• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENATAAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKITAR WILAYAH PASAR KEPUTRAN KOTA SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM PENATAAN TEMPAT USAHA PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKITAR WILAYAH PASAR KEPUTRAN KOTA SURABAYA."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Per syar atan Memper oleh Gelar Sar jana

Ilmu Administr asi Negar a Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Univer sitas Pembangunan Nasional “ Veter an ” J awa Timur

Disusun oleh : Arik Restu Cahyo Susilo

NPM. 0841110042

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)

Oleh :

ARIK RESTU CAHYO SUSILO

NPM. 0841110042

Telah Dipertahankan diharapkan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Pr ogram Studi Administr asi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada Tanggal 28 Maret 2013

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

(3)

rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Peran Satuan Polisi Pamong Pr aja dalam Penataan Tempat Usaha Di Sekitar Wilayah Pasar Kota Sur abaya”. Tugas ini dibuat dalam memenuhi persyaratan kurikulum pada Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

Dalam tersusunnya proposal skripsi ini penulis mengucapakan terima kasih sebesar-besarnya kepada Drs. Pudjoadi, Msi. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis. Disamping itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dra. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Bapak Dr. Lukman Arif, M.Si, selaku Ketua Program Studi Administrasi Negara.

3. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Kedua Orang tuaku yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil selama proses penyusunan proposal skripsi ini.

(4)

kesempurnaan skripsi.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih serta besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, April 2013

(5)

ix

HALAMAN J UDUL……… i

HALAMAN PERSETUJ UAN……… ii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

ABST RAKSI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 9

2.2. Landasan Teori ... 11

2.2.1 Peran ... 11

2.2.1.1 Pengertian Peran ... 11

2.2.2 Kebijakan Publik ... 12

(6)

2.2.2.5Pengertian Implementasi Kebijakan ... 18

2.2.3Pengertian Penertiban ... 22

2.2.4 Pengertian Penataan ... 23

2.2.5 Pengertian Pembinaan ... 23

2.2.6 Pengertian Pedagang Kaki Lima ... 24

2.2.7 Keputusan Wali Kota no 2 Tahun 2006 Tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya ... 25

2.2.8 Peraturan Daerah Yang Mengatur Tentang Penataan Tempat Usaha di Kota Surabaya ... 26

2.2.9 Pengertian Pasar ... 27

2.3 Kerangka Berpikir ... 31

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 33

3.2. Fokus Penelitian... 35

3.3. Instrumen Penelitian ... 37

3.4. Lokasi Penelitian ... 38

3.5. Sumber Data ... 38

3.6. Jenis Data ... 39

3.7. Teknik Pengumpulan Data ... 40

(7)

xi

4.1.1 Sejarah Pasar Keputran Kota Surabaya ……….. 47

4.1.2 Sejarah Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya ……….. 48

4.1.3 Profil Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya ………. 50

4.1.4 Struktur Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya…………. 51

4.1.5 Visi, Misi, dan Tujuan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya……… 52

4.1.6 Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya sesuai dalam Peraturan Walikota No 4 Tahun 2009……… 52

4.1.7 Komposisi Pegawai Pada Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya…… 63

4.1.8 Keberadaan Pedagang Kaki Lima Disekitar Wilayah Pasar Keputran Kota Surabaya………... 66

4.2Hasil Penelitian……… 68

4.3Pembahasan ……… 85

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

5.1 Kesimpulan ... 94

5.2 Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA

(8)

jenis kelamin………... 64

Tabel 2 Komposisi pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya berdasarkan

Tingkat Pendidikan……….. 65

Tabel 3 Komposisi pegawai Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya berdasarkan

(9)

xiii

Gambar 2 Analisis Data Interraktif ... 46

Gambar 3 Area Pasar Keputran Kota Surabaya ... 48

Gambar 4 Profil Kantor Satuan Polisi Pamong Praja ... 51

Gambar 5 Struktur Organisasi ... 52

Gambar 6 Ruang Kantor Operasional ... 59

Gambar 7 Menyita 1 karung Nanas ... 71

Gambar 8 Suasana Malam Di Pasar Keputran ... 72

Gambar 9 Pedagang Kaki Lima Yang Melanggar ... 80

(10)

Pasar Keputran dalam menjajakan barang dagangannnya untuk melayani para pembeli yang mengakibatkan kemacetan karena padatnya lalu lintas menuju jalan Urip Sumoharjo. Tujan penelitian ini adalah mengetahui Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan Tempat Usaha PKL Di Sekitar wilayah Pasar Keputran Kota Surabaya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan fokus penelitian: 1.Penyusunan program dan pelaksanaan ketentraman dan ketertiban PKL, 2.Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban PKL, 3.Pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah Kota Surabaya No 17 Tahun 2003 Pasal 2 dan Peraturan Kepala Wali Kota Surabaya yang berkaitan dengan penataan PKL 4.Pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban PKL dengan aparat Kepolisian, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan atau aparatur lainnya, 5. Pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban PKL dengan aparat Kepolisian, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan atau aparatur lainnya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, dokumentasi dan wawancara.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta menggunakan teknik analisis data model interaktif terhadap obyek penelitian yaitu Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan Tempat Usaha PKL Di Sekitar Pasar Keputran Kota Surabaya dapat disimpulkan bahwa : 1.Memberikan suatu kebijakan kepada pedagang kaki lima untuk berjualan di sebagian jalan, sebagian trotoar dan sekitar wilayah pasar Keputran dengan waktu yang telah di tetapkan, yaitu mulai pukul 20.00 Wib – 05.00 Wib serta tetap menjaga dan memelihara fasilitas yang ada, dan memberi sanksi kepada pedagang kaki lima yang ketahuan melanggar aturan yang ditetapkan.2. Peran Satpol PP dalam Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban Pedagang Kaki Lima disekitar Pasar Keputran Kota Surabaya sudah berperan..3. Pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan belum berperan dengan baik, dimana pihak Satuan polisi Pamong Praja masih memberikan kelonggaran waktu berjualan kepada pedagang kaki lima yang seharusnya pada pukul 20.00 di berikan kelonggaran mulai pukul 17.00, dan hanya PKL yang berjualan pada pukul 15.00 yang diberikan sanksi. 4. Dalam hal penataan Pedagang Kaki Lima di wilayah sekitar pasar Keputran, pihak Satuan Polisi Pamong Praja hanya berkoordinasi dengan pihak Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan, kecuali diadakan operasi gabungan, penertiban IMB, anjal, PSK, baru Satuan Polisi Pamong Praja berkoordinasi dengan pihak Patuan Polisi Pamong Praja Kecamatan, pihak Kepolisian, Dinas Perhubungan, Dinas Koperasi.5.Pelaksanaan pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi dan menaati Perda belum berperan, dimana untuk sekarang masih di fokuskan kepada pedagang yang berjualan sebelum waktunya.

(11)

1.1Latar Belakang Masalah

Negara berkembang saat ini sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam rangka mencapai kesejahteraan masyarakat, demikian juga dengan Negara Indonesia.

Perkembangan kota–kota besar di Negara yang berkembang ditandai dengan kecederungan berkembang secara luar biasa, misalnya perkembangan pusat perdagangan, pusat industri, dan aktifitas sosial budaya seperti tempat hiburan dan lainnya.

Surabaya adalah ibu kota Propinsi Jawa Timur, merupakan kota terbesar kedua dan kota pelabuhan terbesar di Indonesia. Julukan yang paling terkenal adalah kota Pahlawan karena keberanian arek-arek suroboyo dalam berperang untuk mempertahankan kemerdekaan pada akhir Perang Dunia ke II.

