• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMODELAN REGRESI SPASIAL TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMODELAN REGRESI SPASIAL TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

139

PEMODELAN REGRESI SPASIAL TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

Safaat Yulianto1), Nurhuda2)

1), 2)Akademi Statistika (AIS) Muhammadiyah Semarang e-mail: safaatyulianto@yahoo.com

Abstract

Poverty is a global social problem, the intention is that this problem exists in every country, especially in developing countries including Indonesia. As we know that the programs that have been carried out by the government have not been able to overcome the problem of poverty in Indonesia, this is because each region has different characteristics of the poor. Therefore, in analyzing data that takes into account the effects of the region / location, the appropriate analysis to use is spatial regression analysis, spatial regression itself is a development of the classical regression model. The classical regression model or ordinary least square will tend to produce inaccurate conclusions when used in spatial data.

This study was conducted to determine whether there is a spatial influence on poverty levels in districts/cities in Central Java Province and what are the variables that influence it using the spatial autoregressive model (SAR). The variables used in this study consisted of the number of poor population (Y), total population (X1), average length of schooling (X2), economic growth (X3), per capita expenditure (X4). The test results show that the population and average length of school significantly influence poverty. While economic growth, and per capita spending did not significantly affect poverty levels. So that the equation of the spatial regression model is obtained: 𝑌̂ = 0,242544𝑊𝑦+ 115,607 + 37,8563𝑋1− 16,0468𝑋2

Keywords: Kemiskinan, Matriks Pembobot Spasial, Regresi, Regresi Spasial, Spatial Autoregressive Model (SAR).

1. PENDAHULUAN

Di Indonesia terdapat tiga masalah pokok bangsa, diantaranya: (1) hilangnya kewibawaan negara, (2) menurunnya sendi perekonomian, dan (3) tersebarnya intoleransi dan krisis perilaku bangsa. Menurunnya sendi perekonomian dapat dilihat dari belum terselesaikannya persoalan kemiskinan. Untuk mengatasi masalah ini pemerintah Indonesia membuat suatu kebijakan pembangunan yang mana tercantum pada Nawa Cita atau disebut dengan sembilan agenda prioritas presiden Republik Indonesia. (Bappenas, 2014). Kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar berupa papan, pangan, sandang, pendidikan, dan kesehatan (Fajriyah & Rahayu, 2016). Jika kemiskinan bertambah banyak maka angka kriminalitas juga akan meningkat, disisi lain penduduk miskin tersebut akan lebih sulit dalam mencari pekerjaan yang layak (Sitorus & Marsisno, 2018).

(2)

140

Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu provinsi yang masih dihadapkan oleh masalah kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 sebesar 4197,49 ribu jiwa atau 12,23 persen dibandingkan pada tahun 2016 sebesar 4493,75 ribu jiwa atau 13,19 persen. Walaupun tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan tetapi pada hakikatnya tingkat kemiskinannya masih relatif tinggi, jika kita bandingkan dengan tingkat kemiskinan yang ada di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur. Kondisi tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah juga masih tergolong tinggi dibandingkan dengan rata-rata kondisi kemiskinan nasional (Septiana, 2015) yang hanya sebesar 10,12 persen pada tahun 2017.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya pembangunan demi terciptanya masyarakat yang sejahtera, dengan sasaran penting dalam pembangunan nasional adalah menurunkan angka kemiskinan (Prastyo, 2010). Ketidaktepatan sasaran penanggulangan kemiskinan menyebabkan tujuan penanggulangan kemiskinan jauh dari harapan yang diinginkan (Qattrunnada, Almira & Ratnasari, 2016). Oleh karena itu, penangulangan kemiskinan lebih efektif apabila menggunakan pendekatan aspek wilayah/lokasi (Yulianto, Djuraidah & Wigena, 2011). Maka dari itu, penelitian ini menggunakan analisis regresi spasial yang mana dalam analisisnya memperhatikan aspek kewilayahan.

