TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur J ur usan Akuntansi
Oleh :
Anisa Rayining Dita
NPM : 0813010011 / FE / EA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah
satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dengan
judul “ANALISIS PENGARUH STRUKTUR MODAL , UKURAN
PERUSAHAAN , AGENCY COST PADA KINERJ A PERBANKAN YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK SURABAYA ” .
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
pihak – pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung baik
dalam bentuk dukungan moril maupun materiil, do’a maupun bimbingan yang telah
diberikan. Secara khusus penulis dengan rasa hormat mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Allah SWT yang memberi hidayah dan rahmat-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu dan Ayah yang senantiasa menjadi penguat dan penerang hidup
penulis serta memberikan dukungan baik berupa moril maupun material
dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP, selaku Rektor Universitas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
6. Bapak Dr. Hero Priono, Msi, Ak selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
7. Bapak Prof. DR. H. Soeparlan Pranoto, MM, AK selaku Dosen
Pembimbing penulis dalam mengerjakan skripsi.
8. Mas Imam Sofwan, adek Subhan Anwari, adek Moh. Basri Anwari,
makasi atas motivasi dan semangatnya.
9. Hendra Julian Putra Alhamdulillah akhirnya selesai juga, makasih buat
support, motivasi, cintanya, dan selalu menemani hari – hari penulis
dalam suka dan duka, semoga cita-cita kita bisa terwujud.
10.Semua teman-teman angkatan 2008 yang turut memberikan motivasi serta
informasi kepada penulis. Special untuk sahabat-sahabat penulis tercinta,
Nisaa narulyta, Dila liliyatri, Anggraini Fitriana, Laily Farhatin, Yunita
Rizkiasih.
11.Teman-teman kos Mbak Nimas Ayu, Lita, dan buat semua MA IF no.10
terima kasih buat dukungan nya selama penulis mengerjakan skripsi.
12.Serta pihak –pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis
semua pihak yang membutuhkan.
Surabaya, Januari 2013
ANISA RAYINI NG DITA
Tujuan utama didirikannya perusahaan perbankan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Kesejehteraan dapat ditingkatkan melalui kinerja perusahaan perbankan (firm bank performance) yang baik. Di dalam perbankan terdapat beberapa fungsi, antara lain fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan. Pemisahan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan sangat rentan dengan agency conflict (konflik kepentingan) yang dapat menimbulkan agency cost (biaya agensi). Ukuran perbankan berpengaruh terhadap kinerja, hal ini menunjukkan bahwa perbankan besar lebih menjanjikan kinerja yang baik.
Tujuan dalam penelitian ini, yakni memberikan bukti empirik bagaimana pengaruh langsung maupun tidak langsung pengaruh struktur modal dan ukuran perbankan terhadap agency cost, pengaruh struktur modal, ukuran perbankan, dan
agency cost terhadap kinerja perbankan, dan pengaruh tidak langsung struktur modal
dan ukuran perbankan terhadap kinerja perbankan melalui agency cost sebagai
intervening variable.
Terdapat pengaruh struktur modal dan ukuran perusahaan terhadap agency cost sebagian terbukti kebenarannya. Karena hanya variabel ukuran perusahaan yang teruji berpengaruh terhadap agency cost sedangkan struktur modal tidak teruji berpengaruh terhadap agency cost. Terdapat pengaruh struktur modal, ukuran perusahaan, dan
agency cost terhadap kinerja perusahaan” sebagian terbukti kebenarannya. Karena
variabel struktur modal dan agency cost yang teruji berpengaruh terhadap kinerja perusahaan, sedangkan ukuran perusahaan tidak teruji berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Terdapat pengaruh tidak langsung struktur modal dan ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost sebagai intervening variable” sebagian terbukti kebenarannya. Karena agency cost hanya memoderasi antara ukuran perusahaan dengan kinerja perusahaan atau dengan kata lain terdapat pengaruh tidak langsung ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost.
ABSTRACT
BY
ANISA RAYINING DITA
The main objective is the establishment of banking companies to increase
shareholder wealth. Prosperity can be enhanced through the performance of the banking company (bank firm performance) is good. In the banking system, there are several functions, including the functions of management and ownership functions. The separation of the functions of management and ownership functions are particularly vulnerable to the agency conflict (conflict of interest) which may lead to agency costs (agency costs). Size effect on the performance of banks, suggesting that large banks are more promising performance.
The purpose of this research, which provides empirical evidence of the influence of direct and indirect effects of capital structure and the size of the banks of agency costs, the effect of capital structure, the size of banks, and agency costs on the performance of banks, and the indirect effect of capital structure and size on the performance of banks banking agency costs as an intervening variable.
There is the influence of the capital structure and firm size on agency costs mostly unsubstantiated. Since only the tested variables firm size effect on agency costs, while capital structure unexamined influence agency costs. There is the influence of the capital structure, company size, and agency costs on corporate performance "mostly unsubstantiated. Because of the variable capital structure and agency costs are proven effect on company performance, while the size of the company does not affect the performance of the company's proven. There is the indirect effect of capital structure and firm size on corporate performance through agency costs as intervening variable "part proved true. Since agency costs only moderate between company size and company performance or in other words there is an indirect effect of firm size on corporate performance through agency costs.
1.1. Latar Belakang Masalah
Tujuan utama didirikannya perusahaan perbankan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Kesejehteraan dapat ditingkatkan
melalui kinerja perusahaan perbankan (firm bank performance) yang baik. Kinerja
perbankan yang baik juga bermakna bagi konsumen, komunitas, karyawan, dan
pemasok – termasuk dalam pemasok adalah kreditur, yaitu pemasok dana. Tujuan
sekunder didirikannya perbankan adalah untuk kesejahteraan pihak-pihak yang
disebutkan terakhir. Tujuan sekunder adalah penggerak bagi tercapainya tujuan
primer (Atkinson, Banker, Kaplan, and Young, 1997).
Periode tahun 2008 hingga tahun 2010 bagi perbankan adalah periode
yang tidak stabil, seiring adanya krisis keuangan yang melanda dunia pada tahun
2008. Tahun 2009, usaha perbankan akan terasa berat karena memburuknya
tekanan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi. Menurut Pengamat
perbankan Eko B Supriyantodiberita kompas online terbitan 12 November 2008,
pada tahun 2009 nanti pertumbuhan kredit akan mengalami koreksi, tingkat kredit
macet (Non Performing Loan/NPL) akan berat, dan terjadi persaingan
memperebutkan kredit Unit Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan mikro, meski
tahun 2008 kinerja perbankan masih sesuai rencana, namun tahun 2009 kredit
akan semakin berhati-hati dengan likuiditas yang terbatas dengan suku bunga
Kenaikan nilai tukar, suku bunga, dan ketersediaan likuiditas perbankan
akan menyebabkan memburuknya sektor riil dan tertekannya sektor konsumsi
terutama properti dan kredit mobil, hal itu akan mendorong tingkat NPL yang
parah dan perebutan dana pihak ketiga akan semakin cepat. Karena ada tekanan
ekonomi global, perbankan akan melakukan pengereman kredit, dan lebih menata
porfolio investainya (Kompas.com, Tahun 2009, Tekanan Ekonomi Global Pukul
Perbankan, berita tanggal 12 November 2008).
