ANALISIS YURIDIS TENTANG AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM TERDAFTAR BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (STUDI KECAMATAN MEDAN DENAI)
S K R I P S I
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
HARI SETIAWAN SEMBIRING NIM : 100200302
DEPARTEMEN : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAKSI
ANALISIS YURIDIS TENTANG AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM TERDAFTAR BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
(Studi Kecamatan Medan Denai)
Sampai saat ini masih banyak anak indonesia yang identitasnya belum tercatat dalam akta kelahiran, secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan banyak permasalahan yang terjadi berpangkal dari manipulasi identitas anak. Di berbagai daerah masih banyak terjadi anak-anak Indonesia yang tidak mempunyai akta kelahiran karena menganggap akta kelahiran tidak terlalu penting. Tetapi Pemerintah dengan sangat jelas memberikan perhatian khusus terhadap akta kelahiran. UU No. 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudkan yang mengatur lebih lanjut tentang pemberian akta kelahiran. Memang menurut UU setiap bayi yang lahir, 60 hari setelah itu harus dicatat dan diberikan akta kelahiran. Permasalahan yang terjadi adalah bagaimana pengaturan pencatatan kelahiran bagi anak ditinjau dari administrasi kependudukan, Bagaimana pelaksanaan pendaftaran akta kelahiran di Kecamatan Medan Denai dan Bagaimana analisa terhadap akta kelahiran bagi anak yang belum terdaftar studi kecamatan medan denai menurut undang-undang no.23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan.
Metode penelitian dilakukan yuridis normatif (penelitian hukum normatif). Pendekatan yang digunakan adalah melalui pendekatan kasus. Teknik pengumpulan data dengan cara studi Kepustakaan. Analisis data yang digunakan analisis kualitatif.
Pengaturan pencatatan kelahiran bagi anak di tinjau dari hokum administrasi kependudukan yaitu Pencatatan kelahiran anak menurut KUHPerdata, selanjutnya Pasal 42 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Namun demikian, dalam Pasal ini tidak disebutkan adanya suatu tenggang waktu untuk menentukan sah atau tidaknya seorang anak, hak anak menurut UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Hal tersebut diatur Hal tersebut diatur dalam Pasal 5, Pasal 7 ayat (1) dan pasal 27 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002. Dalam hal seorang tidak diketahui identitas serta asal usulnya, anak terseidentitasnya tetap berhak mendapatkan identitas diri. Dalam hal pembuatan identitas, seorang anak yang tidak diketahui identitas dan asal usulnya maka pembutan identitas tersebut berdasarkan keterangan dari orang menemukannya. Kemudian pasal 27 UU No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu sebagai upaya perlindungan hak anak adalah melakukan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kependudukan khususnya tentang pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu dan melakukan pengumpulan data dan informasi serta melaksanakan pemecahan terkait dengan pelayanan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu.
KATA PENGANTAR .
Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih
dan berkat yang dilimpahkannya sehingga penulis dapat memulai, menjalani dan
mengakhiri masa perkuliahan serta dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
sebaik-baiknya.
Adapun skripsi ini berjudul “ANALISIS YURIDIS TENTANG AKTA
KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM TERDAFTAR BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI
KEPENDUDUKAN (STUDI KECAMATAN MEDAN DENAI)” yang merupakan
alah satu syarat untuk menempuh ujian Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara
Medan.
Dalam penyelesaian Skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dan
bimbingan serta dorongan semangat dari beberapa pihak, maka dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih dan rasa penghargaan kepada:
1. Teristimewa ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua serta
Abang, Kakak dan Adik-adik dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan
do’a dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan
penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Prof Dr Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), SpA(K) sebagai Rektor
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum sebagai Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, karena sudah berusaha untuk memberikan perubahan
yang maksimalkan kepada fakultas dengan meningkatkan sarana dan prasarana
4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, sebagai Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Pembantu Dekan II Safrudin Hasibuan, SH, MHum, Dfm yang telah
membantu mahasiswa di pembayaran SPP dan sumbangan-sumbangan kegiatan
kampus.
6. Bapak Pembantu Dekan III Muhammad Husni, SH, MHum yang telah banyak
membantu mahasiswa dibidang kemahasiswaan, beasiswa
7. Ibu Surianingsih, SH, M.Hum, sebagai ketua Departemen Hukum Perburuhan
Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang
telah banyak memberi bimbingan dan nasehat dalam penulisan skripsi ini.
8. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, M.S., sebagai Dosen Pembimbing I yang telah
banyak memberi bimbingan dan nasehat dalam penulisan skripsi ini
9. Bapak dan Ibu Dosen yang lainnya yang telah banyak berjasa dalam membimbing
penulis selama perkuliahan.
10.Seluruh rekan-rekan mahasiswa/i Fakulas Hukum USU yang telah banyak
membantu penulis selama kuliah
Akhir kata penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu Dosen
dan semua rekan-rekan atas segala kesilapan yang telah di perbuat penulis selama ini,
dan penulis berharap semoga skripsi yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi
semua pembaca dan pihak lain yang memerlukannya. Amin……..
Medan, November 2014 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ii DAFTAR ISI ... iv
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6
D. Keaslian Penulisan ... 8
E. Tinjauan Kepustakaan ... 8
F. Metode Penelitian ... 16
G. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II : PENGATURAN PENCATATAN KELAHIRAN BAGI ANAK DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN ... 20
A. Pencatatan Kelahiran Menurut KUHPerdata ... 20
B. Pengertian Pencatatan Kelahiran Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ... 33
C. Hak Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak ... 37
D. Persyaratan untuk memperoleh akta kelahiran bagi anak menurut Undang- undang No.23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan ... 45
BAB III : PELAKSANAAN PENDAFTARAN AKTA KELAHIRAN DI KECAMATAN MEDAN DENAI ... 50
B. Prosedur Pendaftaran ... 52
C. Pelaksanaan Pendaftaran ... 55
BAB IV : ANALISA TERHADAP AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM TERDAFTAR STUDI KECAMATAN MEDAN DENAI MENURUT UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN ... 66
A. Faktor-faktor yang membuat tidak mendaftarkan kelahiran ... 66
B. Proses pendaftaran kelahiran setelah lewat waktu ... 72
C. Syarat-syarat untuk mendapatkan akta kelahiran setelah lewat
waktu di Kecamatan Medan Denai... 74
D. Hambatan dalam Pelaksanaan Pencacatan Kelahiran
di Kecamatan Medan Denai ... 77
E. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam
pelaksanaan pendaftaran kelahiran di Kecamatan Medan Denai . 79
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 86 A. Kesimpulan... 86
B. Saran ... 88
ABSTRAKSI
ANALISIS YURIDIS TENTANG AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM TERDAFTAR BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
(Studi Kecamatan Medan Denai)
Sampai saat ini masih banyak anak indonesia yang identitasnya belum tercatat dalam akta kelahiran, secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan banyak permasalahan yang terjadi berpangkal dari manipulasi identitas anak. Di berbagai daerah masih banyak terjadi anak-anak Indonesia yang tidak mempunyai akta kelahiran karena menganggap akta kelahiran tidak terlalu penting. Tetapi Pemerintah dengan sangat jelas memberikan perhatian khusus terhadap akta kelahiran. UU No. 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudkan yang mengatur lebih lanjut tentang pemberian akta kelahiran. Memang menurut UU setiap bayi yang lahir, 60 hari setelah itu harus dicatat dan diberikan akta kelahiran. Permasalahan yang terjadi adalah bagaimana pengaturan pencatatan kelahiran bagi anak ditinjau dari administrasi kependudukan, Bagaimana pelaksanaan pendaftaran akta kelahiran di Kecamatan Medan Denai dan Bagaimana analisa terhadap akta kelahiran bagi anak yang belum terdaftar studi kecamatan medan denai menurut undang-undang no.23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan.
