BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
1. Perilaku Karyawan
Perilaku adalah semua yang dilakukan seseorang. Beberapa penjelasan perilaku yaitu: (a) perilaku adalah akibat, (b) perilaku diarahkan oleh tujuan, (c) perilaku yang bisa diamati dapat diukur, (d) perilaku yang tidak dapat secara langsung diamati (misalnya berfikir dan mengawasi ) juga penting dalam mencapai tujuan, (e) perilaku dimotivasi atau didorong (Gibson et al.,1996)
Menurut Sukengsari dan Sobirin (2005) perilaku adalah kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atas sesuatu dengan cara tertentu. Perilaku merupakan fungsi dari individu dan lingkungan. Hal tersebut dapat diartikan bahwa perilaku ditentukan oleh individu dan lingkungan, sadangkan individu dipengaruhi oleh sikap, karakteristik kerja dan pemaknaan terhadap peran, dan lingkungan meliputi lingkungan intern dan ekstern individu itu densiri, dapat berupa lingkungan kerja dimana inidvidu tersebut bekerja. Lingkungan ini dapat membentuk perilaku kerja tiap individu.
Perilaku kerja merupakan tindakan dan kemampuan kerja dalam melaksanakan tugas – tugas di tempat mereka bekerja. Robbins (2002) berpendapat perilaku kerja adalah bagai mana orang – orang dalam
commit to user
lingkungan kerja dapat mengaktualisasikan dirinya melalui sikap dalam bekerja.
Penelitian ini terfokus pada perilaku kerja karyawan pada sektor jasa yang melakukan kontak langsung terhadap pelanggan. Perilaku kerja karyawan tercermin dalam creativity, commitment to customer servise, dan turnover intention.
2. Creativity
Kreativitas merupakan ciri kepribadian yang melibatkan kemampuan untuk meloloskan diri dari pemikiran kaku dan menghasilkan ide yang baru dan berguna. Kreativitas merupakan ciri kepribadian yang dapat didorong dan dikembangkan dalam organisasi.
Caranya dengan memberikan orang kesempatan dan kebebasan berfikir dengan cara yang tidak konvensional.
Menurut Baccaroni (2005) titik awal kratifitas dalam perusahaan adalah kreatifitas, berjalan melalui proses refleksi pada kemungkinan solusi, datangnya gagasan dan diakhiri dengan studi kelayakan ide yang ada.
Konseptualisasi ide – ide baru mengacu pada konsep kreatifitas atau kemampuan untuk menghasilkan ide – ide baru, yang sesuai dengan masalah. Pada tingkat individu, peningkatan kreatifitas ditunjukkan dengan perilaku pemecahan masalah pada pekerjaan (Stenberg dalam Gouther dan Rhein, 2011).
commit to user
Kreativitas dipandang sebagai produksi ide – ide baru dan solusi yang berguna oleh satu atau lebih individu dalam lingkungan kerja.
(Klijn and Tomic, 2008).
3. Commitment To Customer Service
Komitmen kerja atau komitmen organisasi merupakan suatu kondisi yang dirasakan oleh karyawan yang dapat menimbulkan perilaku positif yang kuat terhadap organisasi. Menurut Streers dan Porter (1983) suatu bentuk komitmen kerja yang muncul bukan hanya bersifat loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan kerja organisasi yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan kerja organisasi yang bersangkutan.
Menurut Robbin & Judge (2007) manajemen suatu perusahaan harus memastikan bahwa karyawan melakukan yang terbaik untuk menyenangkan pelanggan – pelanggannya. Kebanyakan organisasi mengalami kegagalan karena karyawannya gagal menyenangkan pelanggan.
Menurut John et al. (2007) Komitmen merupakan perasaan identifikasi, keterlibatan, dan kesetiaan yang diekspresikan oleh karyawan terhadap perusahaan. Komitmen terhadap suatu organisasi melibatkan tiga sikap yaitu:
a. Rasa identifikasi dengan tujuan organisasi b. Perasaan terlibat dalam tugas – tugas organisasi c. Perasaan setia terhadap organisasi.
commit to user
Robbins & Judge (2007) mendefinisikan komitmen organisasi yaitu suatu keadaan di mana seseorang karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan – tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Tiga dimensi terpisah komitmen organisasi adalah:
a. Komitmen afektif (affective commitment) – perasaan emosional untuk organisasi dan keyakinan dalam nilai – nilainya.
b. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) – nilai ekonomi yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi tersebut.
c. Komitmen normatif (normative commitment) – kewajiban untuk bertahan dalam organisasi untuk alasan – alasan moral atau etis.
