan praktis dan strategis gender di tingkat kelompok dan rumah tangga dipertimbangkan dalam Program Desa Mandiri Pangan?

(22)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini antara lain:

1. Menganalisa pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok afinitas dan rumah tangga penerima dan bukan penerima manfaat Program Desa Mandiri Pangan.

2. Menganalisis akses dan kontrol laki-laki dan perempuan di tingkat kelompok dan rumah tangga terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan.

3. Menganalisis kebutuhan praktis dan strategis gender di tingkat kelompok dan rumah tangga telah diperhatikan dalam pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam menerapkan berbagai konsep, teori dan pendekatan gender dalam pembangunan sesuai dengan realita yang terjadi dalam masyarakat. Selain itu, penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak-pihak pembuat kebijakan guna mewujudkan program pemberdayaan masyarakat pedesaan yang responsif gender. Hasil penelitian ini, juga dapat menjadi informasi bagi pembaca dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berminat untuk mengadakan studi lanjutan berkenaan dengan aspek gender dalam pemberdayaan masyarakat.

(23)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Ketahanan Pangan

Pangan merupakan komoditas penting, hal ini karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap manusia (Husodo dan Muchtadi (2004)). Kecukupan pangan menentukan kualitas sumber daya manusia dan ketahanan suatu bangsa. Oleh karena itu, usaha untuk mencapai kecukupan pangan harus dilakukan secara bersungsuh-sungguh. Untuk membentuk manusia yang berkualitas, pangan harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, merata, aman, bermutu, bergizi, beragam dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Perwujudan ketahanan pangan tidak hanya merupakan tanggung jawab pemerintah tetapi semua lapisan masyarakat.

Definisi ketahanan pangan adalah acces for all people at times to enough food for an active and healthy life (Baliwati dkk. (2004)). Tidak jauh berbeda,

Khomsan (2006) mengartikan ketahanan pangan sebagai kemampuan setiap orang dalam mengakses pangan secara cukup untuk mempertahankan kehidupan yang aktif dan sehat. Sen (1981) dalam Baliwati (2004), ketahanan pangan dalam konteks rumah tangga di dasarkan pada konsep entitlement atau kemampuan untuk menguasai pangan. Rumusan ketahanan pangan di Indonesia telah tertuang dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan yaitu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Berdasarkan berbagai definisi ketahanan pangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan merupakan kemampuan yang dimiliki

(24)

setiap individu untuk mengakses secara fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangannya setiap waktu agar dapat hidup sehat dan produktif. Secara umum, ketahanan pangan mencakup empat aspek, yaitu kecukupan (sufficiency), akses (acces), keterjaminan (security) dan waktu (time).

Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas:

1. Subsistem ketersediaan, dipengaruhi oleh sumber daya dan produksi pangan.

2. Subsistem kemudahan memperoleh pangan, dipengaruhi oleh kesempatan kerja, pendapatan rumah tangga dan sarana transportasi.

3. Subsistem pemanfaatan pangan, dipengaruhi oleh konsumsi pangan dan status gizi.

Ketahanan pangan yang baik memberikan ruang bagi setiap rumah tangga untuk memperoleh gizi yang cukup bagi seluruh anggota ruma tangganya yang sangat penting pembangunan generasi yang berkualitas. Ketahanan pangan merupakan prasyarat bagi bangsa Indonesia untuk dapat membangun sektor lainnya, karena bila kebutuhan masyarakat yang paling asasi ini belum terpenuhi akan sangat mudah terjadinya kerawanan pangan.

Kerawanan pangan terjadi manakala rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidakcukupan pangan untuk memenuhi standar kebutuhan para individu anggotanya (Suryana, (2004)). Ada dua tipe kerawanan pangan atau ketidakatahanan pangan, yaitu kronis dan transitori. Ketidaktahanan pangan kronis adalah ketidakcukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga untuk memperoleh pangan yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau produksi sendiri. Kondisi ini berakar dari kemiskinan. Sedangkan

(25)

ketidaktahanan pangan transitori adalah penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga secara temporer. Hal ini disebabkan oleh adanya bencana alam.

Kebijakan di bidang ketahanan pangan dan gizi merupakan bagian integral dari kebijakan pembangunan nasional. Dalam membangun sistem ketahanan pangan yang handal dan berkelanjutan tidak terlepas dari upaya-upaya yang meningkatkan pembangunan manusia dan mengatasi kemiskinan. Oleh karena itu strategi dalam membangun sistem ketahanan pangan tidak hanya berorientasi pada peningkatan produktivitas saja, tetapi juga pada penigkatan SDM melalui pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhan mereka secara mandiri dan berkelanjutan.

2.2 Implementasi dan Gambaran Umum Program Desa Mandiri Pangan Upaya–upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan telah dilaksanakan oleh pemerintah dari tingkat nasional (makro), tingkat daerah (meso) hingga tingkat desa (mikro). Pada tingkat nasional, pemerintah telah menetapkan arah pembangunan ketahanan pangan pada kemandirian masyarakat berbasis sumber daya lokal. Salah satu program yang menjadi fokus oleh Departemen Pertanian adalah pengembangan Desa Mandiri Pangan yang telah dilaksanakan sejak tahun 2006.