Metode penelitian dilakukan yuridis normatif (penelitian hukum normatif). Pendekatan yang digunakan adalah melalui pendekatan kasus. Teknik pengumpulan data dengan cara studi Kepustakaan. Analisis data yang digunakan analisis kualitatif.
Pengaturan pencatatan kelahiran bagi anak di tinjau dari hokum administrasi kependudukan yaitu Pencatatan kelahiran anak menurut KUHPerdata, selanjutnya Pasal 42 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Namun demikian, dalam Pasal ini tidak disebutkan adanya suatu tenggang waktu untuk menentukan sah atau tidaknya seorang anak, hak anak menurut UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Hal tersebut diatur Hal tersebut diatur dalam Pasal 5, Pasal 7 ayat (1) dan pasal 27 Undang-undang Nomor 23 tahun 2002. Dalam hal seorang tidak diketahui identitas serta asal usulnya, anak terseidentitasnya tetap berhak mendapatkan identitas diri. Dalam hal pembuatan identitas, seorang anak yang tidak diketahui identitas dan asal usulnya maka pembutan identitas tersebut berdasarkan keterangan dari orang menemukannya. Kemudian pasal 27 UU No.23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu sebagai upaya perlindungan hak anak adalah melakukan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kependudukan khususnya tentang pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu dan melakukan pengumpulan data dan informasi serta melaksanakan pemecahan terkait dengan pelayanan pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu.
BAB I
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelahiran merupakan peristiwa hukum yang memerlukan adanya suatu
peraturan yang tegas, jelas dan tertulis sehingga tercipta kepastian hukum dalam
masyarakat. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan diantaranya
adalah peraturan mengenai kelahiran. Setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk
kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60
(enam puluh) hari sejak kelahiran.1
Peristiwa kelahiran itu perlu mempunyai bukti yang autentik, karena untuk
membuktikan identitas seseorang yang pasti dan sah adalah dapat kita lihat identitas
seseorang yang pasti dan sah adalah dapat kita dari akta kelahiran yang dikeluarkan
oleh suatu lembaga yang berwenang mengeluarkan akta tersebut.2
Anak adalah merupakan generasi penerus dari suatu Bangsa dan Negara. Maka
sudah selayaknya anak mendapatkan perhatian dan perlindungan baik dari orangtuanya
maupun dari Negara. Perlindungan tersebut diberikan tidak hanya pada bidang
pendidikan tetapi juga dalam hal kepastian hukum yang diberikan melalui identitas
dirinya. Oleh karena itu Negara memberikan perlindungan bagi pemenuhan hak
identitas diri anak, baik anak sah maupun anak luar kawin. Tetapi dalam
pelaksanaannya pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, hal tersebut tidak
sepenuhnya terlaksana, khususnya dalam hal jaminan akan Akta Kelahiran gratis,
masih sangat jauh dari harapan. Selain itu ada beberapa hal lagi yang menyebabkan
kendala atau halangan dalam pelaksanaan pencatatan dan pembuatan Akta Kelahiran,
1
Indonesia, Undang-undang Administrasi Kependudukan, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, Lembaran Negara Nomor 124 Tahun 2006, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4674, Pasal 27
2
yakni: Asumsi masyarakat akan birokrasi yang berbelit dalam mengurus dokumen
kependudukan dan catatan sipil, biaya yang mahal, jarak instansi pelaksana yang cukup
jauh dan memakan biaya ekstra.
Arti penting dari kepemilikan akta kelahiran yakni: menjadi bukti bahwa
Negara mengakui atas identitas seseorang yang menjadi warganya, sebagai alat dan
data dasar bagi pemerintah untuk menyusun anggaran nasional dalam bidang
pendidikan, kesehatan, sosial dan perlindungan anak, merupakan bukti awal
kewarganegaraan dan identitas diri pertama yang dimiliki anak, menjadi bukti yang
sangat kuat bagi anak untuk mendapatkan hak waris dari orangtuanya, mencegah
pemalsuan umur, perkawinan dibawah umur, tindak kekerasan terhadap anak,
perdagangan anak, karena anak secara yuridis berhak untuk mendapatkan perlindungan,
kesehatan, pendidikan, pemukiman, dan hak-hak lainnya sebagai warga negara. Sampai
saat ini masih banyak anak indonesia yang identitasnya belum tercatat dalam akta
kelahiran, secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara. Hal ini
mengakibatkan banyak permasalahan yang terjadi berpangkal dari manipulasi identitas
anak. Semakin tidak jelas identitas seorang anak, maka semakin mudah terjadi
eksploitasi terhadap anak seperti anak menjadi korban perdagangan bayi dan anak,
tenaga kerja dan kekerasan. Oleh karenanya diharapkan kepada seluruh masyarakat di
Indonesia jangan takut dan enggan untukmendaftarkan segera kelahiran anaknya, untuk
memberikan perlindungan terbaik bagi anak dan mencegah munculnya segala bentuk
eksploitasi bagi anak, beban tugas kepada pemerintah tidaklah mudah dan harus
melibatkan semua pihak oleh karenanya harus ada kerjasama dan koordinasi yang
sinergi untuk melahirkan kebijakan-kebijakan yang terbaik bagi anak-anak di
namun masih banyak berbagai keluhan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pelayanan pengurusan akte kelahiran.3
Kendala-kendala tersebut terjadi karena tingkat perekonomian dan pendidikan
masyarakat yang masih sangat rendah dibeberapa daerah di Kecamatan Medan Denai,
selain itu kurangnya sosialisasi dan pendidikan dari pemerintah daerah menjadikan
kendala-kendala tersebut semakin kompleks. Keadaan tersebut kemudian menjadikan
terhambatnya penyelenggaraan pencatatan kependudukan di Kecamatan Medan Denai.
Akta kelahiran akan ikut menentukan nasib kita kelak kemudian hari. Misalnya,
jika mencari kerja perlu melampirkan akta kelahiran, apabila meneruskan sekolah perlu
melampirkan akta kelahiran. Namun persoalannya, tidak setiap orang memiliki akta
kelahiran. Di berbagai daerah masih banyak terjadi anak-anak Indonesia yang tidak
mempunyai akta kelahiran karena menganggap akta kelahiran tidak terlalu penting.
Tetapi Pemerintah dengan sangat jelas memberikan perhatian khusus terhadap akta
kelahiran, seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 45 Pasal 28
ayat dua jelas sekali menyatakan setiap anak mempunyai hak untuk kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang, serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Kemudian di dalam berbagai undang-undang (UU) di bawah UUD 45,
baik UU tentang UU tentang Perlindungan Anak jelas menyatakan akta kelahiran
menjadi hak anak dan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhinya.
Indonesia termasuk salah satu negara yang cakupan pencatatan kelahirannya
paling rendah, dan keadaan di daerah pedesaan lebih buruk daripada di perkotaan.