Sedangkan menurut Greenberg dan Baron dalam Mukherjee &
Malhotra (2004) komitmen organisasi adalah sejauh mana seorang individu mengidentifikasi dan terlibat dengan organisasi dan / atau bersedia untuk meninggalkan organisasi.
Kebanggan karyawan ditunjukkan dengan meningkatnya komitmen pada layanan pelanggan, yang merupakan kecenderungan karyawan untuk mengerahkan semua usaha di tempat kerja untuk kepentingan pelanggan. Karyawan yang berkomitmen untuk melayani pelanggan, mereka berjuang untuk meningkatkan layanan pada pelanggan sebagai tujuan penting pekerjaan. Dari perfektif afekti, komitmen untuk melayani pelanggan bukan pengandaian bahwa karyawan bertindak sebagai pendekatan kalkulatif. Sebaliknya, mereka
commit to user
meningkatkan dan berupaya karena mereka menganggap melayani pelanggan menjadi pengalaman yang memuaskan. (Peccei dan Rosenthal, 1997). Akibatnya konsep komitmen pada layanan pelanggan merupakan gagasan utama dan menarik bagi perusahaan jasa untuk menjaga tingkat layanan pada pelanggan dan, dengan demikian dapat menstabilkan hubungan jangka panjang dengan pelanggan.
4. Turnover Intention
Turnover Intention adalah hasrat keinginan yang mendasar dan terencana untuk meninggalkan organisasi (Tett dan Meyer dalam Humborstad dan Perry, 2011).
Nahusona et al(2004) berpendapat Turnover intention adalah kecenderungan atau tingkat dimana seorang karyawan memiliki kemungkinan untuk meninggalkan organisasi.
Turnover Intention memiliki pengaruh pada perusahaan dan karyawan. Bari perusahaan akan terjadi pengeluaran biasa untuk merekrut karyawan baru dan pelatihan karyawan baru (Mukherjee dan Malhotra, 2006)
Bagi karyawan, perputaran sering diiringi dengan konsekuensi ekstrim seperti ketidakpastian tentang masa depan atau perubahan tempat tinggal. Maksudnya untuk tinggal dengan organisasi merupakan pengaruh yang kurang afektif. Karena implikasi ekstrim terkait dengan perubahan pekerjaan, niat karyawan untuk
commit to user
meninggalkan organisasi dapat digambarkan sebagai suatu keputusan baik tercermin dan kognitif (Fisher, 2002).
5. Emotional
Emotion merupakan suatu keadaan rangsangan dan perubahan psikologis dalam ekspresi wajah, gerak – gerik, perasaan positif dan subjektif (John et al., 2007). Sedangkan menurut Robbins & Judge (2007) menjelaskan emotion adalah perasaan – perasaan intens yang ditujukan kepada seseorang atau sesuatu.
Emosi merupakan reaksi terhadap perubahan dan peristiwa penting dan spesifik (Tzafrir & Hareli 2009). Sedangkan menurut Van den Hoof et al. (2011) emosi adalah satu set interaksi yang kompleks atara faktor – faktor subjektif dan objektif, dimediasi oleh system saraf hormonal, yang dapat (a) menimbulkan pengalaman afektif seperti perasaan gairah, kesenangan / tidak senang, (b) menghasilkan proses kognitif seperti emosional yang relefan efek dari persepsi, penilaian, proses pembelajaran, (c) mengaktifkan psikologis secara luas yang membangun penyesuaian diri dengan kondisi, dan (d) menyebabkan perilaku yang sering, namun tidak intens, ekspresif, pengarahan tujuan dan adaptif. Emosi dapat timbul karena perubahan situasu atau kejadian dilingkungan sekitar.
6. Attitudinal
Attitude merupakan komponen penentu dari perilaku karena keduanya berhubungan dengan persepsi, kepribadian, perasaan dan commit to user
motivasi. Attitude merupakan keadaan mental yang dipelajari dan diorganisasikan melalui pengalaman, menghasilkan pengaruh spesifik pada respons seseorang terhadap orang lain, objek, situasi yang berhubungan. Komponen perilaku dari sikap merujuk pada kecenderungan seseorang untuk bertindak dalam suatu cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu (John et al., 2007). Sedangkan menurut Robbins & Judge sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif – baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan – terhadap objek, individu, atau peristiwa.