Di tingkat daerah atau kabupaten pelaksanaan program meliputi pembentukan tim pelaksana kegiatan, identifikasi calon lokasi desa mandiri pangan, pembentukan kelompok kerja desa mandiri pangan, rekruitmen tenaga pendamping serta sosialisasi program di tingkat kabupaten dan desa. Di tingkat

(26)

desa, langkah-langkah pemberdayaan daerah rawan pangan meliputi tahap persiapan dan tahap perguliran dana. Tahap persiapan meliputi pengumpulan data dasar, penumbuhan dan pemberdayaan kelompok afinitas, pembentukan kelompok swadaya masyarakat, Tim Pangan Desa, Lembaga Keuangan Desa, penyusunan usaha oleh kelompok, pembuatan aturan-aturan selama proses perguliran, pengangkatan pengurus dalam kelompok dan kegiatan pembekalan dari dinas untuk kelompok.

Program Desa Mandiri Pangan adalah salah satu program dari Departemen Pertanian guna mengatasi masalah kerawanan pangan dan kemiskinan di pedesaan. Melalui program ini diharapkan masyarakat desa memiliki kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sehingga dapat menjalani hidup sehat dan produktif setiap harinya. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat untuk mengenali potensi dan kemampuannya, mencari alternatif peluang dan pemecahan masalah serta mampu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara efisien dan akhirnya tercapai kemandirian.

Strategi yang diterapkan dalam pengembangan Desa Mandiri Pangan antara lain dengan penerapan prinsip pemberdayaan masyarakat, penguatan kelembagaan pedesaan, optimalisasi pemanfaatan sumber daya dengan dukungan multi sektor dan disiplin serta sinergitas antar stakeholder. Dengan demikian masyarakat lebih mampu menganalisa situasi yang mereka hadapi dan mengambil tindakan yang tepat untuk merubah kondisi tersebut (Syahyuti, 2006).

Adapun tujuan pelaksanaan Desa Mandiri Pangan adalah tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama kelompok masyarakat miskin rawan pangan

(27)

dalam usaha perbaikan kehidupannya, dengan memanfaatkan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam dan budaya lokal yang ada. Selain itu, adanya fasilitasi dari pihak pemerintah kepada kelompok miskin rawan pangan dalam pemanfaatan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam dan budaya lokal yang ada. Dengan demikian jumlah penduduk atau rumah tangga yang mengalami kerawanan pangan dan gizi yang ada di desa menurun.

Sasaran program Desa Mandiri Pangan adalah rumah tangga miskin di desa miskin dan rawan pangan yang dipilih berdasarkan hasil identifikasi Data Dasar Rumah Tangga (DDRT), Survey Rumah Tangga (SRT) dan profil desa.

Desa rawan pangan adalah desa yang memiliki jumlah KK miskin lebih dari 30 persen dari jumlah total KK yang ada.

2.3 Konsep Gender dan Pengarusutamaan Gender

Konsep penting yang harus dipahami untuk melihat hubungan antara laki- laki dan perempuan adalah membedakan antara pengertian jenis kelamin dan gender terlebih dahulu. Hal ini karena masyarakat pada umumnya mengartikan gender dan jenis kelamin sebagai hal yang sama, sehingga sering kali menimbulkan kesalahpahaman di antara masyarakat. Padahal konsep gender berbeda dengan jenis kelamin.

Definisi jenis kelamin menurut Fakih (1999) adalah pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat secara permanen pada diri seseorang yang tidak dapat dipertukarkan. Hal ini merupakan ketentuan Tuhan atau Kodrat. Misalnya manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, jakala dan memproduksi sperma. Sedangkan

(28)

perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim, dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina dan mempunyai alat menyusui.

Berbeda dengan jenis kelamin, gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan.

Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Handayani (2002) mengartikan gender sebagai konsep sosial yang membedakan peran laki-laki dan perempuan yang sangat tergantung pada faktor sosial, geografis dan kebudayaan suatu masyarakat.

Sebagai hasil dari konstruksi sosial, gender bukan suatu kodrat atau ketentuan Tuhan yang tidak dapat dirubah. Gender dapat berbeda dari satu tempat dengan tempat lain dan dapat berubah dari waktu ke waktu. Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan ini terjadi melalui proses yang sangat panjang.

Perbedaan-perbedaan gender terbentuk karena banyak hal, yaitu dibentuk, disosialisasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosial maupun kultural, melalui ajaran agama maupun negara. Melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan Tuhan yang tidak bisa diubah lagi atau dipahami sebagai kodrat. Hal inilah yang sering kali menimbulkan kerancuan ataupun kesalahpahaman dalam masyarakat.

Perbedaan gender ini kemudian melahirkan pembagian kerja gender.

Pembagian kerja gender ini tercermin dalam tiga peran gender yaitu reproduktif, produktif dan sosial. Peran reproduktif adalah kegiatan yang berkaitan dengan

(29)

melahirkan dan mempersiapkan keperluan keluarga setiap hari. Peran produktif, yaitu kegiatan yang menghasilkan produksi barang atau jasa, untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Sedangkan peran sosial adalah kegiatan yang mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat. Ini terlihat dari kegiatan perayaan, selamatan, kesertaan dalam organisasi tingkat komunitas, kesertaan dalam kegiatan politik di tingkat komunitas dan lainnya.

