• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jeruk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jeruk"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Tanaman Jeruk

Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Asia. Cina dipercaya sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh. Sejak ratusan tahun yang lalu, jeruk sudah tumbuh di Indonesia baik secara alami atau dibudidayakan. Tanaman jeruk yang ada di Indonesia adalah peninggalan Belanda yang mendatangkan jeruk manis dan keprok dari Amerika dan Italia (Menegristek, 2000).

Jeruk merupakan sumber vitamin C yang sangat baik. Jus jeruk mengandung asam askorbat 20-60 mg per 100 ml. Vitamin lain yang tak kalah penting adalah vitamin A, tiamin, niasin, riboflavin, asam pantotenat, biotin, asam folat, inositol, dan tokoferol. Kandungan vitamin A berkisar antara 250-420 IU, tiamin 70-120 µg, asam folat 1.2 µg, dan inositol 135 mg setiap 100 ml jus (BB-Pascapanen, 2009).

Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk Keprok (Citrus reticulata/nobilis L.), jeruk Siam (C. microcarpa L. dan C.sinensis L.) yang terdiri atas Siam Pontianak, Siam Garut, Siam Lumajang, jeruk manis (C. auranticum L. dan C. sinensis L.), jeruk sitrun/lemon (C. medica), jeruk besar (C. maxima Herr.) yang terdiri atas jeruk Nambangan-Madium dan Bali. Jeruk untuk bumbu masakan yang terdiri atas jeruk nipis (C. aurantifolia), jeruk Purut (C. hystrix) dan jeruk sambal (C. hystix ABC) (Menegristek, 2000).

Indonesia merupakan negara tropis di mana berbagai jenis jeruk banyak dijumpai dan dibudidayakan mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Bahkan beberapa jenis jeruk tersebut telah menjadi unggulan daerah maupun nasional seperti jeruk manis Pacitan dari daerah Pacitan, Jawa Timur; jeruk manis Waturejo dari Jawa Tengah; keprok SoE dari Nusa Tenggara Timur; Keprok Batu 55 dari Batu, Jawa Timur; Siam Madu, Keprok Maga, dan Beras Sitepu dari Medan, Sumut; Siam Pontianak dari Kalimantan Barat; dan Pamelo Nambangan, Sri Nyonya, serta Magetan dari Magetan, Jawa Timur (Martasari dan Mulyanto, 2008).

(2)

Jeruk siam memiliki ciri khas yang tidak dimiliki jeruk keprok lainnya. Dilihat sekilas memang tidak jauh berbeda. Perbedaannya terletak pada kulitnya yang tipis dan mengkilap. Disamping itu, kulit jeruk siam menempel lebih lekat dengan dagingnya, sedangkan pada jeruk keprok lainnya terdapat ruang pemisah yang lebih jelas. Jeruk siam memiliki ukuran yang ideal, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil (Setiawan, 1992).

Jeruk Siam Pontianak

Jeruk Pontianak yang dikenal sebagai jeruk siam ini memiliki ciri antara lain buahnya berwarna hijau kekuningan, mengkilat, dan permukaannya halus (Gambar 1). Ketebalan kulitnya sekitar 2 mm. Berat tiap buah sekitar 75.6 g. Bagian ujung buah berlekuk dangkal. Daging buahnya bertekstur lunak dan mengandung banyak air dengan rasa manis yang segar. Setiap buah mengandung sekitar 20 biji. Tabel 1 menunjukkan klasifikasi ilmiah dari jeruk siam Pontianak.

Jeruk siam tumbuh berupa pohon berbatang rendah dengan tinggi 2-8 meter (Gambar 1). Umumnya tanaman ini tidak berduri. Batangnya bulat atau setengah bulat dan memiliki percabangan yang banyak dengan tajuk yang sangat rindang. Ciri khas lainnya tanaman ini adalah dahannya kecil dan letaknya berpencar tidak beraturan. Daunnya berbentuk bulat telur memanjang, elips, atau lanset dengan pangkal tumpul dan ujung meruncing seperti tombak. Permukaan atas daun berwarna hijau tua mengkilat sedangkan permukaan bawah hijau muda. Panjang daun 4-8 cm dan lebar 1.5-4 cm. Tangkai daunnya bersayap sangat sempit sehingga bisa dikatakan tidak bersayap (Sarwono, 1994).

