SKENARIO PERUBAHAN IKLIM DAN PELUANG
KEJADIAN BENCANA HIDROMETEOROLOGI DI DAERAH
ALIRAN SUNGAI LEMATANG SUMATERA SELATAN
THE SCENARIOS OF CLIMATE CHANGE AND
OPPORTUNITIES FOR HYDROMETEOROLOGICAL
DISASTERS IN LEMATANG WATERSHED OF SOUTH
SUMATERA
M. Pasha Nur Fauzan1*) dan B. Setiawan2
1,2
Teknik Geologi, Universitas Sriwijaya, Palembang
*)
Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. +6281320048153 email: [email protected]
ABSTRACT
Flood disaster on Lematang watersheds according to BNPB Indonesia disaster information data in 2016 in Lahat District, caused 12 houses were severely damaged as well as 1,218 victims affected and evacuated. This study uses rainfall data and landsat 8 OLI/TIRS imagery. The results of the data analysis history of rainfall (1974-2005) and the projection of the RCP 4.5 and also 8.5 (2020-2050) was divided into two time periods with a span of 15 years. Historical analysis explains the highest peak of rainfall occurred in March, April, May (MAM) and September, October, November (SON), correlation with rainfall projections showed that episodes of chance of flooding have a shift in the original time in one period within three months period to six months. Modeling of river morphology showed changes in river flow which implicates to land use with paying attention to frequency level of rain on the potential disaster hazards caused. This research expected could be the first step in identifying potential hazards of hydrometeorological disaster in Lematang watersheds.
Keywords:Hydrometeorological disaster, Climate scenario, Lematang watershed ABSTRAK
Kejadian bencana banjir pada daerah aliran sungai lematang merujuk data informasi bencana indonesia BNPB tercatat tahun 2016 di Kabupaten Lahat, menimbulkan kerusakan 12 rumah rusak berat serta 1.218 korban terdampak dan mengungsi. Studi ini menggunakan data curah hujan dan citra landsat 8 OLI/TIRS. Hasil analisa curah hujan histori (1974-2005) dan proyeksi RCP 4.5 serta 8.5 (2020-2050) dibagi atas dua periode waktu dengan rentang 15 tahun. Analisa histori menjelaskan puncak curah hujan tertinggi terjadi di bulan pada maret, april, mei (MAM) dan september, oktober, november (SON), dilakukan korelasi terhadap curah hujan proyeksi memperlihatkan episode peluang terjadinya banjir mengalami pergeseran waktu yang semula dalam satu periode dengan kurun waktu tiga bulan menjadi enam bulan. Pemodelan morfologi sungai memperlihatkan adanya perubahan aliran sungai yang berimplikasi terhadap penggunaan lahan dengan memperhatikan tingkat frekuensi hujan tehadap potensi bahaya bencana yang ditimbulkan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
langkah awal dalam mengidentifikasi potensi bahaya bencana hidrometeorologi di DAS Lematang.
Kata kunci: bencana hidrometeorologi, skenario iklim, DAS Lematang
PENDAHULUAN
Daerah aliran sungai (DAS) lematang merupakan satu dari delapan sub-das musi yang terbentang di sepanjang kabupaten Prabumulih, Muara Enim, dan Lahat dengan Gunung Dempo Kota Pagar Alam sebagai sumber mata airnya. Sungai lematang memiliki peranan penting bagi masyarakat sekitar yang dimanfaatkan untuk sumber air baku dan aktivitas sehari-hari lainya. Data informasi bencana indonesia BNPB mencatat dengan kurun waktu 10 tahun terakhir daerah sekitaran DAS Lematang mengalami peningkatan bencana hidrometeorologi. Menurut Charlton et al. (2008) bahwa sistem fluvial terbentuk atas variable yang jumlah nilainya terus mengalami perubahan terhadap waktu misalnya debit aliran, sedimentasi, sudut lereng, kerapatan drainase, pola dan kedalaman channel. Perubahan iklim mengambarkan fluktuasi rata-rata cuaca berpengaruh pada debit air lematang yang dapat menimbulkan masalah bagi masyarakat sekitar terhadap tingkat kerentanan potensi bahaya banjir dan frekuensi kekeringan sepanjang aliran Das Lematang.
Morfologi sungai yang termasuk kedalam rangkaian sistem fluvial akan terus mengalami perkembangan geometrinya. Perpindahan aliran dapat membuat lebar sungai menjadi melebar atau menyempit disebabkan aktivitas erosional, pada sungai meander aktivisan gerusan air terjadi pada bagian dinding kelokan sungai dengan dimensi yang semakin membesar dan bagian tertentu sungai terjadi penurunan energi saat transportasi material sedimen mengalami proses depositional akan membentuk gosong sungai. Perkembangan tersebut mempengaruhi morfometri yang terus berubah akan berpengaruh terhadap sifat fisik sungai dan pemanfaatan penggunaan lahan di sekitar aliran sungai.