Penelitian sebelumnya menggunakan regresi linier berganda dengan metode ordinary least squares (OLS) yang menyatakan bahwa variabel PDRB dan APBD signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan (Rusdarti & Sebayang, 2013). Regresi ini sangat tergantung pada asumsi, jika terdapat suatu asumsi yang tidak terpenuhi maka dapat dikatakan terdapat pengaruh spasial (Mariani & Fauzi, 2017). Penelitian lainnya yaitu regresi panel, yang menyatakan bahwa variabel kesehatan, pendidikan, pengeluaran pemerintah, dan pengangguran signifikan berpengaruh terhadap kemiskinan (Wahyudi

& Rejekingsih, 2013). Kondisi semua wilayah yang diamati berbeda karena adanya faktor geografis, maupun hal lainnya yang melatarbelakangi kondisi yang diteliti (Isbiyantoro, Wilandari, & Sugito, 2014).

2. KAJIAN LITERATUR 2.1. Regresi Spasial

Regresi spasial merupakan suatu analisis untuk mengetahui hubungan antara satu peubah dengan beberapa peubah lain dengan memperhatikan pengaruh spasial (lokasi) (Amelia, 2012). Model umum regresi spasial adalah sebagai berikut:

𝐘 = 𝛒𝐖𝐲 + 𝐗𝛃 + 𝐮 (1)

𝐮 = 𝛌𝐖𝟐𝐮 + 𝛆 (2)

𝛆 ~ 𝐍 (𝟎, 𝛔𝟐𝐈) Dengan,

𝐘 : Variabel tak bebas berukuran nx1

𝛒 : Parameter koefisien spasial lag variabel tak bebas 𝐖𝐲 : Matriks pembobot spasial lag berukuran nxn 𝐖𝟐𝐮: Matriks pembobot spasial galat berukuran nxn 𝐗 : Variabel bebas berukuran n x p

𝛃 : Parameter koefisien regresi berukuran p x 1 𝛌 : Parameter koefisien spasial lag pada galat 𝐩 : Banyak variabel

(3)

141 𝐧 : Banyak amatan atau lokasi 𝐮, 𝛆 : Galat

2.2. Data Spasial

Data spasial merupakan data yang berkaitan dengan wilayah/lokasi. Analisis data spasial tidak dapat dilakukan secara global, artinya setiap lokasi mempunyai karakteristik tersendiri. Sehingga sebagian besar pendekatan analisisnya ialah eksplorasi data yang digambarkan dalam bentuk peta tematik, yaitu suatu peta yang menghasilkan gambaran penggunaan ruangan pada tempat tertentu sesuai dengan tema yang diinginkan (Rahmawati et al., 2015).

2.3. Uji Efek Spasial

Untuk mengetahui adanya efek spasial dilakukan uji spatial dependence atau uji dependensi spasial pada data. Metode yang digunakan yaitu dengan uji indeks moran (Uji Morans’I) dan uji Lagrange Multiplier (Uji LM).

i. Uji Indeks Moran (Uji Morans’I)

Uji indeks moran (Uji Morans’I) adalah sebuah tes statistik untuk melihat nilai autokorelasi spasial, yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu lokasi dari pengelompokan spasial (Rati & Nababan, 2013). Adapun hipotesis yang digunakan untuk menguji korelasi spasial suatu data dengan Morans’I adalah sebagai berikut (Kusrini, Suhartono, & Sari, 2013):

H0: I = 0 (tidak ada autokorelasi spasial antar lokasi) H1: I ≠ 0 (ada autokorelasi spasial antar lokasi) Persamaan Indeks Morans’I yaitu:

𝑰 =𝒏 ∑ 𝑾𝒊𝒋(𝒙𝒊−𝒙̅)(𝒙𝒋−𝒙̅)

𝒏𝒋=𝟏 𝒏𝒊=𝟏

𝒏𝒊=𝟏𝑾𝒊𝒋(𝒙𝒊−𝒙̅)𝟐 (3) Dengan,

I : Nilai indeks morans N : Banyaknya pengamatan 𝑥𝑖 : Nilai pada lokasi ke-i 𝑥𝑗 : Nilai pada lokasi ke-j