Kesungguhan pemerintah Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender telah dibuktikan dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden RI No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender yang artinya terdapat perubahan baik tangible (kasat mata) maupun intangible (tidak kasat mata) dalam kondisi dan relasi antara laki-laki dan perempuan.

Definisi Pengarusutamaan Gender Menurut Dewan Ekonomi dan Sosial PBB dalam Silawati (2006) adalah strategi agar kebutuhan dan pengalaman perempuan dan laki-laki menjadi bagian yang tak terpisahkan dari desain, implementasi, monitoring dan evaluasi kebijakan dan program dalam seluruh lingkup politik, ekonomi dan sosial sehingga perempuan dan laki-laki sama-sama mendapat keuntungan dan ketidakadilan tidak ada lagi. Pelaksanaan pengarusutamaan gender ini menggunakan tiga prinsip yakni:

1. Menempatkan individu sebagai manusia seutuhnya

Melihat laki-laki dan perempuan sebagai orang yang mampu memikul tanggung jawab masing-masing dan mendapat penghargaan serta penghormatan yang sama.

(30)

2. Demokrasi

Adanya keterlibatan anggota masyarakat sipil dalam prose-proses pemerintahan.

3. Fairness, justice dan equity

Inti dari prinsip fairness, justice dan equity (pemerataan, penegakan hukum dan kesetaraan) disebut keadilan sosial.

Berdasarkan ketiga prinsip di atas, pengarusutamaan gender berarti membawa laki-laki dan perempuan ke dalam proses pengambilan keputusan tentang alokasi sumber daya dan manfaat pembangunan. Dalam Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender, Pemerintah mengatur penyelenggaraan Pengarusutamaan Gender mulai dari instansi atau lembaga pemerintahan di tingkat pusat hingga daerah. Pengarusutamaan gender merupakan suatu pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan di berbagai bidang pembangunan.

Dengan adanya pengarusutamaan gender maka diharapkan kesetaraan gender dalam pembangunan dapat terwujud. Kesetaraan Gender adalah kondisi yang mencerminkan kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

(31)

2.4 Pendekatan Perempuan dalam Pembangunan: Dari WID ke GAD Pendekatan WID (Women In Development) merupakan suatu kebijakan dan pendekatan pertama yang memikirkan peran perempuan dalam pembangunan.

Upaya tersebut adalah dengan mengintegrasikan perempuan ke dalam pembangunan (Mosse, 1996). Pendekatan WID difokuskan kepada inisiatif seperti pengembangan teknologi yang lebih baik, tepat yang akan meringankan beban kerja perempuan.

WID bertujuan untuk benar-benar menekankan sisi produktif kerja dan tenaga perempuan. Pendidikan, pelatihan ketrampilan serta pelatihan teknis merupakan prasyarat penting dalam pendekatan ini. Perempuan harus diberi kesempatan yang sama seperti laki-laki. WID atau dimaknai dengan pendekatan effisiensi kemudian mendapat kritikan karena banyaknya sumber daya yang telah dikeluarkan tidak berhasil menbuat dampak penting apapun.

Hal ini kemudian memicu munculnya gagasan Moser dalam Mosse (1996) yaitu kebijakan perempuan dalam pembangunan atau WAD (Women And Development). Strategi ini tidak hanya menitikberatkan untuk mengintegrasikan

perempuan dalam pembangunan, tetapi juga menunjukkan bahwa perempuan selalu penting secara ekonomi dan kerja yang dilakukan perempuan dalam rumah tangga dan komunitasnya sangat penting untuk mempertahankan masyarakat mereka.

Moser berpendapat bahwa perempuan merupakan partisipan aktif dalam proses pembangunan yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Pendekatan WAD cenderung menitikberatkan kepada kegiatan yang

(32)

mendatangkan pendapatan daripada mengindahkan tenaga kerja perempuan yang disumbangkan dalam mempertahankan keluarga.

Namun, WAD mengalami pergeseran menjadi GAD (Gender and Development). GAD merupakan satu-satunya pendekatan terhadap perempuan

dalam pembangunan yang melihat semua aspek kehidupan perempuan dan semua kerja yang dilakukan perempuan serta menolak upaya apapun untuk menilai rendah pekerjaan mempertahankan keluarga dan rumah tangga. Pendekatan GAD ini lebih dikenal dengan pendekatan pemberdayaan. Pendekatan ini menegaskan bahwa terdapat nilai yang lebih dalam pembangunan dari pada sekedar pertumbuhan ekonomi dan penggunaan uang yang efisien. Pendekatan ini bertujuan untuk merubah posisi perempuan.

Lebih lanjut Mosse (1996) mengemukakan bahwa pemberdayaan lebih terkait dengan pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) ketimbang pendekatan dari atas ke bawah (top-down). Pendekatan ini memahami tujuan pembangunan bagi perempuan dalam pengertian kemandirian dan kekuatan internal.

