Volume 24
Number 1 Januari Article 2
1-1-2024
Analisis Dampak Program Bantuan Pangan Non-Tunai terhadap Analisis Dampak Program Bantuan Pangan Non-Tunai terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pertanian di Maluku Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pertanian di Maluku
M. Rismawan Ridha
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, [email protected]
Rumayya Rumayya
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, [email protected]
Follow this and additional works at: https://scholarhub.ui.ac.id/jepi Part of the Economics Commons
Recommended Citation Recommended Citation
Ridha, M. Rismawan and Rumayya, Rumayya (2024) "Analisis Dampak Program Bantuan Pangan Non- Tunai terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pertanian di Maluku," Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia: Vol. 24: No. 1, Article 2.
DOI: 10.21002/jepi.2024.02
Available at: https://scholarhub.ui.ac.id/jepi/vol24/iss1/2
This Article is brought to you for free and open access by the Faculty of Economics & Business at UI Scholars Hub.
It has been accepted for inclusion in Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia by an authorized editor of UI Scholars Hub.
Konsumsi Rumah Tangga Pertanian di Maluku Konsumsi Rumah Tangga Pertanian di Maluku
Cover Page Footnote Cover Page Footnote
This work was supported by Pusdiklat Badan Pusat Statistik RI.
This article is available in Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia: https://scholarhub.ui.ac.id/jepi/vol24/iss1/2
p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 17
Analisis Dampak Program Bantuan Pangan Non-Tunai terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pertanian di Maluku
Impact Evaluation of Non-Cash Food Subsidies on Expenditure in Agricultural Households in Maluku
M. Rismawan Ridhaa,∗, & Rumayyaa
aDepartemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
[diterima: 30 Juli 2023 — disetujui: 13 Desember 2023 — terbit daring: 21 April 2024]
Abstract
Poor households in the agricultural sector belong to a group with high food insecurity. As one of the instruments in overcoming the problem of food insecurity, Non-Cash Food Assistance (BPNT) provides social assistance to the poor to purchase adequate and nutritious food. This study aims to analyze the impact of BPNT on the expenditure of poor households in the agricultural sector in Maluku province. Using the Propensity Score Matching analysis on March 2020 Susenas data, the results show that BPNT significantly influences increasing food expenditure but not total expenditure.
Agricultural poor households that received BPNT experienced an average increase in food expenditure of 6.52 percent.
Keywords:non-cash food assistance (BPNT), household expenditure, propensity score matching, Susenas
Abstrak
Rumah tangga miskin di sektor pertanian tergolong dalam kelompok dengan kerawanan pangan yang tinggi. Sebagai salah satu instrumen dalam mengatasi permasalahan kerawanan pangan, Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) menyediakan bantuan sosial kepada masyarakat miskin untuk dapat membeli kebutuhan bahan pangan yang cukup dan bernutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak BPNT terhadap pengeluaran rumah tangga miskin sektor pertanian di Provinsi Maluku. Dengan menggunakan metode analisisPropensity Score Matchingpada data Susenas Maret 2020, hasil penelitian menunjukkan bahwa BPNT memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan pengeluaran makanan, tetapi tidak untuk pengeluaran total. Rumah tangga miskin pertanian yang menerima BPNT secara rata-rata mengalami kenaikan pengeluaran makanan sebesar 6,52 persen.
Kata kunci:Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), pengeluaran rumah tangga,propensity score matching, Susenas Kode Klasifikasi JEL:I38, O15
Pendahuluan
Kemiskinan merupakan penyebab utama kerawan- an pangan sehingga pengentasan kemiskinan secara berkelanjutan menjadi pembahasan yang krusial dalam upaya untuk meningkatkan akses terhadap pangan. Implementasi yang secara nyata dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi masalah kemis-
∗Alamat Korespondensi: Program Magister Ilmu Ekonomi FEB Unair. Jl. Airlangga No. 4–6, Airlangga, Kec. Gubeng, Sura- baya, Jawa Timur 60115.E-mail: [email protected].
kinan adalah dengan pemberian program perlin- dungan sosial (social safety program). Pada umum- nya, program perlindungan sosial yang dilaksana- kan di berbagai negara berkembang adalah bantuan pangan dengan dua jenis pendekatan. Pendekatan pertama adalah pemberian bantuan pangan secara langsung (in-kind program), yang mendistribusikan sejumlah paket bahan pokok secara gratis maupun yang bersubsidi untuk rumah tangga miskin. Pen- dekatan kedua adalah dengan pemberian voucer (voucher program). Dengan voucer yang diberikan
bagi rumah tangga miskin, atau sering kali ber- bentuk kartu debit yang berisi nominal tertentu, nantinya akan dapat digunakan untuk membeli ko- moditas pangan pada toko/kios/warung yang telah ditunjuk oleh pemerintah dalam jumlah yang bisa disesuaikan dengan pola konsumsi rumah tangga miskin yang mendapatkan.
Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pro- gram pemberian bantuan pangan. Pada tahun 1997, saat terjadinya krisis moneter, Pemerintah Indonesia meluncurkan berbagai paket kebijakan yang berfungsi melindungi masyarakat miskin. Da- lam bidang pangan, pemerintah menerapkan kebi- jakan Operasi Pasar Khusus (OPK) dengan menye- diakan bahan pangan berupa beras yang bersubsidi bagi masyarakat miskin. Program ini kemudian berubah nama menjadi Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin) pada tahun 2002 dan menjadi sa- lah satu transfer bantuan pangan terbesar di dunia, yang partisipasinya mencapai hampir setengah dari jumlah rumah tangga di seluruh Indonesia (Gupta
& Huang, 2018; Satriawan & Shrestha, 2018).
Program Raskin memungkinkan Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) untuk men- dapatkan beras di sejumlah titik distribusi dengan harga yang lebih murah dari harga pasaran. Pro- gram ini sempat mengalami beberapa kali peru- bahan dalam hal kuantitas yang dapat diterima RTS-PM, akan tetapi selalu berada pada kisaran 10–
20 kg per distribusi. Harga beras bersubsidi yang harus dibayar RTS-PM pun pada awal pelaksanaan program adalah Rp1.000 per kg di titik distribusi dan harganya berangsur dinaikkan hingga menjadi Rp1.600 per kg. Frekuensi distribusi juga menga- lami perubahan antara 10–13 distribusi per tahun atau rata-rata 1 kali setiap bulan (Banerjeeet al., 2018; Mustofaet al., 2023).
Pada tahun 2015, Raskin berganti nama menjadi Program Beras untuk Keluarga Sejahtera (Rastra).