𝑥̅ : Nilai rata-rata x pada n pengamatan 𝑊𝑖𝑗 : elemen matriks pembobot spasial Statistik uji yang digunakan adalah:

Zhit= I−E(I)

√Var(I) (4)

Nilai ekspektasi Morans’I adalah:

E(I) = I𝑜= − 1

n−1 (5)

Nilai varians Morans’I adalah:

Var(I) =n[(n2−3n+3)S1−nS2+2So2]

(n−1)(n−2)(n−3)So2 (6) Dengan,

𝐒𝐨 = ∑𝐧𝐢=𝟏𝐧𝐣=𝟏𝐖𝐢𝐣 𝐒𝟏 =𝟏

𝟐∑ (𝐧𝐢≠𝐣 𝐖𝐢𝐣+ 𝐖𝐣𝐢)𝟐 𝐒𝟐 = ∑𝐧𝐢=𝟏(𝐖𝐢𝐨+ 𝐖𝐨𝐢)𝟐

(4)

142 Dimana:𝐖𝐢𝐨= ∑𝐧𝐣=𝟏𝐖𝐢𝐣 𝐝𝐚𝐧 𝐖𝐨𝐢 = ∑𝐧𝐣=𝟏𝐖𝐣𝐢 Keputusan tolak H0 jika |Zhitung| > Za/2. atau p-value < α

Nilai indeks 𝑰antara -1 dan 1. Jika 𝑰 > 𝑰𝒐 maka data berautokorelasi secara positif (pola mengolompok). Namun 𝑰 < 𝑰𝒐 maka data berautokorelasi secara negatif (pola menyebar). Sedangkan jika 𝑰 = 𝑰𝒐 artinya tidak ada autokorelasi(Laswinia & Chamid, 2016). Indeks Moran hanya dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya korelasi spasial, dengan menggunakan Moran Scatterplot dapat menunjukkan pola pengelompokkan yang terbentuk sekaligus wilayah yang termasuk dalam kelompok tersebut.

1. Kuadran I, atau disebut juga dengan high-high clustering, karakteristik daerah ini adalah menunjukkan kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk miskin diatas rata-rata dan rataan jumlah penduduk miskin tetangganya juga diatas rata-rata.

2. Kuadran II, atau disebut juga dengan low-high clustering, karakteristik daerah ini adalah menunjukkan kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk miskin dibawah rata-rata dan rataan jumlah penduduk miskin tetangganya diatas rata-rata.

3. Kuadran III, atau disebut juga low-low clustering, karakteristik daerah ini adalah menunjukkan kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk miskin dibawah rata- rata dan rataan jumlah penduduk miskin tetangganya juga dibawah rata-rata.

4. Kuadran IV, atau disebut juga high-low clustering, karakteristik daerah ini adalah menunjukkan kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk miskin diatas rata-rata dan rataan jumlah penduduk miskin tetangganya dibawah rata-rata.

ii. Uji Lagrange Multiplier

Ketergantungan spasial terdiri atas dua macam yaitu ketergantungan spasial pada lag (Lagrange Multiple Lag) dan ketergantungan spasial pada galat (Lagrange Multiple Error). Jenis ketergantungan spasial yang diperoleh akan dijadikan landasan untuk membuat model regresi spasial (Wijaya, 2012).

a. Uji LM Lag Hipotesis:

Ho: 𝛒 = 𝟎(tidak terjadi dependensi spasial lag) H1: 𝛒 ≠ 𝟎(terjadi dependensi spasial lag) Statistik uji:

𝐋𝐌𝐥𝐚𝐠= [𝒆′𝑾𝟏𝒆

𝝈𝟐 ]𝟐 𝟏

𝑫+𝑻 (7)

