• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Sutrisni S021408065

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jurnal Sutrisni S021408065"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HEALTH BELIEF MODEL DAN ANALISIS JALUR TENTANG FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEDIAAN TES HUMAN

IMMUNODEFICIENCY VIRUSPADA IBU HAMIL DI KOTA KEDIRI

Sutrisni1), Argyo Demartoto2), Supriyadi Hari Respati3) 1) Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat UNS

2) Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UNS 3) Fakultas Kedokteran UNS

ABSTRAK

Latar Belakang: Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retrovirus

RNA yang dapat menyebabkan penyakit klinis, yang kita kenal sebagai Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Transmisi dari ibu ke anak merupakan sumber utama penularan infeksi HIV pada anak. Peningkatan transmisi dapat diukur dari status klinis, imunologis dan virologis maternal. Menurut beberapa penelitian, kehamilan dapat meningkatkan progresi imunosupresi dan penyakit maternal. Ibu hamil yang terinfeksi HIV juga dapat meningkatkan resiko komplikasi pada kehamilan.

Subjek dan Metode: Penelitian ini merupakan penelitian jenis analitik observasional. Berdasarkan ada atau tidak ada perlakuan termasuk jenis penelitian

expost facto (mengungkap fakta). Dengan pendekatan case control (kasus kontrol)

subyek dipilih dengan menggunakan teknik Fixed deseases sampling.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (80%) menerima tes HIV. Faktor yang ditemukan berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil adalah faktor ancaman (koef 1.23;95%CI=0.09-2.73P0.035),

manfaat (koef 1.83:95%CI= 0.68-2.98P0.002), kerentanan (koef

1.55;95%CI=0.42-2.69P0.007), keparahan (1.69;95%CI=0.68-2.59P0.001),

isyarat bertindak (koef 1.25;95%CI=0.14-2.36P0.027). Faktor usia, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan tidak berhubungan secara signifikan dengan kesediaan tes HIV pada ibu hamil. Alasan menerima adalah mengikuti anjuran petugas kesehatan, ingin tahu status HIV. Alasan tidak bersedia tes adalah takut diambil darah, takut hasil yang akan diterima, dan tidak mendapat persetujuan tes HIV dari suami.

Kesimpulan: Simpulan dari penelitian ini adalah kerentanan, keparahan, hambatan, manfaat dan isyarat bertindak merupakan faktor yang berhubungan langsung dengan kesediaan tes HIV pada ibu hamil. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat berguna bagi petugas ksehatan di tempat pelayanan antenatal

care dan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut.

(2)

commit to user Human Immunodeficiency

Virus (HIV) merupakan retrovirus RNA yang dapat menyebabkan penyakit klinis, yang kita kenal

sebagai Acquired Immunodeficiency

Syndrome (AIDS). Transmisi dari ibu ke anak merupakan sumber utama penularan infeksi HIV pada anak. Peningkatan transmisi dapat diukur dari status klinis, imunologis dan virologis maternal. Menurut beberapa penelitian, kehamilan dapat meningkatkan progresi imunosupresi dan penyakit maternal. Ibu hamil yang terinfeksi HIV juga dapat

meningkatkan resiko komplikasi

pada kehamilan (Clara, 2011 ). Laporan Epidemi HIV Global UNAIDS tahun 2012 menunjukan terdapat 34 juta orang dengan HIV di seluruh dunia dan 50% di antaranya adalah perempuan dan 2,1 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Di Asia Selatan dan Tenggara, terdapat kurang lebih 4 juta orang dengan HIV dan AIDS dan 1,3 juta orang atau 37% adalah perempuan (WHO, 2011). Jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan, seiring

dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual tidak aman, yang selanjutnya akan menularkan pada pasangan seksualnya.