Dengan pendanaan tahunan yang mencapai 1,5 miliar dolar AS, Program Rastra bertujuan untuk
menyediakan bantuan pangan bersubsidi bagi 15,5 juta RTS (Banerjeeet al., 2021). Namun, telah menja- di konsensus bahwa program Raskin/Rastra sangat lemah dalam implementasinya. Meskipun terda- pat prosedurtargetingKeluarga Penerima Manfaat (KPM) yang bersifatrobust, akan tetapi pada prak- tiknya hal ini sangat sulit dilakukan. Banyak sekali ditemukan rumah tangga tidak miskin yang meneri- ma Raskin/Rastra dan banyak rumah tangga miskin hanya menerima sebagian kecil dari hak mereka (sig- nificant mistargeting) (Banerjeeet al., 2018; Mustofa et al., 2023). Selain itu, Rastra dinilai tidak efektif karena memiliki tingkat penyimpangan distribusi yang tinggi. Sebagai contoh, sering kali ditemukan proporsi yang cukup besar dari Rastra yang hilang atau rusak serta tidak tepat penyalurannya. Ku- alitas beras Rastra juga sangat rendah—berdebu, tidak berwarna, dan sering kali ditemukan batu (Banerjeeet al., 2021). Di beberapa daerah, pemerin- tah setempat bahkan menerapkan sistem bagi rata sehingga rumah tangga penerima riil Raskin/Rastra jauh melebihi rumah tangga sasaran penerima (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskin- an [TNP2K], 2015). Hal ini disebabkan program bantuan beras yang diterapkan pemerintah bukan- lah pemberian beras secara gratis, melainkan pe- ngurangan/subsidi harga beras sehingga penerima manfaat sesungguhnya adalah rumah tangga “yang mampu membeli” harga subsidi tersebut. Rumah tangga yang termiskin membeli beras dalam jumlah yang sedikit dan lebih jarang membeli beras dalam setahun (memiliki tingkat partisipasi relatif yang lebih rendah terhadap jumlah total distribusi dalam masyarakat).
Perumusan kebijakan terbaru meyakini bahwa peralihan pada penggunaan kupon atau voucher programdapat mengurangi kelemahan sistem Ras- kin/Rastra. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia kemudian meluncurkan program bantuan pangan terbaru yang disebut Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), yakni bantuan sosial yang diberikan kepa-
da KPM dalam bentuk nontunai melalui mekanisme elektronik yang dapat digunakan untuk membe- li bahan pangan di warung yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Program BPNT memberikan ban- tuan sosial sebesar Rp110.000 kepada KPM yang ditransfer setiap bulannya melalui ATM atau Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) elektronik, yang mana dana tersebut tidak dapat dilakukan penarikan tu- nai (Rachman & Agustian, 2018). Dengan adanya KKS, KPM dapat membeli kebutuhan bahan pa- ngan berupa beras dan/atau telur melaluiE-Warong atau agen yang tersedia di beberapa lokasi tertentu.
Transformasi program BPNT pun diperluas men- jadi Program Sembako pada Maret 2020. Hal ini bertujuan untuk menyediakan jaring pengaman sosial dalam upaya untuk mengurangi dampak pandemi Covid-19 dan menjaga daya beli masyara- kat. Manfaat yang didapatkan oleh KPM melalui mekanisme nontunai juga mengalami peningkat- an yang signifikan, yakni naik sebesar 80 persen menjadi Rp200.000, dengan jenis makanan yang dapat ditukar mencakup berbagai jenis protein dan sayuran (Kemensos, 2021).
Menurutbasic price theory, program bantuan pa- ngan seperti BPNT dari pemerintah dapat diin- terpretasikan sebagai efek peningkatan pendapat- an, yang kemudian akan memengaruhi bagaimana rumah tangga memutuskan dan mengalokasikan pengeluaran. Dengan adanya BPNT, individu da- pat meningkatkan konsumsi barang makanan yang mana transfer tersebut menyebabkan garisbudget constraintbergeser ke atas. Apabila diasumsikan bahwa individu/rumah tangga penerima manfaat bersifatinfra-marginal(biasanya pada rumah tangga miskin), yakni masyarakat yang pada saatinitial pointmengonsumsi lebih banyak makanan (dalam satuan uang) dibandingkan jumlah bantuan pa- ngan yang diterima, maka akan terjadi perubah- an preferensi individu terhadap barang konsumsi (perubahan pola konsumsi), yang mana individu mengonsumsi lebih banyak makanan bahkan sete-
lah adanya bantuan pangan (Banerjeeet al., 2021;
Hirvonen & Hoddinott, 2020).
BPNT didesain untuk memperbaiki sistem pe- nyaluran bantuan pangan agar menjadi lebih tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat waktu. Lebih lanjut lagi, BPNT juga memiliki tujuan strategis yakni un- tuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga, yang mana untuk rumah tangga miskin, kebutuhan pengeluaran makanan mencapai hampir 30 per- sen dari total pengeluaran bulanan (Satriawan &
Shrestha, 2018). Pemberian bantuan pangan seperti ini menjadi bentuk upaya pemerintah dalam me- mastikan bahwa semua yang menderita kelaparan dan malnutrisi memiliki akses terhadap makanan bergizi. Implikasinya, bantuan pangan diharapkan dapat memberikan manfaat yang besar untuk ke- sejahteraan dan memperkuat ketahanan pangan rumah tangga miskin (Ningtiyas, 2018).
Rumah tangga miskin, khususnya di sektor perta- nian, tergolong dalam kelompok yang sangat rentan terhadap krisis pangan (Rahutet al., 2022). Hal ini sangat dipengaruhi oleh guncangan eksternal seper- ti perubahan iklim yang menyebabkan kegagalan panen dan terganggunya produksi pangan. Kondisi ini pada gilirannya akan berdampak pada fluktu- asi harga dan kelangkaan pangan. Dari perspektif ekonomi, dampak dari guncangan eksternal seperti ini mengakibatkan petani kecil menjadi sangat ren- tan karena terbatasnya kapasitas dalam memenuhi konsumsi rumah tangganya (Ansahet al., 2021; Gitz
& Meybeck, 2016; Rahutet al., 2022). Implikasinya, rumah tangga pertanian cenderung mengurangi konsumsi makanan pada taraf yang cukup, menju- al aset nonproduktif, serta meminjam uang untuk mengatasi permasalahan pertanian yang dihadapi.
Oleh karena itu, dibutuhkan mekanisme bantuan sosial yang mampu melindungi masyarakat yang rentan miskin, seperti pekerja lepas (yang tidak memiliki tanah), buruh harian di bidang pertani- an, hingga perempuan perdesaan, dalam bentuk subsidi pangan maupun bantuan akses keuangan.
Bantuan pangan seperti BPNT memainkan peranan yang krusial dalam mengatasi kerawanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga miskin pertanian.
Sejak diberlakukannya BPNT pada tahun 2017, fenomena kemiskinan dan kerawanan pangan di Indonesia cenderung menunjukkan kondisi yang tidak merata. Pulau Jawa tercatat memiliki preva- lensi penduduk dengan kerawanan pangan sedang dan berat yang selalu di bawah lima persen. Lebih jauh lagi, berdasarkan peta indeks ketahanan dan kerentanan pangan Indonesia tahun 2022, terlihat bahwa Pulau Jawa memiliki rata-rata nilai indeks se- besar 79,79, yang berarti bahwa Pulau Jawa sangat tahan terhadap kerawanan pangan (Badan Pangan Nasional, 2022). Selain itu, Pulau Jawa juga menjadi satu-satunya pulau yang mengalami penurunan sharependuduk miskin, menurun dari 52,43 persen tahun 2017 menjadi 50,66 persen tahun 2019 (Badan Pusat Statistik [BPS], 2022).
Kondisi di atas yang dialami Pulau Jawa sangat- lah berbeda dengan daerah lainnya, khususnya ka- wasan timur Indonesia seperti Maluku dan Papua yang masih berada pada kategori rentan terha- dap kerawanan pangan. Indeks kerawanan pangan Maluku dan Papua secara rata-rata adalah sebesar 50,25, yang termasuk dalam kategori rentan. Di sisi lain, tingkat kemiskinan kedua pulau tersebut juga mengalami kenaikan yang cukup tajam, yakni dari 5,73 persen menjadi 6,11 persen. Hal ini mengindi- kasikan belum meratanya dampak dari berbagai program bantuan sosial di seluruh Indonesia.
