BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Irigasi
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 Bab I pasal 1 tentang irigasi
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan dan
pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air
permukaan, irigasi air tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.
Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,
kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Penyediaan air irigasi
menentukan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air
untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah dan mutu sesuai dengan
kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya.
Tujuan utama irigasi adalah mewujudkan pemanfaatan air yang menyeluruh
dan mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian
dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya
petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.
Pada umumnya sistem irigasi di Indonesia pengaliran airnya dengan sistem
gravitasi dan sistem jaringannya ada 3 golongan antara lain (Radjualini, 2008) :
1. Sistem Irigasi Sederhana
Sistem irigasi ini baik bangunan maupun pemeliharaannya dilakukan oleh
para petani dan pada umumnya jumlah arealnya relative kecil. Biasanya
terdapat dipegunungan, sedangkan sumber airnya didapat dari sungai-sungai
kecil yang airnya mengalir sepanjang tahun. Bangunan bendungnya dibuat
sederhana serta tidak dilengkapi dengan pintu air dan alat ukur debit air
sehingga pembagian airnya tidak dapat dilakukan dengan baik.
2. Sistem Irigasi Sederhana Teknis
Sistem irigasi ini seluruh banguan yang ada didalam jaringan irigasi setengan
teknis konstruksinya bisa permanent atau setengah permanent hanya tidak
dilengkapi dengan pintu air dan alat pengukur debit. Untuk pengaturan air
cukup dipasang balok sekat saja, sehingga pembagian dan pengaturan
debitnya tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun irigasi ini dapat
ditingkatkan secara bertahap menjadi sistem irigasi teknis. Pada sistem ini
pembangunannya dilakukan oleh pemerintah.
3. Sistem Irigasi Teknis
Sistem irigasi ini seluruh bangunan yang ada didalam jaringan irigasi teknis
semua konstruksinya permanen dan juga dilengkapi dengan pintu-pintu air
dan alat ukur debit, dimana pembagian airnya bisa diatur dan bisa diukur
disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga pembagian/pemberian air ke
sawah-sawah dilakukan dengan tertib dan merata. Disamping itu untuk menjamin
tidak kebanjiran, dibuat jaringan pembuang tersier, sekunder dan induk, yang
nantinya air tersebut dialirkan langsung ke sungai. Saluran ini juga berfungsi
untuk membuang air sisa pemakaian dari sawah.
2.2 Air Irigasi
Air merupakan factor yang penting dalam bercocok tanam. Selain jenis
tanaman, kebutuhan air bagi suatu tanaman juga dipengaruhi oleh sifat dan jenis
tanaman, keadaan iklim, kesuburan tanah, cara bercocok tanam, luas areal, topografi,
periode tumbuh dan sebagainya. Cara pemberian air irigasi pada tanaman padi
Air untuk irigasi dipergunakan untuk tanaman padi, palawija, termasuk tebu
dan padi gadu, buah-buahan, dan rumput. Padi bukanlah tanaman air tapi untuk
hidupnya padi memerlukan air. Dalam penentuan kebutuhan air untuk tanaman
terdapat cara sebagai berikut :
1. Menurut tingginya air yang dibutuhkan guna sebidang tanah yang ditanam
atau banyaknya air sama dengan tingginya air yang dibutuhkan dikalikan luas
tanah.
2. Banyaknya air yang dibutuhkan pada kesatuan luas untuk sekali penyiraman
atau selama pertumbuhannya.
3. Kesatuan pengaliran air yaitu isi dalam kesatuan waktu pengalirannya untuk
kesatuan luas atau liter/detik/hektar.
4. Menentukan luas tanaman yang dapat dialiri oleh pengaliran air yang
banyaknya tertentu.
Cara pemakaian air tergantung dari keadaan irigasi, tanah, tanaman yang diairi
dan sebagainya. Cara pemakaian air dapat dibedakan menjadi yaitu merendam tanah,
merembeskan air, pengaliran, dan pengeringan, pembasahan dalam tanah, menyiram
dan menyemprot. Merendam tanah dengan pembaruan air lazim digunakan dalam
penanaman padi.
Dalam peningkatan produksi pangan, irigasi mempunyai peranan penting
yaitu untuk menyediakan air untuk tanaman dan dapat digunakan dalam mengatur
kelembaman tanah, membantu menyuburkan tanah melalui bahan-bahan kandungan
sedimen yang dibawa oleh air, dapat menekan pertumbuhan gulma, dapat menekan
perkembangan hama penyakit tertentu dan memudahkan pengolahan tanah.
Kualitas air menjadi bagian penting dalam pengembangan sumber daya air,
ketersediaan air untuk keperluan kehidupan manusia, pertanian, industri, dan
sebagainya. Karakteristik fisik dapat mempengaruhi kualitas air, dengan demikan
dapat berpengaruh pada ketersediaan air untuk berbagai pemanfaatan keperluan
kehidupan manusia, pertanian, industri, dan sebagainya adalah kensentrasi sedimen,
suhu air dan tingkat oksigen terlarut dalam suatu sistem aliran air (Asdak C, 2007).
Larutan sedimen yang sebagian besar terdiri atas larutan lumpur dan beberapa
berbentuk koloida dari berbagai material yang sering mempengaruhi kualitas air
dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya air. Meningkatnya suhu perairan
yang dapat diklasifikasi sebagai pencemar perairan dapat mempengaruhi kehidupan
organism akuatik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, oksigen
terlarut dalam perairan dapat dimanfaatkan untuk indikator atau indeks sanitasi
kualitas air.
2.3 Jaringan Irigasi
Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang irigasi,
yang dimaksud dengan jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan
pelengkap yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi
mulai dari penyedian, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan dan
pembuangan air irigasi.
Jaringan irigasi utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem
irigasi, mulai dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran sekunder dan
bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya.
Jaringan irigasi sekunder merupakan bagian dari jaringan irigasi yang terdiri
dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap,
Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai
prasarana pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa yang
disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluran kuarter dan saluran
pembuang serta saluran pelengkapnya, termasuk jaringan irigasi pompa yang luas
areal pelayanannya disamakan dengan areal tersier.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2001 tentang irigasi,
pemeliharaan jaringan irigasi dapat dilakukan dengan beberapa macam pemeliharaan
yang berbeda, antara lain:
1. Pemeliharaan Rutin
Pemeliharan ringan pada bangunan dan saluran irigasi yang dapat dilakukan
sementara selama eksploitasi tetap berlangsung, dimana pemeliharaan hanya
bagian bangunan/saluran yang ada di permukaan saja.
2. Pemeliharaan Berkala
Pemeliharaan yang dilakukan pada bagian bangunan dan saluran dibawah
permukaan air, pada waktu melaksanakan pekerjaan ini saluran dikeringkan
terlebih dahulu.