Kini, Surabaya adalah kota budaya, pendidikan, pariwisata, maritim, industri dan perdagangan yang mengalami perkembangan pesat. Akibat perkembangan yang sangat pesat pemukiman penduduk semakin padat, sehinggah lahan semakin sempit.

(12)

Penyediaan rumah, lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dengan lingkungan hidup, lapangan kerja produktif menjadi kebutuhan mendesak yang tidak begitu mudah dipenuhi manajemen perkotaan. Pertambahan penduduk kota yang drastis, mau tidak mau harus diwaspadai dengan perkembangan dan pertumbuhan kota yang dinamis, yang menuntut perubahan peruntukan lahan atau ruang, sarana dan prasarana perkotaan.

Kota Metropolitan, Surabaya secara fisik dan ekonomi memang telah berkembang secara luar biasa, tetapi ironisnya pertumbuhan kota yang besar besaran itu tidak di imbangi dengan ekonomi yang memberikan kesempatan kerja bagi penduduk yang bertambah cepat di kota itu (over urbanization).

(13)

kota itu telah berkembang atau tidak, tidak hanya semata didasarkan pada penampakan atau tampilan-tampilan pengembangan fisiknya saja.

(14)

telah diakui terjadi berbagai kemajuan dalam hal pembangunan fisik, tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa disaat yang sama juga masih menyisakan berbagai masalah sosial yang tak kalah pelik.

(15)

Seiring dengan berjalannya kehidupan kota, aktifitas Pedagang Kaki Lima yang semakin tak terkendali, tanpa disadari telah banyak mengganggu warga kota lainnya yang juga berhak menikmati kenyamanan. Jalan menjadi macet, kawasan menjadi kumuh dan warga sekitar, tempat digelarnya dagangan merasa dirugikan.

Di era reformasi ini kebebasan oleh sebagian masyarakat di salah artikan sebagai suatu hal yang dapat melakukan apa saja tampa ada suatu hal yang menghalangi. Dalam hal ini pedagang disekitar pasar keputran yang semakin berani melakukan kegiatan ekonomi dimana saja asalkan secara ekonomis mendatangkan keuntungan seperti menempati trotoar, stren kali, atau jalur hijau yang dianggap oleh berbagai pihak melanggar aturan maupun pihak- pihak publik. Fenomena yang di saksikan peneliti adalah kesemrawutan pedagang disekitar Wilayah Pasar Keputran dalam menjajakan barang dagangannnya untuk melayani para pembeli yang mengakibatkan kemacetan karena padatnya lalu lintas menuju jalan Urip Sumoharjo.

(16)

kelancaran lalu lintas dan estetika Kota serta fungsi prasarana lingkungan kota,

Pemerintah dalam hal ini adalah Satuan Polisi Pamong Praja. Sesuai dengan Peraturan Wali Kota No 4 Tahun 2009 tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya, yaitu menyusunan program dan pelaksanaan ketentraman dan ketertiban umum, penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, melaksanakan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum di Daerah, melaksanakan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, melaksanakan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan Peraturan Daerah. Oleh karena itu, berdasarkan Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja berkewajiban untuk melakukan penertiban dan menjaga ketentraman serta ketertiban umum.

Satuan polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemerintah Kota Surabaya yang di pimpin oleh Irvan Widyanto Kepala Satpol PP Pemkot Surabaya, bergerak melakukan penertiban dan pembongkaran terhadap bedak-bedak stan milik PKL yang ada di sekitar pasar Keputran. Kehadiran petugas Satuan Polisi Pamong Praja tak pelak membuat para PKL kelabakan. Petugas satpol PP meminta para PKL membongkar stand mereka.( Koran Jawa Pos 12/10/2012)

(17)

dalam mengenai masalah Pedagang disekitar Pasar Keputran dan hal ini tidak terlepas dari peranan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya.

Dari uraian latar belakang dan fenomena – fenomena yang ada di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peran Satuan Polisi Pamong Pr aja dalam Penataan Tempat Usaha Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Wilayah Pasar Keputran Kota Sur abaya“

1.2. Perumusan Masalah

Banyaknya Pedagang yang berjualan di sekitar pasar keputran dan menggunakan fasilitas umum di jalan Keputran Kota Surabaya perlu ditata dengan memberikan masukan atau wawasan kepada mereka agar tidak mengganggu ketertiban umum. Hal inilah yang menjadi permasalahan yang menarik untuk diteliti, maka permasalahan yang akan diteliti adalah : “Bagaimana Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan Tempat Usaha Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Pasar Keputran Kota Surabaya?“.

1.3. Tujuan Penelitian

(18)

1.4. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah pengetahuan tentang Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan Tempat Usaha Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Pasar Keputran Kota Surabaya.

2. Bagi instansi

Memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi, Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemerintah serta instansi - instansi yang terkait, dalam Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam Penataan Tempat Usaha Pedagang Kaki Lima Di Sekitar Pasar Keputran Kota Surabaya

3. Bagi Universitas

(19)

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pernah ada yang dilakukan oleh pihak lain yang dapat dipakai sebagai bahan pengkajian dan masukan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :

1. Puspita Sari (2004) Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Pembangunan Nasinonal “ Veteran “ Jawa Timur, dalam skripsinya yang berjudul “ Peranan Camat Dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima di Wilayah Kecamatan Wonokromo Kota Surabaya (Studi Di Lokasi Kebun Binatang Surabaya ) “.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran camat dalam Penertiban Pedagang Kaki lima di Wilayah Kecamatan Wonokromo Kota Surabaya.

(20)

kecamatan Wonokromo bertujuan untuk menertibkan pedagang kaki lima dan memperbaiki pola penertiban agar pedagang kaki lima yang ada yang ada disekitar kebun binatang Surabaya tertata dengan rapi dan tidak menggangu ketertiban yang berlaku. Pengawasan rutin terhadap pedagang kaki lima yang ada wilayah kecamatan Wonokromo dilakukan setiap hari sebelum pedagang kaki lima datang untuk mendirikan dagangannya sehingga tujuan yang diadakannya pengawasan kaki lima dapat mematuhi peraturan yang berlaku.

2. Winarno (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Hubungan Penelitian Pedagang Kaki Lima Dengan tingkat Pengembangan Usaha” (Study di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo), terdapat permasalahan sebagai berikut : “Apakah ada hubungan penertiban pedagang kaki lima dengan tingkat usaha di kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo”

Hipotesa yang diajukan sebagai berikut :

“Di duga ada hubungan positif antara pedagang kaki lima antara dengan tingkat usaha di Kecamatan Waru Sidoarjo”.

Dari hasil analisa disimpulkan bahwa adanya hubungan yang kuat dan positif antara penertiban pedakang kaki lima dengan tingkat pengembangan usaha di Kecamatan Waru Sidoarjo.

(21)

Persamaan dari penelitian terdahulu dengan penelitian peneliti ini sama – sama menfokuskan pada penertiban pedagang, namun penelitian terdahulu memfokuskan pada penertiban Pedagang kaki Lima, sedangkan peneliti pada Pegadang Pasar Tradisional Keputran, sedangkan perbedaan dari penelitian terdahulu dengan peneliti adalah terletak pada lokasi atau letak penelitian yaitu Pasar Tradisional Keputran Kota Surabaya.

