• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH KAIN KONFEKSI DI DESA KALIJAMBE MENGGUNAKAN TEKNIK TENUN UNTUK PRODUK FASHION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LIMBAH KAIN KONFEKSI DI DESA KALIJAMBE MENGGUNAKAN TEKNIK TENUN UNTUK PRODUK FASHION"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN LIMBAH KAIN KONFEKSI DI DESA KALIJAMBE MENGGUNAKAN TEKNIK TENUN UNTUK PRODUK FASHION

Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar sarjana dari

Telkom University

Oleh

AUKHA LUKANSA TSALTSALBILA NIM: 1605184071

(Program Studi Kriya dan Mode)

TELKOM UNIVERSITY

NOVEMBER 2021

(2)
(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini perkembangan industri fashion di Indonesia mengalami perubahan yang sangat maju dibandingkan dengan periode sebelumnya. Limbah kain konfeksi dapat memberikan dampak positif pada fashion di Indonesia tetapi juga dapat menghasilkan dampak negatif yaitu menghasilkan limbah kain sebagai material utama produk fashion. Kain merupakan salah satu limbah dari bahan sintetis yang sulit terurai seperti halnya plastik (wisesa & Nugraha,2015). Limbah adalah sesuatu yang tidak terpakai untuk produksi dan apabila dibuang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. Pemanfaatan limbah sebagai bahan yang dapat dipakai kembali dapat mengurangi pencemaran lingkungan (Anindita et al., 2017).

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif dari limbah industri pakaian, adalah dengan sebaik-baiknya ketentuan peraturan yang ada dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009, yaitu perlu diselenggarakan kesehatan hewan yang melindungi kesehatan manusia dan hewan beserta ekosistemnya. Upaya pengolahan limbah konfeksi merupakan keikutsertaan Sustainable Development Goals (SDGs), bernomor 12 yaitu “memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan” yang menargetkan secara substansial mengurangi produksi limbah melalui tingkatan pencegahan, pengurangan, daur ulang dan penggunaan kembali. Salah satu dari penghasil limbah industri fashion di Indonesia adalah konfeksi. Pada saat ini masih kurangnya pengolahan limbah kain menjadi produk fashion. Pada keadaan tersebut penulis melakukan observasi terlebih dahulu di konfeksi yang terletak di Desa Kalijambe. Desa Kalijambe terletak pada daerah Kabupaten Sragen yang mayoritas penduduknya pekerja konfeksi. Berdasarkan observasi pada tempat konfeksi memproduksi seragam, kaos, dan semua jenis pakaian. Terdapat 4 konfeksi di desa Kalijambe, dari sekian banyak konfeksi yang menjadi sampling adalah konfeksi yang paling besar di desa Kalijambe yaitu Dwi Putra Grafis. Jumlah konfeksi Limbah tekstil yang dihasilkan oleh Dwi Putra Grafis bisa mencapai 10 kg sampai 30 kg per bulan, terdiri dari berbagai macam limbah tekstil yang dihasilkan seperti kaos, sandwash, dan katun.

(4)

Bahan yang paling banyak dihasilkan adalah kaos polos. Limbah tekstil yang terdapat pada konfeksi memilih untuk menjual limbah tekstil kepada pengepul.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik konfeksi bahwa limbah kain perca yang dijual adalah limbah kain perca dengan ukuran yang besar dijual dengan harga 2500/kg - 3500/kg. Limbah konfeksi secara umum di Indonesia biasanya dijadikan berbagai macam produk seperti aksesoris, sarung bantal, dan diolah kembali untuk dijadikan busa. Sedangkan limbah kain konfeksi di desa Kalijambe biasanya dimanfaatkan oleh pengepul untuk dijadikan keset dengan pengolahan limbah menggunakan teknik ruffle dan dimanfaatkan juga sebagai isian kursi. Namun limbah kain di Desa Kalijambe masih kurang optimal dalam pengolahannya karena kurang memanfaatkan dari segi nilai fungsional dan estetika. Berangkat dari fenomena tersebut, hal ini bisa menjadi potensi karena menjadi upaya kreatif yang dapat mengurangi dampak negatif dari limbah industri pakaian. Seperti yang dikatakan oleh salim (2004), bahwa dalam menyikapi permasalahan limbah maka diperlukan sikap yang bijaksana bahkan limbah merupakan sesuatu yang diperlukan karena memberi manfaat, fungsi lebih tepat dan baik bagi kehidupan. Selain dapat mengurangi dampak lingkungan, tetapi juga memiliki nilai guna yang dapat dimanfaatkan kembali dalam bidang fashion. Sehingga dapat memberi nilai estetika pada kain perca dan membawa dampak positif bagi industri fashion di Indonesia.

Upaya untuk mengurangi dampak negatif adalah menggunakan pendekatan Reduce - Reuse - Recycle (3R). Reduce mengurangi limbah, Reuse memanfaatkan limbah, dan Recycle pengolahan limbah yang dapat menghasilkan produk yang bermanfaat (Dwiyanto,2011). Pada penelitian ini akan dilakukan pengolahan material limbah kain konfeksi yang akan diolah menggunakan teknik tenun dengan pertimbangan berdasarkan material serupa di beberapa daerah lain pengrajin keset menggunakan teknik tenun dengan frame, anyam, dan tapestri untuk memanfaatkan limbah konfeksi maka dari itu melalui penelitian ini dapat memberikan manfaat dan nilai guna pada limbah kain konfeksi. Maka perlu dilakukan pendalaman mengenai bagaimana mengolah limbah kain menggunakan teknik tenun yang dapat memunculkan ciri khas atau visual. Teknik tenun yang merupakan salah satu teknik dalam kriya tekstil terdiri dari beberapa jenis, salah satunya yaitu tenun tapestri.

Istilah tapestri berasal dari Bahasa prancis, tapiesserie yang sama dengan penutup

(5)

lantai. Dalam Bahasa Indonesia disebut permadani, Arti umumnya dari tapestry adalah tenunan yang dibuat dari benang- benang, serat-serat atau bahan yang lain yang memungkinkan dengan teknik atau corak yang diterapkan pada tapestri (Syamsudin, dkk 2013). Limbah kain konfeksi dipilih sebagai reka benang untuk dijadikan lembaran tenun tapestri. Karena hal tersebut dapat mengurangi dampak negatif, berupa limbah konfeksi terhadap lingkungan dan dapat memberikan inovasi terhadap pengolahan limbah konfeksi untuk industri fashion. Berdasarkan fenomena limbah kain perca yang terjadi di Indonesia, banyak bermunculan brand sustainable fashion yaitu Setali Indonesia yang telah mengolah kembali busana yang tak terpakai menjadi beberapa produk fashion dan lembaran kain berupa tenun. Melalui pernyataan Co-founder Setali Indonesia yaitu Intan Anggita Pratiwie bahwa “jika fashion memiliki hal yang menarik maka kita harus mulai sadar dan mulai hadir dalam kebutuhan dunia fashion berupa perlambatan karena sesuatu yang terlalu cepat dan dipaksakan dapat mengakibatkan banyak dampak yang tidak baik’’. Lebih lanjut Suryani (2008) bawa kain perca dapat diolah kembali menjadi hal yang lebih bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi serta lebih ramah lingkungan.”

(6)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, dapat disimpulkan identifikasi masalah yaitu:

1. Kurang intensifnya pengolahan kain perca sisa konfeksi di Desa Kalijambe.

2. Terdapat peluang untuk mengolah kain perca sisa konfeksi dengan teknik tenun tapestri.

3. Adanya peluang untuk menerapkan hasil olahan limbah kain konfeksi menggunakan teknik tenun tapestri sebagai produk fashion.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana cara upaya dalam pengolahan limbah kain perca konfeksi di daerah Desa Kalijambe menggunakan teknik selain teknik yang sudah ada

?

