BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Fotografi
Hal pertama yang perlu kita ketahui adalah fotografi, fotografi bisa
didefinisikan sebagai teknik melukis dengan cahaya, yang pada awalnya fotografis
diambil dari dua kata yaitu “photo” yang berarti cahaya dan “graph” yang berarti
tulisan atau lukisan, secara gambaran umum fotografi adalah suatu proses atau metode
untuk menghasilkan gambar dari suatu objek dengan merekam pantulan cahaya yang
mengenai objek tersebut pada media yang peka cahaya. Istilah fotografi ini pertama
kali dikemukakan oleh seorang ilmuwan Inggris yang bernama Sir John Herschell pada
tahun 1839 (Darmawan 2009: 19).
2.2 Foto Telanjang ( Nude Art Photography )
Nude art photography berbeda dengan foto mewah yang menampilkan
penggambaran erotis, foto telanjang ini lebih menekankan pada nilai seni yang terdapat
pada tubuh manusia. Foto telanjang ini tidak semestinya dikategorikan menjadi sebuah
pornografi, karena foto telanjang ini tidak diarahkan pada membangkitkan gairah
dalam hal seksual.
Nude art photography adalah genre seni fotografi, yang subjeknya adalah
representasi dari telanjang atau sebagian telanjang tubuh manusia. Sebagai sebuah
penelitian terhadap tubuh manusia dijadikan gambaran dari tubuh telanjang dengan
garis dan bentuk manusia sebagai tujuan utama. Biasanya model dalam foto telanjang
ini, wajah jarang untuk di ekspose. Karya foto nude art disini sendiri lebih banyak
menampilkan keindahan lekuk tubuh manusia. Khususnya wanita yang bagi sebagian
para fotografer wanita mempunyai lekuk tubuh yang sangat indah (Kheyene
Molekandella Boer : 2012). Foto telanjang ini dianggap sebagai keterampilan tinggi
membutuhkan komunikasi yang baik dengan model agar dapat hubungan positif
diantara keduanya. Foto telanjang dibagi menjadi tiga bentuk dasar, yaitu :
1) Klasik, dimana foto telanjang 'klasik' ini berlatar belakang sederhana atau
warna latar belakang yang sederhana.
2) Full nude, model dijadikan telanjang sepenuhnya, mengambil semua
rincian terhadap tubuh model, dan membuat struktur dari tubuh yang
telanjang semua.
3) Setengah Telanjang, tidak semua tubuh harus ditampilkan dan beberapa
bagian hanya ditutupi oleh kain atau pun aksesoris sebagai penutup dari
tubuh model tersebut (Kheyene Molekandella Boer : 2012).
2.3 Film
2.3.1 Pengertian Film
Film disebut juga gambar hidup (motion pictures), yaitu serangkaian gambar
diam (still pictures) yang meluncur secara cepat dan diproyeksikan sehingga
menimbulkan kesan hidup dan bergerak.1
Film, dibentuk oleh dua unsur pembentuk yakni; unsur naratif, dan unsur
sinematik. Kedua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama
lain untuk membentuk sebuah film. Masing-masing unsur tidak akan dapat membentuk
film jika berdiri sendiri-sendiri. Bisa dikatakan bahwa unsur naratif adalah bahan atau
materi yang akan diolah, sedangkan unsur sinematik adalah cara dan gaya untuk
mengolahnya. Film merupakan media yang menyajikan pesan audio, visual dan gerak.
Oleh karenanya, film memberikan kesan yang impresif bagi penontonnya. Film
dikategorikan dalam beberapa jenis, diantaranya adalah film dokumenter, film cerita
pendek, film cerita panjang, film perusahaan (company profile), iklan televisi, program
televisi, video klip, dan film pembelajaran.
