commit to user
BAHASA PADA DIALOG IKLAN PRODUK - PRODUK
PT UNILEVER TBK DITELEVISI SWASTA INDONESIA
(KAJIAN PRAGMATIK)
TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Magister
Program Studi Linguistik Minat Utama Linguistik Deskriptif
Oleh:
BERLIAN RAHARJO
NIM: S110809004
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
MINAT UTAMA LINGUISTIK DESKRIPTIF
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:
Nama : Berlian Raharjo
NIM : S110809004
Program Studi : Linguistik
Minat Utama : Linguistik Deskriptif
Program : Pascasarjana
Universitas : Universitas Sebelas Maret
Judul Karya Ilmiah : BAHASA PADA DIALOG IKLAN PRODUK – PRODUK PT UNILEVER TBK DI TELEVISI SWASTA INDONESIA (KAJIAN PRAGMATIK)
Menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan
sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi yang dipublikasikan atau ditulis oleh
orang lain atau telah digunakan sebagai persyaratan penyelesaian studi di perguruan
tinggi lain kecuali pada bagian-bagian tertentu yang saya ambil sebagai acuan dengan
mengikuti tata cara dan etika penulisan karya ilmiah yang lazim.
Apabila ternyata terbukti pernyataan ini tidak benar maka sepenuhnya
menjadi tanggung jawab saya.
Surakarta, 21 Februari 2012
commit to user MOTTO
“
Setiap detik
yang kita gunakan untukme-non-aktif-kan
kekuatan,adalah
detik yang sama
untukme-non-aktif-kan
kelemahan.”commit to user
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil 'alamin segala puji dan syukur saya panjatkan kepada
ALLAH SWT, yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayatnya sehingga tesis
ini dapat diselesaikan dengan baik. Dengan ketulusan hati, saya persembahkan
tesis ini untuk mereka yang telah memberikan motivasi dan semangatnya
khususnya bagi kedua orang tua saya yaitu Bapak Heru Tri Raharjo, S.T.P. dan
Ibu Satiyem, S.Pd. Saya juga persembahkan tesis ini kepada teman-teman saya di
Program Studi Linguistik Program Pascasarjana (PPs) UNS tahun angkatan 2009,
yang senantiasa memberikan motivasi sehingga saya bisa menyelesaikan tesis ini
dengan sebaik mungkin.
Untuk bapak Mario Teguh (Mario Teguh Golden Ways), bapak Tung
Desem Waringin, bapak Bambang Ifnu (Property Plus), Mrs. Merry Riana, saya
ucapkan terima kasih atas motivasinya. Untuk adikku tercinta (Vivin, Sisil, Nia,
Anis, Lala) yang selalu mendoakan serta mendukung saya, terima kasih atas
semuanya. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan pakar
periklanan yang telah meluangkan waktunya untuk berbagi informasi yang
bermanfaat. Selanjutnya, saya mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Bertus, Mifta), Universitas Negeri
Yogyakarta (Murti), dan Universitas Diponegoro (Ratih Kusumaningsari).
Kepada seluruh teman temanku di Medan, Kalimantan, Jakarta, Banten, Bali,
Magelang, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, saya ucapkan terima kasih atas
commit to user
Untuk tim Condong Catur Yogyakarta (Bapak Yohanes, Ibu, Leo, Linda)
terimakasih atas doa dan dukungannya. Untuk teman-teman Joho Baru (Habib,
Pras, dek Shelma) terima kasih atas inspirasi dan doa yang sudah kalian berikan.
Untuk staf PT Bahari Cahaya Raya (khususnya Bp. Eddy Lestari dan Bp. Eduard
Patrick) beserta staf yang telah memberikan dukungan baik dukungan waktu
maupun motivasi saya mengucapkan terima kasih. Tesis ini juga dipersembahkan
untuk teman teman yang sangat menyenangkan di The A Central Property Solo
(non Ambar, non Lia, Mas Adit, Mbak Tika, Mas Rudy, Mas Hari, Pak Adib
commit to user
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Bahasa Pada
Dialog Iklan Produk-Produk PT Unilever Tbk di Stasiun Televisi Swasta
Indonesia (Kajian Pragmatik)”. Penyusunan tesis ini untuk memenuhi sebagian
persyaratan guna memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi
Lingusitik Minat Utama Linguistik Deskriptif di Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan tesis ini, berbagai pihak telah banyak memberikan
motivasi, bantuan, kritik dan saran sehingga dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada: Ketua Program Studi Linguistik Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, M.A.,
Ph.D. yang sekaligus sebagai pembimbing yang telah banyak memberikan
pengetahuan, bimbingan, saran, dan doa restunya. Terima kasih juga diucapkan
kepada Prof. Dr. M. Sri Samiati Tarjana selaku pembimbing pertama yang telah
memberikan pengetahuan dan bimbingannya yang sangat bermanfaat bagi
penyusunan tesis ini. Selanjutnya, saya ucapkan terima kasih kepada Dr.
Sudaryanto selaku dosen mata kuliah metode penelitian yang telah memberikan
berbagai informasi, pengetahuan dan bimbingannya sehingga tesis ini dapat
commit to user
Saya juga berterimakasih kepada direktur program pascasarjana
Universitas Sebelas Maret, Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS., beserta seluruh staf
atas segala kemudahan yang telah diberikan selama pendidikan. Terima kasih juga
saya ucapkan kepada general manager PT. Bahari Cahaya Raya, bapak Eduard
Patrick beserta seluruh staf atas segala bantuan dan kemudahan yang diberikan
selama melaksanakan penelitian sehingga tesis ini dapat selesai tepat pada
waktunya. Tidak lupa saya ucapkan hormat saya kepada ayah dan ibu saya, Heru
Tri Raharjo, S.T.P dan Satiyem S.Pd. serta adik saya Vivin Intan Raharjo, A.Ho.,
yang selalu memberikan dukungan moril dan materiil sehingga tugas akhir ini
dapat terlaksana dengan baik.
Ucapan terima kasih saya tujukan kepada sahabat dan teman-temanku pak
Salim, pak Iqbal, bu Sri, pak Naryo, pak Sutarman, mas Adi, mas Harsono, mas
Tri, mas Nanda, Favorita, Ken Fitria, Liana, mbak Septi, mbak Dinar, mbak
Donna, mbak Puspa, serta semua anggota Pascasarjana UNS angkatan 2009 yang
tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Kepada semua pihak yang telah
membantu pada proses penelitian, saya mengucapkan terima kasih atas dukungan
dan doanya selama ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga
tesis ini dapat berguna bagi kita semua.
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh
Surakarta, 21 Februari 2012
commit to user DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
PENGESAHAN PEMBIMBING TESIS... ii
PENGESAHAN TESIS... iii
PERNYATAAN... ... iv
DAFTAR DIAGRAM & GAMBAR... xii
ABSTRAK... xiv
BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR... 32
2.1. Kajian Teori 2.1.1. Konsep Pragmatik..…... 32
2.1.2. Konsep Implikatur Percakapan... 34
2.1.3. Prinsip Kerjasama (Cooperative Principle)... 39
2.1.4. Kegunaan Implikatur…...………….….…….... 42
2.1.5. Fungsi Bahasa Iklan...…..……..…... 43
2.1.6. Televisi sebagai Media Iklan……….…... 46
2.1.7. Fungsi Iklan dan Budaya...…... 50
2.1.7.1. Fungsi iklan... 50
2.1.7.2. Teori Budaya... 53
2.1.8. Mengenai PT Unilever Tbk.…... 54
2.2. Penelitian yang Relevan….…….……...………... 57
commit to user
BAB III METODE PENELITIAN ... 63
3.1. Jenis dan Bentuk Penelitian…... 63
3.2. Sumber Data... 64
3.3. Teknik Sampling... 65
3.4. Metode Penyediaan Data..………... 65
3.5. Teknik Penyediaan Data……... 66
3.6. Keabsahan Data...…...……….….…………... 67
3.7. Analisis Data...…....……….….…………... 68
3.8. Penyajian Hasil Analisis Data...….…………... 71
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 72
4.1. Analisis...…... 72
4.2. Pembahasan...………... 92
4.2.1. Fungsi bahasa pada dialog iklan produk- produk PT Unilever Tbk di stasiun televisi swasta Indonesia... 92
4.2.2. Penerapan prinsip kerjasama pada dialog iklan produk-produk PT Unileer Tbk di stasiun televisi swasta Indonesia... 106
4.2.3. Wujud pengungkapan implikatur percakapan yang terjadi pada dialog iklan produk PT Unilever Tbk di stasiun TV Swasta di Indonesia... 125
commit to user DAFTAR TABEL
TABEL I.1 Tabel klasifikasi data berdasarkan teori M.A.K Halliday 75
TABEL II.1 Tabel klasifikasi data berdasarkan teori Grice... 85
TABEL III.1 ...…………... 88
TABEL IV.1 ...…………... 89
TABEL V.1 ...……... 90
TABEL VI.1 ... 91
commit to user
DAFTAR DIAGRAM & GAMBAR
DIAGRAM I Diagram Kerangka berpikir dalam Analisis
Bahasa iklan Produk PT Unilever Tbk...……….……... 60
GAMBAR II Gambar Logo PT Unilever Tbk... 200
GAMBAR III Gambar Produk – Produk
PT Unilever Tbk... 201
GAMBAR IV H.Paul Grice... 202
commit to user ABSTRAK
Berlian Raharjo. S110809004. 2012. Bahasa Pada Dialog Iklan
Produk-Produk PT Unilever Tbk di Televisi Swasta Indonesia (kajian Pragmatik).