Dengan,

𝐃 =(𝑾𝟏𝑿𝜷)(𝟏 − 𝑿(𝑿𝑿)−𝟏𝑿)(𝑾𝟏𝑿𝜷) 𝝈𝟐

𝐓 = 𝐭𝐫𝐚𝐜𝐞((𝐖𝟏+ 𝐖𝟏)𝐖𝟏)

Kriteria keputusan: tolak Ho apabila LMlag > χ(α,1)2 atau p − value < 𝛼 b. Uji Lagrange Multiplier Error

Hipotesis:

Ho: 𝛌 = 𝟎(tidak terjadi dependensi spasial galat) H1: 𝛌 ≠ 𝟎(terjadi dependensi spasial galat) Statistik uji:

𝐋𝐌𝐞𝐫𝐫𝐨𝐫=𝟏

𝐓[𝐞𝐖𝟐 𝐞

𝛔𝟐 ]𝟐 (8)

(5)

143 Dengan,

𝐓 :𝐭𝐫𝐚𝐜𝐞((𝐖𝟏+ 𝐖𝟏)𝐖𝟏)

e :Galat

Kriteria keputusan: tolak Ho apabila LMlag > χ(α,1)2 atau p − value < 𝛼 2.4. Matriks Pembobot Spasial

Dalam spasial, matriks pembobot memiliki peran yang sangat penting, yang diasumsikan sebagai struktur spasial variabel-variabel dalam model (Gerkman, 2010).

Persinggungan antar wilayah yang berdekatan bisa diterangkan dengan sebuah matriks pembobot spasial atau disebut dengan matriks weighting spatial. Matriks pembobot spasial didefinisikan sebagai matriks konektifitas antar wilayah yang menunjukkan proses spasial (autokorelasi spasial), struktur spasial atau interaksi spasial (Septiana, 2015). Matriks ini dinotasikan dengan huruf W yang artinya adalah matriks ketergantungan spasial atau Contiguity. Jika dibentuk sebuah matriks maka bentuk pembobot spasial adalah:

𝑾𝟏 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝑾𝟐= [

𝑾𝟏𝟏𝑾𝟏𝟐𝑾𝟏𝟑 ⋯ 𝑾𝟏𝒏 𝑾𝟐𝟏𝑾𝟐𝟐𝑾𝟐𝟑 ⋯ 𝑾𝟐𝒏

⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ 𝑾𝒏𝟏𝑾𝒏𝟐𝑾𝒏𝟑 ⋯ 𝑾𝒏𝒏

]

𝑾𝒊𝒋(𝒔𝒕𝒓𝒅)= 𝑾𝒊𝒋

𝑾𝒊𝒋

𝒏𝒋=𝟏 (9)

Spatial Autoregressive Models (SAR)

Menurut Qu(2013) Spatial Autoregressive Model (SAR) merupakan suatu model spasial yang memperhitungkan pengaruh spasial pada peubah respon saja, terbentuk apabila λ=0, ρ≠0 sehingga proses autoregresif hanya terjadi pada variabel terikat saja.

Model regresi spasial SAR, sebagai berikut:

𝐘 = 𝛒𝐖𝐲 + 𝐗𝛃 + 𝛆 (10)

𝛆~𝐍(𝟎, 𝛔𝟐𝐈) Dengan,

𝐘 : Variabel tak bebas

𝛒 : Parameter autoregresif spasial lag 𝐖𝐲 : Matriks pembobot spasial lag 𝐗 : Variabel bebas

𝛃 : Parameter koefisien regresi 𝛆 : Galat

Spatial Error Models (SEM)

Model galat spasial atau Spatial Error Models (SEM) adalah salah satu model regresi spasial yang memiliki ketergantungan spasial pada galatnya, persamaan model galat spasial:

𝐘 = 𝐗𝛃 + 𝐮

𝐮 = 𝛌𝐖𝐮 + 𝛆

𝐘 = 𝐗𝛃 + 𝛌𝐖𝐮 + 𝛆 (11) 𝛆 ~ 𝐍(𝟎, 𝛔𝟐𝐈)

Dengan,

𝐘 : Variabel tak bebas

𝛌 : Parameter koefisien spasial galat

(6)

144 𝐖𝐮 : Matriks pembobot spasial galat 𝐗 : Variabel bebas

𝛃 : Parameter koefisien regresi 𝛆 : Galat

Parameter model galat spasial (λ) mengindikasikan adanya pengaruh spasial galat dari suatu wilayah ke-i terhadap wilayah ke-j disekelilingnya, apabila tidak terdapat ketergantungan spasial galat antara wilayah ke-i dengan wilayah ke-j maka parameter model galat spasial (λ) akan bernilai nol.