Attitude merupakan kecenderungan psikologi yang merupakan hasil dari evaluasi – dengan beberapa tingkatan setuju atau ketidaksetujuan – pada seseorang atau objek. (Eagly dan Chaiken dalam Goutheir dan Rhein, 2011). Attitude secara khusus merupakan hasil dari pengalaman – pengalaman; bisa mereka pelajari dan dalam pembading untuk emosi belaka – yang dapat bertahan lama (Fairfield dan Wagner, 2004).
Sedangkan berdasar Silva (2006) Sikap adalah pernyataan relative baik benda, orang, atau peristiwa tentang hal yang menguntungkan atau tidak menguntingkan. Mereka mencerminkan bagaimana seseorang merasa tentang sesuatu. Sikap tidak sama dengan nilai, namun keduanya saling terkait. Hal tersebut dapat dilihat dalam tiga komponen sikap : kognitif, afeksi dan perilaku.
commit to user
7. Pride
Arnett et al.,(2002) berpendapat pride adalah suatu emosi yang sangat penting dalam memahami perilaku manusia. Ini merupakan hasil dari penilaian diri sendiri dan pendapat orang lain. Pride merupakan keyakinan bahwa seseorang memiliki komperen dan dipandang positif orang lain. Hal ini dapat mendorong pengendalian diri dan tanggung jawab terhadap perilaku seseorang yang sesuai dengan norma – norma. Pride dalam sebuah organisasi merupakan hasil dari persepsi tententu tentang organisasi dan dari pengalaman organisasi. Eccles (2002) berpendapat seseorang merasa bangga ketika dapat mencapai sesuatu dan memilki suatu objek yang dinilai memiliki keunikan tersendiri baik subjektif maupun objektif. Pride sering disajikan sebagai proses pendukung perbaikan diri dan identitas social.
Sedangkan dalam penelitian Katzenbach (2003) pride merupakan ekspresi emosional komitmen individu yang memotivasi sebagian besar orang – orang.
Pride secara umum merupakan hasil dari penilaian seseorang mengenai hasil tanggung jawab social yang dinilai atau untuk menjadi orang yang dihargai secara social. Tracy (2007) mengemukakan pride adalah emosi self - conscious yang menjadi sumber tenaga prestasi yang sangat berarti yang terjadi setiap hari dan dapat mengubah hidup.
Pride adalah emosi yang memainkan peranan penting dalam banyak fungsi psikology. Secara khusus, rasa bangga memperkuat perilaku
commit to user
social seperti mementingkan kepentingan umum dan perilaku adaptif seperti prestasi.
8. Emotional organizational pride
Emotional pride dideskripsikan pengalaman mental sesaat secara langsung dan kuat (Fisher dan Ashkanasy, 2000). Dalam dunia kerja dan terutama dalam jasa, pride merupakan salah satu emosi yang paling intens. Menurut prinsip atribusi eksternal, karyawan dapat dibanggakan berdasarkan prestasi rekan – rekan mereka, tim kerja mereka, atau perusahaan pada umumnya, dan dengan demikian dapat mengembangkan emosi – emosi kebanggaan organisasi. Oleh karena itu, prestasi tertentu yang sebelumnya terjadi dalam organisasi, dapat digunakan sebagai perangsang suatu peristiwa saat diperlukan.
Fisher dan Ashkanasy (2000) Durasi (jangka waktu) emosi kebanggaan organisasi relative singkat. Bagozzi et al.,(1999) berpendapat Jika karyawan tetap bergabung dengan perusahaan yang sama untuk jangka waktu tertentu, emosi kebanggaan organisasi di tempat kerja dapat dialami tidak hanya sekali tetapi berulang – ulang.
Karyawan juga dapat mengalami emosi kebanggaan yang dipicu oleh peristiwa seperti prestasi kebanggaan organisasi yang tidak atas kontribusi mereka sendiri. Prasyarat dalam kebanggaan organisasi berdasar emosi adalah kebutuhan yang kuat dari seorang individu untuk tetap bergabung dengan perusahaan.
commit to user
Pemicu awal respon pada kebanggaan organisasi secara emosional adalah perbandingan kognitif antara prestasi actual dari perusahaan dan harapan karyawan tentang bagaimana tugas organisasi dipenuhi oleh perusahaan (Eccles dan Wigfield ,2002). Kebanggaan organisasi seperti semua emosi, mempengaruhi sikap dan perilaku yang dihasilkan sampai ke hilir (Elfenbein, 2007 dalam Gouthier dan Rhien 2011).