Menurut Kumar A, et al (2014)

Infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu dan selain itu juga dapat menularkan virus kepada bayinya. Virus HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi

HIV kepada anaknya selama

kehamilan saat persalinan dan

menyusui. Risiko penularan HIV dari

ibu ke anak tersebut diperkirakan 5-10% selama kehamilan, 10-20% selama persalinan dan 5-20% selama menyusui. Lebih dari 90% kasus anak yang terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke

anak atau mother to child HIV

transmission (MTCT) (Kemenkes,

2012). UNAIDS tahun 2009

memperkirakan 22.000 anak di wilayah Asia Pasifik terinfeksi HIV dan tanpa pengobatan dan setengah dari anak yang terinfeksi tersebut akan meninggal sebelum berusia dua tahun.

Data Kementerian Kesehatan RI (2011) menunjukkan dari 21.103 ibu hamil yang menjalani tes HIV

534 (2,5%) diantaranya positif

terinfeksi HIV. Hasil pemodelan

matematika epidemic HIV

Kementrian kesehatan tahun 2012 menunjukkan prevalensi HIV pada populasi usia 15-49 tahun dan prevalensi HIV pada ibu hamil di

Indonesia diperkirakan akan

meningkat. Laporan Dirjen PP dan PL Kemenkes RI tahun 2014

menyatakan kasus HIV secara

komulatif berjumlah 29,037 orang serta kejadian HIV pada usia anak 1-4 tahun pada 2012 berjumlah 208 anak, 2013 316 anak serta pada triwulan tahun 2014 berjumlah 235 anak. Penularan HIV dari ibu ke bayinya juga cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah perempuan HIV positif yang tertular baik dari pasangan maupun akibat prilaku yang beresiko, meskipun angka prevalensi dan penularan HIV dari ibu ke bayi masih terbatas, jumlah ibu hamil yang terinfeksi

HIV cenderung meningkat.

(3)

commit to user

(2012) menjadi 0,49% (2016), dan jumlah ibu hamil hamil HIV positif

yang memerlukan layanan

pemeriksaan PMTCT juga akan meningkat dari 13.189 orang pada tahun 2012 menjadi 16.191 orang pada tahun 2016. Demikian pula jumlah anak berusia dibawah 15 tahun yang tertular HIV dari Ibunya pada saat dilahirkan ataupun saat menyusui akan meningkat dari 4.361 (2012) menjadi 5.565 (2016), yang berarti terjadi peningkatan anak akibat AIDS, sehingga jika tidak ada tindakan pencegahan, akan ada 3000

bayi yang dikhawatirkan lahir

dengan HIV positif setiap tahun di Indonesia.

Jawa Timur merupakan

Provinsi nomor 2 dengan kasus HIV terbanyak sampai dengan Juni 2013 sebanyak 14.285 orang dan kasus

AIDS sebanyak 6.900 orang

(Kemenkes RI, 2013). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Kediri pada tahun 2015, kasus HIV/AIDS yang ditemukan di Kota Kediri sebanyak 63 kasus, 2 ibu hamil di antaranya positif HIV setelah dilakukan konseling dan tes HIV sukarela.Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan terdepan, dan penawaran tes HIV bagi ibu hamil yang melakukan kunjungan ANC dimulai dari unit layanan pemerintah salah satunya puskesmas. Dengan penawaran tes HIV secara

aktif dilakukan oleh petugas

kesehatan bagi ibu hamil di

Puskesmas maka harapan untuk penemuan dan pengobatan kasus HIV/AIDS menjadi lebih besar dan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi dapat diturunkan. Penawaran tes HIV secara aktif oleh petugas kesehatan bagi seluruh ibu hamil

yang melakukan pemeriksaan ANC di Puskesmas Sukorame Kota Kediri sebagian besar dilakukan sejak tahun 2012 dan ditingkatkan terus pada tahun 2013. Namun seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa cakupan ibu hamil yang melakukan pemeriksaan HIV masih belum mencapai target yang diharapakan.

