• Tidak ada hasil yang ditemukan

PIMPINAN DPRD KABUPATEN BANGKALAN PROVINSI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PIMPINAN DPRD KABUPATEN BANGKALAN PROVINSI JAWA TIMUR"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PIMPINAN DPRD KABUPATEN BANGKALAN PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKALAN

NOMOR 34 TAHUN 2019 TENTANG

TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKALAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN DPRD KABUPATEN BANGKALAN,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang, hak serta kewajiban Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan secara efektif dan demokratis, perlu disusun Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan;

b. bahwa dengan dilantiknya Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan periode 2019- 2024 dan untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum serta kebutuhan hukum, maka Peraturan DPRD Kabupaten Bangkalan Nomor 30 Tahun 2018 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan perlu diganti;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik

(2)

Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730);

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5189);

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398);

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5679);

5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041);

(3)

8. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6057);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6197);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2018 tentang Kerja Sama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6219);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6322);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6323);

13. Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir denganPeraturan Menteri Nomor 21 Tahun 2011tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310);

14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah;

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2016 tentang Pedoman Perjalanan Dinas Luar Negeri Bagi Aparatur Sipil Negara Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

(4)

16. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur;

17. Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan Nomor 2 Tahun 2016 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bangkalan Tahun 2016 Nomor 1/E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bangkalan Nomor 33);

18. Peraturan Daerah Kabupaten Bangkalan Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Bangkalan Tahun 2016 Nomor 1/D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bangkalan Nomor 37);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUAPETN BANGKALAN TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGKALAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Menteri dalah Menteri Dalam Negeri.

2. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.

3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bangkalan.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan.

5. Pimpinan DPRD adalah ketua dan wakil-wakil ketua DPRD.

6. Anggota DPRD adalah Anggota DPRD Kabupaten Bangkalan;

7. Bupati adalah Bupati Bangkalan.

8. Wakil Bupati adalah Wakil Bupati Bangkalan.

9. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan DPRD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Kabupaten Bangkalan.

10. Sekretaris DPRD adalah Sekretaris DPRD Kabupaten Bangkalan;

(5)

11. Sekretariat DPRD adalah Sekretariat DPRD Kabupaten Bangkalan.

12. Tata Tertib DPRD adalah peraturan yang ditetapkan oleh DPRD yang berlaku di lingkungan internal DPRD Kabupaten Bangkalan.

13. Kode Etik DPRD Kabupaten Bangkalan yang selanjutnya disebut Kode Etik adalah berisi norma- norma atau aturan-aturan yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota DPRD selama menjalankan tugas untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPRD.

14. Fraksi adalah pengelompokan anggota DPRD berdasarkan konfigurasi partai politik hasil pemilihan umum.

15. Komisi adalah Pengelompokan Anggota DPRD secara fungsional berdasarkan tugas yang ada di DPRD.

16. Badan Pembentukan Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Bapemperda adalah alat kelengkapan DPRD Kabupaten Bangkalan yang bersifat tetap, dibentuk dalam Rapat Paripurna DPRD.

17. Program Pembentukan Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Propemperda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Perda yang disusun secara terencana, terpadu dan sistematis untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

18. Panitia Khusus adalah alat kelengkapan DPRD Kabupaten Bangkalan yang bersifat sementara, dibentuk oleh DPRD.

19. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda adalah produk hukum daerah yang dibentuk oleh DPRD bersama Bupati.

20. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam rancangan Perda sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

21. Fasilitasi adalah tindakan pembinaan berupa pemberian pedoman dan petunjuk teknis, arahan, bimbingan teknis, supervisi, asistensi dan kerja sama serta monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat terhadap materi muatan rancangan produk hukum daerah berbentuk peraturan sebelum ditetapkan guna menghindari dilakukannya pembatalan.

(6)

22. Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan perda tertentu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk mengetahui kesesuaian dengan kepentingan umum, dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

23. Nomor register adalah pemberian nomor dalam rangka pengawasan dan tertib administrasi untuk mengetahui jumlah rancangan Perda yang dikeluarkan Daerah sebelum dilakukannya penetapan dan pengundangan.

24. Pengundangan adalah penempatan produk hukum daerah dalam Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.

25. Peraturan DPRD adalah peraturan yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD.

26. Keputusan DPRD adalah keputusan yang ditetapkan oleh DPRD yang bersifat konkrit, individual, dan final.

27. Keputusan Pimpinan DPRD adalah keputusan yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD yang bersifat konkrit, individual, dan final.

28. Keputusan Badan Kehormatan DPRD adalah keputusan yang ditetapkan oleh Badan Kehormatan DPRD yang bersifat konkrit, individual, dan final.

29. Ketua rapat adalah orang yang memimpin rapat yang diselenggarakan oleh alat kelengkapan DPRD;

30. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten yang selanjutnya disingkat KPU Kabupaten adalah Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangkalan.

31. Hadir dalam kegiatan DPRD adalah menghadiri secara fisik dalam kegiatan rapat atau kegiatan di luar rapat yang diadakan atas nama DPRD Kabupaten Bangkalan.

32. Masa Reses adalah masa kegiatan DPRD diluar kegiatan masa sidang dan diluar gedung DPRD yang diadakan tiga kali dalam satu tahun anggaran.

33. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

34. Kebijakan Umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat KUA–PPAS adalah KUA-PPAS Kabupaten Bangkalan.

35. Hari adalah hari kerja.

(7)

BAB II

FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG

Bagian Kesatu Fungsi

Paragraf 1 Umum Pasal 2

DPRD mempunyai fungsi:

a. Pembentukan Perda;

b. Anggaran; dan c. Pengawasan.

Paragraf 2

Fungsi Pembentukan Perda Pasal 3

Fungsi pembentukan Perda dilaksanakan dengan cara:

a. menyusun Propemperda bersama Bupati;

b. membahas bersama Bupati dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan Perda; dan

c. mengajukan usul rancangan Perda.

Pasal 4

(1) Propemperda memuat judul rancangan Perda, materi yang diatur, dan keterkaitannya dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya.

(2) Propemperda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari usulan DPRD dan Bupati;

(3) Propemperda usulan dari DPRD dapat diajukan oleh Anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Bapemperda.