2. Bagaimana cara mengembangkan potensi dalam mengolah kain perca konfeksi melalui teknik tenun tapestri?

3. Bagaimana cara penerapan teknik tenun untuk dijadikan produk fashion?

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Material yang digunakan yaitu limbah kain berjenis kaos yang diperoleh dari konfeksi di Desa Kalijambe.

2. Persiapan pengolahan bahan sebelum diterapkan teknik reka rakit berupa teknik pewarnaan pada limbah kain konfeksi .

3. Teknik yang dipakai didominasi oleh teknik tenun tapestri dan akan diterapkan teknik-teknik tambahan berupa teknik jahit patchwork dalam pengolahan limbah konfeksi.

4. Produk yang diolah nantinya adalah prototype lembaran kain dan produk fashion yang memuat aplikasi olahan berupa limbah kain konfeksi

(7)

5. Tempat yang dijadikan penelitian mengenai limbah konfeksi yaitu di Kabupaten Sragen lebih tepatnya di Desa Kalijambe.

1.5 Tujuan Penelitian

1. Mampu mengintensifkan pengolahan kain perca konfeksi di Desa Kalijambe.

2. Dapat mengembangkan potensi pengolahan kain perca konfeksi di Desa Kalijambe menjadi lembaran tenun tapestri.

3. Dapat menerapkan lembaran tenun tapestri yang diolah untuk diterapkan pada produk fashion yang sesuai dengan nilai estetika pada kain perca.

1.6 Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu:

1.6.1 Bagi Penulis:

1. Dapat menambah wawasan dan ilmu mengenai cara mengurangi limbah kain konveksi pada daerah Kabupaten Sragen.

2. Dapat menambah referensi terkait cara pengolahan limbah kain perca yang tepat khususnya di wilayah Desa Kalijambe.

3. Memberikan pembaharuan mengenai pengolahan limbah kain perca menjadi produk fashion.

1.6.2 Bagi Masyarakat

1. Dapat memberi inovasi, alternatif, metode/pemecahan masalah dalam pengolahan limbah kain perca.

2. Dapat mengalihkan pembuangan limbah kain perca menjadi produk baru yang lebih memiliki nilai estetika pada kain perca.

(8)

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, dengan metode pengumpulan data yaitu:

1. Observasi

Melakukan studi lapangan yaitu konfeksi dan pengrajin keset, yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung diantaranya:

- Mengamati kondisi dan hasil limbah konfeksi yang ada di desa kalijambe Kabupaten Sragen,salah satu nya adalah konfeksi Dwi Putra Grafis.

- Mengamati pengrajin keset dalam proses pemanfaatan limbah kain perca yang ada di daerah Kabupaten Sragen.

2. Wawancara

Melakukan wawancara secara langsung pada konfeksi di Desa Kalijambe dan pengrajin kain keset, diantaranya:

- Konfeksi Dwi Putra Grafis

Merupakan salah satu tempat memproduksi berbagai macam pakaian sesuai dengan jenis permintaan pelanggan. Dengan menghasilkan limbah kaos, katun, dan sandwash, namun sebagian besar limbah kain perca yang dihasilkan berupa kaos.

- Pengrajin keset

Pengolahan kain perca yaitu dengan cara pemotongan kain dengan lebar 4cm dan melakukan penyortiran sesuai dengan warna yang dapat dipakai, katagori kain khusus untuk pembuatan keset yaitu kain katun karena menjadi potensi utama yang bahan nya mudah untuk dijahit.

3. Studi Literatur

Metode pengumpulan data dilakukan melalui berbagai jenis buku, jurnal, tugas akhir, artikel, internet, dan media lainnya untuk mendapat data tentang limbah kain perca dan teknik tenun tapestri.

(9)

4. Eksperimen

Eksperimen dilakukan melalui berbagai cara untuk membuat limbah kain perca menjadi helaian benang, kemudian diolah kembali dengan dikembangkan menjadi teknik eksplorasi tenun tapestri.

1.8 Kerangka Penelitian

1.9 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Secara garis besar, Berisi Latar Belakang permasalahan meningkatnya jumlah limbah kain perca di Kabupaten Sragen yang belum diolah secara maksimal menjadi produk fashion. Dalam bab ini menguraikan identifikasi masalah yang menyatakan dari setiap masalah dan batasan masalah untuk membatasi ruang lingkup pada saat penelitian. Selanjutnya ada tujuan penelitian sebagai arah

(10)

keberhasilan dari penelitian, metode penelitian dalam mengumpulkan data, dan sistematika penulisan.

BAB II STUDI LITERATUR

Bab ini berisi kajian teori yang berisi tentang arahan pustaka mengenai hal-hal yang diangkat dalam laporan ini, yang mampu menjadi pertimbangan eksplorasi dalam penelitian. Penjelasan masing-masing mengenai kata kunci disertai pengertian hingga pengembangannya

BAB III PROSES PERANCANGAN

Bab ini membahas mengenai konsep perancangan dan hasil temuan eksplorasi terhadap limbah kain perca selama penelitian. Terdapat desain produk dan proses seluruh produksi.

BAB IV PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan mengenai latar belakang proses penelitian hingga menghasilkan sebuah produk fashion. Hingga menghasilkan kesimpulan dan saran sebagai keperluan pengembangan peneliti selanjutnya.

(11)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada penelitian ini dibutuhkan teori-teori untuk membantu penelitian yang berkaitan mengenai eksplorasi menggunakan kain perca sisa konfeksi pada teknik tenun.

II.1 Unsur dan Prinsip Desain

Jika menggambarkan sebuah objek tiga dimensi atau objek yang lebih perspektif maka diperlukan kesatuan antara garis, bidang, tekstur, dan warna agar tampak lebih sama dengan objek sesungguhnya.

11.1.1 Unsur Desain

Berdasarkan buku Dasar-Dasar Desain, Unsur desain adalah bagian yang sangat menentukan suatu wujud dari bentuk karya seni. Berikut merupakan unsur-unsur desain:

1. Garis

Merupakan hasil goresan di atas permukaan benda alam dan benda buatan.

2. Bidang

Merupakan rangkaian garis-garis, bahwa garis merupakan awal dari terbentuknya bidang.

3. Bentuk

Merupakan hasil persatuan antara garis yang mempunyai suatu area ataupun bidang, jika bidang disusun dalam ruang maka terciptalah menjadi tiga dimensi.

4. Warna

Merupakan objek sebagai sifat cahaya yang dipancarkan atau secara subyektif sebagai bagian dari pengalaman indera penglihatan.

5. Tekstur

Merupakan bentuk permukaan yang diwujudkan oleh garis, pola berulang, efek, dan objek yang bertujuan untuk menyerupai pengaruh terhadap visual.

(12)

6. Gelap Terang

Merupakan unsur gambar yang menekankan nuansa tampilan suatu benda secara visual.

Elemen gambar yang menonjolkan nuansa tampilan visual objek.

7. Arah

Merupakan unsur berupa gambar yang dapat menggerakkan rasa.

II. 1. 2 Prinsip Desain

Berdasarkan buku Dasar-Dasar Desain, Prinsip dibagi menjadi beberapa keharmonisan kreatifitas, yaitu:

1. Proporsi (Kesebandingan)

Merupakan perbandingan antara bagian-bagian dengan keseluruhan, misalnya proporsi tubuh manusia dibandingkan dengan ukuran kepala.

2. Keseimbangan (Balance)

Merupakan Kesan dari dua atau lebih unsur dalam satu komposisi nyalah yang dapat dirasakan keseimbangannya.

3. Irama (Rhythm)

Merupakan suatu pergerakan yang dapat mengalihkan mengalihkan penglihatan mata dari satu ke bagian yang lain, pengulangan diperoleh secara beraturan atau pengulangan yang dapat berubah secara bertahap untuk membuat selingan yang tidak membosankan.

4. Harmoni

Merupakan keselarasan antara macam-macam unsur desain, walaupun berbeda tetapi membuat bagian itu bersatu.

5. Kontras

Merupakan desain yang harus memiliki bagian yang lebih menarik dibanding dengan bagian-bagian lainnya.