Tabel 1. Klasifikasi Ilmiah Jeruk Siam (Sari, 2004)

Kerajaan Plantae Divisio Spermatophyta Kelas Dicotyledonae Subkelas Rosidae Ordo Eutales Familia Rutaceae Genus Citrus Spesies Citrus nobilis var. Microcarpa

(3)

Bunga jeruk merupakan bunga lengkap yang terdiri atas ovarium (bakal buah), kepala putik, kepala sari, mahkota, dan tangkai putik (Sukarmin dan Ihsan, 2008). Kelopak bunga berjumlah 4-5, ada yang menyatu ada yang tidak. Mahkota bunga kebanyakan berjumlah 4-5 dan berdaun lepas. Tonjolan dasar bunga beringgit atau berlekuk di dalam benang-sari (Sarwono, 1994).

Cairan nektar diproduksi oleh jaringan bagian atas bunga jantan. Nektar diproduksi sampai 48 jam sesudah bunga mekar. Bunga jeruk mekar pagi hari pukul 09.00 hingga pukul 16.00. Sementara itu kepal putik sudah matang/reseptif sebelum bunga mekar, sedangkan bunga jantan matang beberapa jam sesudah bunga mekar. Degan demikian kemungkinan terjadinya penyerbukan sendiri cukup besar. Persentase bunga jadi buah setiap jenis berbeda, Washington Navel Orange (WNO) paling sedikit, yaitu 0.04%, Valencia 1.5%, sedangkan limau tertinggi dapat mencapai 6.5%. Melihat kecilnya persentase fruit set buah jeruk, peran serangga penyerbuk sangat penting, terutama dalam mengatasi masalah inkompatibel sendiri (Ashari, 1995).

  

Gambar 1. (a) buah, dan (b) tanaman jeruk siam Pontianak.

Salah satu masalah utama bagi perbenihan jeruk adalah adanya sifat poliembrioni pada benih jeruk, yaitu benih mempunyai embrio lebih dari satu. Embrio yang dihasilkan dapat berupa embrio zigotik dan nucellar. Embrio zigotik berasal dari peleburan pollen dan ovum, sedangkan embrio nucellar merupakan hasil perkembangan dari sel nuselus tanaman induk (Herdiyanto et al., 2008).

(4)

Budidaya Jeruk Siam Pontianak

Tanaman jeruk bisa berbuah di daerah-daerah basah, setelah periode kering singkat. Tanaman membentuk tunas-tunas baru dengan bunga. Jeruk siam Pontianak berbunga pada bulan Oktober-November, dan musim berbuahnya pada bulan Juni-Agustus (Sarwono, 1994). Iklim yang cocok untuk penanaman jeruk siam adalah iklim tipe B dan C, berdasarkan penggolongan Smith dan Ferguson. Idealnya pada iklim ini curah hujan optimal sekitar 1 500 mm/tahun. Di samping itu, jeruk siam memerlukan banyak sinar matahari. Jenis jeruk ini memberikan hasil yang optimum di daerah kering dengan pengaturan air (irigasi) yang baik (Pracaya, 2002).

Bibit jeruk yang biasa ditanam berasal dari perbanyakan vegetatif berupa penyambungan tunas pucuk. Bibit yang baik adalah yang bebas penyakit, mirip dengan induknya (true to type), subur, berdiameter batang 2-3 cm, permukaan batang halus, akar serabut banyak, akar tunggang berukuran sedang dan memiliki sertifikasi penangkaran bibit (Pracaya, 2002).

Jarak tanam yang digunakan bervariasi dari satu lokasi yang lainnya. Kebun jeruk di dataran rendah (lahan basah) jarak tanamnya relatif lebih jarang dibanding kebun jeruk di dataran tinggi, karena 40% dari lahan basah terpakai untuk keperluan pembuatan drainase dan pembuatan jalan. Di pulau Jawa biasa digunakan jarak tanam 7 x 7 meter atau 8 x 8 meter. Tetapi jarak tanam yang dianjurkan untuk jeruk siam adalah 6 x 6 meter. Jarak tanam yang lebih besar umumnya tidak memberi pengaruh terhadap tanaman kecuali rendahnya populasi tanaman per hektarnya. Sebelum penanaman, lubang tanam yang sudah dibuat diisi dengan pupuk kandang/kompos yang dicampur tanah lapisan atas (Sarwono, 1994).