Salah satu daerah dengan tingkat kemiskinan ekstrem dan tingkat kerawanan pangan tertinggi di Indonesia selama lima tahun terakhir adalah Provinsi Maluku. Tercatat pada tahun 2022, preva- lensi penduduk dengan kerawanan pangan sedang atau berat di Maluku adalah sebesar 11,18 persen, menempati peringkat kedua setelah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Padahal, jika ditinjau dari segi ke- cukupan sumber daya alam, Provinsi Maluku ini
diberkahi kekayaan alam yang melimpah, teruta- ma dari hasil laut yang besar, serta potensi pari- wisata yang dapat menjadisource of enginedalam mengentaskan kemiskinan dan kerawanan pangan (Sosilawatiet al., 2017).
Perekonomian Provinsi Maluku ditopang oleh sektor pertanian, yang mana sektor ini berkontribu- si paling tinggi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Maluku setiap tahunnya dengan rata- ratasharesebesar 23,58 persen dari 2020–2022.
Selain itu, dalam kurun waktu yang sama sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja paling banyak di Maluku, yakni sebesar 33,38 persen. Na- mun, tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian masih didominasi oleh pekerja/buruh tani dengan pendapatan yang kecil. Kondisi ini juga didukung oleh fakta bahwa penduduk miskin di Maluku pa- ling banyak berasal dari sektor pertanian, yakni sebanyak 78,7 persen (BPS, 2021). Oleh karena itu, untuk mengentaskan kemiskinan di Maluku, maka sektor pertanian harus menjadi prioritas utama. Pro- vinsi Maluku memberikan perspektif baru dalam kajian terkait dampak intervensi pemerintah, teruta- ma BPNT dalam mengurangi masalah kemiskinan dan kerawanan pangan.
Penelitian-penelitian terdahulu telah mencoba untuk menginvestigasi dampak bantuan pangan, khususnya yang bersifat nontunai (voucher pro- gram), seperti yang dilakukan oleh Abebawet al.
(2010), Banerjeeet al. (2021), Hoddinottet al. (2018), Munandar (2021), Mykerezi & Mills (2010), Savyet al. (2020), dan Schmidtet al. (2016). Melalui penerap- an berbagai metode analisis, penelitian-penelitian tersebut lebih banyak melihat dampak bantuan pangan terhadap berbagai jenisoutcome variable.
Penelitian yang menganalisis dampak bantuan pangan terhadap ketahanan pangan dilakukan oleh Abebawet al. (2010), Mykerezi & Mills (2010), dan Savyet al. (2020). Savyet al. (2020) mengestimasi dampak dari distribusivoucher programyang me- nargetkan keluarga rentan miskin saat terjadi krisis
Gambar 1.Food Security and VurnerabilityAtlas Indonesia Tahun 2022 Sumber: Badan Pangan Nasional (2022)
bahan pangan di Senegal. Menurut nilai indeks Household Food Insecurity Access Scale(HFIAS), ban- tuan pangan berdampak pada menurunnya risiko kerawanan pangan dari 83,9 persen ke 64,6 persen di daerah Ziguinchor, akan tetapi tidak di daerah lainnya. Abebawet al. (2010) juga menemukan ha- sil yang sama. Hasil estimasi memberikan bukti bahwa bantuan pangan memiliki efek positif dan signifikan secara statistik terhadap asupan kalori makanan. Selanjutnya, penelitian oleh Mykerezi
& Mills (2010) menemukan hasil bahwaHousehold Food Insecurity Scaleakan turun sebesar 18 persen apabila rumah tangga ikut berpartisipasi dalam Food Stamp Program.
Terkait dengan perbandingan jenis bantuan sosial untuk mengatasi kerawanan pangan, Schmidtet al.
(2016) dan Hoddinottet al. (2018) menemukan hasil yang berbeda. Hoddinottet al. (2018) mengatakan bahwa bantuan pangan yang berbentuk voucher programmemberikan pengaruh yang signifikan pa-
da kesejahteraan rumah tangga miskin di Nigeria dibandingkan dengan metode distribusi yang lain.
Hal ini dikarenakan rumah tangga yang menerima cash transferlebih cenderung melakukan pembelian dalam jumlah yang tidak semestinya dan mengha- biskan lebih banyak uang untuk transfer pribadi dan utang. Sedangkan, Schmidtet al. (2016) mene- mukan bahwacash transfermaupun food program sama-sama efektif dengan menurunkan tingkat ke- rawanan pangan sebesar 1,1 persen poin.
Lebih lanjut lagi, beberapa penelitian telah dila- kukan untuk mencoba melihat dampak bantuan pangan di Indonesia, seperti yang dilakukan oleh Banerjeeet al. (2021) dan Munandar (2021). Peneliti- an oleh Banerjeeet al. (2021) menyimpulkan bahwa rumah tangga miskin menerima manfaat bantuan 45 persen lebih tinggi di daerah yang menerapkan program BPNT dibandingkan dengan daerah yang menerapkan program bantuan pangan lain seperti Rastra. Di sisi lain, Munandar (2021) menemukan
bahwa implementasi program BPNT mampu me- ningkatkan pengeluaran konsumsi rumah tangga miskin dibandingkan rumah tangga menengah ke atas sehingga program BPNT dinilai efektif dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan penda- patan di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dam- pak BPNT terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga, yang terdiri dari pengeluaran makanan dan pengeluaran total pada rumah tangga miskin di sektor pertanian Provinsi Maluku. Meskipun te- lah banyak studi yang dilakukan terkait dampak bantuan pangan terhadap berbagai indikator ke- sejahteraan, akan tetapi studi mengenai evaluasi bantuan pangan yang berfokus pada rumah tangga miskin sektor pertanian di Indonesia, khususnya pada daerah dengan kemiskinan ekstrem, masih sangat terbatas.
Metode
Penelitian ini menggunakan data Survei Sosial Eko- nomi Nasional (Susenas) Maret Provinsi Maluku tahun 2020. Unit analisis dalam penelitian ini ada- lah rumah tangga miskin di sektor pertanian, yakni rumah tangga yang termasuk kategori miskin (pe- ngeluaran per kapita<Garis Kemiskinan) dengan minimal satu anggota rumah tangganya bekerja di sektor pertanian.
Alasan pemilihandatasetSusenas Maret tahun 2020 adalah untuk mengisolasi dampak BPNT, serta menganulir pengaruh dari pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan pandemi Covid-19 menyebabkan pemerintah memberikan berbagai paket kebijakan bantuan sosial untuk mendorong pulihnya daya be- li masyarakat. Dengan begitu, banyaknya bantuan sosial seperti ini tentunya akan menyulitkan dalam mengestimasitrue impactdari BPNT.
