• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. usaha yang terencana untuk mengatasi permasalahan-permasalahan sosial masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. usaha yang terencana untuk mengatasi permasalahan-permasalahan sosial masyarakat"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia sebagian besar berada di pedesaan, oleh karena itu perhatian pembangunan perlu lebih banyak diarahkan kepada pembangunan pedesaan. Titik tumpu pembangunan tidak bisa lain kecuali pada pembangunan desa dengan segala aspeknya. Keadaan yang demikian ini diperkuat oleh adanya kenyataan bahwa masyarakat pedesaan masih dihinggapi masalah sosial seperti kemiskinan, keterbelakangan dan berbagai kerawanan sosial lainnya. Untuk itu diperlukan suatu usaha yang terencana untuk mengatasi permasalahan-permasalahan sosial masyarakat desa serta guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat dan fasilitasi dari pemerintah untuk mengelola berbagai potensi ekonomi untuk kesejahteraan penduduk dan pembangunan desa, sampai saat ini tidak diagendakan sebagai prioritas oleh pemerintah daerah. Padahal Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 213 tentang Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Pasal 214 tentang kerja sama antar desa, dapat dijadikan sebagai landasan/modal dalam upaya pemberdayaan masyarakat desa. Pemberdayaan masyarakat sebagai proses memampukan dan memandirikan masyarakat (Kartasasmita,), pada umumnya ditujukan untuk peningkatan taraf kesejahteraan.

Proses pemberdayaan dan pemandirian dalam hal ini tidak berbentuk fasilitasi yang

(2)

diberikan kepada kepada masyarakat desa untuk mengelola potensi ekonomi yang ada di desanya.1

Pemerintahan Daerah diberikan kewenangan penuh dalam hal mengurus sendiri rumah tangganya berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan dan dijalankankan oleh pemerintah daerah, pemerintah daerah menjalankan urusan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang terdiri dari Gubernur, Bupati, dan Wali Kota untuk menjalankan pemerintahan di Provinsi, Kabupaten dan Kota. Lahirnya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pengganti Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah di mana di dalam Undang-Undang ini pengaturan mengenai desa mengalami perubahan, di mana di dalam UU No. 32 Tahun 2004 secara nyata mengakui otonomi desa dan dapat di susun definisi mengenai otonomi desa yaitu:

otonomi desa adalah hal untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri yang muncul bersamaan dengan terbentuknya persekutuan masyarakat tersebut, dengan batas-batas berupa hak dan kewenangan yang belum diatur oleh persekutuan masyarakat hukum yang lebih luas dan tinggi tingkatannya dalam rangkamemenuhi kebutuhan hidup dan penghidupan kesatuan masyarakat hukum bersangkutan. Dan dengan asas otonomi inilah desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat

1Sayuti M,” Pelembagaan Badan Usaha Milik Desa (bumdes)Sebagai Penggerak Potensi Ekonomi DesaDalam Upaya Pengentasan KemiskinanDikabupaten Donggala,” Jurnal ACADEMICA Fisip Untad VOL.03 No. 02 Oktober 2011. Hlm. 1.

(3)

yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang salah satunya yaitu mansejahterakan masyarakat desa diharapkan mampu menstimuli dan menggerakkan roda perekonomian di pedesaan adalah melalui pendirian kelembagaan ekonomi yang dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa yang berangkat dari adanya potensi di desa. Bentuk kelembagaan sebagaimana disebutkan di atas dapat berupa Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Badan Usaha ini telah diamanatkan di dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa. Keberadaan BUMDes ini diharapkan mampu mendorong dinamisasi kehidupan ekonomi di pedesaan.2

Mardiasmo mengatakan bahwa selama masa orde baru, harapan yang besar

dari masyarakat desa untuk dapat membangun desanya berdasarkan kemampuan dan kehendak sendiri ternyata dari tahun ke tahun dirasakan semakin jauh dari kenyataan.