(4) Setiap rancangan Perda usulan DPRD dan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai konsepsi rancangan Perda.

(5) Konsepsi rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:

a. latar belakang dan tujuan penyusunan;

b. sasaran yang ingin diwujudkan;

(8)

c. pokok pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur;

dan

d. jangkauan dan arah pengaturan.

(6) Propemperda ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berdasarkan skala prioritas pembentukan rancangan Perda.

(7) Propemperda ditetapkan dengan Keputusan DPRD berdasarkan kesepakatan antara DPRD dan Bupati.

(8) Propemperda sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikonsultasikan kepada Gubernur sebelum ditetapkan dengan Keputusan DPRD.

Pasal 5

(1) Rancangan Perda dapat berasal dari DPRD atau Bupati.

(2) Rancangan Perda yang berasal dari DPRD atau Bupati disertai penjelasan atau keterangan dan/

atau naskah akademik.

(3) Rancangan Perda diajukan berdasarkan Propemperda atau kumulatif terbuka

(4) Daftar kumulatif terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (3terbuka yang terdiri atas:

a. akibat putusan Mahkamah Agung; dan b. APBD.

(5) Dalam Keadaan tertentu, DPRD atau Bupati dapat mengajukan rancangan Perda yang dilakukan melalui perubahan Propemperda karena alasan:

a. mengatasi keadaan luar biasa, keadaaan konflik, atau bencana alam;

b. menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;

c. mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang pembentukan Perda dan unit yang menangani bidang hukum pada pemerintahan daerah;

d. hasil klarifikasi atas Perda yang merekomendasikan perubahan atau pencabutan Perda; dan

e. perintah dari ketentuan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi setelah Propemperda ditetapkan.

Pasal 6

(1) Rancangan Perda yang berasal dari DPRD dapat diajukan oleh Anggota DPRD, komisi,

(9)

gabungan komisi, atau Bapemperda yang dikoordinasikan oleh Bapemperda.

(2) Rancangan Perda yang diajukan oleh Anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Bapemperda disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD disertai dengan:

a. naskah akademik untuk rancangan Perda baru atau pengganti;

b. Penjelasan atau keterangan untuk racangan Perda APBD, pencabutan Perda, atau perubahan Perda; dan

c. Daftar nama dan tanda tangan pengusul.

(3) Naskah akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dengan sistematika sebagai berikut:

a. Judul

b. Kata pengantar

c. Daftar isi terdiri dari:

1 Bab I : Pendahuluan

2 Bab II : Kajian Teoritis dan Praktik Empiris 3 Bab III : Evaluasi dan Analisis Peraturan

Perundang-Undangan Terkait 4 Bab IV : Landasan Filosofis, Sosiologis dan

Yuridis

5 Bab V : Jangkauan arah pengaturan dan ruang lingkup materi muatan Perda

6 Bab VI : Penutup 7 Daftar Pusataka

(4) Penjelasan atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berisi latar belakang, pokok-pokok pikiiran, materi muatan yang akan diatur, dan tabel yang berisi persandingan materi muatan dalam Perda lama yang dihapus dan materi muatan rancangan Perda.

(5) Rancangan Perda disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bapemperda untuk dilakukan pengkajian dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan Perda.

(6) Rancangan Perda yang telah dikaji oleh Bapemperda disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada semua Anggota DPRD paling lambat 7 (tujuh) Hari sebelum rapat paripurna.

(7) Hasil pengkajian Bapemperda disampaikan oleh Pimpinan DPRD dalam rapat paripuma.

(8) Dalam rapat paripuma sebagaimana dimaksud pada ayat (5):

a. pengusul memberikan penjelasan;

(10)

b. Fraksi dan Anggota DPRD lainnya memberikan pandangan; dan

c. pengusul memberikan jawaban atas pandangan Fraksi dan Anggota DPRD lainnya.

(9) Keputusan rapat paripurna atas usulan rancangan Perda berupa:

a. persetujuan;

b. persetujuan dengan pengubahan; atau c. penolakan.

(8) Dalam hal persetujuan dengan pengubahan, DPRD menugaskan komisi, gabungan komisi, atau Bapemperda untuk menyempurnakan rancangan Perda.

(9) Rancangan Perda yang telah disiapkan oleh DPRD disampaikan dengan surat Pimpinan DPRD kepada Bupati.

Pasal 7

(1) Rancangan Perda yang berasal dari DPRD sebagaimana dimaksud· dalam Pasal 5 ayat (1) merupakan rancangan Perda hasil pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi yang dikoordinasikan oleh Bapemperda.

(2) Rancangan Perda yang berasal dari Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) merupakan rancangan Perda hasil pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi yang dikoordinasikan oleh Perangkat Daerah yang menangani bidang hukum.

(3) Dalam pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat melibatkan instansi vertikal kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum,

Pasal 8

Apabila dalam 1 (satu) masa sidang, DPRD dan Bupati menyampaikan rancangan Perda mengenai materi yang sama, yang dibahas adalah rancangan Perda yang disampaikan oleh DPRD dan rancangan Perda yang disampaikan oleh Bupati digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.

(11)

Pasal 9

(1) Rancangan Perda yang berasal dari DPRD atau Bupati dibahas oleh DPRD dan Bupati untuk mendapatkan persetujuan bersama.

(2) Pembahasan rancangan Perda dilakukan melalui pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II.

(3) Pembicaraan tingkat I meliputi kegiatan:

a. Dalam hal rancangan Perda berasal dari Bupati:

1. Penjelasan Bupati dalam rapat paripurna mengenai rancangan Perda;

2. Pandangan umum Fraksi terhadap rancangan Perda; dan

3. tanggapan dan/atau jawaban Bupati terhadap pemandangan umum Fraksi.

b. Dalam hal rancangan Perda berasal dari DPRD:

1. Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Bapemperda, atau pimpinan Panitia Khusus dalam rapat paripurna mengenai rancangan Perda;

2. pendapat Bupati terhadap rancangan Perda; dan

3. tanggapan dan/atau jawaban Fraksi terhadap pendapat Bupati.

c. Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau Panitia Khusus yang dilakukan bersama dengan Bupati atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakili.

d. Pendapat fraksi atas rancangan Perda dapat disampaikan secara tertulis atau secara lisan dalam rapat pembahasan bersama dengan Bupati atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakili.

e. Penyampaian Pendapat Akhir Fraksi dilakukan pada akhir pembahasan antara DPRD dan Bupati atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakili.