2.2 Landasan teori

Di dalam cara berpikir secara ilmiah, teori sangat dibutuhkan sekali sebagai tolak ukur berpikir maupun bertindak karena teori merupakan suatu kebenaran yang sudah dibuktikan kebenarannya, walaupun mempunyai keterbatasan waktu dan tempat. Adapun tujuan landasan teori ini adalah untuk memberikan suatu landasan berpikir kepada penulis dalam usahanya untuk mencari kebenaran yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas, dimana hasilnya.

2.2.1 Peran

2.2.1.1 Pengertian Peran

Pengertian peran menurut Sorjono Soekanto (2002:243) merupakan aspek dinamisi kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran.

Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1974;768) dalam buku “Ensiklopedia Manajamen” mengungkapkan sebagai berikut:

(22)

2. Pola perilaku yang diharapakan dapat menyertai suatu status. 3. Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.

4. Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya.

5. Fungsi setiap variabel dalam hunbungan sebab akibat.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hunbungan 2 variabel yang mempunyai hubungan sebab akibat.

2.2.2 Kebijakan Publik

2.2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang dibuat oleh seseorang atau sekelompok orang dalam rangka menciptakan suatu kondisi yang statis oleh karena suatu situasi yang ditandai dengan berbagai problem. Kebijakan secara etimologis berasal dari bahasa Inggris ”policy”. Namun banyak orang berpandangan bahwa istilah kebijakan disejajarkan dengan kebijaksanaan.

(23)

Sedangkan menurut Anderson dalam Nurcholis (2005 : 158) kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan oleh pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan masalah.

Menurut Thomas R. Dye dalam Wibowo (2004 :29) Kebijakan publik adalah apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah. Pengertian yang diberikan Thomas R. Dye ini memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Selain itu, kajiannya yang hanya terfokus pada negara sebagai pokok kajian.

Menurut Anderson dalam Nurcholis (1975 : 159) Kebijakan publik adalah kebijakan kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: 1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

(24)

Dalam pengertian ini hanya pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

Pengertian kebijakan publik menurut Chandler & Piano (1998) dalam Tangkilisan (2003 : 1) adalah pemecahan masalah-masalah publik atau pemerintah. Pendapat lain dikemukakan oleh Dye dalam Islamy (1997 :18) yaitu kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Hal ini sejalan dengan pendapat Nugroho (2003 : 54) mendefinisikan kebijakan publik adalah hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan. Kesimpulan dari ketiga teori diatas yaitu suatu tujuan yang dilakukan atau tidak dilakukan di dalam lingkup aparatur pemerintah terhadap suatu kebijakan yang telah ditetapkan.

Sedangkan menurut Chief J.O. Udoji (1981) Mendefinisikan kebijaksanaan publik sebagai “ An sanctioned course of action addressed to a particular problem or group of related problems that affect society at

large.” Maksudnya ialah suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu tujuan tertentu yang diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat.

(25)

diambil oleh seorang aktor politik / pemerintah berkenaan dengan tujuan yang dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya, adanya hubungan suatu pemerintah dengan lingkungannya dan apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan dalam batas-batas kewenangan dari aktor politik/pemerintah tersebut.

2.2.2.2 Tahap – Tahap Dalam Kebijakan Publik

Menurut Winarno (2002:28), proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang komplek karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu,kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap.Tahap-tahap kebijakan publik sebagai berikut:

1) Tahap penyusunan ganda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik.Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.

2) Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.

3) Tahap adopsi kebijakan

(26)

kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan pengadilan.

4) Tahap implementasi

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan.

5) Tahap penilaian kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah.

2.2.2.3 Keberhasilan Implementasi Kebijakan

Menurut Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003 : 21) menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program dan ditinjau dari tiga faktor, yaitu :

1. Perspektif kepatuhan yang mengukur implementasi kebutuhan aparatur pelaksana.

2. Keberhasilan inplementasi diukur dari kelancaran rutinitas dan tiadanya persoalan.

(27)

2.2.2.4 Kegagalan Implementasi Kebijakan

Menurut Peters dalam tangkilisan (2003 : 22) mengatakan implementasi kebijakan yang gagal disebabkan beberapa faktor yaitu:

1. Informasi

Kekurangan informasi dengan mudah mengakibatkan gambaran yang kurang tepat baik kepada obyek kebijakan maupun kepada pra pelaksana dari kebijakan yang akan dilaksanakan dan hasil-hasil dari kebijakan.

2. Isi Kebijakan

Implementasi kebijakan dapat gagal karena masih samarnya isi atau kebijakan atau ketidaktepatan dan ketidaktegaasan intern maupun ekstern atau kebijakan itu sendiri, menunjukkan kekurangan yang menyangkut sumber daya pembantu.

3. Dukungan

Akan implementasi kebijakan publik akan sangat sulit apabila pelaksananya tidak cukup dukungan untuk kebijakan tersebut.

4. Pembagian Potensi

Hal ini terkait dengan pembagian potensi diantaranya para aktor implementasi dan juga mengenal organisasi pelaksana dalam kaitannya dengan diferensiasi tugas dan wewenang.

2.2.2.5 Pengertian Implementasi Kebijakan

(28)

means for carrying out ( menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu )

to give partical effect to ( menimbulkan dampak / akibat terhadap sesuatu ). Implementasi kebijakan menurut William Dunn adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan dalam kurun waktu tertentu (Dunn,2003:132). Pengendalian ini merupakan suatu langkah untuk menghadapi setiap bentuk masalah yang akan mengganggu ketertiban atau kesejahteraan masyarakat umum. Karena itu implementasi kebijakan perlu meperhitungkan segala tindakan dalam mengimplementasikannya sehingga konsekuensi sebagai hasil dari kebijakan tersebut dapat memberikan manfaat bagi kepentingan umum. Van Meter dan Van Horn mengemukakan bahwa implementasi kebijakan adalah tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan (dalam Wahab, 1997:65)

Implementasi merupakan pelaksanaan atas suatu kegiatan dimana dalam pelaksanaan tersebut di dasarkan pada suatu aturan tertntu. Implementasi atas suatu program atau aturan tersebut sering dinamakan dengan implementasi kebijakan.

Menurut Grindle dalam buku yang berjudul Analisa Kebijaksanaan

(29)

keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari kebijakan. Oleh karena itu tidak terlalu salah jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Sebaik apapun kebijakan tidak akan ada manfaatnya bila tidak dapat diterapkan sesuai dengan rencana. Penerapan adalah suatu proses yang tidak sederhana. (dalam Wahab,1997:45)

Implementasi kebijakan merupakan sesuatu yang sangat perlu dalam proses pencapaian tujuannya. Untuk itu pelaksanaan kebijakan perlu menyesuaikan keadaan dan membangun situasi yang mampu memberdayakan sasaran penerapan kebijakan. Udoji mengemukakan bahwa: “The execution of policies is a important if not more important policy making. Policy will remain dreams or blue prints file jacket

unless,they are implemented”.( Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang sangat penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapih dalam arsip jika tidak diimplementasikan). Oleh karena itu implementasi kebijakan perlu dilakukan secara arif, bersifat situasional mengacu pada semangat kompetensi dan berwawasan pemberdayaan ( Udoji dalam Wahab, 1997:45 )

(30)

mampu untuk meraihnya. Penerapan merupakan kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab akibat yang menghubungkan tindakan dengan tujuan. Untuk itu perlu untuk mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan. Hoogerwerf dan Gun dalam Wahab (1983:169) mengemukakan beberapa aspek yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan-kebijakan sebagai berikut:

1. Aspek isi kebijakan

2. Aspek informasi kebijakan 3. Aspek dukungan kebijakan

4. Aspek pembagian potensi kebijakan a. Aspek isi kebijakan

Isi kebijakan yang dilaksanakan dapat mempersulit pelaksanaannya dengan berbagai cara. Ketidakjelasan isi kebijakan seperti tujuan kebijakan tidak terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada kebijakan yang akan dilaksanakan dapat menunjukan kekurangan-kekurangan yang sangat mempengaruhi kebijakan.

b. Aspek informasi kebijakan

(31)

mengakibatkan adanya gambaran yang kurang lengkap atau kurang tepat baik pada objek kebijakan maupun pada pelaksana kebijakan.

c. Aspek dukungan kebijakan

Pelaksanaan suatu kebijakan akan sangat dipersulit jika para pelaksana tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan, karena di sini berkaitan dengan kepentingan pribadi dan tujuan pelaksanaan dan juga pengharapan tentang efektivitas sarana yang dipilih, keunggulan situasi masalah, latar belakang historis, stradisi mengenai cara bagaimana pelaksanaan di organisasi.

d. Aspek pembagian potensi kebijakan.

Pembagian potensi kebijakan mencakup tingkat diferensiasi tugas-tugas dan wewenang masalah koordinasi terutama jika kepentingan terwakili sangat berlainan, timbulnya masalah-masalah pengawasan ataupun timbulnya pergeseran tujuan, struktur organisasi pelaksana kebijakan. Pembagian wewenang dan tanggung jawab yang kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai dengan pembatasan-pembatasan yang kurang jelas akan mempengaruhi juga pelaksanaan kebijakan.

(32)

kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut prilaku badan administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi sosial yang dapat mempengaruhi prilaku semua pihak yang terlibat. Untuk itu demi mencapai keberhasilan dari implementasi kebijakan tersebut diperlukan juga kesamaan pandangan atas tujuan yang hendak dicapai dan komitmen semua pihak untuk memberikan dukungan bagi pelaksanaannya.

2.2.3 Pengertian Penertiban

Pengertian penertiban menurut kamus besar bahasa Indonesia (2002 : 1185) adalah proses cara menertibkan dalam tindakan.

Menurut W.J.S. Poewerdaminta (1982 : 1064) adalah perbuatan (hal dan sebagainya) menertibkan.

Dari pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa penertiban adalah perbuatan cara menertibkan dalam tindakan.

2.2.4 Pengertian Penataan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penataan adalah proses, cara, perbuatan menata, pengaturan, penyusunan.

(33)

guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta keterbukaan, persamaan keadilan dan perlindungan hukum.

Dari pengertian diatas maka penulis menyimpulkan bahwa Penataan adalah proses perencanaan, pemanfaatan suatu ruang atau tempat, yang berdaya guna dan berhasil guna yang serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan.

2.2.5 Pengertian Pembinaan

Thoha (2002:7) dikatakan bahwa, “pembinaan adalah suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan menjadi lebih baik.”

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:134), “pembinaan adalah usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, usaha atau proses kearah yang lebih baik.”

(34)

2.2.6 Pengertian Perdagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima atau yang di singkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaga dagangan yang menggunakan gerobak.

Sebenarnya Istilah Pedagang Kaki Lima berasal pada masa penjajahan colonial belanda. Peraturan pemerintah waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya di bangun hendaknya menyedikan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk pejalan kaki lima atau sekitar satu setengah meter.

Sekian puluh tahun itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh pedagang untuk berjualan. Kalau dahulu sebutanya adalah pedagang emperan jalan, lama-lama berubah menjadi pedagang kaki lima.

Pengertian pedagang kaki lima dalam kamus bahasa Indonesia (2002 : 230) adalah pedagang yang berjualan diserambi muka atau emperan toko atau dilantai tepi jalan.

Sementara menurut peraturan daerah Kota Surabaya No.17 Tahun 2003 pedagang kaki lima adalah pedagang yang mejalankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu tertentu dengan mempergunakan sarana atau pelengkapan yang mudah dipindahkan, dibongkar pasang dan mempergunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usahanya.

(35)

mempergunakan sarana dan kelengkapan yang mudah dibongkar pasang atau menggunakan bagian tepi jalan umum.

2.2.7 Keputusan Wali Kota no 4 Tahun 2009 Tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Pr aja Kota Sur abaya

Sebagai perhatian dari pemerintah dalam penataan dan penertiban pedagang di pasar tradisional keputran kota Surabaya, maka diaturlah dalam Keputusan Wali Kota no 4 tahun 2009 pasal 1 ayat 5 dan pasal 2 dan 3 yang berbunyi :

1. Pasal 1 ayat 5 : Satuan adalah Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya adalah Perangkat Daerah yang melaksanakan tugas Kepala Daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

2. Pasal 2 : Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

3. Pasal 3 : untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 2 peraturan wali kota ini, Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai fungsi:

a. penyusunan program dan pelaksanaan ketentraman dan ketertiban umum, penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

(36)

c. pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

d.pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dengan aparat Kepolisian Negara, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan atau aparatur lainnya.

e. pelaksanaan pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi dan menaati Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

f. pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas.

g. pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2.2.8 Peraturan Daerah Yang Mengatur Tentang Penataan Tempat Usaha di Kota Sur abaya.

Peraturan Daerah Kota Surabaya no 17 Tahun 2003 pasal 2 tentang penataan tempat usaha dimana dasar pertimbangannya di keluarkan peraturan daerah tersebut adalah :

1. Kegiatan usaha Pedagang Kaki Lima dapat dilakukan di Daerah

2. Kepala Daerah berwenang untuk menetapkan, memindahkan dan menghapus lokasi PKL

(37)

4. Kepala Daerah berwenang melarang penggunaan lahan fasilitas umum tertentu untuk tempat usaha PKL atau sebagai lokasi PKL

5. Setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada fasilitas-fasilitas umum yang dilarang digunakan untuk tempat usaha atau lokasi usaha PKL sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

2.2.9 Pengertian Pasar a. Pengertian Pasar

Brian Berry dalam bukunya Geografi of Market (dalam Astonik, 1967) menyatakan bahwa pasar adalah tempat dimana terjadi proses tukar menukar. Proses ini terjadi bila ada komunikasi antara penjual dan pembeli dan diakhiri dengan keputusan untuk membeli barang tersebut. Pasar akan selalu mengalami perubahan, terutama secara fisik, mengikuti perubahan tingkah laku penggunanya. Menurut Alice G. Dewey (dalam Astonik, 2008)

perkembangan fisik pasar berasal dari pertukaran barang antara pihak yang saling membutuhkan di suatu tempat tertentu dan pada waktu tertentu, yang kemudian berkembang menjadi sekumpulan pedagang yang mengambil tempat tertentu dengan menyediakan fasilitasnya sendiri.

Menurut Suherman Rosydi (2002 : 333) mengatakan bahwa pasar adalah sebentuk organisasi dimana pembeli dan penjual saling terhubungkan satu sama lainnya dengan hubungan yang erat.

(38)

Menurut Philip Kotler dan Amstrong dalam buku (marketing) pemasaran (1991 : 278) pasar adalah sebagai suatu proses sosial dan managerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain

Menurut W Stanton (2002 : 157) pasar adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pembeli maupun pembeli potensial.

Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa pasar adalah tempat dimana terjadi transaksi jual beli antara penjual dan pembeli.