Tesis: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing I Prof. Dr. M. Sri Samiati Tarjana, Pembimbing II Prof. Drs. M.R. Nababan, M. Ed., M.A., Ph. D.
Salah satu keunikan dari fenomena kebahasaan yang terjadi saat ini adalah mengenai penggunaan bahasa pada dialog iklan khususnya pada iklan percakapan produk-produk PT Unilever Tbk. Penelitian ini bertujuan untuk (a) memahami dan menjelaskan fungsi bahasa pada dialog iklan, (b) mendeskripsikan penerapan prinsip-prinsip kerjasama (cooperative principles) pada dialog iklan produk-produk PT Unilever Tbk di televisi swasta Indonesia, (c) mendeskripsikan wujud pengungkapan implikatur percakapan, dan (d) menjelaskan alasan mengapa iklan produk PT Unilever Tbk dapat mempengaruhi konsumen melalui tayangan iklannya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Instrumen utama penelitian ini adalah peneliti sedangkan instrumen sekunder adalah kamera handphone, televisi, peralatan menulis, dan kartu data. Untuk memvalidasi data maka digunakan teknik trianggulasi. Selain itu, peneliti menggunakan trianggulasi sumber yaitu dengan menggunakan berbagai macam sumber data yang tersedia. Dengan demikian data yang sama atau sejenis diyakini akan lebih valid kebenarannya bila diperoleh dari beberapa sumber berbeda.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, fungsi bahasa yang paling dominan adalah fungsi representatif yakni memberikan informasi kepada konsumen mengenai suatu produk. Kemudian, produsen juga menerapkan dan melanggar keempat maksim dari prinsip kerjasama. Penerapan maksim kerjasama digunakan karena iklan memerlukan informasi yang benar, informatif, jelas, dan tidak ambigu. Pertama, penerapan maksim kualitas ditandai oleh informasi yang benar dan memiliki bukti yang diberikan oleh peserta tutur. Kedua, penerapan maksim kuantitas ditunjukkan dengan adanya informasi yang cukup dan tidak melebihi yang dibutuhkan yang diberikan oleh peserta tutur. Ketiga, penerapan maksim hubungan ditunjukkan oleh adanya kesesuaian antara informasi yang terdapat dalam tuturan dengan topik yang dibicarakan oleh peserta tutur. Keempat, penerapan maksim cara terlihat dari kejelasan informasi, menghindari ungkapan yang kabur, bertutur singkat dan teraturdalam menyampaikan informasi. Produsen menggunakan implikatur pada dialog percakapan iklan dengan konteks yang berbeda-beda. Iklan mempengaruhi konsumen dengan menggunakan penggabungan antar unsur yakni suara, tulisan, gambar. Unsur tersebut merupakan satu rangkaian dengan narasi iklan. Sesuatu yang ditulis dalam narasi iklan PT Unilever tersebut dituangkan dalam dialog iklan dan mempunyai daya perlokusi.
commit to user ABSTRACT
Berlian Raharjo. S110809004. 2012. Language in Advertisement Dialogues of
PT. Unilever Tbk’s Products Broadcasted on Indonesian private television channels (A Pragmatics Studies). Thesis Supervisor I : Prof. Dr. M. Sri
Samiati Tarjana. Thesis Supervisor II : Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed., M.A., Ph.D. Thesis. Postgraduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.
The unique phenomenon nowadays is the use of language in advertisement, especially in advertisement dialogues of PT. Unilever Tbk’s products. This research aims to (a) understand and explain the functions of language in advertisement, (b) describe the application of cooperative principles in advertisement dialogues of PT. Unilever Tbk’s products broadcasted on Indonesian private television channels, (c) describe the form of utterance of implicature dialogues, (d) explain the reasons why the advertisements can influence the customers.
This research is descriptive qualitative in nature. It explains the language phenomena in terms of words, diagrams, and tabels. The main instrument of this research is the researcher, while the secondary instruments are hand phone camera, television, stationeries, and data cards. In order to validate the data, the researcher used triangulation technique. Triangulation in terms of data sources is applied in this research. Therefore, the data are believed to be more valid whenever they are taken from different sources of data.
Based on the analysis and the discussion, the representative function is frequently used by the producer, i.e., to give information. The producer applies and breaks the four maxims of cooperative principles. Advertisements require correct, informative, clear, and unambiguous information. First, maxim of quality refers to the use of correct information with evidences given by the speakers. Second, maxim of quantity is marked by the adequate information which does not exceed the needs expected by the speakers. Third, maxim of relation is marked by the conformity between information contained in the utterances and the topic being discussed by the speakers. Fourth, maxim of manner is marked by the clear information available. Besides, maxim of manner is also seen in the manner of the speakers who speak simple, well-arranged utterances, and avoid unclear information. The producer also uses implicature in different contexts. The advertisement influences the consumers by using several elements such as sounds, texts, pictures, and messages. The elements in advertisements are generally in a good unity. The written texts in the dialogue of advertisement has perlocutionary force.
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Suatu fenomena menarik yang terjadi di Indonesia saat ini adalah
terjadinya beragam persaingan berbagai macam produk atau barang kebutuhan
sehari-hari. Hal ini tentunya juga berimbas pada persaingan harga produk-produk
tersebut. Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia
merupakan tempat yang strategis untuk bersaing dan berkembangnya berbagai
produk seperti busana (fashion), produk telekomunikasi, susu pertumbuhan untuk
anak, sepeda motor, mobil, perhiasan, barang elektronik, dan aksesoris lainnya.
Melalui berbagai sumber informasi yang terpercaya seperti informasi pada
laman atau website, koran, dan majalah, konsumen dapat mengetahui jenis produk
dan harga barang dalam waktu yang relatif singkat. Beragam informasi yang bisa
diakses dengan cepat membuat konsumen semakin kritis dalam memilih produk
baik di pasar modern maupun tradisional. Melihat kondisi tersebut, produsen
tentunya tidak hanya diam tetapi juga melakukan terobosan agar dapat bersaing
dengan produsen lain. Salah satu cara yang ditempuh agar dapat bertahan dan
unggul dalam persaingan adalah dengan meningkatkan kemampuan mengelola
dan menyampaikan informasi dengan cepat dan berimbang kepada konsumennya.
Bentuk penyampaian informasi yang dimaksud adalah iklan. Adapun pengertian
iklan menurut Widyatama (2005: 13) adalah bentuk penyajian pesan yang
dilakukan oleh komunikator secara personal melalui media untuk ditujukan
commit to user
Melalui kegiatan pengiklanan, konsumen sebagai pembeli diharapkan
dapat mengetahui karakteristik barang atau jasa yang diiklankan. Dengan
mengetahui karakteristik barang maka konsumen tidak akan mudah terkecoh
dengan tayangan iklan. Saat ini iklan telah menjelma menjadi sesuatu yang
awalnya hanya berupa lembar pengumuman yang berfungsi untuk memberikan
informasi; kini telah berubah menjadi perusahaan besar yang cenderung bersifat
kapitalis yang berorientasi pada uang. Cepat atau lambat iklan akan menguasai
seluruh lapisan komunikasi baik di media massa cetak maupun elektronik
sehingga keduanya tidak akan dapat bertahan tanpa keberadaan iklan. Iklan juga
sangat berpengaruh di wilayah politik, dan bahkan mampu mempengaruhi
nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Iklan mengambil alih seluruh sistem
komunikasi masyarakat dan akhirnya hanya akan ada satu cara untuk memahami
masyarakat yaitu dengan memahami makna dalam iklan itu sendiri.