Kesenjangan ini termasuk yang tertinggi di dunia. Banyak faktor yang memengaruhi
rendahnya cakupan pencatatan kelahiran, mulai dari kurangnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya pencatatan kelahiran, biaya yang tinggi untuk pencatatan, prosedur
3
yang sulit, serta kurangnya akses terhadap pelayanan pencatatan yang biasanya berada
di tingkat kabupaten/kota. Masih banyak orangtua yang belum memahami tentang
pentingnya akta kelahiran. Akta kelahiran baru ada Undang-undangnya pada tahun
2002 melalui undang-undang perlindungan anak sehingga belum tersosialisasi. Dalam
UU 23 tahun 2002 menyatakan bahwa pemberian akta kelahiran harus diberikan tanpa
biaya. Kemudian ada UU No. 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudkan yang
mengatur lebih lanjut tentang pemberian akta kelahiran.Memang menurut UU setiap
bayi yang lahir, 60 hari setelah itu harus dicatat dan diberikan akta kelahiran.
Masalahnya negara kita ini geografisnya sangat luas, dan masih banyak
masyarakat adat terpencil. Departemen Dalam Negeri dan Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil (Disdukcapil) memberikan alternatif, bahwa seorang anak yang lahir dari
perkawinan tanpa dokumen maka dianggap sebagai anak dari orang tua tunggal (ibu),
tetapi masih diberikan catatan pinggir bagian kiri ”anak diluar nikah” ini yang kita
inginkan agar dihapus. Ini memberikan labelisasi pada seorang anak, yang menurut
perlindungan anak tidak pas, karena memberikan stigmanisasi pada anak. Meski
dengan adanya Dinas Pencatatan Sipil yang bertujuan untuk mempermudah dalam
proses pencatatan sipil tentu tidak luput dari kekurangan yang sewaktu-waktu bisa
menghambat kelancaran dalam proses pencatatan sipil. Seperti masih digunakannya
mesin tik sebagai alat bantu untuk memproses penerbitan akta kelahiran tentu
membutuhkan waktu yang cukup lama, banyak kemungkinan terjadi baik dari
kesalahan penulisan nama atau lain sebagainya yang menyebabkan harus mengetik
ulang akta kelahiran tersebut sampai memperoleh hasil yang seharusnya.
Fungsi akta kelahiran untuk negara yaitu mengetahui data anak secara akurat di
negara yang dapat menggambarkan demografi, kecenderungan dan karaktaristik
penduduk serta arah perubahan sosial yang terjadi. Bagi mereka yang
lewat 60 hari s/d 1 tahun masih dapat membuat akta kelahiran asal disetujui oleh
Kepala Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Bila sudah lebih dari 1 tahun
harus melalui penetapan pengadilan, yang biayanya tidak sedikit.
Setelah melihat uraian tersebut, maka penulis mengambil judul tentang : “Analisis Yuridis Tentang Akta Kelahiran Bagi Anak Yang Belum Terdaftar Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kecamatan Medan Denai).”
B. Perumusan Masalah
Permasalahan adalah merupakan kenyataan yang dihadapi dan harus diselesaikan oleh peneliti dalam penelitian. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada hal-hal diluar permasalahan.
Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaturan pencatatan kelahiran bagi anak ditinjau dari administrasi
kependudukan?
2. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran akta kelahiran di Kecamatan Medan Denai?
3. Bagaimana analisa terhadap akta kelahiran bagi anak yang belum terdaftar studi
kecamatan medan denai menurut undang-undang no.23 tahun 2006 tentang
administrasi kependudukan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengaturan pencatatan kelahiran bagi anak ditinjau dari
b. Untuk mengetahui kendala-kendala yang menyebabkan sulitnya pencatatan akta
kelahiran anak yang belum terdaftar.
c. Untuk mengetahui analisa terhadap akta kelahiran bagi anak yang belum
terdaftar studi kecamatan medan denai menurut undang-undang no.23 tahun
2006 tentang administrasi kependudukan
2. Manfaat penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti diharapkan
berguna untuk menambah wawasan dan bermanfaat bagi semua pihak, yaitu
diantaranya sebagai berikut :
1) Kegunaan Bagi Peneliti
Kegunaan meneliti masalah kualitas pelayanan aparatur ini bagi peneliti yaitu untuk
melatih kemandirian dan agar dapat memiliki sikap dan rasa tanggungjawab dalam
pengerjaan meneliti suatu masalah. Selain itu juga sebagai gambaran praktis bagi
peneliti berkaitan dengan akta kelahiran, serta peneliti pun dapat mengetahui Akta
Kelahiran Bagi Anak Yang Belum Terdaftar di Kecamatan Medan Denai.
2) Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis dalam penelitian ini untuk mengembangkan teori-teori yang
peneliti gunakan serta dapat berguna untuk penelitian selanjutnya sebagai kontribusi
positif bagi perkembangan Ilmu Pemerintahan, khususnya mengenai akta kelahiran
bagi anak yang belum terdaftar menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan.
3) Kegunaan Praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Pemerintah
sebagai suatu bahan masukan dan bahan pertimbangan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi dalam pelayanan pembuatan dan pengurusan akta kelahiran.
D. Keaslian Penulisan
Adapun judul tulisan ini adalah Analisis Yuridis Tentang Akta Kelahiran Bagi
Anak Yang Belum Terdaftar Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang
Administrasi Kependudukan (Studi Kecamatan Medan Denai). Judul skripsi ini belum
pernah ditulis dan diteliti dalam bentuk yang sama, sehingga tulisan ini asli, atau
dengan kata lain tidak ada judul yang sama dengan mahasiswa Fakultas Hukum USU.
Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Anak merupakan bagian dari generasi muda yang menjadi sumber daya
pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia. Anak memiliki peran strategis
yang secara tegas dinyatakan bahwa Negara menjamin hak setiap anak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta atas perlindungannnya.4 Anak
merupakan bagian dari generasi muda yang tidak dapat dipisahkan.5 Terlebih dalam
pemenuhan haknya, seorang anak tidak dapat melakukannya sendiri disebabkan
kemampuan dan pengalamannya yang masih terbatas, khusus orang tua memegang
peranan penting dalam memenuhi hak-hak anak.6
Dalam konteks pemenuhan hak atas akta kelahiran, maka apabila negara tidak
mengalokasikan anggarannya secara khusus bagi pemenuhan hak asasi anak-anak dari
keluarga miskin, dapat dikatakan negara telah melanggar HAM melalui tindakannya
4
Widodo, Prisonisasi Anak Nakal : Fenomena dan Penanggulangan, Penerbit Aswaja Pressindo, Yogyakarta, 2013, hlm 10
5
Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Cetakan kedua, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2005, hlm 1
6
(act commission) karena negara secara sistematis melalui kebijkan politik anggarannya mengabaikan pemenuhan hak asasi keluarga miskin. Di samping melakukan
pelanggaran melalui tindakannya, negara juga melanggar hak keluarga miskin melalui
pembiaran (act ommision) karena kegagalannya memanfaatkan anggaran publiknya untuk kepentingan pemenuhan hak-hak asasi anak-anak keluarga miskin. Kondisi ini
bertentangan dengan Pasal 27 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
yang menegaskan bahwa identitas diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya
yang dituangkan dalam akta kelahiran. Lebih jauh Pasal 28 menyatakan bahwa
pembuatan akta kelahiran menjadi tanggungjawab pemerintah dan pembuatannya tidak
dikenai biaya.7
Untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Layak Anak, salah satunya setiap anak
memiliki akta kelahiran. Hanya selembar kertas, namun akta kelahiran memiliki
kekuatan yang maha dahsyat. Bagi anak yang belum memiliki akta kelahiran, sudah
dipastikan anak tersebut terabaikan dalam segala hal, seperti tidak dapat bersekolah,
tidak dapat pelayanan imigrasi, dan lain sebagainya. Intinya, akta kelahiran sangat
berguna sebagai awal pengakuan Negara terhadap warga negaranya.