Tanaman jeruk baru menghasilkan buah setelah berumur 3 - 4 tahun dan puncak produksi pada umur tahun ke 8-9. Pembersihan atau penyiangan paling tidak harus dilakukan dua kali dalam satu tahun, diantaranya satu kali bersamaan dengan pemupukan, lainnya menjelang panen. Dengan penyiangan yang baik diharapkan pupuk yang diberikan efektif termanfaatkan untuk pohon jeruk. Pemangkasan pohon ditujukan pada dahan dan ranting kering. Pemupukan juga dikerjakan secara intensif. Untuk tanaman umur setahun, diberi pemupukan N dan

(5)

P (Urea dan TSP) sebanyak 2 kali. Untuk tanaman berumur 2 tahun diberi 3-4 kali pemupukan dengan jenis yang sama (Pracaya, 2002).

Hama yang banyak menyerang tanaman jeruk ini adalah Avid citricidus dan kutu daun. Tapi serangga ini bisa dibasmi dengan mempergunakan insektisida. Sedang penyakit yang sering muncul adalah penyakit cendawan Phitophthora, tapi bisa diatasi dengan penyemprotan fungisida BB (Bubur Bordo 2 %) (Sarwono, 1994).

Embriogenesis Somatik pada Jeruk

Regenerasi tanaman dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu organogenesis (melalui pembentukan organ langsung dari eksplan) dan embriogenesis somatik (melalui pembentukan embrio somatik). Dibandingkan dengan embriogenesis, organogenesis mempunyai keunggulan, yaitu peluang terjadinya mutasi lebih kecil, metodenya lebih mudah, dan tidak memerlukan subkultur berulang sehingga tidak menurunkan daya regenerasi dari kalus. Namun demikian, untuk keperluan pemuliaan tanaman, embriogenesis lebih dianjurkan karena tanaman yang diperoleh berasal dari satu sel somatik sehingga peluang terjadinya khimera lebih rendah (Gray, 2005). Menurut Husni (2010) sifat ini menguntungkan untuk manipulasi genetik secara in vitro karena perubahan genetik yang terjadi akibat mutasi, transformasi genetik melalui fusi protoplas dan rekayasa genetik pada satu sel akan menghasilkan mutan atau hibrida dengan utuh tanpa adanya khimera. Selain itu embrio somatik primer (massa proembrio) yang diperoleh dapat dilipat-gandakan dengan cepat menjadi embrio sekunder sehingga memungkinkan dilakukannya manipulasi in vitro tanpa dibatasi oleh ketersediaan material eksplan. Menurut Gray (2005) embrio somatik biasanya berasal dari sel tunggal yang kompeten dan berkembang membentuk fase globular, hati, torpedo dan akhirnya menjadi embrio somatik dewasa yang siap dikecambahkan membentuk planlet.

Tahapan akhir dan yang paling kritis ialah saat terjadinya tanaman baru yang berasal dari individu sel. Dalam hal ini, tanaman baru dapat dihasilkan dari sel-sel kalus atau suspensi sel tunggal. Teknologi untuk menghasilkan regenerasi merupakan masalah yang penting. Keseimbangan unsur-unsur kimia dan hormon

(6)

haruslah tepat agar dapat menstimulasi diferensiasi bagian-bagian tanaman yang berasal dari sel-sel totipoten. Kebanyakan dalam diferensiasi ini hanya diperoleh salah satu bagian tanaman, bagian akar, atau bagian tunas. Setiap bagian tanaman membutuhkan kondisi tertentu agar dapat beregenerasi (Welsh, 1991).

Pada jeruk siam (simadu dan Pontianak), induksi kalus embriogenik (putih-hijau bergranul dengan permukaan mengkilat) dapat diperoleh dari eksplan nuselus yang diisolasi dari buah muda yang berumur 30-90 hari setelah antesis yang ditanam pada medium MW + BA 3 mg/l + EM 500 mg/l + sukrosa 3%. Proses pendewasaan kalus embriogenik dilakukan pada media MW + EM 500 mg/l dengan penambahan ABA. Untuk tahap perkecambahan sehingga menghasilkan bibit somatik (planlet) dilakukan dengan penambahan GA3 pada

konsentrasi 0.5 mg/l (Husni et al., 2010).