6. Penekanan

Merupakan kreasi dari titik pusat maupun pusat perhatian dimana aspek lainnya tunduk dibawahnya. Adanya penekanan adalah perhatian terbatas

(13)

yang berguna untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang dianggap menarik.

7. Aksen

Merupakan sebuah bagian yang lebih menarik daripada bagian-bagian lainnya, menonjolkan perhatian pada bagian yang lebih menarik dan menyamarkan bagian yang kurang menarik.

II.2 Teknik Kriya Tekstil

Menurut buku Mari Belajar Seni kriya, Seni Kriya merupakan karya seni yang dibuat menggunakan keterampilan tangan (hand skill) menggunakan aspek fungsional serta nilai seni. Penciptaan karya seni kriya tidak hanya berdasarkan di aspek fungsionalnya (kebutuhan fisik) saja, tetapi pula buat pemenuhan kebutuhan terhadap estetika (kebutuhan emosional). Desain tekstil merupakan desain yang diawali dari dasar - dasar seni, kumpulan titik serta garis buat membentuk wujud 2 ukuran. Wujud ataupun bentuk tersebut diaplikasikan serta dibesarkan sedemikian rupa pada permukaan kain bawah serta benang dengan mempraktikkan prinsip- prinsip desain. Tekstil meliputi sebagian wujud, ialah warna, serat, serta bahan kain ( Netty juliana, 2011).

Teknik Kriya Tekstil diklasifikasikan jadi sebagian tipe, ialah desain struktur, desain permukaan serta desain aplikasi produk tekstil. Berikut merupakan bagan klasifikasi desain tekstil:

II.2.1 Reka Rakit

Desain Struktural merupakan mendesain motif yang dihasilkan melalui gabungan benang pakan serta benang lusi dengan memperhatikan prinsip- prinsip desain.

Setelah itu pola terbentuk sebab kesatuan benang pakan serta lungsi yang tersusun secara terstruktur serta sistematis. Produk yang dihasilkan lewat proses desain struktural, antara lain: Tenun Songket, Anyaman, serta sebagainya( Netty Juliana, 2011).

(14)

Gambar II.3 Desain Struktur

Sumber: https://minimalis.co.id/inspirasi/weaving-textile-art

II.2.2 Reka Latar

Di Amerika, Surface Design Association mempunyai definisi, yang berkata: Desain permukaan mencakup pewarnaan, pola, serta pengaturan serat serta kain. Ini mengaitkan mengeksplorasi proses kreatif semacam menjahit, menghiasi, quilting, menenun, merajut, serta felting( Goode serta Townsend, 2011).

Gambar II.2 Desain Permukaan Sumber: TW Knitwear

II. 3 Teknik Tenun

sesuai penerangan tentang dari buku kriya tekstil , Tapestri merupakan tenunan yang terbuat dari benang, serat atau bahan yang lebih memungkinkan, baik yang berwarna juga yang tidak berwarna, yang dapat digunakan menjadi penutup lantai atau menjadi hiasan dinding.

(15)

Menenun menggunakan teknik tapestri dalam pengerjaannya seperti halnya menenun biasa, yaitu dengan menyisipkan atau menyilangkan benang lusi dan benang pakan yang sama. Proses pembuatan tenun stapel adalah dengan menggunakan ukuran benang lusi dan benang pakan yang sama, maka benang lusi lebih terlihat. Sedangkan jika teknik tapestri umumnya lebih condong ke permainan pakan, terutama permainan warna. Jadi benang pakan bisa lebih besar dari benang lusi.

Tabel 2.1 Alat Tapestri

Alat Tapestri Gambar

Tapestri Loom : merupakan alat dalam menghasilkan kerajinan teknik tapestri.

alat ini bermanfaat untuk pemasangan benang lusi pada pembuatan tapestri.

Sumber: Buku Tenun Tapestri Sisir Tapestri: merapatkan benang lusi

pada waktu pembuatan tapestri.

Sumber: Buku Tenun Tapestry Gunting: Memotong benang atau

bahan tapestri.

Sumber: Buku Tenun Tapestry

II. 3. 1 Sejarah Perkembangan Tenun Tapestri

Tapestri dari asal bahasa Perancis tapis, dan istilah Yunani tapes pada bahasa Indonesia berarti permadani. berdasarkan Sejarah, Tapestri sudah ada semenjak zaman Mesir kuno lalu menyebar ke semua dunia terutama pada daerah Eropa yg

(16)

mengalami perkembangan yang cukup pesat. Permadani tertua diperkirakan di abad kesebelas dibuat oleh Prancis. di tahun 1930-an, karya sintesis Perancis bernama Angers Apocalypse, karya paling populer abad keempat belas oleh Nicolas Batille (Gillow, sentence, 2001:76).

pada abad keenam belas, perkembangan tapestri mencapai puncaknya. pada ketika ini tapestri berkembang menjadi industri yang relatif besar , dan prancis menjadi sentra industri tapestri. lalu pada abad kedelapan belas industri tapestri mulai menurun karena erat kaitannya menggunakan tema-tema keagamaan. Akhirnya tapestri mulai ditinggalkan dan tidak diminati sang masyarakat eropa (irwin, 1978 133-134).

II. 3. 2 Jenis Tenun Tapestri

Teknik tapestri memiliki cara pembuatan yang berbeda dalam teknik pembuatannya, cara pembuatannya menggunakan teknik tenunan tangan, namun bentuk benang pintal memiliki warna yang masing-masing tampak berbeda pada tenunnya. Pertemuan antara dua benang yang memunculkan teknik yang baru.

(McCloud, Gallinger, 1957:59 ).

Tapestri mempunyai beberapa jenis berdasarkan teknik pertemuan benang pakan ketika pergantian warna serta bentuk. Berikut artinya teknik gambar dan uraiannya:

1). Slit Tapestri

merupakan teknik yang membuat kesan lembut pada setiap perubahan yang terjadi.

Teknik ini ialah teknik yang sudah dikenal luas.

(17)

Gambar II. 3 Diagonal Tapestri Sumber: McCloud, Gallinger, 1957: 59

2). Diagonal Tapestri

Teknik yang dipergunakan berupa bidang miring. Tapestri diagonal seperti menggunakan teknik slit tapestri.

Gambar II. 3 Diagonal Tapestri Sumber: McCloud, Gallinger, 1957: 59

3). Interlocked Tapestri

Teknik ini dipergunakan untuk menghasilkan bidang vertikal, tegak lurus, atau kemiringan sampai 45°

Gambar II. 4 Interlocked Tapestri Sumber: McCloud, Gallinger, 1957: 59

(18)

4). Dovetailed Tapestri

Perpindahan benang yang terjadi pada bidang miring. Teknik ini mempunyai kemiringan menggunakan teknik tapestri dalam beberapa tingkatan, tetapi dalam ukuran yang pendek (McCloud, Gallinger, 1957: 59).

Gambar II. 5 Dovetailed Tapestri Sumber: McCloud, Gallinger, 1957: 59

sesuai buku Tenun Tapestri, Bahwa Tapestri memiliki beberapa jenis corak tenun dengan teknik tapestri. Berikut merupakan corak tenun dengan teknik tapestri, Berikut merupakan teknik gambar serta uraiannya:

1). Tenun Tapestri Corak rata

Tenun tapestri corak rata artinya teknik yang paling sederhana, benang pakan mengisi benang lusi. Yaitu menggunakan cara naik satu bawah satu serta seterusnya. Tenunan ini memiliki akibat yang kuat dan kaku.

Gambar II. 6 Tenun Tapestri Corak Rata Sumber: Buku tenun Tapestry

(19)

2). Tenun Tapestri Corak Soumak

Tenun tapestri corak soumak adalah tenun dengan cara melilitkan benang pakan pada benang lusi, sehingga membentuk bagian atas tenun yg lebih dekoratif.

Gambar II. 7 Tenun Tapestri Corak Soumak Sumber: Buku tenun Tapestry

3). Tenun Tapestri Corak Giordes

Teknik tenun tapestri giordes terdiri dari simpul-simpul yang membentuk rumbai.