Kementerian Dalam Negeri yang berwenang menerbitkan Akta Kelahiran
sebagaimana perintah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan, telah memberi kemudahan bagi orang tua untuk mengurus akta
kelahiran. Begitu juga dengan sebagian kabupaten/kota, Bupati/Walikota bersama
DPRD telah menerbitkan Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Bupati/Walikota untuk
mengratiskan akta kelahiran. Sebagai contoh Kota Tangerang Selatan, Dinas Catatan
Sipil membuka layanan langsung melalui Mobil Keliling. Meskipun demikian, sampai
tegat waktu sesuai dengan Rencana Strategi Kementerian Dalam Negeri, setiap anak
7
Indonesia memiliki akta kelahiran 2011, masih banyak anak belum memiliki akta
kelahiran.
Salah satu penyebab belum semua anak memiliki akta kelahiran, karena orang
tua belum serius menjadi ayah dan ibu dari anak mereka. Selain itu, sosialisasi
pentingnya memiliki akta kelahiran belum menyentuh semua ayah dan ibu.8
Peristiwa kelahiran merupakan peristiwa hukum yang memerlukan adanya suatu
pengaturan yang tegas, jelas dan tertulis sehingga terciptanya kepastian hukum dalam
masyarakat. Oleh karena itu peristiwa kelahiran perlu mempunyai bukti yang otentik,
karena untuk membuktikan identitas sese-orang yang pasti dan sah adalah dapat kita
li-hat dari akta kelahiran yang di keluarkan oleh suatu lembaga yang berwenang
mengeluarkan akta tersebut.9
Pencatatan kelahiran merupakan hal yang sangat penting bagi orang yang
bersang-kutan maupun bagi negara, karena dengan adanya pencatatan kelahiran yang
teratur maka dapat diketahui persentase pertambahan penduduk setiap tahunnya, hal ini
akan mem-bantu pemerintah dalam menetapkan kebijak-sanaan yang berhubungan
dengan masalah ke-pendudukan. Penduduk di satu pihak meru- pakan modal dasar
pembangunan, di lain pihak penduduk juga penentu sasaran pem-bangunan. Dengan
kata lain penduduk sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Namun apabila
pertumbuhan penduduk berlangsung tanpa kendali dan tanpa dibarengi dengan
per-kembangan teknologi dan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik, maka
yang terjadi bukan perkembangan Negara yang ma-ju, justru akan menimbulkan
masalah lain se-perti kemiskinan dan tingkat kriminalitas yang meningkat.
Ada tiga alasan mengapa pencatatan kelahiran itu penting, yaitu sebagai berikut:
8
http://www.ykai.net/index.php?view=article&id=886:masih-banyak-anak-belum-memiliki-akta-kelahiran diakses tgl 3 Oktober 2014
9
1. Pencatatan kelahiran adalah pengakuan formal mengenai keberadaan seorang anak,
secara individual terhadap Negara dalam hukum.
2. Pencatatan kelahiran adalah elemen penting dari perencanaan nasional. Untuk
anak-anak, memberikan dasar demografis agar strategi yang efektif dapat dibentuk.
3. Pencatatan kelahiran adalah cara untuk me-ngamankan hak anak lain, misalnya
iden-tifikasi anak sesudah berperang, anak dite-lantarkan atau diculik, agar anak
dapat me-ngetahui orang tuanya (khususnya jika la-hir diluar nikah), sehingga
mereka men-dapat akses pada sarana atau prasarana da-lam perlindungan negara
dalam batas usia hukum (misalnya : pekerjaan, dan dalam sistem peradilan anak)
serta mengurangi atau kemungkinan penjualan bayi atau pembunuhan bayi.10
Sebagaimana pemikiran Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia
merupakan makhluk sosial atau disebut dengan istilah “Zoon Politikon”, dimana
manusia tidak akan bisa hidup secara individual dan cenderung hidup berserikat dan
bersosialisasi. Begitu pula seorang anak (termasuk anak luar kawin) yang akan hidup
bersosialisasi dengan lingkungan-nya, maka untuk kebutuhan tersebut seorang anak
memerlukan identitas diri yang dibuktikan dengan adanya Akta Kelahiran.
Anak luar kawin seperti halnya anak sah, berhak mendapatkan hak-hak yang
sama dimata hukum. Sebagai contoh adalah hak memperoleh identitas diri,
sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak, yang menyatakan bahwa: Ayat (1) ”Identitas diri setiap anak
harus diberikan sejak kelahirannya”; Ayat (2) ”Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Akta Kelahiran”. Anak Luar kawin juga
mencerminkan adanya suatu Kepastian Hukum atas Kepemi-likan Dokumen,
10 Daly Erni, ”
Kajian Implementasi Peraturan Perundang-undangan dalam Hal Pem-buatan
sebagaimana yang telah dise-butkan dalam Pasal 2 (point d) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan.
Banyak pengertian administrasi yang dikemukakan oleh para ahli administrasi,
ada pengertian adminitrasi secara luas dan ada pengertian administrasi secara sempit,
dan bahkan ada yang mengartikan sebagai proses sosial. Dalam pengertian yang luas
menyebutkan bahwa :
”Administrasi adalah kegiatan sekelompok manusia melalui tahapan-tahapan yang teratur dan dipimpin secara efektif dan efisien, dengan menggunakan sarana yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan Dalam implementasinya, administasi berkembang dan mempunyai tugas-tugas yang biasa disebut sebagai fungsi administrasi diantaranya adalah fungsi perencanaan, pengorganisasian sampai dengan fungsi pengawasan ”.11
Sedangkan dalam pengertian sempit, menyebutkan bahwa :
” Administrasi adalah suatu kegiatan yang meliputi catat-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, ketik mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan ’.12
Menurut Prajudi mengemukakan sebagai berikut : Administrasi adalah suatu
sistem atau sistema yang tertentu, yang memerlukan input, transportasi, pengolahan dan
output tertentu.13 Sedangkan Siagian merngemukakan pengertian administrasi sebagai berikut :
”Administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan dari
keputusan-keputusan yang telah diambil dan pelaksanaan itu pada umumnya dilakukan oleh dua orang manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya ”.14
Dari beberapa pengertian administrasi dari para ahli diatas dapat disimpulkan
sebagai berikut :
11
Musanef, Manajemen Kepegawaian di Indonesia, Jilid 1, PT Toko Gunung Agung, Jakarta, 1996, hlm 1
12
Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1996, hlm 2
13
Prajudi Atmosudirjo, Administrasi Manajemen Umum, Penerbit CV Mas Haji, Jakarta, 2000, hlm 17
14
Administrasi adalah keseluruhan proses rangkaian pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih yang terlibat dalam suatu bentuk usaha bersama
demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Meskipun rumusannya
sederhana, pengertiannya tetap mempunyai cakupan yang luas, yaitu seluruh proses
kegiatan yang berencana dan melibatkan seluruh anggota kelompok. Dalam
administrasi juga dibutuhkan input, transportasi, pengolahan dan output tertentu.
