• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. 1 Payaman J Simanjuntak, Manajemen Hubungan Industrial, (Depok: Lembaga Penerbit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. 1 Payaman J Simanjuntak, Manajemen Hubungan Industrial, (Depok: Lembaga Penerbit"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja

Pengertian tenaga kerja yang dikemukakan oleh Payaman J Simanjuntak memiliki pengertian yang lebih luas dari pekerja/buruh.

Pengertian tenaga kerja disini mencakup tenaga kerja/buruh yang sedang terkait dalam suatu hubungan kerja dan tenaga kerja yang belum bekerja.1 Menurut Mulyadi sebagaimana dikutip oleh Agumidah menyatakan bahwa tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut.

Menurut Agusmidah, tenaga kerja adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang melaksanakan kegiatan lain seperti mengurus rumah tangga. 2

Menurut Sukirno dari segi keahlian dan pendidikannya, tenaga kerja dibedakan atas tiga golongan yaitu:

a. Tenaga kerja terampil adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dari pelatihan atau pengalaman kerja.

b. Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu dengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut.

c. Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki pendidikan cukup tinggi dan ahli dalam bidang ilmu tertentu.3

1 Payaman J Simanjuntak, Manajemen Hubungan Industrial, (Depok: Lembaga Penerbit FE-UI, 2011), 25.

2 Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 6.

3 Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan, (Jakarta: Kencana, 2011), 34.

(2)

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.4 Di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa istilah pekerja selalu dibarengi dengan istilah buruh. Ini menandakan bahwa dalam undang-undang dua istilah tersebut memiliki makna yang sama. Dalam Pasal 1 Ayat 3 pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Dari pengertian tersebut dapat dilihat beberapa unsur yang melekat dari istilah pekerja/buruh, yaitu sebagai berikut:

a. Setiap orang yang bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja tetapi harus bekerja)

b. Menerima upah atau imbalan sabagai balas jasa atas pelaksanaan pekerjaan tersebut.

Menurut Agusmidah, di dalam tenaga kerja ada istilah lain selain pekerja/buruh yakni swapekerja dan pegawai. Swapekerja merupakan golongan yang tidak termasuk dalam golongan sebagaimana diatur oleh undang-undang ketenagakerjaan. Swapekerja adalah mereka yang bekerja dengan bebas, dalam arti tidak dibawah perintah orang lain dan atas inisiatif sendiri, tanggung jawab dan risiko sendiri. Pengertian bebas dari perintah orang lain maksudnya adalah tidak bekerja dibawah pimpinan orang/pihak lain. Hal ini karena, untuk menjadi seorang tenaga profesional seperti halnya dokter ia bekerja dengan inisiatif sendiri, sehingga ada kebebasan dalam menjalankan pekerjaannya. 5

Istilah pegawai umumnya digunakan untuk menunjuk golongan orang yang bekerja pada negara (pegawai negeri sipil). Golongan ini tidak tunduk pada hukum ketenagakerjaan, karena ada undang-undang yang khusus mengaturnya yaitu undang kepegawaian. Saat ini berlaku Undang-

4 Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan, Bab I, Pasal 1, Ayat 2.

5 Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 7.

(3)

undang No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian jo.

Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang- Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.6

Menurut Agusmidah perbedaan antara pegawai/buruh, swapekerja, dan pegawai. Perbedaannya dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 2.1

Perbedaan Pekerja/Buruh, Swapekerja, dan Pegawai

2. Macam-macam Tenaga Kerja

Macam-macam tenaga kerja menurut Agusmidah dalam bukunya yang berjudul Hukum Ketenagakerjaan Indonesia menerangkan bahwa tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan golongan yang menganggur atau sedang mencari pekerjaan. Sedangkan kelompok bukan angkatan kerja terdiri atas golongan yang bersekolah, golongan yang mengurus rumah tangga, dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan.

Golongan yang bersekolah adalah mereka yang kegiatannya hanya bersekolah. Golongan yang mengurus rumah tangga adalah mereka yang mengurus rumah tangga tanpa memperoleh upah, sedangkan yang tergolong dalam lain-lain ini ada dua macam yaitu:

6 Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 8.