Rumbai mempunyai ukuran yang berbeda berdasarkan kebutuhan yang telah disiapkan. Semakin panjang rumbai, semaikin banyak benang yang dibutuhkan, sebaliknya semakin padat susunannya, semakin tebal dan kuat.

Gambar II. 8 Tenun Tapestri Corak Giordes Sumber: Buku tenun Tapestry

(20)

II. 4 Produk Fashion

Coco Chanel pernah berkata "Produk fashion bukan hanya sesuatu yang ada di gaun. Fashion berkaitan dengan ide, cara kita hidup dan apa yang sedang terjadi"

Menurut buku Fashionpedia, Produk fashion adalah konsep yang cepat berubah yang terhubung dengan kehidupan sehari-hari semua orang terutama dari abad ke- 20. gaya dan ide menjadi lebih mudah diakses oleh perancang busana dengan meningkatkan komunikasi dan media. fashion adalah bagian dari siapa kita, cara kita hidup, dan waktu di mana kita ada. untuk memulai, garis waktu disertakan untuk menunjukkan hubungan. antara tren mode dan tren dunia dan ikon gaya selama beberapa dekade.

II.4.1 Klasifikasi Produk Fashion

Mengutip pernyataan Fashionary Team dalam buku yang berjudul Fashionpedia.

Berdasarkan pemakaian produk fashion masih terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain:

1.Luaran - Coat

Coat dan Outwear Salah satu kategori pakaian paling awal yang ditemukan dalam sejarah Inggris, pakaian ini dapat ditelusuri kembali ke Abad Pertengahan.

Dikenakan oleh pria dan wanita untuk kehangatan, coat biasanya digambarkan sebagai pakaian panjang dengan lengan panjang dan bagian depan terbuka, yang biasanya dilengkapi dengan kancing, pengait, kancing, zipper, dan sabuk pinggang atau kombinasi dari hal-hal tersebut di atas. Seperti dapat menampilkan kerah dan tali.

(21)

Tabel 2.2 Jenis Coat

No Jenis Coat Gambar Keterangan

1 Chesterfield Coat yang panjang

dan mantel

Chesterfield

diperkenalkan di samping setelan sebagai pilihan alternatif untuk mantel yang sangat struktural, seperti mantel rok, yang sangat menekan pinggang dengan jahitan pinggangnya.

2 Morning Coat Pakaian formal untuk

siang hari dan mantel

pagi. Secara

tradisional dipakai oleh pria di abad ke-19 selama latihan menunggang kuda pagi.

3 Trench Coat Awalnya diciptakan

oleh Inggris untuk keperluan militer, trench coat menjadi item pakaian yang populer setelah diperkenalkan ke publik pasca Perang Dunia I, dan kemudian direvolusi oleh rumah mode mewah Inggris Burberry. Thomas Burberry, pembuat pakaian Inggris dan pendiri Burberry.

(22)

- Vest

Vest adalah luaran bagian atas tanpa lengan yang biasanya dikenakan oleh pria di bawah mantel atau jaket, rompi diperkirakan pertama kali dipopulerkan oleh Raja Charles Il dari Inggris. Namanya berasal dari istilah Perancis veste, yang berarti jaket/mantel olahraga, kata Italia vesta/veste, yang berarti jubah/gaun .

Tabel 2.3 Jenis Coat

No Jenis Vest Gambar Keterangan

1 Waistcoat Vest Waistcoat vest,

biasanya dikenakan sebagai bagian ketiga dari setelan lounge dalam pakaian formal.

Disesuaikan dengan bukaan depan vertikal penuh yang diikat dengan kancing atau kancing.

2 Halter Vest Halter Vest adalah

pakaian tanpa bagian belakang yang dapat disesuaikan

sepenuhnya di bagian belakang leher dan pinggang.

Tabel 2.3 Jenis Vest

2.Atasan:

- Shirt

Shirt adalah pakaian tertua di dunia, Shirt ditemukan di makam Dinasti Pertama Mesir di Tarkan yang ditelusuri kembali ke sekitar 3000 SM.

(23)

Tabel 2.3 Jenis Shirt

No Jenis Shirt Gambar Keterangan

1 Button- Down Shirt kemeja button-down

biasanya disesuaikan dengan kerah dan bukaan depan saku.

Secara tradisional dikenakan oleh pria dewasa atau muda, itu menjadi kategori pakaian wanita yang diterima pada

pertengahan 1800-an dan saat ini dipakai oleh kedua jenis kelamin.

2 T-Shirt T-shirt pertama kali

dikeluarkan oleh Angkatan Laut AS sebagai pakaian dalam antara Perang Spanyol-Amerika tahun 1898 dan 1913. Para veteran biasanya terlihat mengenakan T- shirt dengan celana seragam mereka sebagai pakaian kasual. Setelah Perang Dunia II Dipopulerkan oleh Marlon Brando, yang mengenakannya di film A Streetcar Named Desire pada tahun 1951.

- Blouse

Blouse adalah jenis pakaian longgar untuk tubuh bagian atas, biasanya diikat di pinggang untuk siluet longgar. Dahulu gaya tradisional ini yang dikenakan oleh petani, Pekerja, seniman, wanita dan anak-anak, istilah ini sekarang secara luas

(24)

berlaku untuk kemeja wanita atau anak perempuan, dan kadang-kadang dapat menggambarkan kemeja pria yang longgar.

Tabel 2.4 Jenis Blouse

No Jenis Blouse Gambar Keterangan

1 Poet Blouse Poet Blouse

Dipotong dengan model loose fit dengan lengan mengembang, biasanya dihiasi dengan ruffles besar di bagian kerah, depan dan ujung lengan. Dijuluki kemeja bajak laut, sering dicocokkan dengan aksesori yang secara

tradisional dikaitkan dengan bajak laut, seperti ikat pinggang lebar. Ketika seri film petualangan Pirates of the Caribbean pertama kali dirilis pada tahun 2003, blous ini menjadi tema inti dari tren fashion bajak laut.

2 Gibson Blouse Gibson Blouse

dengan lengan mengembang, lipit di bahu, dan kub belakang yang dikumpulkan untuk membantu

menciptakan siluet melengkung. Itu dinamai ikon gaya 1900-an, Gibson

(25)

Girl, yang diciptakan oleh seniman Charles Gibson.

3.Bawahan

- Dress

Dress adalah item pakaian yang terdiri atasan dan bawahan, yang ujungnya dapat bervariasi tergantung pada tren mode, acara, dan kesopanan atau preferensi pribadi pemakainya. Dalam budaya tradisional Barat, dress lebih sering dikenakan oleh wanita, dan dress yang sesuai dengan gaya sering kali menjadi bagian wajib dari aturan berpakaian formal Barat untuk wanita. Dress populer untuk acara-acara khusus, seperti pernikahan, pesta, atau pesta prom.

Tabel 2.5 Jenis Dress

No Jenis Dress Gambar Keterangan

1 Sheath Dress Sheath Dress adalah gaun

yang relatif tanpa hiasan, biasanya panjang lutut atau panjang paha dibandingkan dengan banyak koktail. gaun dan gom ballroom yang lebih panjang

2 Tutu Dress Tutu Dress Dipakai untuk

pertunjukan balet, gaun tutu terdiri dari rok berlapis tunggal atau ganda.

(26)

3 Ball Gown Ball gown adalah pakaian acara sosial paling formal untuk wanita. Dibangun dari tekstil mewah dengan hiasan halus dan eksotis, biasanya

memiliki garis leher dan Potongan bahunya.

4 Crinoline Crinoline Secara

tradisional merupakan rok kaku, crinoline dirancang untuk

dikenakan di bawah rok luar untuk menopang bentuknya atau untuk memberikan siluet yang diinginkan. Saat ini, crinoline biasanya dipakai sebagai pakaian formal, seperti gaun pengantin atau gaun malam.

