• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HALAL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PR (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH HALAL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PR (1)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

HALAL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

Tugas ini di Buat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu : Zein Muttaqin, S.E.I., M.A.

Di susun oleh:

Khilfatul Khamidah (13423136) Rifkiana Isna Ummu Zulala (13423096)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subahanahuwataala., Tuhan semesta alam yang telah memberikan nikmat kepada kita semua, sehingga kita dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia dosen pengampu Zein Muttaqin, S.E.I., M.A. Program Studi Ekonomi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Salallahualaihiwasalam, keluarga, shahabat serta para pengikutnya hingga akhir zaman nanti.

Makalah yang berjudul Halal Supply Chain Management ini semoga dapat memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia, serta dapat memberikan manfaat untuk kita semua dalam rangka mengembangkan pengetahuan serta keilmuan kita. Semoga Allah Subahanahuwataala selalu meberikan barakah dan menjaga langkah kami untuk tetap istiqamah dalam mengembangkan hal kebaikan.

Yogyakarta, 05 Desember 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 4

B. Rumusan masalah ... 4

C. Tujuan ... 4

BAB II PEMBAHASAN A. Supply Chain Management ... 5

B. Konsep Halal ... 6

C. Kosmetik ... 7

D. Supply Chain Management Halal Produk Kosmetik ... 7

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ... 9

B. Saran-Saran ... 9

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di Indonesia perkembangan teknologi saat ini sangat membantu pengusaha dan bagi prioritas baru untuk memenuhi permintaan atas prodak baik di dalam daerah maupun luar daerah. Dalam memenuhi permintaan konsumen, pengusaha dituntut untuk menciptakan produk yang dapat memberikan kepuasan dan kenyamanan batin konsumen. Hal ini mengakibatkan persaingan antara pengusaha yang satu dengan lainya dalam menjaga kualitas dan kuantitas produknya.

Keunggulan dalam bersaing dapat bergantung pada hubungan yang strategis jangka panjang yang dekat dengan sedikit pemasok, pengusaha harus mencari integrasi dari strategi yang dipilih pada rantai pemasokan secara menyeluruh. Keberhasilan yang diraih tidak luput dari ketekunan dari strategi yang di terapkan.

Pengusaha harus memutuskan suatu strategi rantai pasokan dalam rangka memperoleh barang dari luar, salah satu strategi adalah pendekatan bernegosiasi dengan banyak pemasok satu dengan yang lainnya. Kedua membangun hubungan kemitraan jangka panjang dan untuk memuaskan pelanggan dengan strategi ini para pemasok menanggapi tentang permintaan untuk penawaran produk.

Kosmetik merupakan salah satu prodak yang sangat diminati oleh masyarakat Indonesia untuk mempercantik dan memperinda penampilan terutama kaum wanita. Untuk menjaga kepuasan dan kenyamanan batin konsumen, aspek kepuasan dari manfaat prodak dan kenyamanan batin wanita dapat di buktikan dengan adanya label halal pada kemasan produk yang dikonsumsi. Dan tentunya dalam mendapatkan kehalalan dari suatu produk kosmetik, memerlukan manajemen rantai pasokan (supply chain management) yang halal. Dari latar belakang tersebut penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut;

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut;

1. Apa yang dimaksud dengan Supply Chain Managemen dan konsep halal dalam strategi rantai pasokan?

2. Bagaimana Supply Chain Managemen halal produk?

C. Tujuan

Dari rumusan masalah di atas, penulisan makalah ini bertujuan untuk;

1. Mengetahui apa yang di maksud dengan Supply Chain Management dan bagaimana konsep halal dalam strategi rantai pasokan.

(5)

BAB II PEMBAHASAN A. Supply Chain Management (SCM)

Manajemen rantai pasokan (Supply Chain Management) adalah sebuah sistem yang melibatkan proses produksi, pengiriman, penyimpanan, distribusi dan penjualan produk dalam rangka memenuhi permintaan akan produk tersebut rantai pasokan didalamnya termasuk seluruh proses dan kegiatan yang terlibat didalam penyampaian produk tersebut sampai ketangan pemakai atau konsumen (Wuwung 2013). semua itu termasuk proses produksi pada manufaktur, sistem transportasi yang menggerakan produk dari manufaktur sampai ke outlet retail, gudang tempat penyimpanan produk tersebut, pusat distribusi tempat dimana pengiriman dalam lusin besar dibagi kedalam lusin kecil untuk dikirim kembali ke toko-toko dan akhirnya sampai ke pengecer sampai pelanggan.

Dalam hubungan ini ada beberapa pemain utama yang merupakan perusahaan-perusahaan dengan kepentingan yang sama. Berikut ini merupakan pemain utama yang terlibat dalam supply chain (Indrajit 2006);

1. Chain 1: Suppliers

Rantai pada supply chain dimulai dari sini, yang merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana mata rantai penyaluran barang akan mulai. Bahan pertama ini biasa dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagang, subassemblies, suku cadang atau barang dagang. Sumber pertama ini dinamakan suppliers.

2. Chain 1-2 : Suppliers – Manufacturer

Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufacturer yang merupakan tempat untuk melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, mengasembling, merakit, mengkonversi ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan kedua mata rantai tersebut sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan. Misalnya, penghematan inventory carrying cost dengan mengembangkan konsep supplier parrtnering.

3. Chain 1-2-3: Supplier – Manufacturer – Distribution

Dalam tahap ini barang jadi yang dihasilkan oleh manufacturer disalurkan kepada pelanggan, dimana biasanya menggunakan jasa distributor atau wholesaler yang merupakan pedagang besar dalam jumlah besar.

4. Chain 1-2-3-4: Supplier – Manufacturer – Distribution – Retail Outlets

Dari pedagang besar kemudian barang disalurkan ke toko pengecer (retail outlets). Walaupun ada beberapa pabrik yang langsung menjual barang hasil produksinya kepada pelanggan, namun secara relatif jumlahnya tidak banyak dan kebanyakan menggunakan pola seperti di atas.

5. Chain 1-2-3-4-5: Supplier – Manufacturer – Distribution – Retail Outlets – Customer

Para pengecer atau retailers menawarkan barangnya langsung kepada pelanggan. Yang termasuk outlets adalah toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, mall, dan sebagainya. Adapun customer dalam konteks ini merupakan mata rantai terakhir yang dilalui supply chain sebagai end-user.

Komponen- komponen dalam penerapan manajemen rantai pasokan (SCM) adalah sebagai berikut (Probowati 2011);

1. Plan (rencana)

(6)

konsumen. Rencana yang hebat dapat mengembangkan serangkaian acuan untuk memonitor proses supply chain sehingga semua akan dapat berlangsung secara efisien dan dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada konsumen serta memberikan nilai tambah.

2. Source (sumber)

Dalam source pengusaha harus dapat memilih supplier yang mampu mengirimkan produk yang diperlukan sehingga akan meningkatkan produk yang disediakan kepada konsumen. Pada bagian ini, pengusaha dapat mengembangkan harga proses pengiriman, dan proses pembayaran dengan supplier. Selain itu pengusaha juga dapat menetapkan strategi untuk mengatur persediaan, ragam produk, dan mengaturnya di toko.

3. Make (membuat)

Make merupakan langkah yang diambil oleh pengusaha. Jika supply chain management dilakukan di bidang ritel maka hal ini akan berpengaruh terhadap proses penjualan dan pelayanan kepada konsumen. Dalam hal ini menyangkut produktivitas pekerjaan dan kinerja perusahaan.

4. Deliver (pengiriman)

Pengiriman berhubungan dengan bagian logistik dimana harus ada koordinasi yang jelas antara tingkat keperluan produk yang harus dibeli dan dibutuhkan oleh konsumen dengan jumlah persediaan. Untuk itu diperlukan adanya pengembangan network dengan bagian gudang. Pada tahap ini proses penerimaan barang ke gedung juga harus diperhatikan seperti kelengkapan dokumen penerimaan dan pengeluaran barang.

5. Return (pengembalian)

Return merupakan hal yang harus diperhatikan dan harus dijadikan sebagai bagian kedua belah pihak baik pengusaha maupun supplier. Pada bagian ini diperlukan pengembangan jaringan untuk mengetahui adanya produk cacat atau rusak baik yang telah dikembalikan oleh konsumen maupun sebelum dibeli oleh konsumen. Dengan demikian akan dapat mendukung tingkat pelayanan kepada konsumen.

B. Konsep Halal

Dalam ensiklopedia hukum islam, halal memiliki arti segala sesuatu yang menyebabkan seseorang tidak dihukum jika menggunakannya, atau sesuatu yang boleh dikerjakan menurut syara’. Sedangkan DEPAG RI (Departemen Agama Republik Indonesia) mendefinisikan halal sebagai sesuatu yang boleh menurut ajaran islam (Departemen Agama RI, 2003).

Halal merupakan sebuah istilah dalam Al Qur’an yang berarti diijinkan, diperbolehkan, sah atau legal. Sedangkan Haram merupakanlawan kata Halal yang berarti terlarang, tidak sah atau ilegal. Berdasarkan Syari’ah, semua pembahasan mengenai halal dan haram beserta semua perselisihan diantara keduanya harus dirujuk kepada Al-Qur’an dan sunnah (Hadist) (Miskam, Othman, & Hamid, 2015).

Setiap kali aktifitas perekonomian lebih banyak halalnya dan lebih jauh dari subhat merupakan hal yang lebih utama dan bagus, seperti dijelaskan dalam hadist Nabawi sebagai berikut (H. Asmuni Solihan Zamakhsyari 2006);

1. Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang artinya “ tidaklah seseorang memakan apapun yang lebih baik dari pada dia memakan dari hasil pekerjaan tanganya; dan sesungguhnya Nabiyullah Dawud makan dari hasil pekerjaan

tanganya.”

(7)

utama? Beliau menjawab, pekerjaan seseorang dengan tanganya, dan setiap

dagang yang bagus.

3. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah dan Darimi, yaitu : Sesuatu yang halal adalah jelas, dan sesuatu yang haram adalah jelas. Dan diantara keduanya adalah sebuah bagian dengan keragu-raguan yang banyak orang tidak mengetahuinya. Jadi siapa yang menjauhkan diri dari hal tersebut, ia telah membebaskan dirinya (dari kesalahan). Dan siapa yang jatuh ke dalamnya, ia masuk pada posisi haram. (Omar & dkk)

Kemudian halal di lihat dari sektor industri, halal dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan, objek atau perilaku dimana individu memiliki kebebasan pilihan dan dalam pelaksanaannya tidak disertai pahala maupun dosa atau konsekuensi tertentu. Halal mungkin telah diidentifikasi oleh bukti eksplisit dalam syariat atau dengan mengacu pada praduga pembolehan (ibahah) (Kamali, 2013).

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa halal merupakan suatu tindakan, objek atau perilaku yang diijinkan, diperbolehkan, secara sah atau legal menurut ajaran Islam baik berhubungan dengan ibadah,

muamalah maupun mu’asharah.

C. Kosmetik

Menurut permenkes 220 tahun 1976, Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat (Gede Agus Beni Widana, 2014). Sedangkan menurut peraturan BPOM RI No. HK.00.05.42.1018 definisi bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik (BPOM RI, 2008).

Beberapa contoh produk kosmetik sesuai dengan definisi diatas antara lain : skin moisturizers (pelembab kulit), parfum, lipstik, pewarna kuku, peralatan rias wajah dan mata, shampo, permanent waves, pewarna rambut, pasta gigi, dan deodoran (Jr., 2009). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia juga memberikan pengertian yang hampir sama dengan Mohammadian mengenai definisi kosmetik. Hal ini dituangkan dalam Bab I Pasal 1 PERMENKES RI Nomor 1175 tahun 2010 (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Kosmetika dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian antara lain :

pertama, golongan pembersih (sampo, sabun mandi, sabun pembersih wajah, pasta

gigi). Kedua, perawatan atau pemeliharaan (lotion, pelembab, sun block, body scrub, bleaching cream, masker cream, dan lain-lain). Ketiga, aksesoris dan dekorasi (bedak, lipstik, eye shadow, spary, deodorant, parfum, blush on, nail paint, hair extension, whitening lotion, liquid foundation, cover mark, cream foundation dan lain-lain).

Keempat, modifikasi yang dapat mengubah bentuk (cream pemutih wajah, penghilang

keriput, dan lain-lain) (Dr. H. Mashudi, 2015).

D. Supply Chain Managemen Halal Produk Kosmetik

(8)

tidak menjamin kualitas halal dari produk pada tingkat konsumsi (Tieman M. , 2006). Dia menekankan bahwa logistik halal memiliki peranan penting pada integrasi halal rantai pasok dari hulu ke hilir (Tieman M. , Effective Halal supply chains, 2007). Sebaliknya, karena kurangnya pengetahuan konsumen mengenai kontaminasi silang di semua bagian rantai pasokan (Bonne & Verbeke, 2008) dan berdasarkan rantai pasokan arab, untuk pemeliharaan integrasi makanan halal, sebuah rantai pasok halal dibutuhkan dan untuk menjaga integrasinya, kebijakan halal s perlu diaplikasikan pada rantai pasok (Mohammadian & Hajipour, 2015). Sebuah definisi lengkap dari kebijakan rantai pasok halal dijelaskan sebagai berikut :

“kemampuan organisasi melindungi integrasi halal pada supply chain; cakupan sertifikasi halal; level konsumen atau jaminan konsumen (perjanjian); dan metode assurance (mekanisme kontrol; aspek luar seperti badan pengawas halal, petugas inpeksi dan penilaian halal)”

(9)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Supply Chain Management adalah sebuah sistem yang melibatkan proses produksi, pengiriman, penyimpanan, distribusi dan penjualan produk dalam rangka memenuhi permintaan akan produk tersebut rantai pasokan didalamnya termasuk seluruh proses dan kegiatan yang terlibat didalam penyampaian produk tersebut sampai ketangan pemakai atau konsumen.

Halal merupakan suatu tindakan, objek atau perilaku yang diijinkan, diperbolehkan, secara sah atau legal menurut ajaran Islam baik berhubungan dengan ibadah, muamalah maupun mu’asharah.

Pada cakupan rantai pasok kosmetik, terdapat batasan pembelajaran khususnya di arena halal. Kebutuhan dasar untuk produk kosmetik halal, berdasarkan pada hukum islam (syariah), harus dipenuhi oleh industri kosmetik halal pada semua tahapan rantai pasok kosmetik termasuk penerimaan, persiapan, proses, penyimpanan, dan pengemasan, pelabelan, kontrol, pemindahan, pengangkutan dan distribusi (20). Berdasarkan sudut pandang orang islam, produk yang higienis dan bersih memilihi supply chain yang terintegrasi. Selain itu, konsep dari manajemen yang efektif pada produksi produk kosmetik halal membutuhkan tiga aktivitas pendukung termasuk perencanaan kualitas; Quality Assurance dan kontrol kualitas dan pengembangan(22). Pengembangan integrasi halal yang sempurna melewati sebuah sistem supply chain terintegrasi dengan daftar komponen halal positiv, pengadaan, sertivikasi, prosedur manufaktur atau produksi dan sistem pelacakan dari rantai pasok yang disebut HALQ, penyatuan GMP, HACCP, Halal, dan Toyyiban

B. Saran-Saran

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Bonne, K., and W. Verbeke. "Religious values informing Halal meat production and the control and delivery of Halal credence quality." Agriculture and Human Values Vol 25, 2008: 35-47.

BPOM RI. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.05.42.1018 tentang Bahan Kosmetik. Jakarta: BPOM RI, 2008. Departemen Agama RI. Bagian proyek sarana dan prasarana produk halal direktorat

Jenderal bimbingan masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Petunjuk teknis pedoman sistem produksi halal. Jakarta, 2003.

Dr. H. Mashudi, M.Ag. Konstruksi Hukum & Respon Masyarakat Terhadap Sertifikasi Produk Halal : Studi Socio Legal Terhadap Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015. Gede Agus Beni Widana, S. Si., M. Si., Apt. Analisis Obat, Kosmetik dan Makanan.

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014.

H. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Lc. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab. Jakarta: KHALIFA (Pustaka Al-Kautsar Grup), 2006.

Indrajit, Richardus Eko dan Richardus Djokopranoto. Konsep Manajemen Supply Chain: Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Jakarta: Grasindo, 2006. Jr., Anthony J. O'Lenick. "Cosmetic Ingredient Nomenclature." In Begining Cosmetic

Chemistry, by Randy Schueller and Perry Romanowski, 25. USA: Allured Publishing Corporation, 2009.

Kamali, Mohammad Hashim. The Parameters of Halal and Haram in Shari'ah and the Halal Industry. Occasional Paper Series 23, 2013.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. PERATURAN MENTERI KESEHATAN

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Miskam, Surianom, Norziah Othman, and Dr. Nor’Adha Ab. Hamid. "WAR 11 AN

ANALYSIS OF THE DEFINITION OF HALAL: SHARI’AH VS STATUES." World Academic and Research Congress 2015 (World-AR 2015) . Jakarta, Indonesia: YARSI University, 2015. 111-121.

Mohammadian, F, and B Hajipour. "Halal Cosmetics Supply Chain - A Conceptual Model." International Journal Supply Chain Management Vol 5 No 1, 2015: 33-43.

Norafni Farlina Rahim, Z. S. "Awareness and Perception of Muslim Consumers on Non-Food Halal Product." Journal of Social and Development Sciences, 2013: 478-487.

Omar, Emi Normalina, and dkk. "Halal Supply Chain: A Preliminary Study of Poultry Industry." Advances in Business Research International Journal , n.d.: 98-109.

Probowati, Anna. "Strategi Pemilihan Supplier dalam Supply Chain Management pada Bisnis Ritel." SEGMEN Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol. 4. No.1, 2011: 69-70.

Tieman, Marco. "The application of Halal in supply chain management: indepth interviews." Journal of Islamic Marketing Vol. 2 Iss 2, 2011: 186-195.

Wuwung, Stevany Carter. “Manajemen Rantai Pasokan Produk Cengkeh Pada Dewa

Referensi

Dokumen terkait

Penyakit belang pada tanaman lada pada awalnya diduga disebabkan oleh mikoplasma, namun hasil penelitian di beberapa negara menunjukka n bahwa penyakit ini disebabkan oleh dua

Pada model pembelajaran CUPs guru lebih berperan sebagai fasilitator dalam mengaktifkan dan membentuk pengetahuan sehingga siswa tidak hanya duduk dan menerima apa yang

Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui apakah hasil belajar mahasiswa UPBJJ UT Medan yang diajar menggunakan media internet pada pembelajaran berbasis masalah lebih

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Penanganan Pengaduan

1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan TAK dan akibatnya. Rasional : keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan. 2) Baringkan klie (

Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kelayakan multimedia interaktif berbasis blended learning yang dikembangkan pada materi larutan elektrolit dan non

Metode pembelajaran di Sekolah Alam tidak terpatok dengan metode ceramah atau metode klasikal tetapi lebih banyak dengan metode bergerak, anak berkebutuhan khusus tidak

Kombinasi antara teknik kultur jaringan dengan induksi mutasi dengan sinar gamma dapat menghasilkan keragaman genetik yang lebih tinggi daripada tanaman yang tumbuh dari biji..