Penelitian ini mengklasifikasikan jenis variabel yang digunakan menjadi variabeloutcome,treatment, dan kontrol. Dalam penelitian ini, variabeloutcome
yang akan dianalisis adalah pengeluaran untuk makanan, yakni semua biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi bahan makanan selama seming- gu terakhir, selanjutnya dikonversikan ke dalam pengeluaran rata-rata sebulan, serta pengeluaran konsumsi total yang didefinisikan sebagai biaya total yang dikeluarkan selama sebulan untuk kon- sumsi semua anggota rumah tangga, baik bahan makanan maupun nonmakanan yang tidak terma- suk konsumsi atau pengeluaran untuk keperluan usaha atau yang diberikan kepada pihak lain.
Variabel treatmentyang digunakan adalah par- tisipasi rumah tangga dalam Bantuan Pangan Non-Tunai. Variabel ini diperoleh dari pertanya- an ”Apakah rumah tangga Anda pernah mendapat- kan Bantuan Pangan (Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT)/Program Sembako” yang terdapat pada rincian R.2206 dalam kuesioner Survei Sosial Eko- nomi Nasional Tahun 2020. Variabel kontrol (kova- riat) digunakan untuk menghitung peluang subjek berpartisipasi dalam program (propensity score), de- ngan karakteristik rumah tangga yang rentan akan berkode 1. Variabel yang digunakan meliputi va- riabel sosial ekonomi dan demografi seperti jenis kelamin Kepala Rumah Tangga (KRT), pendidikan terakhir KRT, jumlah ART, lokasi tempat tinggal, status/kedudukan KRT dalam pekerjaan, kepemilik- an kartu keluarga sejahtera, serta variabel indikator kemiskinan yang merupakan indeks komposit dari multidimensionalpovertysebagai upaya memini- malisirunobserved heterogeneity.
Metode analisis yang digunakan dalam peneli- tian ini adalah analisisPropensity Score Matching (PSM). Secara umum, analisis PSM membangun sebuahstatistical comparison group (counterfactual) dengan melakukan pencocokan karakteristik sub- jek pada kelompoktreatmentdan kelompok kontrol berdasarkan karakteristik variabel kontrol (kovari- at) yang digunakan (Getleret al., 2016; Khandkeret al., 2010). Metode ini memiliki keunggulan, yakni dapat mengurangi bias seleksi akibat dari variabel
Tabel 1.Definisi Operasional Variabel Penelitian
Nama Variabel Definisi
Variabeloutcome
1. Pengeluaran Makanan Rumah Tangga (Y1) (ln f ood) Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk konsumsi makanan semua ang- gota rumah tangga selama sebulan
2. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (Y2) (lnexp) Biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan, baik bahan makanan maupun nonmakanan.
Variabeltreatment
1. Status Partisipasi BPNT (X) (bpnt) Bernilai 1: jika mendapatkan BPNT Bernilai 0: jika tidak mendapatkan BPNT Variabel kovariat
1. Jenis Kelamin KRT (hh_head) Bernilai 1: jika berjenis kelamin laki-laki Bernilai 0: jika berjenis kelamin perempuan 2. Pendidikan terakhir KRT (head_educ) Bernilai 1: jika berpendidikan rendah
Bernilai 0: jika berpendidikan menengah keatas
3. Jumlah ART (hh_size) Jumlah Anggota Rumah Tangga
4. Lokasi tempat tinggal (rural_urban) Bernilai 1: jika tinggal di perdesaan Bernilai 0: jika tinggal di perkotaan 5. Status KRT dalam pekerjaan (head_workstatus) Bernilai 1: jika pekerja atau buruh
Bernilai 0: jika lainnya 6. Partisipasi dalam Kartu Keluarga Sejahtera (kks) Bernilai 1: jika memiliki KKS
Bernilai 0: jika tidak memiliki KKS
7. Status kemiskinan (poor) Indeks komposit yang terbentuk dari beberapa indikator kemiskinan (bernilai 1 jika memiliki kondisi tersebut); terdiri dari status kepemilikan rumah, jenis lantai, fasilitas sanitasi layak, sumber air minum, sumber air mandi, dan kepemilikan asuransi kesehatan (Rangenilai dari 0–6) Sumber: BPS (2020)
treatmentyang bersifat tidak acak. Selain itu, analisis PSM dapat mereduksi kovariat yang direpresen- tasikan dalam banyak dimensi menjadi satu nilai, yaitu nilaipropensity score(Otoket al., 2020; Zhaoet al., 2021). Persamaan umum dalam metode analisis dengan PSM adalah sebagai berikut:
Yi=DiY1i−(1−Di)Y0i (1) dengan Di ∈ 0,1 adalah dummy untuk treatment group, bernilai 1 jika mendapatkan BPNT dan ber- nilai 0 yang berarti kelompok kontrol.Yi adalah variabeloutcome, yakni pengeluaran makanan dan pengeluaran konsumsi rumah tangga total.Y1iada- lahoutcomeyang diharapkan ketika rumah tangga ke-iadalah penerima BPNT (Di = 1).Y0i adalah outcomeyang diharapkan ketika rumah tangga ke-i adalah rumah tangga kontrol. Analisis utama saat menggunakan metode ini adalah untuk melihat dampak dari intervensi terhadap penerima manfa- at, yaitu dengan mengukurAverage Treatment Effect
on the Treated(ATT) yakni sebagai berikut:
EY1i|Di=1−EY0i|Di=0 (2) ATT adalah estimasi dari potential outcome ru- mah tangga yang menerima BPNT EY1i|Di=1, dikurangi potential outcomes dari rumah tangga yang tidak menerima BPNTEY0i|Di=0. Metode PSM mengharuskan terpenuhinya dua asumsi se- hingga permasalahanself-selection biasdapat diatasi (Wordofaet al., 2021). Pertama,Conditional Indepen- dence Assumption(CIA). Asumsi ini bisa terpenuhi saat peneliti menggunakan seperangkat kovariat (X) yang akan mengontrol perbedaan di antara kedua kelompok berdasarkan karakteristik yang dapat diamati. Variabel yang digunakan hanyalah variabel-variabel yang secara simultan berpengaruh dalam keputusan untuk mendapatkan intervensi (Sulistyaningrum, 2016). Implikasinya, dua kelom- pok yang terbentuk akan memiliki karakteristik yang mirip dan perbedaan yang ada hanya dise- babkan oleh partisipasi program sehingga diasum- sikan akan memiliki hasil yang sama jika keduanya
tidak mendapatkan intervensi.
Kedua, asumsicommon support. Asumsi ini meng- indikasikan adanya kondisi tumpang tindih (over- lap) padapropensity scoredi antara kedua kelompok yang menjelaskan kemungkinan yang sama di anta- ra kedua kelompok untuk mendapatkan intervensi.
Kondisi ini dapat diamati pada sebuah wilayah di dalam grafik distribusi kepadatan skor di antara kedua kelompok.
Tahapan analisis dalam penelitian dengan meng- gunakan metode PSM adalah sebagai berikut: (1) menentukan sejumlah variabel kontrol yang bersifat confounding variable(berpengaruh terhadap pengelu- aran rumah tangga maupun BPNT; (2) menghitung nilaipropensity scoremenggunakan regresi logistik logit, yaitu variabel respons biner denganDi = 1 untuktreatmentdanDi=0 untuk kontrol dengan model yaitu:
Ln
p(xi) 1−p(xi)
= β0+β1hh_head+β2head_educ +β3hh_size+β4rural_urban +β5head_workstatus+β_6kks
+β7poor (3)
(3) melakukan pengecekancommon supportuntuk mengetahui apakah distribusi kelompok perlaku- an dan kontrol memilikioverlapyang merata; (4) melakukan analisismatchingmenggunakan salah satu dari beberapa metode pilihan, sepertinearest neighbour, radius, maupun kernel (Harris & Horst, 2016). Metode ini mencocokkan karakterisik ke- lompok perlakuan dengan kelompok kontrol ber- dasarkanpropensity scoreterdekat; (5) menghitung nilai ATT yang merupakan nilai dampak bantuan BPNT terhadap pengeluaran rumah tangga untuk makanan maupun secara total; dan (6) melakukan balance diagnosticdan analisis sensitivitas untuk me- mastikan bahwa metode PSM telah baik digunakan (Zhanget al., 2019).