(4) Pembicaraan tingkat II meliputi kegiatan:

a. Pengambilan keputusan dalam rapat panpurna yang didahului dengan:

1. penyampaian laporan yang berisi proses pembahasan, pendapat Fraksi, dan hasil pembicaraan tingkat I oleh pimpinan komisi,

(12)

pimpinan gabungan komisi, atau pimpinan Panitia Khusus;

2. permintaan persetujuan secara lisan pimpinan rapat kepada anggota dalam rapat paripurna; dan

3. pendapat akhir Bupati.

b. Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2 tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

c. Dalam hal rancangan Perda tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan Bupati, rancangan Perda tersebut tidak dapat diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa sidang itu.

d. Dalam hal rancangan Perda disetujui bersama antara DPRD dan Bupati, maka pimpinan DPRD dan Bupati menandatangani persetujuan bersama yang dituangkan dalam Berita Acara Persetujuan Bersama.

e. Berita Acara Persetujan Bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan lampiran Keputusan DPRD tentang persetujuan penetapan rancangan Perda menjadi Perda.

(5) Penjelasan dan pendapat akhir Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 1 dan ayat (4) huruf a angka 3 disampaikan langsung oleh Bupati.

(6) Dalam hal Bupati berhalangan hadir, maka penjelasan dan pendapat akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat disampaikan oleh Wakil Bupati.

Pasal 10

(1) Rancangan Perda dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan Bupati.

(2) Penarikan kembali rancangan Perda oleh DPRD dilakukan dengan keputusan Pimpinan DPRD dengan disertai alasan penarikan.

(3) Penarikan kembali rancangan Perda oleh Bupati disampaikan dengan surat Bupati disertai alasan penarikan.

(4) Rancangan Perda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan Bupati.

(5) Penarikan kembali rancangan Perda hanya dapat dilakukan dalam rapat paripuma yang dihadiri oleh Bupati.

(13)

(6) Rancangan Perda yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi pada masa sidang yang sama.

Pasal 11

(1) Rancangan Perda yang telah dibahas dilakukan penyelarasan oleh Bapemperda bersama Bagian Hukum dengan pembahas dari DPRD dan Perangkat Daerah terkait.

(2) Penyelarasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka pembakuan bahasa, tata urutan dan sistematika serta struktur kalimat materi muatan rancangan Perda.

(3) Dalam hal terdapat materi muatan atau substansi rancangan Perda yang masih kabur dan/atau belum disepakati oleh pembahas dari DPRD dan Pemerintah Daerah, Bapemperda dapat meminta penjelasan lebih lanjut kepada pembahas dari DPRD dan Pemerintah Daerah untuk mencapai kesepakatan bersama.

(4) Dalam hal kesepakatan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tercapai, Bapemperda dapat menunda pelaksanaan penyelarasan.

(5) Rancangan Perda yang belum melalui tahapan penyelarasan tidak dapat dilanjutkan pada pembicaraan tingkat II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4)

Pasal 12

(1) Hasil penyelarasan diparaf oleh Pimpinan Bapemperda dan Kepala Bagian Hukum pada setiap halaman.

(2) Hasil penyelarasan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Bapemperda kepada Pimpinan DPRD.

Pasal 13

(1) Sebelum mendapat persetujuan bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah, rancangan Perda diajukan kepada Gubernur untuk difasilitasi.

(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap rancangan Perda yang dilakukan evaluasi.

(3) Pengajuan fasiliasi dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Dalam hal hasil fasilitasi terdapat perubahan dalam pembakuan bahasa, tata urutan dan sistematika serta struktur kalimat materi muatan rancangan Perda.,

(14)

dilakukan tindak lanjut perbaikan oleh Bapemperda bersama Bagian Hukum.

(5) Dalam hal hasil fasilitasi terdapat perubahan pokok materi muatan dalam rancangan Perda, dilakukan tindak lanjut perbaikan oleh Bapemperda bersama Pembahas dari DPRD dan Perangkat Daerah terkait, dan Bagian Hukum.

(6) Tindak lanjut perbaikan atas rancangan perda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima surat hasil fasilitasi dari Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat.

Pasal 14

(1) Rancangan Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditetapkan menjadi Perda.

(2) Penyampaian rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf d.

Pasal 15

(1) Bupati wajib menyampaikan rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) kepada Gubernur paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak menerima rancangan Perda dari Pimpinan DPRD untuk mendapatkan nomor register.

(2) Permohonan pemberian Noreg rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan:

a. surat hasil fasilitasi;

b. hardcopy dan softcopy rancangan perda dalam bentuk pdf telah di paraf koordinasi oleh kepala bagian hukum disetiap halaman; dan

c. Keputusan DPRD tentang persetujuan bersama antara Bupati dan DPRD.

(3) Selain penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap rancangab Perda mengenai RPJPD, RPJMD, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak daerah, retribusi daerah, tata ruang daerah, rencana pembangunan industri dan pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status desa menjadi kelurahan atau

(15)

kelurahan menjadi desa dilengkapi dengan Keputusan Gubernur tentang Evaluasi rancangan Perda.

(4) Rancangan Perda yang belum mendapatkan nomor register sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat ditetapkan oleh Bupati dan belum dapat diundangkan dalam lembaran daerah.

Pasal 16

(1) Rancangan Perda yang telah mendapat nomor register sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), ditetapkan oleh Bupati dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan Perda disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati.

(2) Naskah Perda yang telah ditandatangani oleh Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibubuhi nomor dan tahun oleh Sekretaris Daerah.

(3) Penomoran Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan nomor bulat.

Pasal 17

(1) Dalam hal Bupati tidak menandatangani rancangan Perda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), rancangan Perda tersebut sah menjadi Perda dan wajib diundangkan dalam lembaran daerah.

(2) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan sah dengan kalimat pengesahannya berbunyi: “Peraturan Daerah ini dinyatakan sah”.

(3) Kalimat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Perda sebelum pengundangan naskah Perda ke dalam lembaran daerah.