Berdasarkan hasil wawancara

terhadap 10 ibu hamil yang

melakukan kunjungan ANC di

Puskesmas Sukorame Kota Kediri pada Januari 2016 berbagai alasan dikemukaan oleh ibu hamil untuk menerima dan menolak tes HIV. Alasan menerima tes HIV adalah karena mengikuti anjuran petugas kesehatan dan merasa memiliki risiko. Alasan menolak tes HIV oleh ibu hamil, karena merasa tidak memiliki faktor risiko untuk tertular

HIV, takut dengan hasil jika

dilakukan tes, takut dengan

pandangan negatif orang yang

melihat ketika mengunjungi klinik

VCT, khawatir pandangan

masyarakat bila ketahuan positif HIV, ibu bekerja sehingga tidak ada waktu untuk melakukan tes HIV serta tidak mendapatkan ijin dari pasangan atau suami.Pemeriksaan HIV pada ibu hamil merupakan peluang yang baik dalam upaya mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi. Namun dari hasil wawancara awal, diketahui bahwa berbagai

faktor dapat mempengaruhi

penerimaan ibu hamil terhadap tes HIV.

Berdasarkan fenomena tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui tentang

Health Belief Model dan Analisis

Jalur tentang faktor yang

(4)

commit to user Human Immunodeficiency Virus

pada Ibu hamil di Kota Kediri.

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian epidemiologi yang bersifat observasi analitik

dengan rancangan penelitian Case

Control Study yaitu studi

epidemiologi yang mempelajari

hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan

status paparannya (Notoatmojo

S.2010). Teknik penentuan sampel

menggunakan teknik fix disease

sampling dengan perbandingan (1:2) sebanyak 24 subjek kasus dan 96

subjek kontrol.Analisis yang

digunakan adalah analisis jalur (Murti B. 2013)

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia ibu, pendidikan dan pekerjaan dibagi menjadi dua subjek yang pertama yaitu subjek kasus dengan hasil, subjek ibu hamil

setengahnya berusia (≥35 tahun)

sebanyak 63 orang (52,5%),

pendidikan ibu hamil sebagian kecil berpendidikan tinggi (Sarjana)

sebanyak 6 orang (5%), pekerjaan ibu hamil sebagian kecil bekerja sebanyak 17 orang (14,1%), dalam penelitian ditemukan bahwa semua

responden dalam status kawin

(100%) sehingga status perkawinan tidak bisa dikatakan sebagai variabel karena tidak ada variasi nilai status perkawinan, dan paritas ibu hamil sebagian kecil primipara sebanyak 14 (11,6%).Yang kedua subjek kontrol, usia ibu sebagian kecil (< 35 tahun)

sebanyak 33 orang (27,5%),

pendidikan ibu hampir setengah

berpendidikan tinggi (sarjana)

sebanyak 51 orang (42,5%),

pekerjaan ibu hampir setengahnya bekerja sebanyak 59 orang (49,1%), dan paritas ibu hamil setengahnya

multipara sebanyak 67 orang

(55,8%).

Hasil deskripsi kesediaan tes HIV menunjukkan terdapat 24 subjek ibu hamil tidak bersedia mengikuti tes HIV (20%) dan 96

subjek ibu hamil bersedia

mengikutites HIV (80%).Hasil

deskripsi Persepsi Kerentanan

menunjukkan terdapat 54 subjek ibu

merasa dirinya mengalami

kerentanan yang rendah (55,0%) dan 66 subjek ibu hamil merasa dirinya mengalami kerentanan tinggi

SUBJEK DAN METODE

(5)

commit to user

terhadap HIV (55,0%).Hasil

deskripsi persepsi keparahan

menunjukkan terdapat 51 subjek ibu hamil merasa penyakit HIV adalah penyakit yang parah (42,5%) dan 69 subjek ibu hamil merasa penyakit HIV adalah penyakit yang tidak

parah (57,5%).Hasil deskripsi

persepsi ancaman menunjukkan

terdapat 43 subjek ibu hamil merasa

HIV adalah penyakit yang

mengancam (35,8%) dan 77 subjek ibu hamil merasa HIV adalah penyakit yang tidak mengancam (64,2%). Hasil deskripsi persepsi manfaat menunjukkan terdapat 43 subjek ibu hamil merasa tes HIV

tidak bermanfaat bagi dirinya

(45,0%) dan 66 subjek ibu hamil merasa tes HIV bermanfaat bagi

dirinya (55,0%).Hasil deskripsi

persepsi hambatan menunjukkan

terdapat 74 subjek ibu hamil merasa tidak ada hambatan dalam mengikuti tes HIV (61,7%) dan 46 subjek ibu