Tabel 2.6 Jenis Dress

- Skirt

Skirt secara umum didefinisikan sebagai pakaian berbentuk kerucut dari pinggang atau pinggul ke bawah, menutupi seluruh atau sebagian kaki. Pemotongan rok bervariasi dalam hal kerumitan, dengan jenis yang paling sederhana hanya terdiri dari satu potong kain yang disampirkan. Skirt biasanya disesuaikan agar pas di pinggang atau pinggul dan melebar ke arah ujungnya, Variasi skirt ada di banyak budaya yang berbeda dan dikenakan oleh kedua jenis kelamin, seperti sarung yang dikenakan oleh wanita di Asia Selatan dan Tenggara, dan rok yang dikenakan oleh pria di Skotlandia dan Irlandia.

(27)

Tabel 2.6 Jenis Skirt

No Jenis Skirt Gambar Keterangan

1 Skirt A-Line Skirt A-line pertama

kali diperkenalkan oleh couturier Prancis Christian Dior sebagai label dari salah satu dari tiga koleksinya untuk Musim Semi/Musim Panas 1955. Rok A- line ditentukan oleh siluet yang

menyerupai bentuk huruf kapital A.

2 Skirt Petticoat Skirt Petticoat untuk

Dress umumnya mengacu pada rok terpisah atau pakaian dalam seperti rok yang dikenakan dengan Dress.

Karena tren modern untuk pernikahan mewah dan pakaian pengantin yang rumit, Skirt sekarang Biasa dipakai untuk mendukung siluet Dress pengantin dan untuk

mempertahankan bentuk yang diinginkan.

3 Skirt Flamenco Skirt Flamenco

Bagian dari kostum yang dikenal sebagai traje de flamenca (pakaian flamenco) yang dikenakan oleh pemain wanita Flamenco, sejenis musik dan tarian

(28)

rakyat Spanyol dari wilayah Andalusia di Spanyol selatan,Skirt Flamenco adalah Skirt sepanjang mata kaki yang dihiasi dengan kerutan.

- Pants

Pants adalah jenis pakaian yang menutupi kaki secara terpisah dari pinggang sampai mata kaki. Variasi di mana kaki celana hanya mencapai di atas, di bawah atau sepanjang lutut disebut celana pendek. Di sebagian besar masyarakat Barat.

celana telah ada sejak zaman kuno dan dipakai sepanjang Abad Pertengahan, kemudian menjadi jenis pakaian paling umum untuk pria di era modern. Pants semakin banyak dipakai oleh wanita sejak pertengahan abad ke-20.

Tabel 2.7 Jenis Pants

No Jenis Pants Gambar Keterangan

1 Capri Pants Capri Pants adalah

gaya favorit yang dikenakan saat cuaca hangat. Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1948 oleh perancang busana Eropa Sonja de Lennart Capri Pants dinamai dari Pulau Capri Italia, di mana mereka menjadi sangat dicari di akhir 1950-an hingga awal 60-an. Aktris

Amerika Grace Kelly membantu mempopulerkan gaya tersebut karena dia adalah salah satu

(29)

bintang film pertama yang memakainya di pulau itu.

2 Sarouel Pants Sarouel Pants Juga

dikenal sebagai sirwal, Sarouel Pants dipakai di komunitas Muslim dan juga di beberapa tempat di India.

Mereka awalnya diperkenalkan dari Persia ke negara- negara Muslim.

3 Palazzo Pants Palazzo Pants Jenis

celana panjang wanita berpotongan longgar dan kaki lebar yang melebar dari pinggang hingga menyerupai rok, Palazzo Pants biasanya terbuat dari bahan yang ringan menjadikannya pilihan yang populer dan menyanjung di musim panas.

II.4.2 Klasifikasi Produk Fashion Berdasarkan Eksklusivitas

Mengutip pernyataan Gavin Waddell dalam buku yang berjudul How Fashion Works. Klasifikasi produk dapat dibagi menjadi tiga sektor utama: Ready To Wear, Haute Couture, dan mass produk. Seperti kebanyakan industri fashion, membutuhkan inovasi untuk bertahan inovasi bergantung pada ide-ide inovatif dan orisinal dari para desainer untuk perubahan yang cepat, dan perubahanlah yang membuat pasar sehat dan tertarik.

- Ready To Wear

Ready To Wear adalah jenis produksi massal, yang telah menjadi mekanis di tengah-tengah abad ke-19 dengan ditemukannya mesin jahit waktu itu lebih akrab

(30)

dikenal sebagai barang jadi. Istilah Ready To Wear relatif baru dan menggambarkan metode, membeli pakaian dimana pelanggan tidak lagi harus mengukur bahkan metode yang memakan waktu yang melibatkan memilih gaya, memilih kain. (Gavin Waddell, 2004).

- Haute Couture

Kata 'couture' berasal dari bahasa Prancis dan berarti menjahit, jadi haute couture adalah tinggi bentuk seni atau kerajinan ini (Gavin Waddell, 2004).

- Mass Product

Mass Product sama mekanisnya dengan industri lainnya jumlah pekerja lebih besar dibandingkan sektor lainnya. Rute dari Mass Product itu rumit yaitu meniru proses produksi asli pembuat atau penjahit yang digunakan di masa lalu. Proses produksi dipecah menjadi urutan: pola, ukuran, pemotongan, menjahit, dan finishing (Gavin Waddell, 2004).

II. 5 Limbah

Limbah merupakan sesuatu yang tidak dapat dipakai kembali untuk produksi maupun konsumsi dan jika dibuang bisa berakibat pencemaran lingkungan (Anindita et al., 2017). Pernyataan tersebut sepadan dengan pengertian limbah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau pemakaian. Menurut peraturan menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 tahun 2008 tentang Tata Cara Perizinan pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, B3 adalah bahan yang karena sifat atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Selanjutnya Sucipto (2012), menyatakan bahwa limbah itu terdiri dari tiga bentuk keadaan, antara lain berupa limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Pengertian lain juga dikatakan oleh Hadiwiyoto (1983)

(31)

bahwasannya sampah merupakan sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan yang baik kemudian diambil bagian utamanya, yang telah mengalami pengolahan, dan bila dilihat dari segi ekonomis sudah tidak memiliki harga, bila dari segi lingkungan mampu menyebabkan pencemaran pada kelestarian lingkungan.

11. 5.1 Limbah Tekstil

Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (US EPA) memberitahu bahwa 5% daratan dunia ditutupi oleh limbah tekstil yang tidak dapat diolah kembali dan diuraikan dengan peningkatan 3% sampai 5% setiap tahunnya (Devanti, 2017).

Data tersebut juga memperlihatkan kurangnya optimal dalam pengolahan limbah anorganik. Pengolahan limbah anorganik biasanya dengan cara dibakar, namun hal ini dapat berbahaya bagi lingkungan karena dapat menimbulkan asap dan gas yang beracun (Susilo, 2020). Kain merupakan limbah yang berasal dari bahan sintetis yang cukup sulit terurai seperti plastik (wisesa & Nugraha,2015).

II. 5.2 Jenis dan Karakter Limbah Kain Perca

Gambar II.1 Limbah Kain Konveksi di Desa Kalijambe (Sumber: Konveksi di Desa Kalijambe, 2021)

Kain perca merupakan salah satu contoh limbah anorganik yang cukup sulit terurai oleh lingkungan, padahal kapasitasnya cukup tinggi(Rosdiana et al., 2018). Jenis

(32)

limbah kain perca ini banyak ditemukan dimana-mana, karena belakangan ini cukup banyak industri konfeksi yang mulai bermunculan, baik dalam kondisi skala kecil maupun skala besar.(Purwasih et al., 2020). Sama halnya yang dinyatakan oleh Sicilia (2010), Bahwa akibat munculnya usaha garmen, tailor, modiste, dan konfeksi berupa limbah kain perca yang dapat mengakibatkan penumpukan sampah yang pada akhirnya mencemari lingkungan alam sekitar.

