• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP DOKTER YANG TIDAK MEMILIKI IZIN DALAM PELAYANAN KEDOKTERAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ASPEK HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP DOKTER YANG TIDAK MEMILIKI IZIN DALAM PELAYANAN KEDOKTERAN"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

ASPEK HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP DOKTER YANG TIDAK MEMILIKI IZIN DALAM

PELAYANAN KEDOKTERAN

THE ADMINISTRATIVE LEGAL ASPECT DOCTORS NOT HAVING LICENCES IN MEDICAL SERVICES

ANDI NITA KURNIAWATI RAMADHANI P0906215007

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2017

(2)

i

ASPEK HUKUM ADMINISTRASI TERHADAP DOKTER YANG TIDAK MEMILIKI IZIN DALAM

PELAYANAN KEDOKTERAN

THE ADMINISTRATIVE LEGAL ASPECT DOCTORS NOT HAVING LICENCES IN MEDICAL SERVICES

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi Magister Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum Kesehatan

disusun dan diajukan oleh:

ANDI NITA KURNIAWATI RAMADHANI P0906215007

kepada

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

(3)

ii Lembar Pengesahan Ujian Akhir Magister

Judul Usulan Tesis : Aspek Hukum Administrasi terhadap Dokter yang Tidak Memiliki Izin dalam Pelayanan Kedokteran.

Nama Mahasiswa : Andi Nita Kurniawati Ramadhani Nomor Pokok : P0906215007

Program Studi : S2 Ilmu Hukum Kesehatan

Makassar, Juli 2017

Menyetujui

Komisi Penasihat

Ketua, Anggota,

Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H.,M.S. Dr. Nur Azisa, S.H.,M.H.

NIP. 19540420 198103 1 003 NIP. 19671010 199202 2 002

Plt Ketua Program Pascasarjana (S2) Magister Ilmu Hukum

Prof. Dr. Farida Patittingi, S.H., M.Hum.

NIP. 19671231 199103 2 003

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Tesis ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik materiil maupun moril. Untuk itu pada kesempatan ini secara khusus dan penuh kerendahan hati penulis menghanturkan banyak terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.S. dan Ibu Dr. Nur Azisa, S.H., M.H. selaku komisi penasehat dalam penyusunan tesis ini, dan Bapak Prof. Dr. Achmad Ruslan, S.H., M.H., Bapak Prof. Dr. Slamet Sampurno S.H., M.H., DFM., dan Bapak Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H., selaku penguji, yang dengan sabar telah mencurahkan tenaga, waktu dan pikiran dalam mengarahkan dan membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan berkah, hidayah, serta pahala jariah kepada beliau.

Terkhusus keluarga tercinta orang tua penulis, Muh. Nur Tamsil, S.H., ATT-II dan Dra. Andi Dahniar selalu memberikan semangat kepada penulis yang tidak pernah lekang oleh waktu. Untuk saudara penulis, A.M.

(7)

vi Firman Dwi Putra, S.E., A.M. Hidayat Tri Saputra, SKM., Andi Wahyuni Paramitha, S.H., dan Andi Rezky Aurillia Putri yang senantiasa memberikan warna didalam perjalanan studi penulis. Terima kasih tak terhingga atas pendampingannya yang tiada henti. Alhamdulillah bisa menjadi bagian dari keluarga terkuat yang pernah ada.

Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih yang setinggi- tingginya kepada yang terhormat :

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aristina Palumbuhu, MA, selaku Rektor Universitas Hasanuddin beserta seluruh jajarannya.

2. Ibu Prof. Dr. Farida Pattittingi, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin beserta seluruh jajarannya.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Ali, S.E., M.S. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin beserta seluruh jajarannya.

4. Bapak Prof. Dr. A. Pangerang Moentha, S.H., M.H., DFM. Selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

5. Kepada Seluruh Dosen penulis di Program Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, yang telah mengisi batok kepala penulis dengan ilmu-ilmu yang semoga dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari dan bernilai amal jariah kepada para dosen penulis.

6. Seluruh staf akademik, administrasi, dan karyawan Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin khususnya staf akademik,

(8)

vii administrasi dan karyawan Fakultas Hukum yang telah banyak

memberikan bantuan kepada penulis selama masa studi hingga selesainya tesis ini.

7. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana angkatan 2015 terkhusus dirah, fia, kak lisar, kak ratih, kak wara, kak dayat, kak mady, kak

handar, kak anita, tari, kak nunu, kak tari dan seluruh teman-teman dari bagian Hukum Pidana, Hukum Perdata, HTN, dan Hukum Kesehatan yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.

8. Sahabat-sahabat penulis yakni Ayu Alifiandri, S.H., Putri Wijayanti, S.H., Andi Batari Anindhita, S.H., M.H., Andi Siti Chadijah Fitrianingsih, S.IP., Yustiana, S.H., M.H., dan Ashar Hidayat yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis hingga tesis ini selesai.

9. Teruntuk orang-orang yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu, terima kasih atas waktu dan pertemanannya. Semoga kita bertemu di lain waktu.

Sebagai manusia yang penuh dengan keterbatasan, penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi peminat Peraturan Internal Keperawatan dan Perlindungan Hukum Perawat di Rumah Sakit serta bagi kita semua.

(9)

viii Akhir kata, tiada kata yang penulis patut ucapkan selain doa semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan ridha dan berkah-Nya atas kita semua. Aamin

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, Agustus 2017

Penulis

(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Administrasi ... 12

A.1. Administrasi Negara ... 13

A.2. Hukum Administrasi Negara ... 15

1. Pengertian Hukum Administrasi Negara ... 15

2. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara ... 19

3. Sumber-sumber Hukum Administrasi Negara ... 21

B. Sanksi Hukum Administrasi Negara... 24

1. Jenis-jenis sanksi dalam Hukum Administrasi Negara ... 24

2. Penegakan Hukum Administrasi Negara ... 27

(11)

x

C. Perizinan ... 29

1. Pengertian Perizinan ... 29

2. Unsur-unsur Perizinan ... 33

3. Fungsi dan Tujuan Perizinan ... 35

4. Bentuk dan Isi Izin ... 37

D. Malpraktik ... 39

D.1. Malpraktik Administrasi... 52

E. Pembinaan dan Pengawasan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) ... 55

F. Teori Pertanggungjawaban ... 57

G. Teori Kewenangan ... 64

H. Bagan Kerangka Pikir ... 69

I. Definisi Operasional ... 69

BAB III METODE PENELITIAN ... 72

A. Tipe Penelitian ... 72

B. Sumber dan Jenis Data Penelitian ... 72

C. Populasi dan Sampel ... 74

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 75

E. Teknik Analisa Data ... 75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 79

A. Realita Kasus Dokter yang Tidak Memiliki Surat Izin Praktik di Kota Makassar ... 79

(12)

xi B. Upaya Penindakan Terhadap Dokter Yang Tidak

Memiliki Surat Izin Praktik oleh Dinas Kesehatan Kota

Makassar dan Ikatan Dokter Indonesia Kota Makassar ... 91

C. Penerapan Sanksi Administrasi Terhadap Dokter yang Melakukan Praktik Kedokteran Tanpa Izin ... 95

D. Kendala atau Kesulitan yang Terjadi dalam Penindakan Terhadap Dokter yang Tidak Memiliki Surat Izin Praktik oleh Dinas Kesehatan Kota Makassar dan Ikatan Dokter Indonesia Kota Makassar ... 98