3. Pemeliharaan Pencegahan
Pemeliharaan pencegahan ini merupakan usaha untuk mencegah terjadinya
kerusakan pada jaringan irigasi akibat gangguan manusia yang tidak
bertanggung jawab atau akibat gangguan hewan.
4. Pemeliharaan Darurat
Pekerjaan yang dilakuan untuk memperbaiki akibat kerusakan yang tidak
2.4 Saluran Irigasi
Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi
pembawa dan saluran pembuang. Ditinjau dari jenis dan fungsi saluran irigasi
pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier dan kuarter.
Saluran pembuang berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air secara gravitasi dari
persawahan untuk mencegah terjadinya terjadinya genangan dan kesurasakan
tanaman atau mengatur banyaknya air tanah sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman
(Mawardi E, 2007).
Dalam desain hidroulik sebuah saluran terdapat parameter pokok yang harus
tentukan apabila kapasitas rencana sudah diketahui yaitu :
1. Perbandingan kedalaman air dengan lebar dasar
2. Kemiringan memanjang saluran
Disamping hal itu, pada saluran pembawa dijumpai tiga kondisi yang harus
dibedakan yaitu :
1. Air irigasi tanpa sedimen di saluran tanah; terjadi jika air berasal dari waduk
secara langsung.
2. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan; dengan demikian criteria angkutan
sedimen mempengaruhi desain.
3. Air irigasi bersedimen di saluran tanah; situasi ini yang paling sering dijumpai
di Indonesia.
Menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari jaringan saluran akan dapat
menimbulkan terjadinya pengendapan sedimen. Untuk itu dalam desain harus
disyaratkan bahwa pengendapan dan penggerusan setempat di seitiap potongan
Berdasarkan Standar Perencanaan lrigasi Bagian Jaringan lrigasi KP-O1,
saluran irigasi tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Saluran primer atau saluran induk yaitu saluran yang membawa air dari
jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi dan
saluran ini berakhir pada bangunan bagi yang terakhir.
2. Saluran sekunder yaitu saluran yang membawa air dari saluran primer ke
petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung
saluran ini yaitu bangunan sadap terakhir. Saluran muka tersier yaitu saluran
yang membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak
di seberang petak tersier lainnya.
3. Saluran tersier yaitu saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier
dijaringan utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Saluran ini
berakhir pada boks kuarter yang terakhir.
2.4.1 Saluran Tanah Tanpa Pasangan
Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Saluran
KP-03, pengaliran air irigasi saluran berpenampang trapesium tanpa pasangan adalah
bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. Perencanaan saluran
harus memberikan penyelesaian biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling
rendah. Erosi dan sedimentasi di setiap potongan melintang harus minimal dan
berimbang sepanjang tahun.
Sedimentasi di dalam saluran dapat terjadi apabila kapasitas angkut
sedimennya berkurang. Dengan menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari
jaringan saluran adalah penting untuk menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per
Sedimen yang memasuki jaringan saluran biasanya hanya mengandung
partikel-partikel lempung dan lanau melayang dengan d < 0,088 mm. Partikel-partikel
yang lebih besar yang terdapat di dalam air irigasi akan tertangkap di kantong lumpur
di bangunan utama. Partikel yang lebih besar dari 0,088 mm, lebih dari 5% dari
kedalaman air di seluruh jaringan saluran. Maka, volume sedimen adalah 5% dari
kedalaman air kali lebar dasar saluran kali panjang total saluran.
Untuk perencanaan saluran, ada tiga keadaan yang harus dibedakan
sehubungan dengan terdapatnya sedimen dalam air irigasi dan bahan tanggul yaitu :
1.
Aliran irigasi tanpa sedimen di saluran tanahKeadaan ini akan terjadi bila air diambil dari waduk secara langsung.
Perencanaan saluran sekarang banyak dipengaruhi oleh kriteria erosi dan
dengan demikian oleh kecepatan maksimum aliran yang diizinkan. Besarnya
kecepatan ini bergantung kepada bahan permukaan saluran.
2. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan
Perencanaan saluran dipengaruhi oleh persyaratan pengangkutan sedimen
melalui jaringan, dengan demikian kriteria angkutan sedimen mempengaruhi
perencanaan.
3. Aliran irigasi bersedimen di saluran tanah
Perencanaan irigasi sangat dipengaruhi oleh kriteria erosi dan angkutan
sedimen. Saluran ini sering direncana sebagai saluran garis tinggi dengan
kemiringan dasar yang terbatas. Saluran sekunder yang dicabangkan dari
saluran primer dan mengikuti punggung sering mempunyai kemiringan dasar
sedang dan dengan demikian kapasitas angkut sedimen relatif lebih tinggi,
Saluran tanah tanpa pasangan mengandung sedimen, kecepatan minimum
yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan menyebabkan
pengendapan partikel dengan diameter maksimum yang diizinkan 0,088 mm. Tetapi
secara kuantitas baru sedikit yang diketahui mengenai hubungan antara karakteristik
aliran dan sedimen yang ada. Untuk perencanaan saluran irigasi yang mengangkut
sedimen, aturan perencanaan yang terbaik adalah menjaga agar kapasitas angkutan
sedimen persatuan debit masing ruas saluran disebelah hilir setidak-tidaknya konstan.
Kecepatan dasar dipengaruhi oleh konsentrasi bahan layang di dalam air,
dibedakan dengan dua keadaan antara lain:
1. Air bebas sedimen dengan konsentrasi kurang dari 1.000 ppm sedimen layang.
Konsentrasi bahan-bahan yang melayang dianggap sangat rendah sehingga
tidak berpengaruh terhadap stabilitas saluran.
2. Air bersedimen dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm sedimen layang.
Konsentrasi yang tinggi ini akan menambah kemantapan batas akibat
tergantinya bahan yang terkikis atau tertutupnya saluran.
2.4.2 Saluran Pasangan
Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Saluran
KP-03, saluran pasangan (lining) dimaksudkan untuk :
1. Mencegah kehilangan air akibat rembesan
2. Mencegah gerusan dan erosi
3. Mencegah merajalelanya tumbuhan air
4. Mengurangi biaya pemeliharaan
5. Memberi kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar
Tanda-tanda adanya kemungkinan terjadinya perembesan dalam jumlah besar
dapat dilihat dari peta tanah. Penyelidikan tanah dengan cara pemboran dan
penggalian sumuran uji di alur saluran akan lebih banyak memberikan informasi
mengenai kemungkinan terjadinya rembesan. Pasangan mungkin hanya diperlukan
untuk ruas-ruas saluran yang panjangnya terbatas.