Pada akhir periode 2010, Perbankan Indonesia tampaknya berhasil
melewati dampak krisis global yang sudah menghancurkan perekonomian
negara-negara besar. Menurut Sukarela Batunanggar Dewan Pengawas Bank Indonesia,
pada akhir Oktober 2010 kinerja sektor keuangan, khususnya perbankan cukup
baik. Indikasinya adalah likuiditas dan permodalan industri perbankan.
Short term capital inflow berpotensi meningkatkan risiko nilai tukar dan
risiko likuiditas pada saat outflow. Kinerja perbankan per September 2010
memang kelihatan cukup stabil dengan CAR 16,4 persen. Meningkat sedikit dari
bulan Agustus 16,3 persen, sementara itu likuiditas masih terkendali, terlihat dari
rasio likuiditas terhadap non-care deposits 16,8 persen.(Kompas.com, Perbankan
Indonesia Lewati Krisis Global, berita tanggal 17 Desember 2010)
Profitabilitas perbankan juga cukup tinggi dengan ROA sekitar 2,8 persen.
Kualitas kredit meningkat dengan nilai kredit meningkat Rp 229,3 triliun naik
16,0 persen year to date, atau tumbuh Rp 298,1 triliun setara dengan 21,9 persen
year on year. Melihat kondisi Dana Pihak Ketiga DPK, juga turut meningkat Rp
persen year on year. (Kompas.com, Perbankan Indonesia Lewati Krisis Global,
berita tanggal 17 Desember 2010).
Kinerja perbankan memperlihatkan kemampuan perbankan untuk
memberikan keuntungan dari aset, ekuitas, maupun hutang, kinerja perbankan
merupakan prestasi kerja perbankan. Salah satu ukuran kinerja perbankan adalah
Return on Equity (ROE). ROE adalah ukuran profitabilitas perbankan penting
yang mengukur pengembalian untuk pemegang saham (Jones et al. 2009).
Di dalam perbankan terdapat beberapa fungsi, antara lain fungsi
pengelolaan dan fungsi kepemilikan. Jensen dan Meckling (1976 dalam Jones,
2009) mengatakan bahwa pemisahan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan
sangat rentan dengan agency conflict (konflik kepentingan). Agency conflict
terjadi manakala manajer cenderung membuat keputusan yang menguntungkan
dirinya daripada kepentingan pemegang saham (Meckling 1976, Myers 1977
dalam Jones, 2009). Agency conflict dapat menimbulkan agency cost (biaya
agensi), yaitu berupa pemberian insentif yang layak kepada manajer serta biaya
pengawasan untuk mencegah hazard. Agency cost juga berarti penggunaan aliran
kas untuk bonus atau pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu yang dilakukan
manajer atas free cash flow (aliran kas bebas).
Agency conflict dapat terjadi antara pemegang saham pengendali dan
pemegang saham minoritas, antara pemegang saham dengan kreditur, antara
pemegang saham pengendali dan stakeholder lainnya, termasuk pemasok dan
karyawan (Asian Development Bank dalam Husnan, 2001), tetapi penelitian ini
Perbankan dapat didanai dengan hutang dan ekuitas. Komposisi
penggunaan hutang dan ekuitas ini tergambar dalam struktur modal. Penggunaan
hutang diistilahkan dengan financial leverage (pengungkit keuangan). Hutang
(debt) yang dimaksud adalah hutang untuk pendanaan perbankan yang tidak selalu
sama dengan kewajiban (liabilities) dan tidak sama dengan tagihan (payable).
Hutang menimbulkan beban bunga yang dapat menghemat pajak. Artinya beban
bunga dapat dikurangkan dari pendapatan sehingga laba sebelum pajak menjadi
lebih kecil dan akibatnya pajak semakin kecil. Sedangkan jika pendanaan
menggunakan ekuitas, maka tidak terdapat beban yang dapat mengurangi pajak
perbankan.
Dalam literatur finance, Jensen dan Meckling (1976) adalah yang pertama
menghubungkan agency cost dengan hutang dalam struktur modal. Penggunaan
hutang dalam struktur modal dapat mencegah pengeluaran perbankan yang tidak
penting dan memberi dorongan pada manajer untuk mengoperasikan perbankan
dengan lebih efisien, hal tersebut menyebabkan agency cost berkurang dan
selanjutnya kinerja perbankan diharapkan akan meningkat Cao (2006).
Penggunaan hutang yang tinggi dalam struktur modal mungkin
mempengaruhi perilaku manajer, jika keadaan baik, manajer akan menggunakan
aliran kas untuk bonus atau pengeluaran-pengeluaran tidak perlu yang disebut
agency cost, tetapi ancaman kebangkrutan karena hutang yang tinggi dapat
mengurangi pengeluaran yang tidak penting sehingga akan meningkatkan free
cash flow (aliran kas bebas), dengan demikian diharapkan hutang tersebut dapat
Agency cost dapat pula terjadi jika manajer tidak menangkap peluang
investasi pada proyek baru karena khawatir akan resiko yang akan ditanggungnya
(Brigham dan Daves 2004). Lin (2006) menemukan bahwa struktur modal
berpengaruh positif terhadap agency cost, artinya kebijakan hutang meningkatkan
agency cost.
Selain pengaruh struktur modal terhadap agency cost, Lin (2006) juga
menemukan bahwa ukuran perbankan berpengaruh negatif terhadap agency cost,
mengindikasikan bahwa perbankan besar memerlukan lebih sedikit beban-beban
discretionary.
ROE dapat menjadi ukuran efisiensi penggunaan modal sendiri yang
dioperasionalkan dalam perbankan, semakin besar ROE, semakin besar pula
kemampuan perbankan menghasilkan laba bagi pemegang saham. Moeljadi
(2006) mengatakan bahwa leverage merupakan variabel penjelas bagi rentabilitas
modal sendiri, maksudnya struktur modal merupakan variabel penjelas bagi ROE.
Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa leverage keuangan
merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan laba. Penggunaan
hutang dalam investasi sebagai tambahan untuk mendanai aktiva perbankan
diharapkan dapat meningkatkan keuntungan yang akan diperoleh perbankan,
karena aktiva perbankan digunakan untuk menghasilkan laba.
Laba yang tersedia untuk pemegang ekuitas menjadi lebih besar (Brigham
dan Houston 2001), tetapi, penggunaan leverage yang semakin besar
menyebabkan beban bunga semakin besar (Brigham dan Gapenski 1997), jika
timbul masalah kesulitan keuangan yang menyebabkan kinerja menurun, namun
demikian beban bunga hutang juga merupakan pengurang pajak yang dapat
meningkatkan nilai perbankan (Brigham dan Gapenski 1997), dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa hutang dapat meningkatkan kinerja, sedangkan bila perbankan
menggunakan ekuitas maka tidak terdapat penghematan pajak karena beban
ekuitas tidak mengurangi pajak. Bouresli (2001) dan Lin (2010) menemukan
bahwa rasio hutang terhadap jumlah aset berpengaruh negatif terhadap kinerja
perbankan, tetapi Calisir et al. (2010) menemukan pengaruh yang positif.