Dengan demikian definisi pasar tidaklah harus berwujud suatu bangunan tertentu, sebagaimana kebanyakan pasar yang kita lihat di dalam kehidupan sehari – hari, tetapi lebih mengacu pada adanya penjual dan pembeli yang bertransaki. Sehingga perilaku penjual dan pembeli itu dapat dipengaruhi oleh dimensi struktur pasar sesuai dengan pendapat Sri Adiningsih (1991 : 79) yang terdiri dari ;

1. Jumlah dan luas distribusi di pasar

2. Jenis produk atau barang homogen atau heterogen 3. Kemampuan penjual untuk mempengaruhi pasar

(39)

b. Pasar Tradisional

Menurut Bagoes P. Winyomartono (dalam Astonik, 2008) pasar tradisional adalah kejadian yang berkembang secara priodik, dimana yang menjadi sentral adalah interaksi sosial dan ekonomi dalam satu peristiwa. Pasar berasal dari kata peken yang berarti kumpul. Fungsi ekonomi pasar terjadi saat jual beli, dan fungsi sosial pasar terjadi saat tawar menawar.

Menurut W.J.Stanto (1991) Pasar Tradisional adalah pasar yang bersifat tradisional dimana para penjual dan pembeli dapat mengadakan tawar menawar secar langsung. Barang-barang yang diperjual belikan adalah barang yang berupa barang kebutuhan pokok

Pasar tradisional yaitu adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging dan kebutuhan rumah tangga lainnya.(www.google.com Di akses pada t anggal 2 Desember 2012).

(40)

c. Pasar Modern

Menurut J.W.Santo (1991 ) pasar Modern adalah pasar yang bersifat modern dimana barang-barang diperjual belikan dengan harga pas dan denganm layanan sendiri. Tempat berlangsungnya pasar ini adalah di mal, plaza, dan tempat-tempat modern lainnya.

Pasar modern jenis pasar yang penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan dan hypermarket, supermarket, dan minimarket. (www. Google.com Di akses pada tanggal 2 Desember 2012)

Dari pengertian di atas, maka penulis dapat simpulkan bahwa pasar modern adalah pasar yang dimana penjual dan pembeli tidak melakukan transaksi tawar menawar, dan tempatnya berlangsungnya pasar Modern ini adalah di Mall, swalayan, Hypermarket,Supermarket.

d. Fungi Pasar

(41)

a. Pasar berfungsi sebagai penentu nilai, yang dimaksud dengan perkataan nilai disini tentu saja nilai produk yang diperdagangkan. Di dalam sebuah perekonomian pasar, harga merupakan pengukuran nilai, jadi dengan penegertian ini, dipasar inilah suatu produk atau barang ditetapkan untuk saling disepakati baik oleh pedagang maupun pembeli. b. Pasar mengorganisasi produksi

c. Pasar mendistribusi produk

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa pasar merupakan tempat perputaran antara arus uang dan arus barang yang bergerak secara otomatis.

2.3 Kerangka Berpikir

(42)

Gambar 1

KERANGKA BERPIKIR

Peraturan Daerah No 17 Tahun 2003 Pasal 2 Tentang Penataan Tempat Usaha

Peraturan Wali Kota No 4 Tahun 2009 Tentang Penjabaran Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Pr aja

Ter ciptanya pedagang di sekitar pasar Keputran yang tertata, aman, nyaman, indah, tertib, bersih, dan tidak terjadi kemacetan

Sumber : Data yang di olah, Surabaya 2013

(43)

33

3.1 J enis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat

deskriptif, yaitu untuk menggambarkan secara mendalam tentang suatu obyek

penelitian berdasarkan fakta – fakta yang tampak sebagaimana adanya. Menurut

pendapat Bogdan dan Taylor dalam moleong (1993 : 27), bahwa penelitian

deskriptif merupakan langka yang dilakukan untuk mengumpulkan data sesuai

dengan ungkapan hati sesorang yang di teliti itu sendiri, sikap dan tingkah laku

mereka.

Dalam penelitian kualitatif digunakan variabel mandiri tanpa membuat

perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Dalam penelitian

ini yang menjadi variabel penelitian adalah penertiban dan penataan pedagang

pasar keputran di kota Surabaya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan maksud

untuk memeperoleh deskripsi secara menyeluruh dan mendalam tentang

penertiban pedagang disekitar pasar keputran Kota Surabaya. Secara teoritis,

menurut Bogdan dan Taylor dalam Meleong (2002 : 3), penelitian kualitatif

merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata

(44)

Sedangkan menurut Arikunto (2005 ; 234), mengartikan penelitan

deskriptif merupakan penelitian yang dimaksud untuk mengumpulkan informasi

mengenai suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejalah menurut apa adanya

pada saat penelitian di lakukan.

Menurut Taylor dan Bagdan dalam Sutinah dan Suyanto (2005 : 169)

karakteristik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Bersifat induktif, mendasarkan pada prosedur logika yang berawal dari

proposisi khusus sebagai hasil pengamatan dan berakhir pada kesimpulan

(pengetahuan baru), hipotesis yang bersifat umum.

2. Melihat pada setting dan manusia dalam konteks dan situasi dimana mereka

berdua.

3. Memahami perilaku manusia dari sudut pandang mereka sendiri (sudut

pandang yang diteliti).

4. Lebih mementingkan proses penelitian dari pada hasil penelitian.

5. Menekan pada validitas data sehingga di tekankan pada dunia empiris.

6. Bersifat humanis, yaitu memahami secara pribadi orang yang diteliti dan

ikut mengalami apa yang dialami orang yang diteliti dalam kehidupan

sehari–hari.

7. Semua aspek kehidupan sosial dan manuia dianggap berharga dan penting

(45)

Menurut Faisal (2005 ; 20), penelitian deskriptif dimaksudkan untuk

mengeksplorasi dan klasifikasi mengenai suatu fenomena sosial atau kenyataan

sosial.

3.2 Fokus Penelitian

Menurut Moleong (2004 : 97), fokus penelitian dalam penelitian

kualitatif merupakan batas yang harus dilalui oleh seorang peneliti dalam

melaksanakan suatu penelitian. Berkaitan dengan hal tersebut, bahwa fokus

penelitian pada dasarnya adalah masalah pokok yang bersumber dari

pengalaman peneliti atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui

kepustakaan ilmiah ataupun kepustakaan lainnya.

Secara konseptual peran adalah pelaksanaan hak dan kewajiban sesuai

dengan kedudukannya atau bagian dari tugas utama yang harus di lakukan oleh

tugas manajemen. Dalam hal ini sesuai dengan tugas dan fungsi Satuan Polisi

Pamong Praja yang datur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 peraturan Peraturan Wali

Kota Surabaya No. 4 Tahun 2009. Sesuai objek penelitian dalam penelitian ini

adalah peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penataan tempat usaha

pedagang kaki lima disekitar pasar Keputran Kota Surabaya, di mana secara

konseptual adalah proses perencanaan, cara, perbuatan menata, pengaturan dan

penyunsunan. Secara operasional penataan tempat usaha pedagang kaki lima

dalam penelitian ini sesuai dengan pasal 2 Peraturan Daerah Kota Surabaya No

(46)

Dengan demikian dapat di uraikan definisi operasional penelitian ini

adalah peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam penataan tempat usaha

Pedagang Kaki Lima disekitar pasar Keputran Kota Surabaya dengan fokus

peran Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya sebagai berikut :

1. Penyusunan program dan pelaksanaan ketentraman dan ketertiban Pedagang

Kaki Lima disekitar Pasar Keputran Kota Surabaya.

2. Pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan

ketertiban Pedagang Kaki Lima disekitar Pasar Keputran Kota Surabaya.

3. Pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah Kota Surabaya No 17

Tahun 2003 Pasal 2 dan Peraturan Kepala Wali Kota Surabaya yang

berkaitan dengan penataan Pedagang Kaki Lima disekitar Pasar Keputran

Kota Surabaya.

4. Pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan

ketertiban Pedagang Kaki Lima disekitar Pasar Keputran Kota Surabaya

dengan aparat Kepolisian, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan atau aparatur

lainnya di kota Surabaya.

5. Pelaksanaan pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi dan menaati

Peraturan Daerah kota Surabaya No 17 tahun 2003 pasal 2 dan Peraturan

Wali Kota Surabaya yang berkaitan dengan penataan Pedagang Kaki Lima

(47)

3.3 Instr umen Penelitian

Intrumen penelitian adalah alat penelitian utama. Alat penelitian utama

dalam penelitian ini adalah penelitian itu sendiri dibantu alat penunjang

berdasarkan pedoman wawancara dan sarana pencatat lainnya. Dalam

wawancara ini peneliti akan berhadapan langsung dengan informan disertai

dengan pengamatan langsung dilapangan. Peneliti sebagai instrumen harus

dapat memahami makna interaksi antara manusia, menyelami perasaan dan nilai

yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden.

Menurut Lexi J.Moleong (2002 : 124) peneliti memiliki sejumlah

kualitas pribadi sebagai berikut: toleransi, sabar, menjukan empati, menjadi

pendengar yang baik, manusiawi, bersikap terbuka, penampilannya menarik,

mencintai pekerjaan wawancara, dan semacamnya. Selain itu penliti memiliki

perasaan ingin tau terhadap segala sesuatu yang senantiasa mengharapkan

bahwa informasi yang diperlukan dapat pula datang dari sesyatu yang tidak

diharapkan.

3.4 Lokasi Penelitian

Pemilihan lokasi penelisstian ini ditentukan dengan cara “ Purposive

yaitu berdasarkan pada pertimbangan dan tujuan tertentu. Penelitian ini

dilaksanakan disekitar Pasar keputran Kota Surabaya dan bekerja sama dengan

Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya yang bertugas melakuakan Penataan

(48)

penjabaran tugas dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya. Karena

itu dengan penertiban dan penataan pedagang disekitar pasar keputran tersebut

dapat mewujudkan ketertiban, keamanan, ketentraman di sekitar pasar keputran

kota Surabaya.

3.5 Sumber Data

Menurut Lofland dalam Moleong (2004:157), sumber data utama dalam

penelitian kualitatif ialah berasal dari informan yang berupa kata-kata dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.Informan Kunci (Key Person)

Informan kunci, dimana pemilihannya secara purposive sampling dan

diseleksi melalui teknik snowball sampling yang didasarkan atas subyek yang

menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan data yang

benar-benar relevan dan kompeten. Dalam hal ini yang menjadi informan kunci

( key person ) adalah satuan polisi pamong praja kota Surabaya serta informan

pendukung adalah pedagang, pembeli pasar keputran kota Surabaya. Proses

dilakukan terus menerus sampai titik jenuh yang kemudian disebut “ Snowball

(49)

2. Tempat dan Peristiwa

Berbagai peristiwa atau kejadian yang berkaitan dengan masalah atau

fokus penelitian antara lain adalah Penataan dan Penertiban Pedagang disekitar

Pasar Keputran oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya.

3.Dokumen

Berbagai dokumen yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian,

seperti kegiatan yansg telah dan akan dilaksanakan oleh Satuan Polisi pamong

Praja Kota Surabaya.

3.6 J enis Data

Dalam penelitian yang dilakukan untuk mejawab permasalahan

penelitian dapat menggunakan dua jenis data yaitu :

1. Data primer

Yaitu data-data informasi yang diperoleh secara langsung dari informan pada

saat dilakukannya penelitian. Dalam penelitian ini data primer dapat diperoleh

melalui :

a. Pengamatan langsung

Peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap proses kegiatan

pedagang disekitar pasar keputran Kota Surabaya dan peran Satuan Polisi

Pamong Praja dalam melakukan penataan disekitar pasar Keputran kota

(50)

b. Wawancara

Peneliti melakukan wawancara terhadap beberapa Key person yaitu Satuan

Polisi Pamong Praja dan informan pendukung yaitu pedagang dan pembeli

dipasar keputran.

2. Data Sekunder

Data-data tersebut berupa :

a. Dokumen

Berupa foto yang berupa data deskripsi dan cukup berharga dalam

penelitian.

b. Laporan dan Arsip-Arsip

Bahan tambahan yang berasal dari sumber buku, majalah, dan sumber lain

dari arsip pribadi maupun resmi.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penelitian ini, terdapat tiga proses kegiatan

yang dilakukan peneliti menurut Moleong (2004:128-222), yaitu:

1. Proses memasuki lokasi (Getting In)

Agar proses pengumpulan data informasi berjalan baik, peneliti terlebih

dahulu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan baik kelengkapan

administrasi maupun semua persoalan yang berhubungan dengan setting dan

(51)

penelitian menempuh pendekatan formal dan informal serta menjalin hubungan

yang akrab dengan informan.

2. Ketika berada dilokasi penelitian (getting along)

Ketika berada di lokasi penelitian, peneliti melakukan hubungan

pribadi dan membangun kepercayaan pada subyek penelitian (informan). Hal

ini dilakukan karena merupakan kunci sukses untuk mencpai dan memperoleh

akurasi dan komprehensivitas data penelitian. Selain itu dalam proses ini

peneliti berusaha untuk memeperoleh informasi selengkapnya dari lokasi

penelitian.

3. Pengumpulan Data (Logging the data)

a) Wawancara, yaitu melakukan Tanya jawab secara lisan dengan pihak-pihak

terkait yang dapat memberikan informasi penelitian.

b) Observasi, yaitu kegiatan pengamatan dan pencatatan secara langsung

terhadap proyek penelitian guna memperoleh data yang actual dari sumber

data.

c) Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dengan

cara mencatat dan memanfaatkan data-data yang ada di instansi yang

berkaitan dengan penelitian yang berupa dokumen atau catatan-catatan.

Menurut Bugin (2001:129), teknik pengumpulan data adalah bagian

(52)

penelitian. Kesalahan penggunaan teknik pengumpulan data jika tidak

digunakan semestinya akan berakibat fatal terhadap hasil-hasil yang dilakukan.

Ada beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi (pengamatan)

Yaitu sebagai salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

dilakukan dengan pengamatan langsung dilapangan dalam rangka memperkuat

dan meyakini hasil wawancara dan studi dokumenter, dengan mencatat segala

kejadian dan fenomena yang terjadi selama mengadakan penelitian. Peneliti

melakukan penelitian disekitar Pasar keputran Kota Surabaya tentang Peran

Satuan Polisi pamong Praja dalam melakukan penataan dan penertiban.

2. Interview (wawancara)

Yaitu percakapan dengan maksud tertentu dengan dua orang pihak yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan diwawancarai

(responden) memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pada teknik ini

peneliti mengandalkan tatap muka dan berinteraksi Tanya jawab langsung

dengan pihak informan atau subyek untuk memperoleh data. Dalam penelitian

ini informanya adalah:

1. Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya.

