• Tidak ada hasil yang ditemukan

SENGKETA PENGUASAAN TANAH MILIK YANG DIDAFTARKAN HAK GUNA BANGUNAN OLEH PIHAK LAIN (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 480/K/TUN/2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SENGKETA PENGUASAAN TANAH MILIK YANG DIDAFTARKAN HAK GUNA BANGUNAN OLEH PIHAK LAIN (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 480/K/TUN/2012)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

SENGKETA PENGUASAAN TANAH MILIK YANG DIDAFTARKAN HAK GUNA BANGUNAN OLEH

PIHAK LAIN (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 480/K/TUN/2012)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

POCUT MEUTIA AZHARI 167011180/M.Kn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)

Telah Diuji Pada Tanggal :

TIM PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN ANGGOTA : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum

Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum

Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, M.Hum

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : POCUT MEUTIA AZHARI

NIM : 167011180

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Judul Tesis : SENGKETA PENGUASAAN TANAH MILIK YANG DIDAFTARKAN HAK GUNA BANGUNAN OLEH PIHAK LAIN (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 480/K/TUN/2012) Adalah karya orisinal saya dan setiap serta seluruh sumber acuan telah ditulis sesuai dengan kaidah penulisan ilmiah yang berlaku di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan,

Yang Menyatakan,

Pocut Meutia Azhari

(5)

PERSETUJUAN PUBLIKASI

TESIS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : POCUT MEUTIA AZHARI

NIM : 167011180

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, dengan ini menyetujui memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non exclusive, royalty free right) untuk mempublikasikan tesis saya yang berjudul :

SENGKETA PENGUASAAN TANAH MILIK YANG DIDAFTARKAN HAK GUNA BANGUNAN OLEH PIHAK LAIN (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 480/K/TUN/2012).

Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/memformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tesis saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian persetujuan publikasi ini saya buat dengan sebenarnya.

Medan,

Yang Menyatakan

Pocut Meutia Azhari

(6)

SENGKETA PENGUASAAN TANAH MILIK YANG DIDAFTARKAN HAK GUNA BANGUNAN OLEH PIHAK LAIN (STUDI KASUS ATAS

PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 480/K/TUN/2012) ABSTRAK

Pada dasarnya tanah mempunyai arti yang sangat penting oleh karena kehidupan manusia bergantung pada keberadaan atas tanah. Semakin berkembangnya zaman maka semakin berkembang pula kebutuhan manusia akan tanah, keinginan untuk memiliki tanah semakin tinggi dan semakin tinggi pula permasalahan di bidang pertanahan. Salah satu contoh sengketa tanah yang banyak terjadi adalah sengketa penguasaan tanah yang terjadi karena dasar pendudukannya yang tidak jelas. Seperti kasus Ida Farida melawan PT Pakuan Sawangan Golf. Adapun permasalahan yang dikaji yaitu bagaimana kekuatan hukum bukti perolehan hak atas tanah dengan dasar SK Kinag Nomor 205 DN III 1954-1964, bagaimana kedudukan hukum terhadap tanah yang memiliki dua bukti perolehan hak atas tanah dalam sengketa Ida Farida dan PT. Pakuan Sawangan Golf, serta bagaimana putusan Mahkamah Agung nomor 480/K/TUN/2012 apabila ditinjau dari aspek hukum tanah nasional dan aspek keadilan.

Tesis ini menggunakan jenis penelitian Yuridis Normatif dengan sifat penelitian Deskriptif Analitis. Data yang digunakan adalah Data Sekunder dengan metode pengumpulan data Penelitian Kepustakaan. Analisa data yang digunakan adalah Analisa Kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara Deduktif.

SK Kinag Nomor 205 DN III 1954-1964 sah sebagai bukti perolehan hak atas tanah apabila merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah karena SK Kinag dapat dikategorikan sebagai salah satu alas hak yang dapat diajukan sebagai kelengkapan persyaratan permohonan hak atas tanah karena pada dasarnya SK Kinag Nomor 205 DN III 1954-1964 dibuat secara sah oleh Pejabat yang berwenang dalam program Landreform yang diamanatkan oleh UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961.

Penerbitan Sertifikat HGB dilakukan setelah adanya SK Kinag Nomor 205 DN III 1954-1964. SHGB atas nama PT. Pakuan bertentangan dengan dua peraturan dalam pemberian Hak Guna Bangunan yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1999. Ditinjau dari hukum tanah nasional dan aspek keadilan putusan Nomor 480/K/TUN/2012 tidak sesuai dengan cita-cita hukum tanah nasional dan nilai-nilai keadilan karena Hakim tidak berusaha menggali kebenaran yang ada melainkan dalam pertimbangannya Hakim hanya mempermasalahkan prosedur pengajuan gugatan Penggugat.

Putusan Mahkamah Agung Nomor 480/K/TUN/2012 tidak dapat memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah yang sebenarnya karena Hakim tidak menerapkan hukum pembuktian berdasarkan bukti-bukti yang diajukan di persidangan dan mengungkap pemilik asli dari tanah yang bersengketa.

Kata Kunci : Hak Guna Bangunan, Penguasaan, Sengketa, SK Kinag

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

Nama : Pocut Meutia Azhari

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/24 September 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jalan Abdul Hakim Blok. L4 Medan

Telepon/Hp : 081377299275

II. KELUARGA

Nama Ayah : Ir. T. Azhari Soelaiman

Nama Ibu : Ismawati Dewi

Nama Kakak : Pocut Indira Azhari, ST Pocut Astari Azhari, drg Pocut Rizky Azhari, S. Komp

III. PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Kemala Bhayangkari 1 Medan : Tahun Lulus 2004

2. SMP Negeri 1 Medan : Tahun Lulus 2007

3. SMA Negeri 1 Medan : Tahun Lulus 2010

4. S1 Fakultas Hukum USU : Tahun Lulus 2015

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik dengan judul “SENGKETA PENGUASAAN TANAH MILIK YANG DIDAFTARKAN HAK GUNA BANGUNAN OLEH PIHAK LAIN (STUDI KASUS ATAS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 480 K/TUN/2012)”.

Ketika melakukan penulisan dan penyusunan tesis ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunannya. Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam proses penyusunan dan penulisan tesis ini sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Sebagai ungkapan terimakasih, maka izinkanlah penulis untuk menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN. M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta selaku Dosen Penguji.

3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, tenaga, nasehat, dan arahannya kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

(9)

4. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan arahannya kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

5. Prof. Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing III yang juga telah banyak meluangkan waktu, tenaga, dan memberikan masukan dan arahannya kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

6. Bapak/Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan tambahan wawasan ilmu dan pengetahuan hukum selama menjalankan perkuliahan di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Staff dan Pegawai Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama proses perkuliahan selama ini.