Buah Jeruk Tanpa Biji

Tanpa biji (seedless) adalah karakter utama pada buah yang dikonsumsi segar dan penting untuk industri minuman karena biji pada buah dapat memberikan aroma yang tidak sedap dan rasa pahit (bitterness). Pemuliaan buah khususnya jeruk pada saat ini terkonsentrasi untuk mengembangkan kultivar unggul baru jeruk yang tanpa biji (Ollitrault et al., 2007).

Mutagenesis merupakan cara yang efisien untuk mengembangkan buah tanpa biji karena sterilitas adalah salah satu efek dari perlakuan mutagen yang sering terjadi (Ollitrault et al., 2007). Hensz (1971) dalam Olitrault et al. (2007) mengembangkan ‘Star Ruby’ grapefuit tanpa biji menggunakan iradiasi pada benih dengan menggunakan termal neutrón. Setelah Hensz sukses mengembangkan kultivar tanpa biji menggunakan iradiasi, metode ini kemudian digunakan pada berbagai kultivar yang perbanyakannya menggunakan biji. Hearn (1984) menghasilkan ‘Pineapple’ orange dan ‘Duncan’ grapefruit tanpa biji dengan mutagen sinar gamma pada benih. Hearn juga berhasil mengembangkan ‘Foster’ grapefruit menggunakan iradiasi mata tunas dengan menggunakan sinar gamma. Chen et al. (1991) dalam Ollitrault et al. (2007) menggunakan iradiasi sinar gamma pada ‘Jin Cheng’ orange dan terjadi aberasi kromosom. Di Afrika Selatan, upaya mengembangkan kultivar jeruk tanpa biji juga sudah dilakukan

(7)

menggunakan mutagen sinar gamma pada eksplan mata tunas (Ollitrault et al., 2007).

Varietas komersial penting pada jeruk seperti Washington Navel Orange (WNO), Marsh Grapefruit, Shamouti Orange, dan Salustiana Orange merupakan hasil dari pemuliaan mutasi. Sutarto et al. (2009) melaporkan jeruk tanpa biji didapatkan pada jeruk mandarin ( Citrus reticulata L. Blanco) cv. SoE dan pumello (Citrus grandis L. Osbeck) cv. Nambangan pada dosis 20 dan 40 Gy dengan menggunakan eksplan bud wood. Iradiasi sinar gamma menginduksi karakter buah seperti sifat tanpa biji, warna kulit, warna daging buah, dan ketebalan endocarp. Teknik mutasi induksi seperti mutagen fisik atau kimia adalah cara terbaik untuk meningkatkan keragaman spesies tanaman karena mutasi alami frekuensi terjadinya sangat rendah. Teknik mutasi sangat berkontribusi pada pemuliaan tanaman dan telah banyak menghasilkan varietas yang produktivitasnya tinggi dan memiliki nilai ekonomi.

Verietas baru jeruk umumnya muncul dari hasil perpindahan benih antar lokasi dan mutasi mata tunas. Hanya sedikit varietas baru yang diperoleh dari program pemuliaan (Martasari et al., 2004). Spesies jeruk mempunyai heterozigositas yang tinggi, kebanyakan sifatnya adalah poligenik yaitu dikontrol oleh banyak gen. Probabilitas gen-gen yang berekombinasi pada hibrida untuk menyusun kembali karakter-karakter penting dari varietas tradisional terdahulu sangat rendah. Pemuliaan jeruk dihambat dengan tingginya juvenilitas pada bibit nuselar dan zigot. Berbagai kesulitan yang muncul dari penyerbukan silang konvensional untuk perakitan varietas baru sebagian dapat diatasi dengan strategi baru program pumuliaan jeruk melalui iradiasi, fusi protoplas, dan produksi tanaman jeruk transgenik (Martasari et al. 2004).