3. METODE PENELITIAN 3.1. Sumber Data

Data yang digunakan merupakan data publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2017, meliputi jumlah penduduk miskin tingkat kabupaten/kota, rata-rata lama sekolah, pengeluaran perkapita, pertumbuhan ekonomi, dan jumlah penduduk.

3.2. Metode Analisis

Berikut langkah analisis dalam penelitian ini yaitu:

1. Analisis Deskriptif,memberikan gambaran umum penyebaran penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah.

2. Membuat Matriks Pembobot Spasial Queen Contiguity, untuk mengetahui hubungan persinggungan sisi atau sudut dari kabupaten/kota yang berdekatan.

3. Uji Autokorelasi Spasial, untuk mengetahui pengaruh spasial antar daerah kabupaten/kota menggunakan Indeks Moran :

𝑍ℎ𝑖𝑡 = 𝐼 − 𝐸(𝐼)

√𝑉𝑎𝑟(𝐼)

dengan hipotesis awal tidak ada autokorelasi spasial.

4. Regresi Spasial, untuk mendeteksi model regresi spasial yang akan dipilih,melalui uji Lagrange Multiple

4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Deskriptif

Penyebaran jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada Tahun 2017 dapat digambarkan melalui peta tematik yang ada pada Gambar 1 berikut ini:

Gambar 1 Peta Penyebaran Penduduk Miskin

(7)

145

Berdasarkan peta tematik Gambar 1, wilayah yang memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi ditandai dengan warna paling gelap. Terdapat 2 wilayah yang masuk dalam kategori sangat tinggi yaitu Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Banyumas.

Sedangkan wilayah kabupaten/kota yang masuk kategori jumlah penduduk miskin sangat rendah memiliki warna paling muda. Terdapat 6 wilayah yang masuk dalam kategori tersebut, diantaranya Kabupaten Kudus, Kota Mangelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.

4.2. Uji Autokorelasi Spasial

Untuk mengidentifikasi adanya autokorelasi spasial antar wilayah, kita dapat menggunakan statistik indeks moran.

Tabel 1. Tabel Uji Indeks Moran

Variabel p-value z-value Morans’I E(I)

Kemiskinan 0,009000 2,6427 0,276369 -0,0294

*) sign 10%

Berdasarkan tabel 1 diperoleh nilai Zhit= 2,6427 lebih besar dari nilai Zα 2 = 1,645 atau p − value = 0,009000 lebih kecil dari nilai α = 10% sehinga dapat disimpulkan bahwa tolak H0 artinya terdapat autokorelasi spasial pada tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017. Adapun nilai statistik indeks moran yang diperoleh sebesar 0,276369 sedangkan nilai ekspektasi indeks morannya sebesar -0,0294, artinya 𝑰 > 𝑰𝒐(data berautokorelasi positif atau data mengelompok), sehingga secara umum tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 mengalami proses pengelompokan secara spasial.

Gambar 2 Moran Scatterplot

Berdasarkan Gambar 2 diketahui suatu wilayah yang memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi maka akan cenderung dikelilingi pula oleh wilayah lain yang memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi. Begitupun sebaliknya, wilayah yang memiliki jumlah penduduk miskin terendah maka akan cenderung dikelilingi pula oleh wilayah yang memiliki jumlah penduduk miskin terendah.