8. Ayahanda Ir. Teuku Azhari Soelaiman dan Ibunda Ismawati Dewi yang selalu memberikan cinta, doa, dan dukungan kepada penulis. Kakanda Pocut Indira Azhari, Pocut Astari Azhari, Pocut Rizky Azhari serta Abangda Aulia Arif Gunawan, Izhari Ishak Aksa, Lutfy Ismoyo yang terus memberikan dukungan kasih sayang bagi penulis sampai menyelesaikan penulisan tesis ini.

9. Tengku Sofi Hans Hamdan yang telah memberikan semangat, doa, dukungan, perhatian, dan kasih sayang terhadap penulis selama proses penyelesaian tesis ini.

10. Sahabat-sahabat tercinta Fanny Khairunnisa dan Dian Agustina serta sahabat- sahabat stambuk 2016 Magister Kenotariatan dan seperjuangan tesis Kartika Putri Rianda Siregar, Ria Juliana Siregar, Pinta Purnamasari Siregar, Lia Nurdin,

(10)

dan seluruh teman stambuk 2016 khususnya Grup A Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik, dan saran serta sumbangan pemikiran yang bersifat membangun, agar bisa lebih baik lagi di kesempatan yang akan datang.

Besar harapan penulis bahwa tesis ini nantinya dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.

Medan, Penulis,

Pocut Meutia Azhari

(11)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN TANGGAL UJIAN

PERNYATAAN ORISINALITAS PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS ABSTRAK

ABSTRACT

DAFTAR RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ...11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori ... 15

2. Konsepsi ... 20

G. Metode Penelitian 1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 22

2. Sumber Data ... 23

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 24

4. Analisis Data ... 25

H. Jadwal Penelitian ... 26

BAB II KEKUATAN HUKUM BUKTI PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DENGAN DASAR SURAT KEPUTUSAN KEPALA INSPEKSI AGRARIA (SK KINAG) NOMOR 205 DN III 1954-1964 A. Bukti Perolehan Hak Atas Tanah ... 27

B. Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (SK Kinag) Sebagai Bukti Perolehan Hak Atas Tanah... 31

(12)

C. Kekuatan Hukum Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (SK Kinag) Nomor 205 DN III 1954-1964 ... 37

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TERHADAP TANAH YANG MEMILIKI DUA BUKTI PEROLEHAN HAK ATAS TANAH PADA SENGKETA PENGUASAAN TANAH ANTARA IDA FARIDA DAN PT PAKUAN SAWANGAN GOLF

A. Pengaturan Pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) Sebagai Dasar Penguasan Hak Atas Tanah ... 41 B. Sertifikat Hak Guna Bangunan Sebagai Dasar Penguasaan Tanah Oleh

PT. Pakuan Sawangan Golf...45 C. Kedudukan Hukum Tanah Yang Memiliki Dua Bukti Perolehan Hak Atas Tanah pada Sengketa Penguasaan Tanah Antara Ida Farida Dan PT. Pakuan Sawangan Golf... 49 BAB IV PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 480/K/TUN/2012 DITINJAU DARI ASPEK HUKUM TANAH NASIONAL DAN ASPEK KEADILAN

A. Kasus Posisi Sengketa Penguasaan Tanah Antara Ida Farida dan PT.

Pakuan Sawangan Golf ... 55 B.Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Sengketa

Penguasaan Tanah Antara Ida Farida dan PT. Pakuan Sawangan Golf..66 C. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 480/K/TUN/2012 Ditinjau Dari Aspek Hukum Tanah Nasional Dan Aspek Keadilan ... 76 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 97 B. Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting oleh karena sebagian besar dari kehidupan manusia bergantung pada keberadaan dan kepemilikan atas tanah. Dalam menjalani kehidupan sehari- hari seseorang atau badan hukum tidak terlepas dari tanah untuk menjalankan kegiatannya atau sebagai tempat tinggalnya.1

Seseorang senantiasa memanfaatkan tanah seperti berjalan, bepergian, dan lain-lain, walaupun seseorang tersebut tidak memegang hak atas sebidang tanah dan tidak mengeluarkan biaya apapun untuk kegiatan tersebut.2 Tanah juga dimanfaatkan manusia sebagai sumber penghidupan mereka, tidak sedikit masyarakat yang bekerja dengan menggunakan sarana tanah seperti bertani atau bercocok tanam.

Seiring berkembangnya zaman, saat ini tanah tidak saja sebagai tempat bermukim dan tempat untuk bertani, tetapi juga sering dipakai sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman di bank untuk keperluan jual beli dan sewa menyewa atau keperluan komersil lainnya.3

Secara umum banyak orang yang mengartikan tanah sebagai bagian dari bumi yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan berbagai mahluk hidup

1 Angger Sigit Pramukti dan Erdha Widayanto, Awas Jangan Beli Tanah Sengketa, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015), hal. 1

2 Maria S.W. Sumardjono dan Martin Samosir, Hukum Pertanahan dalam Berbagai Aspek, (Medan: Bina Media, 2000), hal. 60

3 Sangsun S.P. Florianus, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, (Jakarta: Visimedia, 2008), hal. 45

(14)

termasuk manusia. Hal tersebut tentunya berasal dari banyaknya manfaat yang dapat diambil dari fungsi tanah dan kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari tanah.4

Secara yuridis pengertian tanah terdapat dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menjelaskan bahwa “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut dengan tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum”.

Tanah dalam lingkup yang lebih luas berperan penting dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang dapat bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia, tanah sebagai sarana utama untuk tempat penampungan kegiatan pembangunan yang dibangun oleh perorangan atau badan hukum baik di kota maupun di desa.5

Semakin berkembangnya zaman seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi maka semakin berkembang pula kebutuhan dan kepentingan manusia akan tanah, keinginan untuk memiliki tanah semakin tinggi dan semakin tinggi pula permasalahan yang berkaitan dibidang pertanahan.

4 G. Kartasapoetra, dkk, Hukum Tanah, Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1984), hal. 1

5 Erna Herlinda, “Peranan Pemerintah Atas Tanah Dalam Rangka Pembangunan”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, (Medan, 2004), hal. 2

(15)

Secara umum, permasalahan pertanahan yang timbul di Indonesia dapat dikelompokan ke dalam empat klasifikasi permasalahan yaitu permasalahan yang berkaitan dengan :6

1. Pengakuan kepemilikan hak atas tanah 2. Peralihan hak atas tanah

3. Pembebanan hak

4. Pendudukan eks tanah partikelir

Bentuk/sifat permasalahan pertanahan yang terjadi di Indonesia meliputi hal sebagai berikut :7

1. Masalah yang menyangkut prioritas untuk dapat ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atas tanah yang belum ada haknya.