Bahasa film adalah bahasa suara dan bahasa gambar. Film memiliki beberapa
unsur penting didalamnya untuk membentuk film lebih sistematis dan rinci. Aspek
naratif dan sinematik satu sama lain saling berhubungan erat. Aspek naratif adalah
hal-hal yang terkait dengan cerita film serta cara bertuturnya. Sementara aspek sinematik
adalah hal-hal yang terkait dengan perlakuan estetik terhadap cerita filmnya.Aspek
sinematik dipecah menjadi unsur-unsur yang lebih spesifik, yakni mise en-scene,
sinematografi, editing dan suara (Pratista, 2008: 1).
2.3.2 Unsur Film
Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah film.
Mise en-scene adalah segala hal yang berada di depan kamera. Mise en-scene memiliki
empat elemen pokok yakni, setting (latar), tata cahaya, kostum dan make-up, serta
akting dan pergerakan pemain. Sinematografi adalah perlakuan terhadap kamera
dengan obyek yang di ambil. Editing adalah transisi sebuah gambar (shot) ke gambar
lainnya (Pratista, 2008:24).
1) Setting (latar)
Setting adalah seluruh latar bersama propertinya. Properti dalam hal ini
adalah semua benda tidak bergerak seperti pohon, lampu, pintu. Setting
yang digunakan dalam film umumnya dibuat senyata mungkin dengan
konteks ceritanya. Setting berfungsi sebagai penunjuk ruang, waktu, status
sosial, pembangun mood. Didalam sebuah produksi film, pekerjaan
perencanaan dan perancangan setting adalah tugas seorang penata artistik.
2) Tata Cahaya
Tanpa cahaya, sebuah benda tidak akan memiliki wujud. Seluruh gambar
yang ada didalam film dapat dikatakan sebagai manipulasi cahaya. Cahaya
sebuah objek. Besar kecilnya intensitas pencahayaan akan mempengaruhi
sisi terang dan sisi bayangan objek. Selain intensitas, pencahayaan juga
dipengaruhi oleh arah pencahayaan, sumber cahaya, dan warna cahaya.
3) Kostum
Kostum adalah segala hal yang dikenakan pemain bersama seluruh
aksesorisnya. Aksesoris kostum diantaranya adalah: topi, perhiasan, jam
tangan, kacamata, sepatu, tongkat, dan sebagainya. Dalam sebuah film,
kostum tidak hanya sekedar sebagai penutup tubuh, melainkan memiliki
fungsi yang sama dengan setting.
4) Make-Up
Make-Up atau tata rias secara umum memiliki dua fungsi, yaitu untuk
menunjukkan usia, dan untuk menggambarkan karakter. Tata rias wajah
biasanya digunakan untuk mendukung wajah pemain seperti yang
digambarkan pada cerita film. Dalam produksi film, aktor sering berperan
sebagai karakter yang berusia lebih muda maupun lebih tua. Maka dari itu
tata rias diperlukan supaya penonton tidak mengira jika karakter yang
diperankan aktor bukan dari usia, ataupun karakter yang sebenarnya.
2.3.3 Struktur Film
Seperti halnya karya literatur, film juga dapat dipecah menjadi bab, alenia, dan
kalimat. Secara fisik sebuah film dapat dipecah menjadi sebuah struktur, yaitu shot,
adegan, dan sekuen. Pemahaman tentang struktur nantinya berguna untuk membagi
urutan plot film secara sistematik (Effendi, 2002 :32).
1) Shot
Shot dalam produksi film memiliki arti proses perekaman gambar sejak
kamera aktif merekam hingga dihentikan, sering diistilahkan sekali take.
cerita film dengan gambar utuh yang di rangkai didalam proses editing film.
Dalam karya ilmiah, shot diibaratkan satu kalimat.
2) Adegan (Scene)
Adegan adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita film. Satu
adegan merupakan gabungan dari beberapa shot yang saling berhubungan.
Dalam film, adegan berjumlah antara tiga puluh sampai lima puluh buah
adegan. Adegan adalah hal yang paling mudah dikenali saat menonton film
daripada shot.