Ini disebabkan oleh pola pendakatan sentralistik (top-down) yang penuh nuansa uniformitas (keseragaman) yang dikembangkan. Pemerintah kurang memberi keleluasaan (lokal discreation) kepada masyarakat untuk menentukan kebijakan pembangunan bagi desanya sendiri, sehingga mematikan inisiatif serta kreatifitas dari masyarakat dan pada gilirannya memunculkan tradisi menungg (atau dalam bahasa jawa „sendiko dawuh’). Kondisi yang ada tersebut semakin parah ketika kewenangan yang diberikan kepada desa selama ini „untuk mengatur rumah tangganya sendiri‟, tidak disertai dengan pemberian infrastruktur yang memadai, penyiapan sumber daya

2 Hadi Irawan,Eksistensi Bumdes Dari Aspek Otonomi Berdasarkan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Mataram. 2013. Hlm. 4-5.

(4)

manusia yang profesional, dan pembiayaan. Akibatnya yang terjadi bukan terciptanya kemandirian suatu desa, tetapi justru ketergantungan desa terhadap pemerintah.

Pola top-down dalam pembangunan desa dikembangkan pemerintah dengan alasan untuk menjamin keberhasilan program-program pembangunan dan mengingat masih lemahnya sumber daya manusia yang ada di desa. Karena dua alasan tersebut, sentralisasi dalam pembangunan dipandang oleh pemerintah sebagai prasyarat untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi di desa.

Selain alasan tersebut diatas, campur tangan pemerintah dalam pembangunan disebabkan oleh beberapa faktor sebagaimana kesimpulan penelitian Rondinelli, bahwa proses pembangunan pedesaan di negara-negara berkembang masih sangat tersentralisasi, meski hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor : pertama, strategi dengan pola top-down, sebagai konsekuensi logis dari penerapan model pembangunan dari atas (development from above) yang sarat dengan nuansa state centered. Kedua, pembangunan pedesaan sebagian besar dilakukan oleh orang luar

(out siders) dan badan perencana dari pemerintah maupun konsultan (baik dalam negeri maupun asing) tanpa melibatkan masyarakat setempat secara aktif. Ketiga, orientasi pembangunan untuk rakyat, secara struktural dan kultural memberikan imbas dalam pembangunan dimana peranan dominan yang dimiliki oleh pemerintah, yang kurang menghargai prakarsa dan inisiatif masyarakat untuk memiliki pikiran- pikiran alternatif, sehingga pembangunan tidak dapat menjawab permasalahan masyarakat yang begitu komplek.

(5)

Ketidak pekaan pemerintah terhadap aspirasi masyarakat serta minimnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan tersebut, dapat mengakibatkan masyarakat kurang merasa memiliki (sense belonging) terhadap hasil-hasil pembangunan, bahkan lebih lanjut menimbulkan akibat yang fatal dalam arti politis, yaitu memunculkan sikap apatis, frustasi, kecemburuan sosial dan ketidakpercayaan kepada pemerintah, dimana pada puncaknya sering menimbulkan ketegangan yang serius antara pemerintah dan rakyat, hal ini terlihat dari banyaknya contoh kasus yang menunjukkan masyarakat sering menentang upaya pembangunan yang dilakukan pemerintah. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa kunci keberhasilan dari suatu program pembangunan adalah partisipasi sebagai suatu conditio sine quanone atau keharusan yang tidak dapat ditawar.

Belajar dari fenomena tersebut, maka selanjutnya terjadi perubahan paradigma dalam pembangunan desa seiring diterbitkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004. konsep otonomi desa yang tertuang didalamnya memberikan kedudukan yang kuat bagi desa dan masyarakatnya untuk melaksanakan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhannya, dimana proses pembangunan secara bertahap telah bergeser mengarah kepada proses yang memungkinkan masyarakat dapat berpartisipasi secara keseluruhan (participatory development), sejak dari (a) prakarsa (dari masyarakat), (b) perencanaan, pelaksanaan dan pengendaliannya (oleh masyarakat), hingga kealokasian manfaatnya (untuk masyarakat). Kondisi macam ini didukung oleh pernyataan suwignyo, bahwa hakikat pengertian pembangunan adalah

(6)

dari, untuk dan oleh masyarakat, dengan demikian maka pembangunan dipedesaan masyarakat desa sebagai subyek pembangunan dan bukan sebagai obyek pembangunan. Atau dengan kata lain bahwa pembangunan desa harus dapat dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri.