Dalam penerapanya ketiga pendekatan tersebut sering kali tumpang tindih.

Untuk memudahkan, secara umum Wigna (2003) membedakan ketiga pendekatan tersebut yaitu:

1. WID merupakan usaha praktis yang mencoba mengintegrasikan perempuan ke dalam pembangunan.

2. WAD mempunyai pengertian yang lebih luas yang mengandung ulasan kritis terhadap peranan perempuan dalam pembangunan serta pengaruh kebijakan dan proyek-proyek pembangunan.

(33)

3. GAD mempertegas hubungan sosial laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan.

Dengan demikian, maka GAD merupakan penyempurnaan dari pendekatan yang ada mengenai perempuan dalam pembangunan. Pendekatan pemberdayaan selain mengakui perlunya undang-undang yang bersifat mendukung, juga berpendapat bahwa perkembangan organsasi perempuan yang mengarah kepada mobilisasi politik, peningkatan kesadaran dan pendidikan rakyat merupakan syarat penting bagi perubahan sosial yang berkelanjutan.

2.5 Ketidakadilan Gender dan Analisis Gender

Perbedaan gender sesungguhnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun, yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki, maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dalam sistem tersbut.

Ketidakadilan gender, menurut Handayani (2002) terjadi selain karena adanya konstruksi sosial dan budaya, juga terjadi akibat adanya hegemoni patriarki yang menganggap bahwa laki-laki sebagai bapak berkuasa atas perempuan dan anak-anak. Hal ini menyebabkan dominasi laki-laki berlanjut dalam masyarakat dan berbagai bidang kehidupan. Ketidakadilan gender juga terjadi karena berlakunya sistem kapitalis yaitu, siapa yang mempunyai modal besar itulah yang menang. Selain itu, terjadinya ketidakadilan gender disebabkan pula oleh pembagian kerja gender yang tidak adil.

(34)

Fakih (1999) menyatakan beberapa bentuk ketidakadilan gender yaitu:

a. Marjinalisasi Perempuan

Proses marjinalisasi menyebabkan kemiskinan. Dari sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, tafsiran agama, keyakinan tradisi, kebiasaan dan bahkan ilmu pengetahuan. Proses marjinalisasi misalnya adalah revolusi hijau, secara ekonomis telah menyingkirkan kaum perempuan dari pekerjaannya sehingga memiskinkan mereka.

b. Subordinasi

Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional menyebabkan perempuan tidak bisa tampil memimpin. Akibatnya muncul sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting.

c. Stereotipe

Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Stereotipe sering kali merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotipe bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu yang umumnya adalah perempuan yang bersumber dari penandaan yang dilekatkan kepada mereka.

d. Kekerasan

Kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Banyak macam dan bentuk kejahatan yang bisa

(35)

dikategorikan sebagai kekerasan gender diantaranya adalah pemerkosaan, pemukulan atau serangan fisik, penyiksaan yang mengarah pada organ alat kelamin, pelacuran, pornografi, kekerasan terselubung, pelecehan seksual dan lain sebagainya.

e. Beban Kerja

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Konsekuensinya banyak kaum perempuan yang harus bekerja keras menyelesaikan segala pekerjaan rumah tangganya. Di kalangan keluarga miskin beban yang sangat berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebih-lebih jika perempuan tersebut harus bekerja, maka ia memikul peran kerja ganda.

Untuk menggambarkan keadaan dan hubungan antara perempuan dan laki- laki maka perlu adanya analisis gender. Teknik analisis gender merupakan salah satu teknik yang telah diakui keampuhannya dalam memberikan gambaran yang lebih sempurna tentang adanya perbedaan maupun saling ketergantungan laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan, serta adanya perbedaan tingkat manfaat yang diperoleh dari laki-laki dan perempuan dari hasil pembangunan.

Melalui teknik analisis gender berbagai kesenjangan maupun isu gender yang terjadi dalam masyarakat dan lingkungan akan dapat teridentifikasi. Sebagai suatu alat, analisis gender tidak hanya melihat peran, tetapi juga hubungan, sehingga pertanyaan yang diajukan tidak hanya ”siapa mengerjakan apa”, tetapi juga meliputi siapa yang membuat keputusan, siapa yang memperoleh keuntungan,

(36)

siapa yang menggunakan sumber daya pembangunan, siapa yang menguasai sumber daya dan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan tersebut seperti hukum, ekonomi atau sosial.

Untuk mengungkapkan hubungan sosial laki-laki dan perempuan maka dapat dilakukan analisis gender dengan menggunakan beberapa macam teknik analisis yaitu:

1. Teknik Analisis Harvard

Digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan, yang mengutarakan perlunya tiga komponen dan interelasi satu sama lain. Overholt et. al (1986) dalam Handayani (2002) menyatakan komponen tersebut adalah:

a. Profil Aktivitas, didasarkan pada pembagian kerja gender (siapa mengerjakan apa, di dalam rumah tangga dan masyarakat. Aktivitas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu produktif, reproduktif dan sosial.

b. Profil Akses, didasarkan pada siapa yang mempunyai akses terhadap sumber daya, hal-hal yang diperoleh laki-laki dan perempuan, serta apa yang dinikmati laki-laki dan apa yang dinikmati perempuan.

c. Profil Kontrol, didasarkan pada pengambilan keputusan terhadap sumber daya dan manfaat.