Dalam dunia industri, iklan memiliki peranan yang sangat penting dan
berpengaruh pada hasil pemasaran dan penjualan suatu produk. Salah satu kunci
kesuksesan sebuah iklan dalam dunia industri terletak pada bagaimana cara
produsen mengolah pesan dengan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya suatu
pesan dapat diterima oleh masyarakat. Bahasa juga merupakan salah satu faktor
penting penentu keberhasilan iklan. Bahasa yang digunakan dalam iklan disusun
dengan kata-kata yang mengandung daya persuasif yang komunikatif. Bahasa
persuasif yaitu bahasa yang bersifat mempengaruhi konsumen agar membeli
produk yang ditawarkan dalam berbagai bentuk dan disampaikan lewat berbagai
media. Oleh karena itu, bahasa sebagai sarana komunikasi dalam sebuah iklan
commit to user
Dikatakan menarik karena dari sisi bahasa dan desain iklan sangatlah
beragam. Hal ini karena kreativitas manusia yang dinamis serta didukung pula
dengan perangkat lunak (software) untuk desain grafis yang sangat canggih yaitu
dengan program Photoshop Cs maupun Corel Draw versi X yang dioperasikan
dengan menggunakan komputer berteknologi tinggi. Saat ini juga sudah ada
printer canggih yang dapat digunakan untuk mencetak gambar dengan ukuran
sangat besar dengan kualitas sangat baik. Karena alasan itulah produsen semakin
antusias memasarkan produknya dengan desain yang sangat unik dan bahkan
lebih unik dari yang pernah ada.
Perpaduan antara gambar, warna, media, suara dan tulisan merupakan
perpaduan yang luar biasa dan efektif untuk memasarkan suatu produk. Perpaduan
tersebut ditujukan kepada masyarakat agar tertarik terhadap iklan dan produk
yang diiklankan. Sutherland & Sylvester (2004: 4) menyatakan bahwa hampir
seluruh orang di dunia tertarik pada iklan. Mereka juga mengatakan bahwa tidak
kurang dari empat ratus juta dollar dialokasikan untuk periklanan di Amerika
setiap tahunnya. Iklan bahkan juga sangat efektif untuk memasarkan produk yang
belum terkenal sekalipun. Di Indonesia, iklan banyak sekali ragamnya seperti
iklan radio, iklan internet, iklan televisi, iklan pamflet, iklan baliho dan
sebagainya. Cara penyampaian dan media yang digunakan dalam iklan tersebut
pun berbeda berdasarkan pada tujuan yang akan dicapai.
Selain melalui media di atas, ada juga iklan unik yang menggunakan
manusia sebagai media. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan
Surabaya, salah satu produk operator telepon memasarkan produknya dengan
commit to user
yang intinya adalah menawarkan produk kartu operator telepon. Yang kreatif dari
media tersebut adalah menjadikan manusia sebagai model iklan. Tempat yang
dipilih adalah perempatan di jalan raya yang sangat padat dan ramai. Bagi
pengguna jalan, waktu seratus detik merupakan waktu yang lama untuk
menunggu lampu isyarat lalu lintas APILL (Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas)
yang berwarna hijau menyala. Namun bagi produsen iklan hal ini justru bisa
menjadi lahan keuntungan sebab peluang pengendara yang berhenti di dekat
lampu isyarat lalu lintas untuk membaca teks iklan tersebut cukup besar.
Iklan bisa dikategorisasikan dan bahkan dinilai berbeda-beda oleh setiap
konsumen. Iklan rokok Sampoerna Hijau, sebagai contoh, dinilai oleh sebagian
orang merupakan iklan yang lucu. Namun, bagi sebagian orang yang lain
mengatakan iklan tersebut merupakan iklan menarik. Iklan tersebut dianggap lucu
atau menarik karena menceritakan Geng Hijau yang dikemas secara
menyenangkan dan humoris. Sampai hari ini, ceritanya sudah dibuat dalam lima
belas versi dengan tema yang hampir sama yakni tentang kebersamaan. Saat
pertama kali muncul tahun 2000, slogan yang diangkat adalah “Asyiknya
Rame-rame”. Iklan ini ternyata sangat terkenal dimasyarakat. Slogan “ijo-ijo” pun
menjadi ungkapan yang mudah diingat oleh konsumen. Dikatakan “ijo-ijo” karena
semua atribut rokok dan bungkus identik dengan warna hijau dan hal ini menjadi
ikon rokok tersebut.
Iklan yang kedua adalah iklan penyedia layanan kartu prabayar telepon
seluler yaitu Excelcomindo (XL). Selain dianggap iklan yang lucu dan menarik,
iklan XL ini juga dinilai oleh sebagian konsumen sebagai iklan yang menyebalkan
commit to user
awal tahun 2011, iklan yang terbaru adalah versi ‘Baim’. Iklan tersebut juga unik
karena menampilkan Baim yakni seorang artis cilik ibukota sebagai penyampai
pesan. Karena iklan tersebut sangat menarik, banyak produsen lain memodifikasi
iklan tersebut dengan cara memproduksi iklan yang serupa tetapi lebih kreatif.
Selanjutnya, iklan milik PT Indofood Sukses Makmur yang diberi judul
‘Dari Sabang sampai Merauke’ juga telah berhasil menanamkan kesan bahwa PT
Indofood memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi (high social responsibility)
kepada masyarakat. Melalui iklan ini, PT Indofood dicitrakan telah menjadi
kebanggaan masyarakat Indonesia sebagai sebuah aset bangsa. Tahun ini PT
Indofood kembali mengeluarkan iklan baru dengan melibatkan pemuda-pemudi
dari berbagai daerah. Iklan ini mengubah lirik jingle ‘Dari Sabang Sampai
Merauke’ dengan menggunakan berbagai bahasa daerah yang dipadukan dengan
bahasa Indonesia. Setiap tahun PT Indofood juga menyelenggarakan Indomie
Jingle Dare 2011 yang merupakan ajang pencarian lagu tema Indomie oleh
band-band pendatang baru. Di tahun 2011, Indomie menggunakan tema ‘Sing Your
Story (nyanyikan ceritamu)’.
Kemudian ada perusahaan lain yang menggunakan cara yang sama yakni
PT Unilever yang menerapkan tanggung jawab sosial (corporate social
responsibility) khususnya pada produk Lifebuoy dengan slogannya ‘Lifebuoy
Berbagi Sehat’. Lifebuoy telah mengenalkan kepada masyarakat tentang
kampanye nasional cuci tangan pakai sabun. Lifebuoy juga menyumbangkan Rp
10,- dari produknya untuk sarana kebersihan. Dari beberapa contoh tersebut,
produsen menggunakan kreativitasnya untuk berkomunikasi dengan konsumen
commit to user
Dalam dunia usaha pada khususnya, produsen tidak dapat secara langsung
dapat bertemu dan memasarkan produknya kepada konsumen. Dalam situasi
seperti ini, iklan merupakan salah satu solusi karena di manapun dan kapanpun,
mereka dapat berkomunikasi dengan menggunakan media tersebut. Nampaknya
permasalahan yang dijumpai dalam proses komunikasi adalah permasalahan
bahasa. Pemahaman konsumen yang berbeda terhadap dialog yang terdapat pada
iklan tentunya dapat membuat makna pesan iklan menjadi tidak jelas. Sebagai
contoh, produsen menggunakan istilah up to yang dalam bahasa Indonesia
diterjemahkan ‘hingga’. Bila diperhatikan, di toko pakaian banyak tulisan ‘diskon
dari 10% up to 50%’ dan bersifat promosi. Ini artinya bahwa dari setiap seratus
jumlah barang yang ditawarkan kepada konsumen, ada sepuluh barang yang
diberikan diskon hingga pada angka tertentu. Dengan demikian, tidak semua
barang mendapatkan diskon. Kemudian, bila kita menemui iklan restoran “Paket
OK Rp 36.500++/pax” maka kita mungkin beranggapan bahwa paket ini sangat
murah. Tapi pada kenyataannya konsumen bisa menghabiskan lebih dari seratus
ribu rupiah untuk makan berdua; tentunya setelah ditambah dengan harga
minuman dan biaya pajak dan pelayanan (tax and service). Kata kunci dari iklan
tersebut adalah pada tulisan “/pax”. Hal ini merupakan teknik promosi yang
menjebak namun banyak konsumen yang belum memahaminya. Selanjutnya,
provider XL yang menggunakan slogan “nelpon gratis.” Iklan ini tidak
sepenuhnya benar karena kata ‘gratis’ seharusnya berarti ‘tidak membayar’ dan
pada kenyataanya konsumen justru harus membayar tarif yang sudah ditentukan.