BAB V PENUTUP ... 101

A. Kesimpulan ... 101

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 103

(13)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sesuai Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Negara Republik Indonesia selanjutnya UUD NRI 1945 mempunyai tujuan untuk mencapai suatu kesejahteraan rakyat, yang dalam rangka pencapaiannya diwujudkan melalui proses pengembangan mutu dan profesionalisme Sumber Daya Manusia. Dalam memberikan mutu pelayanan pada masyarakat luas membutuhkan suatu pengetahuan dan pemahaman terhadap suatu peraturan perundang–undangan yang berlaku di Negara Indonesia saat ini.

Dalam pembukaan UUD NRI 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah melIndungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah berupaya secara maksimal untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh warga negara dalam berbagai bidang kehidupan. Selain tujuan tersebut, pemerintah juga berkewajiban melaksanakan pembangunan diberbagai bidang dalam rangka mewujudkan kesejahterahan nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah menetapkan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang

(14)

2 ditujukan sebagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melaksanakan pembangunan dalam bidang kesehatan.

Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dibentuk untuk menggantikan Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang dianggap telah usang dan tidak lagi memenuhi kebutuhan akan pengaturan tentang kesehatan pada era dimana kemajuan Ilmu Pengetahuan dan teknologi kedokteran telah maju demikian pastinya. Dalam bagian pertimbangan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dikatakan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan, yang besar artinya bagi pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia dan sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia1. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan program dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

Pemberian pelayanan kesehatan oleh dokter dan/atau rumah sakit kepada pasien tidak sebatas penerapan teknologi kedokteran saja namun juga harus dibarengi penerapan nilai–nilai sosial, budaya, etik, hukum maupun agama. Hal ini sudah dimaknai jauh sebelumnya oleh para tokoh

1Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

(15)

3 dibidang kedokteran dengan disusunnya Etika Profesi Kedokteran dalam bentuk Code Hammurabi dan Code Of Hittiles tetapi yang paling terkenal adalah sumpah Hippocrates yang berisikan kewajiban–kewajiban dokter dalam berperilaku dan bersikap atau semacam Code Of Conduct bagi dokter.

Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan memuaskan kepada masyarakat yang memberikan perlindungan hukum, maka pemerintah membuat Undang-undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Undang-undang tersebut diharapkan memberikan perlindungan kepada masyarakat, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan, dan memberikan kepastian hukum.

Dari prinsip atau hubungan pasien–dokter (tenaga kesehatan lainnya)–rumah sakit, dikenal dengan apa yang dinamakan hubungan terapeutik atau transaksi terapeutik, di mana terjadi suatu ikatan kontrak (meskipun tidak tertulis) antara pasien dan dokter dalam hal pengobatan dan perawatan penyakitnya serta antara pasien dengan rumah sakit dalam hal pelayanan kesehatan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang sesuai standar.

Dalam hubungan tersebut, walaupun pasien dari pihak yang awam tentang masalah kesehatan, tetapi hendaknya pihak dokter dan rumah sakit memenuhi kewajibannya untuk memberikan layanan kesehatan sesuai standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional

(16)

4 prosedur kepada pasien baik diminta maupun tidak diminta. Karena prinsipnya dari transaksi terapeutik itu, pihak health provider dan pihak health receiver yang sama-sama merupakan subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban , sesuai dengan asas hukum equality before the law.

Dalam Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, pengertian standar profesi disebutkan di dalam penjelasan Pasal 50 sebagai berikut:

Standar profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.

Penjelasan Pasal 50 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 ini, merupakan penjelasan dan Pasal 50 sub a yang menyebutkan bahwa dokter yang melaksanakan praktik kedokteran sesuai dengan standar profesi dan standar operasional prosedur, berhak memperoleh perlindungan hukum. Kemudian di dalam Pasal 50 sub b disebutkan lebih lanjut bahwa memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional juga merupakan hak dokter.

Bahwa ketentuan diatas mengatakan pentingnya dokter berhak untuk melaksanakan praktik sesuai dengan standar profesi, dan bila telah

(17)

5 melaksanakan pratik sesuai standar profesi yang berlaku, maka ia berhak mendapat perlindungan hukum.

Berdasarkan standar profesi yang diatur dalam penjelasan Pasal 50 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004, terdapat unsur-unsur dan standar profesi sebagai berikut:

1. Standar profesi merupakan batasan kemampuan minimal bagi dokter.

2. Kemampuan tersebut meliputi:

a. knowledge (pengetahuan);

b. skill (keterampilan);

c. professional attitude (perilaku yang profesional).

3. Kemampuan yang terdiri dan 3 (tiga) unsur tersebut, harus dikuasai oleh seorang individu (dokter yang melakukan praktik kedokteran).

4. Kemampuan tersebut juga merupakan syarat untuk diizinkannva seorang dokter melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri.

5. Yang berhak membuat standar profesi menurut Undang-undang Praktik Kedokteran adalah organisasi profesi. Organisasi profesi dari dokter yang berlaku saat ini adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), yang dalam hal standar profesi dan masing-masing bidang spesialisasi, dapat diserahkan kepada masing-masing ikatan profesi di dalam bidang spesialisasi tersebut.

(18)

6 Selain standar profesi, Undang-undang juga mengatur adanya standar prosedur operasional yang diartikan di dalam penjelasan Pasal 50 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 sebagai berikut:

Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/

langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu.

Tujuan dibuatnya standar prosedur operasional ini adalah untuk memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasar konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan.

Sedangkan yang berhak membuat standar prosedur pelayanan adalah sarana pelayanan kesehatan, dan perbuatanya tetap mengacu atau berpedoman kepada standar profesi, atau dengan perkataan lain standar prosedur operasional tidak boleh menyimpangi dan standar profesi yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.

Menjadi sangat penting melakukan komunikasi dengan baik dari pihak dokter atau rumah sakit tentang masalah kesehatan pasien secara lengkap dan detail sehingga pasien mengerti tentang kondisi kesehatan dan hak-haknya sebagai seorang pasien yang juga dilindungi oleh hukum.

Hal lain yang menguntungkan dengan dilakukannya komunikasi yang baik adalah pasien mengetahui bahwa sampai di mana kondisi kesehatannya atau keadaan penyakitnya serta kemampuan dokter untuk membantu masalahnya sesuai dengan kondisi yang ada pada saat itu.

