• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan secara umum tentang Implementasi Kebijakan Publik a. Pengertian Implementasi

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster (Wahab, 2008:64) adalah Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu).

Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa undang- undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Pengertian implementasi selain menurut Webster di atas dijelaskan juga menurut Van Meter dan Van Horn (Winarno, 2002:102) bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

Pandangan Meter dan Horn bahwa implementasi merupakan tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

(2)

16

digariskan dalam suatu keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pada warganegaranya. Namun dalam praktiknya badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat dari Undang-Undang, sehingga membuat mereka menjadi tidak jelas untuk memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.

b. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan dan umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari peluang- peluang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang diinginkan.

Hal tersebut berarti kebijakan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila kebijakan berisi nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan tersebut akan mendapat kendala ketika diimplementasikan.

Sebaliknya, suatu kebijakan harus mampu mengakomodasikan nilai-nilai dan praktik-praktik yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Menurut Anderson (dalam Winarto 2007:18) kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau jumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Thomas R. Dye (dalam Naihasy 2006:21) menyebutkan, kebijakan publik adalah segala sesuatu yang di kerjakan pemerintah, mereka yang melakukan, dan hasilnya membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda.

Makna dari definisi tersebut ialah :

1) Kebijakan publik tersebut di buat oleh badan pemerintahan, bukan organisasi swasta

(3)

17

2) Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak oleh pemerintah.

Adapun Anderson dalam Naihasy (2006:21) mendefinisikan kebijakan publik adalah Public policies are those policies by governmental bodies and officials. Ada lima hal yang dapat di jelaskan :

1) Kebijakan pemerintah selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan 2) Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola

tindakan para pejabat pemerintah

3) Kebijakan itu merupakan sesuatu yang benar-benar dilakukan pemerintah, bukan sesuatu yang baru yang menjadi maksud atau pernyataan pemerintah untuk melakukan sesuatu

4) Kebijakan pemerintah bersifat positif, dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.

5) Kebijakan pemerintah yang bersifat positif didasarkan atau selalu diladaskan pada peraturan-peraturan atau perundang- undangan yang bersifat memaksa (otoritatif)

Menurut Riant Nugroho (2009:20), Kebijakan Publik adalah

“setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara. Menurut Samodra Wibawa (2010:16) yang melihat bahwa kebijakan adalah arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu,yang memberikan hambatanhambatan atau kesempatan–kesempatan dalam rangka mencapai tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu. Menurut Amara Raksasataya dalam M. Solly Lubis (2007:7) kebijakan adalah suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Ada tiga unsur dalam kebijakan menurut Amara

(4)

18

1) Identifikasi tujuan yang akan dicapai 2) Strategi untuk mencapainya

3) Penyediaan berbagai input atau masukan yang memungkinkan pelaksanaannya.

Seluruh pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah keputusan yang dibuat pemerintah atau lembaga yang berwenang untuk memecahkan masalah atau mewujudkan tujuan yang diinginkan masyarakat, tujuan itu akan terwujudkan jika ada faktor-faktor pendukungnya.

c. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Lester dan Stewart (Winarno, 2012:101- 102) menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.

Implementasi kebijakan atau pelaksanaan kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam proses kebijakan.

Tanpa pelaksanaan suatu kebijakan hanyalah sekedar sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat.

Banyak kebijakan yang baik, yang mampu dibuat suatu pemerintah, baik yang dirumuskan dengan menggunakan tenaga ahli dalam negeri maupun luar negeri, tetapi kemudian ternyata tidak mempunyai pengaruh apa-apa dalam kehidupan negara tersebut karena tidak mampu dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.

Pengertian implementasi kebijakan di atas, maka George C.

Edward III (Nawawi, 2009:138) mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

1. Comunication (Komunikasi) 2. Resources (Sumber Daya)

(5)

19 3. Disposition (Disposisi)

4. Bureaucratic Structure (Struktur Birokrasi).

Pertama, Komunikasi implementasi mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan. Selain itu juga dalam komunikasi implementasi kebijakan terdapat tujuan dan sasaran kebijakan yang harus disampaikan kepada kelompok sasaran, hal tersebut dilakukan agar mengurangi kesalahan dalam pelaksanaan kebijakan. Komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi, antara lain dimensi transformasi (transmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency). Dimensi transformasi menghendaki agar kebijakan publik dapat ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran dan pihak lain yang terkait dengan kebijakan. Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan yang ditransmisikan kepada para pelaksana, target group dan pihak lain yang berkepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan dapat diterima jelas sehingga dapat diketahui yang menjadi maksud, tujuan dan sasaran.