4.3. Uji Lagrange Multiplier

Penentuan model dapat melalui uji Lagrange Multiplier Tabel 2. Hasil Uji Lagrange Multiplier

(8)

146

Test MI/DF Value Probability

Lagrange Multiplier (lag) 1 4,0954 0,04300

Lagrange Multiplier (error) 1 1,4462 0,22914

*) sign 10%

Berdasarkan Tabel 2, hasil uji lagrange multiplier lag diperoleh nilai probability sebesar 0,04300 atau lebih kecil dari nilai alpha 0,1, sedangkan jika dilihat hasil uji lagrange multiplier error diperoleh nilai probability sebesar 0,22914 atau lebih besar dari nilai alpha 0,1 sehingga model regresi spasial yang baik digunakan ialah Spatial Autoregressive Models (SAR).

4.4. Spatial Autoregressive Models

Berdasar hasil pengujian dengan menggunakan model SAR.

Tabel 3. Hasil Uji Model SAR

Variable Coefficient Std.error z-value Prob.

W_Penduduk Miskin (Rho) 0.2425 0.1439 1.6851 0.0920

Constant 115.6070 70.6123 1.6372 0.1016

jumlah penduduk (X1) 37.8563 5.5438 6.8286 0.0000*

Rata-rata lama sekolah (X2) -16.0468 9.2703 -1.7310 0.0835*

Pertumbuhan ekonomi (X3) 3.9094 7.9281 0.4931 0.6230 Pengeluaran perkapita (X4) -0.0028 0.0064 -0.4400 0.6600

*) sign 10%

Hasil uji estimasi parameter regresi spasial diperoleh hasil bahwa terdapat 2 variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen atau jumlah penduduk miskin.

Variabel independen tersebut adalah variabel jumlah penduduk (X1), dan rata-rata lama sekolah (X2). Sehingga persamaan model SAR yang diperoleh berdasarkan variabel yang signifikan, yaitu:

𝑌̂ = 0,2425𝑊𝑦+ 115,6070 + 37,8563𝑋1− 16,0468𝑋2

Jumlah penduduk miskin suatu kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah signifikan mempengaruhi jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota lain yang berada disekitarnya sebesar 0.2425, terlihat dari nilai koefisien ρ (rho) yang lebih kecil dari alpha sebesar 0,1.

5. SIMPULAN

1. Tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017 yang masuk dalam kategori sangat tinggi yaitu Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Banyumas.

Sedangkan wilayah yang masuk dalam kategori jumlah penduduk miskin sangat rendah diantaranya Kabupaten Kudus, Kota Mangelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.

2. Model regresi spasial yang digunakan ialah spatial autoreggressive model (SAR).

Sehingga persamaan model regresi spasial yang diperoleh yaitu:

𝑌̂ = 0,242544𝑊𝑦+ 115,607 + 37,8563𝑋1− 16,0468𝑋2

Dengan variabel jumlah penduduk signifikan memiliki hubungan positif terhadap jumlah penduduk miskin yang ada di Provinsi Jawa Tengah.Sedangkan variabel

(9)

147

rata-rata lama sekolah signifikan memiliki hubungan negatif terhadap jumlah penduduk miskin yang ada di Provinsi Jawa Tengah.

REFERENSI

Amelia, M. (2012). Penerapan Regresi Spasial Untuk Data Kemiskinan Kabupaten Di Pulau Jawa, 1–20.

[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2014). Rancangan Awal:

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Jakarta Pusat:

Bappenas. Retrieved from

perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/20905-[_Konten_]...

Fajriyah, N., & Rahayu, S. P. (2016). Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan Kabupaten Kota di Jawa Timur Menggunakan Regresi Data Panel.

Jurnal Sains Dan Seni ITS, 5(1), 45–50.

Gerkman, L. (2010). Topics in Spatial Econometrics: With Applications to House Prices.

Hanken School of Economics. Finland.