(4) Perda berlaku setelah diundangkan dalam lembaran daerah.

(5) Perda setelah diundangkan dalam lembaran daerah harus disampaikan kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

Rancangan Perda tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, APBD, perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pajak

(16)

daerah, retribusi daerah, tata ruang daerah, rencana pembangunan industri, dan pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi Desa yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Bupati dalam rapat paripuma dapat diundangkan setelah dilakukan evaluasi oleh Gubemur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Pasal 19

(1) Dalam hal hasil evaluasi Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat atas rancangan Perda tentang APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, memerintahkan untuk dilakukan penyempumaan, rancangan Perda disempurnakan oleh Bupati bersama dengan DPRD melalui Badan Anggaran.

(2) Hasil penyempurnaan rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Pimpinan DPRD.

(3) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar penetapan Perda tentang APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD oleh Bupati.

Pasal 20

(1) Pemerintah Daerah dan DPRD wajib melibatkan perancang peraturan perundang-undangan dalam pembentukan Perda.

(2) Pembentukan Perda dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, dan penyebarluasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh Komisi atau Bapemperda yang menjadi Pembahas dalam pembentukan Perda.

Paragraf 3 Fungsi Anggaran

Pasal 21

(1) Fungsi anggaran DPRD diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk persetujuan

(17)

bersama terhadap rancangan Perda tentang APBD yang diajukan oleh Bupati.

(2) Fungsi anggaran dilaksanakan dengan cara:

a. membahas KUA-PPAS yang disusun oleh Bupati berdasarkan rencana kerja Pemerintah Daerah;

b. membahas rancangan Perda tentang APBD;

c. membahas rancangan Perda tentang perubahan APBD; dan

d. membahas rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

Pasal 22

(1) Pembahasan KUA-PPAS dilaksanakan oleh DPRD dan Bupati setelah Bupati menyampaikan KUA-PPAS disertai dengan dokumen pendukung.

(2) Pembahasan rancangan kebijakan umum APBD dilaksanakan oleh Badan Anggaran dan tim anggaran Pemerintah Daerah untuk disepakati menjadi kebiajakn umum APBD.

(3) Kebiajakn umum APBD menjadi dasar bagi Badan Anggaran bersama tim anggaran Pemerintah Daerah untuk membahas rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara.

(4) Badan anggaran melakukan konsultasi dengan komisi untuk memperoleh masukan terhadap program dan kegiatan yang ada dalam rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara.

(5) Pembahasan rancangan kebijakan umum APBD, rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara, dan konsultasi dengan komisi dilaksanakan melalui rapat DPRD.

(6) KUA-PPAS yang telah mendapat persetujuan bersama ditandatangani oleh Bupati dan Pimpinan DPRD dalam rapat paripurna.

Pasal 23

(1) Pembahasan rancangan Perda tentang APBD dilaksanakan oleh DPRD dan Bupati setelah Bupati menyampaikan rancangan Perda tentang APBD beserta penjelasan dan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pembahasan rancangan Perda tentang APBD dibahas Bupati bersama DPRD denganberpedoman

(18)

pada rencana kerja Pemerintah Daerah, KUA- PPAS untuk mendapat persetujuan bersama.

(3) Pembahasan rancangan Perda tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh badan anggaran DPRD dan tim anggaran Pemerintah Daerah.

Pasal 24

Ketentuan mengenai pembahasan rancangan Perda tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pembahasan rancangan Perda tentang perubahan APBD.

Pasal 25

(1) Badan Anggaran membahas rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf d.

(2) Rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Bupati dengan dilampirkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit meliputi:

a. laporan realisasi anggaran;

b. laporan perubahan saldo anggaran lebih;

c. neraca;

d. laporan operasional;

e. laporan arus kas;

f. laporan perubahan ekuitas; dan g. catatan atas laporan keuangan.

(4) Dalam hal daerah memiliki badan usaha milik daerah, catatan atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g harus dilampiri dengan ikhtisar laporan keuangan badan usaha milik daerah.

(5) Pembahasan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 9.

Pasal 26

Jadwal pembahasan dan rapat paripuma KUA- PPAS, rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan

(19)

Perda tentang pertanggungjawaban APBD ditetapkan oleh badan musyawarah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan daerah.

Paragraf 4 Fungsi Pengawasan

Pasal 27

(1) Fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap:

a. pelaksanaan Perda dan Peraturan Bupati;

b. pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan

c. pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa

Keuangan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan melalui:

a. rapat kerja komisi dengan Pemerintah Daerah sesuai dengan bidang tugas masing-masing;

b. kegiatan kunjungan kerja;

c. rapat dengar pendapat umum; dan d. pengaduan masyarakat.

(3) Fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan oleh Bapemperda melalui kegiatan evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan Perda, Peraturan Bupati, dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lain.

(4) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada Pimpinan DPRD dan diumumkan dalam rapat paripurna.

(5) DPRD berdasarkan keputusan rapat paripurna dapat meminta klarifikasi atas temuan laporan hasil pemeriksaan laporan keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

(6) Dalam pelaksanaan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), DPRD berhak mendapatkan laporan hasil pemeriksaan keuangan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

(7) Permintaan klarifikasi d a n laporan hasil pemeriksaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) disampaikan melalui

(20)

surat Pimpinan DPRD kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 28

(1) Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, DPRD dapat memberikan rekomendasi terhadap laporan keterangan pertanggungjawaban Bupati yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, produktivitas, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

(2) Pemberian rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kedua Tugas dan Wewenang

Pasal 29

DPRD mempunyai tugas dan wewenang:

a. membentuk Perda bersama Bupati;

b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan Perda mengenai APBD yang diajukan oleh Bupati;

c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan APBD;

d. memilih Bupati dan/atau Wakil Bupati dalam hal terjadi kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa masa jabatan lebih dari 18 (delapan belas) bulan;

e. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Bupati kepada Menteri Dalan Negeri melalui Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian;

f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana perjanjian internasional di Daerah;

g. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah;

h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Bupati dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan Daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan Daerah;

j. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

(21)

Pasal 30

(1) Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Wakil Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d diselenggarakan dalam rapat paripuma.

(2) Hasil pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan DPRD.