Kedua, sumber daya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terlaksananya keberhasilan terhadap suatu implementasi, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, akan tetapi apabila implementator kekurangan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan maka tidak akan berjalan dengan efektif. Sumber daya yang dapat mendukung pelaksanaan kebijakan dapat berwujud, seperti sumber daya manusia, dan sumber daya anggaran, sumber daya peralatan, sumber daya informasi dan kewenangan.

Ketiga, disposisi adalah watak atau karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana kebijakan. Disposisi itu seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratik. Apabila pelaksana kebijakan

(6)

20

mempunyai karakteristik atau watak yang baik, maka dia akan melaksanakan kebijakan dengan baik sesuai dengan sasaran tujuan dan keinginan pembuat kebijakan.mMenurut Van Meter dan Van Horn (Widodo, 2007:105) terdapat tiga macam elemen yang mempengaruhi disposisi yaitu pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendalaman (comprehension and understanding) terhadap kebijakan, arah respon mereka apakah menerima, netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection), intensitas terhadap kebijakan”.

Keempat, struktur birokrasi merupakan suatu badan yang paling sering terlibat dalam implementasi kebijakan secara keseluruhan. Struktur Organisasi yang bertugas melaksanakan kebijakan memiliki pengaruh besar terhadap pelaksanaan kebijakan. Dalam struktur birokrasi terdapat dua hal penting yang mempengaruhinya salah satunya yaitu aspek struktur birokrasi yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP ini merupakan pedoman bagi pelaksana kebijakan dalam bertindak atau menjalankan tugasnya. Selain SOP yang mempengaruhi struktur birokrasi adalah fragmentasi yang berasal dari luar organisasi.

Pengertian implementasi kebijakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu implmentasi menurut Edward III di atas, maka Van Meter dan Van Horn (Wahab, 2008:79) juga mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

1) Ukuran dan tujuan kebijakan 2) Sumber-sumber kebijakan

3) Ciri-ciri atau sifat Badan/Instansi pelaksana

4) Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan pelaksanaan

(7)

21

5) Sikap para pelaksana, dan

6) Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik”

Keberhasilan suatu implementasi menurut kutipan Wahab dapat dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor di atas, yaitu:

Kesatu yaitu ukuran dan tujuan diperlukan untuk mengarahkan dalam melaksanakan kebijakan, hal tersebut dilakukan agar sesuai dengan program yang sudah direncanakan.

Kedua, sumber daya kebijakan menurut Van Metter dan Van Horn (Leo Agustino, 2008:142), sumber daya kebijakan merupakan keberhasilan proses implementasi kebijakan yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia, biaya, dan waktu. Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah.

Sumber daya manusia sangat penting karena sebagai sumber penggerak dan pelaksana kebijakan, modal diperlukan untuk kelancaran pembiayaan kebijakan agar tidak menghambat proses kebijakan. Sedangkan waktu merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan kebijakan, karena waktu sebagai pendukung keberhasilan kebijakan. Sumber daya waktu merupakan penentu pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan.

Ketiga, keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari sifat atau ciri-ciri badan/instansi pelaksana kebijakan. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya. Menurut Subarsono (2008:7) kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya.

Pendapat lain, menurut Edwards III (Subarsono, 2008:91) watak, karakteristik atau ciri-ciri yang dimiliki oleh implementator, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Hal ini sangat

(8)

22

penting karena kinerja implementasi sangat dipengaruhi oleh sifat ataupun ciri-ciri dari pelaksana tersebut. Apabila implementator memiliki sifat atau karakteristik yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan.

Keempat, komunikasi memegang peranan penting bagi berlangsungnya koordinasi implementasi kebijakan. Menurut Hogwood dan Gunn (Wahab, 2004:77) bahwa: “Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang cocok, melainkan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yaitu praktik pelaksanaan kebijakan”.

Menurut Edward III (Widodo, 2007:97), komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

Kelima, menurut Van Meter dan Van Horn (Widodo, 2007:101) bahwa karakteristik para pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi. Sikap para pelaksana dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai pelaksana kebijakan harus dilandasi dengan sikap disiplin. Hal tersebut dilakukan karena dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, setiap badan/instansi pelaksana kebijakan harus merasa memiliki terhadap tugasnya masing-masing berdasarkan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Keenam, dalam menilai kinerja keberhasilan implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn (Agustino, 2008: 144)

(9)

23

adalah sejauh mana lingkungan eksternal ikut mendukung keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan, lingkungan eksternal tersebut adalah ekonomi, sosial, dan politik. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik juga merupakan faktor yang menentukan keberhasilan suatu implementasi.