Dalam peraturan pemerintah pada Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan yang dimaksud dengan Administrasi kependudukan
adalah :
”Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui program pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain ”.15
Negara juga mewajibkan seluruh ma-syarakat untuk melaporkan kelahiran dan
me-ngurus pembuatan Akta Kelahiran, hal ini tertuang dalam Pasal 27 UU Nomor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, yang berbunyi: Ayat (1) ”Setiap
kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya pe-ristiwa kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran” Ayat (2) ”Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Pejabat
Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kelahiran dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran” Pejabat Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut
adalah Pejabat yang melakukan pencatatan peristiwa penting yang dialami seseorang
pada Instansi Pelak-sana yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan. Dalam pasal tersebut juga menegaskan bahwa dalam peristiwa
kelahiran ada suatu ke-wajiban bagi penduduk untuk melaporkannya kepada Instansi
15
terkait. Kemudian menjadi ke-wajiban Instansi tersebut untuk mencatat pe-ristiwa
kelahiran tersebut dan menerbitkan Akta Kelahiran sebagai hak dari setiap pen-duduk.
Instansi yang dimaksud dalam hal ini adalah Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil. Berdasarkan uraian kedua Undang-Undang tersebut, baik Undang-Undang
No-mor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak maupun Undang-Undang NoNo-mor 23
Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Negara dalam hal ini melalui
pemerintah mewujudkan perlindungan bagi Anak Luar Kawin dalam bentuk sebagai
berikut:
1. Memberikan jaminan atas Kepastian hukum perolehan Akta Kelahiran
sebagai-mana yang diperoleh anak sah pada umumnya;
2. Memberikan jaminan dalam pelaksanaan-nya tidak dipungut biaya apapun;
3. Menjamin setiap Anak Luar Kawin berhak memperoleh pendidikan layak
sebagaimana diperoleh anak-anak bangsa Indonesia pada umumnya;
Pencatatan Kelahiran, selain membawa manfaat bagi anak yang bersangkutan,
juga memberikan manfaat bagi pemerintah dalam mengetahui jumlah pertumbuhan
penduduk dan menentukan kebijakan atau langkah yang akan dilaksanakan dalam
menentukan arah dan tujuan Pembangunan Nasional.
Selain itu, jaminan perolehan akta kela-hiran juga tertuang dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Admi-nistrasi Kependudukan, yang
menyebutkan bahwa: “Setiap penduduk mempunyai hak un-tuk memperoleh:
a. Dokumen Kependudukan;
b. Pelayanan yang sama dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
c. Perlindungan atas Data Pribadi;
e. Informasi mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil atas
dirinya dan/atau keluarganya;
f. Ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran
penduduk dan pencatatan sipil, serta pe-nyalahgunaan data pribadi oleh Instansi
Pelaksana.”
F. Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari
sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan menggunakan
metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian
maka penulis menggunakan metode penelitian yakni :
1. Tipe Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.16 Bagi penelitian
hukum normatif yang hanya mengenal data sekunder saja, yang terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.17 Langkah pertama
dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan
sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
Undang-undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Penelitian
bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini
dalam perspektif akte kelahiran.
2. Data dan Sumber Data
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari:
16
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke 15, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm 33
17
a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri
dari:18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
dan Undang-undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi
Kependudukan.
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian
atau pendapat pakar hukum.19
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
kamus (hukum), ensiklopedia.20
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka
digunakan metode pengumpulan data dengan cara : studi kepustakaan, yaitu
mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat kabar,
makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain
yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu
data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis
secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya
tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna
mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti
dan dipelajari sesuatu yang utuh.
18
Ibid, hlm 31
19
Ibid, hlm 32
20
G. Sistematika penulisan
Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar tidak
terjadinya kesimpangsiuran dalam penulisan skripsi ini, maka penulis membaginya
dalam beberapa bab dan tiap bab dibagi lagi ke dalam beberapa sub-sub bab.
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang,
Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,
Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II PENGATURAN PENCATATAN KELAHIRAN BAGI ANAK DITINJAU
DARI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
Bab ini berisikan tentang Pencatatan Kelahiran Menurut KUHPerdata,
Pengertian Pencatatan Kelahiran Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun
1974, Hak Anak Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak dan Persyaratan untuk memperoleh akta kelahiran bagi
anak menurut Undang-undang No.23 tahun 2006 tentang administrasi
kependudukan.
BAB III PENDIDIKAN PENDAFTARAN AKTA KELAHIRAN DI
KECAMATAN DENAI
Bab ini berisikan tentang Gambaran umum Kecamatan Medan Denai,
BAB IV ANALISA TERHADAP AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM TERDAFTAR STUDI KECAMATAN MEDAN DENAI MENURUT UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
Bab ini berisikan tentang faktor-faktor yang membuat tidak mendaftarkan kelahiran, proses pendaftaran kelahiran setelah lewat waktu, syarat-syarat untuk mendapatkan akta kelahiran setelah lewat waktu di Kecamatan Medan Denai, Hambatan dalam Pelaksanaan Pencacatan Kelahiran di Kecamatan Medan Denai, Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pendaftaran kelahiran di Kecamatan Medan Denai.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini adalah merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, dimana
BAB II
PENGATURAN PENCATATAN KELAHIRAN BAGI ANAK DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN
A. Pencatatan Kelahiran Menurut KUHPerdata
Pencatatan kelahiran adalah bukti sah mengenai status anak yang dikeluarkan
oleh catatan sipil. Pencatatan kelahiran adalah akta atau catatan otentik yang dibuat
oleh pegawai catatan sipil berupa catatan resmi tentang tempat dan waktu kelahiran
anak, nama anak, dan nama orang tua anak secara lengkap dan jelas, serta status
kewarganegaraan anak.
Peristiwa kelahiran merupakan peristi-wa hukum yang memerlukan adanya
suatu pengaturan yang tegas, jelas dan tertulis se-hingga terciptanya kepastian hukum
dalam masyarakat. Oleh karena itu peristiwa kelahi-ran perlu mempunyai bukti yang
otentik, karena untuk membuktikan identitas sese-orang yang pasti dan sah adalah
dapat kita lihat dari akta kelahiran yang di keluarkan oleh suatu lembaga yang
berwenang mengeluarkan akta tersebut.21
Pencatatan kelahiran merupakan hal yang sangat penting bagi orang yang
bersang-kutan maupun bagi negara, karena dengan adanya pencatatan kelahiran yang
teratur maka dapat diketahui persentase pertambahan penduduk setiap tahunnya, hal ini
akan mem-bantu pemerintah dalam menetapkan kebijak-sanaan yang berhubungan
dengan masalah kependudukan. Penduduk di satu pihak merupakan pihak penduduk
juga penentu sasaran pembangunan. Dengan kata lain penduduk sebagai pelaku utama
dalam pembangunan. Namun apabila pertumbuhan penduduk berlangsung tanpa
kendali dan tanpa dibarengi dengan per-kembangan teknologi dan pengelolaan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang baik, maka yang terjadi bukan perkembangan Negara yang
21
ma-ju, justru akan menimbulkan masalah lain se-perti kemiskinan dan tingkat
kriminalitas yang meningkat. Ada tiga alasan mengapa pencatatan kelahiran itu
penting, yaitu sebagai berikut:
1. Pencatatan kelahiran adalah pengakuan formal mengenai keberadaan seorang anak,
secara individual terhadap Negara dalam hukum.