2. Teknik Analisis Moser

Digunakan untuk menilai, mengevaluasi, merumuskan usulan dalam tingkat kebijaksanaan program dan proyek yang lebih peka gender dengan menggunakan pendekatan terhadap persoalan perempuan. Analisis ini dilakukan untuk megetahui apakah suatu program telah mempertimbangkan

(37)

kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Kebutuhan praktis merupakan kebutuhan yang berhubungan dengan keadaan hidup yang tidak memuaskan. Kebutuhan ini dapat segera diidentifikasi karena langsung dirasakan. Kebutuhan praktis dapat dipenuhi dalam waktu relatif pendek.

Sedangkan kebutuhan strategis merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan peranan dan kedudukan individu di masyarakat. Hal ini juga menyangkut akses dan kontrol terhadap sumber daya dan kesempatan untuk memilih dan menentukan cara hidup. Berbeda dengan kebutuhan praktis, kebutuhan strategis tidak dapat lasung diidentifikasi dan untuk memenuhinya memerlukan waktu yang panjang.

3. GAP (Gender Analisys Pathway)

Metode GAP (Gender Analisys Pathway) merupakan alat analisis gender yang dikembangkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan dan Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan. GAP merupakan suatu pendekatan yang komprehensif untuk pengarusutamaan gender. GAP dikembangkan untuk melatih perencana dalam melakukan analisis kebijakan berdasarkan gender melalui proses learning by doing.

GAP membawa pembuat kebijakan dapat mengidentifikasi suatu program responsif gender dan mengidentifikasi kesenjangan gender yang terdapat dalam kebijakan tersebut dan memfasilitasi untuk mengembangan strategi dalam upaya mengatasi permasalahan gender tersebut. Langkah-langkah yang dilakukan dalam GAP adalah:

(38)

1. Mengidentifikasi sasaran umum suatu program atau kebijakan.

Memastikan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah telah ditujukan tanpa membedakan satu golongan gender.

2. Mengetahui data pembuka mata.

Data kuantitatif atau kualitatif yang ada digunakan untuk menilai dampak yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan terhadap kebijakan yang ada.

3. Mengidentifikasi faktor kesenjangan.

Hal ini dinilai berdasarkan partisipasi, akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh laki-laki dan perempuan.

4. Menganalisa permasalahan gender.

Mengidentifikasi isu gender dan penyebabnya. Mengidentifikasi sejauh mana kebijakan sudah mengakomodir kebutuhan praktis dan strategis antara laki-laki dan perempuan.

5. Menentukan sasaran kebijakan yang responsif gender

Menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan sebagai upaya menanggulangi kesenjangan gender.

6. Menentukan indikator keberhasilan berdasarkan perspektif gender

Indikator ditentukan untuk mengevaluasi keberhasilan pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan gender.

(39)

2.6 Kerangka pemikiran

Gender merupakan hasil konstruksi sosial serta sosialisasi yang panjang dalam suatu masyarakat. Hal tersebut kemudian melahirkan peran gender yang terdiri dari peran produktif, reproduktif dan sosial.

Ketahanan pangan merupakan isu yang sangat penting dewasa ini. Hal ini karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar dan merupakan hak asasi setiap manusia. Namun, dalam kenyataannya isu kerawanan pangan semakin merebak. Hal ini dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu rendahnya produksi, distribusi yang tidak merata, serta aspek konsumsi, berkenaan dengan kuantitas dan kualitas pangan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ketahanan pangan adalah dengan mengeluarkan Program Desa Mandiri Pangan. Dengan adanya Program Desa Mandiri pangan diharapkan ketahanan pangan setiap wilayah yang dinyatakan rawan pangan akan terwujud.

Program Desa Mandiri Pangan yang hakekatnya merupakan salah satu program pembangunan seyogyanya melibatkan seluruh lapisan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Hal ini sesuai dengan Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. Oleh karena itu, analisis gender menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Analisis gender dilakukan dengan melihat pembagian kerja, profil aktivitas dan kontrol serta kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender. Analisis tersebut dilakukan baik di tingkat kelompok afinitas maupun di tingkat rumah tangga. Sehingga akan diketahui sejauh mana Program Desa Mandiri Pangan sudah responsif gender. Hal ini akan menentukan keberhasilan ketahanan pangan.

(40)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan : : menghasilkan.

: mempengaruhi : diterapkan

Program Desa Mandiri Pangan

• Perencanaan

• Pelaksanaan

• Monitoring dan Evaluasi

Inpres No. 9 Tahun 2000

tentang Pengarusutamaan

Gender Produktif Reproduktif

Konstruksi sosial dan sosialisasi

yang panjang

Sosial Gender

Peran Gender

Analisis Gender

ƒ Pembagian Kerja

ƒ Akses, kontrol terhadap sumber daya dan manfaat yang diperoleh

ƒ Kebutuhan praktis (kebutuhan jangka pendek) dan kebutuhan strategis gender (kebutuhan jangka panjang ) laki-laki dan perempuan.