2. Bantahan terhadap sesuatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian.

3. Kekeliruan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang/tidak benar.

4. Sengketa/masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis (bersifat strategis).

Sumber konflik pertanahan pada umumnya saat ini disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah sebagai berikut :8

1. Pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak merata 2. Harga tanah yang meningkat dengan cepat

3. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan non pertanian

4. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah 5. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas

tanah (hak ulayat)

6. Lemahnya posisi masyarakat pemegang hak atas tanah dalam hal pembebasan tanah

6 Abdurrahman, Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria, (Bandung : Alumni, 1995), hal. 85

7 Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2004), hal. 34

8 Lutfi I Nasoetion, Konflik Pertanahan (Agaria) Menuju Keadilan Agraria (Bandung:

Yayasan AKATIGA, 2002), Hal. 112

(16)

7. Permasalahan pertanahan dalam penerbitan sertifikat seperti proses yang lama dan mahal, sertifikat palsu, dan sertifikat tumpang tindih.

8. Peraturan yang belum lengkap.

Menurut Kepala BPN Pusat ada tiga hal utama yang menyebabkan terjadinya sengketa/konflik pertanahan di Indonesia yaitu sebagai berikut :9

1. Persoalan administrasi sertifikasi tanah yang tidak jelas, akibatnya adalah ada tanah yang dimiliki oleh dua orang dengan memiliki sertifikat masing-masing.

2. Distribusi kepemilikan tanah yang tidak merata. Ketidakseimbangan dalam distribusi kepemilikan tanah baik untuk tanah pertanian maupun non pertanian telah menimbulkan ketimpangan baik secara ekonomi, politis, maupun sosiologis. Dalam hal ini masyarakat bawah khususnya petani/penggarap tanah memikul beban yang paling berat. Ketimpangan distribusi tanah tidak terlepas dari kebijakan ekonomi yang cenderung kapitalistik dan liberalistik. Atas nama pembangunan tanah-tanah garapan petani atau tanah milik masyarakat adat diambil alih oleh para pemodal dengan harga murah.

3. Legalitas kepemilikan tanah yang semata-mata didasarkan pada bukti formal (sertifikat), tanpa memperhatikan produktivitas tanah. Akibatnya secara legal banyak tanah bersertifikat dimiliki oleh perusahaan atau para pemodal besar karena tanah tersebut telah dibeli dari para petani/pemilik tanah

Kebutuhan akan tanah pada kenyataannya tidak sebanding dengan ketersediaan tanah yang ada, sehingga menimbulkan persaingan banyak pihak untuk mendapatkan tanah. Permintaan akan tanah yang tinggi berpengaruh pada harga jual tanah sehingga tidak sedikit pihak yang mengambil kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari harga jual tanah yang tinggi, berbagai cara dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut salah satunya yaitu memanipulasi data yang berkaitan dengan tanah. Cara memanipulasinya yaitu dengan menerbitkan sertifikat palsu.10 Akibatnya ada kemungkinan muncul tuntutan di kemudian hari

9 Laporan Badan Pertanahan Nasional Tahun 2007, Hal. 26

10 Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2002), hal 25

(17)

terhadap sertifikat palsu tersebut yang diajukan oleh salah seorang yang merasa memiliki hak atas tanah tersebut secara legal.

Tingginya harga jual tanah juga membuat para calon pembeli lebih memilih alternatif lain seperti membeli tanah dengan harga yang murah padahal tanah tersebut adalah tanah sengketa yang akan berdampak di kemudian hari.

Walaupun proses jual belinya dianggap sah secara hukum namun karena objek yang diperjualbelikan merupakan tanah sengketa menjadi masalah dalam hukum.11

Permasalahan dalam bidang pertanahan tidak saja berasal dari masyarakat pihak pembeli dan penjual tanah tetapi instansi yang berwenang di bidang pertanahan juga kadang kala tidak mematuhi peraturan pertanahan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Instansi di bidang pertanahan yang seharusnya menjadi wadah untuk menjamin kepastian hukum pertahanan juga turut ikut bermain untuk menguntungkan salah satu pihak.

Perrmainan tanah yang menguntungkan salah satu pihak ini tersusun secara sistematis dengan melibatkan para pejabat umum dan penegak hukum, sehingga masyarakat pemegang hak atas tanah yang sebenarnya memiliki hak atas tanah tertindas dan terabaikan haknya.12 Oleh karena diberi kesempatan untuk melakukan kecurangan maka permainan curang pertanahan ini semakin berkembang dan sudah menjadi sesuatu yang lazim di masyarakat. Para pihak

11 Angger Sigit Pramukti dan Erdha Widayanto, Op.Cit, hal 136

12 Rusmadi Murad, Menyingkap Tabir Masalah Pertanahan, (Bandung: Mandar Maju, 2007), hal 51

(18)

yang berbuat curang dengan menyerobot tanah yang bukan miliknya seakan tidak merasa bersalah karena dilindungi oleh para penegak hukum.13

Peran Pemerintah juga sangat penting untuk tidak memperluas masalah di bidang pertanahan. Peraturan yang telah dibuat Pemerintah tetap harus diawasi pelaksanaannya apakah dijalankan dengan baik atau tidak agar menjamin kepastian hukum kepemilikan tanah. Salah satu upaya Pemerintah untuk menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan adalah dengan melakukan pendaftaran tanah yaitu suatu pendaftaran hak atas tanah yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum serta sebagai bukti kuat bagi pemegang hak atas tanahnya.

Pendaftaran tanah di Indonesia menganut stelsel negatif artinya tidak ada jaminan mutlak terhadap suatu hak atas tanah. Jaminan kepastian hukum diberikan kepada pemilik tanah yang sejati bukan semata-mata kepada pemegang hak atas tanah yang terdaftar di dalam buku tanah.14 Artinya sertifikat merupakan bukti yang kuat namun tidak menutup kemungkinan apabila ada seseorang yang dapat membuktikan bahwa itu tanah miliknya maka sertifikat tersebut dimungkinkan untuk batal.

Pada kenyataannya setegas-tegasnya peraturan yang dibuat oleh Pemerintah dan sebaik-baiknya pengawasan yang dilakukan Pemerintah tetap saja masalah pertanahan ini masih saja banyak terjadi di masyarakat. Permasalahan tanah sejak dahulu merupakan persoalan hukum yang pelik dan kompleks serta

13 Ibid, hal 79

14 Ibid, hal 75

(19)

mempunyai dimensi yang luas sehingga tidak mudah untuk diselesaikan dengan cepat.15

Masalah pertanahan yang tinggi tidak hanya meresahkan masyarakat tetapi juga berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap kinerja instansi yang berwenang di bidang pertanahan seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN dianggap tidak dapat menjalankan tertib administrasi pertanahan dengan baik karena kurang mampu menangani masalah pertanahan yang terjadi.

Banyak kerugian terkait dengan masalah pertanahan ini, salah satunya di tinjau dari aspek ekonomi, tanah yang bersengketa tidak mempunyai daya jual lagi dan dianggap tidak produktif lagi karena tanah yang bersengketa pada umumnya tidak dapat dimanfaatkan dan banyak orang tidak mau mengambil resiko atas hal itu.

Salah satu contoh sengketa tanah yang banyak terjadi di Indonesia adalah sengketa penguasaan tanah yang terjadi karena dasar pendudukannya yang tidak jelas. Para pihak saling mengklaim dasar pendudukan yang dipegang adalah yang sah.

Sengketa tanah yang terjadi dapat diselesaikan secara musyawarah namun lebih banyak yang diselesaikan dengan tidak baik dan menempuh proses hukum di Pengadilan seperti halnya yang terjadi di Depok. Kasus Ida Farida yang merasa sebagai pemilik tanah melawan PT Pakuan Sawangan Golf sebagai pihak yang menguasai tanah seakan menggambarkan carut marutnya permasalahan pertanahan yang terjadi di Indonesia.

15 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak atas Tanah di Indonesia, (Surabaya: Arkola, 2002) hal. 25

(20)

Bermula dari Tohir yang merupakan kakek Ida Farida yang pada saat itu menjabat camat daerah Sawangan Kota Depok membebaskan tanah dari para penggarap dengan membayar ganti rugi. Pada tahun 1960 terjadi G30S PKI Tohir ditangkap dan menghilang selama 12 tahun. Pada saat terjadi kekosongan itu pada tahun 1971 PT Pakuan Sawangan Golf masuk dan menduduki tanah seluas 91 Ha (sembilan puluh satu hektar) dan membuat Lapangan Golf diatas tanah tersebut, ia mengantongi dua sertifikat hak pakai yang masa berakhirnya pada tahun 1985.

Kemudian setelah tahun 1985 sertifikat tersebut dipecah menjadi sembilan sertifikat hak pakai dan hak guna bangunan yang masa berakhirnya tahun 2005.

Pada tahun 2005 sertifikat ditingkatkan menjadi hak guna bangunan yang masa berlakunya sampai 2015. Ida Farida yang merupakan cucu dari Tohir yang merasa sebagai pemilik tanah sudah pernah menggugat PT Pakuan Sawangan Golf pada tahun 2005 pada perkara perdata di Pengadilan Cibinong, pada saat itu Ida Farida menginginkan penyelesaian masalah secara musyawarah dan kekeluargaan namun berbeda dengan Paulus Tanos Direktur Utama PT. Pakuan Sawangan Golf yang tetap menyatakan bahwa tanah tersebut miliknya berdasarkan sertifikat dan penguasaan fisik selama bertahun-tahun. Paulus Tanos mengatakan bahwa tanah tersebut dibebaskannya dari para penggarap dengan memberikan ganti rugi, atas dasar pembebasan tersebut kemudian PT Pakuan Sawangan Golf mengajukan permohonan hak pakai kepada Menteri Dalam Negeri dan terbitlah sertifikat Hak Pakai kemudian setelah jangka waktu hak pakainya berakhir dimohonkan/ditingkatkan menjadi Hak Guna Bangunan. Pada tanggal 8 Juni 2011 Ida Farida kembali menggugat PT Pakuan Sawangan Golf beserta Kepala Kantor

(21)

Pertanahan Kota Depok karena mengeluarkan sertifikat atas tanah yang bersengketa dan meminta pembatalan 9 (sembilan) sertifikat HGB. Dasar Ida Farida mengklaim tanah tersebut miliknya berdasarkan Surat Pelepasan Hak Atas Tanah yang dibuat oleh Mochammad Hendro dan Ahli Waris Para Penggarap kepada Ida Farida yang telah didaftarkan dan tercatat di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Depok yang pada intinya menyatakan bahwa M. Tohir telah membebaskan tanah di Sawangan tersebut dengan biaya ganti rugi dan atas dasar pembebasan dengan ganti rugi tersebut Mochammad Hendro dan ahli waris para penggarap menghibahkan tanah di Sawangan tersebut kepada Ida Farida. Mochammad Hendro merupakan pemilik lahan dan pemegang warkah dalam bentuk Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (SK Kinag) yaitu SK Kinag Nomor 205DN III 1954-1964 yang dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tanggal 17 September 1973 Nomor 554/Sip/1973 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Tanggal 3 Maret 1971 Nomor 110/1970/PT.Perdata Jo Putusan Pengadilan Istimewa Djakarta 21 Agustus 1968 Nomor 304/67.G.

Masuk dalam proses hukumnya, dalam putusan tingkat pertama dengan nomor register 61/G/2011/PTUN-BDG dimana Ida Farida sebagai Penggugat dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok sebagai Tergugat serta PT. Pakuan Sawangan Golf sebagai Tergugat II Intervensi dinyatakan gugatan Ida Farida dikabulkan dan Hakim memutuskan untuk membatalkan 9 (sembilan) sertifikat HGB yang dipegang oleh PT Pakuan Sawangan Golf, namun pada putusan banding bernomor 108/B/2012/PT.TUN.JKT Hakim memutuskan lain yaitu menyatakan gugatan Ida Farida tidak dapat diterima karena kasusnya telah

(22)

kadaluarsa. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2012 pada putusan kasasi bernomor 480/K/TUN/2012 gugatan Ida Farida juga dinyatakan oleh Hakim bahwa telah lewat waktu dan perkaranya ne bis in idem karena objek sengketa yang sama telah pernah digugat di Pengadilan Negeri Cibinong pada tahun 2005 dan putusannya telah berkekuatan hukum tetap. Tidak puas dengan hasil sebelumnya, Ida Farida lalu mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan sebelumnya dan menampilkan novum (bukti) baru yaitu berupa Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Kewenangan dan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Hak Atas Tanah Negara namun walaupun menampilkan bukti baru peninjauan kembali Ida Farida tidak dapat diterima dalam putusan nomor 17/PK/TUN/2014.

Kasus Ida Farida dan PT Pakuan Sawangan Golf ini sedikit mewakili dari banyaknya permasalahan pertanahan yang banyak terjadi di Indonesia, yang tidak mudah untuk diselesaikan.

Begitu banyak status tanah yang tidak jelas kepemilikannya dan berujung pada sengketa, oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan sengketa tanah yang banyak terjadi di Indonesia ke dalam tesis dengan judul

“Sengketa Penguasaan Tanah Hak Milik Yang Didaftarkan Hak Guna Bangunan Oleh Pihak Lain (Studi Kasus Atas Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 480/K/TUN/2012)”.

(23)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kekuatan hukum bukti perolehan hak atas tanah dengan dasar Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (SK Kinag) Nomor 205 DN III 1954 - 1964?

2. Bagaimana kedudukan hukum terhadap tanah yang memiliki dua bukti perolehan hak atas tanah pada sengketa penguasaan tanah antara Ida Farida dan PT Pakuan Sawangan Golf?