Sama halnya dengan hal tersebut, provider warnet (warung internet) yang
commit to user
Mbps’ (tiga juta bit per detik) pada spanduk iklan yang dipasang. Namun pada
kenyataanya kecepatan unduh tidak akan dapat mencapai angka yang tertera pada
iklan tersebut. Contoh lain adalah iklan pada suatu rumah makan yang menuliskan
harga Rp 10.000 pada salah satu menu makanan tetapi tetap mewajibkan
konsumen membayar biaya pajak pelayanan (service charge). Berbeda dengan
hotel, biasanya rumah makan memang tidak mencantumkan service charge pada
iklan yang dibuatnya. Dan dari semua contoh yang sudah diberikan yang paling
dikenal oleh masyarakat adalah iklan yang menggunakan istilah ‘syarat dan
ketentuan berlaku’, ‘beli satu gratis satu’, ‘barang yang sudah dibeli tidak dapat
dikembalikan’, dan ‘selama persediaan masih ada’ atau bahkan menggunakan
tanda asterisk (*) yang berukuran kecil yakni lebih kecil dari huruf standar dari
produk yang ditawarkan. Hal seperti ini dapat ditemui pada iklan produk operator
telepon seluler. Konsumen akan terkecoh dengan iklan yang bertanda asterisk
sebab tanda tersebut berukuran sangat kecil dan kemungkinan untuk dibaca
konsumen sangatlah kecil. Terkait dengan hal tersebut sebenarnya istilah ‘barang
yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan’ justru bertentangan dengan
undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang didalamnya
memberikan hak kepada konsumen untuk mengembalikan barang apabila terjadi
kerusakan atau karena sebab tertentu.
Dari berbagai contoh tersebut bahasa pada iklan mempunyai daya tarik
tersendiri di mana konsumen menjadi tertarik untuk mengingat bahkan secara
rasional dan emosional terdorong untuk membeli produk yang diiklankan. Bahasa
iklan memang sudah dirancang sedemikian rupa dan ada maksud tertentu dibalik
commit to user
halnya pada iklan, setiap bentuk tuturan pada dasarnya mengimplikasikan sesuatu.
Implikasi tersebut adalah maksud atau proposisi yang biasanya tersembunyi di
balik tuturan yang diucapkan dan bukan merupakan bagian langsung dari tutur
tersebut (Wijana, 1996: 37). Pada gejala demikian, apa yang dituturkan berbeda
dengan apa yang diimplikasikan. Hal ini senada dengan yang dinyatakan oleh
Noviani (2002: 79) yakni bahwa setiap pesan pada suatu iklan mempunyai dua
tingkatan makna yakni makna eksplisit dan implisit. Dari penjelasan diatas,
penelitian dengan pendekatan pragmatik harus dilakukan.
Dari berbagai macam jenis iklan yang ada, salah satu yang menarik adalah
iklan teh Sariwangi ditelevisi. Iklan tersebut mempunyai pesan sederhana tapi
bermanfaat, “Mari ngeteh, mari bicara”, disampaikan dengan cara mengena dan
lucu, ditambah dengan jingle berupa instrumen alunan denting piano yang dapat
membuat para pemirsa TV merasa nyaman saat menyaksikannya. Iklan tersebut
mungkin memberikan efek positif bagi konsumen yang menontonnya tetapi
makna implisit dalam iklan yang sebenarnya ingin disampaikan produsen masih
dapat dipertanyakan. Hal ini juga menjadi salah satu alasan mengapa penelitian ini
harus segera dilakukan.
Contoh lain adalah pada iklan teh Sariwangi versi "bocor". Situasi pada
iklan tersebut adalah pada saat hujan. Dalam rumah tersebut terjadi percakapan
antara dua orang yaitu seorang laki laki yang berperan sebagai ayah dan seorang
perempuan yang berperan sebagai ibu. Inti dari dialog dalam iklan tersebut adalah
tentang kesalahpahaman dan untuk menyelesaikannya ibu berinisiatif untuk
mengajak sang ayah minum teh. Harapan dari si ibu adalah bahwa setelah minum
commit to user
Selain iklan Sariwangi, ada beberapa jenis iklan produk-produk PT
Unilever Tbk yang menarik untuk dikaji. Unilever adalah perusahaan besar yang
berpusat di Jakarta dan memproduksi barang kebutuhan rumah tangga seperti
sabun dan makanan dengan merek yang terkenal. Sebanyak sebelas produk PT
Unilever Indonesia menduduki peringkat terbaik dalam Survei Indonesia Best
Brand (IBBA) 2009 yang digelar Majalah SWA dan lembaga riset pemasaran MARS. Sembilan produk di antaranya meraih Platinum Award selama lima tahun
berturut-turut. Seperti dikutip dari website http://www.unilever.co.id/ yang
merupakan situs resmi PT Unilever Tbk, sebagian besar dari produk PT Unilever
merupakan produk berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Jika diperhatikan,
dalam situs resmi PT Unilever tersebut ditulis tertulis ‘160 million times a day,
someone somewhere chooses a Unilever product. From feeding your family to keeping your home clean and fresh, our brands are part of everyday life.’ Seratus
enam puluh juta kali per hari, seseorang dimanapun memilih produk PT Unilever,
dari memberi makan keluarga sampai menjaga rumah tetap bersih dan segar,
brand kami adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pernyataan
tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa selain menciptakan produk, PT Unilever
juga memberikan nilai lebih kepada masyarakat, hal ini menyebabkan
produk-produknya cenderung dikenal.
Penelitian ini difokuskan pada penggunaan penuturan iklan di media
elektronik yaitu televisi. Hampir semua acara di stasiun televisi swasta padat
dengan tayangan iklan. Meskipun hanya dalam hitungan detik, dalam sekali break
bisa sepuluh jenis iklan yang dimunculkan. Pemahaman konsumen terhadap pesan
commit to user
Sementara itu, persepsi konsumen terhadap suatu iklan menentukan berhasil
tidaknya suatu iklan. Produsen sebagai kreator iklan idealnya sudah
memperhitungkan secara matang dampak persepsi tersebut. Dalam
perkembangannya terakhir, banyak iklan yang harus diganti karena alasan dari
persepsi konsumen.
Berdasarkan kelebihan yang dimiliki oleh media televisi, maka para
produsen memilih dan mengiklankan produknya melalui media tersebut. Oleh
karena itu, peneliti juga memilih iklan televisi sebagai objek penelitian dengan
penelitian yang berjudul “Bahasa pada Dialog Iklan Produk-Produk PT Unilever
Tbk di Televisi Swasta Indonesia (Kajian Pragmatik).”
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Dari sekian banyak perusahaan yang memasarkan produknya di Indonesia,
yang terkenal dan gencar menayangkan beragam produk melalui iklan adalah PT
Unilever Tbk. Perusahaan berskala besar ini berkembang dengan berfokus pada
produk kosmetik, makanan, minuman, dan barang keperluan sehari-hari. Iklan
produk barang PT Unilever tersebut tentunya tidak hanya muncul dimedia cetak,
radio, internet tetapi juga pada media televisi. Televisi merupakan media yang
sangat menarik karena beragam acara dapat disaksikan melalui media ini. Dalam
media tersebut, yang menarik untuk dikaji adalah bahasa iklan yang menggunakan
struktur kata yang sangat sederhana, singkat, tetapi kadang sangat sulit untuk
dimengerti maknanya. Selanjutnya, penghilangan salah satu kata, penghilangan
subjek, dan pembalikan struktur kata dalam kalimat adalah salah satu bagian dari
commit to user
Terkait dengan fenomena bahasa iklan, banyak sekali masalah yang bisa
dikaji. Pertama, secara tidak langsung iklan ditujukan untuk mempengaruhi
konsumen dengan berbagai cara. Hal ini bisa menyebabkan multitafsir pada iklan
karena antara produsen dengan konsumen tidak bertemu secara langsung. Contoh
nyata adalah pada iklan produk laptop dengan harga “2 jutaan”. Pada kenyataanya
harga laptop tersebut tidak akan seharga dua juta rupiah melainkan bisa mencapai
dua juta sembilan ratus ribu rupiah. Begitu juga pada iklan kosmetik yang
menuliskan “dapat digunakan di usia 30-an dan menjelang 40 tahun”. Usia tiga
puluh sembilan boleh jadi masuk dalam kategori usia 30-an karena terkesan lebih
muda. Begitu juga dengan penggunaan kata menjelang 40 tahun yang terkesan
lebih muda. Masing-masing produsen iklan berjuang untuk mengungkapkan
karakteristik model iklan dalam bahasa tuturan yang secara pragmatik sedikit
banyak memiliki pertentangan arti. Bahkan didalam iklan cenderung terdapat
ambiguitas baik bentuk maupun makna. Segala kemungkinan bentuk desain iklan
diekspresikan dengan berbagai cara agar tujuan tercapai. Kaidah-kaidah,
norma-norma, peraturan yang berlaku tertulis atau tidak tertulis, ikut memaksa para
produsen sebagai kreator periklanan untuk lebih berkreasi di tengah ketatnya
persaingan sistem ide dan gagasan.
Kedua, banyak sekali terjadi penyimpangan morfologis pada tata bahasa.
Tata bahasa pada iklan memang berbeda dengan tata bahasa pada umumnya dan
bahkan beberapa iklan yang tidak mematuhi aturan tata bahasa seperti pada iklan
produk Teh Gelas di RCTI “Alaminya bikin semua kebaikan.” Ketiga, para
produsen sering kali menampilkan gaya bahasa yang terkait dengan fitur-fitur
commit to user
memiliki gagasan utama (headline) berbahasa asing dan juga berbahasa Indonesia,
atau bahkan pada headline sudah terjadi penggabungan antar bahasa. Contohnya
pada saat bulan Ramadhan dan Lebaran banyak ditemui promosi seperti ‘Buffet
Buka Puasa’, ‘Lebaran Sale’, ‘Lebaran Great Promo’, ‘Up to 50% Off!’ dan
masih banyak lagi. Berdasarkan pada uraian tersebut maka bahasa pada dialog
iklan pada produk-produk PT Unilever Tbk sangat menarik untuk dikaji terutama
dengan sudut pandang pragmatik yang mempertimbangkan konteks dalam
kajiannya.
1.3. PEMBATASAN MASALAH
Sebagai salah satu jenis wacana, iklan merupakan sebuah model
komunikasi yang khas sebab iklan mempunyai keunikan dalam desain dan bahasa
dan hal ini menyebabkan iklan ini berbeda dengan bentuk komunikasi wacana
tulis atau lisan yang lain. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan iklan PT
Unilever karena perusahaan ini merupakan salah satu produsen yang menjadi
pioner dan keunggulan produknya pun sudah tidak diragukan lagi. PT Unilever
gencar sekali pada misi sosial dan kemanusiaan, sehingga hubungan emosional
dengan konsumen dapat terus terjaga. Hal ini terlihat dari pembelanjaan iklan dan
promosi yang telah mendorong pertumbuhan penjualan di tengah pasar yang
kompetitif.
PT Unilever Indonesia sebagai salah satu perusahaan dengan belanja iklan
terbesar menurut majalah marketing (Top Brand Survey, edisi khusus 2007).
Berbagai produk yang diciptakan oleh PT Unilever menyebabkan perusahaan ini
commit to user
menarik untuk diteliti dalam hal penggunaan bahasanya.
Dalam penelitian bahasa iklan pada produk-produk PT Unilever banyak
dijumpai berbagai masalah. Hal itu disebabkan karena bidang kajian sangat luas
cakupannya. Oleh karena itu, penelitian ini hanya dibatasi pada empat
permasalahan, yakni mengenai penggunaan fungsi bahasa pada iklan,
prinsip-prinsip kerjasama (cooperative principles), implikatur, dan penerapannya dalam
dialog iklan sehingga konsumen terpengaruh. Bahasa dalam bentuk dialog atau
percakapan tersebut diteliti dengan menggunakan pendekatan pragmatik yang
mempertimbangkan konteks.
1.4. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian, identifikasi dan pembatasan
masalah, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu:
(1) Apa sajakah fungsi bahasa pada dialog iklan produk-produk PT Unilever
Tbk di televisi swasta Indonesia?
(2) Bagaimanakah penerapan prinsip kerjasama yang terjadi pada dialog iklan
produk-produk PT Unilever Tbk di televisi swasta Indonesia?
(3) Bagaimana wujud pengungkapan implikatur percakapan yang terjadi pada
dialog iklan produk-produk PT Unilever Tbk di televisi swasta Indonesia?
(4) Mengapa iklan produk-produk PT Unilever Tbk dapat mempengaruhi
konsumen sebagai target audience melalui tayangan iklannya di stasiun
commit to user 1.5. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah, tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
(1) Memahami dan menjelaskan fungsi bahasa pada dialog iklan
produk-produk PT Unilever Tbk di televisi swasta Indonesia.
(2) Menjelaskan penerapan prinsip kerjasama yang terjadi pada dialog iklan
produk-produk PT Unilever Tbk di televisi swasta Indonesia.
(3) Mendeskripsikan dan menjelaskan wujud pengungkapan implikatur
percakapan yang terjadi pada dialog iklan produk-produk PT Unilever
Tbk di televisi swasta Indonesia.
(4) Menjelaskan alasan yang menyebabkan iklan produk PT Unilever Tbk
dapat mempengaruhi konsumen melalui tayangan iklannya di televisi
swasta Indonesia.
1.6. MANFAAT PENELITIAN
Pada hakikatnya penelitian dilakukan untuk mendapatkan manfaat.
Manfaat dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua yaitu manfaat teoritis dan
praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis merupakan manfaat yang berkenaan dengan ilmu
pengetahuan, dalam hal ini ilmu pragmatik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan tambahan pengetahuan baik kepada peneliti maupun pembaca
mengenai analisis pragmatik terutama pada bentuk penerapan prinsip-prinsip
commit to user
percakapan. Berdasarkan pada teori implikatur dan fungsi bahasa maka konsumen
dapat lebih memahami ciri khas beserta isi pesan iklan yang terkandung
berdasarkan penafsiran yang terbentuk oleh pengetahuan dasar yang digunakan
sehingga iklan tersebut menjadi efektif dan efisien.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini bagi konsumen adalah (a) mengetahui
fungsi bahasa iklan yang diterapkan pada dialog iklan (b) memberikan wacana
baru mengenai bagaimana memahami iklan berdasarkan konteks sehingga
meminimalkan kesalahpahaman dalam menafsirkan makna iklan; (c) diharapkan
agar mereka nantinya akan lebih kritis dalam menerima suatu tayangan iklan di
media; (c) sebagai pijakan studi tentang efektifitas penggunaan bahasa dalam
tayangan iklan di televisi.
Bagi produsen, penelitian ini dapat digunakan sebagai pijakan untuk
pembuatan iklan yang baik dan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Hasil
penelitian ini diharapkan mampu memberikan kritik bagi produsen agar dapat
menggunakan bahasa yang baik dan santun pada saat beriklan. Penelitian ini juga
diharapkan dapat digunakan bagi para pembelajar bahasa Indonesia yang ingin
memiliki kemampuan berbahasa Indonesia dengan memperhatikan konteks.
1.7. SISTEMATIKA PENULISAN TESIS
Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian
masalah pada penelitian, agar cara kerja penelitian menjadi lebih terarah,
terperinci, dan jelas. Penulisan yang sistematis membantu pembaca dalam
commit to user
tersusun atas lima bab. Kelima bab tersebut adalah sebagai berikut.