Induksi Mutasi pada Kultur Jaringan

Pada dasarnya evolusi tanaman terjadi karena mutasi yang terus menerus di alam. Oleh karena itu banyak yang beranggapan bahwa keragaman yang ada sekarang terutama disebabkan oleh mutasi (Lubis, 2005). Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu organisme yang terjadi secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi yang bersifat terwariskan (heritable).

(8)

Mutasi dapat terjadi secara spontan (spontaneous mutation) dan dapat juga terjadi melalui induksi (induced mutation). Secara mendasar tidak terdapat perbedaan antara mutasi yang terjadi secara alami dan mutasi hasil induksi. Keduanya dapat menimbulkan variasi genetik untuk dijadikan dasar seleksi tanaman, baik seleksi secara alami (evolusi) maupun seleksi buatan (pemuliaan) (BATAN, 2005). Menurut Crowder (2006) mutasi adalah suatu proses dimana suatu gen mengalami perubahan struktur. Dalam arti luas, mutasi dihasilkan dari segala macam tipe perubahan bahan genetik yang mengakibatkan perubahan penampakan fenotipe yang diturunkan yang bukan dihasilkan dari proses seksual. Batasan ini termasuk keragaman kromosom dan position effect maupun mutasi gen.

Banyak tanaman yang ditumbuhkan dengan teknik kultur jaringan tidak sama dengan tipe tetuanya. Perbedaan ini merupakan kejadian umum yang berhubungan dengan kultur jaringan dari sel-sel tunggal, yang disebut keragaman somaklonal. Tanaman regeneran memperlihatkan perbedaan-perbedaan morfologi, ketahanan penyakit dan sistem enzimnya. Teknik kultur jaringan telah digunakan untuk mengembangkan tanaman tebu dan kentang yang tahan terhadap penyakit. Tanaman-tanaman ini tidak selalu memiliki daya produksi lebih tinggi dibandingkan varietas komersial, tetapi dapat digunakan sebagai tetua dalam suatu program pemuliaan (Crowder, 2006).

Kombinasi antara teknik kultur jaringan dengan induksi mutasi dengan sinar gamma dapat menghasilkan keragaman genetik yang lebih tinggi daripada tanaman yang tumbuh dari biji. Sistem kultur itu sendiri sering menyebabkan perubahan-perubahan nukleotida yang disebabkan karena zat yang terkandung dalam medium tersebut, seperti giberelin, auksin, garam mineral, dan sebagainya (Crowder, 2006).

Mutasi merupakan salah satu metode pemuliaan untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman. Dosis iradiasi yang diberikan untuk mendapatkan mutan tergantung pada jenis tanaman, fase tumbuh, ukuran, kekerasan, dan bahan yang akan dimutasi (Soedjono, 2003). Tabel 2 menunjukkan kelebihan dan kekurangan penggunaan berbagai jenis jaringan yang digunakan bahan yang akan dimutasi. Kecepatan mutasi bervariasi sesuai dengan dosis mutagen. Makin tinggi

(9)

dosis mutagen, makin sering terjadi mutasi dan makin sering terjadi kerusakan gen yang tidak diharapkan (Welsh, 1991).

Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan penggunaan berbagai jenis jaringan yang digunakan untuk mutasi (Roose dan Williams, 2007).

Jaringan target Kemudahan

untuk digunakan Waktu untuk mengevaluasi Peluang terjadinya khimera Mengidentifikasi mutant

Polen Baik Lama Tidak ada Sulit

Benih Baik Lama Rendah Beragam

Kalus embriogenik Sulit Lama Rendah Mudah

Ruas batang Sulit Lebih pendek Tinggi Mudah

Mata tunas Baik Lebih pendek Tinggi Mudah

Keberhasilan radiasi untuk meningkatkan keragaman populasi sangat ditentukan oleh radiosensitivitas genotipe yang diradiasi. Radiosensitivitas dapat diukur berdasarkan nilai LD50 (lethal dose 50%) yaitu dosis yang menyebabkan

kematian 50% populasi bahan tanaman (Herison et al; 2008). Menurut Sutarto et al. (2009) radiosensitivitas pada jeruk berkisar pada 40-100 Gy, tergantung pada spesies dan varietas yang digunakan. Kosmiatin et al. (2010) melaporkan kalus embriogenik jeruk batang bawah (JC) yang diiradiasi sinar gamma dengan dosis 0-30 Gy menunjukkan sensitivitas yang tinggi pada dosis 30 Gy.