Pada perencanaan saluran pasangan, kecepatan maksimum dianjurkan pada
pemakaiannya untuk aliran subkritis berikut ini :
Pasangan batu : kecepatan maksimum 2 m/s Pasangan beton : kecepatan maksimum 3 m/s
Ferrocemen : kecepatan 3 m/s
Kecepatan maksimum yang diizinkan juga akan menentukan kecepatan
rencana untuk dasar saluran tanah dengan pasangan campuran. Prosedur perencanaan
saluran untuk saluran dengan pasangan tanah adalah sama dengan prosedur
perencanaan saluran tanah. Di dalam saluran ferrocemen dengan penampang tapal
kuda disyaratkan tidak timbul atau terjadi endapan dalam saluran. Maka minimum
kecepatan aliran ditetapkan V > 0,6 m/s agar pasir ataulumpur tidak mengendap
disepanjang saluran.
2.5 Hidrolika Saluran Terbuka
Saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas disebut saluran
terbuka. Menurut asalnya, saluran dapat digolongkan menjadi saluran alam dan
saluran buatan. Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alami di
bumi, mulai dari anak selokan di pegunungan, selokan kecil, kali, sungai kecil, dan
sungai besar sampai ke muara sungai. Aliran air di bawah tanah dengan permukaan
Sifat-sifat hidrolis saluran alam biasanya sangat tidak menentu. Dalam
beberapa hal dapat dibuat anggapan pendekatan yang cukup sesuai dengan
pengamatan dan pengalaman sesungguhnya sedemikian rupa, sehingga persyaratan
aliran pada saluran pada saluran ini tidak dapat diterima untuk penyelesaian analisis
hidrolika teoritis.
Sedangkan saluran buatan seperti saluran pelayaran, saluran pembangkit
listrik, saluran irigasi dan talang, parit pembuangan, pelimpah tekanan, saluran banjir,
saluran pengangkutan kayu, selokan, dan sebagainya termasuk model saluran yang
dibuat di laboratorium untuk keperluan penelitian. Sifat-sifat hidrolik saluran
semacam ini dapat diatur menurut keinginan atau dirancang untuk memenuhi
persyaratan tertentu. Oleh karena itu, penerapan teori hidrolika untuk saluran buatan
dapat membuahkan hasil yang cukup sesuai dengan kondisi sesungguhnya.
Gambar 2.1 Bentuk Saluran Terbuka (a)Trapesium, (b)Persegi, (c)Segitiga, (d)Setengah Lingkaran, (e)Tak Beraturan
2.6 Aliran Air Pada Saluran Terbuka
Berdasarkan perubahan kedalaman aliran sesuai dengan ruang dan waktu,
aliran pada saluran terbuka dapat digolongkan menjadi dua jenis aliran yaitu aliran
tunak dan aliran taktunak. Aliran dalam saluran terbuka dikatakan tetap atau tunak
(steady) bila kedalaman aliran tidak berubah atau bias dianggap konstan selama suatu
selang waktu tertentu. Aliran dalam saluran terbuka dikatakan taktunak (unsteady)
bila kedalaman aliran pada saluran berubah sesuai dengan waktu (Chow, 1989).
Sebagian besar persoalan tentang saluran terbuka umumnya memerlukan
penelitian mengenai perilaku aliran dalam keadaan tunak. Namun bila perubahan
keadaan aliran sesuai dengan waktu, merupakan masalah utama yang harus
diperhatikan maka aliran harus dianggap bersifat taktunak seperti banjir dan
gelombang merupakan contoh aliran tak tunak.
Gambar 2.2 Aliran Pada Saluran Terbuka (Sumber: Chow, 1989)
Keadaan atau perilaku aliran dalam saluan terbuka pada dasarnya ditentukan
oleh pengaruh kekentalan dan gravitasi sehubungan dengan gaya-gaya inersia aliran.
Tegangan permukaan air dalam keadaan tertentu dapat pula mempengaruhi perilaku
aliran, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar dalam masalah saluran terbuka pada
umumnya yang ditemui dalam perekayasaan. Berdasarkan pengaruh kekentalan
(viscosity), aliran dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Aliran Laminer
Aliran laminer terjadi bila gaya kekentalan relatif sangat besar dibandingkan
dengan kelembamannya sehingga kekentalan berpengaruh besar pada prilaku
aliran. Dalam aliran ini, butir-butir air seolah-olah bergerak menurut lintasan
2. Aliran Turbulen
Aliran tubulen terjadi bila gaya kekentalan relatif lemah dibandingkan dengan
kelembamannya. Pada aliran ini, butir-butir air bergerak menurut lintasan
yang tidak teratur dan tidak tetap membentuk aliran yang berputar-putar,
namun butir-butir tersebut tetap menunjukkan gerak maju dalam aliran secara
keseluruhan.
3. Aliran Transisi
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminer menjadialiran
turbulen.
Berdasarkan pengaruh gaya tarik bumi aliran dibedakan menjadi aliran
subkritis, kritis, dan superkritis. Aliran disebut subkritis apabila gangguan yang
terjadi di suatu titik pada aliran dapat menjalar ke arah hulu misalnya batu
dilemparkan ke dalam aliran sehingga menimbulkan gelombang.
Aliran sub kritis dipengaruhi oleh kondisi hilir, dengan kata lain keadaan di
hilir akan mempengaruhi aliran di sebelah hulu dan dalam kondisi seperti ini bilangan
Froude Fr < 1. Aliran disebut kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan
rambat gelombang, dalam kondisi seperti ini bilangan Froude Fr = 1. Aliran disebut
superkritis apabila kecepatan aliran cukup tinggi biasanya disebut cepat atau
menjeram, sehingga gangguan yang terjadi tidak menjalar ke hulu dan dalam keadaan
seperti ini dan dalam kondisi seperti ini bilangan Froude Fr > 1(Chow, 1989).
Bilangan Forude (Fr) didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata (v) dibagi
akardarigravitasi dan kedalaman air (y) dan ditulis:
Fr =
2.6.1 Aliran Seragam
Pada saluran terbuka dikatakan aliran seragam (uniform flow) yaitu bila
kecepatan aliran tidak berubah atau konstan terhadap jarak, garis aliran lurus dan
sejajar dan kedalaman aliran sama pada setiap penampang saluran. Hal ini berarti
bahwa saluran harus mempunyai bentuk tampang identik. Aliran seragam tidak dapat
terjadi pada kecepatan aliran yang besar atau kemiringan saluran yang sangat besar.
Aliran dalam saluran irigasi termasuk dalam aliran yang seragam, dengan catatan
tidak ada perubahan penampang secara mendadak pada saluran tersebut (Chow,
1989).
Kedalaman, luas basah, kecepatan, dan debit pada setiap penampang pada
saluran yang lurus adalah konstan serta garis energi, muka air dan dasar saluran saling
sejajar berarti kemiringanya sama adalah merupakan ciri-ciri pokok aliran seragam.