Pekerja/buruh Swapekerja Pegawai

Bekerja dibawah perintah pihak lain (pengusaha/majikan)

Tidak berada dibawah perintah/

pimpinan pihak lain

Bekerja dibawah perintah negara

Risiko ditanggung pengusaha/majikan

Risiko ditanggung sendiri

Risiko ditanggung pemerintah Menerima upah/gaji Menerima

keuntungan/laba

Menerima gaji/upah Diatur oleh Undang-

undang dan peraturan ketenagakerjaan

Tidak ada aturan khusus yang mengatur

Diatur oleh Undang No. 8 Tahun 1974 jo.

Undang-Undang No. 43 Tahun 1999

(4)

a. Golongan penerima pendapatan, yaitu mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan ekonomi tetapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga atas simpanan uang atau sewa atas milik.

b. Mereka yang hidupnya tergantung dari orang lain, misalnya karena lanjut usia (jompo), cacat atau sakit kronis.

Ketiga golongan bukan angkatan kerja ini kecuali mereka hidupnya bergantung pada orang lain, sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk bekerja. Oleh sebab itu, kelompok ini sering disebut sebagai Potential Labour Force (PLF). Tenaga kerja mencakup siapa saja yang dikatagorikan sebagai angkatan kerja dan juga mereka yang bukan angkatan kerja, sedangkan angkatan kerja adalah mereka yang bekerja dan tidak bekerja (pengangguran). 7

3. Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perlindungan adalah suatu perbuatan melindungi.8 Perlindungan merupakan upaya menempatkan seseorang untuk diberikan kedudukan istimewa.

Perlindungan hukum adalah perbuatan yang melindungi hak setiap orang untuk mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama oleh hukum dan undang-undang, maka oleh karena itu untuk setiap pelanggaran hukum yang dituduhkan padanya serta dampak yang diderita olehnya ia berhak pula untuk mendapatkan hukuman yang diperlukan sesuai dengan asas hukum. Menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Perlindungan hukum preventif, bahwa perlindungan ini bertujuan mencegah terjadinya sengketa.

7 Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 9.

8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 595.

(5)

b. Perlindungan hukum represif, bahwa perlindungan hukum ini bertujuan menyelesaikan sengketa.9

Terdapat beberapa norma dasar dalam perlindungan tenaga kerja diantaranya ialah sebagai berikut :

a. Norma keselamatan kerja yaitu keselamatan kerja yang berhubungan dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.

b. Norma kesehatan kerja yaitu berkaitan dengan pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit.

c. Norma kerja yang berupa perlindungan kepada tenaga kerja yang berkaitan dengan waktu kerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan masing- masing yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan guna memelihara gairah dan menjaga perlakuan sesuai dengan martabat manusia dan moral.

d. Terhadap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan dan/atau menderita penyakit kuman akibat perkerjaan berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan dan/atau penyakit akibat pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapatkan ganti kerugian.10

Menurut Abdul Hakim, bahwasanya secara yuridis Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para

9 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, (Surabaya:

PT.Bina Ilmu, 1987), 2.

10 Kartasapoetra G dan Rience Indraningsih, Pokok-Pokok Hukum Perburuhan Cetakan I, (Bandung: Armico, 1982), 43.

(6)

penyandang cacat. sedangkan pasal 6 mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik.11

Di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Menurut Zaeni Asyhadie, bentuk perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraan bertujuan untuk diselenggarakan dalam bentuk jaminan sosial tenaga kerja dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan dan gotong-royong sebagaimana dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada dasarnya program yang diatur dalam undang-undang tersebut menekankan perlindungan bagi pekerja/buruh yang relatif mempunyai kedudukan yang lemah. Oleh karena itu pengusaha mempunyai kewajiban untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan bagi pekerja/buruhnya.12

B. Tinjauan Umum Keselamatan Kerja 1. Pengertian Keselamatan

Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata safety dan biasanya selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka (near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan

11 Abdul Hakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), 60.

12 Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, (Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada, 2008) 83.

(7)

berbagai cara dan pendekatan untuk memperkecil resiko terjadinya kecelakaan.13

Menurut Mangkunegara, keselamatan adalah kondisi aman seseorang dalam melakukan pekerjaan. Kondisi aman tersebut bisa bersal dari internal maupun eksternal. Dari lingkungan internal adalah kemampuan seseorang dalam menjaga dirinya dan lingkungan eksternal adalah bahaya yang terjadi dari luar. 14 Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa keselamatan kerja adalah suatu bentuk perlindungan yang berkaitan dengan upaya pencegahan kecelakaan kerja maupun lingkungan kerja serta tindakan pekerja sendiri.