9. Attitudinal organizational pride
Berdasarkan pada teori sikap, organisasi merupakan objek potensial dari sikap (Ajzen dalam Gouthier dan Rhein, 2011). Karena individu memiliki sikap tertentu terhadap berbegai benda, adalah mungkin bagi mereka untuk mengembangkan Attitudinal organizational pride dalam diri yang stabil terhadap pekerjaan mereka (“kebanggaan kerja”) atau kea rah organisasi tempat mereka bekerja (“attitudinal organizational pride”) (CHA,2004). Dalam hal ini attitudinal organizational pride memiliki dukungan tinggi terhadap perusahaan.
Fairfiled & Wagner (2004) berpendapat sikap biasanya hasil dari pengalaman, yang mereka pelajari dan hanya emosi pembanding – bertahan cukup lama. Berbeda dengan emotional organizational pride, attitudinal organizational pride adalah kolektif, yang merupakan hasil dari kebutuhan karyawan untuk tetap bergabung dengan organisasi (Lea dan webley, 1997).
commit to user
Berdasarkan pembahasan attitudinal organizational pride merupakan cerminan sikap rasa bangga terhadap pekerjaan maupun organisasi atas keberhasilan individu maupun organisasi dalam pencapaian tujuan.
10. Affective Events Theory (AET)
Affect merupakan komponan emosional dari sikap. Robbins &
Judge (2007) mendefinisikan Teori peristiwa afektif adalah sebuah model yang menyatakan bahwa peristiwa – peristiwa di tempat kerja menyebabkan reaksi – reaksi emosional di bagian karyawan, yang kemudian mempengaruhi sikap dan perilaku di tempat kerja. Teori tersebut dimulai dengan mengenali bahwa emosi adalah sebuah respon terhadap peristiwa dalam lingkungan kerja. Lingkungan kerja meliputi semua hal yang melingkupi pekerjaan tersebut – beragam tugas dan tingkat otonomi, tuntutan pekerjaan, dan persyaratan – persyaratan untuk mengekspresikan kerja emotional. Lingkungan ini menciptakan peristiwa – peristiwa kerja yang dapat berupa percekcokan, kegembiraan, atau keduanya.
AET menyatakan bahwa berbagai kejadian sehari – hari berpengaruh pada emosional karyawan yang mempengaruhi tanggapan yang mengarah pada hasil organisasi dan individu. Secara khusus, AET menggambarkan bagaimana lingkungan kerja dan kejadian sehari – hari seperti kondisi lingkungan, peran dan desain pekerjaan menentukan keadaan afektif mengarah pada keadaan sikap dan
commit to user
perilaku, seperti kepuasan kerja. (Herman dan Ashlea, 2013).
Sedangkan dalam penelitian Hur et al (2012) AET menyatakan bahwa pengalaman organisasi atau peristiwa dalam kerja merupakan pengaruh dari reaksi afektif, dan dengan demikian dapat mempengaruhi sikap dan perilaku karyawan (Weiss and Cronpanzano, 1996). Hal yang terjadi pada seseorang dalam pengaturan kerja dan orang – orang sering bereaksi emosional terhadap peristiwa tersebut. pengalaman – pengalaman afektif memiliki pengaruh langsung terhadap perilaku dan sikap” (Weiss and Cronpanzano, 1996). Menurut AET tersebut, evaluasi awal peristiwa kerja di tempat kerja membentuk reaksi emosinal seseorang subjektif, yang kemudian membentuk keadaan efektif (affective states) dan perilaku kerja. Model penelitian yang dilakukan oleh Weiss and Cronpanzano dapat dilihat dalam gambar II.1 berikut:
Gambar II.1
Affective Events Theory: Macro structure (Weiss and Cropanzano, 1996).
commit to user
Keterangan:
Fitur lingkungan kerja dan peristitiwa – peristiwa kerja akan menimbulkan reaksi afektif pada seseorang reaksi tersebut dapat mempengaruhi sikap kerja dan perilaku. Perilaku kerja di kategorikan menjadi dua yaitu pengaruh dorongan perilaku dan penilaian dorongan perilaku. Lingkungan kerja dipandang memiliki pengaruh langsung pada pengalaman afektif dengan membuat event – event tertentu, nyata maupun imajinasi, mungkin dapat kurang atau lebih (Weiss and Cropanzano, 1996). Pengalaman afektif memiliki pengaruh langsung terhadap kepuasan kerja. Pengaruh ini sesuai dengan aspek sikap afektif. Fitur keduanya memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung: langsung pada evaluasi “kognitif” pertimbangan bagian dari kepuasan dan tidak langsung melalui pengaruh mereka pada kemungkinan dari berbagai peristiwa. Catatan, bagaimanapun, referensi ini dibuat untuk lingkungan kerja yang memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung.