Adanya alih fungsi lahan pada suatu lahan yang dahulunya berfungsi sebagai daerah tangakapan air berubah menjadi daerah permukiman akan menimbulkan pengaruh negatif pada daerah aliran sungai. Menurut Laoh et al. (2002) berpendapat kawasan yang ditumbuhi vegetasi lebat membuat kemampuan lahan dalam menahan curah hujan akan lebih tinggi sehingga menghasilkan air limpasan permukaaan yang kecil, berbanding terbalik jika lahan terubah menjadi daerah permukiman air hujan yang turun sepenuhnya akan menjadi air limpasan menyebabkan debit aliran sungai meningkat menimbulkan efek bencana banjir.
METODE PENELITIAN A. Curah Hujan
Data curah hujan diperoleh dari BMKG dengan perhitungan curah hujan menggunakan prinsip statistik sederhana dengan metode arithmatic yaitu mengambil nilai rata-rata dari suatu pengkuran curah hujan pada titik atau stasiun penakar hujan yang tersedia dalam jangka waktu tertentu.Serta membandingkan hasilnya terhadap periode histori dan proyeksi 4.5 serta 8.5
B. Morfometri Sungai Dan Penggunaan Lahan
Pemodelan peta penggunaan lahan dan morfologi sungai menggunakan sistem informasi geografis teknik overlay memanfaatkan data citra landsat yang tersedia pada laman United States Geological Survey (USGS) dengan mengkombinasi bands 7,5,3 untuk landsat 8 OLI/TIRS (Land Satellite 8 Operational Land Imager and Thermal Infrared Sensor) dan bands 7,4,2 sebagai landsat 5 TM (Land Satellite 5 Sensor Thematic Mapper), sehingga dapat dilakukan interpretasi penggunaan lahan menggunakan klasifikasi terbimbing maximum likelihood. Morfologi sungai dilakukan identifikasi secara kualitatif dengan membanding bentuk perubahan pada model kurva meander yang telah direkontruksi terhadap tipenya mengacu (Hooke, 1984).
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Curah Hujan
Perhitungan curah hujan menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003) dalam (Gina et al., 2013) menggunakan tiga metode yaitu metode arithmatic, metode poligon thiesen dan metode poligon isohyet. Data curah hujan yang digunakan berupa data histori 1974-2005 yang tersaji dalam bentuk intesitas curah hujan harian kemudian dijumlahkan dan dibuat rataan dalam tiga bulan sehingga diperoleh hasil (Gambar 1).
Gambar 1. Histori Curah Hujan Tahun1974-2005
Grafik curah hujan histori diatas memperlihatkan dalam periode waktu tersebut intesitas curah hujan cenderung konstan dengan pucak curah hujan tertinggi pada maret,april, mei (MAM) dan september, oktober, november (SON) dan curah hujan terendah di bulan juni, juli, agustus (JJA). Penggunaan data curah hujan skenario diperlukan untuk mengidentifikasi periode balik curah hujan yang akan datang serta memprediksi potensi kenaikan volume air sungai mendatang (Gambar 2).
Gambar 2. RCP 4.5 dan RCP 8.5 Tahun 2020-2050
Grafik curah hujan skenario tersebut menunjukan adanya pergeseran waktu besaran curah hujan pada periode 2020-2035 bulan maret, april, mei (MAM) dan september, oktober, november (SON) dan periode 2035-2050 menjadi desember, januari, febuari (DJF) dan maret, april, mei (MAM). Perubahan intensitas curah hujan akan memiliki dampak atas ketersedian air serta menimbulkan masalah bencana, oleh sebab itu dilakukan perbandingan curah hujan histori terhadap curah skenario atau RCP seperti (Gambar 3).
Gambar 3. Curah Hujan Histori dan RCP
Melakukan perbandingan data histori dan skenario (RCP) pada gambar 3 menujukkan keterhubungan yang berbanding lurus antar data, jika intesitas curah hujan mengalami kenaikan pada data skenario (RCP) menunjukkan peluang terjadinya banjir lebih tinggi, jika sebaliknya maka potensi terjadinya kekeringan.
B. Morfometri Sungai
Daerah aliran sungai lematang dibatasi bentang alam pegunungan gunung dempo sebagai sumber mata air sungai dan diapit oleh bukit besar serta bukit selero. Aliran sungai tersebut mengalir memanjang dan berliku membentuk pola aliran sungai yang berkembang cenderung dendritik. Daerah aliran sungai lematang termasuk kedalam peta geologi lembar lahat merupakan bagian dari cekungan sumatera selatan terbentuk pada tersier. Cekungan ini memiliki tatanan stratigrafi terbagi atas tujuh formasi didominasi oleh jenis batuan sedimen klastik, batuan piroklastik serta beberapa titik terdapat batuan intrusi. Proses tektonik cekungan ini terbagi atas empat fase yaitu fase pertama kompresi (Jursaik awal – Kapur), fase kedua tensional (Kapur akhir - Tersier awal), fase ketiga adanya
aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen, fase keempat berupa terjadi proses kompresional pada Plio-Plistosen (Pulonggono et al., 1992).