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh partisipasi BPNT terhadap pe-
ngeluaran makanan dan pengeluaran total setelah dikontrol oleh variabel kovariat, yaitu jenis kelamin dan tingkat pendidikan KRT, jumlah ART, tempat tinggal, kedudukan KRT dalam bekerja, partisipasi KKS, serta status kemiskinan.
Hasil dan Analisis
Tabel 2 menyajikan karakteristik rumah tangga mis- kin sektor pertanian di Provinsi Maluku tahun 2020.
Secara umum, rumah tangga pertanian yang terma- suk dalam kategori miskin dan mendapatkan BPNT adalah sebanyak 150 rumah tangga, sedangkan yang tidak mendapatkan BPNT adalah sebanyak 523 rumah tangga. KRT penerima BPNT umumnya berjenis kelamin laki-laki (20,2 persen), berpendidik- an rendah (12,33 persen), dan tinggal di perdesaan (20,50 persen).
Selain itu, rumah tangga penerima BPNT juga lebih banyak memiliki KRT yang berstatus bukan pekerja/buruh (20,2 persen). Status kepemilikan KKS hampir merata di antara rumah tangga pe- nerima BPNT. Secara rata-rata, jumlah ART pada rumah tangga penerima BPNT adalah sebanyak 7 orang dengan status kemiskinan yang terpenuhi adalah sebanyak 23 indikator miskin.
Analisis sampel rumah tangga pertanian di Pro- vinsi Maluku diawali dengan pengujiangoodness of fituntuk mengetahui seberapa baik spesifikasi model yang digunakan. NilaiChi-squarepada uji Hosmer dan Lemeshow adalah sebesar 8,37 dengan p-value-nya adalah 0,3982 (>taraf signifikansi 5 per- sen) sehingga dapat diputuskan bahwa gagal tolak H0. Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa, spesifikasi model yang dibentuk sudah baik dalam menjelaskan status partisipasi BPNT. Nilaioverall percentagepada tabel klasifikasi adalah sebesar 83,6 persen. Nilai ini menunjukkan bahwa model secara keseluruhan dapat mengklasifikasikan status par- tisipasi BPNT dengan benar sebesar 83,6 persen (atau dalam artian lain, model memiliki kekuatan
Tabel 2.Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Partisipasi dalam BPNT
Karakteristik Kovariat Menerima Tidak menerima
(Y=1) (Y=0)
Laki-laki 136 (20,2%) 482 (71,61%)
Perempuan 14 (2,08%) 41 (6,11%)
Subtotal 150 (22,28%) 523 (77,72%)
Pendidikan rendah 83 (12,33%) 325 (48,30%)
Pendidikan menengah ke atas 67 (9,95%) 198 (29,42%)
Subtotal 150 (22,28%) 523 (77,72%)
Perdesaan 138 (20,50%) 472 (70,14%)
Perkotaan 12 (1,78%) 51 (7,58%)
Subtotal 150 (22,28%) 523 (77,72%)
Pekerja atau buruh 14 (2,08%) 39 (5,80%)
Bukan pekerja/buruh dan lainnya 136 (20,2%) 484 (71,92%)
Subtotal 150 (22,28%) 523 (77,72%)
Memiliki kartu KKS 70 (10,40%) 432 (64,19%)
Tidak memiliki kartu KKS 80 (11,88%) 91 (13,53%)
Subtotal 150 (22,28%) 523 (77,72%)
Karakteristik Kovariat min. maks. mean min. maks. mean
Jumlah ART 3 15 7,06 2 18 2,03
Status Kemiskinan (poor) 0 5 2,36 0 6 2,3
Sumber: Susenas Maret 2020 Provinsi Maluku (diolah)
prediksi sebesar 83,6 persen). Model ini juga me- miliki nilaiPseudo-R2yang sebesar 0,1320. Setelah ujigoodness of fit, langkah berikutnya adalah me- lakukan ujiOmnibus LRuntuk melihat pengaruh variabel kovariat secara simultan. Nilai statistik uji G pada ujilikelihood ratioadalah sebesar 94,26 de- nganp-value-nya sebesar 0,000 (<taraf signifikansi 5 persen) sehingga dapat diputuskan bahwa tolak H0. Dengan demikian, dapat disimpulkan minimal terdapat satu variabel kovariat yang berpengaruh secara signifikan terhadap status partisipasi BPNT di Provinsi Maluku tahun 2020.
Hasil analisis model logit menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin KRT, jumlah ART, kepemi- likan KKS, dan status kemiskinan secara parsial menentukan probabilitas suatu rumah tangga un- tuk menerima BPNT. Rumah tangga miskin per- tanian dengan KRT perempuan memiliki kecen- derungan sebesar 2,06 kali untuk mendapatkan BPNT jika dibandingkan dengan rumah tangga per- tanian dengan KRT laki-laki. Selanjutnya, makin banyak jumlah ART dalam rumah tangga miskin pertanian, maka makin besar kecenderungan un- tuk mendapatkan BPNT sebesar 2,84 persen. Jika rumah tangga pertanian memiliki KKS, maka akan
Tabel 3.Hasil Regresi Model Logit Sebelum Analisis PSM
Variabel Variabel Dependen: BPNT
Koefisien Efek Marginal Odds-Ratio
hh_head -0,7220** -0,1316* 0,4857**
(0,3565) (0,0743) (0,1731)
head_educ -0,3383 -0,0532 0,7129
(0,2062) (0,0033) (0,1470)
hh_size 0,1844*** 0,0284*** 1,2025***
(0,0477) (0,0072) (0,0573)
rural_urban -0,0080 -0,0012 0,992
(0,3600) (0,0556) (0,3572)
head_workstatus 0,1685 0,027 1,1835
(0,3601) (0,0603) (0,4262)
kks 1,7753** 0,3384*** 5,9023***
(0,2111) (0,0428) (1,2462)
poor 0,1550** 0,0238** 1,1677**
(0,0790) (0,0121) (0,0923)
konstanta -2,5941*** 0,0747***
(0,6002) (0,0448)
observasi 673 p-value
uji hosmer-lemeshow 8,37 0,3982
uji omnibus LR 94,26 0,0000***
pseudo R2 0,132
Sumber: Susenas Maret 2020 Provinsi Maluku (diolah) Keterangan: * signifikan pada taraf 10%
** signifikan pada taraf 5%
*** signifikan pada taraf 1%
meningkatkan peluang menerima BPNT sebesar 5,9 kali dibandingkan keluarga yang tidak memiliki KKS. Variabel status kemiskinan (poor) memiliki arah hubungan positif dengan nilaiodds ratiosebe- sar 1,1677 dan efek marginal sebesar 0,0238. Hal ini
berarti bahwa rumah tangga pertanian yang me- menuhi kategori miskin memiliki kecenderungan sebesar 1,17 kali untuk mendapatkan BPNT jika dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak memenuhi kategori miskin. Atau dengan perkata- an lain, jika status kemiskinan yang dimiliki oleh suatu rumah tangga pertanian bertambah sebanyak 1 indikator, maka akan meningkatkan probabili- tas untuk mendapatkan BPNT sebesar 2,38 persen dengan asumsiceteris paribus.