3. Bagaimana putusan Mahkamah Agung nomor 480/K/TUN/2012 apabila ditinjau dari aspek hukum tanah nasional dan aspek keadilan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis kekuatan hukum bukti perolehan hak atas tanah dengan dasar Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (SK Kinag) Nomor 205 DN III 1954-1964.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis kedudukan hukum terhadap tanah yang memiliki dua bukti perolehan hak atas tanah pada sengketa penguasaan tanah antara Ida Farida dan PT. Pakuan Sawangan Golf.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis putusan Mahkamah Agung Nomor 480/K/TUN/2012 apabila ditinjau dari aspek hukum tanah nasional dan aspek keadilan.

(24)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat diklasifikasikan menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis, manfaat teoritis dan manfaat praktis dalam penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian dalam ranah hukum khususnya hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan pertanahan di Indonesia serta memberikan informasi kepada para akademisi untuk dapat mengajarkan, menyalurkan dan memberikan pemahaman yang mendalam kepada dunia pendidikan mengenai pertanahan agar pemahaman terhadap istilah pertanahan dan kegiatan di dalamnya semakin dimengerti oleh masyarakat banyak.

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih mendalam kepada pihak – pihak yang terkait di dalam perjanjian pertanahan agar para pihak dapat menjalankan perjanjian di bidang pertanahan dengan baik dan terhindar dari penyimpangan, serta memberikan informasi kepada instansi yang berwenang di bidang pertanahan agar dapat menjalankan tertib administrasi pertanahan dengan baik. Penelitain ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada penegak hukum untuk dapat menjalankan hukum dengan sebaik-baiknya khususnya yang berkaitan dengan penyelesaian masalah pertanahan.

(25)

E. Keaslian Penelitian

Penulisan tesis ini merupakan hasil pemikiran sendiri dengan mengambil panduan dari buku-buku, serta sumber lain yang dapat dijadikan pedoman.

Penulisan tesis ini bukan merupakan plagiat, pencurian hasil karya milik orang lain, ataupun segala judul yang sudah ada yang dapat membuat penulisan tesis ini bukan merupakan hasil karya yang orisinil dan otentik.

Sebelum melakukan penulisan tesis ini, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Hasil dari pemeriksaan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menyatakan belum ada penulisan tesis yang mengangkat judul ini.

Adapun judul yang hampir sama dengan penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Judul Tesis : “ Sengketa Penguasaan Tanah Hak Guna Bangunan Dan Upaya Penyelesaiannya (Studi Analisis Kasus PT. Putera Sejahtera Pioneerindo Medan)”. Ditulis oleh Farin Widinenda, SH, Tahun 2006.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian adalah :

a. Bagaimanakah status penguasaan tanah Hak Guna Bangunan oleh PT. Putra Sejahtera Pioneerindo, Tbk (PT. PSP ) di Medan?

b. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pemegang sertifikat Hak Guna Bangunan, dalam hal ini PT. Putra Sejahtera Pioneerindo, Tbk (PT. PSP)?

c. Upaya-upaya apa saja yang harus ditempuh untuk dapat menyelesaikan sengketa antara PT. Putra Sejahtera Pioneerindo, Tbk di Medan dengan

(26)

Johannes sebagai pihak yang telah mengklaim bahwa tanah tersebut adalah haknya?

2. Judul Tesis : “Penyelesaian Sengketa Dalam Proses Pensertipikatan Pertama Kali Di Kabupaten Bone (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 376 K/TUN/2008)”. Ditulis oleh Melinda, SH, Tahun 2011.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

a. Apakah yang menyebabkan timbulnya sengketa tumpang tindih kepemilikan tanah di Kabupaten Bone yang diajukan pendaftaran pertama kali?

b. Bagaimana cara penyelesaian sengketa tumpang tindih kepemilikan tanah yang timbul dalam proses pensertipikatan pertama kali?

c. Apakah putusan Mahkamah Agung RI Nomor 376 K/TUN/2008 yang menyatakan pembatalan sertipikat hak milik Nomor 320/Bulu Tempe tersebut sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan?

3. Judul Tesis : “Konflik Penguasaan Dan Pemilikan Tanah (Studi Kasus Antara PT. Pelabuhan Indonesia II Cabang Panjang Dengan Warga Masyarakat Kelurahan Pidada Kecamatan Panjang Dan Kelurahan Way Lunik Kecamatan Telukbetung Selatan Kota Bandar Lampung)”. Ditulis oleh Joko Subagyo, SH, Tahun 2008.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana pemberian Hak Pengelolaan PT. Pelindo II Cabang Panjang?

b. Bagaimana kronologis konflik yang terjadi antara PT. Pelindo II Cabang Panjang dengan warga masyarakat?

(27)

c. Bagaimana bentuk penyelesaian konflik antara PT. Pelindo II Cabang Panjang dengan warga masyarakat?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori penelitian mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau bisa dikatakan sebagai pegangan teoritis.16

Teori merupakan suatu titik tolak atau landasan berpikir dalam memecahkan atau menyoroti suatu masalah. Beberapa pakar ilmu pengetahuan memberikan defenisi tentang teori yaitu sebagai berikut :17

1. Fred N. Kerlinger menguraikan teori adalah sekumpulan konstruksi yang saling terkait yang menghadirkan suatu pandangan secara sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan di antara beberapa variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena.

2. Braithwaite mengemukakan bahwa teori adalah sekumpulan hipotesis yang membentuk suatu sistem deduktif yaitu sesuatu yang disusun sedemikian rupa sehingga dari beberapa hipotesis yang menjadi dasar pemikiran beberapa hipotesis, semua hipotesis lain secara logis mengikutinya.

3. Menurut Jack Gibbs, teori adalah sekumpulan pernyataan yang saling berkaitan secara logis dalam bentuk penegasan empiris mengenai sifat- sifat dari kelas-kelas yang todak terbatas dari berbagai kejadian atau benda.

4. S. Nasution mengemukakan teori adalah susunan fakta-fakta yang saling berhubungan dalam bentuk sistematis.

5. Kartini Kartono menyatakan bahwa teori adalah suatu prinsip umum yang dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala-gejala yang saling berkaitan

16 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80

17 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 113

(28)

Fungsi teori sendiri adalah untuk menerangkan, meramalkan, memprediksi, dan menemukan keterpautan fakta-fakta yang ada secara sistematis.18

Untuk memberikan kejelasan dan pemahaman pada penelitian ini dikemukakan beberapa kerangka teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Teori Kepastian Hukum

Kepastian merupakan ciri dari yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum bagi setiap orang tanpa nilai kepastian akan kehilangan maknanya karena tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku orang. Pada saat memahami nilai kepastian hukum yang harus diperhatikan adalah bahwa hukum itu mempunyai suatu relasi yang erat dengan instrumen hukum positif dan peranan Negara dalam mengaktualisasikannya pada suatu hukum positif.19

Kepastian hukum memiliki arti perangkat hukum suatu Negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara.20 Persoalan kepastian selalu dikaitkan dengan hukum, memberikan konsekuensi bahwa kepastian hukum, mempersoalkan hubungan hukum antara warga negara dengan Negara.