hamil merasa ada hambatan dalam mengikuti tes HIV (38,3%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (80%) menerima tes HIV. Faktor yang ditemukan berhubungan dengan penerimaan tes HIV oleh ibu hamil

adalah faktor ancaman (koef

1.23;95%CI=0.09-2.73P0.035), manfaat (koef 1.83:95%CI=

0.68-2.98P0.002), kerentanan (koef

1.55;95%CI=0.42-2.69P0.007),

keparahan

(6)

commit to user

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh tidak langsung

antara persepsi kerentanan dan

kelengkapan status imunisasi melalui persepsi ancaman (b=1,55; CI95%

0.42 hingga 2.69; p=0,007).

Kerentanan yang dirasakan

(perceived susceptibility) adalah salah satu persepsi yang kuat untuk

seseorang mengadopsi perilaku

kesehatan. Penelitian ini

menunjukkan bahwa ibu hamil yang

merasa dirinya rentan terkena

penyakit AIDS yang dapat diketahui

secara dini dengan tes HIV,

melakukan tindakan dengan tes HIVdan sebaliknya.

Teori Health Belief Model dari

Rosenstock (1982) menyatakan

bahwa kemungkinan individu akan

melakukan suatu tindakan

pencegahan tergantung dari

keyakinannya akan kerentanan yang

dimilikinya (Perceived susceptibility)

terhadap penyakit tertentu. Perilaku dalam rangka menghindari suatu

penyakit atau memperkecil

kerentanan kesehatan tersebut,

karena adanya dorongan dalam lingkungan individu, membuatnya merubah perilaku. Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor seperti yang

dirasakan individu tentang

kerentanan terhadap penyakit. Ibu hamil yang yakin bahwa dirinya rentan tertular HIV akan mencari tindakan pemeriksaan HIV untuk

mengetahui secara dini apakah

tertular atau tidak.

Menurut Kasl and Cobb (1966)

dalam Browning, C (2005)

kerentanan membuat individu

berperilaku. Individu akan percaya bahwa tindakan yang dilakukan

merupakan pemeliharaan

kesehatannya (well behavior). Segala

perilaku individu dilakukan karena dia merasakan dirinya sakit dan akan

mencari pertolongan serta

kesembuhan untuk dirinya (symtom

based/illnes behavior). Kerentanan yang dirasakan ibu hamil dalam

melakukan pemeriksaan HIV

merupakan upaya agar dirinya

sembuh (sick role behavior).

Menurut Skinner (1983) dalam

Notoatmojo (2005) menyatakan

rangsangan atau stimulus akan

membuat individu untuk berperilaku, dan individu akan bertindak untuk

melakukan pencegahan dan

pengobatan terhadap gejala atau penyakit yang dirasakannya.

AIDS adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan akibat HIV. Ketika orang yang hidup dengan HIV didiagnosis mengalami

AIDS, hal ini berarti mereka

memiliki lebih dari satu penyakit yang terdapat dalam daftar penyakit yang umumnya jarang terjadi yang diakibatkan oleh kerusakan sistem

imun tubuh. Dengan adanya

keberhasilan implementasi terapi

obat HIV, lebih sedikit orang yang hidup dengan HIV yang mengalami

perkembangan menjadi AIDS.

Setelah diagnosis AIDS ditegakkan,

rentang hidup individu akan

mengalami keterbatasan. Jika

seseorang merasa berisiko terkena

suatu penyakit maka ia akan

melakukan perilaku aman dan

tindakan pencegahan (Hayden,

(7)

commit to user

pencegahan atau penyembuhan

penyakit.

Pemeriksaan HIV secara dini

pada saat kehamilan sangat

memberikan manfaat untuk ibu hamil dan bayinya, misalnya bagi ibu hamil

yang terinfeksi HIV akan

mendapatkan pengobatan ART

secara berkala untuk meminimalkan penularan pada bayinya, karena itu

sebainya pemeriksaan HIV

ditawarkan pada ibu hamil jika

pernah berperilaku beresiko.