(3) Berdasarkan hasil pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam rapat paripuma Pimpinan DPRD mengumumkan:

a. pengangkatan Bupati dan Wakil Bupati; atau b. pengangkatan Wakil Bupati.

Pasal 31

Pimpinan DPRD menyampaikan usulan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

Pasal 32

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Wakil Bupati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 diatur dengan Peraturan DPRD tersendiri.

(2) Peraturan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat ketentuan:

a. tugas dan wewenang panitia pemilihan;

b. tata cara pemilihan dan perlengkapan pemilihan;

c. persyaratan calon dan penyampaian kelengkapan dokumen persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

d. jadwal dan tahapan pemilihan;

e. hak Anggota DPRD dalam pemilihan;

f. penyampaian visi dan misi para calon Bupati dan Wakil Bupati dalam rapat paripurna;

g. jumlah, tata cara pengusulan, dan tata tertib saksi;

h. penetapan calon terpilih;

i. pemilihan suara ulang; dan

j. larangan dan sanksi bagi calon Bupati dan Wakil Bupati atau calon Wakil Bupati yang

(22)

mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai pasangan calon atau calon.

Pasal 33

(1) Pemberian persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf g ditetapkan dalam rapat paripurna.

(2) Keputusan rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Bupati untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai kerja sama daerah.

BAB III KEANGGOTAAN

Pasal 34

(1) Anggota DPRD berjumlah 50 (lima puluh) orang;

(2) Keanggotaan DPRD diresmikan dengan keputusan Gubernur sesuai dengan laporan KPU Kabupaten yang disampaikan melalui Bupati.

(3) Masa jabatan anggota DPRD adalah 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal pengucapan sumpah/janji anggota DPRD dan berakhir pada saat anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.

(4) Anggota DPRD yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengucapkan sumpah/janji secara bersama- sama bertepatan pada tanggal berakhirnya masa jabatan 5 (lima) tahun anggota DPRD yang lama.

(5) Dalam hal terdapat anggota DPRD yang baru berhalangan mengucapkan sumpah/janji bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan 5 (lima) tahun anggota DPRD yang lama, masa jabatan anggota DPRD dimaksud berakhir bersamaan dengan masa jabatan anggota DPRD yang mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama.

(6) Dalam hal tanggal berakhirnya masa jabatan anggota DPRD jatuh pada hari libur atau hari yang diliburkan pengucapan sumpah/janji tetap pada hari yang diliburkan dimaksud.

(23)

Pasal 35

(1) Anggota DPRD sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh ketua pengadilan negeri dalam Rapat Paripurna DPRD.

(2) Dalam hal ketua pengadilan negeri berhalangan, pengucapan sumpah/janji anggota DPRD dipandu oleh wakil ketua pengadilan negeri.

(3) Dalam hal wakil ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhalangan, pengucapan sumpah/janji anggota DPRD dipandu oleh hakim senior pada pengadilan negeri yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri.

(4) Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh Pimpinan DPRD periode sebelumnya atau dipimpin oleh Anggota DPRD yang paling tua dan/atau paling muda periode sebelumnya dalam hal Pimpinan DPRD periode sebelumnya berhalangan hadir.

(5) Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) atau ayat (3), yang bersangkutan mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh ketua atau wakil ketua DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD.

(6) Anggota DPRD pengganti antar waktu sebelum memangku jabatannya, mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh ketua atau wakil ketua DPRD dalam Rapat Paripurna.

Pasal 36

Pakaian yang digunakan dalam acara pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dalam Pasal 35 sebagai berikut:

a. Ketua/Wakil Ketua /Hakim senior Pengadilan Negeri menggunakan pakaian sesuai ketentuan instansi yang bersangkutan;

b. Bupati dan Wakil Bupati menggunakan pakaian sipil lengkap warna gelap dengan peci nasional;

c. anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji menggunakan pakaian sipil lengkap warna gelap dengan peci nasional bagi pria dan menggunakan pakaian nasional bagi wanita;

d. undangan TNI/POLRI mengenakan pakaian dinas upacara sesuai dengan ketentuan di lingkungan TNI/POLRI;

(24)

e. undangan dari perangkat daerah, instansi vertikal, organisasi, dan lembaga lainnya menggunakan pakaian sipil lengkap warna gelap dengan peci nasional;

Pasal 37

(1) Pengucapan sumpah/janji anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 didampingi oleh rohaniawan sesuai dengan agamanya masing-masing.

(2) Dalam pengucapan sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) anggota DPRD yang beragama:

a. Islam, diawali dengan frase “Demi Allah”;

b. Protestan dan Katolik, akhiri dengan frase “Semoga Tuhan menolong saya”;

c. Budha, diawali dengan frase “Demi Hyang Adi Budha”; dan

d. Hindu, diawali dengan frase “Om Atah Paramawisesa”.

(3) Setelah mengakhiri pengucapan sumpah atau janji, anggota DPRD menandatangani berita acara pengucapan sumpah/janji.

Pasal 38

Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 sebagai berikut:

“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang- undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan;

bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

(25)

Pasal 39

(1) Dalam hal calon Anggota DPRD terpilih ditetapkan menjadi tersangka pada saat pengucapan sumpah/janji, yang bersangkutan tetap melaksanakan pengucapan sumpah janji menjadi Anggota DPRD.

(2) Dalam hal calon Anggota DPRD terpilih ditetapkan menjadi terdakwa pada saat pengucapan sumpah/janji, yang bersangkutan tetap melaksanakan pengucapan sumpah janji menjadi Anggota DPRD dan saat itu juga diberhentikan sementara sebagai Anggota DPRD.

(3) Dalam hal calon Anggota DPRD terpilih ditetapkan menjadi terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap pada saat pengucapan sumpah/janji, yang bersangkutan tetap melaksanakan pengucapan sumpah janji menjadi Anggota DPRD dan saat itu juga diberhentikan sebagai Anggota DPRD.

BAB IV

PELAKSANAAN HAK

Bagian Kesatu Umum Pasal 40

(1) DPRD mempunyai hak:

a. interpelasi;

b. angket; dan

c. menyatakan pandapat.

(2) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada Bupati mengenai kebijakan Pemeriantah Kabupaten yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah Kabupaten yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan Perundang-Undangan.