Gambar 2.3 Aliran Seragam (uniform flow) (Sumber : Chow, 1989)
Suatu aliran seragam dapat bersifat tunak dan taktunak, tergantung apakah
kedalamannya berubah sesuai dengan perubahan waktu. Aliran seragam yang tunak
(steady uniformflow) merupakan jenis aliran pokok yang dibahas dalam hidrolika
saluran terbuka dengan kedalaman aliran tidak berubah selama waktu tertentu yang
telah diperhitungkan. Penetapan bahwa suatu aliran bersifat seragam tak tunak
(unsteady uniform flow) harus dengan syarat bahwa permukaan air berfluktuasi
sepanjang waktu dan tetap sejajar dasar saluran tetapi hal ini merupakan suatu
2.6.2 Aliran Berubah
Pada saluran terbuka dikatakan aliran berubah (varied flow) atau tak seragam
yaitu bila kedalaman dan kecepatan aliran di sepanjang saluran berubah atau tidak
konstan, garis tenaga tidak sejajar dengan garis muka air dan dasar saluran. Aliran
berubah dapat dibagi menjadi dua kelompok sebagai berikut (Chow, 1989) :
1. Aliran berubah tiba-tiba (rapidly varied flow)
Aliran berubah tiba-tibaterjadi jika kedalaman alirannya mendadak berubah
pada jarak yang cukup pendek atau parameter hidraulis berubah secara
mendadak. Aliran tiba-tiba disebut juga sebagai gejala setempat (local
phenomenon), seperti loncatan hidrolik, terjunan dan penurunan hidrolik.
2. Aliran berubah lambat-laun (gradually varied flow)
Aliran berubah lambat-laun terjadi jika parameter hidraulis seperti kecepatan
dan tampang basah berubah secara progresif dari satu tampang ke tampang
yang lain. Apabila di ujung hilir saluran terdapat bendung maka akan terjadi
profil muka air pembendungan dimana kecepatan aliran akan berkurang atau
diperlambat, sedangkan apabila terdapat terjunan maka profil aliran akan
menurun dan kecepatan akan bertambah atau dipercepat contoh aliran pada
sungai.
Gambar 2.4 Aliran Berubah (varied flow) (Sumber : Chow, 1989)
2.7 Geometris Penampang Saluran
Saluran irigasi merupakan saluran terbuka dan pengaliran air pada saluran
terbuka dipengaruhi oleh gravitasi. Potongan melintang saluran yang paling ekonomis
adalah saluran yang dapat melewatkan debit maksimum untuk luas penampang basah,
kekasaran dan kemiringan dasar tertentu. Berdasarkan persamaan kontinuitas, tampak
jelas bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit maksimum dicapai jika
kecepatan aliran maksimum (Chow, 1989).
Bentuk yang paling umum dipakai untuk saluran berdinding tanah yang tidak
dilapisi adalah bentuk trapesium, sebab stabilitasi kemiringan dindingnya dapat
disesuaikan. Bentuk persegi panjang dan segitiga merupakan bentuk khusus selain
dari bentuk trapezium. Bentuk persegi panjang yang mempunyai sisi tegak, biasanya
dipakai untuk saluran yang dibangun dengan bahan yang stabil, seperti pasangan
batu, padas, logam atau kayu. Penampang segitiga hanya dipakai untuk saluran kecil,
selokan, dan untuk penyelidikan di laboratorium.
Penampang lingkaran banyak dipakai untuk saluran pembuangan air kotor dan
gorong-gorong sedang maupun kecil. Penampang parabola dipakai sebagai
pendekatan untuk saluran alam berukuran sedang maupun kecil. Penampang persegi
panjang yang ujungnya dibulatkan merupakan modifikasi dari penampang persegi
panjang. Penampang segitiga yang ujung bawahnya bulat merupakan bentuk
pendekatan parabola, biasanya terjadi akibat penggalian menggunakan sekop.
Unsur-unsur geometris adalah sifat-sifat suatu penampang saluran yang dapat
diuraikan seluruhnya berdasarkan geometri penampang dan kedalaman aliran.
Unsur-unsur geometris penampang saluran tersebut meliputi luas penampang melintang,
keliling basah, lebar dasar saluran, jari-jari hidrolik, lebar puncak, kedalaman aliran,
Geometris penampang basah saluran bentuk terapesium sebagai berikut :
A = ( B + m.y ) y (2.2)
P = B + 2.y √ (2.3)
di mana : A = luas penampang ( ) B = lebar dasar saluran (m) m = kemiringan talud y = kedalaman air (m)
P = keliling tampang saluran (m)
Geometris penampang basah saluran bentuk persegi panjang sebagai berikut :
A = B . y (2.4)
P = B + 2.y (2.5)
di mana : A = luas tampang ( ) B = lebar dasar saluran (m) y = kedalaman air (m)
P = keliling tampang saluran (m)
Dengan menggunakan keliling dan luas tampang basah saluran maka dapat
diketahui Jari-jari hidrolik saluran yaitu perbandingan luas penampang basah saluran
dengan keliling tampang basah dari saluran tersebut, dengan rumus :
R = (2.6)
di mana : R = jari-jari hidrolis tampang basah (m) A = luas penampang basah (m)
P = keliling tampang basah (m)
Gambar 2.5 Penampang Trapesium dan Persegi Panjang Saluran m
1
B
y
2.8 Debit Aliran Pada Saluran
Debit aliran merupakan jumlah air yang mengalir melalui penampang
melintang sungai/saluran tiap satu satuan waktu, biasanya dinyatakan dalam meter
kubik per detik. Debit aliran dengan distribusinya dalam ruang dan waktu merupakan
inforrnasi penting yang diperlukan dalam perencanaan bangunan air dan pemanfaatan
sumber daya air. Debit aliran sangat bervariasi dari waktu ke waktu, maka diperlukan
data pengamatan debit dalam waktu panjang. Dalam prakteknya, sering variasi
kecepatan pada tampang lintang diabaikan dankecepatan aliran dianggap seragam
disetiap titik pada tampang lintang yang besarnya sama dengan kecepatan rata-rata
(Triatmodjo B, 1994).
Luas tampang dan kecepatan aliran merupakan parameter dapat diukur
langsung pada suatu penampang lintang saluran. Pengukuran debit secara langsung
dapat dilakukan dengan:
1. Menentukan luas penampang saluran
2. Mengukur kecepatan air dengan alat pengukur kecepatan (current meter) atau
pelampung (kecepatan diukur menggunakan stopwatch).
Pengukuran debit aliran memerlukan penentuan lokasi alat ukur yang
memadai untuk mendapat kecepatan aliran rata-rata yang tepat. Jumlah lokasi alat
ukur perlu dibatasi agar waktu yang diperlukan masih dalam jangkauan, terutama bila
perubahan tinggi muka air berlangsung secara cepat (Asdak C, 2007).
Kecepatan aliran air pada suatu penampang saluran tidak sama yang
disebabkan oleh faktor bentuk aliran, geometri saluran dan faktor-faktor lainnya.