Limbah konfeksi cukup banyak, yang setiap harinya banyak menghasilkan limbah berupa sisa kain perca yang dibuang begitu saja, bahkan para pengusaha konfeksi kesulitan untuk membuang limbah kain perca tekstilnya. (Hamiyati, 2005).

Rata-rata bahan tekstil dikelompokkan berdasarkan jenisnya, antara lain:

1.Berdasarkan Bentuk produknya: serat staple, serat filamen, benang, kain, produk jadi (Pakaian).

2.Berdasarkan jenis bahannya: serat alam, serat sintetis.

3.Berdasarkan jenis warna atau motifnya: putih, bewarna, bermotif, atau bergambar.

4.Berdasarkan jenis konstruksinya: tenun, rajut, renda, benang tunggal, benang gintir.

II.5.3 Perbedaan Material Tekstil dan Limbah Kain Perca

Material tekstil merupakan bahan yang berasal dari serat dengan diolah menjadi benang hasil pemintalan kemudian ditenun (weaving), dirajut (knitting), atau dengan di pres (velting) agar dapat membentuk kain yang dapat dipakai tekstil.

Sebutan tekstil masih terdengar asing di telinga masyarakat, maka banyak yang menyebutnya dengan kain. Kemudian Limbah kain perca adalah limbah padat sisa buangan suatu usaha. Limbah padat yang paling banyak dihasilkan berupa sisa potongan yang disebut kain perca. Kain perca adalah sisa potongan saat proses pengguntingan busana, yang dilakukan oleh industri rumah tangga, ataupun industri kecil, maupun industri besar. (Suryani, 2008). Kain perca dapat ditemukan dari berbagai macam tempat yaitu penjahit, konfeksi maupun industri garmen. Bentuk dan ukuran kain perca berbeda-beda. Kain perca bisa tidak berguna atau berguna, tergantung bagaimana cara pengolahannya. (Sulistiyo, 2012)

(33)

BAB III

DATA DAN ANALISA PERACANGAN

III. 1 Data

Penelitian Data lapangan berisi data berupa observasi langsung dan wawancara.

Dari wawancara dan observasi langsung mendapat beberapa data mengenai limbah kain perca yang ada di konfeksi.

III.1.2 Data Primer

1. Observasi Langsung

Penulis melakukan observasi langsung pada tanggal 28 oktober 2021 di dua tempat yaitu konfeksi dan rumah produksi keset, untuk mendapatkan data berupa penelitian limbah kain perca. Tempat yang dilakukan secara langsung diantaranya:

1) Mengamati keadaaan limbah kain perca di konfeksi Dwi Putra Grafis.

Konfeksi Dwi Putra Grafis terletak di Desa Kalijambe, Kabupaten Sragen.

Pihak konfeksi memiliki banyak kain untuk stok produksi, Produksi dilakukan setiap pagi sampai sore. Rata rata konsumen konfeksi berasal dari Luar pulau jawa sekitar 4 sampai 5 kabupaten.

Gambar III. 1 Konveksi Dwi Putra Grafis (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)

(34)

Konfeksi Dwi Putra Grafis khusus memproduksi pakaian seragam sekolah seperti SD, SMP, dan SMA. Jenis bahan atau material kain yang sering dipakai yaitu kaos, tetapi konfeksi juga menyediakan beberapa bahan lainnya seperti batik dan sandwash. Bahan sandwash dan batik biasanya dipergunakan untuk busana muslim karena daerah luar pulau jawa sering menggunakan seragam adat melayu. Warna kain yang paling sering dipilih untuk produksi tidak bisa dipastikan, namun warna yang paling mutlak yaitu hitam dan putih.

2) Mengamati pemanfaat limbah kain perca untuk produksi keset

Pemanfaat limbah kain perca menjadi produk keset terletak di Desa Tanon, Sragen. Pemanfaat limbah Desa Tanon masih kurang memanfaatkan dalam segi estetika. Limbah kain perca biasanya diproduksi menjadi produk keset.

Proses produksi dilakukan oleh ibu Riyani di saat waktu nya yang senggang, hal tersebut untuk mengisi waktu dan menghasilkan uang dari hasil produksi keset tersebut.

Gambar III. 2 Rumah Ibu Riyani (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)

Proses produksi dilakukan dengan cara penyortiran warna kain dan juga ukuran kain. Banyak warna yang dipilih namun ada beberapa warna yang dihindari yaitu warna putih, karena warna tersebut mudah kotor. Pengolahan kain dijahit menggunakan Teknik ruffle, kemudian dijahit disatukan dengan alas berukuran Panjang 50cm dan lebar 30cm.

(35)

2. Wawancara

Melakukan wawancara di dua tempat yaitu konfeksi di Desa Kalijambe dan pemanfaat limbah kain perca konfeksi pada tanggal 28 Oktober 2021. Tempat yang dilakukan secara langsung diantaranya:

1) Konfeksi Dwi Putra Grafis

Dalam satu minggu konfeksi bisa menghasilkan 10 kg perca dan untuk satu bulan mencapai 30 kg. Limbah kain perca yang dihasilkan berjenis kaos.

Ketika proses pemotongan, kain perca dipisahkan menjadi 2 kategori yaitu kain ukuran besar dan kain ukuran kecil. Limbah kain konfeksi biasanya dikemas menggunakan plastik yang cukup besar, sehingga perlu adanya proses pemilihan warna, jenis, dan bentuk limbah kain konfeksi.

Gambar III. 3 Kondisi Limbah Kain Perca (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)

Gambar III. 4 Kain disusun berdarkan warna (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)

(36)

Setelah melalui proses pemilihan warna, Berikut merupakan tabel yang dibuat oleh penulis setelah melakukan wawancara dan observasi lapangan. Limbah kain perca dikategorikan sesuai dengan ukuran dan jenis kaos:

No Jenis Warna Ukuran

1 Lacoste PQ CVC

Terbuat dari 60% cotton dan 40% polyester. Bahan ini biasa digunakan untuk pembuatan kaos polo dan kaos shirt. Bahan ini halus, nyaman saat dipakai dan memiliki permukaan berpori.

Jenis nya: 24s dan 30s

Biru Muda

Biru Laut

Hijau

Orange

Biru muda L: 3 cm dan 10 cm P: 15cm - 60cm

Biru Laut L: 1.5cm, 6cm, 12cm P: 11cm – 60cm

Hijau L: 5cm, 10cm, 12cm P: 11cm – 50cm

Orange L: 8cm – 12cm P: 16cm – 26cm

Abu L: 12cm, 10.5 cm, 17cm

P: 20cm – 50cm

Abu Tua L: 5cm, 14cm, 10cm P: 11cm – 20cm

(37)

Abu

Abu Tua

Merah Cabe

Merah Cabe L: 9cm – 10cm P: 10cm – 50cm

2 Cotton Combed

Adalah jenis katun yang sangat halus. Terbuat dari 100% kapas alami. Bahan ini lembut, tidak panas dan mudah menyerap keringat. Bahan cotton combed ini paling banyak digunakan untuk pembuatan kaos.

Merah Tua

Merah Tua L: 2cm, 6cm, 8cm P: 12cm – 50cm

(38)

Jenisnya: 20s, 24s, dan 30s

3 Cotton Carded

Terbuat dari 100% serat kapas alami. Bahan ini tidak panas dan dapat menyerap keringat, namun bahan ini memiliki permukaan yang kurang lembut dibandingkan dengan cotton combed.

Jenisnya: 24s dan 30s

Abu

Kuning

Abu L: 6cm, 8cm, 15cm P: 18cm – 20cm

Kuning L: 6cm, 8cm, 15cm P: 20cm - 50cm

4 PE

Bahan kaos yang banyak digunakan untuk pembuatan kaos partai atau kaos promosi.

Terbuat dari 100%

polyester. Bahan ini agak panas, tidak mudah menyerap keringat dan mudah berbulu.