(19)

7 Dalam rangka memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter/dokter gigi dan dokter spesialis/ dokter gigi spesialis, khususnya pada pelanggaran disiplin yang tidak terkait dengan hubungan dokter-pasien perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi praktik kedokteran secara kesinambungan.

Namun dalam beberapa tahun terakhir ini, hubungan dokter dan/atau rumah sakit dengan pasien menghadapi tantangan karena beberapa kasus pengaduan atau tuntutan atau tuduhan kepada dokter dan/atau rumah sakit telah melakukan upaya kesehatan dalam pelayanan kesehatan atau yang dikenal dengan malpraktik, kerap dimuat dalam media massa. Malpraktik sendiri terjadi bukan hanya pada pasien dengan dokter tetapi terkadang pihak pasien dengan pihak rumah sakit, hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa masyarakat sebagai health receiver kini telah menuntut pelaksanaan hak–hak yang mereka miliki tersebut, Kini mereka telah berani menilai bahkan mengkritik mutu pelayanan kesehatan yang mereka terima.

Kurangnya komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien menjadi penyebab banyaknya pengaduan dugaan pelanggaran disiplin (masyarakat menyebutnya dugaan malpraktik) oleh dokter dan dokter gigi.

Akibatnya meski dokter sudah menjalankan tugas sesuai standar pelayanan, standar profesi maupun standar operasional prosedur, namun

(20)

8 ada kalanya pasien tetap merasa dirugikan karena hasil terapi tidak sesuai seperti yang diharapkan.

Hingga Maret 2011, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) telah menangani 127 pengaduan kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan dokter atau dokter gigi. Dari angka tersebut, sekitar 80 persen disebabkan kurangnya komunikasi antara dokter dan pasien.

Bila dirinci disiplin ilmu yang diadukan, yang paling banyak adalah dokter umum (48 kasus), dokter ahli bedah (33 kasus), dokter ahli kandungan dan kebidanan (20 kasus), dokter ahli anak (11 kasus), dokter ahli penyakit dalam (10 kasus), dokter ahli paru (4 kasus), dokter ahli syaraf (4 kasus), dokter ahli anestesi (4 kasus), dokter ahli mata (3 kasus), dokter ahli jantung (3 kasus), dokter ahli radiologi (2 kasus), dan masing-masing 1 kasus oleh dokter ahli jiwa, ahli THT dan ahli kulit dan kelamin serta 10 dokter gigi. Berdasarkan sumber pengaduan terbanyak disampaikan oleh masyarakat yaitu 119 kasus, disusul oleh Kementerian Kesehatan/Dinas Kesehatan 4 kasus, tenaga kesehatan 2 kasus dan masing-masing 1 kasus pengaduan dari institusi pelayanan kesehatan dan pihak asuransi.2

Untuk mewujudkan tertib administratif dokter/dokter gigi dan dokter spesialis/ dokter gigi spesialis diperlukan peraturan yang terkait dengan penegakan hukum administratif.

Dalam Undang-undang No. 29 Tahun 2004 dikatakan bahwa Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan3. Berkaitan dengan masalah Malpraktik, instrument perizinan yang diatur dalam hukum administrasi negara mempunyai hubungan dengan timbulnya perbuatan malpraktik administrasi.

2 http://www.depkes.go.id/article/print/1519/dugaan-pelanggaran-disiplinterbanyak-akibat- kurangnya-komunikasi-dokter-dan-pasien.html, diunduh pada hari Selasa, 22 November 2016 pukul 21.18 WITA.

3Pasal 1, Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

(21)

9 Setiap dokter/dokter gigi dan dokter spesialis/ dokter gigi spesialis yang melakukan praktik kedokteran wajib memiliki surat tanda registrasi dan melalui proses evaluasi yang meliputi evaluasi administratif dan evaluasi kompetensi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Oleh karena itu instrumen perizinan menjadi salah satu faktor yang penting ketika seorang dokter akan membuka praktik kesehatan, karena instrumen perizinan tersebut dapat dijadikan sebagai bukti bahwa dokter yang bersangkutan mempunyai kompeten untuk menjalankan praktik kedokterannya tersebut.

Menurut penulis, izin merupakan legalitas seorang dokter dapat menjalankan praktik kedokteran sehingga dokter yang melakukan praktik dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan standar prosedur operasional.

Bagi dokter/dokter gigi dan dokter spesialis/ dokter gigi spesialis yang tidak memiliki surat tanda registrasi dan melakukan pelanggaran disiplin yang tidak terkait dengan hubungan dokter-pasien, Konsil Kedokteran Indonesia dapat menjatuhkan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan4.

4 Salinan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 43 Tahun 2016

(22)

10 Dengan adanya penegakan sanksi adminsitratif tersebut dapat menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas serta dapat mendorong dokter/dokter gigi dan dokter spesialis/ dokter gigi spesialis untuk lebih produktif dan berorientasi pada peningkatan mutu pelayanan kedokteran dan keselamatan pasien.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, dalam hal ini akan dibahas beberapa masalah yang berkaitan dengan malpraktik ditinjau dari hukum administrasi, antara lain :

1. Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan praktik dokter ditinjau dari aspek hukum administrasi?

2. Bagaimanakah penerapan sanksi administrasi terhadap pelanggaran izin praktik dokter dalam pelayanan kedokteran?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan perizinan dan pengawasan praktik dokter ditinjau dari aspek hukum administrasi.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan sanksi administrasi terhadap pelanggaran izin praktik dokter dalam pelayanan kedokteran.

(23)

11 D. Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan informasi baik kepada pemerintah, dokter, dan masyarakat berkaitan pelaksanaan perizinan praktik kedokteran dari aspek hukum administrasi dan untuk memberikan informasi dan masukan terhadap penerapan sanksi administratif terhadap pelanggaran izin praktik dokter.

2. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan membuka wawasan/paradigma berpikir dalam memahami dan mendalami permasalahan hukum secara universal dilihat dalam sudut pandang kesehatan dalam suatu sistem penerapan hukum administrasi dengan pengkajian terhadap peraturan-peraturan yang bersentuhan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berlaku saat ini. Disamping itu, penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi ilmiah serta dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam hukum kesehatan.

(24)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Administrasi

Secara etimologis istilah administrasi berasal dari bahasa latin (Yunani) yang terdiri atas dua kata “ad” dan ”ministrate” yang berarti “to serve” yang dalam bahasa Indonesia berarti melayani dan memenuhi.

Derivasinya antara lain menjadi “administratio” yang berarti besturing atau pemerintahan. Selanjutnya menurut Dimmock dan Dimmock memahami bahwa yang dimaksud dengan administrasi adalah proses pelayanan atau pengaturan5.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) administrasi memiliki empat pengertian yaitu : pertama, usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara penyelenggaran pembinaan organisasi; kedua, usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan serta mencapai tujuan; ketiga, kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan; keempat, kegiatan kantor dan tata usaha6.