Pengaruh lingkungan kerja dan peristiwa kerja pada reaksi afektif dapat diperkuat oleh disposisi. Akhirnya, perilaku dikelompokkan menjadi dua kategori: dorongan pengaruh prilaku dan dorongan penilaian perilaku. Dorongan pengaruh perilaku mengikuti pengaruh dari pengalaman afektif dan tidak dimediasi oleh keseluruhan sikap. Mereka dipengaruhi oleh proses seperti mengatasi atau manajemen mood atau dari pengaruh langsung yang mempengaruhi proses kognitif atau pendapat yang bias. Dorongan commit to user
penilaian perilaku dimediasi oleh kepuasan. Mereka adalah konsekuensi dari proses pengambilan keputusan di mana evaluasi seseorang tentang pekerjaan seseorang merupakan bagian dari matriks keputusan.
11. Hubungan antara Emotional dan Attitudinal organizational pride berdasarkan AET (Affective Events Theory).
Teori peristiwa afektif adalah sebuah model yang menyatakan bahwa peristiwa – peristiwa di tempat kerja menyebabkan reaksi – reaksi emosional di bagian karyawan, yang kemudian mempengaruhi sikap dan perilaku di tempat kerja (Robbins and Timothy, 2007).
Salah satu cara untuk menjelaskan hubungan antara emosi dan sikap adalah dengan melihat dimensi sikap yang berbeda. Sikap sebagai evaluasi umum yang mampu dijelaskan secara spesifik untuk memasukkan komponen kognitif dan afektif. Dalam konteks ini, pengaruh yang ditentukan oleh perasaan dan emosi bahwa individu mengendalikan objek sikap. Itu merupakan dimensi kognitif dari sikap yang merujuk pada keyakinan individu yang relevan, yang didefinisikan sebagai karakteristik yang dikaitkan dengan objek sikap (Van dan Berg et al., 2006). Di satu sisi, emosi menyebabkan sikap, di sisi lain, emosi adalah bagian dari sikap itu sendiri(Lines,2005).
Menurut Fisher dan Ashkanasy (2000) AET menyatukan dimensi emosional dan sikap perilkau kerja manusia. Emosi adalah
commit to user
H4a H4b H4c
suatu mekanisme mediasi dimana terdapat fitur yang stabil dari lingkungan kerja yang berdampak pada attitude dan perilaku.
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Gambar II. 2
Modifikasi Gouthier Dan Rhein (2011) berdasarkan Model AET Weiss dan Cropanzano (1996)
Keterangan :
Variabel penelitian ini antara lain Emotional Organizational Pride, Attitudinal Organizational Pride, Commitment To Customer Service, Creativity dan Turnover Intention. Berdasarkan kerangka pemikiran dapat dijelaskan bahwa variabel independen dalam penelitian ini yaitu Emotional Organizational Pride, Attitudinal Organizational Pride, Commitment To Customer Service. Sedangkan variabel dependen Turnover Intention
Emotional Organizational
Pride
Attitudinal Organizational
Pride
Commitment To Customer
Service
Creativity
H6
H1
H3 H5a
H5b H2
Garis putus – putus menggambarkan jalur yang melampaui AET (H5)
commit to user
Attitudinal Organizational Pride, Commitment To Customer Service, Creativity dan Turnover Intention. Sementara Commitment To Customer Service, Creativity merangkap sebagai variabel pemediasi. Modifikasi yang dilakukan Goutheir dan Rhein (2011) disebabkan tidak adanya pengaruh langsung sikap kerja pada dorongan pengaruh perilaku. Weiss and Cropanzano (1996) mengemukakan komponen affectif sikap – emosi terpisah dari bagian rasional dan di tempatkan di hulu. Akan tetapi, dampak langsung sikap kerja pada perilaku afektive diharapkan.
