KARAKTERISTIK GELOMBANG MUSIM BARAT DI PERAIRAN WONOREJO, SURABAYA
Supriyatno Widagdo
Jurusan Teknik Kelautan (Oseanografi)
Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan Universitas Hang Tuah priwidagdo@gmail.com
Abstrak: Wilayah pesisir Wonorejo di Pantai Timur Surabaya memiliki kawasan mangrove yang berpotensi mengubah garis pantainya secara progresif. Sifat dinamiknya membuat karakter alami lautnya, khususnya gelombang menjadi menarik untuk dikaji. Penelitian bertujuan menganalisis pola sebaran arah datang dan tinggi gelombang di kawasan Wonorejo, Surabaya selama Musim Barat (Desember-Maret). Data yang digunakan berupa ramalan per jam gelombang periode 2012-2013 dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Maritim II Surabaya dengan lokasi studi pada. 7o18’14” LS; 112o 51’ 41.86” BT. Data gelombang bulanan selanjutnya diolah dengan software WRPlot®. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik gelombang di perairan Wonorejo selama Musim Barat menjalar sangat mantap dari timurlaut dengan dominasi tinggi gelombang relatif kecil setinggi 5-20 cm. Kematangan gelombang terjadi pada Januari-Februari. Gelombang tertinggi dan rata-rata gelombang tertinggi masing- masing sebesar 61 cm dan 13.41 cm terjadi pada Januari saat gelombang bergerak dari timurlaut dan utara. Pada Februari gelombang secara mantap datang dari timurlaut dengan dominasi tinggi 15-20 cm. Pada musim ini rata-rata titik nadir gelombang mencapai 4.5 cm dengan rerata tinggi gelombang 12.22 cm. Efek musonal Musim Barat kurang menemukan kesesuaian dengan gerakan gelombang yang menjalar dari utara-timurlaut. Variasi batimetri Selat Madura dari sisi utara- baratlaut ke timur disinyalir memberi pengaruh berbeloknya arah datang gelombang di titik pengamatan.
Kata Kunci: tinggi gelombang, arah gelombang, Musim Barat, Wonorejo.
Abstract: Wonorejo coastal areas on the East Coast of Surabaya mangrove areas which have the potential to change the coastline progressively. Its dynamic nature makes the natural character of the sea, the waves become particularly interesting to study. The study aims to analyze the distribution pattern and direction coming wave height in the area of Wonorejo, Surabaya for West season (December to March). Data used in the form of hourly wave forecast period 2012-2013 from Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Maritim II Surabaya, study sites in.
7o18'14 "LS; 112o 51 '41.86 "E. Monthly wave data subsequently processed by software WRPlot®. The results showed that the characteristics of the waves in the waters of Wonorejo for West season spread very steady from the northeast to the dominance of a relatively small wave height 5-20 cm tall. The maturity waves occurred in January-February. The highest wave and the average of the highest waves respectively by 61 cm and 13:41 cm occurred in January when the wave moves from the north-east and north. In February, the steady wave coming from
the northeast with a high predominance of 15-20 cm. On this season, the average waves reaching 4.5 cm with a mean wave height 12.22 cm. Seasonal effects of West season less finding conformity with the movement of the waves which spread from the north-northeast. Madura Strait bathymetric variations from the north-north-west side to the east allegedly influencing the wave direction at the observation point.
Keywords: wave height, wave direction, West season, Wonorejo.
PENDAHULUAN
Surabaya merupakan sebuah kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia yang berkembang pesat seiring dengan dinamika dunia industri. Pengembangan industri di dalam banyak sektor sangat membutuhkan banyak lahan baru yang acapkali mengorbankan kawasan hijau.
Maraknya pengembangan perumahan dan pembukaan areal lahan tambak baru merupakan contoh bagaimana fungsi ekologis suatu kawasan pesisir bukan menjadi pilihan yang utama karena lebih mengutamakan usaha bisnis yang profit oriented. Oleh sebab itu keberadaan kawasan hijau yang terpelihara di antara maraknya pemanfaatan lahan yang ber- orientasi profit di kota metropolitan menjadi suatu masalah unik tersendiri.
Contoh kawasan hijau semacam itu di kota Surabaya ditemukan di sebelah timur, yakni di pantai timur Surabaya (selanjutnya disingkat Pamurbaya).
Perhatian warga kota terhadap pengelolaan Pamurbaya pada umumnya masih ditujukan pada utilitas lahan yang terkait dengan ekowisata; sementara karakteristik alaminya, seperti kondisi meteo-oseanografi, masih sangat kurang.