Sebelum melakukan estimasipropensity score, per- lu dilakukanbalancing testuntuk mengetahui va- riabel apa saja yang memenuhi CIA. Asumsi ini menekankan tidak adanyaselection biasketika dapat dipastikan bahwa suatu rumah tangga atau indivi- du yang menerimatreatmentatau tidak (conditional terhadap kovariatnya) bersifat independen pada outcomeatau hasilnya (Khandkeret al., 2010).
Hasilbalancing testmenunjukkan bahwa semua variabel yang digunakan sebelumnya telah meme- nuhi asumsi CIA (satisfied). Selanjutnya, dapat di- ketahui bahwa terdapat 7 blokpropensity scoreyang terbentuk, denganrangekelompok dari 0 hingga 0,7.
Tabel 4.Hasil EstimasiPropensity Score Inferior of block of pscore Partisipasi BPNT
Total
Ya Tidak
0,00 9 135 144
0,10 42 242 284
0,20 40 85 125
0,40 49 55 104
0,60 3 6 9
0,65 4 0 4
0,70 3 0 3
Total 150 523 673
Tahapan selanjutnya adalah mengecek daerah common support. Kondisi ini mengharuskan terda- pat daerah yang tumpang-tindih dari kelompok treatmentdan kontrol setelah dilakukanmatching.
Gambar 2 menunjukkan bahwa terdapat daerah overlapyang cukup besar antara garis merah (kelom- pok kontrol) dengan garis biru (kelompoktreatment).
Metode pencocokan yang digunakan dalam ana-
Gambar 2.DistribusiPropensity Scoredan Daerah Common Support
lisis ini adalah metodeRadius Caliper Matchingdise- babkan adanya perbedaan distribusi data antara ke- lompok perlakuan dan kontrol (treated and untreated group) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Hasil pencocokanRadius Caliper Matchingpada rumah tangga miskin pertanian (Tabel 5) menun- jukkan bahwa, rata-rata pengeluaran makanan per bulan pada rumah tangga miskin pertanian pene- rima BPNT lebih tinggi daripada rumah tangga miskin pertanian yang tidak menerima BPNT. Se- dangkan, rata-rata pengeluaran konsumsi rumah tangga secara total tidak berbeda signifikan anta- ra penerima maupun yang tidak menerima BPNT.
Artinya, BPNT berpengaruh signifikan terhadap pe- ningkatan pengeluaran makanan, akan tetapi tidak untuk total pengeluaran.
Rumah tangga miskin pertanian yang menerima BPNT secara rata-rata mengalami kenaikan penge- luaran makanan sebesar 6,52 persen. Hasil pene- litian ini sejalan dengan temuan penelitian sebe- lumnya, meskipun dengan nilai estimasimagnitudo dampak bantuan pangan yang berbeda. Abebaw et al. (2010) menemukan bahwa bantuan pangan mampu meningkatkan asupan kalori makanan fisik sebesar 30 persen di antara rumah tangga peneri-
Tabel 5.Dampak BPNT terhadap Pengeluaran Makanan dan Rumah Tangga Variabel Sampel Treated Controls Difference S.E. T-stat Lnfood Unmatched 14,3749 14,2425 0,13243 0,03467 3,82
ATT 14,3488 14,2835 0,06523 0,03130 2,08**
Lnexp Unmatched 14,8906 14,7947 0,09586 0,03077 3,12 ATT 14,8695 14,8317 0,03786 0,02867 1,32 Keterangan: ** signifikan pada taraf 5%
ma manfaat. Hoddinottet al. (2018) yang menguji dampak bantuan pangan terhadap pengeluaran makanan, khususnya pada penerima manfaat di perdesaan, menemukan bahwa bantuan pangan berdampak positif meskipun relatif rendah, yakni sekitar 4,4–7,2 persen. Secara keseluruhan, BPNT mampu meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani kecil di Provinsi Maluku yang sangat rentan dengan kemiskinan dan kerawanan pangan. Ber- bagai macam permasalahan yang sering dihadapi petani di Provinsi Maluku, seperti minimnya adopsi teknologi pertanian serta sedikitnya penguasaan lahan produktif berakibat pada rendahnya produk- tivitas. Di sisi lain, harga pangan yang tidak stabil hingga kegagalan panen akibat curah hujan yang tinggi juga turut berkontribusi pada rendahnya kesejahteraan petani di Provinsi Maluku. Pendapat- an yang relatif kecil yang dihasilkan oleh petani miskin pun lebih banyak digunakan untuk meme- nuhi kebutuhan konsumsi dasar harian daripada digunakan untuk meningkatkan produktivitas per- tanian (Wuet al., 2023).
Implikasi dari rendahnya pendapatan yang di- terima adalah rumah tangga miskin tidak mampu membeli makanan yang cukup dan bernutrisi se- hingga dengan adanya BPNT dapat membantu mengurangi beban pemenuhan kebutuhan bulanan rumah tangga miskin. Di saat aktivitas pertanian terganggu, BPNT dapat berfungsi sebagai jaring pengaman sosial, yang mana rumah tangga miskin pertanian di Maluku dapat menggunakan bantuan dana tersebut dengan menyesuaikan jenis bahan pangan, kualitas (beras dan/atau telur), jadwal pem- belian, serta kuantitas maupun harga pangan yang akan dibeli. Bantuan pangan yang diterima rumah
tangga miskin ini juga dapat meningkatkan kon- sumsi komoditas pangan lainnya, seperti kacang- kacangan dan minyak nabati.
Lebih lanjut lagi, dampak dari program bantuan pangan akan sangat tergantung dari karakteristik sosial-demografi rumah tangga penerima. Bantuan pangan akan berdampak signifikan pada rumah tangga pertanian dengan KRT perempuan yang me- miliki jumlah ART yang besar.Financial burdenyang dirasakan oleh perempuan Maluku yang menjadi breadwinnerakan sangat besar, yang mana biasanya pada sektor pertanian, kaum perempuan lebih se- ring hanya bekerja sebagai pekerja keluarga sehing- ga cenderung memiliki pendapatan yang termasuk dalam kategori rendah (Putri, 2023). BPNT yang diterima oleh rumah tangga dengan karakteristik tersebut akan memberikan dampak yang besar da- lam mengurangi risiko kemiskinan dan kerentanan pangan. Meskipun demikian, Hoddinottet al. (2018) menemukan bahwa terdapat penyimpangan seki- tar 5 persen penerima bantuan cenderung menjual kembali sebagian makanan hingga 13 persen la- innya yang melaporkan bahwa kelompok rumah tangga menukar sebagian dari bantuan pangannya menjadi makanan atau nonmakanan lainnya.
Bantuan pangan yang berbentukvoucher program memberikan pengaruh yang lebih signifikan pada kesejahteraan rumah tangga dari sisi pengeluaran makanan, dibandingkan dengan pengeluaran seca- ra keseluruhan. Kondisi ini disebabkan oleh desain penggunaan bantuan BPNT yang hanya dapat di- gunakan untuk keperluan konsumsi makanan, ber- beda dengan bantuan lain yang bersifatcash transfer.