Pemeriksaan HIV harus dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan dan dilengkapi dengan konseling serta meminta persetujuan secara lengkap

(Green, 2009). Jadi terdapat

kesesuaian antara teori dengan fakta di lapangan yakni pemeriksaan HIV salah satunya dapat dipengaruhi oleh kerentanan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh tidak langsung

antara persepsi keseriusan dan

kesediaan tes HIV melalui persepsi

ancaman (b=1,62; CI95% 0,68

hingga 2,59; p=0,001). Variabel

keseriusan yang dirasakan (perceived

seriousness) dalam penelitian ini adalah persepsi tentang bahaya penyakit AIDS yang dapat diketahui lebih dini dengan tes HIV. Penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki persepsi bahwa penyakit-penyakit yang dapat diketahui lebih dini dengan tes HIV adalah penyakit yang serius, melakukan tindakan tes dengan melakukan tes HIV dan sebaliknya.

Hasil penelitian ini relevan dengan beberapa teori yang ada

tentang Health Belief Model. Hayden

(2009), menyebutkan bahwa

keseriusan yang dirasakan

menentukan ada tidaknya tindakan

pencegahan yang dilakukan terhadap

penyakit tersebut. Persepsi

keseriusan sering didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan, juga dapat berasal dari keyakinan seseorang bahwa ia akan mendapat kesulitan akibat penyakit dan akan membuat atau berefek pada hidupnya secara umum (Priyoto, 2014).

Keseriusan yang dirasakan

menentukan ada tidaknya tindakan pencegahan yang dilakukan terhadap penyakit tersebut. Data yang didapat dari penelitian ini menunjukkan bahwa masih ada ibu hamil yang berpersepsi bahwa penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan tes HIV adalah bukan penyakit yang serius dan mengancam bayinya (52,5%)

dan memutuskan untuk tidak

mengimunisasikan anaknya. Hal ini disebabkan karena tes HIV sendiri belum menjadi pilihan utama dalam

pencegahan penyakit karena

minimnya pengetahuan tentang

bahaya penyakit tersebut.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh langsung antara persepsi ancaman dan kelengkapan status imunisasi (b=1,23; CI95%

0,09 hingga 2,73; p=0,035).

Penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki persepsi bahwa penyakit HIV AIDS yang dapat diketahui sejak dini dengan tes HIV adalah penyakit yang mengancam,

melakukan tindakan pencegahan

dengan melakukan tes HIV dan sebaliknya.

Menurut Rosenstock (1982) dalam Larasati (2015), persepsi individu tentang kemungkinannya

terkena suatu penyakit (perceived

susceptibility) membuat mereka akan

lebih cepat merasa terancam.

(8)

commit to user

penyakit tersebut (perceived

seriousness), yaitu risiko dan

kesulitan apa saja yang akan

dialaminya dari penyakit itu

membuat kemungkinan bahwa

individu itu merasa akan mudah terserang penyakit penyakit tersebut.

Hal ini menyebabkan makin

dirasakan besar ancamannya

(perceived threats). Ancaman ini

mendorong individu untuk

melakukan tindakan pencegahan atau penyembuhan penyakit.

Pada penelitian ini masih didapatkan ibu yang menganggap

bahwa penyakit HIV AIDS

merupakan penyakit yang dapat diketahui dengan tes HIV adalah penyakit yang tidak mengancam diri dan bayi mereka (45%). Hal ini

dikarenakan pengertian tentang

ancaman yang dapat dtimbulkan dari

penyakit- yang dapat diketahui

secara dini dengan tes HIV tiap individu berbeda-beda, bergantung pada pengetahuan medisnya tentang penyakit.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh langsung antara persepsi manfaat dan kesediaan melaksanakan tes HIV (b=1,83; CI95% 0,68 hingga 2,98; p=0,002). Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil yang merasa bahwa tes HIV bermanfaat

baik untuk diri dan bayinya,

melakukan tindakan pencegahan

dengan tes HIV dan sebaliknya. Menurut teori Health Belief

Model, Rosenstock (1982)

menyatakan bahwa individu yang percaya bahwa perilaku tersebut

bermanfaat bagi dirinya dan

lingkungannya maka dia akan

melakukan perilaku tersebut, namum jika manfaat tidak relevan dengan

faktor lain seperi kerentanan dan hambatan maka tidak akan terjadi perilaku tersebut. Persepsi ibu hamil tentang manfaat jika melakukan pemeriksaan HIV agar ibu hamil mengetahui dirinya terinfeksi atau

tidak, merasa aman setelah

melakukan pemeriksaan dan dapat menentukan tindakan lebih lanjut untuk kesehatan diri dan bayinya.