Jenis kaos nya yaitu 24s

Biru Muda, Biru Tua, Hijau Muda,

Kuning, Orange, Merah Tua

L: 4cm - 20cm P: 50cm – 100cm

Tabel III.1 ukuran dan jenis kaos limbah kain perca

(39)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)

Perca ukuran kecil biasanya dimanfaatkan kembali oleh warga Sragen yang rata rata dijadikan keset, sedangkan perca ukuran besar biasanya dimanfaatkan kembali untuk dijadikan masker.

Gambar III. 3 Limbah Kain Perca (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)

Proses pengambilan perca warga sekitar dapat dilakukan oleh semua orang yang dapat diambil kapan pun, jadi tidak ada proses pemesanan khusus kain perca.

Limbah Kain perca dapat diambil dalam jumlah yang banyak dan sedikit, bahkan seluruh limbah kain perca dapat diambil.

III.1.3 Data Sekunder

III.2 Hasil Eksplorasi

Eksplorasi limbah kain perca dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:

1) Rencana Persiapan

Pada tahap ini dilakukan proses pencelupan warna pada kain menggunakan pewarna panas polyester yaitu iretsu. Pewarna iretsu dipilih karena bahan kaos memiliki kandungan polyester yang cukup tinggi. Pewarnaan kain bertujuan agar warna kain sesuai dengan apa yang diharapkan. Proses pewarnaan menggunakan

(40)

warna jungle green, party green, dan coklat. Berikut teknik dan proses pewarnaan limbah kain perca:

No Warna sebelum dicelup Kain setelah dicelup Teknik dan proses 1

Biru Muda Hijau Tua

Menggunakan pewarna iretsu, campuran party green + jungle green.

Dengan perbandingan 2:1 Hijau tua dilakukan proses perebusan selama 50 menit.

2

Biru Muda Hijau muda

Menggunakan pewarna iretsu, campuran party green + jungle green.

Dengan perbandingan 2:1 Hijau muda Proses perebusan dilakukan selama 30 menit.

3

Hijau Muda Hijau Tua

Menggunakan pewarna iretsu Menggunakan warna Jungle green yang perebusan dilakukan selama 10 menit menjadi hijau tua.

4

Hijau Muda Hijau daun

Menggunakan pewarna iretsu Menggunakan warna Jungle green yang perebusan dilakukan selama 5 menit berubah menjadi hijau terang.

(41)

5

Orange

Coklat Tua

Menggunakan pewarna iretsu, Proses perebusan dilakukan

selama 20 menit

menggunakan warna coklat.

6

Kuning

Coklat muda

Menggunakan pewarna iretsu, Proses perebusan dilakukan

selama 15 menit

menggunakan warna coklat.

Tabel III.2 Proses pewarnaan limbah kain perca (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)

Setelah disimpulkan bahwa pewarna panas iretsu sangat menyerap pada limbah kain kaos yang memiliki kandungan polyester, sehingga kain dapat berubah warna sesuai yang diharapkan.

2) Eksplorasi tahap awal pengolahan limbah kain perca

Eksplorasi yang dilakukan sebelum memulai dalam tahap teknik tenun tapestri adalah dengan melakukan proses eksperimen reka benang. Bertujuan untuk mendapatkan hasil tenun tapestri yang maksimal. Proses reka benang menggunakan teknik jahit patchwork, jahit motif, dan jahit tepi neci.

Berikut merupakan alat dan bahan reka benang:

(42)

No Alat Fungsi 1

Gunting Sumber:

https://www.remodelista.com

Memotong bahan limbah kain perca konfeksi.

2

Benang

Sumber: https://fitinline.com

Menyambung antar limbah kain perca dan memberikan kesan estetika pada motif jahitan.

3

Mesin Jahit Portable Sumber:

https://fajarmesinjahit.com

Untuk menyambung atau menjahit limbah kain perca. Dan memberikan jahitan motif pada limbah kain perca.

4 Fungsi dari mesin obras adalah untuk

menjahit pinggiran kaos sekaligus menghaluskan jahitan dengan cara memotong pinggiran kain.

(43)

Mesin Obras Sumber:

https://alatprakteksmk.com/produ ct/mesin-obras/

Tabel III.3 Alat dan bahan reka benang

Kemudian dilakukan Proses berupa reka benang dilakukan melalui beberapa teknik percobaan dalam eksplorasi, antara lain:

No Hasil Reka Benang Bahan Teknik Analisa

1 Limbah kain

perca dan benang jahit.

Teknik:

Limbah kain dipotong sesuai dengan lebar 3 cm, lalu kain disambung dan dijahit

menggunakan mesin jahit.

Kemudian kain bagian kiri dan kanan dijahit neci kurang lebih 1 cm

Reka Benang dengan Teknik jahit neci memiliki kekurangan yaitu benang yang dijahit ketika reka benang dipotong terkadang lepas.

(44)

2 Limbah kain perca dan benang jahit.

Teknik:

Limbah kain dipotong dengan ukuran 5 cm kemudian dilipat menjadi 2 lalu kain disambung dan dijahit menggunakan mesin jahit.

Kemudian kain bagian kanan dijahit neci kurang lebih 1 cm.

Reka Benang dengan Teknik jahit neci memiliki kekurangan ketika proses neci, penjahit merasa kesulitan karena memiliki bahan kaos yang sulit/licin untuk di neci.

3 Limbah kain

dan benang fancy.

Teknik:

Limbah kain dipotong 3 cm kemudian dijahit menggunakan mesin jahit.

Kemudian kain dililit

menggunakan benang.

Reka Benang dengan Teknik lilit benang memiliki kekurangan yaitu kurang nya

memberikan gambaran jelas pada Tenun yang dihasilkan.

(45)

4 Limbah kain perca dan benang jahit.

Teknik:

Limbah kain dipotong 3 cm kemudian disambung dan dijahit

menggunakan mesin jahit.

Kemudian kain pada bagian tengah.

Reka Benang dengan Teknik jahit motif memiliki kekurangan yaitu ketika reka benang dipotong benang motif lepas.

5 Limbah kain

perca dan benang jahit.

Teknik:

Limbah kain dipotong 2 cm kemudian disambung dan dijahit

menggunakan mesin jahit.

Reka Benang dengan Teknik cukup efektif karena mudah nya diaplikasikan saat proses tenun.

Tabel III.4 Reka Benang

Analisa Kesimpulan:

a. Pengolahan limbah kain perca konfeksi dengan teknik jahit memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga setiap reka benang menghasilkan bentuk dan hasil yang berbeda.

b. Teknik jahit tepi neci menghasilkan benang yang ketika reka benang dipotong terkadang lepas, sehingga menghasilkan tenun yang tidak rapi.

c. Hasil jahitan tepi neci memberikan kesan benang yang lebih bervolume besar dibandingkan dengan kaos yang memiliki bahan yang tipis, sehingga jahit tepi neci kurang memberikan kesan estetika karena ukuran benang dan kain yang kurang seimbang.

(46)

d. Penjahit merasa kesulitan ketika melakukan jahit tepi neci karena material kaos memiliki bahan yang licin, sehingga jahitan tepi neci memiliki hasil yang tidak rapi.

3) Eksplorasi Awal Aplikasi Hasil Reka Benang Menggunakan Teknik Tenun

Pada tahap sebelumnya, eksperimen pengolahan reka benang menggunakan teknik jahit patchwork, jahit motif, dan jahit tepi neci. Maka proses selanjutnya berupa eksperimen limbah kain perca yang diolah menggunakan teknik tenun tapestri.

Teknik tapestri yang digunakan berupa teknik corak soumak dan corak giordes.

Teknik teknik reka benang sebelumnya akan diolah kembali menjadi teknik tenun tapestri, yang bertujuan untuk memberikan gambaran antar reka benang. Berikut merupakan tabel tahapan eksplorasi awal percobaan reka benang:

No Gambar Material dan Analisa

1 Material:

-Rekabenang dengan Teknik -Benang kaos

-Alat Kayu Spanram

Analisa:

-Teknik tenun yang digunakan

merupakan Teknik tenun tapestry corak soumak dan corak giordes.