3) Sequence (Sekuen)
Sekuen adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian
peristiwa yang utuh.Satu sekuen terdiri dari beberapa adegan yang saling
berhubungan. Jika diibaratkan, dalam karya ilmiah sekuen adalah bab atau
sekumpulan bab. Satu sekuen dikelompokkan dalam satu pperiode (waktu),
lokasi, atau satu rangkaian aksi panjang. Kumpulan beberapa sekuen yang
digabungkan akan membentuk satu alur cerita yang memakan waktu
pemutaran film, hal tersebut biasa disebut durasi film.
2.4 Film Dokumenter
Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert Flaherty
sebagai karya ciptaan mengenai kenyataan (Creative treatment of actuality). Berbeda
dengan film berita yang merupakan rekaman kenyataan, maka film dokumenter
merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut
(Ayawaila 2008: 8).
2.4.1 Jenis-Jenis Film Dokumenter
Genre berarti jenis atau ragam, merupakan istilah yang berasal dari bahasa
Perancis. Kategorisasi ini terjadi dalam bidang seni-budaya seperti musik, film serta
sastra. Genre dibentuk oleh konvensi yang berubah dari waktu ke waktu. Dalam
erat pada faktor-faktor budaya (Pratista 2008: 10). Genre film dokumenter menjadi dua
belas jenis, sebagai berikut:
1) Laporan perjalanan
Jenis ini awalnya adalah dokumentasi antropologi dari para ahli etnolog
atau etnografi. Namun dalam perkembangannya bisa membahas banyak hal
dari yang paling penting hingga yang remeh-temeh, sesuai dengan pesan
dan gaya yang dibuat. Istilah lain yang sering digunakan untuk jenis
dokumenter ini adalah travelogue, travel film, travel documentary dan
adventures film.
2) Sejarah
Dalam film dokumenter, genre sejarah menjadi salah satu yang sangat
kental dengan aspek referential meaning (makna yang sangat bergantung
pada referensi peristiwanya) sebab keakuratan data sangat dijaga dan
hampir tidak boleh ada yang salah baik pemaparan datanya maupun
penafsirannya. Pemakaian dokumenter sejarah ini tidak diketahui secara
akurat sejak kapan digunakan, namun pada tahun 1930-an Rezim Adolf
Hitler telah menyisipkan unsur sejarah ke dalam film-filmnya yang
memang lebih banyak bertipe dokumenter. Pada masa sekarang, film
sejarah sudah banyak diproduksi karena terutama karena kebutuhan
masyarakat akan pengetahuan dari masa lalu. Tingkat pekerjaan masyarakat
yang tinggi sangat membatasi mereka untuk mendalami pengetahuan
tentang sejarah, hal inilah yang ditangkap oleh stasiun televisi untuk
memproduksi film-film sejarah.
3) Potret/Biografi
Jenis ini lebih berkaitan dengan sosok seseorang. Sosok yang diangkat
menjadi tema utama biasanya seseorang yang dikenal luas di atau
keunikan ataupun aspek lain yang menarik. Ada beberapa istilah yang
merujuk kepada hal yang sama untuk menggolongkannya, antara lain:
a) Potret, yaitu film dokumenter yang mengupas aspek human interest
dari seseorang. Plot yang diambil biasanya adalah hanya peristiwa–
peristiwa yang dianggap penting dan krusial dari orang tersebut.
Isinya bisa berupa sanjungan, simpati, krtitik pedas atau bahkan
pemikiran sang tokoh.
b) Biografi, yaitu film yang mengupas secara kronologis dari awal
tokoh dilahirkan hingga saat tertentu (masa sekarang, saat
meninggal atau saat kesuksesan sang tokoh) yang diinginkan oleh
pembuat filmnya.
c) Profil, yaitu sebuah sub-genre yang memiliki banyak kesamaan
dengan dua jenis film di atas namun memiliki perbedaan terutama
karena adanya unsur pariwara (iklan/promosi) dari tokoh tersebut.