Sebagai sebuah nilai, kepastian hukum tidak semata-mata selalu berkaitan dengan Negara, karena esensi dari kepastian hukum adalah masalah perlindungan dari

18 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: 2004), hal.

224

19 Fernando M. Manulang, Pengantar Ke Filsafat Hukum, (Jakarta: Kencana, 2007), hal.

95

20 Anton M. Moelino, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hal. 1028

(29)

tindakan kesewenang-wenangan, maka itu, aktor-aktor yang mungkin melakukan kesewenang-wenangan tidak terbatas pada Negara saja, tetapi juga oleh sekelompok pihak lain di luar Negara.21 Artinya kepastian hukum dalam bidang hukum pertanahan adalah para pemegang hak harus memperoleh kepastian mengenai haknya dan adanya instruksi yang jelas bagi pemerintah. Hal ini diwujudkan dengan penyelenggaraan pendaftaran tanah yang bersifat rechtkadaster, sehingga dapat menjamin terwujudnya kepastian hukum.

Menurut Tan Kamello, dalam suatu undang-undang, kepastian hukum (certainty) meliputi dua hal pertama, kepastian hukum dalam perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya baik dari pasal-pasal undang-undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada di luar undang-undang tersebut. Kedua, kepastian hukum juga berlaku dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip prinsip hukum undang-undang tersebut. Jika perumusan norma dan prinsip hukum sudah memiliki kepastian hukum tetapi hanya berlaku secara yuridis saja dalam arti hanya demi undang-undang semata-mata (law in the books), kepastian hukum seperti ini tidak akan dan tidak pernah menyentuh kepada masyarakatnya.

Pendapat ini mungkin peraturan hukum yang demikian disebut dengan norma hukum yang mati (doodregel) atau hanya sebagai penghias yuridis dalam kehidupan manusia. 22 Pada kenyataannya di Indonesia selama ini adalah terjadinya banyak perselisihan dan sengketa dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Bahkan jumlah sengketa tanah tersebut

21 Fernando M. Manulang, Op. Cit, hal. 94

22 Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, (Bandung: Alumni, 2004), hal. 117

(30)

cenderung meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Untuk itulah diperlukan upaya nyata dan sungguh-sungguh dalam penyelesaian kasus atau sengketa tanah yang telah ada selama ini.23 Hal ini menunjukan bahwa kepastian hukum atas tanah masih belum dapat ditegakan dengan baik.

Jika mengkaitkan teori ini dengan apa yang dikaji dalam penelitian ini bahwa teori kepastian hukum membantu untuk lebih menekankan akan kepastian hukum dari pemberian hak atas tanah seseorang. Teori kepastian hukum dapat diaplikasikan ketika mengkaji masalah perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah dimana haknya harus dilindungi dalam suatu bukti tertulis yang mana dibuat secara benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan terbebas dari kemungkinan gugatan di kemudian hari dan berpotensi menimbulkan suatu sengketa.

2. Teori Keadilan

Keadilan memang merupakan konsepsi yang abstrak. Namun demikian di dalam konsep keadilan terkandung makna perlindungan hak, persamaan derajat dan kedudukan di hadapan hukum, serta asas proporsionalitas antara kepentingan individu dan kepentingan sosial. Sifat abstrak dari keadilan adalah karena keadilan tidak selalu dapat dilahirkan dari rasionalitas, tetapi juga ditentukan oleh atmosfir sosial yang dipengaruhi oleh tata nilai dan norma lain dalam masyarakat, keadilan juga memiliki sifat dinamis yang tidak dapat diwadahi dalam hukum positif.24

23 Ibid, hal. 142

24 Moh. Mahfud MD, Penegakan Hukum DanTata Kelola Pemerintahan Yang Baik, Bahan pada Acara Seminar Nasional , Saatnya Hati Nurani Bicara, yang diselenggarakan oleh DPP Partai HANURA. Mahkamah Konstitusi Jakarta, 8 Januari 2009

(31)

Keadilan menurut hukum atau yang sering disebut keadilan hukum (legal justice) adalah keadilan yang telah dirumuskan oleh hukum dalam bentuk hak dan

kewajiban, dimana pelanggaran terhadap keadilan ini akan ditegaskan lewat proses hukum.25

Menurut Filusuf Yunani Aristoteles, ukuran suatu keadilan dapat dilihat dari :26

a. Seseorang tidak melanggar hukum yang berlaku sehingga keadilan berarti sesuai hukuman atau lawfull yaitu hukum tidak boleh dilanggar dan aturan hukum harus diikuti.

b. Seseorang tidak boleh mengambil lebih dari haknya, sehingga keadilan berarti persamaan hak “equal”. Dalam hal ini equality merupakan proporsi yang benar, titik tengah, atau jarak yang sama antara terlalu banyak dengan terlalu sedikit.

Keadilan kemudian diartikan sebagai keadilan yang bersifat distributif dalam peraturan perundang–undangan artinya peraturan yang adil yang didalamnya terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi, atau setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya.27

Dalam sila kelima dari Pancasila telah dengan tegas mengamanatkan keserasian antara hak dan kewajiban yang hidup dalam masyarakat. Hak dan kewajiban akan selalu bergandengan dalam kehidupan masyarakat, oleh karena itu untuk menciptakan keadilan, maka hak dan kewajiban ini harus diberikan secara seimbang.28 Keadilan dalam hukum tidak saja harus mencari keseimbangan antara

25 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007), hal. 118

26 Ibid, hal. 93

27 L.J.Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Terjemahan Oetarid Sadino, (Jakarta:

Pradnya Paramita, 2009), hal. 11

28 I Nyoman Alit Puspadma, “Perpanjangan Hak Guna Bangunan Oleh Perseroan Terbatas Menuju Investasi Yang Berkelanjutan Dan Menyejahterakan Rakyat, Kajian Terhadap

(32)

berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, namun harus juga mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan dan tuntutan kepastian hukum.29

Hubungan teori keadilan ini dengan permasalahan yang dikaji mengenai sengketa pertanahan ini adalah lebih menekankan pada hak dan kewajiban yang seharusnya dilindungi kepada para pihak yang mempunyai kepentingan didalamnya sehingga tidak saling mengganggu kepentingan masing-masing secara terbuka, transparan, dan tidak memihak pada siapapun, dan penerapan putusan hukum yang telah dikeluarkan bisa memberikan rasa keadilan bagi kedua belah pihak yang berkepentingan.