Pemahaman kondisi meteo-oseanografi sangat diperlukan untuk mengoptimalkan pengelolaan kawasan tersebut disesuai dengan karakter alaminya.Oleh sebab itu menjadi penting untuk dapat dipahami karaktersitik untuk gelombang musiman, khususnya Musim Barat, terutama dalam
kaitannya dengan sifat dinamika garis pantai dan eksistensi mangrove di pesisir Pamurbaya.
Terkait dengan hal tersebut, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah menganalisis arah datang dan tinggi gelombang di perairan Wonorejo Surabaya, sebagai bagian dari Pamurbaya, selama Musim Barat (Desember-Maret) sebagai bagian dari pola musonal yang terjadi di lokasi studi. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperolehnya deskripsi arah dan tinggi gelombang selama Musim Barat, sebagai bagian dari musim-musim yang berbeda selama setahun. Pemahaman tersebut untuk selanjutnya dapat dijadikan sebagai masukan dalam pengelolaan untuk pesisir Pamurbaya agar menjadi lebih optimal, terutama dikaitkan dengan eksistensi dan pelestarian mangrove di kawasan timur pesisir Surabaya.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan cara menggunakan data ramalan gelombang yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Maritim II Perak Surabaya 2012-2013.
Posisi pengambilan dari data berada di perairan pantai Wonorejo (bagian dari Pamurbaya), sebagaimana ditampilkan pada Gambar 1, yang secara geografi berada pada 7o18’14” LS; 112o 51’ 41.86”.
Data tersebut berupa data untuk pola
gelombang harian yang diprediksi setiap jam. Data kemudian dikelompokkan per bulan mulai Desember hingga Maret yang menjadi periode Musim Timur. Data gelombang bulanan selanjutnya diolah
dengan software WRPlot® untuk mengetahui pola sebaran gelombang datang, beserta distribusi dari frekuensi tingginya; selain itu juga dilakukan pengolahan statistika deskriptifnya.
Gambar 1. Lokasi penelitian di perairan Wonorejo sebagai bagian dari pesisir Pamurbaya
Selanjutnya dilakukan analisis pola arah dan tinggi dari gelombang dengan menggunakan program WRPlot®. Pola gelombang akan disajikan secara bulanan selama Musim Barat, yakni pada kurun Desember-Maret. Contoh hasil analisis pola gelombang dengan program WRPlot diperlihatkan pada Gambar 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Musim Barat berlangsung selama Desember hingga Maret yang merupakan periode basah di kawasan Indonesia dan ditandai dengan relatif tingginya cutah
hujan dibandingkan dengan periode- periode lainnya (Nontji 1997). Karakter meteo-oseanografi musiman yang khas ini juga memberikan pengaruh berbeda- beda di setiap wilayah dan yang memiliki keragaman alam tidak sama, terutama di kawasan pesisir. Posisinya yang menjadi area pembatas di antara badan perairan laut dan bentangan terestrial daratan menjadikan gelombang yang terjadi di daerah perairan pesisir sangat berpotensi mengalami deformasi yang mengubah karakteristiknya yang jauh berbeda bila dibanding dengan saat terjadi di lautan lepas. Di perairan Wonorejo, Musim Barat
menandai periode gelombang lemah.
Sejak Desember hingga Maret pada saat musim ini berlangsung, sebagaimana bisa dilihat pada gambar 3 dan gambar 4.
Pada gambar itu dapat dilihat rentang tinggi gelombang tertinggi yang hanya
mencapai 20-30 cm dengan dominasi arah datang gelombang menjalar dari timurlaut pada lingkup arah datang utara- timurlaut-timur.
Gambar 2. Contoh tampilan WRPlot yang menunjukkan pola gelombang yang secara dominan bergerak dari barat dan barat laut
dengan tinggi maksimum 30-50 cm.
Desember
Gelombang yang terjadi pada bulan yang menandai awal Musim Barat ini, secara umum bergerak dari timur (~55%) dan timurlaut (~40%). Rentang tinggi gelombang tertinggi sebesar 20-30 cm yang bergerak dari arah timur; sedangkan gelombang lemah setinggi ≤10-15 cm menjalar dari arah timur laut (Gambar 4:
Desember). Pada bulan yang menjadi saat akhir tahun ini, tinggi dari gelombang dominan terekam sebesar 10-15 cm, disusul dengan gelombang setinggi 15-20
cm dan 20-30 cm dengan capaian frekuensi kejadian masing-masing 39.5%, 31.2% dan 20.9% (Gambar 3: Desember).