Bab pertama adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
dan manfaat penelitian. Bab kedua tentang landasan teori yang berisi konsep
fungsi bahasa pada dialog iklan, dan prinsip-prinsip kerjasama (cooperative
principles) yang terdiri dari empat maksim, implikatur dan pragmatik. Bab ketiga
membahas metode penelitian yang berisi jenis dan bentuk penelitian, sumber data,
teknik sampling, metode penyediaan data, teknik penyediaan data, keabsahan
data, analisis data dan penyajian hasil analisis data. Bab keempat berisi hasil
analisis dan pembahasan dengan kajian pragmatik sesuai dengan masalah yang
akan dikaji, yaitu mengenai bahasa iklan produk PT Unilever Tbk. Bab kelima
berisi kesimpulan dan saran sesuai dengan analisis dan pembahasan yang
commit to user BAB II
KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN
KERANGKA BERPIKIR
2.1. KAJIAN TEORI
2.1.1. Konsep Pragmatik
Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai berbagai macam rangkaian
kata yang tersusun rapi diberbagai media. Ketika membaca rangkaian kata
tersebut, orang biasanya berusaha untuk memahami tidak hanya struktur katanya
saja tetapi juga berusaha memahami maksud dari rangkaian kata tersebut. Tetapi
tidak semua orang dapat memahami makna kontekstual dari setiap dialog iklan
yang muncul di media tersebut. Banyak di antara mereka yang hanya dapat
memahami dialog iklan-iklan tersebut secara konvensional saja.
Kesulitan konsumen untuk memahami secara kontekstual dialog-dialog
yang digunakan pada iklan adalah karena mereka memiliki pengertian dan dasar
analogi sendiri mengenai makna yang terkandung pada bahasa tersebut. Hal ini
akan sangat berbeda apabila dikaitkan dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh
produsen. Oleh karena itu, pragmatik sangat diperlukan dalam usaha menguraikan
maksud pembicara dengan memperhitungkan konteks. Purwo (1990: 16)
mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai makna tuturan (utterance)
commit to user
bahasa secara pragmatik ialah memperlakukan bahasa dengan mempertimbangkan
konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi (Purwo, 1990: 31).
Dalam buku yang berjudul The Principles of Pragmatics, Leech (1983: 1),
mengatakan bahwa kita tidak dapat memahami bahasa kecuali kita memahami
pragmatik yaitu bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi.
Leech (1983: 76) berpendapat bahwa,
“Language consists of grammar and pragmatics. Grammar is an abstract formal system for producing and interpreting messages. General pragmatics is a set of strategies and principles for achieving success in communication by the use of grammar. Grammar is functionally adapted in the extent that it possesses properties which facilitate the operation of pragmatic principles.”
Dalam kalimat tersebut dinyatakan dengan jelas bahwa bahasa terdiri dari
tata bahasa dan pragmatik. Tata bahasa digunakan untuk menghasilkan dan
menerjemahkan pesan sedangkan pragmatik adalah rangkaian prinsip-prinsip
yang digunakan agar komunikasi berjalan dengan baik. Pragmatik didefinisikan
oleh Yule (1996: 3) sebagai (a) bidang yang mengkaji makna pembicara; (b)
bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (c) bidang kajian tentang
makna yang diujarkan, mengkaji makna yang dikomunikasikan atau
terkomunikasikan oleh pembicara; (d) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi
menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan
tertentu. Yule (1996: 84) juga menyatakan bahwa
commit to user
Pengertian kalimat diatas adalah bahwa sudut pandang pragmatik lebih
berfokus pada apa yang tidak dikatakan tetapi dikomunikasikan oleh penutur.
Pragmatik berfokus kepada interaksi sosial dan melihat pada bentuk dan struktur
pada teks. Selain itu pragmatik juga memberikan perhatian kepada konsep-konsep
psikologi seperti latar belakang pengetahuan, kepercayaan,dan harapan. Dengan
demikian pragmatik cenderung mengkaji apa yang akan disampaikan penutur.
Berbeda dengan Yule, Stephen C. Levinson (1991: 5) memberikan
pengertian bahwa “Pragmatics is the study of language usage”. Teori ini
menjelaskan bahwa pragmatik merupakan studi tentang penggunaan bahasa. Teori
ini didasari oleh pemikiran sebelumnya yaitu: “Pragmatics is the study of those
relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in
the structure of a language”. Pragmatik merupakan studi terhadap aspek-aspek
yang hanya berhubungan dengan bahasa dan konteks yang berkaitan dengan
penulisan dalam grammar. Selain itu pragmatik mempelajari bagaimana bahasa
digunakan dalam komunikasi (Leech, 1983: 1; Wijana, 1995: 46). Bertolak dari
beberapa pendapat diatas maka dapat ditegaskan bahwa pragmatik adalah studi
kebahasaan yang mempelajari makna dari ujaran berdasarkan pada konteks
bahasa.
Untuk memahami makna dalam iklan juga diperlukan konteks sehingga
makna menjadi jelas. Bahasa iklan juga akan lebih tepat dikaji apabila
menggunakan pendekatan pragmatik karena bahasa iklan adalah terkait dengan
speaker’s meaning yaitu mengapa produsen iklan berkata demikian dan apa
commit to user
2.1.2. Konsep Implikatur Percakapan (Conversational Implicature)
Implikatur merupakan salah satu bagian penting dalam ilmu pragmatik.
Implikatur dikemukakan oleh seorang filsuf bemama Paul Grice dalam suatu
ceramah William James di Universitas Harvard pada tahun 1967. Tulisan Grice
yang diberi judul "Logic and Conversation" diajukan untuk menanggulangi
persoalan-persoalan makna kebahasaan yang tidak dapat dijelaskan oleh teori
linguistik biasa. Menurut Grice (dalam Brown and Yule, 1983: 31), implikatur
adalah apa yang dimaksud oleh penutur berbeda dengan apa yang dikatakan oleh
penutur. Yule (1996: 35) juga mengatakan bahwa implikatur adalah sebuah
informasi tambahan. Sebagai contoh adalah ketika terjadi percakapan antara dua
orang yaitu tuturan A terhadap B berikut: (A) Besok saya akan mengadakan pesta
pernikahan anak saya dan (B) Saya harus kembali ke Jakarta besok pagi.
Secara konvensional percakapan di atas mempunyai maksud bahwa A
memberikan informasi bahwa ia akan mengadakan acara pesta pernikahan
anaknya dan B juga menginformasikan bahwa pada saat A mengadakan acara, B
memiliki acara lain secara bersamaan. Namun, ternyata ada makna yang lebih
jauh dari percakapan di atas dan ini dapat dijelaskan melalui implikatur
percakapan. Tuturan A kepada B sebenarnya tidak semata-mata sebagai informasi
akan acara yang hendak ia lakukan, tetapi ada maksud lain dibalik tuturan
tersebut, yaitu A bermaksud mengundang B untuk datang pada acara tersebut.
Sedangkan jawaban B juga memiliki maksud yaitu menyatakan ketidaksanggupan
B untuk menghadiri acara A. Hal ini dapat dikatakan sebagai ungkapan penolakan
B terhadap undangan A dengan cara yang lebih halus dan tidak menyinggung
commit to user
tersebut. Dari deskripsi diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu konsep yang
penting dalam ilmu pragmatik ialah konsep implikatur percakapan. Konsep ini
dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara apa yang
diucapkan dengan apa yang diimplikasi. Contoh implikatur yang lain adalah pada
iklan berikut.
DISEWA RUDY
081931714161
Kata-kata seperti pada iklan diatas banyak terpampang pada spanduk besar
dan dapat ditemui di beberapa tempat atau lokasi ruko dan rumah yang dijual.
Iklan sederhana tersebut sebenarnya bermaksud menawarkan sebuah ruko atau
rumah yang disewakan, dan bagi mereka yang berminat diharapkan untuk
menghubungi Rudy pada nomor ponsel yang tertera. Ketika, misalnya, ada
seseorang yang berucap “Mengapa si Rudy itu sombong sekali? Ia bisa menyewa
ruko sebesar itu dan dia juga memasang tulisan yang besar yang disertai nomor
handphone,” ujar seorang teman anggota The A Central Property Solo yang
berboncengan ketika motor mereka berhenti di depan ruko yang ‘disewa’ tersebut.
Nampaknya orang tersebut benar jika menginterpretasikan rangkaian kata itu
menjadi ‘ruko ini disewa oleh Rudy’ karena memang itulah artinya, meskipun
maksud dari pemasang iklan adalah tidak demikian.