Dalam Penelitian ini juga dikemukakan kerangka konsep yang dijadikan landasan operasional dan definisi operasional. Adapun kerangka konsep yang dimaksud adalah :

1. Sengketa adalah perselisihan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio politis.30

2. Penguasaan adalah hubungan yang nyata antara seseorang dengan barang yang ada dalam kekuasaannya.

3. Sertifikat adalah surat tanda bukti yang diterbitkan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan kegiatan pendaftaran tanah untuk mencapai tertib administrasi pertanahan.31

Kepastian Hukum Dan Keadilan”, Disertasi Pascasarjana Universitas Brawijaya, (Malang: 2013), hal. 68

29 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hal. 41

30 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan, Pasal 1 Angka 2

(33)

4. Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi : pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang dan satuan rumah susun termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan satuan-satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.32

5. Tanah adalah suatu benda yang bernilai ekonomis menurut pandangan bangsa Indonesia yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, yang sering memberikan getaran di dalam kedamaian dan sering pula menimbulkan guncangan dalam masyarakat, dan sering pula menimbulkan sendatan dalam pelaksanaan pembangunan.33

6. Hak Milik adalah hak untuk menikmati sesuatu benda dengan sepenuhnya dan untuk berbuat sebebas-bebasnya terhadap benda itu, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berwenang menetapkannya, dan tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak itu untuk kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang.34

31 Kamus Besar Bahasa Indonesia

32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 1 Angka 1

33 John Salindeho, Undang-Undang Gangguan Dan Masalah Lingkungan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), hal. 23

34 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 570

(34)

7. Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan- ketentuan undang-undang.35

8. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan- bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri selama jangka waktu tertentu.

G. Metode Penelitian

Metode Penelitian adalah suatu rangkaian kegiatan mengenai tata cara pengumpulan, pengolahan, analisa, dan konstruksi data untuk menggali lebih dalam suatu ilmu pengetahuan.36

Agar penelitian dapat tertata dengan baik dan menjadi penelitian yang sempurna digunakan metode penelitian yang sesuai dan berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam

35 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria, Pasal 41 Ayat (1)

36 Heru Susetyo dan Henry Arianto, Pedoman Praktis Menulis Skripsi, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul, 2005), hal. 18

(35)

peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat.37 Penelitian ini juga bersifat deskriptif analitis yaitu suatu penelitian dengan cara mengumpulkan data-data sesuai dengan yang sebenarnya kemudian data-data tersebut disusun, diolah, dan dianalisis untuk memberikan gambaran mengenai permasalahan-permasalahan yang ada38

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah dari mana data penelitian dapat diperoleh, dengan kata lain sumber data merupakan segala sesuatu yang dapat memberikan informasi/penjelasan mengenai data. Data adalah segala bentuk fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi.39 Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer, adalah bahan hukum yang bersifat autoritatif berupa

peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan dan putusan yang digunakan dalam penelitian ini yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 Tentang Badan Pertanahan Nasional, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang

37 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 23

38 Sugiyono, Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2008), hal.

105

39 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 96

(36)

Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian Dan Penanganan Kasus Pertanahan, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 13 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Blokir Dan Sita, Putusan PTUN Bandung Nomor 61/G/2011/PTUN-BDG, Putusan PTTUN Jakarta Nomor 108/B/2012/PT.TUN.JKT, Putusan Mahkamah Agung Nomor 480/K/TUN/2012, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 17 PK/TUN/2014.

b. Bahan Hukum Sekunder, adalah bahan hukum yang tidak mengikat yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, dan hasil karya dari kalangan hukum.

c. Bahan Hukum Tertier, adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan sebagainya.40

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dan strategis dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah untuk

40 Zainudin Ali, Op.Cit, hal. 23

(37)

pengumpulan data.41 Teknik pengumpulan data yang sesuai dan dipakai dalam penelitian ini adalah Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu dilakukan dengan cara mengumpulkan data atau informasi dari perpustakaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal penelitian ilmiah, dan catatan diskusi ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini serta wawancara dengan Notaris Idulina Fitri Notaris di Kota Medan sebagai pendukung data.

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen yaitu salah satu alat yang digunakan dalam penelitian untuk mendapatkan data-data yang valid dan relevan dengan cara menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik dokumen tertulis maupun dokumen elektronik. 42 Selain digunakan studi dokumen digunakan juga pedoman wawancara agar mendapatkan data yang lebih baik, sistematis, dan terstruktur.

4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu suatu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satu kesatuan yang dapat dikelolah, mensintesiskan, mencari, dan menemukan suatu pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.43 Setelah analisis data selesai maka hasilnya tersebut akan

41 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 62

42 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 221

43 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 248

(38)

disajikan secara deskriptif dan akan dapat ditarik suatu kesimpulan secara deduktif.

(39)

BAB II

KEKUATAN HUKUM BUKTI PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DENGAN DASAR SURAT KEPUTUSAN KEPALA INSPEKSI AGRARIA

(SK KINAG) NOMOR 205 DN III 1954-1964

A. Bukti Perolehan Hak Atas Tanah

Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.44 Wewenang dalam hak atas tanah juga meliputi kewajiban untuk mempergunakan tanah dengan sebaik-baiknya dan mencegah kerusakan sesuai dengan tujuan pemberian dan isi haknya serta peruntukan tanahnya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang wilayah daerah tanah bersangkutan berada.45

Perolehan hak atas tanah dapat diperoleh dengan dua cara yaitu secara original dan derivatif. Perolehan hak atas tanah secara original adalah hak atas tanah yang diperoleh seseorang atau badan hukum untuk pertama kalinya seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. Sedangkan perolehan hak atas tanah secara derivatif adalah hak atas tanah yang diperoleh seseorang atau badan hukum secara turunan dari hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh pihak lain seperti jual beli, hibah, dan warisan dari orang tua.46

Hak atas tanah juga terbagi atas dua kategori yaitu hak primer dan hak sekunder. Semua hak yang diperoleh langsung dari negara adalah hak primer

44 Sri Sayekti, Hukum Agraria Nasional, (Bandar Lampung : Universitas Lampung, 2000), hal. 20

45 Boedi Harsono, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, (Jakarta : Djambatan, 2000), hal 63

46 Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta : Pranada Media Grup, 2005), hal. 52

(40)

sedangkan semua yang berasal dari pemegang hak atas tanah lain berdasarkan perjanjian bersama disebut hak sekunder. Pada dasarnya keduanya mempunyai persamaan dimana pemegangnya berhak untuk mempergunakan tanah yang dikuasainya untuk dirinya sendiri atau untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain melalui perjanjian dimana satu pihak memberikan hak-hak sekunder pada pihak lain. Hak atas tanah yang diperoleh dari Negara terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan. Sedangkan Hak Sekunder terdiri dari Hak Sewa, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Gadai, dan Hak Menumpang.47

Perolehan hak atas tanah harus disertai dengan bukti perolehan hak atas tanah untuk lebih memberikan perlindungan kepada pemegang hak atas tanah.