2. Pencatatan kelahiran adalah elemen pen-ting dari perencanaan nasional. Untuk
anak-anak, memberikan dasar demografis agar strategi yang efektif dapat dibentuk.
3. Pencatatan kelahiran adalah cara untuk me-ngamankan hak anak lain, misalnya
iden-tifikasi anak sesudah berperang, anak dite-lantarkan atau diculik, agar anak
dapat me-ngetahui orang tuanya (khususnya jika la-hir diluar nikah), sehingga
mereka men-dapat akses pada sarana atau prasarana da-lam perlindungan negara
dalam batas usia hukum (misalnya : pekerjaan, dan dalam sistem peradilan anak)
serta mengurangi atau kemungkinan penjualan bayi atau pembunuhan bayi.22
Pada prinsipnya pencatatan kelahiran adalah hanya sebuah catatan administratif
dianggap penting karena data yang ada di dalam akta kelahiran dapat digunakan
sebagai bukti jati diri bagi si anak, sehubungan dengan hak waris atau klaim asuransi
dan pengurusan hal administratif lainnya seperti tunjangan keluarga, paspor, KTP, SIM,
pengurusan perkawinan, perizinan, mengurus beasiswa dan lain-lain.
Pada dasarnya aspek hukum pencatatan kelahiran dalam usaha perlindungan
anak merupakan suatu wujud dari kekuatan suatu pembuktian tentang status seorang
anak yang baru dilahirkan. Dimana dengan status tersebut maka diketahui siapa orang
tuanya yang memiliki kewajiban untuk memelihara dan mendidiknya.
Dengan demikian maka aspek hukum pelaksanaan pencatatan dalam usaha
perlindungan anak memberikan suatu keadaan bahwa pencatatan tersebut akan
22
memberikan bukti kedudukan anak baik itu statusnya, maupun juga orang tua dan
keluarganya. Sehingga pelaksanaan pencatatan tersebut dituangkan dalam suatu bentuk
akta yaitu akta kelahiran.
Sebagaimana disebutkan oleh Sudikno Mertokusumo, bahwa fungsi terpenting
dari pada akta adalah sebagai alat bukti. Sampai seberapa jauhkah akta mempunyai
kekuataan pembuktian ? tentang kekuataan pembuktian dari pada akta dapat dibedakan
antara : Yang dimaksudkan dengan kekuataan pembuktian lahir, ialah kekuataan
pembuktian yang didasarkan atas keadaan lahir, apa yang tampak pada lahirnya, yaitu
bahwa surat yang tampaknya (dari lahir) seperti akta, dianggap (mempunyai kekuataan)
seperti akta sepanjang tidak terbukti sebaliknya.
Kekuataan pembuktian formil itu menyangkut pertanyaan :benarkah bahwa ada
pertanyaan. Jadi kekuataan pembuktian formil ini didasarkan atas ada tidaknya
pernyataan oleh yang bertanda tangan di bawah itu. Kekuataan pembuktian formil ini
memberi tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak menyatakan dan melakukan
apa yang dimuat dalam akta kelahiran.
Kekuatan pembuktian materiil ini menyangkut pertanyaan : “ benarkah isi
pernyataan di dalam akta itu ? jadi kekuataan pembuktian materiil ini memberi
kepastian tentang materi suatu akta, kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat atau
para pihak menyatakan dan melakukan seperti yang dimuat dalam akta.23
Akta catatan sipil adalah akta otentik karena akta tersebut dibuat oleh pejabat
yang berwenang yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, dimana dalam hal ini
pegawai pencatat sipil, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan
yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang
23
berkepentingan adalah kekuataan pembuktian lahir, kekuatan pembuktian formil dan
kekuatan pembuktian materiil.
Menurut Pasal 165 HIR (Pasal 285 Rbg,) maka akta otentik bagi para pihak dan
ahli warisnya serta mereka yang memperoleh hak dari padanya, merupakan bukti
sempurna, tentang apa yang termuat di dalamnya dan bahkan tentang yang terdapat
dalam akta sebagai pengaturan belaka, yang terakhir ini hanya sepanjang yang
dituturkan dalam akta tersebut tidak ada hubungan langsung dengan pokok akta
menurut Pasal 1871 KUH Perdata hal itu hanya akan berlaku sebagai permulaan bukti
tertulis. Adapun isi Pasal 1871 KUH Perdata adalah :
Selanjutnya menurut Pasal 1872 KUH Perdata apabila akta otentik yang
bagaimanapun sifatnya diduga palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan. Akta
catatan sipil sebagaimana diuraikan di atas adalah akta otentik yang sesuai pasal di atas
dapat dijadikan sebagai bukti tentang apa yang ada di dalamnya baik itu tentang adanya
kelahiran, kematian, pengakuan anak dan juga perceraian.
Sebagai azas berlaku acta publica probant sese ipsa, yang berarti bahwa suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat-syarat yang telah
ditentukan, maka akta itu berlaku atau dapat dianggap sebagai akta otentik, sampai
terbukti sebaliknya. Hal ini berarti bahwa tanda tangan pejabat dianggap sebagai
aslinya, sampai ada pembuktian sebaliknya.
Beban pembuktiannya terletak pada siapa yang mempersoalkan otentik tidaknya
akta catatan sipil tersebut. Beban pembuktian ini terikat pada ketentuan khusus seperti
yang diatur dalam Pasal 1348 HIR. (1) Suatu akta otentik namunlah tidak memberikan
bukti yang yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya sebagai suatu
penuturan belaka, selainnya sekedar apa yang dituturkan itu ada hubungannya langsung
tidak ada hubungannya langsung dengan pokok isi akta, maka itu hanya dapat berguna
sebagai permulaan pembuktian dengan tulisan.
Kekuataan pembuktian lahir ini berlaku bagi kepentingan atau keuntungan dan
terhadap setiap orang dan tidak terbatas pada para pihak saja. Sebagai alat bukti maka
akta otentik catatan sipil yang dikeluarkan pejabat, ini keistimewaannya terletak pada
kekuataan pembuktian lahir.
Menurut Pasal 1868 KUH Perdata “Suatu akta otentik yalah suatu akta yang di
dalam bentuk ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai
umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akte dibuatnya “.
Berpedoman pada Pasal 250 KUHPerdata yang disebutkan berikut ini : “Tiap
-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan, memperoleh si
suami sebagai bapaknya.” Sesuai dengan pasal di atas maka dapat diketahui bahwa
yang termasuk anak sah adalah setiap anak yang lahir dan tumbuh sepanjang
perkawinan dimana dia akan mendapatkan suami ibunya sebagai ayahnya.
Ketentuan ini sangat luas pengertiannya, karena seorang anak yang lahir dari
hubungan yang dilakukan sebelum perkawinan antara lain dengan perzinahan
seorang isteri dengan orang lain dapat dikatakan sebagai anak sah.Hal tersebut
diperjelas dalam Pasal 252 KUHPerdata :“Suami boleh mengingkari keabsahan si anak,
apabila dapat membuktikan, bahwa sejak tiga ratus sampai seratus delapan puluh hari
sebelum lahirnya anak itu, baik karena perpisahan maupun sebagai akibat sesuatu
kebetulan, berada dalam ketakmungkinan yang nyata, untuk mengadakan hubungan
dengan isteinya.