-Benang lungsi menggunakan benang katun

-Limbah kain hasil reka benang sebagai benang pakan.

(47)

-Cukup efektif karena reka benang fleksibel untuk diaplikasikan ke dalam Teknik tenun

2 Material :

- Reka Benang dengan teknik neci - Benang katun

- Alat kayu spanram

Analisa :

- Teknik tenun yang digunakan

merupakan teknik tenun tapestri corak polos, corak soumak, dan corak giordes

- Benang lungsi menggunakan benang katun

- Limbah kain hasil reka benang dengan teknik neci sebagai benang pakan.

-Sulit diaplikasikan karena kain kaos memiliki bahan tebal lalu ada tambahan benang neci sehingga mereka benang semakin tebal dan sulit untuk

diaplikasikan ke tenun tapestry

(48)

3 Material :

- Reka Benang dengan teknik neci - Benang katun

- Alat kayu spanram

Analisa :

- Teknik tenun yang digunakan

merupakan teknik tenun corak soumak.

- Benang lungsi menggunakan benang katun.

- Limbah kain hasil reka benang dengan teknik neci sebagai benang pakan.

-Sulit diaplikasikan karena kain kaos memiliki bahan tebal lalu ada tambahan benang neci sehingga mereka benang semakin tebal dan sulit untuk

diaplikasikan ke tenun tapestry.

-hasil tenun terlihat sangat tebal dan ukuran terlihat mengembang.

(49)

4 Material :

- Reka Benang dengan teknik jahit motif

- Benang katun - Alat kayu spanram

Analisa :

- Teknik tenun yang digunakan

merupakan teknik tenun tapestri corak soumak.

- Benang lungsi menggunakan benang katun.

- Limbah kain hasil reka benang dengan teknik jahit motif.

-hasil tenun terlihat kurang rapi karena terdapat motif jahitan pada kain.

Tabel III.5 Eksplorasi Awal

Analisa Kesimpulan:

a. Memiliki tekstur dan bentuk yang berbeda-beda semua tergantung dari jenis pengolahan reka benang.

b. Jahit tepi neci menghasilkan tenun tapestri berukuran lebih besar, karena terdapat jahitan benang pada bagian pinggir reka benang.

Maka dapat disimpulkan reka benang yang dipilih untuk teknik tenun tapestri yaitu menggunakan teknik patchwork, karena proses reka benang lebih mudah dalam pengaplikasian teknik tenun.

(50)

III.3 Analisa Perancangan

Analisa perancangan dibuat oleh penulis berdasarkan masalah dan tujuan.

Berdasarkan masalah dan tujuan penulis mendapatkan berbagai sumber data dari berbagai sumber. Data didapatkan melalui berbagai studi literatur, penulis juga melakukan beberapa tahapan berupa observasi juga wawancara mengenai limbah kain konveksi dan cara pengolahan limbah tersebut. Berikut merupakan bagan data yang telah didapatkan melalui tahapan tersebut:

Analisa Perancangan, Tahap Eksplorasi (Sumber: Data Pribadi, 2022)

(Sumber: Data Pribadi, 2022)

(51)

Data Literatur

Data Primer - Limbah kain yang D

dihasilkan oleh industri konveksi.

- Jenis ukuran limbah kain perca yang memiliki perbedaan bentuk dan tekstur.

- Kain sendiri merupakan salah satu limbah dari bahan sintetis yang sulit terurai seperti halnya plastik (wisesa &

Nugraha,2015)

- Adanya eksplorasi limbah kain perca menggunakan Teknik tapestri namun tidak memiliki warna yang kurang selaras.

- Masih kurangnya penerapan limbah kain teknik tapestri pada produk fashion.

Pengolahan limbah kain - Penelitian yang

dimanfaatkan yaitu limbah kain konfeksi.

- Berdasarkan observasi, konfeksi di Desa Kalijambe menghasilkan sisa produksi berupa kaos, seragam, dan semua jenis pakaian.

- Setiap eksplorasi limbah kain rata rata adanya pemilihan limbah kain berdasarkan warna yang bisa diwarna kembali, sehingga limbah kain tidak terpakai maksimal.

- Limbah kain di Desa Kalijambe masih kurang optimal dalam pengolahannya karena kurang memanfaatkan dari

segi nilai

fungsional dan estetika.

- Dalam proses penyeragaman warna yaitu tahap pemutihan (tidak berhasil) dan pewarnaan.

Pewarna jenis iretsu (pewarna panas) bewarna hijau dan coklat adalah pewarna yang berhasil digunakan karena dapat merubah warna kain.

- Dilakukan rekabenang dengan menggunakan Teknik jahit patchwork.

- Proses eksplorasi menggunakan Teknik tapestri menggunakan corak soumak dan corak giordes.

Eksplorasi

(52)

Dari tabel penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa perancakan, sebagai berikut:

Limbah kain konfeksi di desa Kalijambe masih kurang dalam pengolahannya. Kurangnya pengolahan limbah kain konfeksi pada produk fashion mengakibatkan limbah kain cukup sulit terurai. Pemilahan warna limbah kain sebelum diaplikasikan ke dalam produk berakibat limbah kain tidak terpakai dengan maksimal. Untuk itu, peneliti mengangkat permasalahan tersebut dengan melakukan eksplorasi yang bertujuan untuk menyamakan warna limbah kain sesuai dengan konsep moodboard. Tahap pertama dilakukan pemutihan limbah kain agar saat diwarna menghasilkan warna yang mencolok namun ternyata tidak berhasil. Tahap kedua adalah pewarnaan. Pewarnaan menggunakan jenis pewarna panas merek Iretsu. Warna yang hanya bisa merubah warna kain adalah warna hijau dan coklat.

Selanjutnya dilakukan rekabenang dengan teknik patchwork dan kemudian dilakukan proses eksplorasi kembali menggunakan teknik tapestri. Yang kemudian tapestri dijadikan dekoratif dari produk fashion.

(53)
(54)

Daftar Pustaka

Hendar, S., Syamsudin, S., Suhendar, H., Sekolah, U., & Kejuruan, M.

(n.d.). TENUN TAPESTRY.

Suryani, H., Pd, S., Pd Gufran Darma Dirawan H Suradi Tahmir, M. H., &

Muh Yahya MKes, M. (2016). BUKU MODEL.

Khummaerah, A. N., & Puspitasari, C. (n.d.). EKSPLORASI MATERIAL LIMBAH KAIN KONVEKSI MENGGUNAKAN TEKNIK TENUN.

Munir, M. M., Thoyyibah, D., & Ni’mah, L. (2021). Pemanfaatan Limbah Kain Perca Menjadi Produk Bernilai Ekonomis Bagi Ormas PKK Desa Bugel. In Abdimas Singkerru(Vol. 1, Issue 2).

https://jurnal.atidewantara.ac.id/index.php/singkerru Liandra Khansa U. (n.d.). APLIKASI OLAHAN LIMBAH TEKSTIL

MENGGUNAKAN TEKNIK TAPESTRY DAN TUFTING PADA PRODUK TAS.

Agditya Dwigantara. (2011). KAJIAN KARYA TAPESTRI BIRUNAL ANAS ZAMAN TAHUN 2006-2010. 1–100.

A. Briggs- Goode and K.Townsend. (2011). Textile design: Principles, Advances, and Aplications.www.woodheadpublishing.com.

Waddel, G. (n.d.). How Fashion Works Couture , Ready-to-Wea r and Mass Productio n.

Tri Edy Margono, & Abdul Aziz. (2010). Mari Belajar Seni Rupa(Sonny Sjapey).

Gambar

Gambar II.3 Desain Struktur
Tabel 2.1 Alat Tapestri
Gambar II. 5 Dovetailed Tapestri  Sumber: McCloud, Gallinger, 1957: 59
Gambar II. 7 Tenun Tapestri Corak Soumak  Sumber: Buku tenun Tapestry
+7

Referensi

Dokumen terkait