Implikatur percakapan (conversational implicature) merupakan konsep
yang penting dalam pragmatik karena empat hal (Levinson, 1983:97). Pertama,
konsep implikatur memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan yang tidak
terjangkau oleh teori linguistik. Kedua, konsep implikatur memberikan penjelasan
commit to user
implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isi deskripsi semantik. Keempat,
konsep implikatur dapat menjelaskan beberapa fakta bahasa secara tepat. Sebagai
contoh adalah pada suatu dialog yaitu antara A dan B pertanyaan A ‘Jam berapa
sekarang?’ dan jawaban B ‘Korannya sudah datang.’
Contoh klasik pada kalimat (A) dan (B) tidak berkaitan secara
konvensional. Namun pembicara kedua sudah mengetahui bahwa jawaban yang
disampaikannya sudah cukup untuk menjawab pertanyaan pembicara pertama,
sebab dia sudah mengetahui jam berapa koran biasa diantarkan. Implikatur
percakapan mengacu kepada jenis kesepakatan bersama antara penutur dan lawan
tuturnya. Kesepakatan yang dimaksud adalah dalam hal pemahaman yakni bahwa
yang dibicarakan harus saling berhubungan. Hubungan itu sendiri tidak terdapat
pada masing-masing ujaran. Artinya, makna keterkaitan itu tidak diungkapkan
secara harafiah pada ujaran itu.
Dalam iklan, produsen sering tidak mengutarakan maksudnya secara
langsung dan hal yang akan disampaikan malah cenderung disembunyikan. Dalam
pragmatik, implikatur percakapan memiliki pengertian yang lebih beragam karena
pemahaman terhadap suatu pesan pada iklan sangat bergantung pada konteks
terjadinya percakapan. Dalam hal ini, implikatur percakapan muncul pada suatu
tindak tutur (speech act) karena hanya terjadi pada suatu percakapan dan bersifat
sementara.
Implikatur digunakan untuk memperhalus tuturan, menjaga etika
kesopanan, menyindir dengan tidak langsung, dan menjaga agar tdak
menyinggung perasaan secara langsung. Dalam tuturan implikatif, penutur dan
commit to user
maka akan terjadi suatu kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara
keduanya. Dalam hubungan timbal balik di konteks budaya Indonesia,
penggunaan implikatur terasa lebih sopan, misalnya untuk tindak tutur menolak,
meminta, memberi nasihat, menegur, dan sebagainya. Tindak tutur yang
melibatkan emosi mitra tutur pada umumnya lebih diterima jika disampaikan
dengan implikatur.
Kemampuan untuk memahami suatu implikatur dalam sebuah tuturan juga
tergantung pada kompetensi linguistik yang dikuasai seseorang. Seorang penutur
tidak mungkin menguasai seluruh unsur bahasa karena kompetensi linguistik
seseorang itu terbatas. Namun dengan keterbatasan ini, seorang penutur mampu
menghasilkan ujaran yang tidak terbatas. Seorang penutur dan lawan tutur akan
mampu memahami dan menghasilkan ujaran baru yang benar-benar baru dalam
bahasanya.
Dalam pragmatik yang perlu diperhatikan adalah konteks yang mendasari
tuturan selama tuturan tersebut berlangsung. Analisis yang mempertimbangkan
konteks dikenal dengan metode kontekstual. Konteks itu sendiri menurut Brown
dan Yule (1983) didefinisikan sebagai lingkungan dimana bahasa itu digunakan.
Lingkungan yang dimaksud meliputi lingkungan fisik, non fisik dan sosial.
Lingkungan fisik tuturan disebut koteks (cotext) sedangkan lingkungan fisik dan
sosial disebut disebut konteks (context).
Secara garis besar, konteks dibedakan atas dua kategori, yakni konteks
linguistik dan konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang
berupa unsur-unsur bahasa yang mencakup penyebutan kata depan, sifat kata
commit to user
konteks selain unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup
praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode.
Hymes, Brown (dalam Louise Cummings, 2007:190) menyatakan bahwa
komponen-komponen tutur yang merupakan ciri-ciri konteks, ada delapan macam,
yaitu: (1) penutur (addresser); (2) pendengar (addresse); (3) pokok pembicaraan
(topic); (4) latar (setting); (5) penghubung: bahasa lisan atau tulisan (channel); (6)
dialek (code); (7) bentuk pesan (message); (8) peristiwa tutur (speech event).
Tanpa memperhatikan konteks, kesalahpahaman dalam komunikasi akan terjadi.
Dengan demikian, konteks menjadi sangat penting dalam berkomunikasi karena
pada dasarnya konteks adalah salah satu kunci untuk memahami makna implisit
dari sebuah tuturan.
2.1.3. Prinsip Kerjasama (Cooperative Principle)
Terkait dengan teori prinsip kerjasama, banyak pendapat yang muncul dari
berbagai ahli seperti Sperber dan Wilson (1987) yang menyederhanakan maksim
kerjasama menjadi satu maksim yakni maksim relevansi saja. Kemudian Levinson
(1983: 111) yang mengungkapkan ketidaksetujuannya atas maksim relevansi
sebab maksim maksim tersebut dapat menimbulkan implikatur yang melebihi apa
yang dikemukakan oleh penutur. Leech (1983: 80) menyatakan bahwa maksim
berlaku secara berbeda pada konteks yang berbeda pula. Namun sebenarnya tidak
ada prinsip yang berlaku mutlak.
Mengenai pendapat diatas dapat dijelaskan bahwa implikatur percakapan
muncul pada suatu tindak percakapan yakni tentang makna pesan percakapan
commit to user
seperangkat asumsi yang melingkupi dan mengatur kegiatan percakapan sebagai
suatu tindak berbahasa (speech act). Grice (sebagaimana dikutip oleh Levinson,
1983: 101) berpendapat bahwa pelaksanaan percakapan itu dipandu oleh
seperangkat asumsi. Asumsi tersebut didasarkan atas pertimbangan rasional dan
dapat dirumuskan sebagai panduan untuk menggunakan bahasa secara efektif dan
efisien dalam percakapan.
Asumsi yang memandu tindakan orang dalam percakapan adalah prinsip
kerjasama atau biasa disebut dengan istilah cooperative principle. Bila sebagai
retorika tekstual, pragmatik membutuhkan prinsip-prinsip kerjasama (cooperative
principles). Dalam komunikasi yang wajar, seorang penutur mengartikulasikan
ujaran untuk mengomunikasikan sesuatu kepada lawan bicara dan berharap lawan
bicaranya dapat memahami apa yang disampaikan. Dalam melaksanakan
'kerjasama' pada tindak percakapan, setiap penutur harus mematuhi empat maksim
percakapan (maxim of conversation), yaitu: (1) maksim kuantitas (maxim of
quantity) yakni berilah jumlah informasi yang tepat, buatlah sumbangan anda
seinformatif yang diperlukan dan jangan membuat sumbangan anda lebih
informatif dari yang diperlukan; (2) maksim kualitas (maxim of quality) yakni
buatlah sumbangan atau kontribusi anda sebagai sesuatu yang benar, jangan
mengatakan apa yang anda yakini salah, dan jangan mengatakan sesuatu yang
anda tidak memiliki bukti; (3) maksim hubungan (maxim of relation) yakni
jagalah kerelevansian; (4) maksim cara (maxim of manner) yaitu tajamkanlah
pikiran, hindari ungkapan yang membingungkan, hindari ambiguitas, bicaralah
secara singkat, bicaralah secara teratur (Brown & Yule, 1983: 32). Prinsip
commit to user
Oleh karena itu, secara normatif setiap penutur harus mematuhinya.
Namun, kadang-kadang prinsip itu tidak selamanya dipatuhi. Sehingga
dalam suatu percakapan banyak ditemukan pelanggaran terhadap prinsip
kerjasama tersebut. Pelanggaran terhadap prinsip itu tidak berarti kegagalan dalam
suatu percakapan. Pelanggaran tersebut barangkali justru disengaja oleh penutur
untuk memperoleh efek implikatur dalam tuturan yang diucapkannya, misalnya
untuk berbohong, mengejek, atau bergurau. Berikut dibandingkan ketiga dialog
percakapan yang terjadi di sebuah kantor.
(6) A: (Saya mau ke belakang) Apakah ada kamar kecil di sini?