Keberhasilan Ketahanan Pangan Kerawanan

Pangan

• Produksi rendah

• Distribusi tidak merata

• Kuantitas dan kualitas dalam

Konsumsi rendah

Responsif Gender atau tidak Di Tingkat Kelompok

dan Rumah Tangga

(41)

2.7 Hipotesa Pengarah

Program Desa Mandiri Pangan diduga belum responsif gender karena berdasarkan pembagian kerja gender, akses, kontrol dan manfaat yang diperoleh antara laki-laki dan perempuan masih terdapat kesenjangan. Selain itu Program Desa Mandiri Pangan belum memperhatikan kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis gender.

2.8 Definisi Konseptual

1 Program adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang keberhasilannya tidak hanya dinilai dari jumlah output yang dihasilkan tetapi juga keberlanjutan.

Program yang dianalisis dalam penelitian ini adalah Program Desa Mandiri Pangan yang diselenggarakan oleh Departemen Pertanian.

2 Analisis gender adalah alat yang digunakan untuk menggambarkan keadaan dan hubungan antara perempuan dan laki-laki sehingga dapat ditentukan apakah program responsif gender atau tidak.

3 Pembagian kerja adalah peran atau kegiatan yang dilakukan oleh masing- masing anggota rumah tangga berdasarkan jenis kelamin yang dibedakan menjadi pekerjaan produktif, reproduktif dan sosial.

4 Pekerjaan produktif adalah peran atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup.

5 Pekerjaan reproduktif adalah peran atau kegiatan yang dilakukan untuk mendukung kelangsungan pekerjaan produktif.

(42)

6 Pekerjaan sosial adalah kegiatan yang tidak terbatas pada pengaturan rumah tangga, berkaitan dengan hubungan kemasyarakatan.

7 Akses adalah kesempatan untuk menggunakan sumber daya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut.

8 Kontrol adalah kewenangan untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya yang terdapat dalam program.

9 Manfaat adalah kegunaan yang dirasakan dengan adanya program.

10 Sumber daya adalah sarana atau fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan program.

11 Kebutuhan praktis gender adalah kebutuhan yang berhubungan dengan keadaan hidup dalam jangka pendek.

12 Kebutuhan strategis gender adalah kebutuhan jangka panjang yang berkaitan dengan upaya untuk merubah peranan dan kedudukan individu di masyarakat.

13 Pengarusutamaan Gender (PUG) adalah pendekatan untuk mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan dalam mewujudkan kesetaraan gender.

14 Kesetaraan gender adalah kondisi yang mencerminkan kedudukan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh kesempatan dan

(43)

hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.

15 Netral gender adalah sikap atau kondisi yang tidak memihak pada salah satu jenis gender tertentu.

16 Bias gender adalah pandangan dan sikap yang lebih mengutamakan salah satu jenis gender tertentu.

17 Responsif gender adalah memberikan perhatian yang konsisten dan sistematis terhadap perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan gender.

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang didukung dengan data kuantitatif. Penelitian ini berusaha menggambarkan pelaksanaan Program Desa Mandiri Pangan melalui perspektif gender. Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Keutamaan strategi ini terletak pada kemampuannya mengukap sekaligus dua tujuan utama penelitian kualitatif, yaitu kekhasan dan kompleksitas dari suatu kejadian atau gejala sosial dengan mendasarkan pada pandangan subyektif pelaku dalam suatu pelaku dalam suatu kejadian atau gejala sosial tersebut (Sitorus, 1998). Tipe studi kasus dalam studi kasus ini adalah studi kasus instrumental. Hal ini karena peneliti ingin mengkaji kasus khusus untuk memperoleh wawasan atas suatu isu sehingga dapat membantu peneliti untuk memahami permasalahan tertentu yang dalam penelitian ini adalah isu gender.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jambakan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Jambakan merupakan desa rawan pangan dengan jumlah KK miskin pada tahun 2006 mencapai 504 Kepala Keluarga atau 74,7 persen dari 674 Kepala Keluarga dan menerima manfaat program Desa Mandiri Pangan. Selain itu, Desa Jambakan merupakan salah satu

(45)

lokasi dalam penelitian model pemberdayaan petani dalam mewujudkan desa mandiri dan sejahtera.

Kegiatan Penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2008. Sebelumnya telah dilakukan studi literatur dan penyusunan proposal yang dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2008.

3.3 Teknik Penentuan Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini subjek penelitian dibedakan menjadi responden dan informan. Responden terdiri dari rumah tangga yang menerima manfaat Program Desa Mandiri Pangan dan yang tidak menerima manfaat Program Desa Mandiri Pangan. Responden ini terbagi atas tiga kategori yang didasarkan atas jenis usaha yang dikembangkan oleh kelompok afinitas yang ada yaitu tenun, ternak kambing dan aneka usaha (jahit dan warung). Kasus kelompok afinitas tenun terdiri dari rumah tangga Ibu Yn dan Ibu Kr. Untuk kasus dalam kelompok afinitas ternak kambing terdiri dari rumah tangga Bpak Syn dan Bapak Whn. Kasus kelompok afinitas aneka usaha adalah rumah tangga Ibu Sp dan Ibu Trw.

