10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pajak
Pengertian pajak menurut UU Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dibawah ini merupakan pengertian pajak menurut beberapa ahli (Suandy, 2011) :
1. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisinya kemudian dikoreksi yang berbunyi sebagai berikut : Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
2. Dr. Soeparman Soemahamidjaja
Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menuturp biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
3. Mr. Dr. N. J. Feldmann
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh terutang kepada penguasa, (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
B. Unsur atau Ciri Pajak
Ciri-ciri pajak menurut Suandi (2011) adalah sebagai berikut :
1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah.
2. Pajak dipungut berdasaran/dengan kekuatan undang-undang serta pelaksanaanya, sehingga dapat dipaksakan.
3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.
4. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
5. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah.
7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
C. Fungsi Pajak
Fungsi pajak yang dikemukakan oleh Ilyas dan Richard (2010) adalah sebagai berikut :
1. Fungsi budgeter adalah fungsi yang terletak di sektor publik, yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan UU berlaku yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah.
2. Fungsi regulerend adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan. Fungsi ini umumnya dapat dilihat pada sektor swasta.
3. Fungsi demokrasi adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau sistem gotong royong termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi kemaslahatan manusia.
4. Fungsi redistribusi adalah fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.
D. Asas Pemungutan Pajak
Menurut Ilyas dan Richard (2010) terdapat 3 (tiga) macam asas pemungutan pajak, yakni sebagai berikut :
1. Asas Tempat Tinggal atau Asas Domisili
Merupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau domisili seseorang. Suatu negara hanya dapat memungut pajak terhadap semua orang yang bertempat tinggal atau berdomisili di negara yang bersangkutan atas seluruh penghasilan di mana pun di peroleh, tanpa memperhatikan apakah orang yang bertempat tinggal tersebut warga negaranya atau warga negara asing.
2. Asas Kebangsaan
Merupakan asas pemungutan pajak yang didasarkan pada kebangsaan suatu negara. Suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkuran sekalipun orang tersebut tidak bertempat tinggal di negara yang bersangkutan.
3. Asas Sumber
Merupakan suatu asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan berada. Apabila suatu sumber penghasilan berada di suatu negara, maka negara tersebut berhak memungut pajak kepada setiap orang yang memperoleh penghasilan dari tempat atau sumber penghasilan tersebut.
E. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak menurut Ilyas dan Richard (2010) adalah sebagai berikut :
1. Official Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.
2. Semiself Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada fiskus dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak seseorang yang terutang.
3. Self Assessment System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memebri wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak.
4. Withholding System
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang.
F. Stelsel Pemungutan Pajak
Menurut Suandy (2011) terdapat tiga macam stelsel pajak dalam pemungutan pajak, yakni sebagai berikut :
1. Stelsel Nyata
Pengenaan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang sungguh- sungguh diperoleh dalam setiap tahun pajak atau periode pajak. Kelebihan stelsel nyata adalah besarnya pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesunguhnya terutang karena pemungutan pajak dilakukan setelah tutup buku, sehingga penghasilan yang sesungguhnya telah diketahui.
Kelemahan dari stelsel ini adalah pemungutan pajak baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak/periode pajak, padahal pemerintah membutuhkan penerimaan pajak ini untuk membiayai pengeluaran sepanjang tahun dan tidak hanya pada akhir tahun saja.
2. Stelsel Fiktif
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan (fiksi). Anggapan yang dimaksud di sini dapat bermacam-macam jalan pikirannya tergantung peraturan perpajakan yang berlaku. Kelebihan dari stelsel fiktif adalah pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak/periode pajak, karena berdasarkan suatu anggapan, sehingga penerimaan pajak oleh pemerintah ini untuk membiayai pengeluaran sepanjang tahun dan tidak hanya pada akhir tahun saja. Kelemahan dari stelsel ini adalah besarnya pajak yang dipungut belum tentu sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena pemungutan pajak dilakukan berdasarkan suatu anggapan bukan penghasilan sesungguhnya.
3. Stelsel Campuran
Merupakan kombinasi antara stelsel nyata dengan stelsel fiktif. Pada awal tahun pajak/periode pajak penghitungan pajak menggunakan stelsel fiktif dan pada akhir tahun pajak/periode pajak dihitung kembali berdasarkan stelsel nyata. Kelebihan dari stelsel ini adalah pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak/periode pajak, dan besarnya pajak yang dipungut sesuai dengan sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang karena dilakukan penghitungan kembali pada akhir tahun pajak setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Kelemahan dari stelsel ini adalah adanya tambahan pekerjaan administrasi karena penghitungan pajak dilakukan dua kali yaitu pada awal dan akhir tahun pajak atas periode pajak.
G. Jenis Pajak
Menurut Suandy (2011) pembagian pajak dapat dilakukan berdasarkan golongan, wewenang pemungut, maupun sifatnya.