B: Ada, di rumah.
(7) A: (Saya agak pusing) Ada Bodrex?
B: Ada, di rumah.
(8) A: (Saya agak pusing) Ada Bodrex?
B: Ada di laci meja saya.
Prinsip kerja sama dalam percakapan tersebut dilanggar pada contoh (6)
dan (7), tetapi tidak dilanggar pada contoh (8). Kadar pelanggaran pada (7) masih
dapat diterima. Jawaban si B pada (7) dapat ditafsirkan sebagai tindakan
mengajak bergurau si A. Dengan perkataan lain, keterkaitan di antara kalimat si B
dan kalimat si A pada (7) masih dapat direka dan upaya untuk mengaitkan A
dengan B lebih sulit dilakukan pada dialog (6).
Konsep tersebut merujuk pada implikasi pragmatis tuturan akibat adanya
pelanggaran prinsip percakapan, yaitu prinsip kerjasama di dalam suatu peristiwa
percakapan dengan situasi tutur tertentu. Pemahaman implikatur percakapan juga
commit to user
penuh dengan berbagai permainan kata.
2.1.4. Kegunaan Implikatur
Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi, namun kadang kala
informasi yang dituturkan oleh seseorang sulit dipahami dan memiliki maksud
tertentu. Oleh karena itu setiap manusia harus dapat memahami maksud tuturan
yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti
apa yang telah diujarkan oleh si penutur tetapi juga konteks yang digunakan
dalam ujaran tersebut. Pada kehidupan nyata, banyak ditemui penggunaan bahasa
yang menimbulkan salah paham yang menyebabkan maksud dan informasi dari
sebuah ujaran tidak tersampaikan dengan baik.
Dapat kita ketahui berapa banyak macam penggunaan bahasa yang bersifat
implikatif seperti iklan, kolom-kolom baris di surat kabar, SMS (Short Message
Service), Yahoo, Google Adsense, jejaring sosial Facebook, Friendster, Twitter,
tindak tutur dalam percakapan di telepon, bahkan tindak tutur yang terjadi secara
langsung antara dua orang atau lebih. Untuk memahami bentuk-bentuk bahasa
yang implikatif perlu adanya pengajian dan analisis yang mendalam. Selain itu,
dalam mengkaji dan menganalisis memerlukan kepekaan dengan konteks yang
melingkupi peristiwa kebahasaan itu.
Menurut Levinson (1991: 97-100) implikatur atau konsep mengenai
implikatur dalam kajian pragmatik memiliki sekurang-kurangnya empat
kegunaan, yaitu: (a) memungkinkan diperolehnya penjelasan fungsional yang
bermakna terhadap fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori
commit to user
eksplisit tentang bagaimana kemungkinan pemakai bahasa dapat menangkap
pesan; walaupun yang diucapkan secara lahiriah berbeda dari apa yang dimaksud;
(c) dapat menyederhanakan pemerian semantik dari perbedaan hubungan antar
klausa, walaupun klausa klausa itu dihubungkan dengan kata-kata struktur yang
sama; (d) dapat menerangkan berbagai macam fakta kebahasaan yang secara
lahiriah tidak berkaitan.
2.1.5. Fungsi Bahasa Iklan
Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang tidak dapat hidup
tanpa orang lain. Bahasa merupakan penghubung utama dalam berkomunikasi
antar manusia. Dalam iklan, bahasa digunakan sedemikian rupa sehingga tujuan
tercapai dengan baik. Dengan demikian, penggunaan bahasa dalam iklan juga
mempunyai tujuan tersendiri dengan para konsumen sebagai sasarannya. Tujuan
penggunaan bahasa itu antara lain adalah untuk membentuk persepsi, mengubah
sikap, dan akhirnya mempengaruhi tindakan para konsumen. Oleh karena itu,
bahasa yang tertuang dalam iklan merupakan hasil olahan yang cermat agar iklan
itu mencapai hasil yang maksimal.
Membahas fungsi bahasa sama artinya dengan membahas penggunaan
bahasa karena bahasa tidak akan bermakna jika bahasa tersebut tidak digunakan
atau difungsikan (Halliday dan Hasan, 1985: 17). Menurut M.A.K. Halliday
(1976) bahasa memiliki tujuh fungsi. Pertama, fungsi instrumental (the
instrumental function) atau direktif yakni fungsi bahasa yang berorientasi pada
mitra tutur. Ini dapat diartikan bahwa penutur tidak hanya membuat pendengar
commit to user
dengan yang direncanakan penutur seperti perintah, rayuan, maupun permohonan.
Sebagai contoh dari fungsi instrumental adalah kalimat 'Masuklah ke Solo Square
Mall itu lalu naiklah ke lantai 3! Kedua, fungsi representasional (the representational function) atau deklaratif adalah bahasa berfungsi untuk membuat
pernyataan, menyampaikan fakta maupun pengetahuan, maupun menjelaskan
realitas yang sebenarnya. Contoh dari fungsi representational adalah 'Perjalanan
ke Candi Gedung Songo cukup melelahkan karena jalan yang sangan menanjak
dan curam.' Ketiga, fungsi interaksional (the interactional function) atau ekspresif
yaitu bahasa yang berfungsi untuk menjalin interaksi sosial yakni hubungan
penutur dan mitra tutur. Fungsi ini untuk menjalin kontak dan menjaga hubungan
sosial,seperti sapaan, basa-basi, simpati, atau penghiburan. Fungsi interaksional
dapat ditemukan dalam percakapan sehari hari seperti kalimat pertanyaan 'Halo,
apa kabar? Dari mana?'
Keempat, fungsi personal (the personal function) yakni fungsi bahasa yang
berorientasi pada penutur. Dalam fungsi ini penutur dapat mengemukakan
pendapat, pikiran, sikap, atau mengekspresikan perasaannya sehingga dapat
diketahui apakah penutur sedang marah, sedih, ataupun gembira. Contoh dari
fungsi personal adalah terdapat pada ungkapan berikut 'Saya bahagia sekali hari
ini karena ibu membelikan saya pulsa.' Kelima, fungsi heuristik (the heuristic function) atau interpretasi yakni bahasa berfungsi sebagai alat untuk menyelidiki
realitas atau sesuatu. Dengan kata lain bahasa berfungsi untuk memperoleh
pengetahuan dari lingkungan sekitar, untuk belajar, untuk memperoleh informasi,
seperti pertanyaan atau permintaan penjelasan atas sesuatu hal. Contohnya adalah
commit to user
bukan hanya mencari fakta tetapi juga mencari penjelasan terhadap fakta-fakta
tersebut.
Keenam, fungsi regulatoris (the regulatory function) yakni bahasa
digunakan untuk memberikan instruksi dan aturan kepada orang lain. Dalam hal
ini penutur dapat mempengaruhi sikap atau pendapat orang lain. Berikut ini
adalah contoh kalimat yang mempunyai fungsi regulatoris 'Kamu hendaknya tidak
bersikap seenaknya.' Ketujuh, fungsi imajinatif (the imaginative function) yakni
bahasa berfungsi sebagai pencipta sistem khayalan dan gagasan. Sebagai contoh
adalah pada ungkapan 'Saat aku terbang nanti, aku kan melihat bintang-bintang
bersinar didepanku.'
Bahasa iklan tidak hanya menampilkan bentuk-bentuk verbal yang bersifat
lugas, tetapi juga menyiratkan daya persuasif yang tinggi di balik bentuk verbal
tersebut. Konsumen diharapkan untuk tidak hanya membaca yang tersurat, tetapi
juga tergiring untuk menangkap yang tersirat di balik bahasa iklan itu. Untuk
menggambarkan ekspresi hubungan antara teks media dengan realitas, konsep
representasi sering digunakan.
Iklan di media televisi seringkali memunculkan ide-ide tertentu sehingga
membutuhkan proses kreatif agar sebuah iklan dapat dipahami oleh pemirsa.
Noviani (2002: 32) menerangkan kriteria proses kreatif dalam pembuatan sebuah
iklan yang baik yaitu antara lain (a) single message atau pesan tunggal yaitu pesan
tidak boleh bertele-tele, harus tunggal dan fokus sehingga khalayak dapat
memahaminya dengan utuh; (b) entertaining yaitu iklan hendaknya menghibur,
atau memiliki kandungan humor, karena khalayak sasaran biasanya terlalu lelah