Kasus rumah tangga bukan penerima program dengan jenis usaha tenun adalah rumah tangga Ibu Ls. Untuk rumah tangga bukan penerima program dengan usaha ternak kambing adalah kasus rumah tangga Bapak Pwt. Kasus untuk rumah tangga bukan penerima program kategori aneka usaha adalah rumah tangga Bapak Dl. Informan dalam penelitian ini berjumlah delapan orang yang terdiri dari pendamping, Tim Pangan Desa, Lembaga Keuangan Desa, pengurus kelompok dan tokoh masyarakat. Penentuan responden dan informan dilakukan dengan secara sengaja dengan teknik bola salju.

(46)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan strategi penelitian studi kasus, peneliti menggunakan beberapa metode pengumpulan data. Gabungan beberapa metode pengumpulan data ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai hubungan antara laki- laki dan perempuan dalam pelaksanaan program. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan meliputi studi alokasi waktu, wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, analisis dokumen dan diskusi kelompok. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah panduan wawancara.

Metode pengumpulan data pada tingkat rumah tangga dilakukan dengan wawancara mendalam, studi alokasi waktu, dan pengamatan berperanserta.

Sedangkan metode pengumpulan data dalam tingkat kelompok dilakukan dengan wawancara mendalam, pengamatan berperan serta, diskusi kelompok dan analisis dokumen.

Metode pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data primer dan data sekunder yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer diperoleh dari subyek penelitian. Data sekunder diperoleh dari data monografi daerah dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan program Desa Mandiri Pangan.

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data bertujuan untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan pendampingan dalam program Desa Mandiri Pangan melalui perspektif gender. Data yang telah terkumpul kemudian direduksi menurut kategorisasi sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Reduksi data dilakukan

(47)

untuk mengorganisasikan data sehingga kesimpulan akhir dapat diambil (Sitorus, 1998). Setelah direduksi, data kemudian disajikan dalam bentuk teks naratif atau pun matriks. Data yang telah disajikan maka selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan yang mencakup verifikasi.

(48)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Geografis

Desa Jambakan secara administratif terletak di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Jarak antara Desa dengan Kecamatan sejauh lima kilometer, jarak dengan Kabupaten sejauh 15 kilometer dan jarak dengan Ibukota Propinsi sejauh 150 kilometer. Untuk mencapai Desa Jambakan dari Kota Klaten dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan kota jurusan Klaten-Cawas dan berhenti di pertigaan Nglengkong. Kemudian perjalanan untuk mencapai Desa Jambakan dilanjutkan dengan menggunakan ojeg.

Desa Jambakan secara geografis berbatasan dengan beberapa wilayah yang meliputi:

1. Sebelah Utara : Desa Tegal Rejo 2. Sebelah Selatan : Desa Ngerangan 3. Sebelah Timur : Desa Karang Asem 4. Sebelah Barat : Desa Dukuh

Desa Jambakan merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 200-300 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 36°

Celcius. Luas wilayah Desa Jambakan adalah 168,8485 Ha yang terbagi atas dua dusun dan sembilan dukuh. Dusun I terdiri dari empat dukuh yaitu Widoro, Barengan, Jambakan dan Jaten. Dusun II terdiri dari lima dukuh yaitu Geneng, Winong, Karang Uni, Brumbung, dan Doyo. Desa Jambakan juga terbagi atas tujuh rukun warga dan 18 rukun tetangga.

(49)

4.2 Karakteristik Demografi

Menurut data kependudukan dari Buku Data Monografi Desa tahun 2007, total jumlah penduduk Desa Jambakan adalah 2671 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki adalah 1210 jiwa (45 persen) dan jumlah penduduk perempuan adalah 1461 jiwa (55 persen). Jumlah KK di Desa Jambakan adalah 700 KK. Sebagian besar penduduk beragama Islam, yaitu sekitar 2646 (99 persen) dan sisanya beragama Kristen dan Hindu. Mayoritas warga Desa Jambakan berasal dari suku Jawa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Bb (aparat desa) diketahui bahwa tingkat pendidikan masyarakat Desa Jambakan, sebagian besar merupakan lulusan SLTA dan hanya sekitar sepuluh persen yang menempuh perguruan tinggi. Lainnya hanya sampai pada tingkat sekolah dasar dan menengah pertama.

Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan sudah meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya persamaan kesempatan bagi anak laki-laki dan perempuan dalam memperoleh pendidikan. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan dengan sebelum tahun 1990-an, masyarakat lebih mengutamakan pendidikan bagi laki-laki. Keterbatasan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, pada saat ini lebih dipengaruhi oleh faktor ekonomi.

Dalam hal mata pencaharian, sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Jambakan bergerak dibidang pertanian. Namun, demikian statusnya hanya sebagai buruh tani atau penggarap. Sistem pertanian tadah hujan menyebabkan masyarakat Desa Jambakan tidak menggantungkan hidupnya dengan pertanian semata. Sebagian masyarakat ada juga yang menjadi pedagang warung hek atau angkringan, buruh pabrik, buruh bangunan, tenun dan pegawai negeri. Tidak

(50)

sedikit dari mereka yang merantau bekerja di kota seperti Yogyakarta, Solo, Sukoharjo, Semarang hingga Jakarta.

