• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Persentase Hidup Planlet Salak Tahap Aklimatisasi Melalui Teknik Hardening secara In-Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Peningkatan Persentase Hidup Planlet Salak Tahap Aklimatisasi Melalui Teknik Hardening secara In-Vitro"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN PERSENTASE DIDUP PLANLET SALAK T ADAP AKLIMATISASI MELALUI TEKNIK HARDENING

SECARA IN-VITRO

TESIS

Oleh

EFISAIDALI 943101002/AGR

(2)

SECARA IN-Vl1"R.O

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Maglster Salns dalam Program Studi Agronoml

pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

EFISAIDALI 943101002/AGR

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 1999

(3)

Telah diuji Pada Tanggal 23 Maret 1999

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. J.M. Sitanggang, MS I. Dr. Ir. Z. Poeloengan, MSc.

2. Ir. Jenimar, MS

3. l'rnC Dr. Ir. J. A. Napitupulu, MSc.

4. Ir. M. Djamil Ritonga, MSc

(4)

t◄:FI SAID ALI. Pcningkalan pcrscntase hidup planlet salak tahap aklimatisasi melalui teknik hardening secara in vitro. Dibawah bimbingan .J.M. Sitanggang sebagai ketua, Z. Poeloengan dan Jcnimar sebagai anggota.

Tujuan percohaan adalah untuk mendapatkan bentuk media, perlu tidaknya pemotongan akar dan konsentrasi media yang sesuai untuk tahap hardening, sehingga keherhasilan hidup planlet salak pada tahap aklimatisasi dapat meningkat.

Penelitian ini dilakukan .di laboratorium Kultur Jaringan, dan rumah kassa Balai Pcnclitian Marihal, Pcmatang Siantar, Kahupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara, penelitian dilakukan rnulai J\.gustus 1996 sampai Januari 1997.

Penelitian ini dilakukan dua tahap, yakni tahap pertama penghardeningan di dalam laboratorium sclama 8 minggu. Pada tahap ini rancangan yang digunakan adalah Rancangan J\.cak Lengkap faktorial dengan faktor perlakuan terdiri dari bentuk media yang digunakan yakni media bentuk padat (M 1) dan media bentuk cair (M2), kemudian perlakuan Akar yang tidak dipotong (Pl), dan akar dipotong dan ditinggalkan 2 cm dari pangkal/leher akar (P2) serta konsentrasi media kultur terdiri dari media¾ MS (K 1) , ½

MS (K2) dan ¼ MS (K3). Tahap kedua adalah tahap aklimatisasi dilaksanakan di , rumah kassa selama 4 minggu. Rancangan yang digunakan pada tahap aklimatisasi

adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial. Peubah yang diamati setelah selesai hardening adalah: 1) jumlah akar Primer dan Sek under, 2) panjang akar primer dan sekunder, 3) bobot basah akar primer dan sekunder, 4) bobot kering akar primer dan sekunder, dan 5) tebal kutikula daun, sedangkan setelah selesai aklimatisasi peubah yang diamati adalah: I) jumlah klorofil daun, 2) jumlah daun, 3) luas daun, 4) tinggi lanaman dan 5) persenlase hidup tanaman.

1 lasil pcnelitian menunjukkan bahwa pemotongan akar berpengaruh nyata dalam peningkatan jumlah akar primer, panjang akar primer dan sekunder, hobot basah ab1r primer dan sekunder, bobot kering akar primer, dan ada kecenderungan dapat meningkatkan tebal kutikula daun, jumlah daun, luas daun, dan tinggi bibit, serta persentase hidup bibit. Hal ini karena akibat pemotongan akar menyebabkan planlet stress, planlet berusaha untuk merehabilitasi diri dengan jalan menggiatkan pembentukkan akar-akar baru. Dengan banyaknya perakaran unsur hara akan lebih banyak diambil dari media, unsur hara ini akan ditransfer ke daun untuk diubah menjadi senyawa pembangun scl yang diprioritaskan untuk pertumbuhan dan perkembangan akar.

Kualitas daun seperti tebal kutikula daun, jumlah daun dan luas daun berbeda tidak nyata, hal ini karena unsur hara yang discrap lchih diprioritaskan untuk pemulihan dm:

pembentukan akar barn. J\.kibat pemotongan akar terdapat kecenderungan peningkat.an kualitas daun sehingga dengan perakaran yang baik, kualitas daun yang cenderung baik maka persentase hidup bibit akibat pemotongan akar juga cenderung meningkat.

13entuk media cair nyata lebih baik dari pada media padat terhadap pametcr panjang akar primer, hobot basah akar primer, dan jumlah klorofil daun dan luas daun, karcna media cair mudah discrap oleh pcrakaran planlet dan lebih mobil.

(5)

Konscntrasi media MS bcrpcngaruh nyata tcrhadap peningkatan jurnlah akar primer, panjang akar sckundcr, bobot basah akar primer dan sekunder, berat kering akar primer, dan _jumlah klorofil daun, luas daun serta persentase hidup setelah hardening.

Hal ini karena akihat pemotongan akar, plan let akan lebih aktif melaksanakan peyerapan hara, kchutuhan hara meningkat sampai pada tahap media ½ MS.

Perlakuan pemotongan akar telah memberikan konstribusi dengan hanyaknya akar yang tcrbcntuk, tapi tingkat keberhasilan hidup planlet dibatasi oleh faktor lainnya.

(6)

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Oktober 1962 di Pekanbaru, anak kedua dari lima bersaudara, putra ayahanda H. S. Ali Mungkar dan ibunda Hj. Siti Anwar.

Riwayat Pendidikan 1967

1968-1974 1975-1977 1978-1981 1981-1987

-

Taman Kanak-kanak YKWI, Pekanbaru SD YKWI, Pekanbaru

SMP Negeri 2, Pekanbaru SMA Negeri 1, Pekanbaru

Fakultns Pertanian UISU, Medan.

Riwayat Pekerjaan 1984-1988

1089

Asisten Dosen di Fakultas Pertanian UISU, UMSU dan UMA, Medan Staf ahli PT. (Perkebunan) Telaga Sari Indah, Medan

, 989-sekarang Dosen tetap Yayasan, Universitas Al-Azhar, Medan

1992 Pcmbantu Ketua Bidang Kemahasiswaan STIPER Tjut Nya' Dhien, Medan 1993 Ketua STIPER 'l]ut Nya' Dhien, Medan

1995-1996 Pembantu Kepalasekolah SPP Al-Azhar, Medan 1996-1997 Kepalasekolah SPP Al-Azhar, Medan

1997 Pembantu Dekan Bidang Akademis Fakultas Pertanian UKA, Kabanjahe 1997-sekarang Kepalasekolah, sekolah-sekolah kejuruan di Perguruan AJ-Azhar, Medan Sejak tahun 1992 penulis menikah dengan Chairiah Abdullah, dan pada tahun 1994 penulis mendapat kesempatan mengikuti tugas belajar pada Program Pascasarjana Universitas

~\ 1111atcrn Uturn, progrnm slue.Ii Agronomi c.lengan bantuan beasiswa TMPD.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah s.w.t, karena berkat rahmat dan karuniaNya jualah penulis · dapat menyelesaikan tulisan ini. Tulisan ini adalah tesis yang disusun berdasarkan hasil penelitian yang berjudul : Peningkatan Persentase Hidup Plan let

"\,

salak Tahap Aklmatisasi'Melali.Ji Teknik Hardening Secara In vitro yang dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Marihat, Pematang Siantar.

,

Pada Kesempatan ini, terimakasih yang tutus penulis haturkan kepada Bapak J.M.

Sitanggang, Bapak Z. Poeloengan, lbu Jenimar, Bapak Gale Ginting, Bapak F. Subronto dan lbu Fatmawati yang dengan sabar telah memberikan bimbingan sehingga tulisan ini selesai.