Manfaat yang dirasakan

(perceived benefit) adalah pendapat

seseorang tentang nilai atau

kegunaan suatu perilaku baru dalam

menurunkan risiko penyakit.

Seseorang akan cenderung untuk menerapkan perilaku sehat ketika ia merasa perilaku tersebut bermanfaat untuk menurunkan kasus penyakit. Penelitian ini menunjukkan bahwa seseorang akan melakukan tindakan tes HIV apabila ia merasa tindakan tersebut bermanfaat dan sebaliknya, sehingga presentasi ibu hamil yang tidak melakukan tes HIV masih ditemukan karena ibu hamil tidak merasakan manfaat dari tindakan tes HIV tersebut. Persepsi manfaat tes

HIV belum dirasakan secara

langsung terutama bagi ibu hamil yang tidak melakukan tes HIV karena menurutnya tidak efektif dalam pencegahan penyakit.

Hasil analisis menunjukkan bahwa ada pengaruh langsung antara

persepsi hambatan dan

kelengkapan status imunisasi (b=-1,58; CI95% -2,70 hingga -0,46;

p=0,006). Penelitian ini

(9)

commit to user

Teori Health Belief Model,

Rosenstock (1982) menyatakan

bahwa segala sesuatu yang

menghambat akan memperlambat individu dalam perubahan perilaku tertentu, baik dari segi jarak, biaya, atau hambatan lain yang diperoleh

dari suami dan lingkungannya.

Hambatan ibu hamil dalam

melakukan pemeriksaan HIV dapat berupa hambatan dari segi jarak antara tempat tinggal dan layanan

kesehatan, biaya pemeriksaan,

ataupun kurangnya informasi terkait

pemeriksaan HIV serta tidak

diizinkan oleh suaminya.

Persepsi hambatan adalah

hambatan yang dirasakan ibu hamil

ketika ibu hendak mengambil

keputusan untuk melakukan tes HIV.

Hambatan dalam penelitian ini

disebutkan ada hambatan jarak,

kecemasan ibu, dan hambatan

norma/ budaya. Hambatan yang

dirasakan (perceived barrier)

berhubungan dengan proses evaluasi individu sendiri atas hambatan yang dihadapi untuk mengadopsi perilaku baru. Persepsi tentang hambatan yang akan dirasakan merupakan

unsur yang signifikan dalam

menentukan apakah terjadi

perubahan perilaku atau tidak.

Berkaitan perilaku baru yang akan diadopsi, seseorang harus percaya bahwa manfaat dari perilaku baru lebih besar daripada konsekuensi melanjutkan perilaku lama. Hal ini memungkinkan hambatan yang harus diatasi dan perilaku baru yang akan diadopsi (Priyoto, 2014).

Ada banyak rintangan dan

hambatan yang harus dilalui

seseorang untuk dapat melakukan

suatu tindakan kesehatan, dan

kebanyakan hambatan tersebut

datang karena seseorang

mengevaluasi hambatan terhadap

perilaku baru yang dilakukan.

Sebelum mengadopsi perilaku,

seseorang harus percaya bahwa besarnya rintangan yang dialami

ketika melakukan tindakan

pencegahan lebih kecil daripada konsekuensi tindakan atau perilaku lamanya. Misalnya dari pengalaman kehamilan yang lalu bahwa bayi yang dilahirkan sehat dan dia harus

melakukan tindakan baru yaitu

melakukan tindakan tes HIV, dia harus percaya bahwa hambatan dan konsekuensi tes HIV lebih kecil

daripada melakukan tindakan

pencegahan lainnya misalnya

menjaga kebersihan. Sehingga perlu ditanamkan pemahaman kepada ibu hamil tentang perbedaan perilaku lama dan perilaku baru tersebut serta

penyebaran penyakit di

lingkungannya sehingga ibu hamil

juga dapat menjelaskan pada

pembuat keputusan dalam rumah tangganya bahwa hambatan tersebut lebih kecil dari manfaat yang akan didapatkan dari tindakan tes HIV.