(4) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah hak DPRD hak DPRD

(26)

untuk menyatakan kebijakan Bupati mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaaan hak interpelasi dan hak angket.

Pasal 41

Anggota DPRD mempunyai hak:

a. mengajukan rancangan Perda;

b. mengajukan pertanyaan;

c. meyampaikan usul dan pendapat;

d. memilih dan dipilih;

e. membela diri;

f. imunitas;

g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;

h. protokoler;

i. keuangan dan administratif; dan j. cuti.

Bagian Kedua Pelaksanaan Hak DPRD

Paragraf 1 Hak Interpelasi

Pasal 42

(1) Hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf a diusulkan oleh paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota dan lebih dari 1 (satu) fraksi.

(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pimpinan DPRD, yang ditandatangani oleh para pengusul dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD.

(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya:

a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah yang akan dimintakan keterangan; dan

b. alasan permintaan keterangan.

Pasal 43

(1) Usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada rapat paripurna DPRD.

(27)

(2) Dalam rapat paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pengusul diberi kesempatan menyampaikan penjelasan lisan atas usul permintaan keterangan tersebut.

(3) Pembicaraan mengenai usul meminta keterangan dilakukan dengan memberi kesempatan kepada :

a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui fraksi;dan

b. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota DPRD.

(4) Keputusan persetujuan atau penolakan terhadap usul permintaaan keterangan kepada Bupati ditetapkan dalam rapat paripurna.

(5) Usul permintaan keterangan sebelum memperoleh keputusan, para pengusul berhak menarik kembali usulannya.

(6) Usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 menjadi hak interpelasi DPRD apabila mendapat persetujuan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri lebih dari jumlah ½ (satu perdua) dari jumlah anggota DPRD dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari ½ (satu perdua) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

Pasal 44

(1) Bupati dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis terhadap permintaan keterangan anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dalam rapat paripurna DPRD.

(2) Apabila Bupati tidak dapat hadir untuk memberikan penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati menugaskan pejabat terkait untuk mewakilinya.

(3) Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas penjelasan tertulis Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(4) Terhadap penjelasan tertulis Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (2), DPRD dapat menyatakan pendapatnya.

(5) Pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara resmi oleh DPRD kepada Bupati.

(6) Pernyataan pendapat DPRD atas penjelasan tertulis Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dijadikan bahan untuk DPRD dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk Bupati dijadikan bahan dalam penetapan pelaksanaan kebijakan.

(28)

Paragraf 2 Hak Angket

Pasal 45

(1) Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b diusulkan paling sedikit 7 (tujuh) orang anggota DPRD dan lebih dari 1 (satu) fraksi.

(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pimpinan DPRD, yang ditandatangani oleh para pengusul dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD.

(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya:

a. materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3);

b. alasan penyelidikan.

Pasal 46

(1) Pembicaraan mengenai usul penggunaan hak angket dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui fraksi dan selanjutnya pengusul memberikan jawaban atas pandangan anggota DPRD.

(2) Keputusan persetujuan atau penolakan atas usul melakukan penyelidikan terhadap Bupati ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD.

(3) Usul melakukan penyelidikan sebelum memperoleh Keputusan DPRD, pengusul berhak menarik kembali usulnya.

(4) Apabila usul melakukan penyelidikan disetujui sebagai permintaan penyelidikan, DPRD menyatakan pendapat untuk melakukan penyelidikan dan menyampaikannya secara resmi kepada Bupati.

(5) Usul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 menjadi hak angket DPRD apabila dilakukan melalui rapat paripurna yang dihadiri sekurang-kurang 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan keputusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

Pasal 47

(1) DPRD memutuskan menerima atau menolak usul hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b.

(29)

(2) Dalam hal DPRD menerima usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD membentuk panitia angket yang terdiri atas semua unsur fraksi DPRD dengan keputusan DPRD.

(3) Dalam hal DPRD menolak usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1), usul tersebut tidak dapat diajukan kembali.

Pasal 48

(1) Panitia angket DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2), dalam melakukan penyelidikan dapat memanggil pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat di daerah yang dianggap mengetahui atau patut mengetahui masalah yang diselidiki untuk memberikan keterangan serta untuk meminta menunjukkan surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang diselidiki.

(2) Pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat di daerah yang dipanggil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi panggilan DPRD, kecuali ada alasan yang sah menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal pejabat pemerintah daerah, badan hukum, atau warga masyarakat di daerah telah dipanggil dengan patut sebanyak 3 (tiga) kali secara berturut- turut tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), DPRD dapat memanggil secara paksa dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang- undangan.

Pasal 49

(1) Dalam hal hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf b diterima oleh DPRD dan ada indikasi tindak pidana, DPRD menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam hal hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penegak hukum menetapkan Bupati dan/atau wakil Bupati sebagai terdakwa, Menteri memberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Bupati dan/atau Wakil Bupati.

(3) Dalam hal Bupati dan/atau wakil Bupati berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak

(30)

pidana yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, Menteri memberhentikan Bupati dan/atau Wakil Bupati dari jabatannya.

Pasal 50

Panitia angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada rapat paripurna DPRD paling lama 60 (enam puluh) hari sejak dibentuknya panitia angket.

Paragraf 3

Hak Menyatakan Pendapat Pasal 51

(1) Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) huruf c diusulkan oleh paling sedikit 10 (sepuluh) orang anggota DPRD dan lebih dari 1 (satu) fraksi.

(2) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pimpinan DPRD, yang ditandatangani oleh para pengusul dan diberikan nomor induk oleh sekretariat DPRD.

(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat sekurang-kurangnya:

a. materi dan alasan pengajuan usulan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (4); dan b. materi hasil pelaksanaan hak interpelasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 atau hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45.

Pasal 52

(1) Usul hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 disampaikan oleh Pimpinan DPRD dalam rapat paripurna DPRD setelah mendengar pertimbangan dari Badan Musyawarah DPRD.

(2) Dalam rapat paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul hak menyatakan pendapat tersebut.

(3) Pembahasan dalam rapat paripurna DPRD mengenai usul hak menyatakan pendapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada:

a. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui fraksi;

b. Bupati untuk memberikan pendapat; dan

(31)

c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota dan pendapat Bupati.