Penulis menyadari, tulisan ini masih mempunyai kekurangan, untuk itu segala tegur sapa konstruktif, penulis terima dengan senang hati.

Medan, Oktober 1997

Penulis

(8)

RINGKASAN

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

RIWAYAT HIDUP

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

KATA PENGANTAR ... -P. .... , • . • ;,

·--· . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR ISi

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR TABEL

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR GAMBAR

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

PENDAHULUAN ... .

Latar Belakang Tujuan

Hipotesis ..••

Kegunaan .••••

... . . . . . . . . . .

. . . . . . . . .

. . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . ...

. . . . . . . . . . . . . . . . .

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

TINJAUAN PUSTAKA •.••

Tanaman Salak Botani Salak Media Kultur Bentuk Media Jaringan Hardening

Jaringan

. . . . . . . . . . . . . . . . . . .

BAHAN

Padat dan Media Cair pada Kultur

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Hubungan Antara Pemotongan Akar dengaJi Media pada Tahap Media dan Konsentrasi

Bentuk Hardening

Aklimatisasi

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAN METODA ••...••..••••••••••••.•

Tempat dan Waktu

Bahan dan Alat

...

Metoda Penelitian •.••••••••••••.•.

Pelaksanaan Percobaan .••.•.

Pengamatan .•..•••..••••••

. . . .

HASIL DAN PEMBAHASAN

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

KESIMPULAN DAN SARAN

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

DAFTAR PUSTAKA

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

LAMPIRAN

Halaman i iii

iv

V

ix 1 1 5 5 ,;

7 7 10 12 15 18

20 21 24 24 24 25 27 30 33 68 69

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Te ks

1. Produksi Buah Salak di Daerah Propinsi Sumatera Ut~ra Dari Tahun 1990-1994

2. Perbandingan Nilai Gizi Antara Salak, Nenas dan Pepaya per 100 g

3. Perbandingan Antara Berat Segar Planlet, Berat Segar Akar, Kadar Air Planlet Antara Media Padat dengan Media Cair

4. Persentase Tingkat Keberhasilan Hidup Planlet'Antara Media Cair dengan Media Padat 5.

6.

7.

8.

Data Rataan Jumlah Akar Primer dan Sekunder Akibat Perlakuan Pemotongan Akar, Bentuk Media dan Konsentrasi Media MS

Data Rataan Panjang Akar Primer dan Sekunder Akibat Perlakuan Pemotongan Akar, Bentuk Media dan Konsentrasi Media MS

Data Rataan Bobot Basah dan Bobot Kering Akar Primer dan Sekunder Akibat Perlakuan Pemotongan Akar, Bentuk Media dan Konsentrasi Media MS

Data Rataan Tebal Kutikula Daun Akibat Perlakuan Pemotongan Akar, Bentuk Media dan Konsentrasi Media MS

2

9. Data Rataan Jumlah Klorofil per mm Luas Daun Setelah Hardening dan Minggu ke-dua sampai ke-delapan Setelah Aklimatisasi Akibat Perlakuan Pemotongan Akar, Bentuk Media dan

Halaman

2

9

17

18

34

38

43

Konsentrasi Media MS 51

10. Data Rataan Jumlah Daun Setelah Hardening dan Minggu ke-dua sampai ke-delapan Setelah Aklimatisasi Akibat Perlakuan Pemotongan Akar,

Bentuk Media dan Konsentrasi Media MS 55

(10)

Pemotongan Akar, Bentuk Media dan Konsentrasi

Media HS 57

12. Data Rataan Tinggi Bibit (cm) Setelah Hardening dan Minggu ke-dua sampai ke-delapan Setelah Aklimatisasi Aki bat Perlakuan Pemotongan Akar, Bentuk Media dan Konsentrasi

Media HS 61

13. Data Rataan Persentase Hidup (%) Setelah Hardening dan Hinggu ke-dua sampai ke-delapan Setelah Aklimatisasi Akibat Perlakuan Pemotongan Akar, Bentuk Media dan Konsentrasi

Media HS 65

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Lampiran

Kandungan Hara Beberapa Media MS Modifikasi (g/1 larutan)

Data Rataan Jumlah Akar Primer (buah) Setelah Hardening

Data Rataan Jumlah Akar Sekunder (buah) Setelah Hardening

Data Rataan Panjang Akar Primer (cm) Setelah Hardening

Data Rataan Jumlah Akar Sekunder (cm) Setelah Hardening

Data Rataan Bobot Basah Akar Primer (mg) Setelah Hardening

Data Rataan Bobot Basah Akar Sekunder (mg) Setelah Hardening

Data Rataan Bobot Kering Akar Primer (mg) Setelah Hardening

Data Rataan Bobot Kering Akar Sekunder (mg) Setelah Hardening

73

74

74

75

75

76

76

77

77

(11)

10. Data Rataan Tebal Kutikula Daun (u) Setelah Hardening

2 11. Data Ratnan Jurnlah Klorofil Daun (buah/mm)

Setelah Hardening

2

12. Data Rataan Jumlah Klorofil Daun (buah/mm) Minggu ke-aua Setelah Aklimatiaaai

2 13. Data Rataan Jumlah Klorofil Daun (buah/mm)

Minggu ke-empat Setelah Aklimatisasi

2

14. Data Rataan Jurnlah Klorofil Daun (buah/mm) Minggu ke-enam Setelah Aklimatisasi

2

15. Data Rataan Jurnlah Klorofil Daun (buah/mm) Minggu ke-delapan Setelah Aklimatisasi

16. Data Rataan Jumlah Daun Planlet (helai) Setelah Hardening

17. Data Rataan Jurnlah Daun (helai) Minggu ke-dua Setelah Aklimatisasi

18. Data Rataan Jumlah Daun Planlet (helai) Minggu ke-empat Setelah Aklimatisasi

19. Data Rataan Jumlah Daun Planlet (helai) Minggu ke-enam Setelah Aklimatisasi

20. Data Rataan Jurnlah Daun Planlet (helai) Minggu ke-delapan Setelah Aklimatisasi 21. Data Rataan Luas Daun

Setelah Hardening

2

Planlet (cm)

2

22. Data Rataan Luas Daun Planlet (cm) Minggu ke-dua Setelah Aklimatisasi

2

23. Data Rataan Luas Daun Planlet (cm) Minggu ke-empat Setelah Aklimatisasi

2

24. Data Rataan Luas Daun Planlet (cm) Minggu ke-enam Setelah Aklimatisasi

2

25. Data Rataan Luas Daun Planlet (cm) Minggu ke-delapan Setelah Aklimatisasi

78

78

79

79

80

80

81

81

82

82

83

83

84

84

85

85

(12)

Nomor Judul

1. Hubungan antara Konsentrasi Media MS dengan Jumlah Akar Primer

2. Hubungan antara Konsentrasi Media MS dengan Panjang Akar Sekunder

3. Hubungan antara Konsentrasi Media MS dengan Bobot Basah Akar Primer

'

4. Hubungan antara Bobot Basah Akar Sekunder dengan Konsentrasi Media MS 5.

6.

Hubungan antara Bobot Kering Akar Primer dngan Konsentrasi Media MS Hubungan antara Bobot Kering Akar Sekunder dengan Konsentrasi Media MS

7. Hubungan antara Jumlah Klorofil per-

2

cm Luas Daun pada Minggu ke-delapan Setelah Aklimatiaaai denganKonaentra■ i

Medill MS

Halaman

35

40

44

45

46

47

52

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salak merupakan tanaman asli Indonesia (Prihardini, Sudaryanto dan Purnomo, 1993; Sudaryanto dan Saleh, 1994;

Penebar Swadaya, 1995;), dan aalah satu jenis buah yang banyak digemari masyarakat. Selain dirnakan sebagai buah segar, buah 'salak bisa juga diolah mel\jadi manisan n;,'\Y) asinan, sehingga bisa tahan disirnpan dalam waktu yang lama

(Penebar Swadaya, 1995), selain itu juga dapat diolah menja- di buah kaleng (Verheij dan Coronel, 1992).