Isbiyantoro, K., Wilandari, Y., & Sugito. (2014). Perbandingan Model Pertumbuhan Ekonomi Di Jawa Tengah Dengan Metode Regresi Linier Berganda dan Metode Geographically Weighted Regression, 6(2), 13–21. https://doi.org/10.1007/s00204- 009-0425-z

Kusrini, D. E., Suhartono, S., & Sari, D. M. (2013). Pemodelan Kasus Tindak Pidana di Kota Surabaya dengan Pendekatan Regresi Spasial. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 2(2), D135–D140.

Laswinia, V. D., & Chamid, M. S. (2016). Analisis Pola Hubungan Persentase Penduduk dan Sosial di Indonesia Menggunakan Regresi Spasial. JUrnal Sains Dan Seni ITS, 5(2), 1–6.

Mariani, S., & Fauzi, F. (2017). The Arcview and GeoDa Application In Optimization of Spatial Regression Estimate, 95(5), 1102–1115.

Prastyo, A. A. (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan.

Universitas Diponegoro.

Qattrunnada, Almira & Ratnasari, V. (2016). Analisis Indikator Tingkat Kemiskinan di Jawa Timur Menggunakan Regresi Panel. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 5(2), 1–6.

Qu, X. (2013). Three Essays on the Spatial Autoregressive Model in Spatial Econometrics. The Ohio State University.

Rahmawati, R., Safitri, D., & Fairuzdhiya, O. U. (2015). Analisis Spasial Pengaruh Tingkat Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Indonesia. Media Statistika, 8 No 1, 23–30.

Rati, M., & Nababan, E. (2013). Model Regresi Spasial untuk Anak Tidak Bersekolah Usia Kurang 15 Tahun di kota Medan. Saintia Matematika (Vol. 1).

Rusdarti, & Sebayang, L. K. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Economia, 9(1), 1–9.

Septiana, N. I. (2015). Analisis Kemiskinan Di Provinsi Jawa Tengah Menggunakan Metode Regresi Spasial. Universitas Islam Indonesia.

Sitorus, D. K. ., & Marsisno, W. (2018). Faktor-faktor Kemiskinan Kabupaten/Kota di Pulau Jawa dengan Geographically Weighted Regression, 1–15. Retrieved from https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1379

(10)

148

Wahyudi, D., & Rejekingsih, T. W. (2013). Analisis Kemiskinan Di Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi, 2, 1–15.

Yulianto, Djuraidah &Wigena. (2011). Model Otoregresif Simultan Bayes Untuk Analisis Kemiskinan. Prosiding Seminar Nasional Statistika. Vol. 2 No. 1.

Universitas Padjadjaran (Bandung).

Gambar

Tabel 1. Tabel Uji Indeks Moran

Referensi

Dokumen terkait

ja ammattilaisten verkostoja. Korosta, että Pak- ka-toimintamallin mukainen työ ei tuo kenelle- kään ylimääräistä työtaakkaa, vaan mahdollistaa vanhojen asioiden tekemisen

Realisasi penggunaan alokasi dana desa pada Pos Infrastruktur Desa (Pembangunan Kantor Desa) dalam Pelaksanaan kebijakan penggunaan alokasi dana desa di Desa Maria

scanning) pada bahan bakar nuklir digunakan untuk mengetahui pola distribusi fraksi bakar dalam bahan bakar yang ditunjukkan dari pengamatan distribusi hasil belah

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa total kerugian tak tertagih di BMT Mandiri Sleman adalah sebesar 1.518.075,00, saldo yang ada pada rekening Cadangan Kerugian Piutang

Kepada dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Riau melalui penelitian ini diharapkan untuk lebih meningkatkan konsep diri dengan cara meningkatkan rasa percaya

RPL atau Software Engineering (SE) Disiplin ilmu yang membahas semua aspek produksi perangkat lunak, mulai dari tahap awal spesifikasi sistem sampai pemeliharaan sistem

Sebelum didapatkan inspeksi yang optimal, harus diketahui terlebih dahulu distribusi waktu kerusakan dan waktu perbaikan dari setiap rel, kemudian menentukan

Hasil penelitian pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis bakteri asam laktat isolat indigenus yang mempunyai kemampuan bertahan pada pH 2 dan pH usus yaitu pada