Mutagen Sinar Gamma

Mutagen dapat dikelompokkan menjadi mutagen fisik dan kimia. Mutagen kimia yang sering digunakan yakni ethylenscimine (EL), diethylsulphate (DES), ethylmethane sulphonate (EMS), ethyl nitroso urea (ENH), dan methyl nitroso urea (MNH) serta kelompok azida. Mutagen fisik yang sering digunakan adalah sinar-X, gamma (Co60), netron cepat (Nf), dan thermal neutron (Nth) (Soedjono, 2003).

Saat ini mutagen yang paling banyak digunakan adalah sinar gamma. Sinar gamma ditemukan tahun 1900 oleh Paul Ulrich Villard yang dapat menyebabkan ketidakstabilan inti sel. Panjang gelombang sinar gamma lebih pendek dan energy per photon lebih besar dari pada sinar-X, sehingga potensial untuk merubah susunan genetik tanaman (Van Harten, 1998). Menurut Roose dan William (2007)

(10)

iradiasi menggunakan sinar ultra violet (UV) dapat digunakan, walaupun kemampuan penetrasi ke dalam jaringan lebih rendah bila dibandingkan dengan radiasi pengion sinar-X dan sinar gamma. Menurut Crowder (1996) sinar gamma yang dipancarkan dari isotop radioaktif mempunyai panjang gelombang lebih pendek dari sinar X, daya tembusnya lebih kuat, dikenal sebagai sinar kuat, penting untuk menginduksi perubahan genetik.

Faktor yang mempengaruhi terbentuknya mutan antara lain adalah besarnya dosis iradiasi. Dosis iradiasi diukur dalam satuan Gray (Gy), 1 Gy sama dengan 0.10 krad yakni 1 J energy per kilogram iradiasi yang dihasilkan. Dosis iradiasi dibagi tiga, yaitu tinggi (>10 k Gy), sedang (1-10 k Gy), dan rendah (< 1 k Gy). Perlakuan dosis tinggi akan mematikan bahan yang dimutasi atau mengakibatkan sterilitas. Dosis iradiasi yang diberikan untuk mendapatkan mutan tergantung pada jenis tanaman, fase tumbuh, ukuran, kekerasan, dan bahan yang akan dimutasi (Soedjono, 2003).

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Ilmiah Jeruk Siam (Sari, 2004)
Gambar 1. (a) buah, dan (b) tanaman jeruk siam Pontianak.
Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan penggunaan berbagai jenis jaringan yang  digunakan untuk mutasi (Roose dan Williams, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Di antara arahannya yang sempat saya catat yaitu: tentang pelaksanaan kegiatan akademik untuk sementara dilakukan dengan online atau jenis lainya, kegiatan yang

( http://artipentingsemangat- persatuandankesatuan.blogspot.brainly.co.id/2014/semangat-persatuan-dan- kesatuan), diakses pada hari Minggu, 15 Maret 2015 pukul 15.03 WIB.. “Arti

Set elah pelat ihan selesai, Anda diharapkan dapat m enjawab... Tata cara

Jika pembilangan suatu pecahan ditambah 1 dan penyebutnya dikurangi 3 akan diperoleh hasil bagi sama dengan 1/2, Jika pembilangnya tidak ditambah maupun dikurangi, tetapi

2011.. melimpahkan segala Karunia-Nya, sehingga dengan segala keterbatasan yang ada baik waktu, tenaga dan pikiran yang di miliki penyusun. Akhirnya penyusun dapat

Peneliti ingin melihat lebih jauh apakah berita FPI yang disampaikan oleh media massa dari periode waktu tertentu memberikan pengaruh yang begitu besar terhadap sikap

Pemilu dilaksanakan dengan perangkat peraturan yang mendukung kebebasan dan kejujuran, sehingga dengan adanya undang-undang yang lebih memberi kesempatan kebebasan

Korjausjäsennyksen kannalta kyse on virheistä (engl. error), joita käsitellään sekä toisen aloittamassa korjausjaksossa että suoralla toisen korjauksella (engl. Virheen