Prospek salak--diwaktu yang akan datang semakin cerah.

Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya industri man:i~:rn salak yang bermunculan. Dengan berkembangnya industri manisan salak, berarti permintaan bu~h salak semakin mening-

kat, apalagi ditambah dengan permintaan ekspor yang kuanti- tasnya dari waktu ke waktu semakin meningkat, bahkan permin- taan dari Australia, Italia dan Singapura, akhir-akhir ini belum dapat dipenuhi, karena produksi salak - Indonesia tak mencukupi untuk memenuhi perrnintaan tersebut (Penebar Swa- daya, 1995).

Daerah Sumatera Utara termasuk salah satu daerah produ- sen salak di Indonesia dan jenis salak yang dihasilkan adalah salak vari tas Padang Sidempuan. Besarnya produksi buah salak di daerah Propinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut

(14)

Tabel 1. Produksi Buah Salak di Daerah Propinsi Sumatera Utara dari tahun 1990 - 1994

Tahun Produksi (ton)

;,

1990 8.460

1991 72.028

1992 61.258

1993 6.887

1994 57.355

Sumber: Kantor Statistik Prop. Sum. Utara, dan Bapeda Tkt. I Sum. Utara, 1994.

Buah salak merupakan salah satu komoditi yang cukup banynk memb«~rikan andil do.lam perkembangan perekonomtm, Sumatera Utara. Broto, (1993), menyatakan industri buah- buahan dan sayuran merupakan alternatif pembangunan perta- nian yang diharapkan dapat memberikan dampak positif yang mampu mendorong

yang bersangkutan.

pembangunan sektor lain dalam wilayah

Namun sayangnya sampai eaat ini ealak Sumatera Utara belum mampu bersaing dengan salak dari daerah lainnya, karena kualitasnya yang masih kurang baik, seperti rasa yang manis keasaman, dan tidak dapat disimpan lama (Penebar Swadaya, 1995). Menurut laporan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS, 1996), sampai saat ini belum ada usaha peneli-

(15)

3

tian pemuliaan salak Padang Sidempuan yang berhasil untuk meningkatlwn produksi, perbaikan rnul.1i, r1,.,11 rasa.

Tanamau salak yang diperbanyak :Js.,;L,.,.:. ,.L 9eneratif produk- n 1 d.7n k11;i 1 it.c1n11y;, br.rvc1r:i.ani, kan~na timbulnyn segregasi dan j uga karena sumber serbuk sarinya berbeda-beda. Dengan

'\,

met ode perbanyaka1i secara kul t,ur j aringan maka besar kemung- kinan akan diperoleh tanaman yang homogen sama dengan in- duknya (tru~ to type)

Sudaryanto dan Soleh ( 1994), meny?1takan keberhasilan pengembangan dan usaha tani salak tidak lepas keterkaitannya dengan ketersediaan/pengadaan bibit. Umumnya salak diper- ,, banyak secara generatif dengan menggunakan bij i, cara per- banyakan ini disamping memerlukan waktu lama untuk berbuah,

..,

juga kemungkinan segregasi sifat lebih besar serta tidak ada j aminan bahwa kecambah nantinya merupakan tanaman betina atau tanaman jantan.

Untuk mengatasi kekurangan bibit salak melalui per- banyakan salak secara generatif maka perlu dilakukan dengan cara perbanyakan vegetatif. Menurut Kusumo, (1995), Prihar- dini dan Sttdaryanto, (1995); PPKS, (1~96); salah satu alternatif j alan pintas pengembangan salak adalah dengan cara In-vitro. PPKS pada tahun 1995 telah berhasil mempero- leh planlet salak varitas Padang Sidempuan (Salacca sumatra- ' na) di laboratorium Balai Penelitian Marihat, PPKS.

(16)

Masalah yang belum dapat ditanggul~ngi sampai saat ini adalah keg,1qalan hidup planlet tersebut pada tahap aklimati- sasi. Setelai1 15 hari planlet di aklimatisasi, planlet mengering dan • pangkal batang membusuk. Menurut laporan PPKS, ( 1996) ,.·. mengeringnya planlet diduga karena akarnya belum berfungsi.

Tingginya kematian planlet tersebut pada tahap aklima- '

t. i Bil n i dt1n j uqa pad rt ta hap prenursery disebabkan jumlah akar yang sedikit. Bakar dan Teng (1989) dan Azizah (1994), menyatakan, kematian planlet pada tahap aklimatisasi dan prenursery terutama disebabkan rendahnya kualitas perakaran.

Untuk memaksimalkan daya hidup planlet _pada tahap ex-vitro ..._

dapat dilakukan dengan tindakan hardening. Hardening dapat dilakukan secara in-vitro maupun ex-vitro.

__ Hardening secara in-vitro pada prinsipnya bertujuan

\tntuk menquatkan pucuk dan akar, meningkatkan aktifitas fisiologi ntomata serta meningkatkan lapisan lilin (Roberts Smith dc1.11 Montley, 1990). Banyak faktor yang dapat mempen- garuhi pernbentukan akar secara in-vit,ro, diantaranya pelu- kaan/pemotongan akar , memodif ikasi konsentrasi hara makro dan mikro, dan juga bentuk media (padat ataupun cair)

(Wetherell, 1982; Pierik, 1987; Harjadi dan Yahya, 1988;

Katuuk, 1989; Gardner, Pearce dan 1'1,,i.tch~ll, 1991).

Hardening secara ex-vitro pada prinsipnya dapat dilaku- kan untuk menceg~h transpirasi yang berlebihan dengan cara

/

(17)

5

mengatur kelembaban di rumah ~assa secara bertahap, memberi- kan media yang dapat merangsang pertumbuhan akar baru, ataupun memberi~an intensitas cahaya yang rendah.

Bertolak dari uraian diatas, penulis tertarik meneliti untuk menenLukan konsentrasi media MS ,. dan bentuk media, serta perlakuan pemotongan akar. Diharapkan dari hasil penelitian ini keberhasilan hidup planlet salak pada tahap aklimatisasi dapat ditingkatkan. '

Tujuan Percobaan

Untuk mendapatkan bentuk media, perlu tidaknya dilaku- kan pemotongan akar dan tingkat konsentrasi media MS yang sesuai untuk tahap hardening, sehingga keberhasilan hidup planlet pada tahap aklimatisasi dapat meningkat.

Hipotesis Percobaan

Bentuk media, pemotongan akar dan tingkat konsentrasi media MS berinte~aksi terhadap peningkatan persentase hidup planlet salak pada tahap aklimatisasi.

(18)

Tanamail Salak

Tinjauan Umum

Salak adalah tanaman asli Indonesia (Mogea, 1973; '

Sudaryanto, PuFnomo• dan Saleh, 1993; Prihardini, Sudaryan- to, Purnomo, 199J; dan Penebar Swadaya, 1995; Kusuma, 1995), tanaman ini,berasal dari pulau Jawa, kemudian pada masa penjajahan biji-biji salak dibawa oleh saudagar-saudagar dari antu pulnu ko pulau lainnya, hingga menyebar ke aeluruh

Indonesia.

Salak yang tumbuh pada masing-masing daerah memiliki keistimewaan yang berbeda-beda, menurut Kusuma (1995), penamaan kul ti var salak didasarkan kepada sifat-sifatnya, seperti tekstur daging buah, dan warna daging buah, warna kuli t dan sentra produksinya, sedangkan menurut Penebar Swadaya, (1995), penamaan kultivar salak berdas~rkan daerah asalnya inilah yang populer dimasyarakat.

