Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Oleh
Epin Saepudin
1201461
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
SEKOLAH PASCASARJANA
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI
(Studi Kasus Pada Komunitas Bandung Creative City Forum)
Oleh Epin Saepudin
1201461
Disetujui dan Disahkan Oleh
Pembimbing I
Prof. Dr. Endang Danial, AR.,M.Pd.,M.Si NIP. 19500502 197603 1 002
Pembimbing II
Dr. Prayoga Bestari, M.Si NIP. 19750414 200501 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI
Oleh Epin Saepudin
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
@ Epin Saepudin 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Mei 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ABSTRAK
Epin Saepudin (NIM. 1201461). Penguatan Nilai Kesukarelaan dalam Membangun Ekonomi Kewarganegaraan Bagi Masyarakat Demokratis melalui Situs Kewarganegaraan (Studi Kasus Pada Komunitas Bandung Creative City Forum).
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy), serta (4) perlu penelitian lanjutan mengenai penguatan konsep quadro helix dalam pengembangan kemandirian warganegara di era demokrasi.
ABSTRACT
Epin Saepudin (NIM. 1201461). The Strengthening Value of Voluntarism to Develop Economic Civics for Democratic Citizen Through Site Citizenship (Case Study At Bandung Creative City Forum Community).
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
advocacy, monitoring and evaluation. The recommendations offered are; (1) empowering local organizations for supporting the program, (2) strengthen synergy community with academics, entrepreneurs, and government, (3) knowledge-based economic development, and (4) further research of strengthening quadro helix concept for developing self-reliance in democracy era.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan pembangunan nasional abad 21 mempunyai pelbagai
tantangan yang unik dan kompleks. Desakan arus globalisasi disamping
memberikan kebebasan dan keterbukaan warganegara untuk berinteraksi dengan
warganegara lain sebagai bagian dari “global citizen”, juga menghadirkan
pelbagai ancaman, hambatan dan tantangan yang harus dihadapi sebagai dampak
globalisasi.
Globalisasi bercirikan adanya persaingan terbuka yang sangat ketat dan
melibatkan negara-negara di seluruh dunia. Persaingan yang terjadi bukan hanya
berlaku bagi warga negara dalam satu negara, melainkan warga negara dalam satu
dunia yang melibatkan berbagai negara. Derajat kemampuan suatu negara dalam
menghadapi persaingan di era global tidak hanya diukur dari seberapa kaya suatu
negara akan sumber daya alam, melainkan seberapa cerdas negara dalam
mengelola sumber daya alam yang dimilikinya.
Sebagaimana dijelaskan Sanusi (1994: 8) bahwa kekayaan sumber daya
alam dari suatu negara bukan lagi merupakan unggulan utama untuk mampu
bersaing, tetapi lebih ditentukan oleh kemampuannya dalam mempersiapkan dan
memiliki sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. Pertama, sumber
daya manusia yang mampu menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Kedua, memiliki kecerdasan dan kreativitas. Ketiga, memiliki daya
juang yang tinggi dan bermoral. Keempat, berketerampilan hidup.
Mengacu pada ciri karakteristik sebagaimana tersurat di atas, dapat
ditegaskan bahwa derajat kemampuan suatu negara untuk menghadapi persaingan
di era global amat ditentukan oleh kemampuannya mempersiapkan sumber daya
manusia yang mampu menyesuaikan diri dan mengembangkan pelbagai
kesempatan yang ada serta mampu merubah tantangan yang muncul dalam arus
lingkungannya menjadi sebuah peluang untuk meningkatkan harkat dan martabat
Akan tetapi, realitas menunjukan bahwa prasyarat-prasyarat dan harapan
sebagaimana tersurat di atas nampaknya belum terealisasi sepenuhnya dalam
konteks Indonesia kekinian. Hal tersebut ditandai dengan munculnya pelbagai isu
peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia yang selama ini sarat menghiasi
berita di beberapa media, baik cetak maupun elektronik. Kondisi demikian
menunjukan masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat sebagai
warganegara merdeka menuju masyarakat madani. Kondisi yang lebih
memprihatinkan dan patut untuk menjadi bahan perenungan adalah banyak
pengangguran yang berasal dari kalangan orang-orang berpendidikan yang secara
formal mempunyai gelar sarjana, hal mana sangat bertentangan dengan tujuan
pendidikan nasional yakni mengembangkan sumber daya manusia secara
maksimal.
Peningkatan angka pengangguran di Indonesia merupakan masalah besar
yang dihadapi bangsa. Badan Pusat Statistik (BPS) sebagaimana dilansir dalam
tribun.com (tersedia di http://www.tribunnews.com/bisnis/ 2013/11/06/
pengangguran-di-Indonesia-mencapai-739-juta-orang diakses tanggal 29
Desember 2013) mencatat angka pengangguran di Indonesia saat ini sebesar 7,39
juta orang dari total angkatan bekerja 118,19 juta orang. Dalam setahun terakhir,
jumlah angkatan kerja di Indonesia bertambah tetapi tingkat partisipasi angkatan
kerja menurun 0,98 persen. Sebagaimana dijelaskan Suryamin bahwa
Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia pada Agustus 2013 mencapai 6,25
persen. Angka tersebut mengalami peningkatan dibanding TPT Februari 2013
sebesar 5,92 persen dan dibandingkan TPT Agustus 2012 meningkat 6,14 persen.
Jika kita kaji lebih dalam, sebenarnya era globalisasi membuka peluang
yang sebesar-besarnya bagi semua warga dunia untuk dapat membuka usaha.
Akan tetapi, besarnya peluang berkompetisi di era global tidak mungkin dapat
dimanfaatkan oleh warganegara dengan tingkat kreativitas dan inovasi yang
minim. Para lulusan SMA maupun perguruan tinggi dibelenggu dengan
paradigma bahwa menjadi pekerja adalah lebih baik daripada menjadi pengusaha,
karena minim resiko menghadapi kegagalan. Tetapi, paradigma yang berkembang
dimana para lulusan SMA maupun perguruan tinggi merasa kesulitan untuk
meniti karir di dunia kerja ketika selesai melaksanakan studinya karena tidak
memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Secara historis salah satu kegagalan bangsa Indonesia dalam menghasilkan
mutu lulusan yang produktif, merupakan dampak dari sistem pendidikan yang
diterapkan pada masa orde baru. Hal mana dijelaskan Todaro (2003:7) bahwa
pelembagaan nilai-nilai kebangsaan dapat memupuk nilai kebanggaan, kegigihan,
kejujuran, patriotisme yang sangat populer ketika zaman orde baru dan banyak
membuahkan hasil walaupun pada akhirnya pendidikan yang bersifat indoktrinatif
dan refresif dalam pendekatannya membuat rakyat Indonesia tidak berdaya,
kurang kreatif, kurang gigih dan militan dalam bekerja, senang berfikir instan dan
lebih senang bekerja daripada berusaha sendiri sehingga pembinaan karakter bagi
masyarakat harus terus dikembangkan sampai pada masa reformasi seperti
sekarang ini.