Dalam peraturan desa Molingkapoto Selatan nomor : 11 tahun 2012 tentang pembentukan dan pengelolaan badan usaha milik desa (BUMDES) “Cahaya Indah”

Desa Molingkapoto Selatan pada Bab III tentang pembentukan badan usaha milik desa pasal 4, yaitu:

1. Pemerintah desa MOLINGKAPOTO SELATAN membentuk badan usaha milik desa yang bernama BUMDES “ Cahaya Indah” sesuai dengan hasil musyawarah desa.

2. Pemilik bumdes adalah kepala desa MOLINGKAPOTO SELATAN dalam hal ini untuk dan atas nama masyarakat desa MOLINGKAPOTO SELATAN bertindak atas nama jabatannya, bertindak bertindak sebagai komisaris BUMdes.

3. BUMdes sebagaimana di maksud pada ayat (1) harus berbadan hukum dan atau di daftarkan di pejabat pembuat akta atau notaris.

4. Ruang lingkup usaha BUMdes Bina sejahtera dapat meliputi seluruh jenis usaha baik bidang simpan pinjam, perdagangan umum, jasa, pertanian, peternakan, perikanan dan lain-lain, sesuai dengan kemampuan dan kondisi pemerintah desa serta masyarakat setempat, dapat juga beberapa desa

(7)

membentuk bumdes gabungan, yang pelaksanaanya di tuangkan didalam peraturan desa bersama.3

Adapun pada Bab IV tentang kedudukan fungsi tugas dan wewenang BUMdes pasal 5 yaitu, kedudukan badan usaha milik desa MOLINGKAPOTO SELATAN.

1. BUMdes adalah suatu Badan Usaha Milik Desa yang berkedudukan di wilayah Desa Molingkapoto Selatan Kacamatan Kawandang Kabupaten Gorontalo Utara.

2. BUMdes adalah suatu badan usaha milik desa yang independen dan berbadan hukum dan terstruktur terpisah dari pemerintah desa serta merupakan mitra kerja kepala desa dalam hal peningkatan sumber pendapatan asli desa dan membantu pemerintah desa dalam pembangunan di bidang perekonomian.

3. BUMdes bertanggung jawab langsung kepada kepala desa.4

Subaridengan pendapat yang sama mengemukakan bahwa pembangunan harus menerapkan prinsip-prinsip desentralisasi, bergerak dari bawah (bottom up), mengikutsertakan masyarakat secara aktif (participatory), dilaksanakan dari dan bersama masyarakat (from and with people) dan koordinasi antar sektor serta kelembagaan yang ada di desa. Melalui proses semacam ini maka keinginan- keinginan dan kebutuhan masyarakat desa dapat disalurkan dan diwujudkan dalam

3 Peraturan Desa Molingkapoto Selatan Nomor: 11 tahun 2012 Tentang Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa BUMDES “Cahaya Indah” Desa Molingkapoto Selatan , Bab III Pembentukan Badan Usaha Milik Desa, pasal 4.

4 Peraturan Desa Molingkapoto Selatan Nomor: 11 tahun 2012 Tentang Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa BUMDES “Cahaya Indah” Desa Molingkapoto Selatan , Bab IV kedudukan fungsi tugas dan wewenang BUMdes, pasal 5.