Kul ti var yang terkenal adalah salak Bali dari 'Sali, salak Banten dari Banten, salak Condet dari daerah Condet DKI Jakarta, salak Gondangloga dan Swaru dari Malang, salak Madura da.ri Madura, salak Manonj aya dari ·Tasikmalaya, salak Padangsidempuan/sai~k merah dari Padang Sidempuan, salak Sleman dari desa Sleman Yogyakarta, salak Tamulandang dari

(19)

8

Sulawesi Selatan, 1995) .

(Sutter, 1988, Santoso, 1994, Kusuma,

Jenimar (1996), menyatakan ~ultivar · unggulan pada kultivar salak Padang Sidempuan diberi nama berdasarkan rasa dan aromanya, berdasarkan hal ini ditemukan 5 kultivar unggulan salak· Padang Sidempuan, yaitu, madu, apel, nenas, kelapa, dan jambu bol, ke 5 kultivar tersebut berbeda rasa dan morfologinya, namun tidak berbeda secara anatomi dan sitogenetik. Lebih lanjut Jenimar, Mustafa dan Nik Norulai- ni (1996), melaporkan, teknik RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) telah digunakan untuk mencari ciri / pembeda antar kelima kultivar diatas, ternyata hanya dipero-

..

leh penanda dari kultivar madu saja.

...

Hampir semua penduduk di Indonesia mengenal buah salak, tetapi nama yang diberikan untuk buah salak berbeda-beda.

Menurut Ochse, (1931) dalam Sutter, (1988), stiku Batak menyebutnya Salobi, suku Bugis, Minangkabau dan Makassar menyebutnya Sala, suku Kalimantan Selatan menyebutnya Hakam, suku Melayu menyebutnya Sekoomi, sedangkan suku Sunda, Jawa, Madura dan Bali menyebutnya salak.

nuah snlak mengandung gizi yang tinggi bila dibanding- kan dengan nenas dan pepaya, kandungan dari ketiga buah tersebut dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

(20)

Tabel 2. Perbandingan Nilai Gizi Antara Salak, Nenas dan Pepaya per 100 g

Macam Kandungan Salak Nenas Pepaya

Kalori (kal) • -77,00 52,00 46,00

Lemuk ( q)

---

0,40 0,50

Protein (g) 0,40 0,20

---

Karbohidrat ( g) 20,40 13,70 12,20

Kalsium (mg) 28,00 16,00 23,00

fosfor (mg) 18,00 11,00 12,00

Besi (mg) 4,20 0,30 1,70

Vitamin A (iu)

---

130,00 365,00

Vltumln lH (mq) 0,04 0,08 0,04

Vitamin C 2,00 24,00 3,00

Surnber

. .

0lrektorat Glzi Depkes. 1972, dalam Penebar Swa- daya, 1995

Syarat 'l'umbuh

Tanaman ini membutuhkan intensitas cahaya matahari 30-70%, tanah gembur, berdrainase baik, permukaan air tanah yang dangkal, pH tanah sekitar 6-7, curah hujan 200 - 400 mm/bulan, dun denqan ketinggian 0 - 700 m dari permukaan laut, serta suhu sekitar 20-30

°c (

Sutter, 1988; Santoso, 1994; Kusumo, 1995).

(21)

..

10

Botani Salak

Akar

Tanaman salak berakar serabut, ,sebagian besar perakaran berada di bawah permukaan tanah, dan sebagian lagi muncul di atas permukaan tanah. Daerah penyebaran akar salak tidak

...

luas dan dalariL · Apabila perakaran yang lama sudah berkurang fungsinya, maka akar-akar baru akan segera tumbuh dan dapat bermunculan•di atas permukaan tanah.

Akar baru yang bermunculan tersebut dapat ditimbun dengan tanah, dan setelah tumbuh subur, baru akar yang sudah tua dipangkas. Dengan cara ini produksi tanaman salak akan meningkat.

...,

Batang

Batang tanaman salak pendek, atau hampir tidak keliha- tan, dan ruasnya padat serta tersusun rapat. Bila tanaman sudah tua batangnya rebah ke samping dan dapat bertunas.

Pada umumnya tunas ini dibiarkan hidup menj adi pokok baru, pokok baru inilah nantinya dimanfaatkan sebagai bibit cangkokan/vegetatif.

Daun

Daun salak tersusun reset, pelepah bersirip terputus- putus dan panj a.ngnya seki tar 2, 5 - 7 m, bentuknya seperti pedang, pangkal daun menyempi t dan cembung, pada bagian bawah dan tepi tangkai daun berduri tajam.

(22)

Bunga

Tanaman salak termasuk berumah dua, bunga salak berukuran kecil-kecil dan tumbuh rapat menjadi satu rang- kaian di punggung ketiak daun. Pada wa~tu bunga masih muda dilindungi ole.h selubung yang berbentuk bulat lonjong seper- ti perahu. Bunga salak berbentuk radial simetris, mempunyai 3 daun kelopak dan 3 daun mahkota.

Bunga salak tersusun atas 2 kuntum yaitu kuntum bunga besar dan kuntum bunga kecil, Keduanya bersatu dalam satu dasar kelopak bunga yang memiliki satu putik dengan satu bakal biji.

Bunga j an tan berbentuk panj ang, bercabang radial simetris dan bermahkota serta berukuran kecil. Seltelompok bunga jantan terdiri atas 4-12 malai, satu malai terd:i r.i.

atas ribuan serbuk sari.

35 cm, panjang malai 7

Panjang bung~ jantan antara 15 - - 15 cm. Sebelum selubung bunga membuka sempurna bunga jantan bewarna putih kekuningan.

Masa reseptip bunga jantan selama 1-3 hari.

Bunga betipa berbentuk agak bulat, eekelompok bunga betina terdiri atas 1-3 malai. Satu malai mengandung 10-20 bakal buah. Panjang bunga betina berkisar 20 - 30 cm, sedangkan panj ang malainya 7 - 10 cm. Warna hijau keku-

"

ningan berbintik merah, dengan masa reseptip berkisar 1-3 hari (Santoso, 1994)

(23)

13

hormon tanaman untuk merangsang terj adinya pertumbuhan dan atau mengatur diferensiasi pertumbuhan, selain ~tu perlu d:i.tambahkan ugar-agar atau materi ,penyangga lain sehingga dapat terj adi kontak antara jaringan tanaman dengan media dan atau deng~n udara (Wetherell, 1982).

Sama hairiya dengan tanaman yang tumbuh di tanah, jaringan yang dikulturkan juga memerlukan unsur hara makro dan mikro dari dalam media tumbuh, pemisahan eksplan dari tanaman induk menyebabkan perubahan biosintesa di dalam eksplan ter~sebut. Dengan demikian pemberian unsur hara ke dalam media kultur semata-mata untuk membantu eksplan /

(Katuuk, 1989). Menurut Wetherell (1982), tiap tanaman membutuhkan 6 elemen hara makro: nitrogen, kalium, magnesi-....

.

um, kalsium, belerang, dan fosfor, dan 7 elemen hara mikro yaitu besi, mangan, seng, tembaga, boron, molibdenum, dan khlor dalam bentuk ikatan kimia dan perbandingan yang se- suai.

Menurut: Prihardini, dkk, (1993), keberhasilan per- banyakan massal secara in-vitro sangat bergantung kepada komponen media tumbuh yang sesuai dan·pemilihan bahan eks- plan yang tepat. Kebutuhan optimum unsur hara dan zat pengatur tumbuh bervariasi antar fase perbanyakan dan antar varitas a tau klon.

(24)

Media dasar dan macam konsentrasi maupun kombinasi zat pengatur tumbuh yang sesuai untuk keberhasilan penggunaan metode kultur 'jaringan bagi setiap spesies tanaman berbeda-'

beda. Media dasar yang umum digunakan adalah media Murashige dan ~koog (MS), (Wetherell, 1982: Karsinah, Melda, Winarno, 1991: Gunawan,1995).