Menurut White dalam Syafi’l dkk., mendefinisikan administrasi sebagai “Suatu proses yang umum ada pada usaha kelompok-kelompok, baik pemerintah maupun swasta, baik sipil maupun militer, baik dalam

5 Marshall Edward Dimmock, Gladys Ogden Dimmock, Administrasi Negara, diterjemahkan oleh Husni Tamrin Pane, (Jakarta: Aksara Baru, 1978), hlm.15

6Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka), hlm. 8

(25)

13 ukuran besar maupun kecil”7. Menurut Siagian administrasi didefinisikan sebagai “Keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”8. Sedangkan menurut Gie yang dikutip oleh Pasolong mendefinisikan administrasi adalah “Rangkaian kegiatan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh sekelompok orang di dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu”9.

A.1. Administrasi Negara

Administrasi negara ialah terjemahan dari public administation.

Secara etimologis, maka “public” berasal dari bahasa latin “poplicus” atau

“people” dalam bahasa inggris yang berarti rakyat. Administration juga berasal dari bahasa lain terdiri kata “ad” yang berarti intensif, dan

“ministare” yang berarti melayani. Jadi dapat dikatan public administration itu ialah pelayanan secara intensif terhadap rakyat. Sugiyono memberikan defini tentang Administrasi Negara berkenaan dengan kegiatan yang bersifat kenegaraan, yang tujuan utamanya untuk memberikan pelayanan, meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat10.

Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa administrasi negara mempunyai tiga arti, yaitu: pertama, sebagai salah satu fungsi pemerintahan; kedua, sebagai aparatur (machinery) dan aparat

7 Syafi’l, Inu Kencana, Ilmu Administrasi Publik, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm.73

8Sondang P. Siagian, Filsafat Administrasi, (Edisi Revisi), (Jakarta; Bumi Aksara, 2004), hlm 2

9Herbani Pasolong, Teori Administrasi Publik, (Bandung; Alfabeta, 2007), hlm.3

10 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung; Alfabeta, 2006), hlm 25

(26)

14 (apparatus) daripada pemerintah; ketiga, sebagai proses penyelenggaraan tugas pekerjaan pemerintah yang memerlukan kerja sama secara tertentu11.

Ridwan HR mengemukakan [engertian administrasi negara menurut beberapa pakar, yaitu sebagai berikut:12

1) Menurut E. Utrecht, menyebutkan bahwa administrasi negara adalah gabungan jabatan-jabatan, aparat (alat) administrasi yang di bawah pimpinan pemerintah melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah.

2) Menurut Dimmock dan Dimmock administrasi negara adalah aktivitas- aktivitas negara dalam melaksanakan kekuasaan-kekuasaan politiknya; dalam arti sempit, aktivitas-aktivitas badan eksekutif dan kehakiman atau khususnya aktivitas-aktivitas badan eksekutif saja dalam melaksanakan pemerintahan.

3) Bahsan Mustafa mengartikan administrasi negara sebagai gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat yang diserahi tugas melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah dalam arti luas, yang tidak diserahkan kepada badan-badan pembuat Undang-undang dan badan-badan kehakiman.

11Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983), hlm. 11

12 Ridwan HR, Administrasi Negara Edisi Revisi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 29

(27)

15 A.2. Hukum Administrasi Negara

1. Pengertian Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara adalah rangkaian aturan-aturan hukum yang harus diperhatikan oleh alat-alat perlengkapan Negara di dalam menjalankan tugasnya. Terhadap perumusan ini banyak diajukan keberatan-keberatan. Perlu diketahui bahwa Negara adalah suatu pengertian yang abstrak dan berwujud suatu bada hukum. Maka sudah barang tentu perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan alat-alat perlengkapan Negara sebagai organ suatu badan hukum sangat heterogen, tidak hanya perbuatan-perbuatan dalam hukum publik saja, akan tetapi juga melakukan perbuatan-perbuatan dalam hukum perdata, hukum dagang, dan sebagainya. Hukum Administrasi Negara diartikan sebagai rangkaian-rangkaian aturan-aturan hukum yang mengatur cara bagaimana alat-alat perlengkapan Negara menjalankan tugasnya13.

Ridwan HR mengemukakan pendapat beberapa sarjana mengenai Hukum Administrasi Negara, yaitu:14

1) R.J.H.M. Husman menyatakan, untuk menemukan defini yang baik mengenai istilah “Hukum Administrasi Negara” pertama-tama harus ditetapkan bahwa Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari hukum publik, yakni hukum yang mengatur tindakan pemerintah dengan warga negara atau hubungan antar organ

13Prajudi Atmosudirdjo, op.cit hlm. 23

14 Ridwan HR, op.cit hlm. 35

(28)

16 pemerintahan. Hukum Administrasi Negara memuat keseluruhan peraturan yang berkenaan dengan cara bagaimana organ pemerintahan melaksanakan tugasnya. Jadi Hukum Administrasi Negara berisi aturan main yang berkenaan dengan fungsi organ- organ pemerintahan.

2) Van Poelje menyatakan Hukum Administrasi Negara adalah hukum memuat peraturan hukum yang menentukan kepada organ-organ pemerintahan itu, menentukan tempatnya dalam negara, menentukan kedudukan terhadap warga negara, dan peraturan- peraturan hukum yang mengatur tindakan-tindakan organ pemerintahan itu.

3) P. De Haan menyatakan bahwa dalam Hukum Administrasi Negara berkenaan dengan organisasi dan fungsionalitas pemerintahan umum dalam hubungannya dengan masyarakat.

4) A.D. Belifante menyatakan bahwa dalam Hukum Administrasi Negara meliputi peraturan-peraturan yang berkenaan dengan administrasi. Administrasi berarti sama dengan pemerintahan. Oleh karena itu, Hukum Administrasi Negara disebut juga Hukum Tata Pemerintahan. Perkataan pemerintahan dapat disamakan dengan kekuasaan eksekutif, artinya pemerintahan merupakan bagian dari organ dan fungsi pemerintahan, yang bukan organ dari fungsi pembuat Undang-undang dan peradilan.

(29)

17 5) Alegmene Bepelingen menyatakan bahwa dalam Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Pemerintahan berisi peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemerintahan umum.

Tetapi tidak semua peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemerintahan umum termasuk dalam cakupan Hukum Administrasi Negara. Sebab ada peraturan-peraturan yang menyangkut pemerintahan umum, tetapi tidak termasuk dalam Hukum Administrasi Negara, melainkan masuk pada lingkup Hukum Tata Negara

6) Utrecht menyebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara sebagai menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (ambtsdrager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus. Lebih lanjut Utrecht menyebutkan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan Administrasi Negara.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, tampak bahwa Hukum Administrasi Negara mengandung dua aspek yakni; pertama, aturan-aturan hukum yang mengatur dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan itu melakukan tugasnya; kedua, aturan-aturan hukum yang membutuhkan hukum lain yang bersifat lebih teknis. Hukum tersebut adalah Hukum Administrasi Negara15.