Bukti tertulis perolehan hak atas tanah yang dikenal di Indonesia adalah sebagai berikut :48

1. Grosse Akta Hak Eigendom yang telah dibubuhi catatan bahwa Hak Eigendom yang bersangkutan dikonversi menjadi Hak Milik.

2. Grosse Akta Hak Eigendom, sejak berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 di daerah yang bersangkutan.

3. Surat Tanda Bukti Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan.

4. Sertifikat Hak Milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1959.

5. Surat Keputusan Pemberian Hak Milik dari pejabat yang berwenang baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebutkan didalamnya.

47 Rinto Manulang, Segala Hal Tentang Tanah Rumah Dan Perizinannya, (Yogyakarta : Suka Buku, 2011), hal. 11

48 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, (Jakarta : Kencana, 2012), hal.

313

(41)

6. Akta Pemindahan Hak yang dibuat dibawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

7. Akta Pemindahan Hak Atas Tanah yang dibuat oleh PPAT yang tanahnya belum dibukukan.

8. Akta Ikrar Wakaf/ Surat Ikrar Wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1997.

9. Risalah lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang yang tanahnya belum dibukukan.

10. Surat Penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

11.Petuk Pajak Bumi/Landrete, girik, pipil, ketitir, dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961.

12. Surat Keterangan Riwayat Tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

13. Lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud Pasal II, Pasal VI, dan Pasal VII, ketentuan- ketentuan Konversi UUPA.

Bukti perolehan hak atas tanah selain bukti tertulis juga dapat dibuktikan dengan penguasaan fisik lebih dari 20 (dua puluh) tahun, yang mana penguasaan tersebut didasarkan atas itikad baik dan adanya keterangan dari saksi-saksi yang dapat dipercaya.49 Penguasaan menunjukan adanya hubungan hukum antara tanah dengan orang yang menguasainya artinya ada sesuatu hal yang mengikat antara orang tersebut dengan tanah yang dikuasainya .50 Berdasarkan Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sekalipun tidak ada alat bukti yuridis/tertulis namun apabila ada penguasaan secara fisik maka dapat dilegitimasi/diformalkan haknya melalui penetapan/pemberian haknya kepada yang bersangkutan.

49 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 2003), hal. 183

50 Badan Pertanahan Nasional, Hak-Hak Atas Tanah Dalam Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : 2002), hal. 18

(42)

Bukti perolehan hak atas tanah secara tegas diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Pada Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria ditegaskan untuk menjamin kepastian hukum kepemilikan tanah dan memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah diadakan Pendaftaran Tanah. Pendaftaran Tanah melahirkan suatu bukti tertulis perolehan hak atas tanah berupa Sertifikat. Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.51

Ketentuan dalam Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan data yuridis yang terdapat dalam sertifikat meliputi status hukum bidang tanah yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Sedangkan data fisik meliputi keterangan mengenai letak, batas, dan luas bidang-bidang tanah termasuk keterangan mengenai adanya bangunan di atasnya.52

Sertifikat harus diterima sebagai data yang benar baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di Pengadilan dengan syarat tidak ada yang membuktikan kebenaran data yuridis dan data fisik yang sebaliknya.53

51 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 32 Ayat (1)

52 M. Arba, Hukum Agraria Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2016), hal. 148

53 Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, (Surabaya : Arkola, 2003), hal. 110

(43)

Bukti perolehan hak atas tanah apapun baik yang dibuat dibawah tangan maupun melalui pejabat yang berwenang setelah berlakunya UUPA wajib didaftarkan dan memperoleh sertifikat sehingga pemegang hak atas tanah terjamin haknya dan menciptakan tertib administrasi pertanahan yang baik sesuai dengan cita-cita hukum tanah nasional. Untuk tanah yang belum bersertifikat maka statusnya belum dapat dikatakan menjadi hak milik sampai ia mendaftarkan hak atas tanahnya melalui Kantor Pertanahan.

B. Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria (SK Kinag) Sebagai Bukti Perolehan Hak Atas Tanah

Setelah berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria pengaturan tentang pertanahan bersumber dan di atur dalam undang-undang tersebut termasuk pemilikan hak atas tanah dengan didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Kepemilikan hak atas tanah harus diberikan perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan cara diberikan bukti kepemilikan berupa sertifikat dan didaftarkan atau dicatatkan pada Kantor Pertanahan untuk lebih menjamin kepastian hukum.

Negara Indonesia menggunakan sistem pendaftaran tanah stelsel negatif bertendensi positif, sertifikat bersifat kuat tetapi tidak mutlak. Walaupun merupakan alat bukti kepemilikan yang kuat dan mendapatkan pengakuan dari Undang-Undang Pokok Agraria sertifikat belum menjamin kepastian

(44)

pemiliknya.54 Pembukuan suatu hak atas tanah dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan seseorang yang seharusnya berhak atas tanah tersebut akan kehilangan haknya, masih dapat dimungkinkan seseorang tersebut menggugat haknya apabila dapat dibuktikan.55 Pembuktian kepemilikan dapat dikatakan kuat dan sempurna apabila :56

1. Adanya Bukti Surat

Bukti surat merupakan bukti tertulis yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui pejabat yang berwenang mengenai legalitas atau keabsahan kepemilikan seseorang atas tanah tertentu. Selain itu bukti surat sangat menentukan status tanah apakah telah terdaftar pada Badan Pertanahan Nasional sebagai lembaga non departemen yang berwenang di bidang pertanahan.

2. Adanya Bukti Fisik

Bukti Fisik merupakan penguasaan fisik secara langsung menguasai tanah atau mengolah, memanfaatkan fungsi tanah untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Penguasaan secara fisik terhadap tanah dapat dijadikan sebagai bukti untuk mengajukan permohonan hak milik atas tanah yang dikuasainya melalui pejabat negara yang berwenang menurut prosedur yang telah ditentukan.

Kriteria Bukti surat yang harus dipenuhi agar memenuhi aspek pembuktian yang kuat yaitu wajib memuat hal sebagai berikut :57

1. Status dan dasar hukum. Hal ini untuk mengetahui dan memastikan dengan dasar apa tanah diperoleh.

2. Identitas pemegang hak atau yang dikenal dengan kepastian subjek.

Untuk memastikan siapa pemegang hak sebenarnya dan apakah orang tersebut benar-benar berwenang untuk mendapatkan hak atas tanah tersebut.

54 Rusmadi Murad, Pelaksanaan Hukum Pertanahan Dalam Praktek, (Bandung : Mandar Maju, 2013), hal. 46

55 Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, (Jakarta, 1989), hal. 3

56 Manulang Rinto, Segala Hal Tentang Tanah, Rumah, dan Perizinannya, (Yogyakarta : Buku Pintar, 2011), hal. 32

57 A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia, (Bandung : Mandar Maju, 2009), hal. 10

Referensi

Dokumen terkait