Lin (2006) serta Wright et al. (2009) menemukan bahwa ukuran perbankan
berpengaruh positif terhadap kinerja, hal ini menunjukkan bahwa perbankan besar
lebih menjanjikan kinerja yang baik (Lin, 2006). Calisir et al. (2010) juga
menemukan pengaruh positif ukuran perbankan terhadap kinerja perbankan sektor
teknologi informasi dan komunikasi di Turki, tetapi Huang (2002) menemukan
bahwa tidak terdapat pengaruh ukuran perbankan terhadap kinerja perbankan
Taiwan yang berada di China. Demikian juga Talebria et al. (2010), tidak
menemukan pengaruh ukuran perbankan terhadap kinerja perbankan yang
terdaftar di Tehran Stock Exchange.
Lin (2006) juga meneliti pengaruh agency cost terhadap ROE, ditemukan
bahwa agency cost berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROE, demikian
juga Wright et al. (2009), menemukan bahwa agency cost berhubungan negatif
dengan kinerja perbankan, sikap tidak peduli terhadap agency cost dapat
mengurangi pencapaian keuntungan kompetitif yang berdampak negatif terhadap
Pada teori yang diungkapkan di atas telah diduga bahwa struktur modal
dan ukuran perbankan berpengaruh terhadap agency cost, namun dari uraian
Brigham dan Houston (2001) di atas terlihat bahwa struktur modal dapat juga
berpengaruh langsung terhadap kinerja perbankan, demikian juga ukuran
perbankan dapat berpengaruh positif (Lin 2006, Wright et al. 2009, Calisir et al.
2010) terhadap kinerja perbankan, walaupun dapat juga tidak berpengaruh (Huang
2002, Talebria et al. 2010). Lin (2006) dan Wright et al. (2009) menemukan
bahwa agency cost berpengaruh terhadap kinerja perbankan.
Di atas telah disebutkan bahwa struktur modal dan ukuran perbankan
dapat berpengaruh terhadap agency cost. Agency cost yang diproksikan dengan
rasio discretionary expense terhadap penjualan bersih pun dapat berpengaruh
terhadap kinerja perbankan (Lin 2006).
Struktur modal dan ukuran perbankan mungkin akan berpengaruh juga
terhadap kinerja perbankan melalui agency cost sebagai intervening variable.
Artinya semakin tinggi tingkat hutang dan ukuran perbankan dapat berpengaruh
terhadap kinerja perbankan jika dikaitkan dengan agency cost yang diproksikan
dengan rasio discretionary expense terhadap penjualan bersih. Maksudnya jika
hutang meningkatkan beban bunga maka discretionary expense dapat meningkat
dan akibatnya menurunkan kinerja, tetapi jika beban bunga tersebut menghemat
pajak maka kinerja dapat meningkat. Hutang juga mungkin meningkatkan
produktifitas sehingga penjualan meningkat. Rasio discretionary expense terhadap
penjualan bersih yang merupa-kan proksi dari agency cost berkurang.
meningkat, demikian juga jika ukuran perbankan meningkatkan skala ekonomis
maka kemungkinan kinerja akan meningkat melalui pengurangan discretionary
expense, sebaliknya, jika ukuran yang besar menyebabkan peningkatan beban,
maka kinerja akan menurun.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat disusun perumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh struktur modal dan ukuran perbankan terhadap
agency cost ?
2. Apakah terdapat pengaruh struktur modal, ukuran perbankan, dan agency cost
terhadap kinerja perbankan ?
3. Apakah terdapat pengaruh tidak langsung struktur modal dan ukuran
perbankan terhadap kinerja perbankan melalui agency cost sebagai
intervening variable ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini, yakni memberikan bukti empirik bagaimana
pengaruh langsung maupun tidak langsung variabel-variabel yang diteliti sebagai
berikut :
1. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris pengaruh struktur modal dan
2. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris pengaruh struktur modal,
ukuran perbankan, dan agency cost terhadap kinerja perbankan, dan
3. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris pengaruh tidak langsung
struktur modal dan ukuran perbankan terhadap kinerja perbankan melalui
agency cost sebagai intervening variable.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin didapatkan dalam pelaksanaan penelitian ini
sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti
Dapat menambah pemahaman mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
pengaruh struktur modal dan ukuran perbankan terhadap agency cost,
pengaruh struktur modal, ukuran perbankan, dan agency cost terhadap kinerja
perbankan, dan pengaruh tidak langsung struktur modal dan ukuran perbankan
terhadap kinerja perbankan melalui agency cost sebagai intervening variable.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat memberikan masukan dalam rangka mengembangkan
dengan pengaruh struktur modal dan ukuran perbankan terhadap agency cost,
pengaruh struktur modal, ukuran perbankan, dan agency cost terhadap kinerja
perbankan, dan pengaruh tidak langsung struktur modal dan ukuran perbankan
3. Bagi Universitas
Diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan teori yang
berhubungan dengan teori dengan pengaruh struktur modal dan ukuran
perbankan terhadap agency cost, pengaruh struktur modal, ukuran perbankan,
dan agency cost terhadap kinerja perbankan, dan pengaruh tidak langsung
struktur modal dan ukuran perbankan terhadap kinerja perbankan melalui
agency cost sebagai intervening variable.
4. Bagi Perbankan
Dapat menjadikan penelitian ini sebagai pedoman dalam proses pengambilan
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu atau sebelumya sebelum penelitian ini dilaksanakan
dan menjadi dasar pemikiran penelitian ini adalah :
1. Khaira Amalia Fachrudin (2011) dengan judul “Analisis Pengaruh Struktur
Modal, Ukuran Perusahaan, dan Agency Cost Terhadap Kinerja Perusahaan”.
Permasalahan : menguji pengaruh struktur modal dan ukuran perusahaan
terhadap agency cost; pengaruh struktur modal, ukuran perusahaan, dan
agency cost terhadap kinerja perusahaan; serta pengaruh tidak langsung
struktur modal dan ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan melalui
agency cost sebagai intervening variable.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan positif
struktur modal terhadap agency cost dan pengaruh signifikan negatif ukuran
perusahaan terhadap agency cost; tidak terdapat pengaruh signifikan struktur
modal, ukuran perusahaan, dan agency cost terhadap kinerja perusahaan; serta
tidak terdapat pengaruh tidak langsung struktur modal dan ukuran perusahaan
terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost sebagai intervening variable.
2. Masdar Mas’ud (2008) dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Struktur Modal dan Hubungannya Terhadap Nilai
Permasalahan : analisa tentang faktor-faktor penentu struktur modal serta
dampaknya terhadap nilai perusahaan.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa: Faktor-faktor penentu struktur modal
yang memberikan pengaruh signifikan terhadap struktur modal adalah
profitability, size, growth opportunity, asset structure, dan cost of financial
distress, sedangkan faktor tax shield effect tidak berpengaruh signifikan
terhadap struktur modal. Faktor tax shield effect yang tidak signifikan
pengaruhnya terhadap struktur modal. Faktor-faktor penentu struktur modal
yang memberikan pengaruh signifikan terhadap struktur modal adalah
profitability, asset structure, cost of financial distress dan tax shield effects,
sedangkan faktor size dan growth opportunity tidak bepengaruh signifikan
terhadap struktur modal. Faktor size dan growth opportunity yang tidak
signifikan pengaruhnya terhadap struktur modal. Adapun faktor penentu yang
tidak berbeda secara signifikan adalah growth opportunity, asset structure dan
nilai perusahaan.Terdapatnya perbedaan faktor-faktor penentu struktur modal
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Untuk
Indonesia variabel faktor penentu yang berbeda secara signifikan adalah
profitability, size, cost of financial distress, tax shield effects dan struktur
Tabel 2.1 Rekapitulasi Penelitian Ter dahulu asset structure, dan cost of financial distress, sedangkan faktor tax shield distress, tax shield effects dan struktur
modal.