(4) Usul hak menyatakan pendapat sebelum memperoleh keputusan DPRD, pengusul berhak menarik kembali usulannya.

(5) Rapat paripurna DPRD memutuskan menerima atau menolak usul hak menyatakan pendapat tersebut menjadi pendapat DPRD.

(6) Dalam hal DPRD menerima usul hak menyatakan pendapat, Keputusan DPRD sekurang-kurangnya memuat:

a. pernyataan pendapat;

b. saran penyelesaiannya; dan c. peringatan.

(7) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi hak menyatakan pendapat DPRD apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPRD yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota DPRD yang hadir.

Bagian Ketiga

Pelaksanaan Hak Anggota Pasal 53

(1) Setiap anggota DPRD mempunyai hak mengajukan rancangan Perda.

(2) Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk rancangan Perda disertai penjelasan secara tertulis dan diberikan nomor pokok oleh sekretatriat DPRD.

(3) Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Pimpinan DPRD disampaikan kepada Bapemperda untuk dilakukan pengkajian.

(4) Berdasarkan hasil pengkajian Bapemperda Pimpinan menyampaikan kepada rapat paripurna DPRD.

(5) Dalam rapat paripurna, para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(6) Pembicaraan mengenai sesuatu usul prakarsa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada:

a. anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan; dan

b. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para anggota DPRD lainnya.

(32)

(7) Usul prakarsa sebelum diputuskan menjadi prakarsa DPRD, para pengusul berhak mengajukan perubahan dan/atau mencabutnya kembali.

(8) Rapat Paripurna DPRDmemutuskan menerima atau menolak usul prakarsa menjadi prakarsa DPRD.

(9) Tata cara pembahasan rancangan Perda atas prakarsa DPRD mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembahasan rancangan Perda atas prakarsa Bupati.

Pasal 54

(1) Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah berkaitan dengan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD baik secara lisan maupun secara tertulis.

(2) Jawaban terhadap pertanyaan anggota DPRD sebagaimana dimakasud pada ayat (1), diberikan secara lisan atau secara tertulis dalam tenggang waktu yang disepakati bersama.

Pasal 55

(1) Setiap anggota DPRD dalam rapat DPRD berhak mengajukan usul dan pendapat kepada pemerintah daerah maupun kepada Pimpinan DPRD.

(2) Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan memperhatikan tata krama, etika, moral, sopan santun, dan kepatutan sesuai Kode Etik DPRD.

Pasal 56

Setiap anggota DPRD berhak untuk memilih dan dipilih menjadi anggota atau Pimpinan dari alat kelengkapan DPRD sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan, kecuali Pimpinan DPRD, Pimpinan Badan Musyawarah dan Pimpinan Badan Anggaran.

Pasal 57

(1) Setiap anggota DPRD berhak membela diri terhadap dugaan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, kode etik dan peraturan tata tertib DPRD.

(2) Hak membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan.

(33)

Pasal 58

(1) Anggota DPRD tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat DPRD maupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD.

(2) Anggota DPRD tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakan dalam rapat DPRD maupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi, tugas, dan wewenang DPRD.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota DPRD yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 59

(1) Anggota DPRD mempunyai hak untuk mengikuti orientasi pelaksanaan tugas sebagai anggota DPRD pada permulaan masa jabatannya dan mengikuti pendalaman tugas pada masa jabatannya.

(2) Sekretariat DPRD dapat menyelenggarakan orientasi pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi anggota DPRD pada awal masa jabatannya.

(3) Anggota DPRD melaporkan hasil pelaksanaan orientasi dan pendalaman tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pimpinan DPRD dan kepada Pimpinan fraksinya.

Pasal 60

Hak protokoler, keuangan, dan administratif Pimpinan dan anggota DPRD mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 61

(1) Setiap Pimpinan dan anggota DPRD berhak atas cuti.

(2) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. cuti sakit;

b. cuti bersalin;

c. cuti ke luar negeri;

d. cuti lainnya.

(34)

Pasal 62

(1) Pimpinan dan/atau anggota DPRD yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari berhak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf a dengan ketentuan bahwa yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD;

(2) Pimpinan dan/atau anggota DPRD yang sakit selama lebih dari 3 (tiga) hari berhak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud pada Pasal 61 ayat (2) huruf a dengan ketentuan yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD dengan melampirkan surat keterangan dokter;

(3) Cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan secara tertulis oleh Pimpinan DPRD;

(4) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain menyatakan tentang perlunya diberikan cuti, lamanya cuti dan keterangan lain yang dipandang perlu.

Pasal 63

(1) Pimpinan dan/atau anggota DPRD yang mengalami gugur kandungan berhak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf a untuk paling lama 1 (satu) bulan dan 15 (lima belas) hari;

(2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pimpinan dan/atau anggota DPRD wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan;

(3) Cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis oleh Pimpinan DPRD.

Pasal 64

Selama menjalankan cuti sakit sebagaimana dimaksud pada Pasal 61 dan Pasal 62, Pimpinan dan/atau anggota DPRD yang bersangkutan tetap menerima hak-hak keuangan.

Pasal 65

(1) Bagi Pimpinan dan/atau anggota DPRD berhak atas cuti bersalin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) huruf b;

(35)

(2) Untuk mendapatkan cuti bersalin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan dan/atau anggota DPRD mengajukan permintaan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD;

(3) Cuti bersalin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis oleh Pimpinan DPRD;

(4) Lamanya cuti bersalin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan setelah persalinan;

(5) Selama menjalankan cuti bersalin sebagaimana ayat (1), Pimpinan dan/atau anggota DPRD yang bersangkutan tetap menerima hak-hak keuangan.

Pasal 66

(1) Cuti bepergian ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada Pasal 61 ayat (2) huruf c, meliputi:

a. Melaksanakan kewajiban agama;

b. Kepentingan untuk berobat; dan c. Untuk keperluan keluarga.

(2) Persyaratan pemberian cuti bepergian ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah:

a. Surat bukti pendaftaran sebagai peserta ibadah haji yang dilakukan oleh jasa perjalanan umroh/haji bagi agama islam;

b. Surat bukti pendaftaran sebagai peserta religi oleh jasa perjalan bagi agama diluar agama islam;

c. Surat persyaratan biaya perjalanan ke Luar Negeri dibiayai oleh Anggota DPRD yang bersangkutan.