Kecepatan aliran diperoleh dari rata-rata kecepatan aliran pada tiap bagian
penampang tersebut. Kecepatan suatu aliran dapat diketahui dengan menggunakan
Tabel 2.1 Pengukuran Kecepatan Aliran dengan Current meter Kedalaman
(m)
Kedalaman Pengukuran (m)
Perhitungan Kecepatan Rata-rata (m/s)
0-0,6 0,6 d V = V 0,6
0,6-3 0,2 d dan 0,8 d V = 0,5(V 0,2 + V 0,8)
3-6 0,2 d, 0,6 d dan 0,8 d V = 0,25 (V 0,2 + V 0,6 + V 0,8)
Kecepatan rata-rata juga dapat diperoleh dengan pengukuran sederhana
dengan menggunakan alat pelampung berupa kayu, karet atau benda lainnya yang
dapat mengapung dipermukaan air. Kecepatan aliran yang diukur dapat ditentukan
dengan perbandingan jarak dua titik pengamatan dengan waktu yang diperlukan.
Gambar 2.6 Sketsa Pengukuran Kecepatan Metode Pelampung (Sumber: Soewarno, 2013)
Kecepatan aliran yang diperoleh dari pengukuran menggunakan alat
pelampung tersebut merupakan kecepatan aliran maksumum aliran, maka untuk
mendapatkan kecepatan aliran rata-rata angka yang diperoleh dikalikan dengan
koefisien kalibrasi alat pelampung. Kecepatan aliran rata-rata diperoleh dari
kecepatan aliran dikalikan dengan ketetapan koefiensi kalibrasi pelampung pada saat
pengukuran di lapangan 0,85 < k < 0,95 (Sosrodarsono S, 2003).
V = (L/t). k (2.7)
di mana: V = kecepatan aliran rata-rata ( ) L = jarak pengamatan (m)
t = waktu yang diperlukan (s)
Debit aliran diperoleh denganperkalian luas tampang saluran dengan kecepatan
rata-rata, dengan rumus kontinuitas:
Q = A.V (2.8)
di mana : Q = debit aliran ( )
A = luas penampang saluran ( ) V = kecepatan aliran ( )
Pengukuran kecepatan harus dilakukan beberapa kali pada bagian penampang
yang berbeda untuk kemudian ditentukan nilai rata-ratanya. Hal yang perlu
diperhatikan adalah bahwa kecepatan aliran di permukaan aliran air lebih besar dari
pada kecepatan aliran di bagian bawah saluran/sungai.
2.9 Erosi
Proses-proses hidrologi langsung atau tidak langsung akan mempunyai kaitan
dengan terjadinya erosi, transport sedimen, deposisi sedimen di daerah hilir, dan
mempengaruhi karakteristik fisik, biologi, dan kimia yang secara keseluruhan
mewakili status kualitas perairan. Perubahan tataguna lahan dan praktek pengelolaan
DAS juga mempengaruhi terjadinya erosi, sedimentasi, dan pada gilirannya akan
mempengaruhi kualitas air (Asdak C, 2007).
Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh factor-faktor iklim, topografi,
karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan tataguna lahan. Pemahaman tentang
pengaruh erosi di daerah tangkapan air (on-site) dan dampak yang ditimbulkannya di
daerah hilir (off-site) tidak hanya memerlukan pemahaman tentang proses-proses
terjadinya erosi, tetapi juga memerlukan pemahaman tentang makanisme transport
sedimen melalui sungai.
Dua penyebab utama terjadinya erosi yaitu erosi karena sebab alamiah dan
erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses
keseimbangan tanah secara alamiah. Erosi karena factor alamiah umumnya masih
memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan tanaman.
Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh
terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak
mengindahkan kaedah-kaedah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang
bersifat merusak keadaan fisik tanah, antara lain pembuatan jalan di daerah dengan
kemiringan lereng besar.
Tabel 2.2 Kelas Bahaya Erosi
Kelas Bahaya Erosi Ton/Ha/Tahun mm/tahun
I Sangat ringan < 1,75 < 0,1
II Ringan 1,75-17,50 0,1-1,0
III Sedang 17,50-46,25 1,0-2,5
IV Berat 46,25-92,50 2,5-5,0
V Sangat berat > 92,50 > 5,0
(Sumber: Suripin, 2002)
Proses erosi terdiri atas tiga bagian yang berurutan yaitu pengelupasan,
pengangkutan, pengendapan. Dalam uraian ini, erosi permukaan tanah yang
disebabkan oleh air hujan. Selain disebabkan oleh air hujan, erosi juga dapat terjadi
karena tenaga angin dan salju. Berikut ini beberapa tipe erosi permukaan yang umum
dijumpai di daerah tropis yaitu (Asdak C, 2007) :
1. Erosi percikan (splash erosion)
Erosi percikan merupakan proses terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian
atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atausebagai air lolos. Tenaga tersebut
ditentukan oleh dua hal yaitu massa dan kecepatan jatuhan air. Tenaga kinetik
bertambah besar dengan bertambah besarnya diameter air hujan dan jarak
antara ujung daun penetesan dan permukaan tanah. Oleh karena itu, air lolos
besar, dan dengan demikian meningkatkan kecepatan air lolos sampai ke
permukaan tanah.
2. Erosi kulit (sheet erosion)
Erosi kulit merupakan proses erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan
tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian.
Erosi ini disebabkan oleh kombinasi air hujan dan air larian yang mengalir ke
tempat lebih rendah. Bentang lahan dengan komposisi lapisan permukaan
tanah yang rentan/lepas terletak lapisan bawah permukaan solit merupakan
potensi terjadinya erosi kulit besar. Besar kecilnya tenaga penggerak
terjadinya erosi kulit ditentukan oleh kecepatan dan kedalaman air larian.
3. Erosi alur (rill erosion)
Erosi alur merupakan pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan
partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam
saluran-saluran air. Hal ini terjadi ketika air larian masuk ke dalam cekungan
permukaan tanah, kecepatan air larian meningkat, dan akhirnya terjadi
transport sedimen.
4. Erosi parit (gully erosion)
Erosi parit merupakan pembentukan jajaran perit yang lebih dalam dan lebar
dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur. Erosi parit diklasifikasikan
sebagai parit bersambung dan parit terputus-putus. Erosi parit terputus dapat
dijumpai di daerah pegunungan dan erosi parit bersambung berawal dari
terbentuknya gerusan-gerusan permukaan tanah oleh air larian ke arah tempat
5. Erosi tebing sungai (streambank erosion)
Erosi tebing sungai merupakan proses pengikisan tanah pada tebing sungai
dan penggerusan dasar sungai oleh aliran air. Proses berlangsungnya erosi
tebing sungai yaitu adanya gerusan aliran sungai dan adanya longsoran tanah
pada tebing sungai.