Media MS adalah suatu formulasi media yang berisikan garam-garam anorganik yang dibutuhkan Untuk pertumbuhan optimum kultur jaringan tembakau. Walaupun media MS dulunya dikembangkan untuk kultur kalus tembakau namun media ini telah terbukti memberikan basil yang meniuaskan pada beberapa spesies tanaman yang diperbanyak secara kultur jaringan

(George dan Sherrington, 1984). ...

Gunawan, (1995), menyatakan dari media MS dapat dilaku- kan modifikasi misalnya hanya menggunakan 1/2 dari konsen- trasi garam-garam makro yang digunakan (1/2 MS). Dari beberapa percobaan diperoleh beberapa spesies tanaman yang diperbanyak secara kultur jaringan akan berhasil pada media MS penuh, namun beberapa spesies tanaman lainnya justru akan

.

berhasil pada media MS yang di turunkan konsentrasinya 3/4 MS sampai 1/4 MS.

George dan Sherrington (1984), menyatakan formulaei media yang digunakan untuk pengakaran biasanya digunakan

media dengan konsentrasi 1/4 MS sampai 3/4 MS. Lebih lanjut Erikson (1965) dalam George dan Sherrington (1984), menemu-

/

(25)

I

M_l L 1 K 1 L h. P ;_; : :' ·, :.

ttN!V(PSt' )S "' · ' , ' ' '' 15

kan tingkat keberhasilan kultur sel Halopappus gracilis akan lebih baik pada media MS yang konsentrasinya diturunkan menj adi 3 / 4 MS, namun percobaan · Mc, Comb dan Bene th ( 19 A 7.) dalam George dan Sherrington (1984) melaporkan pengakaran pucuk Eucalyptus akan lebih baik pada media 1/4 MS dari pada media MS penuh.

Evans, Sharp, Ammirato dan Yamada (1983), menyatakan ketika konsentrasi garam diturunkan menj adi 1/2, 1/3 a tau

1/4 darl konnentrasi penuh maka akar yang dihasilkan akan lebi.h bm1yak. Lebih lanjut George dan Sherrington ( 1984)

Ill" In po I k ;111 1 ,,., 1tfnml> I I 1111 qn rnrn--c.p1 r·run ml ru, rn .l dn rl mr:,c:H n k111 tu r.

disesuaikan dengan ukuran eksplan dan jenis media yang digunakan (Media padat atau media cair).

Bentuk Media Padat dan Media Cair pada Kultur Jaringan

'

Selnin dari elemen garam-garam mineral, gula, air vitamin dan lain sebagainya, agar-agftr, merupakan salah satu bahan yang tidak dapat dilepaskan dalam pembuatan media kultur jaringan. Agar-agar merupakan"bahan pemadat media, dan mempermudah terjadinya aerasi, (Wethe~ell, 1982).

Agar-agar adalah campuran polisacharida yang diperoleh dari beberapa spesies algae (Gunawan, 1987: Pierik, 1987:

Katuuk, 1989). Biasanya sebangsa alga merah yang sudah diproses dalam bentuk keping-keping kecil. mampu membuat media seperti gel, ada beberapa macam agar-agar yang sudah

(26)

dikenal: Difeo Bacto, Gipco Phytagar, Agar Noble, Agar Purified, atau Flow Agar, agar-agar biasanya berbentuk gel mempunyai sifat dapat mengikat air, makin tinggi konsentrasi agar, maka mobilitas unsur hara yang dikandungnya makin rendah Kepekatan agar-agar yang terlalu tinggi dapat . ...

mempersuli t eksplan untuk kontak dengan medium yang akan menyulitkan eksplan menyerap hara yang terlarut dalam media (Pierik, 1987, Katuuk, 1989). ' Penambahan agar-agar ke dalam media kul tur, kebutuhannya bervariasi da:p sangat komplek.

Namun dari percobaan-percobaan bentuk media pada kultur jaringan yang dilakukan, media tanpa agar-agar, dapat juga memberikan hasil yang baik, terutama dalam proses pengaka- ran.

Menurut George dan Sherrington (1984) ada beberapa keuntungan dan kelemahan dari media padat dan media cair seperti:

1. Pada media padat eksplan dengan ukuran untuk dilihat.

kecil mudah

2. Media cair memerlukan pengocoJrnn unt.uk memberikan aerasi

3. Pertumbuhan pucuk dan akar akan lebih teratur pada media yang statis, pergerakan pada media cair pertumbu- hannya dapat tidak menyesuaikan diri dan konsekwensinya akan mempersuli t pertumbuhan pucuk · pada perbanyakan kultur jaringan.

(27)

17

.Percobaun Blundine, Nato, Lavenge dan Duval, ( 1993), yunq membundinqkun unturu kul tur yung di tanam pada medlu cair denqun modiu padat menun·jukkan bahwa, planlet yang

dlt1111nm pndu 111ndl1.1 eulr, borut Boqur tunumun, kudnr ulr daun, dan berat segar akar, lebih tinggi daripada planlet yang ditanam pada- media padat.

Tabel 3. Perbandingan Antara Berat Segar Planlet, Berat Segar Akar dan Kadar Air Planlet Antara Media Padat dengan Media Cair.

Mod.i.a 1<u.lt.:11r 'l'otul Borut Uorut Bequr Kudur Air Segar (g) Akar (g) ( % )

Padat 5,77 0,14 81,6

Cair 13,15 0,79 84,1

Sumber: Blandine dkk (1993),

Nemeth (1986), dalam Pierik (1987), menyatakan pada media yanq padat umumnya pembentukan aka·r adventif kurang baik, terutama pada tanaman berkayu.

Pada kultur embrio somatik tanarnan kelapa sawit set~lah 3 bulan penqkul turan menunjukkan, plan let yang dikul turkan pada media cair akan menghasilkan rata-rata jumlah pucuk dan ukuran pucuk yang leblh besar bila dibandingkan dengan planlet yanq dikulturkan pada media padat, perkembangan da11n

yunq rnenqundunq klorofll, pudu media emir meninqkut 138 % ,

hal ini sejalan dengan peningkatan kandungan protein larut (Blandine, dkk 1993).

ter-

(28)

Gintinq dan Fatmawati (1988), rnelaporkan, tinqkat keberhasilan hidup planlet kelapa sawit, juga berbeda antara planlet yanq di t,anam pada media cair dengan yang di tanam pada media padat. Persentase hidup plan let yang di tanam pada media cair, lebih tinggi dibandingkan dengan yang

\

ditanam pada media padat.

Tabel 4.

' Persentase Tingkat Keberhasilan Hidup Planlet Antara Media Cair denqan Media Padat

Bentuk Media

Media Cair Media padat

Persentase Hidup (%)

89,38 a 60,16 b Surnber: Gintinq dan Fatmawati (1988).

Anqka-anqka yang diikuti huruf kecil yang sama, tidak berbeda nyata pada turuf ujl 5 % menurut uji Duncan.

Hardening

Planlet yang sudah dihasilkan pada in-vitro, kemudian sudah dapat di pindahkan ke linqkungan alami, biasanya pada tahap ini tanaman sudah berada dalam rurnah kaca dengan kondisi kelembaban, suhu, cahaya serta keadaan lingkungan lain yang dapat dikontrol, namun tanaman ini rnasih dalam keadaan lernah, hal ini karena kandungan kutikula planlet yang masih sangat tipis, sedangkan akar yang bertugas untuk rnenyerap air belum berfunqsi dengan baik, pada saat ini dapat dikatakan bahwa tanaman "bayi" berpindah dari keadaan

/

(29)

19

heterotrof ik ke keadaan autotrofik ( Katuuk, 1989). Jika tanaman tak dapat menyesuaikan diri maka biasanya pada tahap ini banyak tanaman yang rnengalarni kematian. Untuk rnernaksi- malkan daya hidup planlet pada kondisi di lapangan dapat dilakukan denga~ tindakan hardening. Hardening dapat dilaku- kan secara in-vitro rnaupun ex-vitro.