1. Berdasarkan golongan
a. Pajak langsung, pajak yang bebannya harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.
Contoh: Pajak Penghasilan
b. Pajak tidak langsung, pajak yang bebannya dapat dialihkan atau digeserkan kepada pihak lain sehingga sering disebut juga sebagai pajak tidak langsung. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
2. Berdasarkan wewenang pemungut
a. Pajak pusat/pajak negara, pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak. Pajak pusat diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dana Belanja Negara (APBN). Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai
b. Pajak daerah, pajak yang wewenang pemungutannya ada pada pemerintah daerah baik pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten/kota yang pelaksanaanya dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Pajak daerah diatur dalam undang-undang dan hasilnya akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak Hotel
3. Berdasarkan sifat
a. Pajak subjektif, pajak yang memperhatikan kondisi/keadaan wajib pajak.
Dalam menentukan pajaknya harus ada alasan-alasan objektif yang berhubungan erat dengan keadaaan materialnya, yaitu gaya pikul. Gaya pikul adalah kemampuan wajib pajak memikul pajak setelah dikurangi biaya hidup minimum.
b. Pajak objektif, pajak yang pada awalnya memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar, kemudian baru dicari subjeknya baik orang pribadi maupun badan.
H. Dasar Teori Pemungutan Pajak
Teori-teori pemungutan pajak menurut Ilyas dan Richard (2010) adalah sebagai berikut :
1. Teori Asuransi
Diartikan dengan suatu kepentingan masyarakat (seseorang) yang harus dilindungi oleh negara. Masyarakat seakan mempertanggungkan keselamatan dan keamanan jiwanya kepada negara. Dengan adanya kepentingan dari masyarakat itu sendiri, maka masyarakat harus membayar “premi” kepada negara.
2. Teori Kepentingan
Diartikan sebagai negara yang melindungi kepentingan harta benda dan jiwa warga negara dengan memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduknya.
3. Teori Gaya Pikul
Dasar teori ini adalah asas keadilan, yaitu setiap orang yang dikenakan pajak harus sama beratnya. Pajak yang harus dibayar adalah menurut gaya pikul seseorang yang ukurannya adalah besarnya penghasilan dan besarnya pengeluaran yang dilakukan.
4. Teori Gaya Beli
Teori ini menekankan bahwa pembayaran pajak yang dilakukan kepada negara dimaksudkan untuk memelihara masyarakat dalam negara yang bersangkutan. Pembayaran pajak yang dilakukan kepada negara lebih
ditekankan pada fungsi mengatur (regulerent) dari pajak agar masyarakat tetap eksis.
5. Teori Bakti
Teori ini menekankan pada paham organische staatsleer yang mengajarkan bahwa karena siat negara sebagai suatu organisasi (perkumpulan) dari individu-individu, maka timbul hak mutlak negara untuk memungut pajak.
I. Syarat Pembuatan Undang-Undang Pajak
Agar suatu undang-undang pajak dipandang adil, maka syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan peraturan pajak adalah sebagai berikut (Suandy, 2011) :
1. Syarat keadilan, syarat pemungutan pajak pada umumnya harus adil dan merata, yaitu dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar (ability to pay) pajak tersebut, dan sesuai dengan manfaat yang diterimanya.
2. Syarat yuridis, pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang karena bersifat dapat memaksa hak dan kewajiban wajib pajak maupun petugas pajak harus diatur didalamnya.
3. Syarat ekonomis, pemungutan pajak harus menjaga keseimbangan kehidupan ekonomi dan janganlah menganggu kehidupan ekonomis dari si wajib pajak. Jangan sampai akibat pemungutan pajak terhadap seseorang, maka orang itu melarat. Pemungutan pajak diharapkan bisa membantu menciptakan pemerataan pendapatan atau redistribusi pendapatan.
4. Syarat finansial, sesuai dengan fungsi pajak sebagai sumber penerimaan negara maka biaya pemungutan pajak tidak boleh terlalu besar. Dalam hal ini diartikan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pemungutan/penetapan pajak hendaknya lebih kecil dari penerimaan pajak supaya ada penerimaan yang masuk ke kas negara/daerah.
J. Perlawanan Terhadap Pajak
Menurut Suandy (2011) perawanan terhadap pajak adalah hambatan- hambatan yang ada atau terjadi dalam upaya pemungutan pajak. Perlawanan pajak dibedakan menjadi dua bagian yakni :
1. Perlawanan Pasif
Perlawanan pajak secara pasif ini berkaitan erat dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat di negara yang bersangkutan. Pada umumnya masyarakat tidak melakukan suatu upaya yang sistematis dalam rangka menghambat penerimaan negara, tetapi lebih dikarenakan oleh kebiasaan- kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.