Persamaan antara penelitian terdahulu dengan yang dilakukan oleh peneliti
sekarang ini, yaitu sama-sama meneliti tentang kinerja keuangan suatu
perusahaan.
Perbedaan antara penelitian yang terdahulu dengan penelitian saat ini yang
sedang dibahas sekarang ini adalah terletak pada objek, metode dan data tahun
keuangan Bank yang go publik di Bursa Efek Indonesia pada periode 2008-2010
serta menggunakan metode regresi linier berganda untuk menganalisa.
2.2. Kajian Pustaka
2.2.1. Kinerja Perusahaan
Kinerja perusahaan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang
dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba
(Sucipto, 2003). Kinerja perusahaan juga merupakan hal penting yang harus
dicapai oleh setiap perusahaan dimana pun, karena kinerja merupakan cerminan
dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber
dayanya. Kinerja perusahaan adalah kemampuan perusahaan dalam menjelaskan
operasionalnya.
Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional
suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan
kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Penilaian kinerja perusahaan dapat
dilihat dari segi analisis laporan keuangan dan dari segi perubahan harga saham.
Tujuan dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam
mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah
ditetapkan sebelumnya agar membedakan hasil dan tindakan yang diinginkan.
Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang
dituangkan dalam anggaran.
Penilaian kinerja menurut Sucipto (2003) dan Indriastiti (2009)
a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimal.
b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan
seperti promosi, transfer dan pemberhentian.
c. Menyediakan kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan.
d. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka.
e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi menilai kinerja mereka.
Rasio keuangan merupakan alat utama untuk menganalisa keuangan. Ada
dua kelompok yang menganggap rasio keuangan berguna. Pertama, terdiri dari
manajer yang menggunakannya untuk mengukur dan melacak kinerja perusahaan
sepanjang waktu. Kedua, pengguna rasio keuangan mencakup para analis yang
merupakan pihak eksternal bagi perusahaan.
Berikut ini adalah beberapa rasio keuangan yang digunakan untuk
mengukur kinerja perusahaan adalah:
1. Rasio Likuiditas
Rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
2. Rasio Aktivitas
Rasio yang menunjukkan bagaimana sumber daya telah dimanfaatkan secara
optimal, kemudian dengan cara membandingkan rasio aktivitas dengan standar
industri, maka dapat diketahui tingkat efisiensi perusahaan dalam industri.
3. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan
memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, asset maupun
laba bagi modal sendiri. Menurut Ang (1997), rasio profitabilitas dibagi
menjadi enam antara lain: Gross Profit Margin (GPM), Net Profit Margin
(NPM), Operating Return On Assets (OPROA), Return On Asset (ROA),
Return On Equity (ROE), Operating Ratio (OR).
4. Rasio Solvabilitas (Leverage)
Finansial leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk
membiayai investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti
menggunakan modal sendiri 100%.
5. Rasio Pasar
Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan yang diungkapkan dalam
basis per saham.
Menurut Husnan (2001), kinerja perusahaan adalah hasil banyak
keputusan individual yang dibuat secara terus-menerus oleh manajemen. Oleh
karena itu dalam menilai kinerja perusahaan diperlukan analisis dampak keuangan
menggunakan ukuran komparatif. Kinerja keuangan adalah salah satu faktor yang
menunjukkan efektivitas dan efisiensi suatu organisasi dalam pencapaian tujuan.
Efektivitas diukur melalui kemampuan manajemen untuk memilih suatu alat yang
tepat untuk mencapai tujuan. Efisien dapat diartikan sebagai perbandingan antara
masukan dan keluaran.
Penilaian perusahaan khususnya kinerja memiliki beberapa tujuan.
Perusahaan yang akan melakukan merger memerlukan kegiatan penilaian untuk
mengetahui berapa nilai perusahaan dan nilai ekuitas dari masing-masing
perusahaan. Jika perusahaan bermasalah, penilaian kinerja bertujuan untuk
mengimplementasikan program pemulihan usaha atau restrukturisasi, untuk
mengetahui apakah nilai usaha lebih besar daripada nilai likuiditasnya.
Perusahaan yang akan menjual sahamnya pada umum atau bursa juga
harus dinilai dengan penelitian yang wajar untuk ditawarkan kepada masyarakat
atau publik. Untuk memperoleh pendapatan wajar atas penyertaan dalam suatu
perusahaan, memperoleh pembelanjaan penetapan besarnya pinjaman atau
tambahan modal juga untuk keperluan divestasi.
Ada dua macam kinerja yang diukur dalam berbagai penelitian yaitu
kinerja operasi perusahaan dan kinerja pasar, kinerja operasi perusahaan diukur
dengan melihat kemampuan perusahaan yang tampak pada laporan keuangannya.
Untuk mengukur kinerja operasi perusahaan biasanya digunakan rasio
profitabilitas. Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan, asset dan modal saham tertentu.
2.2.2. Struktur Modal
Teori struktur modal modern dimulai pada tahun 1958, ketika Profesor
Franco Modigliani dan Merton Miller, selanjutnya disebut MM (dalam Brigham
dan Houston, 2006) menerbitkan apa yang disebut sebagai salah satu artikel
keuangan paling berpengaruh yang pernah ditulis. MM membuktikan, dengan
sekumpulan asumsi yang sangat membatasi, bahwa nilai sebuah perusahaan tidak
terpengaruh oleh struktur modalnya, atau dengan kata lain, hasil yang diperoleh
MM menunjukkan bahwa bagaimana cara sebuah perusahaan akan mendanai
operasinya tidak akan berarti apa-apa, sehingga struktur modal adalah suatu hal
yang tidak relevan.
Studi MM didasarkan pada beberapa asumsi yang tidak realistik, termasuk
hal-hal berikut: 1) tidak ada biaya pialang, 2) tidak ada pajak, 3) tidak ada biaya
kebangkrutan, 4) investor dapat meminjam pada tingkat yang sama dengan
perusahaan, 5) semua investor memiliki informasi yang sama dengan menajemen
tentang peluangpeluang investasi perusahaan dimasa depan, 6) EBIT tidak
terpengaruh oleh penggunaan hutang.
Beberapa asumsi di atas jelas-jelas merupakan suatu hal yang tidak
realistis, hasil ketidakrelevanan MM memiliki arti yang sangat penting. Dengan
menunjukkan kondisi-kondisi di mana struktur modal tersebut tidak relevan, MM
juga telah memberikan petunjuk mengenai hal-hal apa yang dibutuhkan agar
membuat struktur modal menjadi relevan yang selanjutnya akan mempengaruhi
modern, dengan penelitian selanjutnya berfokus pada melonggarkan
asumsi-asumsi MM guna mengembangkan suata teori struktur modal yang lebih realistis.