Dengan menunjuk pada ketakmampuan yang nyata, suami tak dapat
mengingkari, bahwa anak itu adalah anaknya.”Berhubungan dengan hal tersebut,
tenggang kandungan yang paling pendek , yaitu 180 hari. Seorang anak yang lahir 300
hari setelah perkawinan orang tuanya dihapuskan adalah anak yang tidak sah.24
Disebutkan dalam Pasal 251 KUHPerdata, suami dapat menyangkal sahnya
anak apabila anak tersebut dilahirkan sebelum lewat 180 hari sejak hari perkawinan
orang tuanya, maka ayahnya berhak menyangkal sahnya anak itu, kecuali :
1. Jika ia sudah mengetahui bahwa istrinya mengandung sebelum pernikahan
dilangsungkan.
2. Jika ia hadir pada waktu dibuatnya surat kelahiran dan surat tersebut turut
ditandatangani olehnya. Dalam kedua hal tersebut si ayah dianggap telah menerima
dan mengetahui anak yang lahir itu sebagai anaknya sendiri.
3. Jika si anak meninggal tak kala dilahirkannya.
Jikalau seorang anak dilahirkan sebelum lewat 180 hari setelah hari pernikahan
orang tuanya, maka ayahnya berhak menyangkal sahnya anak itu, kecuali jika ia
sudah mengetahui bahwa isterinya mengandung sebelum pernikahan dilangsungkan
atau ia hadir pada waktu dibuatnya surat kelahiran dan surat kelahiran ini turut
ditandatangani olehnya. Dalam kedua hal tersebut si ayah dianggap telah menerima
dan mengakui anak yang lahir itu sebagai anaknya sendiri. Penyangkalan sahnya
anak tidak tergantung pada terus berlangsungnya atau dihapuskannya perkawinan,
begitu pula tidak tergantung pada pertanyaan apakah anak itu masih hidup atau
telah meninggal, meskipun sudah barang tentu seorang anak yang lahir mati tidak
perlu disangkal sahnya.25
Apabila istri dituduh berzinah dengan lelaki lain dan kelahiran anak tersebut
disembunyikan terhadapnya. Maka disini suami harus membuktikan bahwa istrinya
telah berzina dengan lelaki lain dalam waktu 180 dan 300 hari sebelum kelahiran anak
24
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa, 1994, hal 48
25
tersebut Pasal 253 BW. Suami juga dapat menyangkal sahnya anak apabila anak itu
dilahirkan 300 hari setelah adanya keputusan perpisahan meja dan tempat tidur ;
kecuali apabila si istri dapat membuktikan dengan menunjuk segala peristiwa bahwa
suamilah bapak anak itu Pasal 254 BW.Suami dapat menyangkal sahnya anak apabila
ia dapat membuktikan bahwa sejak 300 hari sampai dengan 180 hari sebelum lahirnya
anak tersebut, baik karena perpisahan maupun karena suatu hal, berada dalam
ketidakmungkinan untuk mengadakan hubungan dengan istrinya Pasal 252
BW.Menyangkal sahnya anak dapat dilakukan dengan beberapa cara, yang diterangkan
dalam Pasal 256 sampai dengan Pasal 260 KUHPerdata, yang secara singkat sebagai
berikut :
1. Seorang suami yang hendak menyangkal sahnya anak, harus mengajukangugatan
melalui hakim dalam waktu satu bulan apabila ia berdiam di tempatkelahiran si
anak/ sekitarnya.
2. Apabila suami tidak hadir atau tidak berada ditempat ketika anak dilahirkan,
gugatan harus diajukan 2 bulan setelah kembalinya suami.
3. Apabila kelahiran tersebut disembunyikan oleh istrinya kepadanya, maka gugatan
harus diajukan 2 bulan setelah suami mengetahui tipu muslihat.
4. Semua akta yang dibuat di luar hakim yang berisi penyangkalan tentang sahnya
anak, harus diikuti dengan gugatan dimuka hakim dalam waktu 2 (dua) bulan ; dan
apabila dalam jangka waktu tersebut suami meninggal dunia, maka gugatan dapat
dilanjutkan oleh ahli waris dalam waktu 2(dua) bulan setelah meninggalnya suami
(Pasal 256 BW).Tuntutan yang diajukan oleh suami menjadi gugur, apabila para
ahli waris tidak melanjutkannya dalam waktu 2 bulan setelah meninggalnya suami
5. Hakim yang menerima gugatan penyangkalan tersebut harus menunjuk seseorang
yang istimewa yang akan mewakili anak yang disangkal itu, yang paling banyak
mengetahui tentang keadaan anak tersebut dan paling berkepentingan, harus
dipanggil secara sah.
Penyangkalan sahnya anak tidak tergantung pada terus berlangsungnya atau
dihapuskannya perkawinan, begitu pula tidak tergantung pada pertanyaan apakah nak
itu masih hidup atau telah meninggal, meskipun sudah barang tentu seorang anak yang
lahir mati tidak perlu disangkal sahnya.26
Pembuktian keturunan harus dilakukan dengan surat kelahiran yang diberikan
oleh Pegawai Pencatatan Sipil. Jika tidak mungkin didapatkan surat kelahiran, hakim
dapat memakai bukti-bukti lain asal saja keadaan yang nampak keluar, menunjukkan
adanya hubungan seperti antara anak dengan orang tuanya.27
Pasal 280 KUHPerdata/B.W. yang mengatakan bahwa :“Dengan pengakuan
yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan perdata antara si
anak dan bapak atau ibunya”. Berdasarkan pasal tersebut ada kemungkinan seorang
anak tidak mempunyai ibu dan tidak mempunyai ayah, dalam arti antara si anak dengan
ibunya dan ayahnya tidak mempunyai hubungan hukum dan anak luar kawin hanya
dapat mempunyai hubungan hukum dengan orang yang mengakuinya, misalnya ibu
dari anak tersebut maka anak tersebut mempunyai hubungan hukum dengan ibunya
saja.
Hubungan hukum antara seorang perempuan dan seorang anak yang dilahirkan
di luar perkawinan baru ada apabila si ibu mengakui anak itu sebagai anaknya dan
pengakuan demikian itu harus ia lakukan dengan cara tertentu yaitu menurut Pasal 281
B.W., yaitu dalam akta kelahiran si anak atau dalam akta perkawinan si ibu dengan
26
Ibid, hal. 48-49
27
seorang lelaki atau bapak biologis di muka pegawai catatan sipil/secara otentik notaris
tersendiri. Perlu diterangkan, bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan Pasal 283 tidak membolehkan pengakuan terhadap anak-anak
yang dilahirkan dari perbuatan zina (“overspel”) atau yang dilahirkan dari hubungan
dua orang yang dilarang kawin satu sama lain.28
Sesuai dengan Pasal 280 KUHPerdata yang mengatakan bahwa :“Dengan
pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan
perdata antara si anak dan bapak atau ibunya ”Menurut hukum Perdata Barat,
pengakuan merupakan suatu perbuatan untuk merelakan hubungan hukum antara anak
dengan orang tuanya yang mengakuinya. Menurut sistem yang dianut oleh B.W.