2. Perlawanan Aktif
Perlawanan pajak secara aktif ini merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk tidak membayar pajak atau mengurangi jumlah pajak yang seharusnya dibayar. Perlawanan aktif dibagi menjadi dua, adalah sebagai berikut :
a. Penghindaran pajak (tax avoidance), suatu usaha mengurangi secara legal yang dilakukan dengan cara memanfaatkan ketentuan-ketentuan di bidang
perpajakan secara optimal seperti, pengecualian dan pemotongan- pemotongan yang diperkenankan maupun manfaat hal-hal yang belum diatur dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam peraturan perpajakan yang berlaku.
b. Penggelapan pajak (tax evasion), merupakan pengurangan pajak yang dilakukan dengan melanggar peraturan perpajakan seperti memberi data- data palsu atau menyembunyikan data. Dengan demikian, penggelapan pajak dapat dikenakan sanksi pidana.
K. Tarif Pajak
Jenis tarif pajak menurut Ilyas dan Richard (2010) dibedakan menjadi : 1. Tarif Progresif (Meningkat)
Tarif pemungutan pajak yang persentasenya makin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga makin besar.
2. Tarif Degresif (Menurun)
Tarif pemungutan pajak yang persentasenya makin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak main besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar.
3. Tarif Proporsional (Sebanding)
Tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Dengan
demikian, makin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan makin besar jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).
4. Tarif Tetap
Tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memperhitungkan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak.
5. Tarif Advalorem
Suatu tariff dengan persentase tertentu yang dikenakan/ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
6. Tarif Spesifik
Tarif dengan suatu jumlah tertentu atau suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
L. Pajak Daerah
1. Pengertian Pajak daerah
Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.
2. Prinsip Pajak daerah
Prinsip pajak daerah adalah (Mahmudi, 2010) :
a. Prinsip elastisitas, pajak daerah harus memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya mudah naik turun mengikuti naik/turunnya tingkat pendapatan masyarakat.
b. Prinsip keadilan, pajak daerah harus memberikan keadilan, baik adil secara vertikal dalam arti sesuai dengan tingkatan sosial kelompok masyarakat maupun adil secara horizontal dalam arti berlaku sama bagi setiap anggota kelompok masyarakat.
c. Prinsip kemudahan administrasi, administrasi pajak daerah harus fleksibel, sederhana, mudah dihitung, dan memberikan pelayanan yang memuaskan bagi wajib pajak.
d. Prinsip keberterimaan politis, pajak daerah harus dapat diterima secara politis oleh masyarakat, sehingga masyarakat sadar untuk membayar pajak.
e. Prinsip nondistorsi terhadap perekonomian, pajak daerah tidak boleh menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian.
3. Jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut adalaj jenis-jenis pajak daerah :
a. Pajak daerah tingkat I (provinsi) 1) Pajak Kendaraan Bermotor
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4) Pajak Air Permukaan
5) Pajak Rokok
b. Pajak daerah tingkat II (kabupaten/kota) 1) Pajak Hotel
2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan 7) Pajak Parkir
8) Pajak Air Tanah
9) Pajak Sarang Burung Wallet
10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
4. Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah
Berikut adalah tata cara pemungutan pajak daerah menurut Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 96 :
a. Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.
b. Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak berdasarkan peraturan perundang undangan perpajakan.
c. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan.
d. Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada huruf c berupa karcis dan nota perhitungan.
e. Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan/atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).
5. Tata Cara Pembayaran dan Penagihan Pajak Daerah
Berikut adalah tata cara pembayaran dan penagihan pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 101 dan 102 :
a. Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah saat terutangnya pajak dan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) oleh Wajib Pajak.
b. SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
c. Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
e. Pajak yang terutang berdasarkan SPPT, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
f. Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
M. Pajak Hotel
1. Pengertian Pajak Hotel
Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, yang dimaksud pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar sama atau lebih dari 10 (sepuluh).
2. Subjek dan Objek Pajak Hotel
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Pasal 4, yang menjadi objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas ruang pertemuan, olahraga dan hiburan.
Yang dimaksud dengan jasa penunjang adalah fasilitas telepon, facsimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.
Tidak termasuk objek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
b. jasa sewa apartemen, kondominium dan sejenisnya
c. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan
d. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis
e. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum
Dalam Perda Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Pasal 5 Ayat (1) subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Dan yang
menjadi wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.
3. Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Hotel
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Pasal 6 dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Sedangkan sebagaimana di sebutkan dalam pasal 6 ayat (1) Perda Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 tarif pajak hotel ditetapkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :
a. tarif Pajak Hotel ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) b. tarif Pajak Hotel lainnya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) 4. Masa Pajak dan Saat Terutangnya Pajak
Dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 33 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pajak Hotel Pasal 9 dan 10, Masa pajak ditetapkan 1 (satu) bulan kalender yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang. Pajak yang terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan di hotel.