Hardening secara in-vitro pada prinsipnya bertujuan untuk menguatkan pucuk dan akar, ' meningkatkan aktifitas fisiologi stomata serta rneningkatkan lapisan lilin (Roberts dkk, 1984). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembentu- kan akar adventif secara in-vitro, diantaranya pelukaan/pemotongan akar, memodifikasi konsentrasi hara makro dan mikro, dan juga bentuk media (padat ataupun cair) ( We the rel l, 1982; Pierik, 1987; Harjadi dan Yahya, 1988;

Katuuk, 1989; Gardner dkk, 1991).

Hardening secara ~x-vitro pada prinsipnya dapat dilaku- kan untuk mencegah transpirasi yang berlebihan dengan cara mengatur kelembaban di rumah kassa secara bertahap, rnemberi- kan media yang dapat merangsang pertumbuhan akar baru, ataupun memberikan intensitas cahaya yang rendah. George dan Sherrinqton, (1984), rnenyatakan penghardeningan planlet adalah suatu usaha untuk menciptakan keseimbangan pertumbu- han pucuk dengan akar.

(30)

Huhungan Antara Pemotongan Akar dengan Bentuk Media

dan

Konsentrasi Media

pada Tahap Hardening

Untuk meningkatkan kualitas akar planlet di labora- torium, sehingga keberhasilan pada tahap aklimatisasi lebih tinggi, salah sdtu cara yang dapat dilakukan adalah dengan penguatan/hardening dengan memotong ujung akar utama plan- let, kemudian menanamkannya kembali ke media kultur. ,

Dengan dilakukan pemotongan ujung akar, maka diharapkan pertumbuhan akar sekunder dan tersier akan terangsang.

Menurut Gardner, dkk, (1991), Iuka atau penghilangan ujunq ukar, akan monghllanqkun domimmsi ujung dan menggiatkan pembentukan akar lateral.

Gardner dkk, (1991), menyatakan bahwa penghilangan ujung akar, akan merangsang pertumbuhan akar. Lakitan ( 1993), menyatakan dalam proses pertumbuhan akar, bagian tudung yang rusak akan diganti kembali oleh aktifitas pembe- lahan sel pada bagian meristematik. Pertumbuhan akar sekun- der akan teranqsanq akibat adanya pemotongan tudung akar, sehinqga akar ukun lebih berserabut. Lebih laniut Lakitan (1993), menyatakan pembentukan akar sekunder akan lebih terangsang jika pertumbuhan akar mendapat hambatan atau gangguan.

Pemotongan akar akan mengakibatkan hilangnya dominansi ujung akar sehingga bakal akar primer lainnya yang terdapat di basal akun terangsang untuk tumbuh, pemotongan akar

(31)

21

berarti hilangnya sebagian organ tanaman, tanaman akan merehabili tasi baqian yanq rusak dengan lebih mengaktifkan pembentukun aka~ ( Gardner ,dkk 1991; Lakitan, 1993), sehinqga denqan banyaknya perakaran menyebabkan meningkat- nya penyerapan unsur hara. Unsur hara tersebut nantinya

'

diubah menjadi senyawa pembangun sel. Planlet mengalokasi- kan senyawa tersebut terutama untuk pembentukan akar.

Unsur hara yang terkandung di dalam media cair sangat mudah diserap oleh bulu akar karena lebih mobil pada media terse but, sedanqkan pada media padat, mobil i tas unsur hara yang ctikundun<Jnya lebih rendah bila dibandinqkan denqan media cair. Pierik, (1987, dan Katuuk (1989), menya- takan kepekatan agar yanq terlalu tinggi pada media padat akan menyuli tkun planlet menyerap hara yanq terkandung di dalam media.

Yie dan Liaw (1977) dalam George dan Sherrington {1984), menyatakan bahwa rambut akar tidak akan tumbuh dan berkembunq securu normal bila ditanam pada media agar.

Lebih lanjut Nemeth dalam Pierik ( 1987), menyatakan pada media pudut umumnyu pembentukan akar adventif kurang balk.

Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah usaha untuk mempertahankan proses

portumbuhan t-.unumun yunq dihasilkan secara aseptis donqnn

(32)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Marihat, Pusat Penelitian Kelapa

Sawit, Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun. Penelitian ini dilaksanakan sejak Agustus 1996 sampai Januari 1997.

Bahan dan Alat

Ballan yang digunakan untuk penelitian ini adalah plan- let salak varitas Padangsidempuan yang diperbanyak secara ., kultur jaringan, bahan-bahan lainnya terdiri dari:

1. Media MS Modifikasi: 3/4 MS, 1/2 MS dan 1/4 MS 2. Polibeg ukuran 5 cm x 15 cm

3. Media tanah : pasir = 4 : 5 4. Alkohol 90 %

5. Fungisida Dithane M-45

Alat yang digunakan adalah: tabung reaksi, cat putih, rak penyimpan, ayakan pasir, kotak/sungkup, bunsen gas, scalpel dan blader, keranjang plastik, neraca analitik, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), botol kµltur spatula, hot plate, gelas ukur, dan klorofil meter Minolta SPAD 502.

(33)

25

Metoda Penelitian

Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah R~ncangan Acak Lengkap , Faktorial untuk analisa setelah hardening sedangkan setelah aklimatisasi digun;-ik:in Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan 3 faktor. Faktor

-.

pertama bentuk media terdiri dari 2 jenis.

Ml Bentuk padat M2 'Bentuk cair

Faktor kedua, pemotongan akar, terdiri dari dua taraf, yaitu:

Pl Akar tidak dipotong

P2 Akar dipotong dan ditinggalkan 2 cm

Faktor ketiga, konsentrasi Media MS modifikasi terdiri dari tiga taraf, yaitu:

Kl 3/4 MS

K2 1/2 MS K3 1/4 MS

Jumlah Kombinasi perlakuan dua belas, dengan tiga ulangan, tiap kombinasi perlakuan terdiri dari 15 planlet . ,,.

.

sehinggct toti'll jumlah planlet yang diperlukan adalah 12 X 3 x 15 = 540 planlet.

Model yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini pada tahap selesai hardening adalah:

(34)

Yijkl

Yijkl

u

M• 1

=

=

=

=

=

=

=

Nilai hasil pengamatan yang mendapat perla- 'kuan media ke-i, perlakuan pemotongan ke-j,

dan konsentrasi media ke-k

Nilai tengah

Pengaruh perlakuan bentuk media ke-i Pengaruh perlakuan pemotongan akar ke-j Pengaruh perlakuan konsentrasi media ke-k Pengaruh interaksi bentuk media ke-i dan pemo tongan akar ke-j

Pengaruh interaksi bentuk media ke-i konsentrasi media ke-k

dan

Pengaruh interaksi pemotongan akar ke-j dan konsentrasi media ke-k

...

Pengaruh interaksi bentuk media ke-i, pemo- tongan akar ke-j, dan konsentrasi media ke-k Galnt per.cobann

sedang setelah tahap aklimatisasi model analisa yang diguna- kan adalah:

Yijkl

Yijkl

u

B M, 1

=

=

=

Nilai basil pengamatan yang mendapat perla-

kurin med:i .. A ke-i, perlakuan pemotongan ke-j,

dan konsentrasi media ke-k Nilai tengah

Pengaruh Blok

Pengaruh perlakuan bentuk media ke-i

/

(35)

MPK, 'k lJ

=

=

=

27

Pengaruh perlakuan pemotongan akar ke-j Pengaruh perlakuan konsentrasi media ke-k Pengaruh interaksi b~ntuk media ke-i dan pemo tongan akar ke-j

Pengaruh interaksi bentuk media ke-i dan konsentrasi media ke-k

·Perigaruh interaksi pemotongan akar ke-j dan konsentrasi media ke-k

Pengaruh interaksi bentuk media ke-i, pemo- tongan akar ke-j, dan konsentrasi media ke-k Galat percobaan

Dari hasil a11alisa data jika sidik rngam berbeda nyata, maka untuk melihat sejauh mana tingkat perbedaannya akan dilan- jutkan dengan uji Duncan (Steel and Torrie, 1993). ...