Pembagian sequencenya hampir tidak pernah membahas secara
kronologis dan walaupun misalnya diceritakan tentang kelahiran
dan tempat ia berkiprah, biasanya tidak pernah mendalam atau
terkadang hanya untuk awalan saja. Profil umumnya lebih banyak
membahas aspek-aspek ‘positif’ tokoh seperti keberhasilan ataupun
kebaikan yang dilakukan.
d) Nostalgia
Yaitu jenis film yang cukup dekat dengan jenis sejarah, namun
biasanya banyak mengetengahkan kilas balik atau napak tilas dari
kejadian-kejadian yang dialami seseorang atau suatu kelompok.
e) Rekonstruksi
Yaitu jenis documenter yang mencoba memberi gambaran ulang
terhadap peristiwa yang terjadi secara utuh. Biasanya ada kesulitan
tersendiri dalam mempresentasikan suatu peristiwa kepada
Perisitiwa yang memungkinkan untuk direkonstruksi dalam
film-film jenis ini adalah peristiwa kriminal (pembunuhan atau
perampokan), bencana (jatuhnya pesawat dan tabrakan kendaraan),
dan lain sebagainya. Dalam membuat rekonstruksi, bisa dilakukan
dengan shoot live action atau bisa juga dibantu dengan animasi.
f) Investigasi
Yaitu jenis documenter yang merupakan kepanjangan dari
investigasi jurnalistik. Biasanya aspek visual yang tetap ditonjolkan.
Peristiwa yang diangkat merupakan peristiwa yang ingin diketahui
lebih mendalam, baik diketahui oleh publik ataupun tidak.
Misalnya: korupsi dalam penanganan bencana, jaringan kartel atau
mafia di sebuah negara, tabir dibalik sebuah peristiwa pembunuhan,
ketenaran instan sebuah band dan sebagainya. Peristiwa seperti itu
ada yang sudah terpublikasikan dan ada pula yang belum, namun
seperti apa persisnya bisa jadi tidak banyak orang yang mengetahui.
Terkadang, dokumenter seperti ini membutuhkan rekonstruksi
untuk membantu memperjelas proses terjadinya peristiwa. Bahkan
dalam beberapa film aspek rekonstruksi digunakan untuk
menggambarkan dugaandugaan para subjek di dalamnya.
g) Perbandingan dan Kontradiksi
Yaitu sebuah dokumenter yang mengetengahkan sebuah
perbandingan, bisa dari seseorang atau sesuatu.
h) Ilmu Pengetahuan
Yaitu genre film dokumenter yang menekankan pada aspek
pendidikan dan pengetahuan. Genre ini dibagi menjadi dua bentuk :
Dokumenter Sains, Bisa kita lihat seperti National
Dokumenter Instruksi, yang sering kita lihat pada
dokumenter How To, contohnya dari yang ringan hingga
berat.
i) Buku Harian/Diary
Seperti halnya sebuah buku harian, maka film ber-genre ini juga
mengacu pada catatan perjalanan kehidupan seseorang yang
diceritakan kepada orang lain.
j) Musik
Merupakan salah satu genre musik dokumenter yang sangat
banyak diproduksi. Salah satu awalnya muncul ketika Donn Alan
Pannebaker membuat film-film yang sebenarnya hanya
mendokumentasikan pertunjukkan musik.
k) Association Picture Story
Yaitu jenis dokumenter yang dipengaruhi oleh film eksperimental.