15Ibid, hlm. 25

(30)

18 Hukum Administrasi Negara menjadi sangat penting artinya bagi kehidupan dan kelancaran organisasi negara sehari-hari. Administrator negara menjalankan tugas administratif yang bersifat individual, kasual, faktual, teknis penyelenggaraan dan tindakan administratif yang bersifat operasional. Berdasarkan hal itu keputusan maupun tindakannya dapat dilawan melalui berbagai bentuk peradilan administrasi negara.

Menurut J.B.J.M. Ten Berge seperti yang dikutip Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara adalah sebagai perpanjangan dari Hukum Tata Negara atau sebagai hukum sekunder yang berkenaan dengan keanekaragaman lebih mendalam dari tatanan hukum publik sebagai akibat pelaksanaan tugas oleh penguasa. Oleh karena itu, adalah salah paham menganggap Hukum Administrasi Negara sebagai fenomena yang relatif baru. J.B.J.M. Ten Berge mengatakan bahwa “Hukum Administrasi Negara berkaitan erat dengan kekuasaan dan kegiatan penguasa. Oleh karena kekuasaan dan kegiatan penguasa itu dilaksanakan, maka lahirlah Hukum Administrasi Negara”. Dengan kata lain, Hukum Administrasi Negara berkaitan erat dengan persoalan kekuasaan16.

Mengingat negara itu merupakan organisasi kekuasaan, maka pada akhirnya Hukum Administrasi Negara akan muncul karena adanya penyelenggaran kekuasaan negara dan pemerintahan dalam suatu negara hukum, yang menuntut dan mengkehendaki penyelenggaran

16Ibid

(31)

19 tugas-tugas kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan yang berdasarkan atas hukum in realita apabila Hukum Administrasi tidak berfungsi. Berdasarkan hal tersebut Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai Pemerintahan beserta aparaturnya. Pemerintahan beserta aparaturnya menjalankan tugas-tugas Pemerintah dalam fungsi-fungsi kerja yang telah diatur.

2. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara

Ruang lingkup dari Hukum Administrasi Negara berkaitan erat dengan tugas dan wewenang Lembaga Negara (Administrasi Negara) baik ditingkat pusat maupun daerah. Hukum Administrasi Negara juga berkaitan dengan perhubungan kekuasaan antar Lembaga Negara dengan warga masyarakat (warga negara) serta memberikan jaminan perlindungan hukum kepada keduanya.

Istilah Hukum Administrasi Negara dalam kepustakaan Belanda disebut dengan istilah bestuusrecht dengan unsur utama “bestuur”.

Menurut Phillipus M. Hadjon, istilah bestuur berkenaan dengan “sturen”

dan “sturing”. Bestuur dirumuskan sebagai lingkungan kekuasaan negara di luar lingkungan kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudisial.

Dengan rumus itu, kekuasaan pemerintahan tidaklah sekedar melaksanakan undang-undang. Kekuasaan pemerintahan merupakan kekuasaan yang aktif. Sifat aktif tersebut dalam konsep Hukum Administrasi secara intrinsik merupakan unsur utama dari “sturen”

(besturen). Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

(32)

20

Sturen merupakan suatu kegiatan yang kontinu. Kekuasaan pemerintah dalam hal izin mendirikan bangunan misalnya, tidaklah berhenti dengan diterbitkannya izin mendirikan bangunan.

Kekuasaan pemerintah senantiasa mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Dalam hal pelaksanaan pendirian bangunan tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan, pemerintah akan menggunakan kekuasaan penegakan hukum berupa penertiban

Sturen menunjukkan lapangan diluar legislatif dan yudisial.

Lapangan ini lebih luas dari sekedar lapangan eksekutif semata.

Disamping itu, sturen senantiasa diarahkan kepada suatu tujuan17. Meskipun secara umum dianut definisi negatif tentang pemerintahan, yaitu sebagai suatu aktivitas diluar perundangan dan peradilan, namun pada kenyataannya pemerintah juga melakukan tindakan hukum dalam bidang legislasi. Seperti dalam penyelesaian perselisihan, penyelesaian hukum melalui upaya administrasi dan pada penerapan sanksi-sanksi administrasi, yang menjadi objek kajian Hukum Administasi Negara18.

Beberapa membagi bidang Hukum Administasi Negara menjadi Hukum Administasi Negara umum dan Hukum Administasi Negara khusus. Hukum Administasi Negara umum berkenaan dengan peraturan-peraturan umum mengenai tindakan hukum dan hubungan

17 Ridwan HR, op.cit, hlm. 39.

18Ibid, hlm. 40.

(33)

21 Hukum Administasi Negara atau peraturan-peraturan dan prinsip- prinsip yang berlaku untuk semua bidang Hukum Administasi Negara, dalam arti tidak terikat pada bidang tertentu. Hukum Administasi Negara khusus adalah peraturan-peraturan yang berkaitan dengan bidang- bidang tertentu seperti peraturan tentang pertanahan, peraturan kesehatan, peraturan perpajakan, peraturan bidang pendidikan, peraturan pertambangan dan sebagainya.

Munculnya Hukum Administasi khusus semakin penting artinya seiring dengan lahirnya berbagai bidang tugas-tugas pemerintahan yang baru dan sejalan dengan perkembangan dan penemuan- penemuan baru berbagai bidang kehidupan ditengah masyarakat, yang harus diatur melalui Hukum Administasi Negara19.

3. Sumber-sumber Hukum Administrasi Negara

Secara sederhana, sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan aturan hukum serta tempat ditemukannya aturan- aturan hukum20. Sumber hukum dapat dibagi atas dua yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal.

1) Sumber Hukum Materiil

Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor yang membantu isi dari hukum itu, ini dapat ditinjau dari segi sejarah, filsafat, agama, sosiologi,

19 Phillipus M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta:

Gadjah Mada Press University, 2002), hlm.35-39.

20 Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidarta, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung:

Alumni, 2000), hlm. 54

(34)

22 dan lain-lain. Dalam berbagai kepustakaan hukum, ditemukan bahwa sumber hukum materiil ini terdiri dari tiga jenis yaitu sumber hukum historis, sumber hukum sosiologis, dan sumber hukum filosofis.

Dalam pengertian historis, pengertian sumber hukum juga memiliki dua arti, yaitu pertama, sebagai sumber pengenalan tempat menemukan hukum pada saat tertentu. Kedua, sebagai sumber dimana pembuat Undang-undang mengambil bahan dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Dalam arti yang pertama, sumber hukum historis meliputi Undang-undang, putusan-putusan hakim, tulisan-tulisan ahli hukum, juga tulisan-tulisan yang bersifat yuridis sepanjang memuat pemberitahuan mengenai lembaga-lembaga hukum. Dalam arti kedua, sumber hukum historis meliputi sistim-sistim hukum masa lalu yang pernah berlaku pada tempat tertentu. Artinya dengan memahami sejarah hukum tertentu, pemahaman kita terhadap hukum tertentu akan lebih baik, setidak-tidaknya dapat memahami konteks berlakunya hukum tertentu21.