Modifikasi dilakukan untuk mengetahui hubungan langsung sikap kerja (work attitude) pada dorongan perilaku (affect driven behaviors) dan menambahkan jalur pada model AET Weiss dan Cropanzano (1996).
Garis putus – putus pada H4b dan H4c menunjukkan pengaruh emotional organizational pride dan attitudinal organizational pride pada creativity yang dimediasi oleh variabel commitment to customer service.
C. HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka pemikiran (Gambar II.1) dikembangkan beberapa hipotesis. Pengembangan hipotesis dilakukan untuk menguji kebenarannya. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
1. Pengaruh Emotional organizational pride pada attitudinal organizational pride.
Bagozzi et al., (1999) Jika karyawan tetap di perusahaan yang sama selama periode tertentu, Emotional Organizational Pride di tempat kerja dapat dialami tidak hanya sekali tetapi berulang kali.
commit to user
Dalam konteks pekerjaan, pertama yang harus dilakukan melakukan analisis konsekuensi kebanggaan secara emosi yang berhubungan dengan downstream. Goutheir dan Rhein (2011) menyatakan berdasarkan literature (Weiss and Cropanzano,1996) menunjukkan bahwa kebanggaan secara emosional mempengaruhi sikap kerja seperti kepuasan kerja. Berdasar pengaruh AET (Affective events theory) mengenai hubungan kausalitas antara emosi dan sikap kerja digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini. Emotional organizational pride merupakan reaksi afektif yang dihubungkan dengan Attitudinal organizational pride karyawan. Penelitian yang dilakukan Gouthier dan Rhein (2011) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan emorional organizational pride terhadap attitudinal organizational pride. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis dirumuskan:
H1. Emotional organizational pride memiliki pengaruh positif pada attitudinal organizational pride.
2. Pengaruh emotional organizational pride pada commitment to customer service.
Emotional organizational pride memberikan kontribusi kepada karyawan untuk membuka pikiran tentang hal baru dan, selanjutnya menyebabkan konsolidasi pengetahuan (Fredrikson, 1998). Karena adanya pride emotions, kumpulan tindakan hasil pemikiran yang panjang menyebabkan karyawan untuk menawarkan layanan pelanggan paling baik (Arnet et al., 2002). Gouthier dan Rhein (2011) berpendapat karyawan yang berkomitmen dalam diri untuk pelanggan commit to user
mereka berupaya memberikan kualitas layanan yang tinggi sebagai tujuan pekerjaan yang penting. Akibatnya, konsep commitment to customer service merupakan konsep yang menjadi perhatian bagi perusahaan jasa untuk mendapatkan kualitas layanan tingkat tinggi, dan dengan demikian, menghasilkan hubungan jangka panjang dengan pelanggan. Penelitian yang dilakukan Gouthier dan Rhein (2011) menujukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan emotional organizational pride terhadap commitment to customer service.
Diharapkan Emotional organizational pride dihasilkan oleh prestasi perusahaan secara positif berkontribusi pada Commitment to costumer service. Maka hipotesis dirumuskan:
H2. Emotional organizational pride memiliki pengaruh positif pada commitment to customer service.
3. Pengaruh emotional organizational pride pada creativity Jasa secara umum dicirikan sebagai interaksi yang intensif antara karyawan frontline dengan pelanggan. Service employees memperoleh wawasan yang mendalam mengenai keinginan, kebutuhan dan masalah pelanggan. Secara konseptual ide – ide baru merujuk pada konsep kreativitas atau kemampuan untuk menghasilkan ide – ide yang baru, yang sesuai. Pada tingkat individu, kreativitas merupakan peningkatan perilaku pemecahan masalah dalam pekerjaan (Sternberg dalam Gouthier dan Rhein 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gouthier dan Rhein (2011) terdapat hubungan positif dan signifikan emotional organizational pride terhadap creativity. Akibatnya, commit to user
emotional organizational pride memiliki potensi untuk merangsang kreativitas. Sehingga hipotesis dirumuskan:
H3. Emotional organizational pride memiliki pengaruh positif pada creativity.
4. Pengaruh commitment to customer service pada creativity.
Menurut (Im dan Workman dalam Gouthier dan Rhein, 2011) kreativitas tidak hanya dipengaruhi oleh organizational pride emotion, hal ini dipengaruhi oleh Commitment to customer service karyawan.