Menurut Edi Suharto (2008: 36-40), agar sebuah Implementasi dapat berhasil ada berbagai faktor baik itu persayratan sebelum melakukan kebijakan, instrument penduduk yang terdiri dari tindakan paksaan dan tanpa paksaan, dan ada pula faktor yang menggagalkan sebuah Implementasi kebijakan yang harus diperhatikan, antara lain:

1) Didasari oleh teori dan kaidah-kaidah ilmiah mengenai bagaimana program atau peraturan beroprasi.

2) Memiliki langkah yang kompleks.

3) Memiliki prosedur akuntabilitas yang jelas.

4) Pihak yang bertanggung jawab memberikan pelayanan harus terlihat dalam perumusan kebijakan.

5) Melibatkan monitoring dan evaluasi yang teratur.

6) Para pembuat kebijakan harus memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap Implementasi seperti halnya terhadap perumusan kebijakan.

Dari teori-toeri diatas maka dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah proses rangkaian kegiatan yang mengikut sertakan unsur-unsur pemerintah daerah yang terikat dalam melaksanakan atau menjalankan aturan-aturan terkait dengan ruang terbuka hijau dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

2. Tinjauan secara umum tentang Lingkungan Hidup a. Pengertian Lingkungan Hidup

(10)

24

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian dari lingkungan hidup yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, kegunaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang memperngaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. L

Toingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (Supriadi, 2010 : 169).

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), pengertian dari lingkungan hidup yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

b. Pengelolaan Lingkungan Hidup

Menurut Pasal 1 angka 2 UUPPLH, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya sistematis yang terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemenfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Berdasarkan pada Pasal 2 UUPPLH, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan beberapa asas dibawah ini, yaitu :

1) Tanggung jawab negara;

2) Kelestarian dan keberlanjutan;

3) Keserasian dan keseimbangan;

4) Keterpaduan;

(11)

25 5) Manfaat;

6) Kehati-hatian;

7) Keadilan;

8) Ekoregion;

9) Keanekaragaman hayati;

10) Pencemar membayar;

11) Partisipatif;

12) Kearifan lokal;

13) Tata kelola pemerintahan yang baik; dan 14) Otonomi daerah.

3. Tinjauan secara umum tentang Rencana Tata Ruang Wilayah a. Rencana Tata Ruang Wilayah

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang. Hal tersebut telah digariskan dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. Yang dimaksud dengan wujud structural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan sosial dan lingkungan buatan yang secara struktural berhubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang.

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, pedoman dan petunjuk pelaksanaan bidang penataan ruang dan rencana pembangunan jangka panjang daerah.

Penyusunan rencana tata ruang wilayah kota harus memperhatikan perkembangan permasalahan provinsi dan hasil pengkajian implikasi penataan ruang kota, upaya pemerataan pembangunan

(12)

26

dan pertumbuhan ekonomi kota, keselarasan aspirasi pembangunan kota, daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, rencana pembangunan jangka panjang daerah, rencana tata ruang wilayah kota yang berbatasan, dan rencana tata ruang kawasan strategis kota.

Rencana tata ruang wilayah kota menjadi pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kota, mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor, penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi dan penataan ruang kawasan strategis kota (Irman, 2016).

Bentuk kongkrit dari suatu rencana tata ruang wilayah dalam suatu peraturan mengenai rancangan tata ruang, maka dapat dipahami bentuk – bentuk rencana tersebut berdasarkan penetapan tata ruang wilayah yang memiliki strategi dan arah kebijakan pemanfaatan ruang wilayah negara meliputi tujuan nasional dari pemanfaatan ruang untuk pemanfaatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional, dan kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya dan kawasan tertentu.

Sedangkan rencana tata ruang nasional yang menjadi pedoman untuk melakukan rencana tata ruang wilayah adalah mempertimbangkan berdasarkan ketentuan:

a) Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional.

b) Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor, c) Pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan

atau masyarakat.

(13)

27

d) Rencana tata ruang wilayah propinsi daerah tingkat I dan wilayah kabupaten/Kotamadya daerah tingkat II.

Atas uraian dan tinjauan yang dikemukakan di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa rencana tata ruang wilayah diartikan sebagai bentuk perumusan kebijakan pokok dalam memanfaatkan ruang dalam suatu wilayah yang mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antara wilayah serta keserasian antara sektor dalam mengeksiskan pentingnya rencana tata ruang wilayah yang diterapkan di Kota Surakarta.

b. Dasar Hukum Rencana Tata Ruang Wilayah

Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 sebagai sumber hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang menyebutkan tujuan penataan ruang adalah untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan :

a) Terwujudnya kehormatan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b) Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan c) Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan

dampak negative terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

Pengaturan dan pemanfaatan ruang merupakan salah satu kewenangan dari pemerintah, mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah. proses pengaturan dan pemanfaatan ruang ini dilaksanakan secara bersamasama, terpadu dan menyeluruh,dalam upaya mencapai tujuan pembangunan,sesuai amanah Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Bab II Pasal

(14)

28

2 yang menyatakan bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:

1) Keterpaduan,

2) Keserasian, keselarasan, dan kesinambungan, 3) Keberlanjutan.

4) Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, 5) Keterbukaan,

6) Kebersamaan dan kemitraan, 7) Perlindungan kepentingan umum.

8) Kepastian hukum dan keadilan.

9) Akuntabilitas

4. Tinjauan secara umum tentang Ruang Terbuka Hijau

a. Pengertian dan Ruang Lingkup Ruang Terbuka Hijau

Kawasan Ruang Terbuka Hijau disediakan guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika yang dapat dimanfaatkan sebagai ruang evakuasi bencana meliputi taman kota, lapangan olah raga, lapangan upacara, jalur hijau, taman lingkungan dan pemakaman umum. Penyediaan dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau diarahkan untuk mempertahankan dan mengendalikan fungsi lingkungan. Sebagai salah satu unsur kota yang penting khususnya dilihat dari fungsi ekologis, maka betapa sempit dan kecilnya kapasitas Ruang Terbuka Hijau kota yang ada, termasuk halaman rumah/bangunan pribadi, seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai ruang hijau yang ditanami tumbuh- tumbuhan.

Berdasarkan Pasal 1 angka 31 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa pengertian Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/ jalur dan/ atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang

(15)

29

sengaja ditanam. Secara garis besar menurut Pasal 29 angka 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Ruang Terbuka Hijau dibagi menjadi dua, yaitu Ruang Terbuka Hijau Publik dan Ruang Terbuka Hijau Privat. Presentase antara Ruang Terbuka Hijau Publik dan Ruang Terbuka Hijau Privat diatur dalam Pasal 37 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta Tahun 2011-2031

Dalam system ruang terbuka, RTH merupakan bagian dari ruang terbuka yang terklasifikasi dari RTH linfung (wilderness areas, protected areas, natura park areas) dan RTH binaan (urban park areas, recreational areas, urband development open space) (Joga Nirwono, 2011:93). Namun dalam penataan ruang, RTH banyak diartikan sebagai unsur alami berupa vegetasi saja. Ruang terbuka hijau tidak harus ditanami tumbuh-tumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tumbuh-tumbuhan, namun mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun. Tanpa ruang terbuka hijau, maka lingkungan kota akan menjadi gersang dan menjadi tempat yang panas, tidak sehat, tidak nyaman, dan tidak layak huni.

Secara hukum hak atas tanah, ruang terbuka hijau bisa berstatus sebagai hak milik pribadi yaitu berupa halaman rumah, badan usaha, sekolah, rumah sakit, perkantoran, bangunan peribadatan, tempat rekreasi, lahan pertanian kota dan sebagainya.

Sedangkan yang berstatus hak milik umum yaitu berupa taman- taman kota, kebun raya, kebun botani, kebun binatang, taman hutan kota/urband forest park, lapangan olahraga, jalur-jalur hijau.

Dalam perencanaan ruang kota dikenal dengan istilah ruang terbuka dan ruang luar luar. Ruang terbuka merupakan daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan. Sedangkan ruang luar merupakan ruang terbuka hijau yang sengaja dirancang secara

(16)

30

khusus dan digunakan secara intensif seperti seperti halam sekolah, lapangan olahraga, plaza dan alun-alun.

Zona hijau bisa berbentuk jalur, seperti misal jalur hijau jalan, tepian air waduk/danau, bantaran sungai, bantaran rel kereta api, saluran/jaringan listrik tegangan tinggi, taman pemakaman, taman pertanian kota, dan seterusnya sebagai ruang terbuka hijau. Ruang terbuka yang disebut sebagai taman kota berada diluar atau diantara beberapa bangunan perkotaan. Awalnya dimaksudkan sebagai halam atau ruang luar, kemudian berkembang menjadi istilah ruang terbuka hijau kota. Hal tersebut disebabkan karena umumnya berupa pohon bebuahan dan tanaman sayuran kini hadir sebagai bagian dari ruang terbuka hijau berupa lahan pertanian kota atau lahan perhutanahan kota yang penting bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota.