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan ini dilakukan dalam 2 tahap, tahap pertama adalah penghardeningan yang dilakukan di dalam laboratorium Balai Penelitian Marihat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, kemudian dilanjutkan dengan tahap aklimatisasi di rumah kassa.

Persiapan Media Tanam pada Tahap Ilardening

Media tanam untuk tahap hardening dipersiapkan berupa media MS Modifikasi berbentuk padat (Ml) dan bentuk cair {M2), pada masing-masing bentuk media tersebut dipersiapkan dengan konsentrasi 3/4 MS, 1/2 MS, dan 1/4 MS.

(36)

Tahap Hardening

Planlet yang ada dalam tabung reaksi dikeluarkan, pada perlakuan tanpa .pemotongan akar, dipilih akar yang hampir sama panjangnya, dengan panjang 3 cm (toleransi 10%), lalu di subkulturkan ke media yang sesuai dengan perlakuan,

'

sedang untuk akar dengan perlakuan pemotongan, dilakukan pemotongan sehingga panjang akar ditinggalkan 2 cm, perla- kuan pemotongan ini dilakukan di dalam ' Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) dengan kondisi yang aseptik.

Planlet-·planlet tersebut baik yang telah di potong ukarnyu maupun yunq tlduk di potong, kemudiun dlmasukkan ke dalam tabunq reaksi yanq telah berisi media sesuai dengan perlakuan. Kemudian disusun dalam rak-rak dan di simpan dalam ruang penyimpanan. Lamanya planlet pada fase hardening ini 8 minggu, pengamatan parameter dilakukan setelah selesai tahap penghardeningan.

'l'ahap Aklimatisasi

Setelah 8 minqgu planlet tersebut di hardening lalu dikeluarkan dari botol kul tur, dan dibersihkan dengan air hangat, selanjutnya dibawa ke rumah kassa, dan ditanam kedalam media pasir steril di dalam sungkup plastik, lamanya planlet pada tahap aklimatisasi ini adalah· 4 minggu.

(37)

29

SetE.1lah f;oJ.esui tahap aklirnatisasi dipindah tanam ke poliboq dun di lotakkan dl dulurn sunqkup plastik. Penqama- tan dilakukan pu~a minggu ke 2, 4, 6, dan 8 setelah aklima- tisasi.

Persiapan Media Tanam dan Penanaman di Prenursery

Media tanam yang digunakan adalah campuran tanah-pasir yang telah diayak dengan perbandingan 4: 5, media tersebut ditambahkan p~puk TSP 1 g/kg media, kemudian dimasukkan ke dalam polibeg yanq berukuran 5 x 15 cm, perawatan di aklima- tisasi berupu penyemprotan larutan Hoagland 25 cc/1 air, 1 kali semingqu.

Planlet yang telah berumur 4 minggu di aklimatisasi, lulu di pindah tanam ke polibeq yang berisi media tanah- pasir tadi. Polibeg-polibeg tersebut di sungkup dengan sungkup plastik dan diletakkan di dalam rumah kassa, setiap sungkup berisi satu ulangan percobaan.

Peruwatun Plunlet dl pre11ursery berupa menjaqa kelembu- bun dowiun monyomprotkun ulr donqun curu penqkubutnn melnlul nozel ke dalarn sungkup, dua kali sehari, pagi dun sore hari, pomupukun do11q1111 'l'SP yunq dilurutkun denqun air '.JO q/1 oir, satu minggu setelah tanam, pemupukan selanjutnya dengan pupuk cair Complesal 11:4:6, sekali seminggu, dan penyempro- tan fungisida Dithane M-45 sekali seminggu

(38)

Pengamatan

Pengamatun dan pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap, yai tu pada tahap setelah hardening dan pada tahap setelah aklirnatisasi, sarnpel yang diarnati setelah hardening adalah 5 sampel dari tiap unit kornbinasi percobaan.

Pada Tuhup seteluh hardening peubah yang diarnati adalah , sebaqai berikut:

1. .Jumlah akar primer dan sekunder ( buah·)

Dihi tung jurnlah akar primer yang tumbuh pada basal, sedangkan akar sekunder dihitung akar-akar yang turnbuh pada akar primer

2. Pun}unq ukur primer dun sokunder (cm)

Dihitung panjang rata-rata akar akar primer dan panjang rata-rata akar sekunder

3. Bobot basah akar primer dan sekunder (mg)

Olhl tunq donqun cun1 mC:mlmbunq l>obot busuh nknr primer dun sokundor.

4. Dobot kerinq·akur primer dan sekunder (mg)

Dihitung dengun cara menimbang berat total akar setelah di oven dengan suhu 105°c selama 24 jam.

5. 'l'ebul kutikulu duun ( u)

'l'ebul kutikula di ukur dengan membuat preparat basah, daun diberi lapisan lilin yang telah dicairkan, setelah lilin mernbeku/mengeras lulu dl potong dengun mikrotom

/

(39)

31

denqan ketebalan 35 mikron, irisan diberi larutan shears lalu diarnati denqan mikroskop yanq menqgunakan mikr·ornetor

SL-iLelah ukl irna tisasi ( di prenursery) , peubah yanq

diamati adalah:

1. Jumlah klorofil daun (buah/mm2 )

Diiiitunq dengan menggunakan alat klor6fil meter, dengan cara menjepitkan bagian pangkal, tengah dan ujung daun,

.

. .

pada seluruh daun yanq masih seqar, lalu diambil rata-ratanya (anqka rata-rata tersebut dibagi 6 karena luas slot bidang sensor klorofilmeter 6 mm2 ), penghi- tungan dilakukan pada saat setelah selesai pengharde- ningan dan mulai pada minggu ke 2 sampai minggu ke 8 sete.Lah aklimatisasi, denqan interval 2 minqqu sekali.

2. Jumlah daun segar (helai)

Dlhitung jumlah daun segar yang terbentuk, penghitungan dilukukun pada saat setelah selesai p~nglrnrdeningan dan mului pada minggu ke 2 sarnpai mlnggu ke 8 setelah ak.Limat.i.sasi, donqun lntorvu.L 2 mlnqqu ~.H:1ka.Ll.

J. Luas dauu so<Jur ( c1n2 )

Luas daun dihitung dengan mengqunakan rumus:

L p X l X 0,57 L = Luas daun p Panjang daun

0,57 koefisJen luus daun

~---~

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Akar Primer dan Sekunder

Hasil per~obaan menunjukkan bahwa pemotongan akar berpengaruh nyata terhadap peningkatan jumlah akar primer dan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah akar sekunder, namun demikian terdapat kecenderungan bahwa pada perlakuan pemotongan akar, rataan jumlah akar sekunder yang terbentuk lebih banyak'(12,1a buah) bila dibandingkan dengan akar yang tidak dipotong (10,33 buah) (Tabel 5).

Bentuk media berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah akar primer dan akar sekunder, namun dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa planlet yang di tanam pada media cair rataan jumlah akar primer dan sekunder yang terbentuk lebih banyak dari pada media padat, hal ini sependapat dengan Yie dan Liaw (1977) dalam George dan Sherrington (1984), yang menya- takan bahwa rambut akar tidak akan tumbuh dan berkembang secara normal bila ditanam pada media agar. Lebih lanjut Nemeth dalam Pierik ( 1987), menyatakan pada media padat umumnya pembentukan akar adventif kurang baik.