Dalam pengertian sumber Hukum Administrasi Negara, pembuatan peraturan-peraturan perundang-undangan harus pula memerhatikan situasi sosial ekonomi, hubungan sosial, situasi, dan perkembangan politik itu, serta perkembangan internasional. Karena faktor-faktor yang memengaruhi isi peraturan itu begitu kompleks maka dalam pembuatan peraturan diperlukan masukan dan berbagai disiplin keilmuwan, yaitu

21 Ridwan HR, op.cit, hlm. 56-57.

(35)

23 dengan melibatkan ahli ekonomi, sejarawan, ahli politik, psikolog, dan sebagainya, disamping ahli hukum sendiri22.

2) Sumber Hukum Formil

Pengertian sumber hukum formal, yaitu berbagai bentuk aturan hukum yang ada. Fakta ini kita namakan sumber hukum dalam arti formal, karena kita hanya memandang mengenai cara dan bentuk yang melahirkan hukum positif, tanpa mempersoalkan darimana isi peraturan hukum itu. Sumber hukum formal dalam sumber Hukum Administrasi Negara diartikan juga sebagai tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Sumber Hukum Administrasi Negara dalam pegertian formal ini terdiri dari peraturan-peraturan perundang-undangan, praktik administrasi negara, atau hukum tidak tertulis, yurisprudensi, dan doktrin.

Meskipun Undang-undang dianggap sebagai sumber hukum administrasi negara yang paling penting, undang-undang sebagai peraturan tertulis memiliki kelemahan. Sebagai ketentuan tertulis (written rule) atau hukum tertulis(written law), peraturan perundang- undangan yang mempunyai jangkauan terbatas, “moment opname” dan unsur-unsur politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan, dan keamanan yang paling berpengaruh pada saat pembentukan mudah sekali aus (out of date) bila dibandingkan dengan perubahan masyarakat yang dihadapi oleh administrasi negara. Oleh karena itu,

22Ibid, hlm. 58.

(36)

24 Administrasi Negara dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap penting dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, meskipun belum termuat di dalam perundang-undangan (hukum tertulis)23.

B. Sanksi Hukum Administrasi Negara

1. Jenis-jenis Sanksi dalam Hukum Administrasi Negara

Syarat-syarat agar Hukum Administrasi dapat dijalankan dengan baik maka diperlukan pengawasan dan penerapan kewenangan sanksi oleh pemerintah. Menurut teori Berge, seperti yang dikutip Phillipus M.

Hadjon, menyatakan bahwa instrumen penegakan Hukum Administrasi Negara meliputi pengawasan dan penerapan sanksi. Pengawasan merupakan tindakan preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif untuk memaksakan kepatuhan24. Menurut P Dee Haan, penggunaan administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, dimana kewenangan ini berasal dari aturan hukum tertulis dan tidak tertulis.

Ditinjau dari segi sasarannya, dalam hukum administrasi dikenal dua jenis sanksi yaitu sanksi reparatoir dan sanksi punitif. Sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk mengembalikan pada kondisi semula sebelum atau menempatkan pada situasi yang sesuai dengan hukum. Dengan kata

23Ibid, hlm. 60-64

24 Phillipus M. Hadjon, dkk, op.cit, hlm.95

(37)

25 lain, mengembalikan pada keadaan semula sebelum terjadinya pelanggaran, misalnya paksaan pemerintah (bestUndang- undangrsdwang), dan pengenaan uang paksa (dwangsom). Sedangkan sanksi punitif adalah sanksi yang ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya adalah denda administratif25.

Selain dua jenis sanksi tersebut, ada sanksi lain yang oleh J.B.J.M.

Ten Berge disebut sanksi regresif yaitu sanksi yang diterapkan sebagai ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan. Sanksi ini ditujukan pada keadaan hukum semula, sebelum diterbitkannya ketetapan. Seperti penarikan, perubahan, dan penundaan suatu ketetapan26.

Menurut Phillipus M. Hadjon seperti yang dikutip oleh Ridwan HR, Penerapan sanksi secara bersama-sama antara Hukum Administrasi dengan hukum lainnya dapat terjadi, yaitu kumulasi internal dan kumulasi eksternal. Kumulasi eksternal merupakan penerapan sanksi administrasi secara bersama-sama dengan sanksi lain, seperti sanksi pidana atau sanksi perdata. Sedangkan kumulasi internal merupakan penerapan dua atau lebih sanksi administrasi secara bersama-sama misalnya

25 Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan, Problem dan Upaya Pembenahan, (Jakarta: Grasindo, 2009), hlm. 11

26 Harupermadi.lecture.ub.ac.id, HaruPermadi, Mengenal Sanksi dalam Hukum Administrasi Negara, diunduh pada hari Selasa, 8 November 2016 pukul 14.18 WITA.

(38)

26 penghentian pelayanan administrasi dan/ atau pencabutan izin dan/ atau pengenaan denda27.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidarta, di dalam kehidupan masyarakat kini dimana segala bentuk usaha besar dan kecil bertambah memainkan peranan yang penting di dalam kehidupan masyarakat. Maka sanksi administratif semakin memainkan peranan yang penting28.

Pada umumnya macam-macam dan jenis sanksi hukum administrasi dicantumkan dan ditentukan secara tegas dalam perundang- undangan bidang administrasi tertentu.

Secara umum dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum administrasi, yaitu29:

a. Paksaan Pemerintah (bestuursdwang).

b. Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan (izin, subsidi, pembayaran, dan sebagainya).

c. Pengenaan uang paksa dan pemerintah (dwangsom).

d. Pengenaan denda administratif (administrative boete).

Menurut Philipus M. Hadjon yang mengutip dari Teori N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge wewenang paksaan pemerintah ialah wewenang organ pemerintahan untuk menyesuaikan suatu situasi tidak sah, yang

27 Ridwan HR, op.cit, hlm. 301-302.

28 Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidarta, op.cit, hlm. 47

29 Ridwan HR, op.cit, hlm 303-304

(39)

27 terjadi karena suatu kewajiban yang timbul dari norma hukum administrasi tidak ditunaikan, dengan nyata pada norma ini. Termasuk norma hukum administrasi, seperti yang diterima secara umum, juga ketentuan- ketentuan izin. Ciri khas dari wewenang paksaan pemerintah ialah bahwa ia membuat organ pemerintahan berwenang untuk bila perlu tanpa keharusan perantara hakim terlebih dahulu yang bertindak jauh secara nyata.

Pada umumnya (dikecualikan keadaan-keadaan yang membutuhkan penyelesaian secara cepat) organ pemerintahan sebelum melaksanakan paksaan pemerintahan secara nyata, mengirimkan peringatan tertulis, sehingga yang dialamatkan diberi kesempatan untuk memperbaiki atau mengakhiri sendiri pelanggaran atas norma hukum itu30.

2. Penegakan Hukum Administrasi Negara

Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu.