Rumah tangga yang menerimacash transferlebih cenderung melakukan pembelian dalam jumlah
yang tidak semestinya, membeli keperluan yang tidak sesuai ketentuan, seperti untuk konsumsi rokok dantemptation goods, bahkan menghabiskan lebih banyak uang untuk transfer pribadi dan utang (Dartantoet al., 2021; Hoddinottet al., 2018).
Selanjutnya, untuk memastikan kualitas hasil matching, penelitian ini melakukan beberapa peng- ujian, yakni uji t untuk mengetahui kualitas kese- taraan rata-rata secara parsial sebelum (unmatched) dan sesudahmatching(matched).
Tabel 6.Uji T untuk Menguji Perbedaan Sebelum dan SesudahMatching
Variabel % bias uji t
t p>|t|
hh_head -0,8 -0,07 0,944
head_educ -9,8 -0,82 0,413
hh_size 13,3 1,17 0,241
rural_urban 7,8 0,66 0,511
head_workstatus 4,4 0,37 0,714
kks 55,7 4,43 0,000
poor 2,7 0,23 0,819
Hasil pengujian uji t pada Tabel 6 menunjukkan overall p-valuesetelahmatchingtidak signifikan, atau dalam perkataan lain metode PSM menghasilkan estimasi yang bersifatunbiased. Kondisi ini sesuai dengan yang diharapkan karena mengindikasikan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata nilaipropensity scorespada dua grup sampel sebelum dan sesudahmatching.
Setelah melakukan pengujian uji t, tahapan se- lanjutnya adalah melakukan analisis sensitivitas.
Bias seleksi bisa saja terjadi saat dua individu de- ngan kovariat yang sama memiliki peluang yang berbeda dalam partisipasi terhadap suatu program.
Agar menghindari kondisi bias seleksi maupun hidden bias, maka digunakan analisis sensitivitas (Sulistyaningrum, 2016). Dengan menggunakan Wilcoxon’s signed-rank test, hasil analisis menunjuk- kan adanyahidden biaskarena variabeloutcomepe- ngeluaran makanan dan konsumsi rumah tangga total bersifat sensitif. Ini mengindikasikan bahwa terdapat bias yang tidak terdeteksi yang dapat me- mengaruhi rumah tangga dalam memperoleh atau tidak memperolehtreatmentpada level gamma ter-
tentu.
Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dam- pak BPNT terhadap pengeluaran rumah tangga miskin sektor pertanian di Provinsi Maluku. Un- tuk menjawab penelitian tersebut, maka digunakan metode analisis PSM. Temuan penting penelitian ini adalah BPNT memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan pengeluaran makanan, teta- pi tidak untuk pengeluaran total. Rumah tangga miskin pertanian di Provinsi Maluku yang mene- rima BPNT secara rata-rata mengalami kenaikan pengeluaran makanan sebesar 6,52 persen. Sebagai upaya perbaikan, maka pemerintah perlu untuk me- ningkatkan ketepatan distribusi BPNT bagi rumah tangga miskin di sektor pertanian, khususnya ru- mah tangga dengan KRT perempuan serta memiliki jumlah ART yang besar.
Penelitian ini masih terdapat beberapa kekurang- an, terutama terkait dengan jumlah observasi, perio- de observasi, maupun desain metodologi penelitian.
Penelitian ini menemukan perbedaan pada penge- luaran konsumsi makanan, tetapi tidak dapat men- jelaskan lebih lanjut subpengeluaran makanan apa saja yang memiliki dampak paling tinggi. Selain itu, saran untuk penelitian selanjutnya adalah dengan memperluas cakupan sampel penelitian dan meng- gunakan metode evaluasi dampak lainnya, seperti Difference-in-Difference(DiD) dengan menambahkan periode penelitian yang dapat mengakomodirtrue impactpada berbagai variabeloutcome, khususnya pada unit analisis rumah tangga pertanian.
Daftar Pustaka
[1] Abebaw, D., Fentie, Y., & Kassa, B. (2010). The impact of a food security program on household food con- sumption in Northwestern Ethiopia: A matching es- timator approach. Food Policy, 35(4), 286-293. doi: ht- tps://doi.org/10.1016/j.foodpol.2010.01.002.
[2] Ansah, I. G. K., Gardebroek, C., & Ihle, R. (2021). Shock interactions, coping strategy choices and household food security.Climate and Development, 13(5), 414-426. doi: ht- tps://doi.org/10.1080/17565529.2020.1785832.
[3] Badan Pangan Nasional. (2022).Peta Ketahanan dan Keren- tanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas – FSVA).
Diakses 2 Juni 2023 dari https://fsva.badanpangan.go.id.
[4] Banerjee, A., Hanna, R., Kyle, J., Olken, B. A., & Sumarto, S. (2018). Tangible information and citizen empower- ment: Identification cards and food subsidy programs in Indonesia.Journal of Political Economy, 126(2), 451-491. doi:
https://doi.org/10.1086/696226.
[5] Banerjee, A., Hanna, R., Olken, B. A., Satriawan, E., &
Sumarto, S. (2021). Food vs. food stamps: Evidence from an at-scale experiment in Indonesia.NBER Working Pa- per, 28641. National Bureau of Economic Research. doi:
10.3386/w28641.
[6] BPS. (2020).Buku pedoman pencacahan survei sosial ekonomi nasional Maret 2020. Badan Pusat Statistik.
[7] BPS. (2021, 15 Februari). Profil kemiskinan di Maluku September 2020.Berita Resmi Statistik, 06/02/81/Th.XXIV.
Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku. Diakses 30 Juli 2023 dari https://maluku.bps.go.id/pressrelease/2021/02/15/442/ profil-kemiskinan-di-maluku-september-2020.html#:~:
text=Jumlah%20penduduk%20miskin%20di%20Maluku, peningkatan%20sebesar%200%2C55%20poin..
[8] BPS. (2022). Penghitungan dan analisis kemiskinan makro Indonesia 2022. Badan Pusat Statistik. Di- akses 25 Juli 2023 dari https://www.bps.go.id/id/
publication/2022/11/30/041b11a57ce8fe671631f684/
penghitungan-dan-analisis-kemiskinan-makro-indonesia- tahun-2022.html.
[9] Dartanto, T., Moeis, F. R., Can, C. K., Ratih, S. P., Nurhasana, R., Satrya, A., & Thabrany, H. (2021). Good intentions, unin- tended outcomes: Impact of social assistance on tobacco consumption in Indonesia.Tobacco Induced Diseases, 19, 29.
doi: 10.18332/tid/132966.
[10] Getler, P. J., Martinez, S., Premand, P., Rawlings, L.
B., & Vermeersch, C. M. J. (2016). Impact evaluation in practice (2nd edition). Inter-American Development Bank and World Bank. Diakses 4 Mei 2023 dari https://www.worldbank.org/en/programs/sief-trust-fund/
publication/impact-evaluation-in-practice.
[11] Gitz, V., & Meybeck, A. (2016). Climate change and food security: risks and responses. Watch Letter, 37.
Centre International de Hautes études agronomiques méditerranéennes (CIHEAM). Diakses 25 Juli 2023 da- ri https://www.iamm.ciheam.org/uploads/attachments/250/
06_Meybeck_WL_37.pdf.