2. Tujuan Keselamatan Kerja

Pada dasarnya program keselamatan dirancang untuk menciptakan lingkungan dan perilaku kerja yang menunjang keselamatan dan keamanan itu sendiri, dan membangun dan mempertahankan lingkungan kerja fisik yang aman, yang dapat dirubah untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Kecelakaan dapat dikurangi apabila karyawan sadar berpikir tentang keselamatan kerja. Sikap ini akan meresap kedalam kegiatan perusahaan jika ada peraturan yang ketat dari perusahaan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. 15

3. Faktor Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja

Desler mengemukakan bahwa ada tiga penyebab utama kecelakaan, yaitu:

a) Secara kebetulan. Kecelakaan bisa terjadi secara kebetulan, umpamanya dialami seseorang terkena pecahan kaca pada saat ia melintasi suatu tempat dimana ada kaca jendela jatuh.

13 http://www.e-jurnal.com/2014/11/pengertian-keselamatan-kerja.html diunduh pada Jumat, 20 April 2018 pukul 10.47 WIB.

14 Anwar Prabu Mangkunegara, Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Bandung: Refika Aditama, 2003) 159.

15 Mutiara Sibarani Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), 112-113.

(8)

b) Kondisi tidak aman. Penyebab utama kecelakaan bisa diakibatkan oleh kondisi yang tidak aman. Faktor-faktor yang menyebabkan antara lain berupa

1) Alat pengaman yang tidak sempurna 2) Peralatan yang rusak

3) Prosedur yang berbahaya di dalam, di atas atau disekitar peralatan dan mesin

4) Tempat penyimpanan yang tidak aman 5) Kurangnya pencahayaan

6) Tidak berfungsinya ventilasi udara

c) Sikap yang tidak diinginkan. Penyebab lain dari terjadinya kecelakaan adalah kecenderungan untuk berperilaku dan mempunyai sikap yang tidak diinginkan. Seperti misalnya bekerja dengan tingkat kecepatan yang tidak aman (terlalu cepat atau terlalu lambat). 16

Dari uraian tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa kecelakaan kerja ini dapat timbul oleh banyak faktor. Faktor-Faktor itu dapat dikelompokan kedalam dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor yang ditimbulkan oleh karyawan itu sendiri. Seperti karyawan yang bertindak ceroboh, terlalu menggampangkan dan cenderung lalai dalam melakukan tugasnya, dan karyawan cenderung malas untuk menggunakan peralatan keselamatan yang sudah diberikan oleh pihak perusahaan. Kecerobohan dan kelalaian dari karyawan dapat disebabkan oleh kurangnya pengarahan yang jelas dalam menjalankan tugasnya, dan kurangnya pemahaman untuk menjalankan tugas.

Faktor eksternal mencakup faktor-faktor yang berasal dari lingkungan kerja perusahaa. Seperti jenis lantai yang terlalu licin bagi pejalan kaki, kaca jendela yang tidak dilengkapi dengan tirai, pemeliharaan mesin yang tidak baik, tata letak tempat kerja yang kurang

16 Mutiara Sibarani Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), 114.

(9)

aman, dan adanya peralatan yang rusak yang sangat berpengaruh terhadap keselamatan karyawan dalam melakukan tugasnya.17

C. Tinjauan Umum Tentang Kesehatan Kerja 1. Pengertian Kesehatan Kerja

Menurut Lalu Husni, kesehatan kerja sebagai suatu aspek atau unsur kesehatan yang erat kaitannya dengan lingkungan kerja dan pekerjaan, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. Terdapat beberapa pengertian kesehatan kerja, Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal.18

Menurut Imam Soepomo, yang dimaksud dengan kesehatan kerja adalah aturan-aturan dan usaha-usaha untuk menjaga buruh dari kejadian- kejadian atau dari keadaan perburuhan yang merugikan atau dapat merugikan kesehatan atau kesusilaan dalam seseorang itu melakukan atau karena ia itu melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja. 19

Menurut Tarwaka, kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan atau kedokteran yang mempelajari penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum dengan tujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental dan sosial.20

Tarwaka menjelaskan secara garis besar dalam Pasal 164 - Pasal 166 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur mengenai :

17 Mutiara Sibarani Panggabean, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004),115.

18 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta:

Rajawali Press, 2003), 140.

19 Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja: Perlindungan Buruh, (Jakarta: Paradhya, 1981), 7.

20 Tarwaka, Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja, (Surakarta: Harapan Press, 2008), 22.

(10)

a. Kesehatan kerja diselenggarakan dengan maksud setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.

b. Upaya kesehatan kerja pada hakikatnya merupakan penyerasian kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Pelayanan kesehatan kerja adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pekerja sesuai dengan jaminan sosial tenaga kerja dan mencakup upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Syarat kesehatan kerja meliputi persyaratan kesehatan pekerja baik fisik maupun psikis sesuai dengan jenis pekerjaannya, persyaratan bahan baku dan proses kerja serta persyaratan tenpat atau lingkungan kerja.

c. Tempat kerja yang wajib menyelenggarakan kesehatan kerja adalah tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai tenaga kerja paling sedikit 10 (sepuluh) orang.21

Menurut Flippo sebagaimana yang dikutip dalam buku Bambang Swasto menyatakan bahwa program kesehatan kerja dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut:

a. Physical Health

1) Preplacement physical examinations.

(pemeriksaan jasmani prapenempatan)

2) Periodic physical examination for all key personnel.

(pemeriksaan jasmani secara berkala untuk personalia)

3) Voluntary periodic physical examination for all key personnel.

(pemeriksaan jasmani berkala secara sukarela untuk semua personalia)

4) A well-equipped and staffed medical dispensary.

21 Tarwaka, Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja, (Surakarta: Harapan Press, 2008), 23.

(11)

(klinik medis yang mempunyai staf dan perlengkapan yang baik) 5) Available of trained industrial hygienists and medical personnel.

(tersedianya personalia medis dan ahli hygenie industri yang terlatih)

6) Systematic and preventive attention devoyed to industrial stresses and strains.

(perhatian yang sistematik dan prefentif yang dicurahkan pada tekanan dan ketegangan industrial).

7) Periodic and systematic inspections of provisions for propersanitation.

(pemeriksaan-pemeriksaan berkala dan sistematis atas ketentuan untuk sanitasi yang tepat).

b. Mental Health

a. Availability of psychiatric specialist and instructions.

(tersedianya penyuluhan kejiwaan dan psikiater)

b. Coorperation with outside psychiatric specialist and intructions.

(kerjasama dengan spesialis dan lembaga-lembaga psikiater dari luar organisasi)

c. Education of company personnel concerning the nature and importance of the mental health.

(pendidikan personalia perusahaan sehubungan dengan hakikat dan pentingnya masalah kesehatan mental).

d. Development and maintenance of aproper human relations program.

(pengembangan dan pemeliharan program hubungan kemanusiaan yang tepat).22

2. Tujuan Kesehatan Kerja

Dalam upaya penyelenggaraan kesehatan kerja di tempat kerja atau perusahaan, pada dasarnya bertujuan untuk :

22 Bambang Swasto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Malang:UB Press, 2011), 109.

(12)

a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik fisik, mental dan sosial di semua lapangan pekerjaan.

b. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja.

c. Melindungi tenaga kerja dari bahaya kesehatan yang ditimbulkan akibat pekerjaan.

d. Menempatkan tenaga kerja pada lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisik tubuh dan mental psikologis tenaga kerja yang bersangkutan.

Kesehatan Kerja bermaksud melindungi atau menjaga pekerja dari kejadian atau keadaan perburuhan yang merugikan kesehatan dan kesusilaan dalam hal seseorang melakukan pekerjaannya.23

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja

Menurut Swasto, ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan kerja antara lain :

a. Kondisi lingkungan tempat kerja. Kondisi ini meliputi:

1) Kondisi Fisik berupa penerangan, suhu udara, ventilasi ruangan tempat kerja, tempat kebisingan, getaran mekanis, radiasi dan tekanan udara.

2) Kondisi Fisiologis dapat dilihat dari konstruksi mesin/peralatan, sikap badan dan cara kerja dalam melakukan pekerjaan, hal-hal yang dapat mengakibatkan perubahan fisik tubuh karyawan.

3) Kondisi Khemis dapat dilihat dari uap gas, debu, kawat, asap, awan, cairan dan benda padat.

23 Zaenal Asikin dan Agusfian Wahab, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2004), 158.

(13)

b. Mental Psikologis

Kondisi ini meliputi hubungan kerja dalam kelompok/teman sekerja, hubungan kerja antara bawahan dan atasan dan sebaliknya, suasana kerja dan lain-lain. 24

4. Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Didalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 dinyatakan bahwa untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja diselenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja dan setiap tenaga kerja berhak atas jaminan sosial tenaga kerja. Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 yang dimaksud dengan Jaminan Sosial Tenaga Keja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.25

Ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja meliputi jaminan kecelakaan kerja, kematian, hari tua dan jaminan pemeliharaan kesehatan adalah sebagai berikut:

a. Jaminan Kecelakaan Kerja

Untuk menanggulangi sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya jaminan kecelakaan kerja. Mengingat gangguan mental akibat kecelakaan kerja sifatnya sangat relatif sehingga sulit ditetapkan derajat cacatnya maka jaminan dan santunan hanya diberikan dalam hal terjadi cacat mental tetap yang mengakibatkan pekerja/buruh yang bersangkutan tidak bekerja lagi.

24 Bambang Swasto, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Malang: UB Press, 2011), 110.

25 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Bab I, Pasal 1, Ayat 1.

(14)

b. Jaminan Kematian

Pekerja/buruh yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu diperlukan jaminan kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun dalam santuan berupa uang.

c. Jaminan Hari Tua

Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah pekerja/buruh karena tidak mampu lagi bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi pekerja/buruh dan mempengaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka masih bekerja, terutama bagi mereka yang penghasilannya rendah. Jaminan hari tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yang dibayarkan sekaligus dan atau berkala pada saat pekerja/buruh mencapai usia lima puluh tahun atau memenuhi persyaratan terentu.

d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan

Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas kerja/buruh sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik- baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang penyembuhan.

Oleh karena itu, upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja. 26

D. Pelaksanaan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Hardijan Rusli, keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktifitas kerja yang optimal. Upaya keselamatan dan

26 Zaeni Asyhadie, Aspek-Aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, (Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada, 2008), 86-87

(15)

kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. 27

Menurut Mutiara Sibarani Panggabean usaha keselamatan dan kesehatan kerja memerlukan partisipasi dan kerjasama dari semua pihak yaitu pemerintah, pengusaha dan pekerja. Bentuk partisipasi yang memenuhi dasar pemikiran tersebut adalah partisipasi langsung dalam wadah panitia pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan- perusahaan dan di tempat-tempat kerja lainnya.

Ketidakamanan dari kondisi tersebut dapat dikurangi dengan mendesain pekerjaan sedemikian rupa untuk mengurangi kecelakaan kerja dalam mengurangi kondisi yang kurang aman ini dengan melakukan pengecekan untuk mengenali dan mengatasi kecelakaan yang mungkin terjadi. Sedangkan untuk mengurangi kecelakaan yang diakibatkan oleh kecenderungan karyawan untuk berperilaku dan bersikap yang tidak diinginkan diatas, dapat dikurangi melalui:

1. Seleksi dan alat yang lain,

2. Penyebaran poster dan propaganda, 3. Pelatihan keselamatan,

4. Program intensif dan program penguatan yang positif, 5. Komitmen manajer puncak,

6. Penentuan kebijaksanaan dalam keselamatan,

7. Penetapan tujuan keselamatan dan mengendalikannya,

8. Melakukan pengawasan terhadadap keselamatan dan kesehatan, dan 9. Memonitor pekerjaan-pekerjaan yang sangat berat (overload) dan

menimbulkan stress.

Tujuan program keselamatan dan kesehatan kerja karyawan dapat dicapai jika ada unsur-unsur yang mendukung, yaitu:

27 Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan Berdasarkan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Terkait Lainnya, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 82.

(16)

1. Adanya dukungan dari manajemen puncak, 2. Ditunjuknya direktur keselamatan,

3. Rekayasa pabrik dan kegiatan yang aman,

4. Diberikannya pendidikan bagi semua karyawan untuk bertindak aman, 5. Terpeliharanya catatan-catatan tentang kecelakaan,

6. Menganalisis penyebab kecelakaan, 7. Kontes keselamatan, dan

8. Melaksanakan peraturan. 28

E. Konsep Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 dan Hukum Islam

1. Konsep Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970

Kesejahteraan pekerja merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam dunia usaha baik itu pengusaha, pekerja itu sendiri maupun instansi-instansi pemerintah yang dalam tugas pokoknya mengelola sumber-sumber daya manusia dan pihak-pihak lain dari kelembagaan swasta. Kesejahteraan itu merupakan sasaran pokok terlepas dari sistem dan teknologi apapun yang dipakai dalam proses produksi.

Tantangan dalam era indrustrialisasi akan meningkat dengan dipergunakannya teknologi canggih dengan resiko tinggi. Tantangan tersebut harus dijawab dengan kesiapan tenaga kerja baik dari segi pendidikan dan keterampilan maupun alat-alat pelindung kerja.

Upaya-upaya telah dilakukan di Indonesia antara lain adalah dikeluarkannya berbagai peraturan-peraturan perundang-undangan seperti ketentuan pokok tentang perlindungan seperti ketentuan pokok tentang perlindungan tenaga kerja dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 serta peraturan-peraturan lain yang melengkapinya.

28 Basir Barthos, Manajemen Sumber Daya Manusia : Suatu Pendekatan Makro, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2012), 138.

(17)

Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 merupakan undang-undang yang mengatur materi keselamatan kerja secara lengkap dan berlaku di setiap tempat kerja. Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup:

a. Norma Keselamatan Kerja

b. Norma kesehatan kerja dan higene perusahaan atau hiperkes c. Norma kerja

d. Pemberian ganti kerugian perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada dasarnya merupakan ketentuan pokok dibidang keselamatan dan kesehatan kerja. Undang-undang ini menegaskan ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja sebagai berikut:

a. Ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja berlaku disetiap tempat kerja yang mencakup 3 (tiga) unsur pokok (tenaga kerja, bahaya kerja, dan usaha baik bersifat ekonomi maupun sosial).

b. Ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja berkaitan dengan perlindungan:

1) Tenaga Kerja;

2) Alat, bahan, pesawat, mesin dan sebagainya;

3) Lingkungan;

4) Proses Produksi;

5) Sifat Pekerjaan; dan 6) Cara Kerja

c. Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja diterapkan sejak tahap perencanaan, pembuatan, pemakaian barang ataupun produk teknis dan seterusnya.

(18)

d. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tanggungjawab semua pihak, khususnya pihat yang terkait dengan proses penyelenggaraan suatu usaha.29

Persyaratan keselamatan kerja menurut Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah sebagai berikut:

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

e. Memberi pertolongan pada kecelakaan;

f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;

g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan;

i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;

j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;

k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;

n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;

o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;

29 Basir Barthos, Manajemen Sumber Daya Manusia : Suatu Pendekatan Makro, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2012), 139.

(19)

q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.30

2. Konsep Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Hukum Islam

Menurut Yusuf Qardhawi, bekerja adalah suatu usaha yang dilakukan manusia baik lewat gerak anggota tubuh ataupun akal untuk menambah kekayaan, baik dilakukan secara perorangan atupun secara kolektif, untuk pribadi ataupun untuk orang lain. Bekerja adalah bagian dari ibadah dan jihad jika sang pekerja bersikap konsisten terhadap peraturan Allah. Dengan bekerja masyarakat bisa melaksanakan tugas kekhalifahannya, menjaga diri dari maksiat, dan meraih tujuan yang lebih besar.31

Agama Islam sangat menganjurkan keselamatan umat manusia di dunia maupun di akhirat. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak lepas dari ancaman-ancaman yang akan membahayakan diri dan keluarga. Sebagaimana firman Allah dalam Surat At-Taghabun (64) ayat 11 :



































Artinya : “Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (Q.S At-Taghabun (64) ayat 11).

30 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Bab III, Pasal 3, Ayat 1.

31 Yusuf Qardhawi, Norma Dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), 107.

(20)

Tujuan hukum islam adalah kemashlahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan sosial. Salah satunya ialah dlaruriyat dalam kehidupan manusia, yakni hal-hal yang menjadi sandi eksistensi kehidupan manusia yang harus ada demi kemashlatan mereka. Artinya bila sendi-sendi itu tidak ada, kehidupan mereka menjadi kacau balau, kemashlahatan tidak tercapai dan kebahagian ukhrawi tidak dapat dinikmati. Urusan-urusan dlaruri ada lima macam:

a. Pemeliharaan Agama (نيدلا ظفح) b. Pemeliharaan Jiwa (فنلا ظفح) c. Pemeliharaan Akal (لقعلا ظفح) d. Pemeliharaan Keturunan (لسنلا ظفح) e. Pemeliharaan Harta (لاملا ظفح)32

Pemeliharaan agama merupakan tujuan pertama hukum islam.

Sebabnya adalah karena agama merupakah pedoman hidup manusia.

Tujuannya adalah untuk menghindari timbulnya fitnah dan keselamatan dalam agama serta mengantisipasi dorongan hawa nafsu dan perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada kerusakan.

Pemeliharaan jiwa merupakan tujuan kedua hukum islam karena hukum islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan hidupnya. Termasuk dalam cakupan pengertian ini adalah keselamatan nyawa, anggota badan, dan terjaminnya kehormatan manusia.

Pemeliharaan akal merupakan tujuan ketiga dalam hukum islam. Dengan mempergunakan akalnya manusia dapat berpikir tentang Allah, alam semesta dan dirinya sendiri. Manusia dapat mempergunakan akalnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penggunaan akal harus diarahkan pada hal-hal atau sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan hidup manusia, tidak untuk hal-hal yang merugikan kehidupan.

32 Alaiddin Koto, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), 50.

(21)

Pemeliharaan keturunan merupakan tujuan keempat dalam hukum islam. Dalam hal ini manusia diberi jaminan kelestarian populasi umat manusia agar tetap hidup berkembang, sehat dan kokoh, baik pekerti dan agamanya.

Pemeliharaan harta merupakan tujuan kelima hukum islam.

Menurut ajaran islam, harta adalah pemberian dari Allah SWT kepada manusia, agar manusia dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu, hukum islam melindungi hak manusia untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta melindungi kepentingan harta seseorang, masyarakat dan negara, misalnya dari penipuan, penggelapan, perampasan, pencurian dan kejahatan lain. 33

Kajian empiris menyatakan bahwa prisnsip-prinsip sosial di dalam Al-Qur’an terfokus kepada terealisasinya kemashlahatan bagi mayoritas umat dan mencegah sarana-sarana yang akan mengganggu keselamatannya. Masyarakat yang kokoh berkepentingan untuk melestarikan dan merealisasikannya dan mencegah bentuk-bentuk penyakit sosial yang mengancam eksistensi maqasid syariah. Karena itulah syariat islam sangat mendorong dua hal yaitu:

a. Mengupayakan keselamatan b. Mencegah bahaya

Untuk menjamin keselamatan kerja dalam bekerja di berbagai sektor industri, menjaga keselamatan jiwa manusia dan lingkungan kerja merupakan usaha melestarikan kehidupan yang lebih baik.

Seperti firman Allah dalam Surat An-Nisa (4) ayat 85:















































33 Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), 64.

(22)

Artinya: “Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S An-Nisa (4) ayat 85).34

Suatu perusahaan harus mencegah timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan. Jadi wujud suatu usaha industri bukan saja untuk kepentingan pribadi tapi juga untuk memaksimalkan dampak positif dan negatif terhadap pengusaha, karyawan dan lingkungan sekitar. Untuk mencegah terjadinya dampak negatif seperti bahaya dalam keselamatan bekerja, kerusakan dan pencemaran maka manusia dalam berfikir dan berbuat haruslah berpegang pada prinsip ikhsan. Sebagai perusahaan yang telah menyiapkan alat-alat perlindungan diri dari ancaman kecelakaan kerja, hendaknya diiringi pula dengan kesiapan mental tenaga kerja sebelum melakukan pekerjaan untuk memelihara ketenangan, baik ketenangan pribadi (lahir dan batin) maupun ketenangan lingkungan kerja.

Sebaliknya sikap tergesa-gesa dapat merusak pekerjaan dan membuat pekerjaan tersebut menjadi tidak bermutu. Rasulullah SAW telah memperingatkan agar dalam setiap tindakan dalam beraktifitas selalu berhati-hati. Tidak diragukan lagi bahwa kebisingan merupakan salah satu sebab terjadinya ketegangan dan keguncangan jiwa serta mempengaruhi produktivitas kerja. Menurut ajaran islam, orang yang menimbulkan kebisingan atau menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang lain maka ia telah kehilangan prinsip cinta dan kasih sayang sesama manusia.

Kesehatan jasmani diperlukan untuk melaksanakan kegiatan yang memerlukan tenaga fisik, di samping juga berpengaruh besar terhadap produktifitas kerja, psikisnya terutama dengan mengambil keputusan yang memerlukan proses berfikir. Kesehatan rohani berupa

34 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Bandung: CV Diponogoro, 2013), 91.

(23)

kondisi mental yang bebas dari tekanan rasa takut, khawatir dan cemas, sangat berpengaruh pada produtifitas kerja.35

Usaha-usaha pemeliharaan kesehatan sangat diperhatikan oleh islam, bukan hanya petunjuk dan anjuran saja yang diberikan tapi dalam praktek peribadatan yang bertujuan untuk beribadah pada Allah dalam rangka menciptakan keseimbangan hidup manusia jasmanai dan rohani, dunia dan akhirat. Hal ini dapat kita telusuri dari hubungan kesehatan dengan agama dalam syari’at yakni sebagai berikut:

a. Kesehatan lingkungan dan perorangan yang meliputi kebersihan badan, tangan, gigi, kuku dan rambut. Demikian pula kebersihan lingkungan, jalan, rumah, tata kota, sumur dan seterusnya.

b. Nutrisi (kesehatan makanan), ini terbagi tiga yaitu: menu makanan yang berfaedah terhadap kesehatan jasmani yang dihalalkan agama, seperti firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 168



































Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Q.S Al-Baqarah (2) ayat 168).36

c. Bina olah raga. Islam mendorong untuk memiliki keterampilan dan berolah raga seperti renang memanah dan sebagainya yang bermanfaat.

35 Ahmad Gojali, Menuju Masyarakat Industri yang Islami, (Jakarta: Dwi Cahya, 1995), 67.

36 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Bandung: CV Diponogoro, 2013), 25.

(24)

d. Kesehatan kerja. Untuk menjaga upah pekerja dari hal-hal yang membahayakan dalam hubungan kerja, mengganti kerugian dalam musibah kerja, tempat tinggal yang sehat, batas jam kerja uang lembur pada setiap penambahan jam kerja.

Menurut Iis Afatiah, pemeliharaan islam terhadap kesehatan tidak kurang daripada pemeliharaan terhadap ilmu pengetahuan dan kenyataannya memang tidak ada ilmu tanpa kesehatan, tidak ada harta tanpa kesehatan, tidak ada pekerjaan tanpa kesehatan. Oleh karena itu menjaga kesehatan merupakan suatu faedah dan keharusan yang mesti dilakukan sepanjang masa.37

37 Iis Afatiah, “Jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam.” (Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005), 43.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pendekatan tersebut, dibuatlah program yang berbasiskan pengetahuan medis, untuk mendiagnosa penyakit pada telinga dengan tiga gejala umum yaitu Telinga sakit, Telinga

Abstrak Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan, atau bagain integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup

[r]

Data are analyzed and the result is an increase in the coulomb stress distribution at Mount Soputan 0.023 bar and in mountain Gamalama increase coulomb stress of 0,007 bar.

Sebab keempat adalah tanaman bertambah tinggi akibat sudah lebih dari 20 tahun ditanam sehingga menggeser level keragaman vertikalnya, kecuali strata IV pada tahun 2007 yang

Pemberian obat adalah suatu tindakan untuk membantu proses penyembuhan Pemberian obat adalah suatu tindakan untuk membantu proses penyembuhan dengan cara memberikan obat-obatan

Anda mungkin memiliki keterampilan atau keahlian untuk melaksanakan tugas- tugas yang dituntut oleh pekerjaan yang ditawarkan, tetapi pimpinan perusahaan juga ingin mengetahui

dapat diketahui bahwa responden menyatakan teknik konseling KB yang dilakukan petugas kesehatan secara lengkap sebanyak 25 orang (83.3%) dan 22 orang (73.3%) diantaranya memilih