Penegakan hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan31. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah atau pandangan-pandangan nilai yang mantap dan mengejawantah sikap dan tindak sebagai rangkaian

30 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, (Surabaya: Yuridika, 1993), hlm. 75.

31Ibid, hlm. 291-292

(40)

28 penjabaran nilai tahap dan akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum secara konkret adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut ditaati. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedura yang ditetapkan oleh hukum formal32.

Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan seperti yang dikutip oleh Ridwan HR, sarana penegakan Hukum Administrasi Negara berisi

“pengawasan bahwa organ pemerintahan dapat melaksanakan ketaatan pada atau atau berdasarkan Undang-undang yang ditetapkan secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakkan kewajiban kepada individu, dan penerapan kewenangan sanksi pemerintahan”33.

Sarana penegakan hukum itu disamping pengawasan adalah sanksi. Sanksi hukum mempunyai karakter sebagai tindakan memaksa terhadap subjek hukum, yang diberikan oleh tata hukum degan maksud untuk menimbulkan perbuatan tertentu yang dikehendaki oleh pembentuk perundang-undangan34. Sanksi merupakan bagian penting dalam setiap peraturan perundang-undangan, J.B.J.M. Ten Berge

32 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum, (Jakarta: Binacipta, 1983), hlm. 13

33 P. Nicolai, et. Al, BestUndang-undangrsrecht, dalam Ridwan HR, op.cit, hlm.296

34 Prof. Dr. Achmad Ruslan, Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia (Yogyakarta: Rangkang Education), hlm.42

(41)

29 menyebutkan bahwa sanksi merupakan inti dari penegakan Hukum Administrasi Negara. Menurut Phillipus M. Hadjon, pada umumnya tidak ada gunanya memasukkan kewajiban-kejiban dan larangan-larangan bagi para warga di dalam peraturan perundang-undangan tata usaha negara, manakal aturan-aturan tingkah laku itu tidak dapat diusahakan oleh tata usaha negara35.

Sanksi dalam Hukum Administrasi Negara yaitu alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma Hukum Administrasi Negara. Berdasarkan definisi ini maka unsur-unsur sanksi dalam Hukum Administrasi Negara yaitu alat kekuasaan bersifat hukum publik, digunakan oleh pemerintah dan sebagai reaksi atas ketidakpatuhan.

C. Perizinan

1. Pengertian Perizinan

Perizinan meurpakan salah satu perwujudan tugas mengatur dari pemerintah. Pengertian izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai memperkenankan, memperbolehkan, tidak melarang. Beberapa pendapat para sarjana tentang pengertian izin antara lain yaitu:

a. Prajudi Atmosudirdjo dalam buku Phillipus M. Hadjon mengartikan izin ialah beranjak dari ketentuan yang pada dasarnya tidak

35 Phillipus M. Hadjon, dkk, op.cit, hlm.245

(42)

30 melarang suatu perbuatan tetapi untuk dapat melakukannya disyaratkan prosedur tertentu harus diatur36.

b. W.F. Prins mendefinisikan izin yaitu biasanya yang menjadi persoalan yang berbahaya bagi umum, yang pada dasarnya harus dilarang, melainkan bermacam-macam usaha yang pada hakekatnya tidak berbahaya, tapi berhubung dengan satu dan lain sebab dianggap baik untuk diawasi oleh administrasi negara37.

c. E. Utrecht mengemukakan izin adalah bilamana pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan tetapi masih juga meperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat izin (vergunning)38.

N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit, yaitu izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam

36 Phillipus M. Hadjon, dkk, op.cit. hlm. 143.

37 W.F. Prins-R, Kosim Adisapoetra, Pengantar Hukum Ilmu Administrasi Negara, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1983), hlm. 73-74.

38 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1986), hlm. 187.

(43)

31 keadaan-keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Ini adalah paparan luas, dari pengertian izin. Sedangkan izin dalam arti sempit yakni pengikatan- pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat Undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Hal yang pokok pada izin (dala arti sempit) adalah bahwa suatu tindakan yang dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan- ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan- ketentuan)39.

Menurut Prajudi Atmosudirdjo, izin (vergunning) adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undang-undang. Pada umumnya Pasal Undang-undang yang

39 N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Phillipus M. Hadjon, (Surabaya: Yuridika, 1993), hlm. 2-3.

(44)

32 bersangkutan berbunyi, “dilarang tanpa izin.. (melakukan).. dan seterusnya”. Selanjutnya, larangan tersebut diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk mendapat izin, disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan (juklak) kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan40. Sedangkan menurut Van Der Pot, izin dalam arti luas merupakan keputusan yang memperkenankan dilakukan perbuatan apa saja yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan41.

Pengertian izin juga dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah. Dalam ketentuan tersebut izin diberikan pengertian sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lain yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Pemberian pengertian izin tersebut menunjukkan adanya penekanan pada izin yang tertulis, yakni berbentuk dokumen, sehingga yang disebut sebagai izin tidak termasuk yang diberikan secara lisan42.

40 Prajudi Atmosudirdjo, op.cit, hlm. 94.

41 Van Der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, cetakan kedelapan, (Jakarta: Balai Buku Ichtiar, 1985), hlm.143.

42 Y. Sri Pudyatmoko, op.cit, hlm. 8.

(45)

33 2. Unsur-unsur Perizinan

Berdasarkan pemaparan pendapat para pakar tersebut, dapat disebutkan bahwa izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan pensyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan yaitu, instrumen yuridis, peraturan perundang-undangan, organ pemerintah, peristiwa konkret, dan prosedur dan pensyaratan43.

a. Instrumen yuridis

Dalam negara hukum modern, pemerintah diberikan wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan ini muncul beberapa instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret yaitu dalam bentuk keputusan. Salah satu wujud dari keputusan ini adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis keputusan, izin termasuk sebagai keputusan yang bersifat konstitutif, yakni keputusan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimemiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam keputusan itu, atau keputusan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan. Dengan demikian, izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk keputusan yang bersifat

43 Ridwan HR, op.cit, hlm. 201-202.

(46)

34 konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret44.

b. Peraturan perundang-undangan

Pembuatan dan penerbitan keputusan izin merupakan tindakan hukum pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah berdasarkna pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut keputusan izin tersebut mrnjadi tidak sah45.

c. Organ pemerintah

Organ pemerintahan adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah, yaitu mulai dari adminstrasi negara tertinggi (Presiden) sampai dengan administrasi negara terendah (Lurah) berwenang memberikan izin46.

d. Peristiwa Konkret

Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat, maka izin pun memiliki berbagai

44Ibid, hlm. 202.

45Ibid, hlm. 204

46 N.M. Spelt dan J.B.J.M. Ten Berge, op.cit, hlm. 11

(47)

35 keragaman. Izin yang jenisnya beragam itu dibuat dalam proses yang cara prosedurnya tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin, dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya47.

e. Prosedur dan persyaratan

Pada umumnya, permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin.

Disamping harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin48.

3. Fungsi dan Tujuan Perizinan

Tujuan pemerintah dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu tugas mengatur dan memberikan pelayanan kepada umum. Tugas mengatur meliputi pembuatan-pembuatan peraturan yang harus dipatuhi masyarakat, sedangkan tugas memberi pelayanan kepada umum meliputi tugas-tugas pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sarana finansial dan personal dalam rangka meningkatkan pelayanan di bidang kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan, dan lain sebagainya.

47 Ridwan HR, op.cit, hlm. 206-207

48Ibid, hlm. 207.

(48)

36 Sistem perizinan muncul karena tugas mengatur dari pemerintah, karena perizinan akan dibuat dalam bentuk peraturan yang harus dipatuhi masyarakat yang berisikan larangan dan perintah. Dengan demikian, izin ini akan digunakan oleh penguasa sebagai instrumen untuk mempengaruhi hubungan dengan para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna mencapai tujuan yang konkret49.

Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ini berarti persyaratan-persyaratan yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dan memfungsikan izin itu sendiri. Menurut Prajudi atmosudirdjo berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakan dalam fungsi menertibkan masyarakat50.

Tujuan pemerintah mengatur sesuatu hal dalam peraturan perizinan ada berbagai sebab:

a. Keinginan mengarahkan/mengendalikan aktifitas-aktifitas tertentu (misalnya izin bangunan)

b. Keinginan mencegah bahaya bagi lingkungan (misalnya izin lingkungan)

49Ibid, hlm. 207.

50 Prajudi Atmosudirdjo, op.cit, hlm. 23.

(49)

37 c. Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (misalnya izin terbang,

izin membongkar monumen)

d. Keinginan membagi benda-benda yang sedikit jumlahnya (misalnya izin menghuni di daerah padat penduduk)

e. Keinginan untuk menyeleksi orang-orang dan aktifitas-aktifitasnya (misalnya pengurus organisasi harus memenuhi syarat-syarat tertentu).

Keinginan perizinan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada intinya adalah untuk menciptakan kondisi bahwa kegiatan pembangunan sesuai peruntukan, disamping itu agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pembangunan.

Lebih jauh lagi melalui sistem perizinan diharapkan dapat tercapainya tujuan tertentu diantaranya51:

a. Adanya kepastian hukum

b. Perlindungan kepentingan hukum

c. Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungan d. Pemerataan distribusi barang tertentu

4. Bentuk dan Isi Izin

Izin merupakan salah satu bentuk keputusan tata usaha negara.

Keputusan tata usaha negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan

51 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, op.cit, hlm. 4-5.

(50)

38 yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata52. Berdasarkan hal tersebut, maka izin akan selalu berbentuk tertulis dan berisikan beberapa hal sebagai berikut53:

a. Organ yang berwenang

Dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya. Pada umumnya pembuat aturan akan menunjuk organ berwenang dalam sistem perizinan, organ yang paling berbekal mengenai materi dan tugas bersangkutan dan hampir selalu yang terkait adalah organ pemerintahan.

b. Yang dialamatkan

Izin adalah keputusan suatu organ pemerintahan dalam suatu peristiwa konkret, ditujukan pada suatu pihak yang berkepentingan.

Biasanya izin lahir setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu. Karena itu, keputusan yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin. Pada suatu keputusan bukan hanya keadaan yang dialamatkan (pemohon izin) yang penting tetapi juga posisi dari pihak-pihak berkepentingan.

c. Diktum

Keputusan yang memuat izin demi alasan kepastian hukum, harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan. Bagian

52 Undang-undang No. 5 Tahun 1986 Pasal 1 ayat 3.

53 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, op.cit, hlm. 11-15.

(51)

39 keputusan ini, dinamakan diktum, yang merupakan inti dari keputusan. Setidaknya diktum ini terdiri atas keputusan pasti, yang memuat hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dituju oleh keputusan tersebut.

d. Alasan yang mendasari pemberiannya

Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti penyebutan ketentuan Undang-undang, pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta. Penyebutan ketentuan Undang-undang memberikan pegangan kepada semua yang bersangkutan, organ penguasa dan yang berkepentingan , dalam menilai keputusan itu.

Pertimbangan hukum merupakan hal penting bagi organ pemerintahan untuk memberikan atau menolak permohonan izin.

e. Ketentuan, pembatasan, dan syarat-syarat

Ketentuan-ketentuan adalah kewajiban-kewajiban yang dapat dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan ketentuan-ketentuan pada izin banyak terdapat dalam praktik hukum administrasi. Dalam hal ketentuan-ketentuan tidak dipatuhi terdapat pelanggaran izin.

Tentang sanksi yang diberikan alasannya, pemerintahan harus memutuskannya tersendiri. Dalam pembuatan keputusan berisi izin, dimasukkan pembatasan-pembatasan.

D. Malpraktik

Dalam transaksi terapeutik, dinyatakan bahwa hubungan dokter- pasien terjadi karena ada objek yang diperjanjikan (sesuai dengan Pasal

(52)

40 1234 KUH Perdata), yaitu memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu yang tidak terpenuhi. pada saat prestasi yang dijanjikan tidak memenuhi salah satu hak (biasanya hak pasien) terlanggar, maka terjadilah dengan apa yang disebut ingkar janji atau wanprestasi yang dikalangan medik disebut malpraktik medik. Istilah malpraktik selalu diidentikkan terhadap profesi medis padahal malpraktik ini diperuntukkan pada suatu profesi yang melakukan kesalahan (wrong doing) dalam menjalankan profesinya. Definisi malpraktik tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia seperti Undang- undang Praktik Kedokteran, Undang-undang Kesehatan, Undang-undang Rumah Sakit ataupun Undang-undang Perlindungan Konsumen sehingga definisi malpraktik dapat diambil berdasarkan pakar hukum54 seperti yang terlihatdari beberapa definisi tentang malpraktik dibawah ini:

a. Coughlin’s Dictionary of Law

Malpractice is professional misconduct on the part of professional person, such a physician engineer, lawyer, accountant, dentist, veterinarian. Malpractice maybe a result of ignore, neglect, or lack of skill or fidelity in the professional duties; intentional wrong doing; or unethical practice55.

b. Stedman’s Medical Dictionary

54Suryadhimirta, Rinanto, 2011, Hukum Malpraktik Kedokteran, (Yogyakarta, Total Media), hlm. 13.

55Ameln, Fred, 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Jakarta, Grafikatama Jaya, hlm.

83.

Referensi

Dokumen terkait

Sertifikat kompetensi (SK) yang dikeluarkan oleh Kolegium Dokter Parasitologi Klinik Indonesia (KPDSPARKI), bersama dengan Surat Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh

Khusus bagi pelamar jabatan Terampil - Terapis Gigi dan Mulut yang dinyatakan tidak lulus seleksi administrasi karena masa berlaku Surat Tanda Registrasi (STR) sudah habis,