Penyediaan RTH berdasarkan kebutuhan dungsi tertentu adalah berupa untuk perlindungan atau pengamanan, sarapa prasarana, melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki, dan membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak terganggu. Ruang terbuka hijau dalam kategori inimeliputi jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi. Sedangkan ruang terbuka hijay Kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.

b. Ketentuan Hukum Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas dengan KTT Bumi II Johannesburg Afrika Selatan (2002), disepakati bahwa sebuah kota idelanya memilikiluas ruang terbuka hijau miniman 30% (tiga puluh persen) dari total luas kota (Joga Nirwono, 2011:93).

Penetapan luas ruang terbuka hijau kota harus berdasar pada studi

(17)

31

eksistensi sumber daya alam dan manusia penghuninya, penetapan ini merupakan bagian dari pengembangan ruang terbuka hijau kota.

Dalam Pasal 37 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Perencanaan Tata Ruang Kota Surakarta Tahun 2011-2031 :

1) Peyediaan RTH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2), untuk mencapai luasan 30% (tiga puluh persen) dari luasan wilayah kota, dikembangkan RTH privat minimal 10% (sepuuh persen) dan RTH publik sejumlah 20% (duapuluh persen) dai total luas wilayah kota.

2) Penyediaan RTH privat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi pekarangan rumah, perkantoran, perkotaan, tempat usaha, Kawasan industri, fasilitas umum, dengan luasan sekitar 446,32 ha ( empat ratus empat puluh enam koma tinga puluh dua hektar) atau setara degan 10.13% (sepuluh koma tiga belas persen) dari total luas kota.

3) Penyediaan RTH public dengan luasan sekitar 882,04 ha (delapan ratus delapan puluh dua koma 4 hektar) atau setara dengan 20,03% (duapuluh koma nol tiga persen) dari total luas kota sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a) RTH taman kota/alun-alun/monument;

b) RTH taman pemakaman;

c) RTH penyangga air (resapan air);

d) RTH jalur jalan kota;

e) RTH sempadan sungai;

f) RTH sempadan rel

g) RTH pada tanah negara; dan h) RTH kebun binatang.

(18)

32

4) RTH taman kota/alun-alun/monument sebagaimana yang dimaksud pada ayat(3) huruf a dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 357 ha (tiga ratus lima puluh tujuh hektar).

5) RTH taman pemakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) guruf b dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 50ha (lima puluh hektar).

6) RTH penyagga air (resapan air) sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) huruf c dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 11,55 ha (sebelas koma limah puluh lima hektar).

7) RTH jalur jalan kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 214, 55 ha (dua ratus empat belas koma lima puluh lima hektar).

8) RTH sempadan sungai sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) huruf e dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 77,61 ha (tujuh puluh tujuh koma enam puluh satu hektar).

9) RTH sempadan rel sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) huruf f dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 73 ha (tujuh puluh tiha hektar) 10) RTH tanah negara sebagaimana yang dimaksud pada

ayat (3) huruf g dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 77,23 ha (tujuh puluh tujuh koma dua puluh tiga hektar).

11) RTH kebun binatang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) huruf h dikembangkan secara bertahap dengan luas pengembangan sekitar 21,10 ha (dua puluh satu koma sepuluh hektar).

(19)

33

Ditegaskan dalam penjelasan Pasal 2 Ayat (1) UUPR, RTH peblik merupakan RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. RTH public meliputi taman kota, jalur hijau sepanjang jalan, taman pemakaman umu, sungai, dan pantai. Sedangkan RTH privat meliputi, kebun, halam rumah, Gedung milik masyarakat atau swasta yang ditanami tumbuhan. Dalam Pasal 29 Ayat (2) UUPR

“Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun ekologis lain, yang selanjutnya akan meningatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi RTH kota, pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan diatas bangunan milinya”

c. Peran dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Dalam masalah perkotaan, RTH merupakan bagian atau salah satu subsistem dari sistem kota secara keseluruhan. RTH dibangun secara merata di seluruh wilayah kota bertujuan untuk memenuhi berbagai fungsi dasar, berikut fungsi RTH menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 5 Tahun 2008 yang secara umum dibedakan menjadi:

1) Fungsi Utama (Instrnsik) yaitu fungsi bio-ekologis yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancer, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat stwa, penyerap (pengolah) polutan media udara, air, dan tanah serta penahan angin;

2) Fungsi Tambahan (ekstrinsik) yaitu:

(20)

34

a) Fungsi social dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya local, RTH merupakan media kemunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat Pendidikan dan penelitian;

b) Fungsi ekonomi berfungsi sebagai sumber produk yang bias dijual, seperti tanaman bunga, buah, sayur mayur dan bias menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain- lain.

c) Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik skala kecil maupun skala besar.

Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepnetingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungn tata air, keseimbangan ekologi dan konservasi hayati, sehingga ada kategori penyediaan RTH berdasarkan kebutuhan fungsi tertentu.

Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya untuk melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman jalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak terganggu. RTH kategori ini meliputi jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH Kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.

d. Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Manfaat RTH kota secara langsung dan tidak langsung sebagian besar dihasilkan dari adanya fungsi ekologis, atau kondisi

“alami” ini dapat dipertimbangkan sebagai pembentukan berbagai

(21)

35

factor. Berlangsungnya ekologis alami didalam lingkungan perkotaan secara seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi. Taman tempat peletakan tanaman sebagai penghasil oksigen terbesar dan penyerap karbondioksida dan zat pencemar udara lain. Untuk siang hari, merupakan pembersih udara yang sangat efektif melalui mekanisme penyerapan yang terjadi terutama pada daun dan permukaan tumbuhan. Dengan adanya RTH sebagai paru-paru kota, maka dengan sendirinya akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan oleh adanya saling keterkaitan antara factor-faktor suhu udara, cahaya dan penyerapan angin.

RTH membantu sirkulasi udara, hal itu disebabkan karena pada siang hari dengan adanya RTH secara alami udara panas akan terdorong keatas. Sedangkan pada malam hari, udara dingin akan turun dibawah tajuk pepohonan. Pohon adalah pelindung yag paling efektif dari terik sinar matahari, penahan angin kencang, peredam kebisingan dan bencana alam lain. Jika terjadi tiupan angina kencang diatas kota yang tanpa tanaman, maka polusi udara akan menyebar lebih luas dan kadarnya pun akan semakin meningkat.

5. Tinjauan secara mum tentang Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan

a. Pengertian Pembangunan

Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan.

Mengubah keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik (Imam Supardi, 2003 : 73). Pembangunan adalah upaya secara sadar memanfaatkan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia (Soekarman Moesa, 2002 : 6). Pembangunan itu berhasil apabila sasarannya tercapai dan bermanfaat bagi rakyat

(22)

36

banyak serta apabila masyarakat terlibat dalam proses pembangunan tersebut (Prabang Setyono, 2008 : 16).

Pembangunan bertujuan setingkat demi setingkat mengubah keseimbangan lingkungan menuju kualitas lingkungan yang dianggap lebih tinggi. Karena itu tidak mungkin pelaksanaan pembangunan tidak mengganggu keseimbangan lingkungan.

Dalam pembangunan, lingkungan atau keseimbangan lingkungan tidak dapat dilestarikan. Yang harus dilestarikan bukanlah lingkungan itu sendiri atau keseimbangan lingkungan, melainkan kemampuan lingkungan untuk mendukung pembangunan dan tingkat hidup yang lebih tinggi (Otto Soemarwoto, 2003 :25-26).

Keseimbangan lingkungan diubah menjadi keseimbangan yang baru (Imam Supardi, 2003 : 73).

b. Pengertian Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan

Pembangunan di Indonesia berorientasi pada pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, yaitu pembangunan dengan penghematan penggunaan sumber daya dan pertimbangan berkelanjutan mengandung arti bahwa lingkungan dapat mendukung pembangunan secara terus-menerus karena tidak habisnya sumber daya yang menjadi modal pembangunan. Modal itu sebagian berupa modal buatan manusia seperti ilmu, teknologi, pabrik, dan prasarana lingkungan, sebagian lagi modal berupa sumber daya alam, baik yang dapat terbaharui maupun yang tidak dapat terbaharui (Otto Soemarwoto, 2003 : 14-15).

Berdasarkan Ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,

(23)

37

kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

Pengertian pembangunan berkelanjutan menurut Soemarwoto (Aca Sugandy, 2009 : 21) adalah: perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial di mana masyarakat bergantung kepadanya. Keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan dan proses pembelajaran sosial terpadu, stabilitas politiknya tergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui pemerintahannya, kelembagaan sosialnya, dan kegiatan dunia usahanya.

Secara implisit, definisi tersebut menurut Hegley, Jr mengandung pengertian strategi imperatif bagi pembangunan berkelanjutan sebagai berikut:

1) Berorientasi untuk pertumbuhan yang mendukung secara nyata tujuan ekologi, sosial dan ekonomi.

2) Memperhatikan batas-batas ekologis dalam konsumsi materi dan memperkuat pembangunan kualitatif pada tingkat masyarakat dan individu dengan distribusi yang adil.

3) Perlunya campur tangan pemerintah, dukungan dan kerjasama dunia usaha dalam upaya konservasi dan pemanfaatan yang berbasis sumber daya.

4) Perlunya keterpaduan kebijakan dan koordinasi pada semua tingkat dan antara yurisdiksi politik terkait dalam pengembangan energi bagi pertumbuhan kebutuhan hidup.