2. Pedagang disekitar Pasar Dan pembeli.

(53)

Untuk melengkapi data-data yang telah diperoleh melalui wawancara

atau observasi, maka perlu juga digunakan data tertulis yang telah ada dan

mampu digunakan sebagai pendukung pencapaian tujuan penelitian. Dalam hal

ini dokumen yang didapat dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya.

3.8 Analisa Data

Analisis data bermaksud mengorganisasikan data, data yang terkumpul

banyak sekali dan terdiri catatan lapangan dan komentar penulis gambar foto,

dokumen berupa laporan, biografi artikel dan sebagainya. Pekerjaan analisa data

dalam hal ini ialah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode

dan mengkategorikannya. Pengorganisasian dan pengolahan data tersebut

bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi

teori substantife (Moleong, 2007:280).

Dalam penelitian kualitatif digunakan analisa data yang telah

dikembangkan oleh Menurut Miles dan Huberman (1992:20) dengan

menggunakan analisa model interaktif melalui empat prosedur yaitu:

1. Penggumpulan Data

Data tersebut yang dikumpulkan merupakan data yang berupa kata-kata.

(54)

2. Reduksi Data

Sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan

pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan yang

tertulis dilapangan.

3. Penyajian Data

Sebagai sekumpulan informasi tersusun yang diberikan kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan dengan melihat

perjanjian - perjanjian, kita dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa

yang harus dilakukan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan penelitian melihat

gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian,

sehingga dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan.

4. Verifikasi atau menarik kesimpulan

Merupakan satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh selama penelitian

berlangsung. Sedangkan verifikasi merupakan kegiatan pemikiran kembali yang

melintas dalam pemikiran penganalisis selama penelitian mencatat suatu

tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau peninjauan kembali serta

tukar pikiran, dengan kata lain makna yang terkandung dalam kata harusdiuji

kebenaranya dan kecocokannya (validitasnya).

Adapun proses analisis data secara interaktif dapat disajikan dalam

(55)

Ga mbar 2

Gambar Analisis Data Inter aktif

Sumber : Analisis Data Kualitatif Miles dan Huberman Penerjemah : Tjetjep

Rohendi Rohidi (1992:20)

3.9 Keabsahan Data

Untuk mendapatkan data pada penelitian terdapat empat kriteria

keabsahan data dan teknik pemeriksaan keabsahan data menurut Lincoln dan

Guba dalam Moleong (2004:173) sebagai berikut:

1. Credibility (Derajat Kepercayaan)

Teknik pemeriksaan yang digunakan untuk meningkatkan derajat kepercayaan

terhadap data adalah dengan memperpanjang keikutsertaan pada latar penelitian

dan ketekunan pengamatan yang memungkinkan ke dalam penelitian. Pengumpulan Data

Penyajian Data Reduksi Data

(56)

2. Transferability (Keteralihan)

Konsep ini mengatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau

diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan

yang diperoleh pada sample yang secara representative mewakili populasi itu.

3. Dependability (Ketergantungan)

Untuk menentukan ketergantungan data peneliti menggunakan teknik audit

ketergantungan dengan mengecek sejauh mana data digunakan dalam analisis.

4. Comfirmability (Kepastian)

Untuk menentukan kepastian data maka peneliti menggunakan teknik audit

kepastian dengan menelusuri kembali jejak penelitian mulai dari catatan

(57)

47

4.1 Ga mbar an Umum Objek Penelitian

4.1.1 Sejarah Pasar Keputr an Kota Sur abaya

Pasar Keputran Kota Surabaya berkedudukan di jalan Keputan No 12

Kecamatan Tegalsari Kota Surabaya sampai sekarang. Berdirinya pasar

Keputran pada tahun 1978 sebagai pasar Kidul. Tahun 1980an pasar Keputran

masih sepi, hanya ada beberapa kios. Akibat pertambahan penduduk maka pasar

Keputran berkembang dengan sendirinya. Membuka lahan pekerjaan bagi para

warga dalam perdagangan.

Tahun 1985an mulai terdapat kios resmi yang awalnya para penjual

bermalam di pasar Keputran. Kios di beli masih sekitar 400ribu rupiah, dan kios

yang berukuran 2,5 x 4 m sekitar 125 juta, Pada tahun 2002 Harga kios di

tentukan oleh lokasi strategis atau tidaknya. Bahkan kios yang nampak terlihat

dari jalan dijual kisaran 150 juta. Dan apabila lokasi tidak strategis atau di

belakang yang terlihat remang – remang seharga 50 jutaan.

Pasar Keputran merupakan daerah dengan batas wilayah sebagai berikut ;

Sebelah Utara :Jl. Basuki Rahmat; Intiland Tower Surabaya

Sebelah Selatan :Pemukiman Keputran, Rumah tinggal Tinggi 1 Lantai

(58)

Sebelah Barat :Jl. Urip Sumoharjo

Ga mbar 3

Ar ea Pasar Keputr an Kota Sur abaya

Sumber : Google Earth dan Pengamatan Lapangan Januari 2013

Berikut pada gambar 3 area Pasar keputran Kota Surabaya yang terlihat dari

satelit atau Google Earth dan batas wilayah area Pasar Keputran Kota Surabaya.

4.1.2 Sejarah Satuan Polisi Pamong Pr aja Kota Sur abaya

Polisi Pamong Praja di dirikan di Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1990

motto Praja Wibawa, untuk mewadahi sebagian ketugasan pemerintah daerah.

Sebenarnya ketugasan ini telah di laksanakan pemerintah sejak jaman Kolonial.

Sebelum menjadi Satuan Polisi Pamong Praja setelah proklamasi kemerdekaan

dimana diawali dengan kondisi yang tidak stabil dan mengancam NKRI

(59)

penjaga keamanan Kapanewon di Yogyakarta sesuai dengan surat perintah

jawatan praja di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjaga ketentraman dan

ketertiban mayarakat.

Pada tanggal 10 November tahun 1948, lembaga ini berubah menjadi

Detasemen Polisi Pamong Praja. Di jawa dan Madura Satuan Polisi Pamong

Praja di bentuk pada tanggal 3 Maret 1950. Inilah awal mula terbentuknya

Satuan Polisi Pamong Praja, dan oleh sebab itu setiap tanggal 3 Maret di

tetapkan sebagai hari jadi Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) dan di

peringati setiap tahun.

Pada tahun 1960, di mulai pembentukan Kesatuan Polisi Pamong Praja

di luar Jawa dan Madura, dengan dukungan para petinggi militer atau angkatan

perang.

Pada Tahun 1962 namanya berubah menjadi Kesatuan Pagar Daya untuk

membedakan dari Korps Kepolisian Negara seperti dimaksud dalam UU No

13/1961 Tahun 1961 tentang pokok-pokok Kepolisian.

Pada Tahun 1963 berubah nama lagi menjadi Kesatuan Pagar Praja.

Istilah Satuan Polisi Pamong Praja sejak pemberlakuan UU No 5 tahun 1974

Tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah. Pada Pasal 86 ayat (1)

disebutkan Satuan Polisi Pamong Praja merupakan perangkat wilayah yang

(60)

Saat ini UU No 5 Tahun 1974 tidak berlaku lagi, digantikan UU No 22

Tahun 1999 dan direvisi UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Dalam pasal 148 UU No 32 Tahun 2004 disebutkan, Polisi Pamong Praja

adalah perangkat Pemerintah Daerah dengan tugas pokok menegakkan tugas

daerah menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat

sebagai pelaksanaan tugas desentralisasi.