Karena karyawan dihadapkan dengan sejumlah besar tuntutan pelanggan dan masalah dengan kualitas yang heterogen, seringkali mereka harus menemukan cara – cara inovatif untuk memuaskan pelanggan. Penelitian yang dilakukan Gouthier dan Rhein (2011) menunjukkan terdapat pengaruh positif dan signifikan commitment to customer service terhadap creativity. Akibatnya, konsep dari commitment to customer service juga mengacu pada identifikasi alternatef dan ide – ide baru. Maka, hipotesis dirumuskan:
H4a. Commitment to customer service memiliki pengaruh positif pada creativity.
5. Pengaruh emotional organizational pride pada creativity yang dimediasi oleh commitment to customer service.
Gouthier dan Rhein (2011) mengemukakan terdapat korelasi parsial antara emotional organizational pride dengan creativity yang dimediasi oleh Commitment to cutomer service. Ketika karyawan commit to user
memiliki emotional organizational pride tinggi dan memiliki commitment to customer service, creativity karyawan dapat meningkat.
Akibatnya creativity karyawan dapat ditingkatkan dengan emotional organizational pride karyawan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh tidak langsung emotional organizational pride pada creativity. Maka, hipotesis dirumuskan:
H4b.Commitment to customer service memediasi pengaruh positif tidak langsung emotional organizational pride pada creativity.
6. Pengaruh attitudinal organizational pride pada creativity yang dimediasi oleh commitment to customer service.
Pengujian pengaruh tidak langsung juga dilakukan pada variabel attitudinal organizational pride berpengaruh pada creativity yang dimediasi oleh commitment to customer service. Gouthier dan Rhein (2011) berpendapat bahwa terdapat sekitar sepertiga dari total pengaruh emotional organizational pride pada creativity dan dalam penelitian tersebut menujukkan bahwa commitment to customer service memediasi secara penuh pengaruh attitudinal organizational pride terhadap creativity. Akibatnya, ide organizational pride emotion memiliki pengaruh ke downstream pada sikap kerja organizational pride dan mempengaruhi dorongan perilaku. Berdasarkan hal tersebut hipotesis dirumuskan:
H4c.Commitment to customer service memediasi pengaruh positif tidak langsung attitudinal organizational pride pada creativity. commit to user
7. Pengaruh attitudinal organizational pride pada commitment to customer service dan Creativity.
Menurut AET, tidak ada efek kausal langsung sikap kerja yang berpengaruh pada dorongan perilaku karena sikap kerja yang utama didefinisikan sebagai konsep rasional yang mempengaruhi dorongan perilaku kognitif (Goutheir dan Rhein, 2011). Komponen sikap afektif – emosi – terpisah secara rasional dan ditempatan upstream (Weiss dan Cropanzano, 1996). Namun demikian, karena hubungan emosi dan sikap, merupakan dampak langsung sikap kerja pada perilaku afektif diharapkan (Hodson dalam Gouthier dan Rhein, 2011). Hasil penelitian yang dilakukan Gouthier dan Rhein (2011) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan attitudinal organizational pride terhadap commitment to customer service. Tetapi pada modifikasi ini attitudinal organizational pride tidak berpengaruh secara signifikan terhadap creativity. Berdasarkan beberapa hal tersebut model tradisional AET dimodifikasi. Sehingga hipotesis dirumuskan:
H5a. Attitudinal organizational pride memiliki pengaruh positif pada commitment to customer service.
H5b. Attitudinal Organizational Pride memiliki pengaruh positif pada creativity.
commit to user
8. Pengaruh attitudinal organizational pride pada Turnover Intention.
Bagi karyawan Turnover sering disertai dengan konsekuensi ekstrim seperti ketidakpastian tentang masa depan dan perubahan tempat tinggal. Karena implikasi ekstrim terkait dengan perubahan pekerjaan, intention to leave dideskripsikan sebagai keputusan yang tercermin dan kognitif (Fisher, 2002). Hasil penelitian yang dilakukan Gouthier dan Rhein menunjukkan bahwa terdapat hubungan negative dan signifikan attitudinal organizational pride pada turnover intention.
Akibatnya, jika karyawan merasa bangga dengan organisasi, sikap kerja positif mereka berpengaruh negative dengan dorongan perilaku penilaian seperti turnover intention. Hipotesis yang dirumuskan:
H6. Attitudinal organizational pride memiliki pengaruh negative pada Turnover intention.
commit to user