Arief M. 2008. Pengantar

metodologi penelitian untuk ilmu kesehatan. Surakarta: LPP dan UNS press

Argyo Demartoto., Harsojo

Soepodo., Prawoto

Mujiyono., Hariyanti Ari

Yeppi Susilowati.

Rencanastrategispenanggula ngan HIV dan AIDS Kota surakarta tahun 2016-2020

Asmauryanah, R., Amuruddin, R.,

Ansar, J. 2014. Pencegahan

(10)

commit to user penularan HIV dari ibu ke

bayi di puskesmas jumpandang baru makassar. FKM UNHAS

Brieger WR. 2006. Health belief

model, social learning theory.

Diunduh dari ocw.jhsph.edu. Diakses tanggal 12 Desember 2015.

Burke E. 2013. The health belief

model. Diunduh dari

www.iccwa.org.au. Diakses

tanggal 12 Desember 2015.

Bouway, DY. 2010. Faktor risiko

yang mempengaruhi perilaku dan pelayanan kesehatan terhadap kejadian HIV-TB di Jayapura Provinsi

Papua. Magister

Epidemiologi. UNDIP . Cahyati., Hary, W., Ningrum, D.

2008, Biostatika Inferensial.

UNNES. Semarang.

Departemen Kesehatan RI. 2006.

Situasi HIV/AIDS di Indonesia tahun 1987 2006. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2008.

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008

Ebuy, H., Yebyo, H., Alemoyehu, M.

2014. Level of adherence and

predictors of adherence to the

option B+ PMTCT

programme in Tigray, Northern. Ethiopia

Green, CW. 2009. Pengobatan untuk

AIDS. Yayasan Spiritia.

Jakarta

Gristwood J. 2011. Applying the

health belief model to

physical activity engagement

among older adult.

Illuminare: A Student Journal in Recreation, Parks, and Leisure Studies. 9(1): 59-71.

Diunduh dari

www.scholarworks.iu.edu. Diakses tanggal 12 Desember 2015.

Hayden J. 2009. Introduction to

health behaviour theory. USA: Jones and Bartlett Publisher.

Harahap, J., Andaryuni, LS. 2004.

Pengaruh Peer Education

terhadap pengetahuan dan

sikap mahasiswa dala

menanggulangi HIV/AIDS.

USU

Kementrian kesehatan RI. 2011.

Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu ke

anak. Jakarta

Kanyuru,L., Kabue, M., As bungo, TA., Ruparelia C, Mokaya,

E., Maloriza,L. 2015. Red

for PMTCT; An adaptation of

immunization’s reaching

every district approach increases coverage, acces, an utilization of PMTCT care in Bondo district. Kenya.

Kumar, A., Singh, B., Kusuma, YS.

2014. Councelling services in

prevention of mother to child transmission (PMTCT) in Delhi, India; An assessment through a modified vertion ofUNICEF-PPTCT tool.

Larasaty, ND. 2015. Bentuk-bentuk

dukungan keluarga kepada ibu dengan HIV positif dalam menjalani terapi ARV. FKM Universitas Muhammadiyah. Semarang.

Mardhianti, R., Harmani, N.,

Corliana, T.

2013.Pencegahan penularan

(11)

commit to user direncanakan pada

perempuan dengan HIV.

Jurnal lemit UHAMKA

Murni, S., Green, CW., dr.

Samsuridjal Djauzi, Ardhi Setiyanto, dan Okta, S. 2009.

Hidup dengan HIV AIDS. Yayasan Spiritia. Jakarta

Murti B. 2013. Desain dan ukuran

sampel untuk penelitian kuantitatif dan kualitatif di

bidang kesehatan.

Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Notoatmodjo S.. 2010. Metodologi

penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Owiredu, MN., Newman, L., Nzomo, T., Kafando, GC., Sanni, S., Shaffter, N., Bucogu, M., Peeling, R., Mark, J., Toure,

ID. 2015. Elimination of

mother to child transmission of HIV and syphilis; A dual approach in the african region to improve quality of antenatal care and integreted disease control. Africa

Quroti, AD. 2015Studi tentang

prevention of mother to child transmission of HIV (PMTCT) dan faktor resiko HIV/AIDS pada ibu hamil di

puskesmas gedongtengen

kota yogyakarta. STIKES

Aisiyah. Jogjakarta

Rachmadi K. 2007. Counseling on

HIV/AIDS. Depkes RI.

Jakarta

Romano V, Scoot I. 2014. Using

Health Belief Model to

reduce obesity amongst

African American and

Hispanic Populations.

Procedia- Social and Bihavioral Science. 159(23):

710-711. Diunduh dari

www.ac.els-cdn.com. Diakses tanggal 15 Februari 2016.

Sari, AW. 2014. Bentuk-bentuk

dukungan keluarga kepada ibu dengan HIV positif dalam menjalani terapi ARV.

Setiawan A. 2010. Metodologi

penelitian kebidanan DIII, DIV, S1, dan S2. Yogyakarta: Nuha Medika.

Taylor D, Bury M, Campling N,

Carter S, Garfied S,

Newbould J, Rennie T. 2007. A review of the health belief model (HBM), the theory of reasoned action

(TRA), the theory of

planned behaviour (TPB)

and the trans-theoritical

model (TTM) to study and

predict health related

behaviour change. Diunduh dari www.warwick. Ac.uk.

diakses tanggal 12

Desember 2015.

Wang WN, Hsu SD, Wang JH, Huang LC, Hsu WL. 2014. Survey of breast cancer

mammography screening

behaviour in Eastern

Taiwan based on health belief model. Kaohsiung Journal of Medical Science. 30: 422-427. Diunduh dari www.ac.els-cdn.com.

Diakses tanggal 15 Februari 2015.

Widiyasari, E.2013. Implementasi

Integrasi Program Prevention of Mother to Child HIV Transmission dengan Layanan Antenatal di Puskesmas Wilayah Kota Surabaya Tahun 2012.

(12)

commit to user

Yayasan spiritia. 2003. Dari prinsip

ke praktik keterlibatan lebih besar orang yang hidup dengan HIV/AIDS (GIPA).

Jakarta

Zetu L, Zetu I, Dogaru CB, Duta C,

Dumitrescu AL. 2013.

Gender variations in the

psychological factors as

defined by the extended health belief model of oral

hygene behaviours.

Procedia-Social and

Behavioral Sciences. 127:

358-362. Diunduh dari

www.ac.els-cdn.com.

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi korelasi ( correlation study ) untuk menggambarkan hubungan antara variabel bebas yakni karakteristik dan pengetahuan tentang

1. Metode : ceramah, diskusi, tanya jawab, penugasan. a) Metode ceramah adalah memberikan informasi bahan pelajaran kepada siswa dan melatih siswa memahami bahan pelajaran

telah sepakat, bahwa apabila seorang suami mempunyai istri lebih dari empat. maka hukumnya

Sebagai kajian teoritis, filsafat Pancasila bisa dipahami dengan lebih mudah dengan cara melihat nilai-nilai yang terkandung dalam kata filsafat dan ideologi Pancasila

Generally, the regular ending for the simple past tense, for all persons is = -ed. If the verb already ends in -e, we just add -d.. 2) When one syllable verb end in a

Sedangkan dalam proses menampilkan hasil pencarian, setelah data dalam tabel (baik data yang dicari ditemukan atau tidak), maka proses ini akan berjalan untuk menampilkan

Tujuan penelitian adalah untuk membuat sebuah aplikasi yang dapat membantu kerja peneliti atau pemerhati tanaman kopi dalam melakukan diagnosis penyakit pada

  In our opinion, the financial statements referred  to above present fairly, in all material respects,  the  financial  position  of  PT  Bumi  Siak