[12] Gupta, P., & Huang, B. (2018). In-kind transfer and child development: Evidence from subsidized rice program in Indonesia. ADBI Working Paper,
826. Asian Development Bank Institute. Diakses 23 Juni 2023 dari https://www.adb.org/publications/
kind-transfer-and-child-development-evidence-indonesia.
[13] Harris, H., & Horst, S. J. (2016). A brief guide to decisions at each step of the propensity score matching process.
Practical Assessment, Research, and Evaluation, 21, 4. doi:
https://doi.org/10.7275/yq7r-4820.
[14] Hirvonen, K., & Hoddinott, J. (2020). Beneficiary views on cash and in-kind payments: evidence from Ethiopia’s pro- ductive safety.Policy Research Working Paper, 9125. World Bank. Diakses 7 Juli 2023 dari https://openknowledge.
worldbank.org/handle/10986/33261.
[15] Hoddinott, J., Sandström, S., & Upton, J. (2018). The impact of cash and food transfers: Evidence from a randomized intervention in Niger. American Jour- nal of Agricultural Economics, 100(4), 1032-1049. doi: ht- tps://doi.org/10.1093/ajae/aay019.
[16] Kemensos. (2021).Laporan kinerja Kementerian Sosial 2020.
Kementerian Sosial. Diakses 14 April 2023 dari https://
kemensos.go.id/uploads/topics/16520633675317.pdf.
[17] Khandker, S. R., Koolwal, G. B., & Samad, H. A.
(2010). Handbook on impact evaluation: quantitative me- thods and practices. World Bank. Diakses 22 Mei 2023 dari https://documents.worldbank.org/en/publication/
documents-reports/documentdetail/650951468335456749/
Handbook-on-impact-evaluation-quantitative-methods- and-practices.
[18] Munandar, Y. (2021). Income inequality and noncash food assistance program in Central Java Province.Eko-Regional:
Jurnal Pembangunan Ekonomi Wilayah, 16(2), 84-93. doi: ht- tps://doi.org/10.20884/1.erjpe.2021.16.2.1805.
[19] Mustofa, M., Sugiyanto, C., & Susamto, A. A. (2023). Ana- lysis of the impact of the raskin program on food security for poor households in Indonesia.Jurnal Economia, 19(1), 127-140. doi: 10.21831/economia.v19i1.58937.
[20] Mykerezi, E., & Mills, B. (2010). The impact of food stamp program participation on household food insecurity.
American Journal of Agricultural Economics, 92(5), 1379-1391.
doi: https://doi.org/10.1093/ajae/aaq072.
[21] Ningtiyas, E. R. (2018). Counterproductive effects of rice for poor (raskin) program on labor supply.Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journal of Development Planning, 2(2), 188-202.
[22] Otok, B. W., Musa, M., & Yasmirullah, S. D. P. (2020). Pro- pensity score stratification using bootstrap aggregating classification trees analysis.Heliyon, 6(7), e04288. doi: ht- tps://doi.org/10.1016/j.heliyon.2020.e04288.
[23] Putri, A. S. (2023).Karakteristik sosial demografi yang mempe- ngaruhi kontribusi pendapatan perempuan pekerja sektor infor- mal di Kabupaten Maluku Tengah tahun 2021(Tesis, Pro- gram Magister Perencanaan dan Pengembangan Wila- yah Universitas Hasanuddin). Diakses 2 Juni 2023 dari
http://repository.unhas.ac.id/id/eprint/25539/.
[24] Rachman, B., & Agustian, A. (2018). Efektivitas dan pers- pektif pelaksanaan program beras sejahtera (Rastra) dan bantuan pangan non-tunai (BPNT).Analisis Kebijakan Perta- nian, 16(1), 1-18.
[25] Rahut, D. B., Aryal, J. P., Manchanda, N., & Sonobe, T. (2022).
Expectations for household food security in the coming decades: a global scenario. In: Bhat, R. (ed.),Future foods:
global trends, opportunities, and sustainability challenges(pp.
107-131), Elsevier Science. doi: https://doi.org/10.1016/B978- 0-323-91001-9.00002-5.
[26] Satriawan, E., & Shrestha, R. (2018). Mistargeting and regressive take up of the Indonesian Rice Subsidy Pro- gram. Asian Economic Journal, 32(4), 387-415. doi: ht- tps://doi.org/10.1111/asej.12164.
[27] Savy, M., Fortin, S., Kameli, Y., Renault, S., Couderc, C., Gamli, A., ... & Martin-Prével, Y. (2020). Impact of a food voucher program in alleviating household food insecurity in two cities in Senegal during a food price crisis.Food Security, 12, 465-478. doi: https://doi.org/10.1007/s12571-019- 00996-x.
[28] Schmidt, L., Shore-Sheppard, L., & Watson, T. (2016).
The effect of safety-net programs on food insecuri- ty. Journal of Human Resources, 51(3), 589-614. doi:
https://doi.org/10.3368/jhr.51.3.1013-5987R1.
[29] Sosilawati, Nababan, M. L., Wahyudi, A. R., Mahendrea, Z.
A., Massudi, W., & Utami, S. (2017).Sinkronisasi program dan pembiayaan pembangunan jangka pendek 2018-2020: keterpadu- an pengembangan kawasan dengan infrastruktur PUPR Kepulau- an Maluku dan Pulau Papua. Pusat Pemrograman dan Evalua- si Keterpaduan Infrastruktur PUPR, Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Diakses 25 Juli 2023 dari https://bpiw.
pu.go.id/publication/book/pdf/Buku_1MalukuPapua.pdf.
[30] Sulistyaningrum, E. (2016). Impact evaluation of the school operational assistance program (BOS) using the matching method.Journal of Indonesian Economy and Business, 31(1), 33-62. doi: https://doi,org/10.22146/jieb.10319.
[31] TNP2K. (2015). Tantangan meningkatkan efektivitas Program Raskin. Tim Nasional Percepatan Penang- gulangan Kemiskinan. Diakses 22 Mei 2023 dari https://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/
Laporan%20TNP2K%20Tantangan%20Meningkatkan%
20Efektifitas%20Program%20Raskin%20Final.pdf.
[32] Wordofa, M. G., Hassen, J. Y., Endris, G. S., Aweke, C.
S., Moges, D. K., & Rorisa, D. T. (2021). Adoption of improved agricultural technology and its impact on ho- usehold income: a propensity score matching estimation in eastern Ethiopia.Agriculture & Food Security, 10, 5. doi:
https://doi.org/10.1186/s40066-020-00278-2.
[33] Wu, Z., Zheng, W., & Yang, Z. (2023). Influence of farmland confirmation on farmland abandon-
ment in China. Plos one, 18(5), e0285174. doi: ht- tps://doi.org/10.1371/journal.pone.0285174.
[34] Zhang, Z., Kim, H. J., Lonjon, G., & Zhu, Y. (2019). Balance diagnostics after propensity score matching.Annals of Trans- lational Medicine, 7(1), 16. doi: 10.21037/atm.2018.12.10.
[35] Zhao, Q. Y., Luo, J. C., Su, Y., Zhang, Y. J., Tu, G. W., & Luo, Z. (2021). Propensity score matching with R: conventional methods and new features.Annals of Translational Medicine, 9(9), 812. doi: 10.21037/atm-20-3998.