Sesuai dengan namanya, film ini mengandalkan gambar–gambar
yang tidak berhubungan namun ketika disatukan dengan editing,
maka makna yang muncul dapat ditangkap penonton melalui
asosiasi yang terbentuk di benak mereka.
l) Dokudrama
Yaitu salah satu dari jenis dokumenter yang merupakan penafsiran
ulang terhadap kejadian nyata, bahkan selain peristiwanya, hampir
seluruh aspek filmnya (tokoh, ruang dan waktu) cenderung untuk
direkonstruksi. Ruang (tempat) akan dicari yang mirip dengan
tempat aslinya bahkan kalau memungkinkan dibangun lagi hanya
untuk keperluan film tersebut. Begitu pula dengan tokoh, pastinya
akan dimainkan oleh aktor yang sebisa mungkin dibuat mirip
2.5 Film Dokumenter Ilmu Pengetahuan
Film Dokumenter ilmu pengetahuan merupakan salah satu jenis film
dokumenter yang bersifat mendidik. Dokumenter ini dibuat untuk lembaga pendidikan
formal dan non formal, dan dapat bersifat komersial. Dalam dokumenter ilmu
pengetahuan, tujuannya berupa penyampaian suatu informasi mengenai disiplin ilmu
tertentu. Dokumenter tipe ilmu pengetahuan terbagi dalam dua bentuk kemasan dengan
tujuan publik yang berbeda. Bila ditujukan untuk publik khusus biasa disebut film
edukasi, sedangkan jika ditujukan untuk publik umum dan luas disebut film
instruksional (Pratista, 2008: 11).
2.6 Produksi Film Dokumenter
2.6.1 Tahap-tahap Pembuatan Film Dokumenter
Menurut Chandra Tansil (Chandra 2010: 5), tahap pembuatan film dokumenter
dibagi menjadi enam bagian:
1)Membangun gagasan
2)Riset
3)Menyusun alur cerita
4)Menyusun desain produksi
5)Syuting
6)Penyuntingan gambar dan suara dimeja editing
2.7 Teori Sussane K. Langer
Dalam perancangan film dokumenter ini penulis menggunakan pendekatan
teoritis untuk memposisikan Nude Art Photography sebagai objek film dokumenter
yang dapat secara ilmiah. Sussane Knauth Langer merupakan seorang filsuf wanita
kelahiran Amerika Serikat. Ia lahir pada 1895. Susanne Langer merupakan salah satu
wanita pertama yang mendalami ilmu filsafat sebagai karir akademisnya. Teori
Sussane K. Langer bermanfaat karena teori ini menegaskan beberapa konsep dan istilah
mengenai seni, Sussane tidak melihat seni dari manfaat atau fungsinya melainkan dari
apa yang terkandung dan dimiliki oleh seni itu sendiri.
Pengertian Simbol yang dimaksud Susanne bukanlah simbol-simbol dalam seni
seperti Ikonographik. Jadi bukan simbol yang berdasarkan konvensi atau menjadi
referensi, tetapi yang memberikan pendalaman dan bahkan mengarahkan konvensi.
Menurut Susanne, seni juga seperti ilmu pengetahuan. Seni membawa isi dunia emosi,
namun tidak hanya memberikan kesenangan bagi pengamatnya. Melainkan
menanamkan pemahaman (konsepsi keindahan) bagi pengamat.
Secara khusus Susanne Langer memang membuat teori dasar mengenai simbol
untuk teori simbol presentasional, dari sana ia mendefenisikan seni sebagai “kreasi
bentuk- bentuk simbolis perasaan manusia”. Defenisi seni ini mengimplikasikan
beberapa hal:
1) Seni merupakan kreasi. Kreasi berarti pengadaan sesuatu yang tadinya tidak
ada.
2) Rumusan bentuk simbolis. Bentuk simbolis tidak mengacu pada
pengalaman sendiri secara angsung melainkan pengalaman yang
sudah disimbolkan.
3) Bentuk simbolis yang dilemparkan seniman dalam kreasi seninya tidak
berasal dari pikiran melainkan dari perasaannya.Yakni formasi dari
pengalaman emosionalnya.