4.3 Alokasi Lahan dan Aktivitas Nafkah

Dari data monografi desa tahun 2007 didapat informasi bahwa Desa Jambakan memiliki lahan seluas168,8485 Ha yang digunakan untuk berbagai macam keperluan. Sebagian besar digunakan untuk sawah dan ladang seluas 106,3765 Ha. Sedangkan untuk Pemukiman seluas 53,64 Ha. Selebihnya, lahan yang ada digunakan untuk pekuburan, jalan dan lain-lain.

Pertanian di Desa Jambakan merupakan pertanian tanah hujan karena belum ada sistem irigasi. Dengan curah hujan 1.025 mm/th, suhu udara rata-rata 36° Celcius dan tidak adanya sumber mata air menyebabkan pertanian di Desa Jambakan tidak bisa diandalkan. Jika musim kemarau tiba maka saluran air atau sungai yang melintas di desa tersebut tidak ada airnya. Hal inilah yang selalu menjadi kendala sistem pertanian di Desa Jambakan dan sering kali menyebabkan gagal panen atau puso.

Keadaan tersebut menyebabkan pola tanam yang dilakukan masyarakat Desa Jambakan adalah padi-palawija-palawija. Komoditas yang biasa ditanam adalah kedelai, jagung dan bengu (kacang koro). Jika terjadi kemarau panjang dan masyarakat terlambat menanam maka lahan hanya dapat digunakan untuk dua kali masa tanam dan selebihnya diberakan. Oleh karena itu, setelah panen atau derep padi, masyarakat langsung menanam di lahan tersebut tanpa diolah terlebih dahulu. Hal ini karena jika harus diolah tersebih dahulu, maka kondisi tanah akan kering bahkan hingga retak-retak.

(51)

Sebagian besar masyarakat yang bergerak dibidang pertanian, statusnya adalah buruh tani atau penggarap dengan sistem bagi hasil atau lebih dikenal dengan maro. Sistem maro yaitu sistem bagi hasil dengan dengan perbandingan bagi hasil antara pemilik lahan dan penggarap adalah 50 persen : 50 persen.

Pemilik lahan mendapat setegah bagian dari hasil panen, dan setengah bagian lagi diterima oleh penggarap. Penggarap berkewajiban menyediakan semua yang berkaitan dengan sarana produksi pertanian. Jika terjadi gagal panen maka resiko yang ditangung lebih banyak diterima oleh penggarap. Hal ini karena biaya produksi yang dikeluarkan oleh penggarap lebih besar dibandingkan dengan hasil panennya.

Hasil pertanian di Desa Jambakan, untuk komoditas padi umumnya digunakan untuk konsumsi sendiri. Sedangkan palawija seperti kedelai atau jagung, umumnya di jual kepada bakul atau pedagang keliling sehingga masyarakat tidak perlu menjualnya ke pasar. Harga ditetapkan oleh bakul yang disesuaikan dengan harga pasar. Masyarakat hanya menerima saja. Hal ini karena jika dijual di pasar secara langsung harga akan sama saja, tidak jauh berbeda.

Dalam kegiatan pertanian baik laki-laki dan perempuan sama-sama terlibat. Namun, aktivitas yang banyak dilakukan laki-laki yaitu saat derep atau panen dan pengolahan lahan. Sedangkan perempuan terlibat dalam kegiatan penanaman atau nandur serta perawatan. Hal ini bisa terlihat dalam Tabel 1.

Meskipun baik laki-laki dan perempuan terlibat dalam kegitan pertanian tetapi terdapat pembedaan upah antara buruh laki-laki dan buruh perempuan.

Buruh laki-laki mendapat upah Rp 30.000,- ditambah dengan rokok dan kopi dan makan, sedangkan buruh perempuan hanya mendapat Rp 25. 000,- dan makan.

Referensi

Dokumen terkait

ini, ekstrak air buah pepaya muda tidak menyebabkan perubahan pada jumlah leukosit secara umum yang melebihi nilai rujukan dalam waktu 24 jam. Adapun peningkatan lekosit yang

Operasi hitung pada volume kubus dan balok yaitu dengan mengalikan, maka ketika dibalikan pun antara panjang (p). Selain itu, terdapat soal yang akan menguji kemampuan

Menurut Melvin (masfufah 2008: 19), Pembelajaran Active Learning tipe Team Quiz dipilih karena merupakan pembelajaran yang membuat siswa langsung terlibat dalam

Larutan baku nitrit konsentrasi 1,4 ppm diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 2 ml pereaksi Griess selanjutnya dibaca absorbansinya

Sejumlah studi telah dilakukan untuk menunjukkan efek hipoglikemik dari flavonoid dengan menggunakan model eksperimen yang berbeda, hasilnya tanaman yang mengandung

Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, dan hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan berbeda,

Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya upaya pembiasaan karakter cinta tanah air oleh siswa melalui program sekolah yang bertujuan untuk menguatkan dentitas bangsa. Bentuk