5) Bergantung pada pendidikan, perencanaan, dan proses politik yang terinformasikan, terbuka dan adil dalam pengembangan teknologi dan manajemen.

6) Mengintegrasikan biaya sosial dan biaya lingkungan dari dampak pembangunan ke dalam perhitungan ekonomi (Aca Sugandhy dan Rustam Hakim, 2009 : 21-22).

Laporan Komisi Dunia tentang Lingkungan Hidup dan

(24)

38

Pembangunan (World Commision on Environment and Development/WCED) memberikan definisi pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang mengusahakan dipenuhinya kebutuhan yang sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka (Otto Soemarwoto, 2003 : 14). Komisi Dunia Bidang Lingkungan dan Pembangunan merumuskan konsep pokok dalam pembangunan, yaitu berorientasi pada kebutuhan dan keterbatasan. Tujuan pembangunan tersebut harus dapat dicapai dengan memperhatikan enam pokok permasalahan, yaitu (Soekarman Moesa, 2002 : 6) :

1) Pengendalian pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya manusia.

2) Pemeliharaan daya dukung lingkungan.

3) Pengendalian ekosistem dan jenis (species) sebagai sumber daya bagi pembangunan.

4) Pengembangan industri.

5) Mengantisipasi krisis energi sebagai penopang utama industrialisasi.

6) Pengendalian pengembangan lingkungan.

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam konsep pembangunan berkelanjutan dikemukakan secara rinci dalam deklarasi dan perjanjian internasional yang dihasilkan melalui konferensi PBB tentang lingkungan dan pembangunan (United Nations Conference on Environment and Development) di Rio de Janeiro pada tahun 1992. Dari berbagai dokumen yang dihasilkan dari konferensi tersebut, secara formal terdapat 5 prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan, yaitu:

1) Prinsip keadilan antargenerasi, prinsip ini mengandung makna bahwa setiap generasi umat manusia di dunia ini memiliki hak untuk menerima dan menempati bumi bukan

(25)

39

dalam kondisi yang buruk akibat perbuatan generasi sebelumnya.

2) Prinsip keadilan dalam satu generasi, prinsip keadilan dalam satu generasi merupakan prinsip yang berbicara tentang keadilan didalam sebuah generasi umat manusia, di mana beban dari permasalahan lingkungan harus dipikul Bersama oleh masyarakat dalam satu generasi. Prinsip ini menurut Prof. Ben Boer, menunjuk kepada gagasan bahwa masyarakat dan tuntutan kehidupan dalam satu generasi, memiliki hak dalam kemanfaatan sumber-sumber alam dan kenikmatan atas lingkungan yang bersih dan sehat (N.H.T Siahaan, 2009 :74).

3) Prinsip pencegahan dini, prinsip pencegahan dini mengandung suatu pengertian bahwa apabila ada ancaman yang berarti atau adanya ancaman kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan serta ketiadaan temuan atau pembuktian ilmiah yang konklusif dan pasti, tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan (Syamsuhardi Bethan, 2008 : 95).

4) Prinsip perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan keanekaragaman hayati merupakan prasyarat dari berhasil tidaknya pelaksanaan prinsip keadilan antar generasi.

Perlindungan keanekaragaman hayati juga terkait dengan masalah pencegahan, sebab mencegah kepunahan jenis dari keanekaragaman hayati diperlukan pencegahan dini (F.X Aji Samekto, 2004 : 117). Upaya perlindungan keanekaragaman hayati dilakukan untuk membuktikan komitmen dan kesadaran pentingnya mencegah secara dini kepunahan keanekaragaman hayati sekaligus melaksanakan prinsip keadilan baik antar generasi maupun dalam satu

(26)

40

generasi untuk mewujudkan karakteristik pembangunan berkelanjutan.

5) Prinsip internalisasi biaya lingkungan, kerusakan lingkungan dapat dilihat sebagai external cost dari suatu kegiatan ekonomi yang diderita oleh pihak yang tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi tersebut. Jadi, kerusakan lingkungan merupakan external cost yang harus ditanggung oleh kegiatan pelaku ekonomi. Oleh karena itu, biaya kerusakan lingkungan harus di integrasikan ke dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penggunaan sumber-sumber alam tersebut (Marhaeni Ria, 2012: 62-63).