Gelombang terendah tercatat setinggi 5- 10 cm kendati dengan frekuensi yang relatif kecil sebesar <10%.
Dengan kecenderungan posisi yang semakin menurun mulai dari awal bulan menuju akhir bulan, fluktuasi tinggi dari gelombang periode Desember mencapai tinggi maksimum sebesar 23 cm dengan rata-rata setinggi 13 cm (Gambar 5:
Desember).
Gambar 3. Pola sebaran gelombang selama Musim Barat sejak Desember hingga Maret
Desember Januari
Februari Maret
Gambar 4. Pola sebaran gelombang selama Musim Barat sejak Desember hingga Maret
Desember
Wave Class (cm)
Januari
Februari
Maret
Wave Class (cm)
A p r i l
A p r i l A
p r i l
A p r i l
Tinggi gelombang selama Januari secara umum relatif kecil dengan dominasi arah fatang gelombang timurlaut dan timur. Dominasi arah datang ini sedikit menga-lami perubahan bila dibandingkan dengan arah datang
gelombang sebulan sebelum-nya yang secara dominan berasal dari timur dan timurlaut (Gambar 3: Januari).
Gelombang yang datang dari timurlaut terekam sebesar 65% dari frekuensi kejadian, sedangkan dari utara 40%.
Gambar 5. Fluktuasi bulanan tinggi gelombang selama Musim Timur sejak Desember hingga Maret
Maks 23
Rerata 13.00
Min 6
Maks 61
Rerata 13.41
Min 3
Maks 35
Rerata 12.92
Min 5
Maks 21
Rerata 9.53
Min 4
Gelombang yang tertinggi 20-40 cm terjadi dengan frekuensi 4.0%, sementara tinggi gelombang dominan sebesar 5-10 cm sebanyak 66% (Gambar 4: Januari).
Gelombang yang terjadi selama periode ini juga mengalami pelemahan dari periode sebelumnya dengan rekaman data tinggi gelombang 1-5 cm sebanyak 2%. Nadir tinggi gelombang serendah ini tidak ditemukan selama Desember.
Rekaman harian tinggi gelombang periode Januari, seperti diperlihatkan pada Gambar 5: Januari, menunjukkan bahwa tinggi gelombang rerata yang terjadi setinggi 13.41 cm, sedangkan tinggi maksimumnya mencapai 61 cm.
Februari
Bulan Februari menandai periode penguatan kondisi gelombang, baik arah maupun tingginya. Arah datang dari gelombang secara mantap (~95%) akan bergerak dari arah timurlaut (Gambar 3:
Februari). Secara umum tinggi gelombang juga akan meningkat dibanding periode sebelumnya, kendati rentang gelombang tertingginya lebih kecil.
Tinggi gelombang 15-20 cm itu kini mendominasi terjadi gelombang dengan capaian 43.8%, disusul secara berturut- turut oleh gelombang setinggi 10-15 cm dan 5-10 cm dengan frekuensi masing- masing 36.0% dan 18.0% (Gambar 4:
Februari). Gelombang tertinggi berada pada kisaran 20-30 cmdengan capaian kejadian hanya 2.2%. Hasil rekaman dari fluktuasi tinggi gelombang harian akan menunjukkan bahwa gelombang tertinggi bulan ini mencapai 35 cm dengan rerata 12.92 cm (Gambar 5: Februari).
Maret
Seperti pada periode sebelumnya, di akhir Musim Barat ini gelombang masih mantap dan bergerak dari timur dengan
frekuensi kejadian ~95% (Gambar 3:
Maret). Kendati dengan demikian, apabila dibandingkan dengan periode Februari, tinggi gelombang secara umum telah mengalami pelemahan. Tinggi gelombang dominan kini berkisar 5-10 cm yang mencapai 62.6%, disusul berturut-turut oleh gelombang setinggi 15-20 cm dan 10-15 cm yang masing-masing mencapai 29.2% dan 7.0% (Gambar 4: Maret).
Capaian gelombang tertinggi, seperti pada kondisi Februari, masih berada pada kisaran 20-30 cm yang kini mengalami penurunan frekuensi kejadian hanya 1.2%. Rekaman fluktuasi harian tingggi gelombang menunjukkan bahwa selama bulan Maret gelombang rerata bergerak dengan ketinggian 9.53 cm dengan tinggi maksimum 21 cm (Gambar 5: Maret).