1) Pengaruh Perpajakan
MM menerbitkan makalah lanjutan pada tahun 1963 di mana di dalamnya
mereka melonggarkan asumsi tidak adanya pajak perusahaan. Peraturan
perpajakan memperbolehkan perusahaan untuk mengurangkan pembayaran
bunga sebagai suatu beban, akan tetapi pembayaran deviden kepada pemegang
saham tidak dapat menjadi pengurangan pajak. Perbedaan perlakuan ini
mendorong perusahaan menggunakan hutang dalam struktur modalnya, tentu
MM mendemontrasikan bahwa jika seluruh asumsi mereka lain yang tetap
berlaku, perlakuan yang berbeda ini akan mengarah pada terjadinya suatu
situasi dimana perusahaan didanai 100 persen oleh hutang.
2) Pengaruh Potensi Terjadinya Kebangkrutan.
Hasil irelevansi MM juga tergantung pada asumsi bahwa perusahaan tidak akan
bangkrut, sehingga tidak akan ada biaya kebangkrutan, namun, kebangkrutan
pada praktiknya terjadi, dalam hal ini sangat mahal biayanya. Perusahaan yang
bangkrut akan memiliki beban akuntansi dan hukum yang sangat tinggi, dan
juga mengalami kesulitan untuk mempertahankan pelanggan, pemasok dan
karyawannya. Masalah-masalah yang berhubungan dengan kebangkrutan
kemungkinan besar akan timbul ketika sebuah perusahaan memasukkan lebih
banyak hutang dalam struktur modalnya, karena itu, biaya kebangkrutan
menahan perusahaan mendorong penggunaan hutangnya hingga ke tingkat yang
3) Teori Pertukaran.
Fakta bahwa bunga adalah beban pengurangan pajak menjadikan hutang lebih
murah daripada saham biasa atau saham preferen, akibatnya, secara tidak
langsung pemeritah akan membayarkan sebagian biaya dari modal hutang, atau
dengan cara lain, hutang memberikan manfaat perlindungan pajak. Semakin
banyak perusahaan menggunakan hutang, maka semakin tinggi nilai dan harga
sahamnya, menurut asumsi tulisan Moddigliani-Miller dengan pajak, harga
saham sebuah perusahaan akan mencapai nilai maksimal jika perusahaan
sepenuhnya menggunakan hutang 100 persen, dalam dunia nyata, perusahaan
jarang menggunakan hutang 100 persen, alasan utama perusahaan membatasi
penggunaan hutang adalah untuk menjaga biaya-biaya yang berhubungan
dengan kebangkrutan tetap rendah.
4) Teori Persinyalan.
MM berasumsi bahwa investor memiliki informasi yang sama tentang prospek
sebuah perusahaan seperti para manajernya, hal ini disebut informasi simetris
(symmetric information), namun kenyataanya, para manajer seringkali memiliki
informasi yang lebih daripada pihak luar, hal ini disebut informasi asimetris
(asymmetric information), dan memiliki pengaruh yang penting pada struktur
modal yang optimal.
5) Menggunakan Pendanaan Hutang untuk Membatasi Manajer.
Perusahaan dapat mengurangi arus kas yang berlebihan dengan beragam cara.
Salah satunya adalah dengan menyalurkan kembali kepada pemegang saham
yang lain adalah untuk mengubah struktur modal ke arah hutang dengan
harapan adanya persyaratan penutupan hutang yang lebih tinggi akan memaksa
manajer untuk lebih disiplin, jika hutang tidak tertutupi seperti yang
diharuskan, perusahaan akan terpaksa dinyatakan bangkrut. Pembelian melalui
hutang (laverage buyout-LBO) adalah satu cara untuk mengurangi kelebihan
arus kas, dalam suatu LBO hutang digunakan untuk mendanai pembelian
saham sebuah perusahaan, dimana selanjutnya akan dimiliki secara pribadi.
Struktur keuangan adalah cara bagaimana perusahaan membiayai
aktivanya dan dapat dilihat pada seluruh sisi kanan dari neraca yang terdiri dari
hutang jangka pendek, hutang jangka panjang, dan modal pemegang saham,
sedangkan struktur modal perusahaan adalah pembiayaan permanen yang terdiri
dari hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Jadi,
struktur modal suatu perusahaan hanya merupakan sebagian dari struktur
keuangannya, sedangkan struktur modal adalah bauran (proporsi) pendanaan
permanen jangka panjang perusahaan yang ditunjukan oleh hutang, ekuitas saham
preferen, dan saham biasa.
Pada dasarnya, keputusan pendanaan (financing) perusahaan berkaitan
dengan penentuan sumber-sumber dana yang digunakan untuk membiayai
usulan-usulan investasi yang telah diputuskan sebelumnya. Pemenuhan kebutuhan dana
tersebut dapat disediakan atau diperoleh dari sumber internal maupun eksternal
perusahaan, apabila perusahaan memenuhi kebutuhan kebutuhan dananya dari
sumber internal, maka perusahaan tersebut melakukan pendanaan internal
memenuhi kebutuhan dananya dari sumber eksternal, maka perusahaan tersebut
melakukan pendanaan eksternal (external financing). Pemenuhan kebutuhan dana
secara eksternal dipisahkan menjadi 2 yaitu pembiayaan hutang (debt financing)
dan pendanaan modal sendiri (equity financing). Pembiayaan hutang diperoleh
melalui pinjaman, sedangkan pendanaan modal sendiri berasal dari emisi atau
penerbitan saham.
Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah
hutang jangka panjang dengan modal sendiri, oleh karena itu, struktur modal
diukur dengan debt to equity ratio (DER). DER merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total
shareholder’s equity yang dimiliki perusahaan. Secara matematis DER dapat
dirumuskan sebagai berikut (Robert, 1997):
DER =
Ekuitas Total
Debt Total
Total debt merupakan total liabilities (baik hutang jangka pendek maupun
jangka panjang) sedangkan total shareholder’s equity merupakan total modal
sendiri (total modal saham yang disetor dan laba yang ditahan) yang dimiliki
perusahaan. Rasio ini menunjukkan komposisi atau struktur modal dari total
pinjaman (hutang) terhadap total modal yang dimiliki perusahaan, semakin tinggi
DER menunjukkan komposisi total hutang (jangka pendek dan jangka panjang)
semakin besar dibandingkan dengan total modal sendiri, sehingga berdampak
2.2.3. Ukuran Perusahaan
Suatu perusahaan bisa saja dikatakan sebagai perusahaan besar, jika
kekayaan yang dimilikinya besar, demikian pula sebaliknya, perusahaan tersebut
dikatakan kecil, jika kekayaan yang dimilikinya adalah sedikit. Biasanya
masyarakat akan menilai besar kecilnya perusahaan dengan melihat bentuk fisik
perusahaan, dapat dibenarkan bahwa perusahaan yang dari luar terlihat megah dan
besar diartikan sebagai perusahaan berskala besar, namun, hal itu tidak menutup
kemungkinan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki kekayaan yang besar.
Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa ukuran perusahaan
sehingga rata-rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai
beberapa tahun. Menurut Sujoko dan Soebiantoro (2007) ukuran perusahaan
merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total
aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun. Soliha dan Taswan (2002) menyatakan
bahwa perusahaan besar umumnya memiliki fleksibilitas dan aksebilitas yang
tinggi dalam masalah pendanaan di pasar modal.
Menurut Badan Standarisasi Nasional, kategori ukuran perusahaan ada 3
yaitu:
1. Perusahaan Kecil
Perusahaan dapat dikategorikan perusahaan kecil apabila memiliki kekayaan
bersih lebih dari 50.000.000,- dengan paling banyak 500.000.000,- tidak
termasuk bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari 300.000.000,- sampai dengan paling banyak 2.500.000.000,-.