Untuk menciptakan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, diperlukan pokok-pokok kebijaksanaan yang di antaranya berpedoman pada hal-hal sebagai berikut:

1) sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan daya dukung lingkungannya;

2) Proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap lingkungan dikendalikan melalui penerapan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai bagian dari studi kelayakan dalam proses perencanaan proyek;

3) Adanya pengutamaan penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah;

4) Pengembangan keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi stabilitas tatanan lingkungan;

5) Pengendalian kerusakan lingkungan melalui pengelolaan daerah aliran sungai, rehabilitasi dan reklamasi bekas pembangunan, serta pengelolaan wilayah pesisir dan lautan;

6) Pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan ekonomi yang memuat pertimbangan lingkungan;

(27)

41

7) Pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan dan ketenagaan dalam pengelolaan lingkungan hidup; dan 8) Pengembangan hukum lingkungan yang mendorong badan

peradilan untuk menyelesaikan sengketa melalui penerapan hukum lingkungan (Marhaeni Ria, 2012 : 63-64).

(28)

42 B. Kerangka Pemikiran

Kebijakan Ruang Terbuka Hijau di Kota Surakarta

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup Pembangunan Berkelanjutan

Berwawasan Lingkungan

Pemerintah Daerah Kota

Surakarta Peraturan Daerah Kota Surakarrta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Surakarta

Peraturan Derah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2015 tentang Perlindunan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Pembangunan berkelanjutan

yang berwawasan lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Surakarta

Kesejahteraan Masyarakat Surakarta

(29)

43 Keterangan :

Pelaksanaan pembangunan nasional yang dilaukan pemerintah dalam berbagai bidang saat ini berorientasi pada pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjadi landasan bagi pemerintah untuk merumuskan suatu kebijakan terkait penataan ruang, hal tersebut agar terwujud ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai landasan pemerintah dalam melakukan pembangunan agar tetap memperhatikan aspek lingkungan hidup. salah satu kebijakan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan adalah dengan mengelola ruang terbuka hijau, ruang terbuka hijau sendiri di Kota Surakarta menghadapi permasalah dalam komposisi yang belum ideal, yaitu presentase RTH Publik yang seharusnya lebih besar dari RTH Privat, sedangkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta tahun 2011-2031 tertulis komposisi dari RTH adalah 30% terdiri dari 10%

RTH Privat dan 20% RTH Publik. Sedangkan fakta yang terjadi saat ini RTH Privat di Kota Surakarta masih belum jelas, hal tersebut dibuktikan dengan masih belum diketahui masuk dalam kategori Publik atau Privat sedangkan RTH Publik sebesar 8,47%, lalu bagaimanakah peran Pemerintah Kota Surakarta dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Surakarta dalam mengimplementasikan kebijakan terkait ruang terbuka hijau di Kota Surakarta dalam mewujudkan pemmbangunan berkelanjutan. Dakam proses pengimplementasian tersebut akan memunculkan berbagai hambatan dan solusi dalam setiap penerapan kebijakan tersebut. Pemerintah daerah Kota Surakarta sebagai pelaksana tugas pemerintahan di daerah membuat peraturan daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan. Peraturan daerah dijadikan dasar pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah daerah agar terwujud pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Dalam proses pelaksanaannya, pemerintah daerah memberikan wewenang kepada Badan Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang membidangi masalah lingkungan hidup di daerah untuk membuat kebijakan-kebijakan yang dapat mewujudkan

(30)

44

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan tersebut. Diharapkan dengan terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan di Kota Surakarta dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat Kota Surakarta pada khususnya dan kesejahteraan rakyat Indonesia pada umumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tugas akhir ini, akan dibahas deteksi kerusakan rotor pada motor induksi tiga fasa sangkar tupai menggunakan analisis frekuensi resolusi tinggi yang

Sebaliknya kesan daripada dasar-dasar seperti Dasar Penyusunan Negeri-negeri Melayu atau Dasar Pecah dan Perintah, Dasar Pemindahan dan Penempatan Orang-Orang Melayu, Dasar

Seperti dalam menanggapi risiko nilai tukar dengan tindakan menanggung risiko maka kemungkinan masalah yang muncul nantinya yaitu fluktuasi kurs dollar mengakibatkan

Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas

Menurut Pasal 1917 KUH Perdata putusan hakim hanya mengikat bagi para pihak yang berperkara, namun tidak tertutup kemungkinan putusan Hakim dapat saja merugikan

ME mengundang pasangan suami istri yang ingin menghangatkan kembali relasi suami istri dan belum pernah bergabung dalam ME untuk mengikuti Week-end yang akan diadakan

pendaki gunung dan para penelitian dibidang klimatologi, pada umumnya setiap parameter cuaca seperti suhu, kelembaban dan tekanan udara diukur menggunakan alat yang

Ketika individu masuk dan bergabung dengan sebuah kelompok tentunya ada pembagian in-group dan out-group yang nantinya dapat menciptakan suatu identitas