2.10 Sedimentasi
Sedimen merupakan hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan maupun
jenis erosi tanah lainnya. Hasil sedimen (sedimen yield) adalah besarnya sedimen
yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode
waktu dan tempat tertentu. Sedimen dari hasil erosi yang dibawa oleh aliran air dari
daerah hulu dan kemudian mengendap di daerah hilir. Proses erosi di hulu
meninggalkan dampak hilangnya kesuburan tanah sedangkan pengendapan sedimen
di hilir seringkali menimbulkan persoalan seperti pendangkalan sungai dan waduk di
daerah hilir (Asdak C, 2007).
Tergantung dari ukuran partikelnya, sedimen ditemukan terlarut dalam aliran
air disebut muatan sedimen dan merayap didasar sungai disebut sedimen merayap.
Berdasarkan pada jenis sedimen dan ukuran-ukuran partikel tanah serta komposisi
mineral dari bahan induk yang menyusunnya, dikenal bermacam jenis sedimen
seperti pasir, liat, debu, pasir.
Tabel 2.3 Jenis Sedimen dan Ukuran Partikel Penyusunnya Jenis Sedimen Ukuran Partikel (mm)
Liat < 0,0039
Debu 0,0039-0,0625
Pasir 0,0625-2,0
Pasir Besar 2,0-64,0
Pada saat sedimen memasuki badan sungai, maka berlangsunglah transport
sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti tanah liat dan debu dapat diangkut
aliran air dalam bentuk terlarut, partikel yang lebih besar cenderung bergerak dengan
cara melompat dan partikel yang lebih besar dari pasir seperti krikil akan bergerak
dengan cara merayap atau menggelinding di dasar sungai.
Besarnya ukuran sedimen yang terangkut aliran air ditentukan oleh interaksi
factor-faktor seperti karakteristik saluran, ukuran sedimen yang masuk ke badan
saluran/sungai, debit aliran, dan karakteristik fisik partikel sedimen. Besarnya
sedimen yang masuk ke dalam saluran/sungai dan besarnya debit ditentukan oleh
factor iklim, topografi, geologi, vegetasi, dan cara bercocok tanam di daerah
tangkapan air yang merupakan asal datangnya sedimen. Intraksi dari faktor-faktor
tersebut akan menentukan jumlah dan tipe sedimen serta kecepatan transport
sedimen.
Proses pengangkutan sedimen dan pengendapannya tidak hanya tergantung
dari sifat-sifat aliran tetapi juga tergantung pada sifat-sifat sedimen itu sendiri.
Sedimen yang terdapat di saluran dapat menyebabkan perubahan dimensi saluran dari
dimensi asal saluran serta dapat mempengaruhi energi spesifik penampang saluran
sehingga secara tidak langsung dapat mengakibatkan kurang optimumnya kinerja
saluran irigasi (Priyantoro, 1987).
Menurut Soemarto (1993), dalam konteks pengelolaan DAS, kegiatan
pengelolaan dilakukan umumnya bertujuan untuk mengendalikan dan menurunkan
laju sedimentasi karena kerugian yang ditimbulkan oleh adanya proses sedimen jauh
Adapun beberapa dampak yang diakibatkan dari sedimentasi yaitu sebagai
berikut:
1. Di sungai, pengendapan sedimen di dasar sungai yang menyebabkan naiknya
dasar sungai, kemudian menyebabkan tingginya permukaan air sehingga dapat
mengakibatkan banjir yang menimpa lahan-lahan yang tidak dilindungi. Hal
tersebut dapat juga mengakibatkan aliran mengering dan mencari alur baru.
2. Di saluran, jika saluran irigasi atau saluran pelayaran dialiri air yang penuh
dengan sedimen akan terjadi pengendapan di saluran tersebut, sedangkan
untuk pengerukan sedimen itu diperlukan biaya yang cukup besar dan akan
menyebabkan terhentinya operasi saluran.
3. Di waduk, pengendapan sedimen di waduk-waduk akan mengurangi volume
aktifnya. Sebagian besar jumlah sedimen yang dialirkan oleh waduk adalah
sedimen yang dialiri sungai-sungai ke waduk, hanya sebagian kecil saja yang
beasal dari longsoran tebing waduk yang berasal dari geruan
tebing-tebing waduk oleh limpasan permukaan. Butir-butiran yang kasar akan
diendapkan dibagian hulu waduk, sedangkan yang halus diendapkan dengan
bendungan, dan sebagian dapat dibilas ke bawah jika terjadi banjir saat
permukaan air waduk masih rendah.
4. Di bendungan atau pintu-pintu air, yang menyebabkan terjadinya kesulitan
dalam mengoperasikan pintu-pintu tersebut. Juga karena pembentukan
pulau-pulau pasir (sand bars) di hulu bendungan atau pintu air sehingga aliran air
2.10.1 Proses Transpor Sedimen
Sedimen yang sering dijumpai di dalam sungai baik terlarut atau tidak terlarut
merupakan produk dari pelapukan batuan induk yang dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan iklim. Hasil pelapukan batuan induk tersebut kita kenal sebagi
partikel-partkel tanah. Pengaruh tenaga kinetis air hujan dan aliran air permukaan
untuk kasus di daerah tropis, partikel-partikel tanah tersebut dapat terkelupas dan
terangkut ke tempat yang lebih rendah untuk kemudian masuk ke dalam sungai dan
dikenal sebagai sedimen. Oleh adanya transpor sedimen dari tempat yang lebih tinggi
ke daerah hilir dapat menyebabkan pendangkalan waduk sungai dan saluran irigasi
(Asdak C, 2007).
Kecepatan transpor sedimen adalah hasil perkalian antara berat partikel
sedimen dengan kecepatan rata-rata partikel tersebut. Telah diketahui bahwa
perkalian antara gaya yang bekerja pada suatu benda dengan jarak adalah tenaga
penggerak. Sementara kecepatan gerak suatu benda adalah jarak dibagi lama waktu
benda tersebut bergerak. Proses yang terjadi ketika aliran air sungai/saluran
mengangkut sedimen dapat disamakan dengan alat transportasi pada umumnya yang
memiliki hubungan karakteristik yaitu laju kerja diperoleh dari perkalian kekuatan
yang tersedian dengan efisiensi.
Besarnya transpor sedimen dalam aliran sungai merupakan fungsi dari suplai
sedimen dan energi aliran sungai. Ketika besar energi aliran sungai melampaui besar
suplai sedimen, akan terjadi degradasi sungai. Pada sisi lain, ketika suplai sedimen
lebih besar dari pada energi aliran sungai, akan terjadi agradasi sungai.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa merupakan sistem yang
bersifat dinamik sehingga aliran air sungai selalu bervariasi. Selama priode aliran
sedimen atau laju degradasi sedimen. Ketika debit aliran puncak telah terlampaui dan
debit aliran berkurang dengan cepat, laju sedimen pun berkurang secara cepat yang
berkaitan dengan terjadinya agradasi sungai.