Perusahaan dapat dikategorikan perusahaan menengah apabila memiliki
kekayaan bersih lebih dari 500.000.000,- sampai dengan paling banyak
10.000.000.000,- tidak termasuk bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil
penjualan tahunan lebih dari 2.500.000.000,- sampai dengan paling banyak
50.000.000.000,-.
3. Perusahaan Besar
Perusahaan dapat dikategorikan perusahaan besar apabila memiliki kekayaan
bersih lebih dari 10.000.000.000,- tidak termasuk bangunan tempat usaha atau
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari 50.000.000.000,-.
Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas
perusahaan sudah bertambah dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam
jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan
besar relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding
perusahaan dengan aset yang kecil.
Penelitian ini akan digunakan total aktiva untuk mengukur ukuran
perusahaan karena nilai aktiva relatif lebih stabil dibandingkan penjualan
(Sudarmadji dan Sularto, 2009). Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya
perusahaan yang dapat dilihat dari besar kecilnya total aktiva yang dimiliki. Jadi
salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah total
aktiva dari perusahaan tersebut. Total aktiva adalah segala sumber daya yang
dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari transaksi masa lalu dan diharapkan
Ukuran perusahaan yang sebenarnya menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk bertahan dan memanfaatkan peluang bisnis. Perusahaan yang
kokoh dan besar harus bisa memanfaatkan peluang bisnis yang ada dan menjaga
kestabilan pengelolaan dana dalam perusahaan. Semakin besar perusahaan maka
semakin besar dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional
perusahaan.
Perusahaan yang memiliki total aktiva dengan jumlah besar atau disebut
dengan perusahaan besar akan lebih banyak mendapatkan perhatian dari investor,
kreditor maupun para pemakai informasi keuangan lainnya dibandingkan dengan
perusahaan kecil, jika perusahaan memiliki total aktiva yang besar maka pihak
manajemen akan lebih leluasa dalam menggunakan aktiva yang ada di perusahaan
tersebut, kemudahan dalam mengendalikan aktiva perusahaan inilah yang akan
meningkatkan nilai perusahaan, dalam menghadapi goncangan ekonomi, biasanya
yang lebih kokoh berdiri adalah perusahaan yang berukuran besar, meskipun tidak
menutup kemungkinan dialaminya kebangkrutan, sehingga investor akan lebih
cenderung menyukai perusahaan berukuran besar daripada perusahaan kecil.
Perusahaan yang besar relatif mudah akses ke pasar modal. Kemudahan ini
mengindikasikan bahwa perusahaan besar relatif mudah memenuhi sumber dana
dari hutang melalui pasar modal, semakin besar perusahaan maka semakin banyak
dana yang digunakan untuk menjalankan operasi perusahaan. Salah satu sumber
2.2.4. Agency Cost
Teori Keagenan (agency theory) yang dikemukakan oleh Jensen dan
Meckling (1976) bahwa kepentingan manajemen dan kepentingan pemegang
saham seringkali bertentangan, sehingga bisa menyebabkan konflik diantara
keduannya. Hal ini lebih disebabkan antara lain karena manajer lebih cenderung
untuk berusaha mengutamakan kepentingan pribadi dari pada kepentingan
pemegang saham. Teori keagenan yang dikemukan oleh Jensen dan Meckling
(1976) menyatakan bahwa yang disebut principal adalah pemegang saham dan
yang dimaksud dengan agent adalah para professional/manajemen/CEO, yang
dipercaya oleh principal untuk mengelola perusahaan.
Dalam menjalankan usaha biasanya pemilik menyerahkan/melimpahkan
kepada pihak manajemen yang menyebabkan hubungan keagenan. Hubungan
keagenan merupakan salah satu sebab adanya suatu konflik. Menurut Pujiastuti
(2008) mengatakan bahwa konflik keagenan tersebut bisa terjadi antara (1)
pemilik (shareholders) dan manajer, dimana manajer melakukan perbuatan
opportunistic untuk mencapai tujuan pribadinya. Hal ini tidak disukai oleh
shareholders, dimana shareholders lebih menginnginkan suatu profit yang lebih.
(2) Manajer dengan debtholder dimana manajer lebih menyukai dividen yang
ditahan digunakan sebagai modal untuk ekspansi perusahaan tetapi debtholder
lebih menyukai bahwa dividen yang ditahan digunakan sebagai dana untuk
membayar hutang perusahaan. Debtholder khawatir apabila laba yang digunakan
untuk ekspansi perusahaan tidak sesuai yang diharapkan sehingga hutang
Konflik-konflik keagenan dapat dikurangi dengan suatu mekanisme
pengawasan, pengontrolan dan mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang
terkait, namun mekanisme tersebut menimbulkan biaya-biaya yang disebut
sebagai biaya keagenan (agency cost). Menurut Horne dan Wachowicz (2005)
biaya keagenan adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan
manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai
dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham.
Menurut Jensen dan Meckling (1976 dalam Brigham, 2006), biaya keagenan
adalah biaya-biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk mencegah atau
meminimalkan masalah-masalah keagenan dan untuk memaksimumkan
pemegang saham. Sedangkan menurut Brigham (2006), agency cost adalah
seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memonitoring manajer.
Menurut Jensen dan Meckling (1976 dalam Brigham 2006)) agency cost
dapat berupa :
1. Pengeluaran untuk memantau tindakan manajer (the monitoring expenditure
by the principal ).
2. The bonding Cost
Biaya yang dikeluarkan oleh principal untuk mengendalikan terhadap agent,
sehingga kemungkinan timbulnya perilaku yang tidak dikendaki semakin
kecil.
3. Residual Lost
Pengorbanan karena hilangnya/berkurangnya kesempatan untuk memperoleh
principal dan agent. Penelitian ini akan memfokuskan pada agency cost yang
diproksikan melalui insider ownership, institutional owership, collateralizable
assets, debt to total assets,
4. dan firm size yang berpengaruh pada penetapan dividend payout ratio.
2.2.5. Hubungan Antar Var iabel
2.2.5.1Hubungan Antar a Struktur Modal dan Ukuran Perusahaan terhadap
Agency Cost
Perusahaan dapat didanai dengan hutang dan ekuitas. Komposisi
penggunaan hutang dan ekuitas ini tergambar dalam struktur modal. Penggunaan
hutang diistilahkan dengan financial leverage (pengungkit keuangan). Hutang
(debt) yang dimaksud adalah hutang untuk pendanaan perusahaan yang tidak
selalu sama dengan kewajiban (liabilities) dan tidak sama dengan tagihan
(payable). Hutang menimbulkan beban bunga yang dapat menghemat pajak.