Perubahan morfologi sungai lematang dari bagian hulu dan hilir sungai mengalami perpindahan serta pelebaran pada liku (meander). Jika ditinjau secara kualitatif terjadi perubahan dibagi atas empat belas segmen (Gambar 4).
Gambar 4. Morfologi Sungai Lematang
Menurut Hooke (1984) bahwa perubahan segmen sungai tersebut memperlihatkan terdapat dua jenis kombinasi perubahan liku (meander). Segmen 1, 2, 3,..10 mewakili perubahan extension and translation sedangkan tipe extension and rotation sebagi representasi segmen 11 hingga 14 (Gambar 5).
Gambar 5. A. Tipe extension and rotation dan B. Tipe extension and translation Perubahan tersebut disebabkan karena aktivitas geologi bekerja pada daerah tersebut perpindahan alur sungai sepanjang segmen 1-14 diperkiran akibat aktivitas tektonik regional berupa sesar lematang yang bergerak secara mendatar dextral pada fase tektonik pertama kompresi akan tetapi perlu dilakukan pengecekkan lapangan untuk mengindetifikasi terjadinya patahan dan produk yang dihasilkan. Morfologi sungai yang berkembang akan mempengaruhi nilai dimensi lebar sungai diikuti kenaikan curah hujan pada data histori terjadi pada bulan maret, april, mei (MAM) dan september, oktober, november (SON) memperbesar terjadinya proses agradasi dan degradasi sehingga morfologi sungai akan terubah akibat adanya pelepasan serta penambahan transportasi material sedimen akibat aktivitas erosional. Kegiatan tersebut potensi terjadinya bencana banjir akan lebih tinggi peluanya dengan adanya alih fungsi lahan (Gambar 6).
Gambar 6. Penggunaan lahan pada perwakilan segmen sungai
Perubahan alih fungsi lahan yang terjadi tahun 1989 ke 2016 secara masif, semula daerah tersebut memiliki vegetasi lebat menjadi berkurang dapat mempengaruhi kemampuan tanah untuk menyerap tingginya curah hujan, sehingga dapat memicu air limpasan permukaan menjadi tinggi menyebahkan kenaikkan debit air sungai.
KESIMPULAN
Peluang terjadinya bencana banjir dipengaruhi aspek morfologi sungai, curah hujan dan penggunaan lahan. Morfologi sungai yang mengalami proses degradasi akan menyebabkan dimensi lebar sungai membesar dengan mengerosi dinding sungai. Menjaga kelestarian lahan sepanjang pinggiran sungai memiliki vegetasi lebat akan mengurangi air limpasan permukaan dan debit aliran sungai terjaga saat curah hujan tinggi dapat mencegah terjadinya banjir.
SARAN
Hasil analia penelitian ini saran yang dapat diberikan antara lain :
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut sehingga dapat diketahui faktor utama yang menjadi pengontrol utaman penyebab bencana hidrometeorologi dan keterkaitan antar parameter antar waktu data yang digunakan.
2. Morfometri sungai diperlukan analisa kuantitatif sehingga diperoleh nilai pasti perubahan morfologinya.
3. Perlu dilakukan studi lapangan untuk memastikan kondisi geologi yang mengontrol dan tata guna lahan sepanjang das tersebut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulisan mengucapkan terimakasih kepada Orang Tua yang telah memberikan motivasi, doa serta dukungan dan tak lupa bersyukur atas kehadiran Allah SWT yang meberikan rahmatnya kesehatan jasmani dan rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian jurnal ini.
DAFTAR PUSTAKA
Charlton R. 2008. Fundamentals Of Fluvial Geomorphology. London and New York: Rouledge Taylor and Francis Group.
Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) BNPB. 2019.”Kejadian Bencana Hidro Meteorologi.http://dibi.bnpb.go.id. Diakses pada tangga; 5 Maret 2019. Gina P.V, Dinar D.A, Sarino. 2013. Analisa Runoff Pada Sub - DAS Lematang
Hulu. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan vol.1 (2013) UNSRI, Palembang .
Hooke J. 1984. Changes in river meanders-a review pof techniques and result of analyses. Progress in Physica Geography 8, 473-508.
Laoh O.E.H. 2002. Keterkaitan Faktor fisik, sosial, ekonomi, dan tata guna lahan di daerah tangkapan air dengan erosi dan sedimentasi, studi kasus Danau Tondano Sulawesi Utara, IPB,Bogor.
Pulonggono A., Haryo A., Kosuma C.G. 1992. Pre-Tertiary and Tertiary fault syst
tems as a framework of the South Sumatra Basin, a study of SAR-maps.
Proceedings Indonesian Petroleum Association 21st Annual