2.8 Pemikiran Sussane K. Langer tentang Seni
Teori Sussane Langer tentang simbol mendasari teori ini tentang seni. Bagi
Susanne Langer, seni merupakan simbolisasi perasaan manusia. Bagaimana karya seni
bisa disebut simbol? Susanne Langer menolak teori Plato yang mengatakan seni adalah
tiruan (mimesis) dari alam. Baginya, karya seni merupakan suatu bentuk ciptaan yang
berbeda dari realitas kehidupan sehari-hari, namun mirip (semblance). Perbedaan yang
mengandung kemiripan berasal dari kreativitas seniman. Kreativitas merupakan imaji
realitas, karena melibatkan imajinasi seniman. Sekalipun pada karya yang tidak
mengandung unsur peniruan terdapat imaji murni.
Proses simbolisasi dari imajinasi seniman inilah terjadi proses abstraksi (ada
proses pemisahan diri dari keberadaannya yang aktual dan memiliki konteks berbeda),
sehingga karya seni disebut sebagai simbol. Semua bentuk dalam seni merupakan
bentuk yang diabstraksikan untuk membuatnya lebih tampak secara keseluruhan, dan
dilepaskan dari penggunaan sehari-hari, untuk diletakkan sebagai penggunaan baru
sebagai simbol yang bersifat ekspresif bagi perasaan manusia. Dalam karya yang
mengandung makna simbolik perasaan yang dieskpresikan dalam seni bukanlah
perasaan yang asli, melainkan gagasan terhadap perasaan asli tersebut. Oleh karena itu
disebut simbolik.
Asumsi dasar teori ini adalah bahwa simbolisme mendasari pengetahuan dan
pemahaman semua manusia. Simbol adalah konseptualisasi manusia tentang suatu hal,
dan sebuah simbol ada untuk sesuatu (Acta Diurna : 2010).
2.9 Teori Estetika
Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang membahas keindahan. Estetika
merupakan ilmu membahas bagaimana keindahan bisa terbentuk, dan bagaimana
supaya dapat merasakannya ( Nanang Rizali : 2013 ).
Baumgarten, yang pertama kalinya menyusun sistim
estetika sebagai “pengetahuan filosofis” ketegasan
tentang pentingnya Baumgarten menggerakan proposisi
kedua yang kini merupakan keyakinan yang meluas yakni,
bahwa estetika adalah pengetahuan modern, dan yang
dapat ditemukan di dalam karya-karya jaman purba, abad
pertengahan, dan renaisan serta jaman setelahnya,
Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni. Istilah
estetika melalui beberapa uraian yang berkembang menjadi ilmu tentang keindahan.
Keindahan adalah suatu kumpulan hubungan yang selaras dalam suatu benda dan
diantara benda itu dengan pengamat (Dharsono, 2004: 4). Estetika berasal dari bahasa
Yunani. Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander Gottlieb Baumgarten ( 1714 –
1762 ) pada 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang bisa dirasakan lewat perasaan.
Didalam estetika itu sendiri menyangkut bahasan mengenai suatu karya seni,
yang diantaranya adalah suatu karya fotografi nude art photography yang sebenarnya
dilihat dari historisnya merupakan karya seni yang sudah ada sejak dulu dan kini
berkembang kemudian menjadi pertentangan. Foto memang merupakan usaha untuk
meyakinkan, bahwa apa yang dipotret dapat hadir kembali dalam hasil karya berupa
foto, persis seperti realitasnya. Begitu juga kaitannya dengan karya nude art
photography, fotografer diharuskan mempunyai teknis fotografi dengan benar, cara
berpikir yang benar, karena bagaimanapun seni adalah sebuah luapan yang nantinya
akan mempunyai nilai estetika, nilai estetis tersebut dapat menjadi suatu tujuan utama
dalam proses penciptaan yang diupayakan sedemikian rupa oleh pelaku seni, agar
setiap proses penciptaan suatu karya seninya dapat dinilai dan dinikmati karena suatu