Artinya beban bunga dapat dikurangkan dari pendapatan sehingga laba sebelum
pajak menjadi lebih kecil dan akibatnya pajak semakin kecil. Sedangkan jika
pendanaan menggunakan ekuitas, maka tidak terdapat beban yang dapat
mengurangi pajak perusahaan, dalam literatur finance, Jensen dan Meckling (1976
dalam Bigham, 2006) adalah yang pertama menghubungkan agency cost dengan
hutang dalam struktur modal. Penggunaan hutang dalam struktur modal dapat
mencegah pengeluaran perusahaan yang tidak penting dan memberi dorongan
pada manajer untuk mengoperasikan perusahaan dengan lebih efisien. Hal
tersebut menyebabkan agency cost berkurang dan selanjutnya kinerja perusahaan
Penggunaan hutang yang tinggi dalam struktur modal mungkin
mempengaruhi perilaku manajer, jika keadaan baik, manajer akan menggunakan
aliran kas untuk bonus atau pengeluaran-pengeluaran tidak perlu yang disebut
agency cost. Tetapi ancaman kebangkrutan karena hutang yang tinggi dapat
mengurangi pengeluaran yang tidak penting sehingga akan meningkatkan free
cash flow (aliran kas bebas), dengan demikian diharapkan hutang tersebut dapat
mengurangi agency cost. Agency cost dapat pula terjadi jika manajer tidak
menangkap peluang investasi pada proyek baru karena khawatir akan resiko yang
akan ditanggungnya (Brigham dan Daves 2004). Lin (2006) menemukan bahwa
struktur modal berpengaruh positif terhadap agency cost, artinya kebijakan hutang
meningkatkan agency cost.
2.2.5.2Hubungan Antar a Struktur Modal, Ukur an Per usahaan dan Agency
Cost terhadap Kinerja Perusahaan
Lin (2006) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif
terhadap kinerja, hal ini menunjukkan bahwa perusahaan besar lebih menjanjikan
kinerja yang baik (Lin, 2006). Calisir et al. (2010) juga menemukan pengaruh
positif ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan sektor teknologi informasi
dan komunikasi di Turki, tetapi Huang (2002) menemukan bahwa tidak terdapat
pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan Taiwan yang berada di
China, demikian juga Talebria et al. (2010), tidak menemukan pengaruh ukuran
perusahaan terhadap kinerja perusahaan yang terdaftar di Tehran Stock Exchange.
Lin (2006) juga meneliti pengaruh agency cost terhadap ROE. Ditemukan
juga Huang. (2002), menemukan bahwa agency cost berhubungan negatif dengan
kinerja perusahaan. Sikap tidak peduli terhadap agency cost dapat mengurangi
pencapaian keuntungan kompetitif yang berdampak negatif terhadap kinerja.
Hubungan antar variabel yang pertama di atas telah diduga bahwa struktur
modal dan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap agency cost, namun dari
uraian Brigham dan Houston (2001) di atas terlihat bahwa struktur modal dapat
juga berpengaruh langsung terhadap kinerja perusahaan. Demikian juga ukuran
perusahaan dapat berpengaruh positif (Lin 2006, Wright et al. 2009, Calisir et al.
2010) terhadap kinerja perusahaan, walaupun dapat juga tidak ber-pengaruh
(Huang 2002, Talebria et al. 2010). Lin (2006) dan Wright et al. (2009)
menemukan bahwa agency cost berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
2.2.5.3Hubungan Antar a Struktur Modal dan Ukuran Perusahaan terhadap
Kinerja Perusahaan
Di atas telah disebutkan bahwa struktur modal dan ukuran perusahaan
dapat berpengaruh terhadap agency cost. Agency cost yang diproksikan dengan
rasio discretionary expense terhadap penjualan bersih pun dapat berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan (Lin 2006). Struktur modal dan ukuran perusahaan
mungkin akan berpengaruh juga terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost
sebagai intervening variable. Artinya semakin tinggi tingkat hutang dan ukuran
perusahaan dapat berpengaruh terhadap kinerja perusahaan jika dikaitkan dengan
agency cost yang diproksikan dengan rasio discretionary expense terhadap
Maksudnya jika hutang meningkatkan beban bunga maka discretionary
expense dapat meningkat dan akibatnya menurunkan kinerja, tetapi jika beban
bunga tersebut menghemat pajak maka kinerja dapat meningkat. Hutang juga
mungkin meningkatkan produktifitas sehingga penjualan meningkat, dengan
demikian rasio discretionary expense terhadap penjualan bersih yang merupakan
proksi dari agency cost berkurang. Berkurangnya rasio tersebut menyebabkan laba
meningkat, dan akibatnya kinerja meningkat, demikian juga jika ukuran
perusahaan meningkatkan skala ekonomis maka kemungkinan kinerja akan
meningkat melalui pengurangan discretionary expense. Sebaliknya, jika ukuran
yang besar menyebabkan peningkatan beban, maka kinerja akan menurun.
2.3. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan dari penjelasan-penjelasan yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat digambarkan dengan kerangka pemikiran sebagai
berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Struktur
Modal
Ukuran Perusahaan
Kinerja Perusahaan
2.4. Hipotesis
Hipotesis (dugaan awal) yang dimunculkan pada penelitian ini adalah
adanya pengaruh struktur modal, ukuran perusahaan dan agency cost terhadap
kinerja perusahaan, dimana hipotesis terbagi menjadi sebagai berikut :
H1: Terdapat pengaruh struktur modal dan ukuran perusahaan terhadap agency
cost.
H2: Terdapat pengaruh struktur modal, ukuran perusahaan, dan agency cost
terhadap kinerja perusahaan.
H3: Terdapat pengaruh tidak langsung struktur modal dan ukuran perusahaan
terhadap kinerja perusahaan melalui agency cost sebagai intervening
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.1.1. Definisi Operasional Variabel
Sugiyono (2006:2) mendefinisikan variabel sebagai atribut dari
sekelompok orang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang
lainnya dalam kelompok itu. Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus
peneliti untuk diamati. Variabel dalam penelitian ini, yaitu :
1. Variabel terikat atau variabel dependen
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas atau variabel independen (Sugiyono, 2006:3).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kinerja Perusahaan.
Kinerja Perusahaan (Y2)
Merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur
keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba, yang harus dicapai
oleh setiap perusahaan dimana pun, karena kinerja merupakan cerminan dari
kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber
dayanya. Kinerja perusahaan pada penelitian ini diukur dengan Return On
Equity (ROE) yaitu mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan
memperoleh laba bagi modal sendiri.
ROE =
Ekuitas Total
Skala pengukurannya adalah skala rasio dengan satuan yang digunakan
adalah prosentase (%).
2. Variabel mediasi atau variabel intervening
Variabel mediasi adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen menjadi
hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur. Variabel
ini merupakan variabel penyela / antara variabel independen dengan variabel
dependen, sehingga variabel independen tidak langsung mempengaruhi
berubahnya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2006:3). Variabel
mediasi dalam penelitian ini adalah Agency Cost.
Agency Cost (Y1)
yaitu berupa pemberian insentif yang layak kepada manajer serta biaya
pengawasan untuk mencegah hazard. Agency cost juga berarti penggunaan
aliran kas untuk bonus atau pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu yang
dilakukan manajer atas free cash flow (aliran kas bebas). (Brigham 2006).
Agency cost pada penelitian ini diproksikan dengan rasio discretionary
expense terhadap penjualan bersih. Skala pengukurannya adalah skala rasio
dengan satuan yang digunakan adalah prosentase (%).
3. Variabel bebas atau variabel independen
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
timbulnya atau berubahnya variabel terikat atau variabel dependen (Sugiyono,
2006:3). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Struktur Modal dan
a. Struktur Modal (X1)
Adalah komposisi penggunaan hutang dan ekuitas (Brigham dan Houston,
2006). Struktur modal pada penelitian ini diukur dengan debt to equity
ratio (DER). DER merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat leverage (penggunaan hutang) terhadap total shareholder’s equity
yang dimiliki perusahaan.