(8)

program pembangunan desa. Maka dari uraian tersebut dijadikan oleh penulis sebagai latar belakang memilih judul “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Badan Usaha Milik Desa”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil/ identifikasi masalah yang ada di desa molingkapoto selatan Kecamatan kwandang Kabupaten Gorontalo Utara, maka penulis merumuskan beberapa identifikasi masalah yaitu:

1.2.1 Bagaimana partisipasi masyarakat Dalam pembangunan Desa

1.2.2 Bagaimana implementasi/ pelaksanaan program Badan Usaha Milik Desa di Desa Molingkapoto Selatan, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dan untuk mengkaji lebih mendalam masalah ini, maka peneliti mencoba mengemukakan beberapa rumusan permasalahan yang akan dibahas, sebagai berikut :

1.3.1 Bagaimana Partisipasi masyarakat dalam pengembangan badan usaha milik desa?

1.3.1 Bagaimana implementasi/ pelaksanaan program Badan Usaha Milik Desa di Desa Molingkapoto Selatan Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara?

(9)

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian sebagai berikut:

1.4.1 Mengetahui Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Badan Usaha Milik Desa.

1.4.1 Bagaimana implementasi/ Pelaksanaan program Badan Usaha Milik Desa di Desa Molingkapoto Selatan Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara

1.5 Manfaat penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1.5.1 Secara akademis

 memberikan kontribusi keilmuan tentang pemberdayaan masyarakat dan pengembangannya serta partisipasi masyarakat dalam kegiatan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Badan Usaha Milik Desa.

1.5.2 Secara praktis,

 memberi masukan kebijakan kepada pemerintah kecamatan dan kelompok kepentingan lainnya tentang pemberdayaan, peran aktif masyarakat dalam Partisipasi masyarakat dalam pengembangan badan usaha milik desa dan proses pembangunan, dan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan berpijak dan referensi bagi para peneliti yang tertarik untuk meneliti kajian yang sama untuk waktu yang akan datang.

(10)

 Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui keefektifan pendirian BUMDes Desa Molingkapoto Selatan ini dalam mengakomodir potensi desa dan kebutuhan masyarakat desa.

 Penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi untuk pemerintah daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo Utara dan Pemerintah Daerah lainnya di Indonesia pada umumnya.

 Untuk memberikan masukan kepada pemerintah desa Molingkapoto Selatan dan masyarakat Desa Molingkapoto Selatan, serta Pemerintah Daerah dalam mengimplementasikan program Badan Usaha Milik Desa di desa tersebut.

1.5.3 Secara Teoritis

 Untuk memberikan sumbangan pikiran terhadap pengembangan ilmu mengenai partisipasimasyarakat dalam pengembangan badan usaha milik desa.

 Hasil yang diperoleh diharapkan akan dimanfaatkan sebagai referensi bagi perkembangan ilmu sosiologi, khususnya untuk melihat perkembangan yang ada di dalam lingkungan masyarakat perdesaan.

 Hasil penelitian ini diharapkan menjadi kajian ilmiah dan masukan penting untuk lebih memahami partisipasi masyarakat dalam pengembangan badan usaha milik desa.

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan rating yang dilakukan oleh AC Nielsen untuk MGT Radio 101.1 FM tidak hanya dilakukan pada radio dewasa di kota Bandung, akan tetapi melakukan penghitungan

 Struktur Organisasi Laundry  Uraian jabatan  Pengenalan ruangan dan lingkungan kerja  Pengenalan personil  Pengenalan alur proses pengambilan  Pengenalan

Tujuan penelitian ini adalah membahas sikap dan perilaku pembaca surat kabar terhadap iklan susu kedelai dimana fungsi iklan itu sendiri sangat penting dalam pemasaran, selain sebagai

pengertian bank menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha

Angka ini meningkat mencapai 1.967.400orang pada tahun 2014 ( Tabanan Dalam Angka, 2015) Kabupaten Tabanan juga memiliki objek wisata yang cukup banyak dikunjungi

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi pembentuk undang-undang khususnya DPR (Dewan Perwakilan

Teridentifikasinya dua spesies Trichodina yang berbeda menunjukkan potensi penyebaran spesies parasit yang tinggi bagi ikan hias air tawar yang diperjualbelikan

Kelebihan dari Algoritma Artificial Bee Colony adalah sangat efisien dalam mencari solusi optimal, dapat mengatasi masalah optimasi lokal maupun global, dapat dijalankan