4.1.3 Profil Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Sur abaya

Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya merupakan salah satu

kantor Satuan Polisi Pamong Praja yang berada di lingkup wilayah Propinsi

Jawa Timur. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja terletak di Jalan Jaksa Agung

Suprapto No 2- 4 Kota Surabaya. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja ini

terletak di tempat yang sangat starategis, di mana di sebelah utara Kantor

Satuan Polisi Pamong Praja berbatasan dengan Kantor Patriot Pancasila,

sebelah selatan berbatasan dengan Kantor Pertanahan Kota Surabaya, sebelah

timur berbatasan dengan kantor Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan

Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya dan sebelah barat berbatasan dengan

(61)

Gambar 4

Pr ofil Kantor Satuan Polisi Pamong Pr aja Kota Sur abaya

Sumber : Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Suarabaya, 2013

Berikut gambar 4 terlihat dari depan Kantor Satuan Polisi Pamong

Praja Kota Surabaya yang berada di jalan Jaksa Agung Suprapto No.6 Kota

Surabaya.

4.1.4 Str uktur Or ganisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Sur abaya.

Adapun susunan struktur organisasi Satuan Polisi Pamong Praja dapat

(62)

Gambar 5

Str uk tur Or ganisasi Satuan Polisi Pamong Pr aja Kota Sur abaya

KEPALA SATPOL PP IRVAN W. AMP, S.Sos

Sumber : Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya, 2013

4.1.5 Visi, Misi, dan Tujuan Satuan Polisi Pamong Pr aja Kota Sur abaya

a. Visi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya

“ Menciptakan Keter tiban Kota “

(63)

1. Melaksanakan tindakan persuasif dan represif bagi pelanggar peraturan

daerah dan keputusan kepala daerah.

2. Meningkatkan pengawasan terhadap pelanggaran peraturan daerah dan

keputusan kepala daerah.

3. Meningkatkan peran serta masyarakat guna mewujudkan ketentraman,

ketertiban dan keindahan kota yang kondusif.

c. Tujuan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya

Guna mewujudkan Visi dan Misi Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Surabaya memiliki tujuan yitu :

“ Mewujudkan masyarakat yang patuh dan taat pada aturan hukum dan

norma – norma yang telah di tetapkan oleh Pemerintah Kota Surabaya.

4.1.6 Tugas, Fungsi dan Tata Ker ja Satuan Polisi Pamong Praja Kota

Sur abaya Sesuai Dalam Per atur an Walikota No 4 Tahun 2009

1. Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Sur abaya

a. Bagian Satuan Polisi Pamong Pr aja

Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas :

a) memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban

umum

(64)

c) melaksanakan sebagian urusan pemerintahan bidang otonomi

daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,

perangkat daerah, kepegawaian dan persandian.

Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Satuan

Polisi Pamong Praja mempunyai fungsi :

a) penyusunan program dan pelaksanaan ketenteraman dan ketertiban

umum, penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah

b) pelaksanaan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan

ketenteraman dan ketertiban umum di Daerah

c) pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan

Kepala Daerah

d) pelaksanaan koordinasi pemeliharaan dan penyelenggaraan

ketenteraman dan ketertiban umum serta penegakan Peraturan

Daerah, Peraturan Kepala Daerah dengan aparat Kepolisian Negara,

Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan/atau aparatur lainnya

e) pelaksanaan pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi dan

menaati Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah

f) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas

g) pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah

(65)

b. Bagian Tata Usaha

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan sebagian

tugas Satuan Polisi Pamong Praja di bidang ketatausahaan.

Rincian tugas Bagian Tata Usaha adalah sebagai berikut :

a) pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana program, anggaran dan

laporan Satuan Polisi Pamong Praja

b) pelaksanaan pembinaan organisasi dan ketatalaksanaan

c) pengelolaan administrasi kepegawaian

d) pengelolaan surat menyurat, dokumentasi, rumah tangga,

perlengkapan / peralatan kantor, kearsipan dan perpustakaan

e) pelaksanaan hubungan masyarakat dan keprotokolan

f) pelaksanaan pengawasan dan pengendalian di bidang ketatausahaan

g) pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas

h) pelaksanaan koordinasi dengan instansi terkait

i) pelaksanaan pembinaan ketentraman dan ketertiban umum di

wilayah kecamatan dan kelurahan

j) pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Satuan

sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai fungsi :

a) menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis

(66)

b) menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis

di bidang umum dan kepegawaian

c) menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan

instansi lain di bidang umum dan kepegawaian

d) menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian program di bidang

umum dan kepegawaian

e) menyiapkan bahan evaluasi dan penyusunan pelaksanaan tugas

f) melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian

Tata Usaha sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Sub Bagian Perlengkapan mempunyai fungsi :

a) menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis

di bidang perlengkapan

b) menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis

di bidang perlengkapan

c) menyiapkan bahan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga dan

instansi lain di bidang perlengkapan

d) menyiapkan bahan pengawasan dan pengendalian program di bidang

perlengkapan

e) menyiapkan bahan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas

f) melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Bagian

(67)

c. Bidang Pengendalian Oper asional

Bidang Pengendalian Operasional mempunyai tugas

melaksanakan sebagian tugas Satuan Polisi Pamong Praja di bidang

pengendalian operasional.

Rincian tugas Bidang Pengendalian Operasional sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7, sebagai berikut :

a. menetapkan kebijakan kota dengan merujuk kebijakan nasional dalam

bidang :

1. penegakan Peraturan Daerah/Peraturan Kepala Daerah di bidang

pengendalian dan operasional

2. ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di bidang

pengendalian operasional;

b. pelaksanaan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat skala kota.

c. pelaksanaan kepolisipamongprajaan dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil

di bidang pengendalian operasional skala kota.

Seksi Operasi mempunyai fungsi :

a) menyiapkan bahan penyusunan rencana program dan petunjuk teknis

di bidang operasi

b) menyiapkan bahan pelaksanaan rencana program dan petunjuk teknis

Gambar

Gambar 1 KERANGKA BERPIKIR
Gambar Analisis Data Interaktif
Gambar 3 Area Pasar Keputran Kota Surabaya
Gambar 4 Profil Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Surabaya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji ANOVA menunjukkan pengaruh penambahan limbah pada kultur mikroalga LIPI11-2- AL002 yang diintegrasikan dengan interaksi waktu kultivasi adalah berbeda

Media yang dapat digunakan dalam mempromosi koleksi Terbitan Pemerintah di Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat kepada pemustaka adalah

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suhu pengeringan bahan dapat mempengaruhi kemampuan daun matoa dalam menangkal radikal bebas (p<0,01), walaupun tidak ada

Prosedur merupakan suatu urutan operasi tulis menulis dan biasanya melibatkan beberapa orang di dalam satu atau lebih departemen yang diterapkan, untuk menjamin

Melihat bukti dari variabel pendukung yaitu bahwa pemberian teh kombucha dalam air minum dengan konsentrasi 40% mampu meningkatkan secara nyata konsumsi air minum dan

Dalam salah satu bukunya Irwan Widjaja menerangkan bahwa pertumbuhan gereja Indonesia secara keseluruhan mengalami pertumbuhan tetapi tidak signifikan, karena yang

(2) Salinan naskah asli Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children, Supplementing the United Nations Convention

Berdasarkan informasi yang disajikan pada Tabel 8, Tabel 9 dan Tabel 10 dapat dilihat bahwa hutan alam sekunder memiliki cadangan karbon lebih rendah