Proses sedimentasi meliputi proses erosi, angkutan, pengendapan dan
pemadatan dari sedimen itu sendiri. Dimana proses ini berjalan sangat kompleks,
dimulai dari jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan
permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel halus lalu menggelinding
bersama aliran, sebagian tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya masuk ke
sungai terbawa aliran menjadi angkutan sedimen (Soewarno, 1993).
Berdasarkan mekanisme pergerakannya angkutan sedimen dibedakan tiga
transport sedimen antara lain:
1. Sedimen Dasar
Sedimen dasar (bed load transport) merupakan angkutan partikel sedimen
yang bergerak tidak jauh dari dasar saluran dan proses pergerakannya secara
bergeser, merayap, menggelinding ataupun meloncat akan tetapi tidak lepas
dari dasar saluran atau sungai. Muatan sedimen dasar umumnya merupakan
bagian terbesar dari seluruh jumlah angkutan sedimen. Kualitas dan kuantitas
material yang terbawa oleh aliran tergantung dari penyebaran erosi di daerah
pegunungan, derajat kemiringan lereng, struktur geologi dan vegetasi.
2. Sedimen Melompat
Sedimen melompat (Wash load transport) merupakan angkutan partikel halus
yang dapat berupa lempung dan pasir. Partikel yang lebih besar cenderung
bergerak dengan cara melompat terbawa oleh aliran air. Partikel ini akan
terbawa aliran sampai ke laut, atau dapat juga mengendap pada aliran yang
3. Sedimen Melayang
Sedimen melayang (suspended load transport) merupakan angkutan sedimen
yang melayang di dalam aliran sungai atau saluran yang terutama terdiri dari
butiran-butiran halus yang senantiasa didukung oleh air dan hanya sedikit
sekali intraksinya dengan dasar sungai, karena selalu didorong ke atas oleh
turbulen aliran. Kecepatan aliran pada saat mengangkut sedimen lebih besar
dibandingkan pada saat pengendapannya, dengan demikian ada hubungan
antara debit aliran dengan konsentrasi muatan sedimen walaupun hubungan
tersebut mungkin kolerasinya rendah.
Angkutan dasar yang terangkut dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu bed
load dan suspended load. Di samping angkutan dasar juga ada angkutan sedimen
sangat halus yang disebut dengan wash load. Materialnya tidak berasal dari dasar
sungai, oleh karena itu besarnya volume wash load tidak tergantung pada kondisi
hidrolis sungai akan tetapi tergantung pada kondisi lahan daerah aliran sungai. Jumlah
total ketiga jenis angkutan sedimen tersebut merupakan debit sedimen total.
Gambar 2.7 Klasifikasi Angkutan Sedimen (Sumber: Soewarno, 1993)
Gambar 2.8 Transpor Sedimen Pada Aliran Air (Sumber: Asdak C, 2007) Bedload Suspended bed Washload
Sedimen melayang
Kapasitas angkutan sedimen pada penampang memanjang sungai adalah
besaran sedimen yang lewat penampang tersebut dalam satuan waktu tertentu.
Terjadinya penggerusan, pengendapan atau mengalami angkutan seimbang perlu
diketahui kuantitas sedimen yang terangkut dalam proses tersebut.
Sungai disebut dalam keadaan seimbang jika kapasitas sedimen yang masuk
pada suatu penampang memanjang sungai sama dengan kapasitas sedimen yang
keluar dalam satuan waktu tertentu. Pengendapan terjadi dimana kapasitas sedimen
yang masuk lebih besar dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu.
Sedangkan penggerusan adalah suatu keadaan dimana kapasitas sedimen yang masuk
lebih kecil dari kapasitas sedimen seimbang dalam satuan waktu (Saud, 2008).
Gambar 2.9 Angkutan Sedimen Pada Penampang Memanjang
2.10.2 Sedimen Melayang Pada Saluran Irigasi
Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Saluran
KP-03, sedimentasi pada saluran irigasi akan terjadi jika kapasitas angkut sedimen
berkurang. Dengan kata lain, kecepatan aliran tidak mampu mengangkut partikel
sedimen maka kecepatan aliran pada saluran irigasi harus dijaga. Kecepatan
minimum yang diijinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan menyebabkan
pengendapan dengan diameter maksimum sediman yang diijinkan 0,06 - 0,07 mm.
Bagian awal dari saluran induk irigasi adalah saluran penangkap pasir yang
berfungsi untuk mencegah masuknya sedimen ke dalam jaringan saluran irigasi.
tidak berfungsi dengan baik. Salah satunya penyebabnya adalah meningkatnya jumlah
dan ukuran butiran sedimen yang terangkut air sungai akibat kerusakan DAS.
Sedimen terendap di saluran penangkap pasir dan dengan cepat saluran tersebut
dipenuhi dengan endapan. Sedimen ini semakin lama akan semakin banyak dan
menjadi padat pada akhirnya akan menumpuk pada saluran irigasi.
Pergerakan awal dari butiran sedimen dasar merupakan awal terjadinya
mekanisme transpor sedimen di saluran terbuka. Estimasi perhitungan tegangan geser
merupakan studi awal sebagai langkah praktis untuk mengetahui besarnya angkutan
sedimen dasar pada suatu penelitian mengenai sedimentasi di lokasi manapun.
Adapun besarnya tegangan geser yang terjadi dipengaruhi oleh kecepatan dan
percepatan partikel gelombang (Firman, 2011).
Angkutan sedimen dasar yang terjadi juga akan menimbulkan terjadinya
transpor sedimen suspensi. Sedimen suspensi dipengaruhi oleh besarnya kecepatan
endap/jatuh suatu butiran sedimen dimana kecepatannya tergantung dari diameter
butiran itu sendiri. Selain itu distribusi konsentrasi sedimen juga berperan dalam
meningkatkan jumlah angkutan sedimen suspensi. Jumlah angkutan sedimen secara
keseluruhan diperoleh dari hasil penjumlahan antara besarnya angkutan sedimen
dasar dan sedimen suspensi.
Sedimen dasar umumnya tergantung pada tegangan geser dasar dan kecepatan
gelombang. Tanaka (1998) memperkirakan tegangan geser dasar pada gelombang non
linear dengan teori sungai diubah fungsi dan diusulkan formula untuk memprediksi
bed-load transport kecuali dekat zona surfing dimana efek percepatan memainkan
peranan penting.
Sedimen melayang itu sendiri umumnya bergantung pada kecepatan jatuh atau
akan tersuspensi, dalam arti bahwa partikel tersebut memiliki gaya dorong kebawah
hingga sampai pada dasar laut. Settling velocity itu sendiri dipengaruhi oleh gaya
drag beserta koefisien gaya drag tersebut.
Kerusakan daerah aliran sungai menyebabkan meningkatnya angkutan
sedimen yang terbawa aliran ke saluran irigasi. Jika kecepatan aliran ini rendah maka
akan terjadi proses pengendapan di saluran irigasi tersebut. Penumpukan material
terus berlangsung sehingga endapan semakin banyak dan akan membentuk delta
(Sudira, 2013).