Konsentrasi media MS berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer yang terbentuk dan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah akar sekunder. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada konsentrasi media 1/2 MS (K2) akan menghasilkan jumlah akar primer yang nyata lebih banyak (3,08 buah) dari

(41)

34

pada konsentrasi media 3/4 MS (2,82 buah) ataupun 1/4 MS

(2,42 buah).

Tabel 5. Data Rataan Jumlah Akar Primer dan sekunder Akibat Perlakuan Pemotongan Akar, Bentuk Media dan Konsentrasi Media MS

Perlakuun .. ' • Pemotongan Akar (P)

P1 P2

Bentuk Media (M) M1

M2

Korn:;,:rntrnsi Media MS (K}

K1 K2 K3

Primer

Jumlah Mar

(ffiialr)~·

Sekundcu

2,49 bA 3,06 aA 2,68 2,87 2,82 a~

3,08 aA

2,42 bA

10,33 12, 18 10,54 11,98 10,70 13,10 9,98

·-,-·

l<.clo1ang,-.n: lv·,r)<a yai·'IJ dil<u~ cleh h.1ruf yang nn-.11 ,=,ad<l ~tu l<clcm yu,g ~.-,a di keic,,,i:,-:,1, petlekuan yang~"""' berbeckt ~clak nyala pack! Iara/ Cl'l; (huuf l1ecil) cku, 1 '4 (hlrul bu..-). An~<a yang licbl, diii<u1I rob~I men'-"'Ju<ken berbecki ~d.-111 nyal.s

Walaupun berpengaruh tidak nyata ter~adap jumlah akar sekunder, konsentrasi media 1/2 MS cenderung menghasilkan jurnlah akar sekunder lebih banyak ( 13, 10 buah) dari pada media 3/4 MS (10,70 buah) dan 1/4 MS (9,98 buah).

Kombinasi pe~lakuan pemotongan akar dengan bentuk media, pemotongnn akar dengan konsentrasi media, bentuk media dengan konsentrasi media, dan kombinasi ke tiga perla- kuan berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah akar primer dan sekunder yang terbentuk. Walupun demikian dari Tabel Lam- piran 2 dapat dilihat bahwa kombinasi antara perlakuan akar yang dipotong dan ditanam pada media cair 1/2 MS cenderung

I

(42)

mempunyai akar primer yang lebih banyak · ( 3, 3 3 buah) bila dibandingkan dengan kombinasi perlakuan lainnya.

Respon hubungan antara konsentrasi media MS dengan jumlah akar primer yang terbentuk seperti disajikan pada Gambar 1 menunj~kkan bahwa jumlah akar akan semakin banyak

·,

.

sejalan dengan meningkatnya konsentrasi media, sampai pada konsentrasi media 1/2 MS. Peningkatan konsentrasi media selanjutnya akan menurunkan ' jumlah akar yang terbentuk.

Junilah akar primer yang terbentuk akan mencapai maksimum (J,10 buah) pada konsentrasi media 0,55 MS.

\i

..

r

..

0.

~

~

t'

.i:

~

~

"

-

I" Ii

r ..

., ~

l

::'.'~

3r

2

,91-

,,.., r, I

c:.,O j

~! 17 -

.-, 61 L. r-

I

2.5 - ,- 4 I- ,! . I

,!"

i

+

0,25

(Yrne:tk::;, = 3, 10 dlCE:tpBI pe:ida I( = 0,55)

0,50

•\onsentrnsi Media

r.;m

--~-... ~

...

'•·-.,, __ !{--

0,75

C-larnbm 1. Hubungf,i-t t·mtara Konsentrasi Media MS dengan Jurnlah Akar Prim°-r

/

(43)

36

Pemotongan akar akan mengakibatkan hilangnya dominansi ujung akar sehingga bakal akar primer lainnya yang terdapat di basal akan terangsang untuk tumbuh. Pemotongan akar berarti hilangnia sebagian organ tanaman, tanaman akan merehabilitasi bagian yang rusak dengan jalan membentuk akar-akar yan~ baru. Dengan banyaknya perakaran mengaki- batkan penyerapan unsur hara akan semakin meningkat sehingga diperlukan unsur hara yang banyak. Unsur hara tersebut

'

nantinya diubah menjadi senyawa pembangun sel. Planlet mengalokasikan senyawa tersebut terutuma untuk pembentukan akar. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardner dkk, ( 1991), yang menyatakan bahwa penghilangan ujung akar, akan merang- sang perturnbuhan akar.

Lakitan (1993), menyatakan dalam proses pertumbuhan akar, bagian tudung yang rusak akan diganti kembali oleh aktifitas pembelahan sel pada bagian meristematik, pertum- buhan akar sekunder akan terangsang akibat adanya pemotongan tudung akar, sehingga akar akan lebih berserabut. Lebih lanjut Lakitan (1993), menyatakan pembentukan akar sekunder akan lebih terangsang jika pertumbuhan akar mendapat ham- batan atau gangguan.

Panjang AJcar Primer dan Sekunder

llasll porcobuun rnenunjukkan bahwa pada perlakuan perno- tongan akar berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar primer dan sekunder. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada

/

(44)

perlakuan akar yang tidak di:t>0tong (Pl), akar primer akan lebih panjang ( 9, 08 cm) bila dibanctingkan dengan akar yang dipotong (5,97 cm), pada Tabel 6 juga dapat dilihat bahwa akur sekund<:ff ukan lebih pun:jung p:1da perlakmm akar yanq

tidak dipotong (Pl) (3,11 cm) dari t~da akar yang dipotong (2,45 cm).

Hal ini dapat dijelaskan bahwa akibat pemotongan akar mengakibatkan peningkatan kebutuhan hara. Unsur hara terse- but nantinya diubah menjadi substansi pembangun sel yang dipriori taskan untuk pembentukan aka r baru sehingga jumlah ukur ukun lebih bunyuk dan bukan diprioritaskan untuk peman-

jangan akar. Sebaliknya pada perlnkuan akar yang tidak dipotong, uknr tidak mengalami gangguan (pelukaan) sehingga unsur huru yung diperolehnya akan diubah menjadi substansi yunq leb.ih di prior 1 tuskun untuk proses pernan Jangan akar duri pudu pembentukun akur baru. Bilu diperhatikan antara 'l'ubel 5, denqun 'l'ubel 6, du put di tarik kesimpulan bahwa pada akar yang tidak dipotong jumlah akar sediki t tetapi akar lebih panjang, sedangkan perlakuan pemotongan akar meng- aklbutkun jumluh akar banyak tetapi ak:ar lebih pendek bila dibandingkan dengan akar yang tidak dipotong.

Perlakuan bentuk media berpengaruh nyata terhadap panjang akar primer dan berpengaruh tidak nyata terhadap panjang akar sekunder. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan bentuk media cair, akar primer lebih panjang (8,41

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa komunikasi dalam sebuah kepemimpinan merupakan suatu unsur yang

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Laporan

Kadar zat besi total dan bioavailabilitas zat besi selama penyimpanan tidak mengalami perubahan yang signifikan baik pada bumbu mi kontrol maupun yang difortifikasi

yang belum diterbitkan; baik secara substansial maupun metode-metode, mempunyai keterkaitan dengan permasalahan penelitian guna menghindari duplikasi dan selanjutnya harus

waktu 3 hari dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. di Sumolepen kelurahan Balongsari

Hasil uji specific gravity pada tanah asli didapat nilai sebesar 2,749, dengan persentase penambahan kapur dan bubuk arang tempurung kelapa yang semakin besar dihasilkan

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini akan menginvestigasi apakah ter- dapat perbedaan kinerja keuangan dan sosial ekonomi usaha mikro dan kecil anggota KSM yang ada

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari pengendalian internal, whistleblowing system , moralitas aparat dan integritas terhadap pencegahan fraud