Sekaitan dengan itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Repiblik
Indonesia berupaya memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia dengan
mengarahkan pada pembangunan jiwa kewirausahaan peserta didik agar ketika
keluar dari bangku persekolahan atau perguruan tinggi mereka dapat menciptakan
lapangan usaha bagi sesamanya, dalam arti tidak hanya bergantung pada
lowongan kerja di perusahaan-perusahaan swasta, BUMN maupun menjadi
seorang Pegawai Negeri Sipil.
Salah satu inovasi yang dilakukan pemerintah adalah memasukkan
pendidikan kecakapan hidup yang mencakup kecakapan pribadi, kecakapan sosial,
kecakapan akademik dan atau kecakapan vokasional di dalam kurikulum untuk
semua jenis dan jenjang pendidikan formal. Proses penyempurnaaan pendidikan
kecakapan hidup yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memasukkan
pendidikan kewirausahaan dan ekonomi kreatif ke dalam kurikulum yang pada
praktiknya, pendidikan kewirausahaan dan ekonomi kreatif ini dapat terintegrasi
ke dalam mata pelajaran yang diajarkan guru dan atau secara khusus menjadi mata
Arah pendidikan yang bertuju pada terbentuknya jiwa wirausaha peserta
didik dewasa ini ditegaskan oleh Presiden Susilo Bambang Yodhoyono (Kompas,
30 Oktober 2009) yang menyatakan bahwa Kementerian Pendidikan Nasional
harus mengubah metodologi pembelajaran yang berpusat pada siswa, agar mampu
mendorong siswa menjadi kreatif dan inovatif, memunculkan semangat
kemandirian dan jiwa kewirausahaan peserta didik, serta menyelenggarakan
pendidikan berbasis karakter. Pernyataan tersebut merupakan salah satu bentuk
respon dari situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia, yang mana globalisasi
mempunyai banyak pengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dalam segala bidang terutama terkait dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tujuan pendidikan nampaknya lebih luas daripada pembentukan pribadi
yang mampu bersaing dalam lingkup nasional, melainkan berorientasi pada
terbentuknya warga negara yang mampu untuk bersaing di era global. Pendidikan
sebagai sarana pencerdasan dan peningkatan wawasan serta intelektualitas warga
negara diarahkan untuk dapat membentuk peserta didik yang memiliki kreativitas,
semangat kemandirian berusaha yang pada akhirnya mampu menciptakan
lapangan pekerjaan sendiri dengan memanfaatkan situasi, potensi dan setiap
kesempatan yang ada dan bukan malah menggantungkan diri pada tangan orang
atau Negara lain sebagaimana jargon yang dikemukakan oleh Bung Karno bahwa
bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang berdikari (berdiri di atas kaki
sendiri)
Terkait dengan hal tersebut, Engkoswara (1999:46) menjelaskan kualitas
lulusan dituntut memiliki kemampuan kemandirian yang tangguh agar dapat
menghadapi tantangan, ancaman, hambatan yang diakibatkan terjadinya
perubahan global. Tantangan yang terjadi pada era global adalah semakin
menipisnya kualitas kemandirian masyarakat Indonesia yang kesemuanya itu
harus diselesaikan, salah satunya dengan menggalakan pendidikan kewirausahaan
pada setiap lini pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan harus terus dilakukan
karena berpengaruh terhadap output yang dihasilkan, karena itu pembelajaran
dilakukan secara efektif dan efisien agar peserta didik dapat menghayati dan
menjalani proses pembelajaran secara bermakna.
Transformasi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan sebagai upaya
membentuk manusia Indonesia yang unggul dan berdikari, hal mana
memfokuskan pada penumbuhkembangan kreativitas dan kemandirian
warganegara. Kasmir (2007:18) menjelaskan bahwa secara sederhana arti
wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani mengambil
resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani
mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani memulai usaha,
tanpa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti.
Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira berarti pejuang, pahlawan,
manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha
adalah perbuatan amal, bekerja, dan berbuat sesuatu. Jadi wirausaha adalah
pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu (www.google.com diunduh tanggal 1
Maret 2012).
Berdasarkan Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan
Kecil Nomor 961/Kep/M/XI/1995 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Gerakan
Nasional Memasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan disebutkan
bahwa kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan
seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya
mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru
dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih
baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih besar. Mengacu pada definisi
tersebut, kewirausahaan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan
oleh seseorang untuk membuat sesuatu yang baru dengan maksud untuk mencari
keuntungan pribadi sehingga ia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, membuka
lapangan pekerjaan bagi orang lain, yang pada akhirnya ikut berkontribusi dalam
menciptakan kesejahteraan warganegara.
Suryana (2010:11) menjelaskan kewirausahaan sebagai sesuatu
kemampuan kreatif dan inovatif (create new and different) yang dijadikan kiat,
barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi risiko.
Selanjutnya, ia menjelaskan beberapa hal yang menjadi hakikat penting
kewirausahaan antara lain:
1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis.
2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different).
3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan.
4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (start-up phase) dan perkembangan usaha (venture growth).
5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (creative), dan sesuatu yang berbeda (inovative) yang bermanfaat memberi nilai lebih. (Suryana, 2004: 10-11)
Berdasarkan hakikat kewirausahaan di atas, maka dapat dijelaskan bahwa
salah satu tujuan pelembagaan nilai-nilai kewirausahaan semata untuk
memperbaiki kehidupan. Untuk mencapai hal tersebut, maka seorang yang akan
memulai suatu usaha harus mampu menganalisis kebutuhan pasar dan situasi
ekonomi yang sedang berkembang, kemudian menyikapi situasi tersebut dengan
gagasan-gagasan dan ide-ide kreatif yang dapat menjadikan sesuatu yang
bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. Sebagaimana Geofrey
(2000:5) menjelaskan bahwa para wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai
kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan
sumber-sumber yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan daripadanya dan
mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Karena itu, aspek
penting yang harus ditanamkan dalam proses transformasi nilai-nilai
kewirausahaan adalah menumbuhkan kreativitas, inovasi, dan gagasan-gagasan
dalam memandang berbagai peluang.
Seorang wirausahawan tidak terbatas pada usia, hal mana terkadang
membuat kita jemu dan rendah diri untuk memulai suatu usaha dikarenakan masih
kuatnya anggapan bahwa orang yang muda belum punya banyak pengalaman
berjalan maksimal bahkan cenderung gagal karena belum banyaknya pengalaman
yang dirasakan dalam dunia. Anggapan tentang pentingnya kematangan dari segi
usia untuk berwirausaha dapat terbantahkan dengan munculnya salah satu
perusahaan komputer terbesar di dunia Dell Computer Corporation.
Longenecker (2000:3) memberikan gambaran singkat mengenai sosok
wirausahawan yang mendirikan perusahaan “Dell Computer Corporate” ia adalah Michael Dell. Ketika menjadi mahasiswa baru di The University of Texas di
Austin, Michael Dell mulai menjual komponen-komponen komputer melalui
pesanan dari asramanya. Tak lama kemudian, dia telah mengirimkan
komponen-komponen tersebut senilai $80.000 tiap bulannya. dalam waktu singkat, dia mulai
membangun perusahaan IBM. Dari petikan cerita tersebut dapat dijelaskan bahwa
usia muda bukanlah hambatan bagi kesuksesan Michael Dell sebagai seorang
wirausaha. Dia memulai bisnisnya dengan modal yang sangat kecil dengan
berbekal tabungan sebesar $1.000 dan pinjaman bank yang dijamin dengan
mobilnya. Dell dapat mengembangkan usaha yang kecil menjadi sebuah bisnis
yang sangat luar biasa.
Menjadi seorang wirausahawan bukanlah sesuatu yang tidak disengaja
melainkan dipelajari dan dikembangkan. Sekaitan dengan itu, Danial (2010:37)
mengemukakan beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang
wirausahawan, antara lain:
1. Menyukai tanggung jawab
2. Lebih menyukai resiko menengah
3. Keyakinan akan kemampuan untuk meraih keberhasilan 4. Hasrat untuk memperoleh umpan balik
5. Tingkat energi yang tinggi 6. Orientasi kedepan
7. Keterampilan mengorganisasi
8. Menilai prestasi lebih tinggi daripada uang
Penumbuhkembangan kreativitas dan jiwa wirausaha amat potensial
dilaksanakan melalui proses pendidikan yang dewasa ini bertujuan untuk merubah
paradigma berfikir peserta didik menjadi seorang yang kreatif, inovatif dan
berpandangan jauh kedepan dengan memanfaatkan seluruh kemampuan yang ada
power means competent and strong enough to enable us, the majority of people,
to decide what kind of a world” yang artinya pendidikan sebagai kekuatan berarti
mempunyai kewenangan dan cukup kuat bagi kita, bagi rakyat banyak untuk
menentukan suatu dunia yang macam apa yang kita inginkan dan macam mana
mencapai tujuan semacam itu. Brameld yakin bahwa untuk menciptakan suatu
negara yang maju dapat ditempuh melalui pendidikan.
Proses pendidikan tidak hanya dimaknai sebagai pendidikan yang
berlangsung di sekolah saja, melainkan dapat berlangsung diluar sekolah seperti
di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Sebagaimana dijelaskan
Richey dalam Darmadi (1999:2) bahwa:
“Education” refers to the broad function of preserving and improving the life of the group through bringing new members into its shared concern. Education is thus a far broader process than that which occurs in schools. It is an essential social activity by which communities continue to exist. In Communities this function is specialzed and institutionalized in formal education, but there is always the education, out side the school with which the formal process is related”
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa pendidikan adalah suatu
proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja
tetapi merupakan suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat tetap ada
dan berkembang. Pada suatu masyarakat yang majemuk, fungsi pendidikan ini
mengalami spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa
tetap berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah. Proses
tersebut dipengaruhi oleh lingkungan yang mengajarkan bagaimana menjadi
orang yang dapat berguna bagi masyarakat. Thomson dalam Darmadi (1977:1)
menjelaskan bahwa pendidikan adalah pengaruh lingkungan atas individu untuk
menghasilkan perubahan yang tepat didalam kebiasaan tingkah lakunya, pikiranya
dan perasaannya. Sekaitan dengan itu, pelembagaan nilai-nilai kreativitas dan
kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengembangan komunitas-komunitas
bisnis di lingkungan masyarakat.
Pengembangan komunitas sebagai kekuatan dalam pembangunan kota
kreativitas, kemandirian, ekonomi kewarganegaraan dan demokrasi merupakan
salah satu fokus kajian pendidikan kewarganegaraan sebagai bidang ilmu yang
multidimensional. Keberadaan komunitas-komunitas tersebut dalam kajian
pendidikan kewarganegaraan dikenal dengan konsep situs kewarganegaraan (site
citizenship). Winataputra dan Budimansyah (2007:151) menjelaskan situs
kewarganegaraan sebagai modus lain dari pendidikan kewarganegaraan yang
mencakup berbagai kegiatan yang amat bervariasi dalam tujuan dan formatnya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa berbagai kegiatan inovatif dilakukan dalam
upaya pengembangan kualitas warganegara sesuai dengan konteks masing-masing
negara dan komunitas dalam negara itu. Situs kewarganegaraan sebagai wahana
dalam membangun ekonomi kewarganegaraan dilakukan di Italia secara
terintegrasi dengan Tirreno Network School Project yang dimulai tahun 1989
dengan pusat perhatian pada “economic and social problems” dan melibatkan
siswa, orang tua, guru, warga masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat.
Bandung sebagai kota kreatif mempunyai berbagai komunitas dalam
kaitannya dengan peningkatan kewirausahaan. Tumbuhnya pelbagai komunitas
pengusaha merupakan upaya dalam menekan angka pengangguran di Kota
Bandung. Badan Pusat Statistik Kota Bandung (2012) mencatat terjadinya
peningkatan jumlah angkatan kerja Kota Bandung pada tahun 2012 sebesar 3,70%
dibandingkan dengan tahun 2011. Pada tahun 2011, angkatan kerja yang berada di
Kota Bandung tercatat sebanyak 1.129.744 tenaga kerja dan meningkat menjadi
1.171.551 tenaga kerja di tahun 2012. Pada tahun 2012, sebanyak 90,83% dari
angkatan kerja telah memiliki pekerjaan dan sisanya sebesar 9,17% masih
menganggur. Tingkat pengangguran terbuka di Kota Bandung selama periode
2011-2012 mengalami penurunan yang cukup tinggi, dari sebesar 10,34% pada
tahun 2011 menjadi sebesar 9,17% pada tahun 2012 sebagaimana dapat dilihat
pada grafik 1. Kondisi demikian menunjukan bahwa bahwa secara makro, tingkat
Gambar 1.1
Perkembangan Tenaga Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka Kota Bandung Tahun 2011-2012
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bandung (2012)
Melihat data sebagaimana dijelaskan di atas, maka keberadaan
komunitas-komunitas wirausaha turut memberikan kontribusi positif dalam rangka
menurunkan angka pengangguran di Kota Bandung melalui program-program
guna meningkatkan kreativitas, inovasi dan gagasan-gagasan warga negara. Salah
satu komunitas yang konsen terhadap pengembangan nilai-nilai kewirausahaan
adalah Bandung Creative City Forum (BCCF), dimana salah satu fokus
kegiatannya adalah menumbuhkan kreativitas para pengusaha atau calon
pengusaha muda di Kota Bandung, karena itu tidak heran jika dalam
perjalanannya komunitas ini mampu menghasilkan para pengusaha yang berhasil
dan turut berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, bangsa dan
negara.
Menumbuhkembangkan kreativitas dalam upaya membangun ekonomi
kewarganegaraan tidak hanya cukup pada pemerolehan keuntungan semata, akan
tetapi lebih daripada itu gerakan ekonomi kewarganegaraan harus dilandasi
dengan semangat nasionalisme dalam arti ikhwal apa yang dilakukan merupakan
penjelmaan dari kesadaran sebagai sebuah bangsa yang harus mandiri dan
Indonesia mensyaratkan adanya upaya untuk terus menerus meningkatkan
perekonomian negara.