2.10.3 Pengukuran Sedimen Melayang Pada Saluran Irigasi
Pengukuran sedimen melayang bertujuan agar dapat menentukan konsentrasi
sedimen dan kuantitas angkutan sedimen persatuan waktu pada suatu lokasi dan
waktu tertentu, dan dapat menentukan besarnya endapan dalam hubungannya dengan
angkutan sedimen tersebut (Asdak C, 2007).
Gambar 2.10 Sketsa Daerah Sedimen Suspensi (Sumber: Soewarno, 1993)
Di Laboratorium, sampel sedimen yang berisi air di saring, kemudian sampel
tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven. Sedimen kering kemudian
ditimbang dan dinyatakan dalam bentuk persentase dari berat total gabungan air
dengan sedimen. Dengan asumsi bahwa konsentrasi sedimen merata pada seluruh
bagian penampang melintang saluran/sungai, maka laju sedimentasi dapat dihitung
Sedimen yang terdapat di saluran dapat menyebabkan perubahan dimensi
saluran dari dimensi asal saluran serta dapat mempengaruhi energi spesifik
penampang saluran sehingga secara tidak langsung dapat mengakibatkan kurang
optimumnya kinerja saluran. Pengambilan sampel sedimen dilakukan secara langsung
di saluran. Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan ember yang
telah diikat dengan tali tampar dan telah diberi pemberat, kemudian dimasukkan ke
dalam saluran irigasi hingga pada kedalaman dimana terdapat sedimen melayang
(Wirosoedarmo, 2011).
Konsentrasi sedimen melayang (suspended load) adalah perbandingan antara
berat kering dari kandungan sedimen itu terhadap berat campuran air dan sedimen
tersebut. Konsentrasi muatan sedimen melayang pada suatu penampang dapat juga
dinyatakan sebagai perbandingan berat sedimen kering dari kandungan sedimen
terhadap volume total campuran air dan sedimen dari suatu sampel sedimen
melayang. Berat kering sedimen melayang diperoleh dari hasil analisisa laboratorium
sampel sedimen yang diambil dilapangan (Soewarno, 1993).
Adapun rumus untuk mengetahui konsentrasi muatan sedimen yaitu:
Cs =
(2.9)
di mana : Cs = konsentrasi muatan sedimen (mg/l) BK = berat kering sedimen (mg)
Vol= volume total sampel (liter)
Selanjutnya, laju sedimentasi didapat dengan perkalian antara konsentrasi
sedimen dengan debit air, dengan rumus:
Qs = 0.0864 x Cs x Q (2.10)
di mana : Qs = debit sedimen (ton/hari)
Berkaitan dengan awal gerak butiran sedimen, salah satu penyebabkan
terjadinya angkutan sedimen yaitu kecepatan aliran, diameter butiran sedimen, gaya
angkat yang lebih besar dari gaya berat butiran sedimen, gaya geser kritis dan
sebagainya. Apabila laju angkutan sedimen dalam saluran melebihi batas
keseimbangan akan menimbulkan berbagai masalah pada fasilitas irigasi yaitu
mengurangi kapasitas alir saluran, menghambat operasional banguna irigasi, fasilitas
transportasi sungai karena akan membuat sungai menjadi dangkal (Ferdian, 2012).
Menurut Soewarno (1993), mengatakan bahwa besarnya volume angkutan
sedimen tergantung dari kecepatan aliran, karena perubahan musim penghujan dan
kemarau, serta perubahan kecepatan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Akibat
dari perubahan volume angkutan sedimen adalah terjadinya penggerusan di beberapa
tempat serta terjadinya pengendapan di tempat lain pada dasar saluran irigasi, dengan
demikian dimensi dari saluran tersebut akan berubah sehingga volume air yang
terbawa juga berkurang.
2.11 Energi spesifik
Energi pada suatu tampang lintang saluran yang dihitung terhadap dasar
saluran disebut energi spesifik atau tinggi spesifik. Jadi energi spesifik dalam suatu
penampang saluran dinyatakan sebagai jumlah energi tekanan dan energi kecepatan di
suatu titik atau dengan rumus berikut (Triatmodjo B, 1994):
E = y +
(2.11)
Dalam hal ini, debit aliran adalah konstan dan variasi kedalaman air terjadi
karena perubahan bahan kekasaran, bentuk tampang saluran, kemiringan dasar, atau
kondisi di hulu dan hilir. Energi spesifik akan menurun sampai suatu nilai minimum
pada titik C dan kemudian naik kembali, kedalaman dan kecepatan pada titik ini
disebut kedalaman kritis dan kecepatan kritis.
Gambar 2.11 Hubungan energi spesifik dengan kedalaman air (Sumber: Triatmodjo B, 1994)
Apabila kedalaman air lebih besar dari kedalaman kritis maka kecepatan
aliran lebih kecil dari pada kecepatan kritis untuk debit aliran tertentu, dan aliran
disebut subkritis. Sebaliknya, jika kedalaman aliran lebih kecil dari pada kedalaman
kritis, aliran disebut superkritis. Perubahan tinggi tekanan terhadap energi spesifik
dalam suatu penampang saluran merupakan unsur penentu kecepatan pengaliran air
pada saluran dan berpengaruh terhadap kinerja saluran dalam pendisribusian air
irigasi.
Pengaruh sedimen terhadap energi spesifik suatu penampang saluran dapat
diketahui dari hasil perhitungan mengkombinasikan data dimensi asal saluran atau
data teknis dengan data pengukuran di lapangan. Dengan adanya sedimen pada
saluran maka akan berpengaruh terhadap kinerja saluran, sehingga parameter kinerja
Adapun parameter kinerja saluran dapat diketahui dari tahap-tahap berikut
(Wirosoedarmo, 2011):
1. Menghitung Energi Spesifik Minumum (Emin) pada saluran dengan data
dimensi asal atau data perencanaan dan debit rencana.
2. Menghitung Energi Spesifik Lapangan (E) pada saluran dengan data dimensi
asal namun dengan kemiringan berbeda setelah terdapat sedimen di dasar
saluran dengan rumus Manning:
V = ⁄ ⁄ (2.12)
S = ⁄ (2.13)
S = tg θ = ; θ = arc tg θ (2.14)
di mana : V = kecepatan rata-rata (m/s)
R = jari-jari hidrolis penampang basah (m) n = koefisien kekasaran manning
S = kemiringan atau gradient hidrolik θ = sudut kemiringan
3. Dimensi asal saluran dengan debit rencana menunjukkan bahwa energi
spesifik adalah Emin dengan kedalaman kritis yc. Apabila pada keadaan
tersebut saluran dikatakan bekerja 100%, maka dengan adanya sedimen pada
saluran maka akan berpengaruh terhadap kinerja saluran, sehingga parameter
kinerja saluran dapat diukur dari:
E% = 100 - (2.15)