Bila pola arah datang gelombang selama Musim Barat yang secara umum bergerak dari timur laut diplot di lokasi penelitian yang berada pada kawasan perairan Selat Madura, selintas kurang mengindikasikan efek musonal di lokasi tersebut (Gambar 5). Musim Barat adalah periode saat posisi semu matahari berada di atas Benua Australia, sehingga akan membentuk suatu zona tekanan tinggi di kawasan Asia (Duxbury & Duxbury 1989).
Perbedaan tekanan antara kedua tempat tersebut memicu pergerakan angin –dan karenanya gelombang– dari Asia menuju Australia. (www.hort.purdue.edu/new crop/tropical/lecture_03/lec_03.html (17 Mar 2008),www.pacificislandtravel.com /nature_gallery/monsoonsandstroms.ht ml. (25 Mar 2009), www.uwsp.edu/
geo/faculty/ritter/geog101/textbook/circ ulation/regional_scale wind.html (25 Mar 2009)).
Perbedaan arah datang gelombang yang terjadi di perairan Wonorejo pada Musim Barat ini dapat disebabkan karena setidaknya dua hal: (1) pemilihan titik
pengamatan yang kurang tepat dijalur alur utama penjalaran angin dan gelom- bang hingga kurang representatif sebagai deskripsi musim. Bila ditinjau lokasi studi di perairan Selat Madura yang berbentuk semi tertutup dengan menyempit di sisi utara-barat dan melebar di sisi timur, maka arah datang gelombang yang secara umum bergerak dari timurlaut kurang sesuai;(2) Kuatnya pengaruh dari variasi
batimetri lokal sehingga mengubah arah datang gelombang yang secara musonal sesuai dengan bentuk Selat Madura bergerak dari utara atau baratlaut menjadi menjalar dari utara dan timurlaut. Sebagaimana dinyatakan oleh Brown et al. (1989) deformasi gelombang dapat terjadi akibat gelombang yang datang menemui resistensi batimetris.
Gambar 6. Plotting pola gelombang periode Januari sebagai representasi Musim Barat di perairan Wonorejo.
SIMPULAN
Karakteristik dari gelombang selama Musim Barat di perairan Wonorejo, sebagai bagian dari kawasan Pamurbaya, menegaskan bahwa sangat mantapnya gelombang yang menjalar dari timurlaut dengan dominasi tinggi gelombang yang relatif kecil, yakni setinggi5-20 cm.
Kematangan gelombang musim ini terjadi pada Januari-Februari. Pada Musim Barat
gelombang tertinggi dan rata gelombang tertinggi masing-masing sebesar 61 cm dan 13.41 cm terjadi pada Januari saat gelombang bergerak dari timurlaut dan utara. Pada bulan Februari arah dari gelombang dari timurlaut menemui kemantapannya dengan meningkat dan dominannya gelombang setinggi 15-20 cm. Pada musim ini rata-rata titik nadir
gelombang mencapai 4.5 cm dengan rerata tinggi gelombang 12.22 cm.
Pergerakan angin dari arah Benua Australia menuju kawasan Benua Asia yang menandai efek musonal Musim Barat serta posisi Selat Madura yang berbentuk semi tertutup dengan kondisi menyempit di sisi utara-baratlaut dan melebar di sisi timur. Hal ini menjadikan gerakan angin yang menjalar dari utara- baratlaut terkesan kurang menemukan kesesuaian dengan gerakan gelombang yang menjalar dari utara-timurlaut. Lokasi studi yang relatif terletak pada selepas pelebaran selat sisi sebelah barat, setelah sebelumnya relatif menyempit di sisi utara-baratlaut dan kemudian melebar di sisi sebelah timur, memungkinkan variasi batimetri memberikan pengaruh yang kuat untuk membelokkan arah datang gelombang sehingga sedikit menyimpang dari arah angin pembangkitnya.
DAFTAR RUJUKAN
Brown, J., Colling A., Park, D., Phillips, J., Rothery, D. and Wright, J. 1989.
Waves, Tides and Shallow-Water
Processes. Oxford: Pergamon Press- The Open University.
Duxbury, A.C. and Duxbury, B.C. 1989. An Introduction to the Worls’s Oceans 3rd Edition. Dubuque: Wm. C.
Brown.
Nontji, A. 1997. Laut Nusantara. Jakarta:
Djambatan.
www.hort.purdue.edu/newcrop/tropical/
lecture_03/lec_03.html [17 Mar 2008]
www.pacificislandtravel.com/nature_gall ery/monsoonsandstroms.html. [25 Mar 2009]
www.uwsp.edu/geo/faculty/ritter/geog1 01/textbook/circulation/regional_sc ale_wind.html [25 Mar 2009].