Hasil studi Przeworksi dan Limongi dalam Juoro (2004: 14) menunjukan
bahwa proyek demokatisasi akan gagal dilaksanakan bila pembangunan ekonomi
(diukur dengan pendapatan per kapita) suatu negara ada pada level rendah. Hal
senada juga diungkapkan Lipset dalam Collier (1979: 9) yang memberikan
postulat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan prasyarat terbukanya peluang
demokratisasi di masa mendatang. Tanpa ada pertumbuhan ekonomi, sulit bagi
terciptanya pemerintahan dan masyarakat demokatis. Karena itu perlu dilakukan
penguatan nilai nasionalisme dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dalam kerangka demokrasi. Nasionalisme sebagai manifestasi kesadaran nasional
yang mengadung cita-cita yang merupakan ilham yang mendorong dan
merangsang suatu bangsa untuk lebih mandiri menghadapi tantangan
demokratisasi dan globalisasi. Sebagaimana Isjwara (1982:130) yang menjelaskan
salah satu cita-cita nasionalisme adalah perjuangan untuk mewujudkan
persatuan nasional yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial, keagamaan,
kebudayaan, dan persekutuan serta adanya solidaritas.
Keberadaan komunitas-komunitas dalam pengembangan ekonomi
kewarganegaraan dilatarbelakangi oleh realitas kemiskinan masyarakat yang
memprihatinkan telah menarik perhatian pelbagai kelompok masyarakat, baik di
sektor swasta (private sector) maupun komunitas (voluntary sector) yang
menunjukan gerakan aksi kerelawanan untuk mewujudkan keadilan sosial.
Bandung Creative City Forum (BCCF) merupakan salah satu komunitas yang
mempunyai spirit kerelawanan dalam membangun kesejahteraan masyarakat.
Spirit ini penting karena semangat kesukarelaan menjadi faktor kunci bagi
keberlanjutan upaya penanggulangan kemiskinan. Kesukarelaan merujuk pada
tanggung jawab sosial masyarakat terhadap upaya penanggulangan kemiskinan
bukan hanya “kegiatan sesaat” yang semata hadir karena tuntutan proyek atau
kepentingan lain yang bersifat jangka pendek (Hilman, 2010: 44).
Kesukarelaan muncul ketika seseorang melihat kondisi lingkungan
minimal hidup yang sejahtera. Hilman (2010: 46) menjelaskan bahwa sikap yang
muncul dalam gerakan voluntarisme (kesukarelaan) adalah munculnya sikap
peduli dan rasa ingin melakukan sesuatu, mencari tahu apa yang sedang terjadi,
dan barangkali ada keinginan untuk mengubah kondisi lingkungannya menjadi
lebih baik.
Penguatan gerakan kesukarelaan (voluntarisme) diperlukan dalam upaya
membangun ekonomi kewarganegaraan agar tercipta masyarakat demokratis,
karena keberhasilan pelaksanaan demokrasi di suatu negara amat ditentukan oleh
kekuatan perekonomian negara bersangkutan. Sebagaimana dijelaskan oleh
Mujani (2006: 9) bahwa lambatnya pemulihan ekonomi bisa berdampak negatif
terhadap kepuasan publik terhadap praktek demokrasi di negara kita, dan pada
akhirnya masyarakat semakin tidak yakin bahwa demokrasi merupakan sistem
terbaik atau paling cocok untuk negara kita.
Mengacu pada pendapat sebagaimana tersurat di atas, dapat dijelaskan
bahwa lambannya pemulihan ekonomi nasional secara potensial dapat
mengancam legitimasi atas konsolidasi demokrasi. Untuk membangun ekonomi
kewarganegaraan dalam menciptakan tatanan kehidupan yang demokratis
diperlukan suatu gerakan voluntarisme, yakni sebuah gerakan yang dilakukan
masyarakat secara sukarela untuk membantu sesamanya sehingga dapat maju dan
berkembang bersama dengan menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan
bangsa serta dalam rangka menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Kekuatan kesukarelaan (voluntarisme) dalam membangun ekonomi
kewarganegaraan merupakan spirit pembangunan dalam upaya menciptakan
warganegara yang lebih kreatif, inovatif, bertanggungjawab, disiplin, memiliki
nilai-nilai kebangsaan dan kemandirian kuat yang didasari oleh semangat
kesukarelaan, keikhlasan, kepedulian sosial dan kebersamaan sebagai sebuah
bangsa.
Berdasarkan data dan pemikiran di atas, penulis merasa tertarik untuk
mengkaji lebih dalam mengenai pengembangan situs kewarganegaraan sebagai
warganegara. Karena itu, penulis mengangkat permasalahan ini kedalam suatu
penelitian dengan judul “Penguatan Nilai Kesukarelaan dalam Membangun
Ekonomi Kewarganegaraan Bagi Masyarakat Demokratis Melalui Situs
Kewarganegaraan (Studi Kasus di Komunitas Bandung Creative City
Forum)”
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, penulis dapat
mengidentifikasi beberapa permasalahan antara lain; Pertama, perjalanan
demokrasi tidak dibarengi dengan peningkatan ekonomi nasional; Kedua,
rendahnya kreativitas warganegara dalam menciptakan sesuatu dalam kaitannya
dengan pengembangan kehidupan ekonomi. Ketiga, tingginya tingkat
pengangguran di Indonesia; Keempat, masih kuatnya paradigma bahwa bekerja
adalah lebih baik daripada membuka usaha sendiri; Kelima, masih rendahnya
minat dan motivasi masyarakat terhadap wirausaha; Keenam, masih rendahnya
keberanian dalam mencari, mengembangkan dan menciptakan peluang dalam
upaya meningkatkan kehidupan kearah yang lebih baik. Ketujuh, perkembangan
ekonomi di Indonesia sebagian besar hanya berorientasi money oriented;
Kedelapan, semakin memudarnya nilai-nilai kebangsaan; Kesembilan,
pemerintahan memiliki banyak keterbatasan dalam meningkatkan kondisi sosial
masyarakat yang belum sejahtera. Karena itu, fokus permasalahan yang dikaji
dalam penelitian ini adalah penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun
ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs
kewarganegaraan.
2. Perumusan Masalah
Untuk menjawab permasalahan sebagaimana diidentifikasi di atas, maka
penulis merincinya ke dalam beberapa rumusan sebagai berikut:
a. Bagaimana latar belakang munculnya gerakan kesukarelaan dalam
membangun ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis
b. Bagaimana aktivitas dan kekuatan kesukarelaan dalam membentuk
ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs
kewarganegaraan?
c. Faktor-faktor apa saja yang determinan terhadap pengembangan situs
kewarganegaraan dalam memobilisasi gerakan kesukarelaan untuk
mendukung keberhasilan program ekonomi kewarganegaraan bagi
masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan?
d. Hambatan apa saja yang muncul dan upaya yang dilakukan dalam
penguatan nilai kesukarelaan sebagai upaya membentuk ekonomi
kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs
kewarganegaraan?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dan menganalisis
penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan bagi
masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan yang pada akhirnya hasil
penelitian tersebut dapat digunakan oleh para pemerhati, pengembang dan para
pemangku kebijakan dalam menumbuhkembangkan spirit kesukarelawanan dan
kemandirian masyarakat dalam membangun kesejahteraan ekonomi dalam
mendukung perjalanan demokrasi di Indonesia.
2. Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang munculnya gerakan
kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan bagi
masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.
b. Mendeskripsikan dan menganalisis aktivitas dan kekuatan kesukarelaan
dalam membentuk ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis
melalui situs kewarganegaraan.
c. Mendeskripsikan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang determinan
gerakan kesukarelaan untuk mendukung keberhasilan program ekonomi
kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs
kewarganegaraan.
d. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan hambatan yang muncul dan upaya
yang dilakukan dalam penguatan nilai kesukarelaan sebagai upaya
membentuk ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis
melalui situs kewarganegaraan.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian dapat dijadikan referensi bagi
pengembangan keilmuan pendidikan kewarganegaraan berbasis masyarakat,
terutama dalam pengembangan konsep ekonomi kewarganegaraan bagi
masyarakat demokratis berbasis nilai kesukarelaan melalui situs
kewarganegaraan.
2. Secara Praktis
Selain memberikan manfaat secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat pada tataran praktis sebagai berikut:
a. Diketahuinya latar belakang munculnya gerakan kesukarelaan dalam
membangun ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis
melalui situs kewarganegaraan.
b. Diketahuinya aktivitas dan kekuatan kesukarelaan dalam membentuk
ekonomi kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs
kewarganegaraan.
c. Dikatahuinya faktor-faktor yang determinan terhadap pengembangan situs
kewarganegaraan dalam memobilisasi gerakan kesukarelaan untuk
mendukung keberhasilan program ekonomi kewarganegaraan bagi
masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.
d. Diketahuinya hambatan yang muncul dan upaya yang dilakukan dalam
kewarganegaraan bagi masyarakat demokratis melalui situs
kewarganegaraan.
E. Struktur Organisasi Tesis
Tesis ini dibagi menjadi lima bab, sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, merupakan rasional yang menjelaskan pentingnya
penelitian ini dilakukan. Isi dari bab ini meliputi; a) Latar belakang
masalah, b) Identifikasi dan perumusan masalah, c) Tujuan penelitian,
d) Manfaat penelitian dan e) Struktur organisasi tesis.
Bab II Kajian Pustaka, merupakan gambaran berbagai konsep, generalisasi dan
teori yang digunakan untuk menganalisis hasil penelitian. Isi dari bab
ini meliputi; a) Nilai kesukarelaan (voluntarisme), b) Konsep economic
civics, dan c) Situs kewarganegaraan, d) Kerangka pemikiran, dan e)
Penelitian terdahulu.
Bab III Metodologi Penelitian, merupakan penjelasan yang rinci mengenai
metode penelitian yang digunakan. Isi dari bab ini meliputi; a) Lokasi
dan subjek penelitian, b) Desain penelitian dan justifikasi penggunaan
desain tersebut, c) Metode penelitian dan justifikasi penggunaan metode
tersebut, d) Definisi operasional yang dirumuskan untuk setiap variabel,
e) Instrumen penelitian, f) Teknik pengumpulan data, dan g) Teknik
pengolahan dan analisis data.
Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, merupakan gambaran data yang
diperoleh dari lapangan untuk kemudian dianalisis menggunakan
berbagai teori yang relevan. Isi dari bab ini meliputi a) Gambaran
umum lokasi penelitian, b) Deskripsi hasil penelitian, dan c) Analisis
hasil penelitian.
Bab V Simpulan dan Saran, merupakan jawaban dari aspek yang diteliti. Bab
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subjek dan Lokasi Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah Ketua BCCF, Pengurus BCCF,
Anggota BCCF, Partisipan BCCF dan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi
dan UKM Kota Bandung. Secara lebih jelas, subjek dalam penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Subjek Penelitian
No Subjek Penelitian Jumlah
1 Ketua BCCF 1 Orang
2 Pengurus BCCF 2 Orang
3 Anggota BCCF 2 Orang
4 Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM
Kota Bandung
1 Orang
5 Partisipan BCCF 15 Orang
Jumlah 21 Orang
Sumber : Data diolah oleh Penulis (2014)
Subjek penelitian sebagaimana dijelaskan pada tabel di atas dipilih karena
dianggap dapat memberikan informasi yang rinci tentang penguatan nilai
kesukarelaan (voluntarisme) dalam membangun ekonomi kewarganegaraan bagi
masyarakat demokratis melalui situs kewarganegaraan.
Ketua BCCF dipilih karena dinilai mempunyai sejumlah informasi
berkaitan dengan aktivitas-aktivitas yang dilakukan BCCF, utamanya terkait
manajemen yang diterapkan guna mengoptimalkan gerakan kesukarelaan dalam
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
memperkuat hasil penelitian terkait aktivitas-aktivitas tersebut, peneliti juga
mengambil pengurus BCCF untuk memperoleh sejumlah informasi yang
diperlukan peneliti mengenai perkembangan situs kewarganegaraan (BCCF)
berbasis kesukarelaan (voluntarisme), utamanya ikhwal latar belakang munculnya
gerakan kesukarelaan melalui situs kewarganegaraan serta aktivitas dan kekuatan
gerakan kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan melalui situs
kewarganegaraan.
Anggota BCCF dipilih sebagai subjek penelitian karena dianggap dapat
memberikan informasi mengenai sejauhmana kontribusi yang telah diberikan
dalam memperkuat gerakan kesukarelaan yang telah, sedang dan akan dilakukan
yang berkaitan dengan peningkatan ekonomi di kota Bandung. Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Bandung merupakan
responden dari unsur pemerintahan yang dipilih karena kewenangannya dari sisi
kebijakan terkait peningkatan ekonomi kewarganegaraan dalam rangka
pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Selain melakukan wawancara dengan ketua BCCF, pengurus BCCF,
anggota BCCF dan pemerintah daerah, peneliti juga menentukan partisipan BCCF
sebagai subjek penelitian. Partisipan BCCF merupakan pihak-pihak baik berasal
dari komunitas ataupun individu yang mengikuti kegiatan BCCF, tetapi statusnya
tidak sebagai pengurus maupun anggota BCCF.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak di sekretariat Bandung Creative City Forum
(BCCF) yang beralamat di Jalan Purnawarman No. 70 Kota Bandung. Pemilihan
Bandung Creative City Forum (BCCF) sebagai lokasi penelitian didasarkan pada
hasil pra penelitian yang dilakukan oleh penulis, bahwa komunitas tersebut
melakukan pelbagai aktivitas dalam upaya membangun kemandirian warganegara
melalui peningkatan ekonomi kewarganegaraan.
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dengan maksud
agar peneliti lebih leluasa dalam mengkaji dan menganalisis pelbagai fenomena
yang ditemui di lapangan secara komprehensif, sebagaimana dijelaskan Miles & Huberman (2007:2) bahwa “dengan data kualitatif kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab-akibat dalam lingkup
pikiran orang-orang setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat”.
Selanjutnya, Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2000:3) menjelaskan penelitian kualitatif sebagai “prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Melalui pendekatan kualitatif ini diharapkan peneliti dapat melakukan kajian secara komprehensif berkaitan dengan masalah penelitian.
Sekaitan dengan itu, Alwasilah (2012: 64-67) menjelaskan beberapa ciri
yang membedakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan lainnya sebagai
berikut:
1. Pemahaman makna, merujuk pada kognisi, afeksi, intensi, dan apa saja yang terpayungi dengan istilah “perspektif partisipan” (participant’s perspectives). Fokus pada makna seperti ini merupakan hal mendasar bagi mazhab interpretatif dalam studi ilmu sosial.
2. Pemahaman konteks tertentu, yakni dalam penelitian kualitatif perilaku responden dilihat dalam konteks tertentu dan pengaruh konteks terhadap tingkah laku itu.
3. Identitas alamiah dan pengaruh tidak terduga, yakni bagi peneliti kualitatif setiap informasi,kejadian, perilaku, suasana dan pengaruh baru adalah “terhormat” dan berpotensi sebagai data untuk membeking hipotesis kerja (hipotesis kini dan hipotesis sementara waktu)
4. Kemunculan teori berbasis data (grounded theory), yakni teori yang sudah jadi atau pesanan, atau a priori tidaklah mengesankan kaum naturalis, karena teori-teori ini akan kewalahan jika disergap oleh informasi, kejadian, suasana, dan pengaruh baru dalam konteks baru. 5. Pemahaman proses, yakni para peneliti naturalis berupaya untuk lebih
memahami proses (daripada produk) kejadian atau kegiatan yang diamati.
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
kejadian-kejadian itu berhubungan satu sama lain dalam kerangka penjelasan sababiyah lokal.
Mengacu pada pendapat sebagaimana tersurat di atas, dapat dijelaskan
bahwa penelitian kualitatif mamfokuskan pada pemberian makna terhadap realitas
yang teramati. Karena itu, penelitian kualitatif lebih menekankan pada kajian
secara komprehensif terhadap hasil penelitian daripada hanya sekedar memaknai
hasil penghitungan kuantitatif. Sebagaimana dijelaskan Creswell (2008:50) bahwa Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting.
Pernyataan ini menyiratkan bahwa pendekatan kualitatif merupakan suatu
pendekatan yang menekankan pada kajian interpretatif data hasil penelitian dan
tidak menggunakan kuantifikasi atau perhitungan statistik. Sebagaimana
dijelaskan Alwasilah (2012: 66) bahwa ”para peneliti naturalis berupaya untuk
lebih memahami proses (daripada produk) kejadian atau kegiatan yang diamati”.
C. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian dengan menggunakan
metode studi kasus. Gay dkk (2009:426) mengemukakan metode studi kasus
sebagai ”a qualitative approach to studying a phenomenon, focused on a unit af
study or a bounded system, not a methodological choice, but a choice of what to
study, an all-encompassing research method”. Melalui pemahaman ini dapat
dijelaskan bahwa penelitian studi kasus merupakan pendekatan kualitatif yang
digunakan untuk mempelajari fenomena yang terfokus atau terbatas pada satu unit
penelitian, serta merupakan metode penelitian yang mencakup secara keseluruhan
penelitian.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa metode studi
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
yang diteliti sehingga hasil yang diperoleh lebih utuh menyeluruh. Terkait dengan
hal tersebut, Alwasilah (2012: 65) menjelaskan bahwa “peneliti kualitatif
lazimnya berkonsentrasi pada sejumlah orang atau situasi yang relatif sedikit dan
perhatiannya terkuras habis-habisan pada analisis kekhasan kelompok atau situasi
itu saja.
Penelitian ini akan menghasilkan sesuatu yang khas karena merupakan
penelitian yang tertuju pada suatu unit. Sebagaimana Danial (2009:64)
mengungkapkan bahwa studi ini tidak mengambil generalisasi, sebab kesimpulan yang diambil adalah kekhasan temuan kajian individu „tertentu karakteristiknya‟ secara utuh menyeluruh yang menyangkut seluruh kehidupannya, mulai dari
persepsi, gagasan, harapan, sikap, gaya hidup, dan lingkungan masyarakat.
D. Definisi Operasional
Untuk lebih memfokuskan kajian penelitian, diperlukan suatu definisi
operasional yang bertujuan untuk menjelaskan maksud dan batasan penelitian.
Definisi operasional merupakan seperangkat petunjuk yang lengkap mengenai apa
yang harus diamati serta bagaimana mengukur suatu konsep. Sekaitan dengan itu,
penelitian mengenai penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi
kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan mempunyai operasionalisasi
variabel sebagai berikut:
1. Kesukarelaan, yang dimaksud kesukarelaan dalam penelitian ini adalah
gerakan voluntarisme yang dilakukan oleh aktivis komunitas Bandung
Creative City Forum untuk mengembangkan ekonomi kewarganegaraan
secara bebas tanpa mengharapkan imbalan apapun.
2. Ekonomi kewarganegaraan, yang dimaksud ekonomi kewarganegaraan dalam
penelitian ini adalah kemampuan warganegara untuk mengembangkan diri
dengan lingkungannya melalui kemampuan berekonomi untuk kehidupan
dirinya, lingkungannya, dan masyarakat disekitarnya.
3. Situs kewarganegaraan, yang dimaksud situs kewarganegaraan dalam
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
melalui sebuah komunitas dalam rangka mentransformasikan nilai-nilai
kewirausahaan sebagai upaya membentuk ekonomi kewarganegaraan
misalnya pertemuan rutin mingguan, kegiatan insidental, pertemuan antar
pengusaha, dan lain sebagainya.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan faktor kunci yang menentukan
keberhasilan suatu penelitian. Terkait dengan hal tersebut, dalam penelitian
kualitatif instrumen penelitian merupakan peneliti sendiri. Artinya, peneliti bebas
menginterpretasikan hal-hal yang ia peroleh berdasarkan hasil wawancara,
observasi dan studi dokumentasi. Sebagaimana Moleong (2000: 132) menjelaskan
sebagai berikut:
“bagi peneliti kualitatif manusia adalah instrumen utama karena ia menjadi segala bagi keseluruhan proses penelitian. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor penelitiannya” (Moleong, 2000:132).
Untuk memandu pelaksanaan penelitian, peneliti membutuhkan pedoman
penelitian yang disusun berdasarkan masalah penelitian. Tabel berikut merupakan
kisi-kisi instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
Penguatan Nilai Kesukarelaan dalam Membangun Ekonomi Kewarganegaraan Bagi Masyarakat Demokratis melalui
Situs Kewarganegaraan
(Studi Kasus pada Komunitas Bandung Creative City Forum)
No Rumusan Masalah Sub Masalah Pertanyaan Penelitian Sumber Data
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
dalam membangun
membuat anda tertarik
untuk melakukan
melibatkan diri dalam
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
2 Bagaimana
anda tergabung dalam
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
mengembangkan:
a. Solidaritas
b. Gotong royong
c. Pengabdian
d. Tanggungjawab
e. Menciptakan
peluang untuk
partisipasi
6. Apakah ada nilai inti
yang diinternalisasikan?
Jika ada, mengapa nilai
tersebut dianggap
sebagai inti dari
pengembangan ekonomi
kewarganegaraan?
7. Kegiatan apa saja yang
dilakukan dalam
mengembangkan
kemandirian
warganegara dalam
berekonomi berbasis
gerakan voluntarisme?
8. Bagaimana strategi yang
dilakukan dalam
mengembangkan
ekonomi
kewarganegaraan
melalui situs
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
3 Faktor-faktor apa
4. Langkah apa saja yang
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
membentuk
kerjasama yang dijalin
oleh komunitas dengan
pemerintah dan swasta
dalam menguatkan
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
komunitas dalam
membangun ekonomi
kewarganegaraan?
7. Upaya apa yang
dilakukan komunitas
dalam menyamakan visi,
misi dan persepsi
anggota sebagai aktivis
gerakan voluntarisme?
8. Upaya apa yang
dilakukan komunitas
untuk menghadapi
hambatan yang muncul
dalam mengembangkan
ekonomi
kewarganegaraan?
9. Upaya apa yang
dilakukan komunitas
dalam menghadapi
hambatan yang muncul
dalam mengembangkan
karakter:
a. Solidaritas
b. Gotong royong
c. Pengabdian
d. Tanggungjawab
e. Menciptakan
peluang untuk
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
10.Upaya apa yang
dilakukan komunitas
untuk meningkatkan
daya dukung pemerintah
terhadap gerakan
voluntarisme dalam
membangun ekonomi
kewarganegaraan yang
dilakukan?
11.Upaya apa yang
dilakukan dalam
meningkatkan jalinan
kerjasama dengan
pemerintah dan swasta
dalam menguatkan
gerakan voluntarisme
sebagai upaya
membangun ekonomi
kewarganegaraan?
12.Upaya apa yang
dilakukan dalam
meningkatkan
efektivitas program yang
dilakukan komunitas
dalam membangun
ekonomi
kewarganegaraan?
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
1. Wawancara
Menurut Moleong (2000:150) wawancara adalah percakapan dengan
maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara memiliki
beberaapa keuntungan, sebagaimana dikemukakan oleh Craswell (2008:226)
bahwa “some advantages are that they provide useful information when you
cannot directly observe participants, and they permit participants to describe detailed personal information”.
Melalui teknik ini peneliti dapat memperoleh informasi yang berguna bagi
penelitian berdasarkan keterangan narasumber secara terperinci. Wawancara
memberikan keleluasaan kepada peneliti untuk mempertanyakan berbagai hal
yang berkaitan dengan objek yang diteliti, dimana setiap pertanyaan tersebut
dapat berkembang selama proses percakapan terjadi.
2. Observasi
Craswell (2008:221) mengemukakan bahwa “observation is a process of
gathering open-ended, firsthand information by observing people and places at a research site”. Menurutnya observasi adalah suatu proses pengumpulan data secara terbuka yang memperoleh informasi dengan cara mengamati orang-orang
dan tempat-tempat di lokasi penelitian.
Metode observasi dapat pula dikatakan sebagai metode survey seperti
yang dikemukakan Nazir (1988:65) bahwa metode survey (observasi) adalah “penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi
sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah”.
3. Studi Dokumentasi
Peneliti dalam penelitian kualitatif bertindak sebagai instrumen utama,
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
dan dokumen (non human resources). Menurut Lincoln dan Guba (1985:276-277) ”catatan dan dokumen ini dapat dimanfaatkan sebagai saksi dari kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk pertanggungjawaban”. Untuk keperluan penelitian
ini, peneliti mengumpulkan catatan dan dokuman yang dipandang perlu untuk
membantu analisis dengan memanfaatkan sumber kepustakaan berupa buku teks,
makalah, jurnal, dokumen kurikulum, hasil penelitian, dokumen negara. Kajian
dokumen difokuskan pada aspek materi atau substansi yang ada kaitannya dengan
penguatan nilai voluntarisme dalam membangun economic civics melalui situs
kewarganegaraan.
4. Studi Literatur
Studi literatur dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan
berbagai teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang
dihadapi/diteliti sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Faisal (1992:30)
mengemukakan bahwa “hasil studi literatur bisa dijadikan masukan dan landasan
dalam menjelaskan dan merinci masalah-masalah yang akan diteliti, termasuk
juga memberi latar belakang mengapa masalah tersebut penting diteliti”. Teknik
ini dilakukan dengan cara membaca, mempelajari dan mengkaji literatur-literatur
yang berhubungan dengan voluntarisme, situs kewarganegaraan dan economic
civics.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tiga
alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data,
penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles dan Huberman, 2007:16-18). Analisis data
kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus. Secara
jelas teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada bagan di bawah ini
Gambar 3.1
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
Bagan di atas dapat dijelaskan bahwa tiga jenis kegiatan utama analisis
data merupakan proses siklus dan interaktif. Peneliti harus siap bergerak di antara empat “sumbu” kumparan itu selama pengumpulan data, selanjutnya bergerak bolak balik di antara kegiatan reduksi, penyajian, dan penarikan
kesimpulan/verifikasi.
1. Reduksi Data
Dalam Penelitian ini, reduksi data dilakukan dengan memfokuskan hasil
penelitian pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti. Penelitian difokuskan
pada tanggapan pengurus dan anggota Bandung Creative City Forum (BCCF),
pakar ekonomi kewarganegaraan, dan pemerintah daerah mengenai penguatan
nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi kewarganegaraan melalui situs
kewarganegaraan.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang akan memberikan
gambaran penelitian secara menyeluruh. Dengan kata lain menyajikan data secara
terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola hubungannya. Penyajian data di Pengumpulan data
Reduksi data
Penarikan kesimpulan/verifikasi
Penyajian data
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
dilakukan terhadap hasil wawancara dengan pengurus dan anggota Bandung
Creative City Forum (BCCF), karena pertanyaan untuk pengurus dan anggota
BCCF relatif sama. Semua data hasil wawancara tersebut dipahami satu persatu
kemudian disatukan sesuai dengan rumusan masalah. Sedangkan data hasil
wawancara dengan pemerintah daerah dan partisipan BCCF sebagai penerima
manfaat digunakan untuk pembanding dari data yang diperoleh dari pengurus dan
anggota BCCF.
3. Kesimpulan/Verifikasi
Kesimpulan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan mencari
arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data yang telah dianalisis dengan
mencari hal-hal penting. Kesimpulan ini disusun dalam bentuk pernyataan singkat
tentang penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi
kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan.
Dengan demikian, secara umum proses pengolahan data dimulai dengan
pencatatan data lapangan (data mentah), kemudian ditulis kembali dalam bentuk
unifikasi dan kategorisasi data, setelah data dirangkum, direduksi, dan disesuaikan
dengan fokus masalah penelitian. Selanjutnya data dianalisis dan diperiksa
keabsahannya melalui beberapa teknik, sebagaimana dikemukakan oleh Moleong
(2000:192), yaitu:
a. Data yang diperoleh disesuaikan dengan data pendukung lainnya untuk mengungkap permasalahan secara tepat.
b. Data yang terkumpul setelah dideskripsikan kemudian didiskusikan, dikritik ataupun dibandingkan dengan pendapat orang lain.
c. Data yang diperoleh kemudian difokuskan pada subtantif fokus penelitian.
Demikian prosedur pengolahan dan analisis data yang akan dilakukan
penulis dalam penelitian ini. Melalui tahap-tahap tersebut diharapkan penulis
memperoleh data secara lengkap mengenai penguatan nilai voluntarisme dalam
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
H. Validitas Data
Hasil penelitian kualitatif seringkali diragukan karena dianggap tidak
memenuhi syarat validitas dan reabilitas, oleh sebab itu ada cara-cara memperoleh
tingkat kepercayaan yang dapat digunakan untuk memenuhi kriteria kredibilitas
(validitas internal). Menurut Nasution (1996: 114-118) cara yang dapat dilakukan
untuk mengusahakan agar kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya, antara lain; “memperpanjang masa observasi, pengamatan terus-menerus, triangulasi, menggunakan bahan referensi, dan melakukan member check”.
1. Memperpanjang masa observasi
Pada saat melakukan observasi diperlukan waktu untuk betul-betul
mengenal suatu lingkungan, oleh sebab itu peneliti berusaha memperpanjang
waktu penelitian dengan cara mengadakan hubungan baik dengan orang-orang
disana, dengan cara mengenal kebiasaan yang ada dan mengecek kebenaran
informasi guna memperoleh data dan informasi yang valid yang diperlukan
dalam penelitian ini.
2. Pengamatan yang terus menerus
Untuk dapat memperhatikan sesuatu secara lebih cermat, terperinci dan
mendalam, peneliti dapat melakukan pengamatan secara terus menerus (kontinu).
Melalui pengamatan yang kontinu, peneliti akan dapat memberikan deskripsi
yang terinci mengenai apa yang sedang diamatinya berkaitan dengan kajian
mengenai penguatan nilai kesukarelaan dalam membangun ekonomi
kewarganegaraan melalui situs kewarganegaraan.
3. Triangulasi
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2000:330). Selanjutnya
Sugiyono (2009:372) menjelaskan bahwa “dalam pengujian kredibilitas terdapat
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
tiga macam teknik triangulasi, yakni triangulasi berdasarkan sumber data,
triangulasi berdasarkan teknik pengumpulan data serta triangulasi berdasarkan
waktu pengumpulan data sebagai berikut
Gambar 3.2
Triangulasi dengan Tiga Sumber Data
Sumber : dikembangkan oleh Penulis (2014)
Triangulasi berdasarkan tiga sumber data dilakukan untuk memperkuat
pengambilan kesimpulan mengenai pelbagai aspek yang dikaji dalam penelitian,
dimana jika hasil wawancara dari ketiga responden tersebut mempunyai kesamaan
maka itulah yang dianggap sebagai jawaban sebenarnya (hasil temuan).
Gambar 3.3
Triangulasi dengan Tiga Teknik Pengumpulan data
Triangulasi berdasarkan tiga teknik pengumpulan data dimaksudkan untuk
mengetahui derajat kesesuaian antara hasil wawancara, pengamatan (observasi)
dan studi dokumentasi, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam
pengambilan kesimpulan hasil penelitian.
Observasi Wawancara
Studi Dokumentasi Ketua Jurusan PKn
Pengurus BCCF Anggota BCCF
Pemerintah Daerah
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
Gambar 3.4
Triangulasi dengan Tiga Waktu Pengumpulan Data
Sumber : dikembangkan oleh Penulis (2014)
Triangulasi berdasarkan tiga waktu pengumpulan data dimaksudkan untuk
mengetahui derajat kesesuaian/konsistensi antara hasil penelitian pada minggu
ke-I, ke-Ike-I, dan ke-III sehingga dapat meyakinkan hasil temuan.
4. Menggunakan bahan referensi
Sebagai bahan referensi untuk meningkatkan kepercayaan akan kebenaran
data, peneliti menggunakan bahan dokumentasi yakni hasil rekaman wawancara
dengan subjek penelitian atau bahan dokumentasi yang diambil dengan cara tidak
mengganggu atau menarik perhatian informan, sehingga informasi yang
didapatkan memiliki validitas yang tinggi.
5. Mengadakan member check
Salah satu cara yang sangat penting ialah melakukan member check pada
akhir wawancara dengan menyebutkan garis besarnya dengan maksud agar
responden memperbaiki bila ada kekeliruan, atau menambahkan apa yang masih
kurang. Tujuan member check ialah agar informasi yang penulis peroleh dan
gunakan dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh
informan.
I. Alur Penelitian
Minggu ke-II Minggu ke-I
Minggu ke-III
Epin Saepudin, 2014
PENGUATAN NILAI KESUKARELAAN DALAM MEMBANGUN EKONOMI KEWARGANEGARAAN BAGI MASYARAKAT DEMOKRATIS MELALUI SITUS KEWARGANEGARAAN
Untuk memandu dan memudahkan peneliti dalam melakukan kajian
penelitian, diperlukan suatu alur penelitian yang berfungsi sebagai acuan
mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh sampai akhirnya peneliti
menemukan hal ikhwal yang sedang dikaji. Berikut merupakan alur dalam
penelitian ini
Gambar 3.5 Alur Penelitian
Permasalahan (Input)
1. Tingkat pengangguran lebih tinggi dibandingkan angka produktivitas kerja
2. Paradigma (mindset) masyarakat masih terbatas mencari pekerjaan, bukan menciptakan pekerjaan. 3. Kreativitas masyarakat untuk menciptakan sesuatu yang lebih bermakna masih sangat kurang (masih
menunggu bola, bukan menjemput bola)
4. Perkembangan ekonomi di Indonesia sebagian besar hanya berorientasi money oriented 5. Semakin memudarnya nilai-nilai voluntarisme sebagai dasar pembangunan ekonomi
6. Keterbatasan pemerintah dalam meningkatkan kondisi sosial masyarakat yang belum sejahtera. 7. Masih terbatasnya transformasi nilai-nilai kewirausahaan dalam konteks pendidikan berbasis
masyarakat
Pengumpulan dan Analisis Data (Proses)
1. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus
2. Fokus penelitian meliputi; latarbelakang munculnya gerakan voluntarisme dalam membangun economic civic melalui situs kewarganegaraan, aktivitas dan kekuatan voluntarisme dalam membangun economic civics for democratic citizen melalui situs kewarganegaraan, faktor-faktor yang determinan terhadap situs kewarganegaraan dalam memobilisasi gerakan voluntarisme, hambatan yang muncul dan upaya yang dilakukan dalam penguatan voluntarisme sebagai upaya membangun
economic civics.
3. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara (pengurus, BCCF, anggota BCCF dan pemerintah daerah), observasi (aktivitas yang dilakukan oleh BCCF), studi dokumentasi (memotret kurikulum/program yang direncanakan), dan studi literature (mengkaji berbagai buku sumber terkait
economic civics, nasionalisme dan situs kewarganegaraan).
4. Data yang terkumpul kemudian dianalisis melalui tiga tahap; reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil (Output)
1. Berubahnya pola berfikir masyarakat mengenai urgensi berwirausaha
2. Terlembagakannya nilai-nilai voluntarisme sebagai dasar pengembangan economic civics for
democratic citizen seperti; kesukarelaan, gotong-royong, solidaritas, kemandirian, optimistis,
semangat juang tinggi, visioner, progresif, dan berdikari 3. Meningkatnya angka produktivitas kerja
4. Ditemukannya suatu model pengambangan economic civics berbasis nilai voluntarisme melalui situs kewarganegaraam
Outcome
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat sebagai muara pengembangan economic civics
Sumber : dikembangkan oleh Penulis (2014)