(3) Persyaratan pemberian cuti bepergian ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah:

a. Surat keterangan dari dokter yang merekomendasikan Pimpinan/Anggota DPRD harus melakukan pengobatan ke rumah sakit di luar negeri;

b. Surat persyaratan biaya perjalanan ke Luar Negeri dibiayai oleh Pimpinan/Anggota DPRD yang bersangkutan.

(4) Persyaratan pemberian cuti bepergian ke luar negeri karena alasan penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:

a. Bukti surat keterangan dokter dari rumah sakit luar negeri yang menyatakan keluarga Pimpinan/Anggota DPRD dalam perawatan;

b. Bukti undangan resmi dari pimpinan perguruan tinggi yang menyatakan kepada Pimpinan/Anggota DPRD atas pelaksanaan wisuda anak di luar negeri;

(36)

c. Bukti undangan pernikahan anak Pimpinan/Anggota DPRD di luar negeri;

d. Surat pernyataan biaya perjalanan keluar negeri dibiayai Pimpinan/Anggota DPRD yang bersangkutan.

(5) Untuk mendapatkan cuti bepergian ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan/Anggota DPRD mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri melalui Gubernur selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sebelum keberangkatan yang bersangkutan.

Pasal 67

(1) Cuti lainnya sebagaimana dimaksud pada Pasal 61 ayat (2) huruf d, meliputi:

a. ibu, bapak, istri/suami, anak, adik, kakak, mertua, atau menantu sakit keras atau meninggal dunia;

b. salah seorang anggota keluarga yang dimaksud dalam huruf a meninggal dunia dan menurut ketentuan hukum yang berlaku, pimpinan dan/atau anggota DPRD yang bersangkutan harus mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia itu;

c. melangsungkan perkawinan.

(2) Untuk mendapatkan cuti lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pimpinan dan/atau anggota DPRD mengajukan permintaan secara tertulis kepada pimpinan DPRD;

(3) Cuti lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis oleh pimpinan DPRD;

(4) Lamanya cuti lainnya karena alasan penting ditentukan oleh pimpinan DPRD dan paling lama 1 (satu) minggu.

BAB V

KEWAJIBAN ANGGOTA DPRD Pasal 68

Anggota DPRD mempunyai kewajiban:

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;

b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentati peraturan perundang-undangan;

c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

(37)

d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;

e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;

f. mentaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

g. menatati tata tertib dan kode etik;

h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelenggaraan pemerintahan;

i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala;

j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat;

k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya; dan l. menyerahkan surat pemberitahuan kepada Pimpinan

bagi anggota DPRD yang mencalonkan diri sebagai Bupati atau Wakil Bupati.

BAB VI FRAKSI Pasal 69

(1) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPRD serta hak dan kewajiban anggota DPRD, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPRD.

(2) Setiap anggota DPRD wajib menjadi anggota salah satu fraksi.

(3) Setiap fraksi di DPRD beranggotakan paling sedikit sama dengan jumlah komisi di DPRD.

(4) Partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD mencapai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau lebih dapat membentuk 1 (satu) fraksi.

(5) Dalam hal partai politik yang jumlah anggotanya di DPRD tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), anggotanya dapat bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi gabungan.

(6) Dalam hal tidak ada 1 (satu) partai politik yang memenuhi persyaratan untuk membentuk fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka dibentuk fraksi gabungan yang jumlahnya paling banyak 2 (dua) fraksi gabungan.

(7) Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) harus mendudukkan anggotanya dalam satu

(38)

fraksi.

(8) Pembentukan fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) dilaporkan kepada Pimpinan DPRD untuk diumumkan dalam rapat paripurna DPRD.

(9) Fraksi yang telah diumumkan dalam rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bersifat tetap selama masa keanggotaan DPRD.

Pasal 70

(1) Untuk menentukan 2 (dua) fraksi gabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (6) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di DPRD tetapi tidak memenuhi ketentuan untuk membentuk fraksi sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat (3) mengambil inisiatif untuk membentuk 2 (dua ) fraksi gabungan.

(2) Dalam hal terdapat partai politik yang memiliki kursi terbanyak pertama dan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih dari 1 (satu), untuk menentukan 2 (dua) fraksi gabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (6), partai politik yang memperoleh jumlah suara terbanyak dalam pemilihan umum mengambil inisiatif untuk membentuk 2 (dua) fraksi gabungan.

(3) Dalam hal terdapat partai politik yang memperoleh jumlah suara terbanyak pertama dan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) lebih dari 1 (satu), partai politik yang memiliki persebaran suara lebih luas secara berjenjang mengambil inisiatif untuk membentuk 2 (dua) fraksi gabungan.

Pasal 71

(1) Fraksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 memiliki staf administrasi paling banyak 2 (dua) orang yang berasal dari Sekretariat DPRD.

(2) Staf administrasi fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas membantu kelancaran pelaksanaan tugas fraksi.

(3) Untuk pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disediakan sarana dan anggaran sesuai dengan kebutuhan dan dengan memperhatikan kemampuan APBD.

(4) Fraksi wajib mempublikasikan laporan kinerja tahunan yang memuat:

a. pandangan atau sikap Fraksi terhadap seluruh kebiiakan yang diambil terkait pelaksanaan fungsi

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

(1) Evaluasi rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang RPIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c diajukan oleh Bupati/Walikota kepada

(5) Rancangan peraturan daerah yang telah dikaji oleh Badan Legislasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada semua anggota DPRD

(1) Dana operasional Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b diberikan setiap bulan kepada ketua DPRD dan wakil ketua DPRD untuk menunjang kegiatan

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD apabila keterlambatan penetapan APBD yang disebabkan oleh Bupati terlambat

(5) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebelum disampaikan oleh Gubernur kepada DPRD disosialisasikan kepada

Dalam hal Bupati dan DPRD tidak menyepakati bersama rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24A ayat (1), paling lama 6 (enam) minggu sejak

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun

(1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) tidak mengambil keputusan bersama dengan Gubernur terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang