1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian menggunakan Sistem Rating Bangunan Hijau Indonesia. Penelitian itu menghasilkan ukuran dan sub-standar, sama seperti metode evaluasi. Investigasi ini menghasilkan 8 kriteria dan 14 sub-kriteria pada tahap penyusunan, 3 standar dan 4 sub-aturan pada tahap pengembangan dan 7 aturan dan 17 sub-aturan pada tahap kegiatan. Hasil dari pemeriksaan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyusunan aturan evaluasi Bangunan Hijau Indonesia. Referensi untuk pemerintah lingkungan dalam menyusun pedoman terdekat tentang Bangunan Hijau. Pemeriksaan ini menyarankan bahwa pemanfaatan kerangka penilaian harus dilakukan secara bertahap dan harus didukung dengan pelatihan yang memadai sehubungan dengan gagasan hijau yang dilakukan tepat waktu seperti yang diharapkan. (Ade Erma Setyowati, 2014)
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Green Building
Menurut Green Building Council Indonesia (2012) memiliki arti dari bangunan hijau merupakan struktur yang ditata atau struktur yang telah dibuat dan dikerjakan dengan memperhatikan faktor alam atau sistem biologis yang memenuhi seperti: pemanfaatan lahan yang cermat, kualitas udara yang berada di dalam ruangan, pengurangan limbah dan hemat bahan, hemat energi, hemat air. Suatu struktur dapat dikatakan telah melaksanakan gagasan bangunan hijau apabila telah efektif melalui siklus penilaian untuk mendapatkan sertifikat bangunan hijau. Dalam penilaian ini, tolok ukur penilaian yang digunakan adalah kerangka penilaian. Terdapat program GBCI yaitu salah satunya adalah menyusun kegiatan latihan sertifikasi penilaian instrument bangunan hijau di Indonesia dengan sebutan Greenship.
Menurut Green Building Council Indonesia, kerangka penilaian merupkan instrumen yang memuat hal-hal dari perspektif penilaian yang disebut peringkat dan setiap hal yang dievaluasi
2 memiliki nilai (Poin Nilai). Jika ada struktur yang berhasil sehubungan dengan pelaksanaan fokus peringkat. Maka struktur ini akan diberi nilai poin dari butir itu. Ketika nilai poin yang didapatkan mencapai target yang telah ditentukan, struktur dapat dikonfirmasi untuk tingkat sertifikasi tertentu. Jika belum sampai pada tahap evaluasi penilaian, penilaian struktur terlebih dahulu diselesaikan untuk memenuhi kebutuhan dasar penilaian (kualifikasi).
Adapun kriteria kelayakan yang di tetapkan oleh GBCI adalah:
1. Luas gedung paling kecil adalah 2500 m².
2. Aksesibilitas informasi bangunan untuk diidentifikasi terkait sertifikasi
3. Kapasitas bangunan sesuai dengan pemanfaatan lahan tergantung pada RT/RW terdekat.
4. Penanggung Jawab AMDAL dan rencana UPL.
5. Kesesuaian struktur dengan prinsip keamanan kebakaran.
6. Penyesuaian bangunan terhadap prinsip-prinsip keamanan seismik.
7. Kesamaan struktur dengan prinsip-prinsip ketersediaan aksesibilitas difabel.
Kerangka penilaian di Greenship dipartisi menjadi enam klasifikasi, untuk lebih spesifiknya:
1. Penggunaan lahan yang tepat 2. Efektivitas serta pelestarian energi 3. Pelestarian air
4. Aset dan siklus material (MRC/material resources and cycle)
5. Kenyamanan atau kesehatan di dalam ruangan (IHC material resources and cycle) 6. Manajemen lingkungan bangunan
Penilaian dan kriteria pada Greenship menggunakan (Final Assesment-FA), dengan nilai terbesar 101 fokus. Rincian kualitas pada setiap klasifikasi menurut tahapannya pada Tabel 2.1:
Tabel 2.1. Tolak Ukur dan Kriteria Greenship
Kategori
Prasyarat Kredit Bonus
ASD 16
EEC 36 8
WAC 20 2
MRC 12
3
IHC 20
BEM 13
Jumlah kriteria dan tolok 117 10
Sumber: Green Building Council Indonesia
Setiap klasifikasi memiliki beberapa standar yang memiliki macam-macam jenis, yaitu sebagai berikut:
1. Kriteria prasyarat (P), membahas prinsip-prinsip dasar tidak berbahaya bagi suatu struktur yaitu ramah lingkungan. Dengan asumsi salah satu hal penting tersebut tidak memenuhi, sehingga kriteria bonus dan kriteria kredit di semua klasifikasi tidak bisa dinilai.
2. Kriteria kredit adalah standar yang terdapat pada klasifikasi dan tidak perlu dipenuhi.
Pemenuhan aturan-aturan jelas disesuaikan oleh kemampuan struktur. Jika model terpenuhi, struktur yang dirujuk mendapat skor dan jika tidak terpenuhi, struktur yang dirujuk tidak mendapat skor.
3. Kriteria ekstra yaitu model yang akan memberi penilaian atau penghargaan tambahan, struktur yang dapat memenuhi tindakan ekstra dianggap memiliki pencapaiannya sendiri.
4 Kriteria Green Building yang di anggap paling utama dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2. Krieria Green Building
Kriteria Green Building
Site Selection
Water Fixtures
Thermal Comfort
Rainwater Harvesting
Site Landscaping
CO2 monitoring
Storm Water Management
Environmentally Friendly
Natural Lighting
Ventilation
Regional Material
Advance Waste Management
Water Use Reduction
Micro Climate
Non ODS Usage
Alternative Water resource
Energy efficiency measure
Water efficiently landscaping
Community accessibillty
Chemical pollutants
On site renewable energy
Certified wood
Water recycling
Pollution of construction
Building and material
Public transportation
Visual comfort
Climate change impact
Acoustic level
Bicyle
Environmental tobacco S moke control
Sumber: Green Building Council Indonesia
Dari sekian banyak kriteria, aspek yang di anggap paling utama adalah:
1. Natural Lightning 2. Water Use Reduction 3. Thermal Comfort
4. Alternatife Water Resource 5. Energy Efficiency Measure 6. Visual Comfort
2.2.2. Fokus Penelitian
Fokus penelitian pada Tugas Akhir ini di batasi hanya pada kategori kesehatan dan kenyamanan (Index Health and Comfort) dalam ruangan ada pun di antaranya, Kenyamanan Thermal, Kenyamana Visual, Tingkat Kebisingan, Kadar CO2 , Kendali Asap Rokok, dan Polutan Fisika Kimia dan Biologi..
5 2.2.3. Pengukuran Kriteria Gedung Green Building
1. Kenyamanan dalam Ruang
Kenyamanan dalam ruang (thermal comfort) dapat dinilai dari temperature humidity index (THI) dan kelembaban relatif udara (relative humidity, RH).
a. Temperature humidity index (THI)
(Mulyana et.al. 2003) mengatakan indeks kenyamanan bernilai sekitar THI 20-26. Penetapan indeks kenyamanan diperoleh dari kelembaban (RH) dan suhu udara (°C) dengan persamaan:
THI = 0,8Ta +
(2.1) Keterangan:
THI = Indeks kelembaban suhu Ta = Suhu udara (°C)
RH = Kelembaban (%) b. Kenyamanan suhu udara
Suhu udara dan Kelembaban relatif (RH) dapat diperkirakan menggunakan alat secara langsung, khususnya termo-higrometer. Di setiap kamar, estimasi dilakukan selama sekitar 5 menit di setiap kamar, yang diselesaikan di bagian pertama hari, sore dan malam hari.
Selain itu, kenyamanan dalam ruang dapat dicapai secara buatan dengan pemasangan air conditioner (AC). Dalam hasil observasi dilapangan, sebagian besar ruangan yang diteliti oleh peneliti sudah menggunakan air conditioner (AC). Sehingga tidak dilakukan nya perhitungan terhadap kebutuh air conditioner dalam penelitian ini.
2. Visual Comfort
Estimasi kecerahan dapat diukur dan diselesaikan dengan alat lux meter. Estimasi dlakukan pada beberapa fokus di tiap ruang, jadi selanjutnya contoh pencahayaan dan pencahayaan normal di setiap ruangan dapat diperkirakan. Perkiraan ini akan diperiksa oleh SNI 03-6197-2000 ditampilkan Tabel 2.5.
Tabel 2.3. Kekuatan Pencahayaan pada suatu Lembaga Pendidikan
No Fungsi Ruangan Tingkat Pencahayaan (Lux)
6
A Lembaga Pendidikan
1. Ruang kelas 250
2. Perputakaan 300
3. Laboratorium 500
4. Kantin 200
Sumber: SNI 03-6197-2000
3. Pencahayaan dalam Ruang
a. Pencahayaan Alami (Natural Lighting)
Menurut Snyder dan Catanese (1997) (dalam Aziz, 2013) merupakan pencahayaan alami yang memanfaatkan matahari pada bagian waktu siang dan sore hari. Dimana rencana struktur yang sebenarnya harus bekerja dengan berbagai macam dan kapasitas energi berbasis sinar matahari dengan sedikit biaya tambahan.
Faktor Pencahayaan Alami yang terjadi pada Siang Hari (FPASH) di sebuah ruangan merupakan perbandingan nilai antara sebuah iluminasi datar di wilayah kerja pada ruangan (Ei [lux]) dengan tingkat iluminasi yang terjadi pada lapangan terbuka (Eo [lux]) secara bersamaan.
FPASH =
x 100% (2.2) Estimasi FPASH terkecil didapatkan oleh 1 (Satu) titik estimasi pertama (TUU) dan 2 (Dua) titik estimasi sampingnya. (TUS) pada suatu ketinggian 75 cm dari sebuah lantai dan jauh dari d/3 (d
= kedalaman suatu ruangan) pada permukaan dimana ada sebuah jedela (Lubang Cahaya).
(TUU) berada di dua pembatas dinding, sedangkan TUS berjarak 0,5 m dari dinding di samping sisi terdekatnya. Berikut merupakan penggambaran TUU dan TUS:
Gambar 2.1. Ilustrasi Lokasi TUU dan TUS
Estimasi pencahayaan normal harus dimungkinkan dengan lux meter untuk mengetahui tingkat kecerahan yang teratur dalam ruangan, pada keadaan lampu mati total, semua tirai jendela
7 dibuka, dan membandingkannya kontras ditingkat pencahayaan yang mendekati dan luas sebuha ruangan yang diperkirakan, untuk memutuskan penggunaan pencahayaan normal di dalam ruangan.
b. Pencahayaan Buatan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia tentang Bangunan Gedung Nomor 28 Tahun 2002.
Pencahayaan buatan merupakan pengaturan pencahayaan buatan menggunakan instalasi listrik atau kerangka energi dalam struktur sehingga individu di dalamnya dapat menyelesaikan kegiatan seperti yang ditunjukkan oleh bangunan. Untuk mendapatkan jumlah lampu yang dibutuhkan pada suatu ruangan gunakan persamaan:
N =
(2.3) Dimana:
E = daya cahaya (lux) A = lebar ruang kantor
C U = koefisien penggunaaan (coefisien of utilization, 50% 60%) L L F = faktor kehilangan cahaya (light lost factor)
Nilai LLF ruang kantor menggunakan AC = 0,8 Nilai LLF ruang Industri bersih = 0,7
Ø lampu = Butir atau jumlah lampu
Pencahayaan buatan tidak dilakukan penelitian oleh peneliti karena gedung F Institut Teknologi Sumatera digunakan pada siang hari.
8