DER =
Ekuitas Total
Debt Total
Skala pengukurannya adalah skala rasio dengan satuan yang
digunakan adalah prosentase (%).
b. Ukuran Perusahaan (X2)
Adalah ukuran perusahaan yang didasarkan atas total penjualan bersih
yang dimiliki perusahaan tersebut. (Brigham dan Houston, 2006).
Ukuran perusahaan = Log (Penjualan bersih)
Skala pengukurannya adalah skala rasio dengan satuan yang
digunakan adalah desimal.
3.2. Teknik Penentuan Sampel
Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini adalah:
a. Populasi
Menurut Winarsunu (2002: 11) populasi adalah kelompok subjek atau objek
yang memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik tertentu yang berbeda
Indonesia yang telah menempatkan diri di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
go public yaitu sebanyak 22 bank. Periode penelitian dilakukan dari tahun
2008 sampai dengan 2010.
b. Sampel
Untuk keperluan pengambilan data pada penelitian ini, maka akan diambil
sebagian dari populasi tersebut dan selanjutnya disebut sebagai sampel.
Sampel yang baik adalah sampel yang anggota-anggotanya mencerminkan
sifat-sifat dan ciri-ciri yang terdapat pada populasi (Winarsunu, 2002: 11).
Oleh karena itu sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar
representatif.
Teknik sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Dalam
purposive sampling pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas ciri-ciri
atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat
dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya
(Hadi, 2004:186), yaitu :
1. Perbankan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelum
tahun 2008-2010 sehingga tersedia data yang lengkap.
2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan untuk periode yang
berakhir 31 Desember selama periode 2008-2010.
3. Perusahaan mengalami laba berturut-turut sejak tahun 2008 sampai
dengan tahun 2010.
Adapun kriteria Bank yang sesuai dengan pemilihan sampel dari 9 populasi
1. Bank Central Asia
2. Bank Rakyat Indonesia
3. Bank Mandiri
4. Bank CIMB Niaga
5. Bank Tabungan Pensiunan Nasional
6. Bank Bukopin
7. Bank Danamon Indonesia
8. Bank Mega
9. Bank Permata
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. J enis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya dan
bukan diusahakan sendiri oleh penulis atau peneliti. Data tersebut berupa laporan
keuangan publikasi bank yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data laporan
3.3.3. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara metode dokumentasi.
Dokumen-dokumen yang ada dipelajari untuk memperoleh data dan informasi
dalam penelitian ini. Dokumen tersebut meliputi laporan dan atau berbagai artikel
dari majalah, koran atau jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian.
Dokumen-dokumen tersebut digunakan untuk mendapatkan data sekunder. Selanjutnya
peneliti mencatat dan mengkopi data sekunder berupa Laporan Tahunan Publikasi
Bank periode 2008-2010. Data sekunder diperoleh dari internet yang kemudian
diolah sesuai dengan kebutuhan penelitian.
3.4. Uji Kualitas Data
3.4.1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti
sebaran normal atau tidak. Untuk mengetahui apakah data tersebut mengikuti
sebaran normal dapat dilihat dengan berbagai metode adalah metode Kolmogorov
Smirnov (Ghozali, 2002:). Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov
adalah dengan membandingkan distribusi data (yang akan diuji normalitasnya)
dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah
ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan diasumsikan normal. Jadi
sebenarnya uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji
normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika
distribusi tidak normal, dan jika signifikansi di atas 0,05 maka tidak terjadi
perbedaan yang signifikan atau distribusi adalah normal.
3.5. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
3.5.1. Uji Outlier
Data outlier adalah data yang secara nyata berbeda dengan data-data
yang lain. Data outlier bisa terjadi karena beberapa sebab, yaitu :
1. Kesalahan dalam pemasukan data
2. Kesalahan dalam pengambilan sampel
3. Memang ada data-data ekstrim yang tidak bisa dihindarkan
keberadaannya.
Deteksi adanya outlier dapat dilakukan dengan menentukan nilai
ambang batas yang dikategorikan sebagai outlier dengan cara
mengkonversikan nilai data penelitian kedalam standart score atau disebut
juga dengan Z-score yang mempunyai nilai rata-rata nol dan standart
deviasi satu. Rumus z-score :
σ
X x z= −
dimana :
x = Nilai data
X = Nilai rata-rata
Sebuah data dikategorikan sebagai data outlier, jika nilai Z yang
didapat lebih besar dari angka +2,50 atau lebih kecil dari angka -2,5. Jika
dilihat pada tabel z, nilai z = 2,5 sama dengan luas daerah di bawah kurva
normal sebesar 99,38%. Hal ini berarti 99,38% dari seluruh nilai data
adalah data yang normal atau jika data tersebut bervariasi dari rata-ratanya,
variasi tersebut masih dalam batas normal. (Santoso, 2002 : 26).
3.5.2. Uji Asumsi Klasik
Proses pengujian asumsi klasik dilakukan bersama dengan proses uji
regresi sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian asumsi klasik
menggunakan langkah kerja yang sama dengan uji regresi. Dalam uji asumsi
klasik pada penelitian ini terdapat tiga asumsi dasar yaitu uji autokorelasi,
multikolinieritas, dan heteroskedastisitas.
a. Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu
pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada
problem autokorelasi, sedangkan model regresi yang baik adalah bebas dari
autokorelasi (Santoso, 2000:216).
Untuk mendiagnosa adanya autokorelasi dalam suatu model regresi dilakukan
melalui pengujian terhadap nilai uji Durbin Watson (uji DW) dengan
ketentuan sebagai berikut :
Nilai d Kesimpulan
0 < d < dL Ada autokorelasi positif
dL≤ d ≤ dU Tidak ada kesimpulan
dU < d < 4-dU Tidak ada autolorelasi
4-dU≤ d ≤ 4-dL Tidak ada kesimpulan
4-dL < d < 4 Ada autokorelasi negatif
Gambar 3.1 : Kurva Uji Autolorelasi
b. Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel
dependent dinyatakan sebagai kombinasi linier dengan variabel dependent
lainnya. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent variable)
(Santoso, 2000:203). Model regresi berganda yang baik adalah model regresi
yang variabel-variabel bebasnya tidak memiliki korelasi yang tinggi atau
bebas dari multikolinieritas.
Menurut Ghozali (2002: 91), deteksi adanya multikolinieritas adalah
multikolinieritas dapat dilihat (1) nilai tolerance dan lawannya (2) variance
independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya.
Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel
dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen
lainnya.tolerance mengukur nilai variabilitas variabel inpenden yang dipilih
yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance
yang rendah sama nilainya dengan VIF tinggi (karena VIF = 1 / tolerance).
Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adannya multikolinieritas
adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
c. Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas menurut Santoso (2000: 208) bertujuan menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians tetap maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda maka terjadi problem heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik yaitu homoskesdatisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah
dengan menggunakan uji rank spearman yaitu membandingkan antara
residual dengan seluruh variabel bebas.
Deteksi adanya heteroskedastisitas adalah:
- Nilai probabilitas > 0,05 berarti bebas dari heteroskedastisitas.