dengan adanya keturunan di luar perkawinan saja belum terjadi suatu hubungan
keluarga antara anak dengan orang tuanya. Barulah dengan “pengakuan” (erkenning)
lahir suatu pertalian kekeluargaan dengan akibatnya (terutama hak mewaris) antara
anak dengan orang tua yang mengakuinya. Tetapi suatu hubungan kekeluargaan antara
anak dengan keluarga si ayah atau ibu yang mengakuinya belum juga ada.29
Pengakuan ini biasanya dilakukan oleh ibu pada saat anak itu didaftarkan di
Kantor Catatan Sipil, yang juga dicantumkan dalam akta kelahiran. Selain pada saat
didaftarkan, pengakuan juga dapat dilakukan dengan akta otentik yang dibuat,
kemudian oleh Pegawai Catatan Sipil atau Notaris pengakuan juga dapat dilakukan
pada saat perkawinan kedua orang tuanya yang membawa akibat pengesahan anak
tersebut.Pengakuan harus dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang dan
dicantumkan dalam akta kelahiran. Meski ada ketentuan yang memungkinkan seorang
laki-laki atau bapak melakukan pengakuan anak, namun pengakuan itu hanya bisa
dilakukan dengan persetujuan ibu. Pasal 284 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu
28
Ibid. hal. 50
29
pengakuan terhadap anak luar kawin, selama hidup ibunya, tidak akan diterima jika si
ibu tidak menyetujui. Pasal 278 KUHPidana pun mengatur tentang ancaman pidana
bagi orang yang mengakui anak luar kawin yang bukan anaknya. Hal sebaliknya
dengan si ibu, si ibu dapat melakukan pengakuan tanpa persetujuan dari ayah terlebih
dahulu, seorang ayah yang hendak melakukan pengakuan harus telah mencapai usia 18
tahun dan pengakuan itu dilakukan bukan karena paksaan, khilaf, tipuan atau bujukan.
Sebaliknya seorang ibu dapat melakukan pengakuan tanpa adanya batas umur
seperti diterangkan dalam Pasal 282 B.W., hal ini dilakukan karena pembuat
Undang-undang menganggap seorang perempuan yang sudah dapat melahirkan dapatlah
dikatakan telah dewasa. Selain itu juga untuk melindungi kepentingan si anak sendiri,
jangan sampai anak tersebut tidak dapat diakui oleh si ayah atau ibunya. KUHPerdata
juga memungkinkan seorang bapak melakukan pengakuananak pada saat atau setelah
perkawinan dilangsungkan. Seperti yang diterapkan dalam Pasal 273, yang menyatakan
bahwa anak yang dilahirkan di luar kawin, selain karena perzinahan atau dosa darah--,
dianggap sebagai anak sah, apabila bapak dan ibunya itu kemudian menikah, dan
sebelum perkawinan diselenggarakan, anak tesebut diakui oleh bapak dan ibunya.
Pengakuan anak luar kawin bisa dilakukan bilamana anak luar kawin yang
dimaksud adalah akibat adanya hubungan seorang laki-laki dan perempuan yang
statusnya adalah :
a. Kedua pihak masih lajang (tidak dalam ikatan perkawinanan yang sah).
b. Akibat adanya perkosaan.
c. Kedua pihak sudah melakukan perkawinan, tetapi lalai mengakui anak luar
kawinnya, maka atas surat pengesahan dari Presiden pengakuan dapat dilakukan.
a. Oleh anak yang belum dewasa, atau belum mencapai usia 19 tahun; (catatan :
khusus bagi perempuan yang melakukan pengakuan, diperbolehkan meski ia belum
mencapai usia 19 tahun).
b. Dilakukan dengan paksaan, bujuk rayu, tipu dan khilaf
c. Ibu dari anak tersebut tidak menyetujui
d. Terhadap anak yang dilahirkan akibat hubungan antara pihak yang masih terikat
perkawinan (zinah) maupun anak sumbang kecuali mendapat dispensasi dari
Presiden. (Anak sumbang adalah anak yang lahir dari hubungan antara dua orang
yang dilarang menikah satu sama lain)
Pasal 283 KUHPerdata, mengatakan bahwa anak yang lahir akibat perzinahan
maupun hubungan sumbang, tidak dapat diakui kecuali terhadap yang terakhir ada
dispensasi dari Presiden, menurut Pasal 285 KUHPerdata pengakuan
yang dilakukan sepanjang perkawinan suami-isteri untuk kepentingan anak luar kawin,
yang diperoleh sebelum kawin dari perempuan atau laki-laki lain daripada suami atau
isterinya, tidak boleh membawa kerugian baik bagi suami atau isteri, maupun bagi
anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan mereka. Dan jika perkawinan itu
dibubarkan, pengakuan tersebut akan memperoleh akibatnya, jika dari perkawinan
tersebut tidak dilahirkan seorang keturunan.
Dimungkinkan untuk memaksa seorang anak laki-laki untuk mengakui seorang
anak, jika anak laki-lak tersebut telah melanggar Pasal 285, 286, 287, 288, 294 dan
Pasal 332 KUHPerdata, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 287 KUHPerdata,
pengakuan yang dilakukan ibu maupun ayah dan tuntutan oleh seorang anak, dapat
ditentang berdasarkan Pasal 286 KUHPerdata. Dimungkinkan pula pengakuan yang
dilakukan terhadap anak yang belum lahir. Hal ini didasarkan pada ketentuan Pasal 2
perempuan, dianggap sebagai telah dilahirkan, bila kepentingan anak
menghendakinya.30
Dengan demikian, sebelum anak yang diakui tersebut lahir, maka bisa terjadi
hubungan hukum kekeluargaan antara ayah dengan anak, sebagai akibat adanya
pengakuan secara parental terhadap anak yang belum lahir tersebut. Biasanya
pengakuan sebelum lahir ini diterapkan pada peristiwa khusus yang merupakan
pengecualian untuk suatu kepentingan, misalnya dalam hal warisan.31
Adapun bukti-bukti otentik tersebut dapat digunakan untuk
mendukungkepastian, tentang kedudukan seorang itu adalah adanya akta yang
dikeluarkan oleh suatu lembaga, dimana lembaga inilah yang berwenang untuk
mengeluarkan akta- akta mengenai kedudukan hukum seseorang. Sesuai bunyi Pasal
261 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa : “keturunan anak sah
dapat dibuktikan dengan akta - akta kelahiran mereka, sekedar telah dibukukan dalam
register catatan sipil’’.
B. Pengertian Pencatatan Kelahiran Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, merupakan suatu
upaya pemerintah untuk mengatasi keanekaragaman, dan menciptakan kesatuan
(unifikasi) hukum bagi rakyat Indonesia yang heterogen, khususnya di bidang
perkawinan. Apabila dalam perkawinan telah dilahirkan anak-anak dan jika telah
memiliki akta nikah, harus segera mengurus akta kelahiran anak-anak ke Kantor
Catatan Sipil setempat agar status anak pun sah di mata hukum. Jika pengurusan akta
kelahiran anak ini telah lewat 14 (empat belas) hari dari yang telah ditentukan, terlebih
dahulu harus mengajukan permohonan pencatatan kelahiran anak kepada Pengadilan
30
Ibid, hal 2
31
Negeri setempat. Dengan demikian, status anak dalam akta kelahirannya bukan lagi
anak luar kawin. Keabsahan suatu perkawinan menurut UU Perkawinan adalah
didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan masing-masing, sehingga sejak
berlakunya UU Perkawinan ini maka upacara perkawinan menurut hukum agama
bersifat menentukan tentang sah atau tidaknya perkawinan itu. Hal ini berakibat banyak
orang tidak melakukan pencatatan pada kantor catatan sipil. Berdasarkan penjelasan
umum UU Perkawinan, mengenai pencatatan perkawinan, pencatatan kelahiran,
pencatatan kematian merupakan suatu peristiwa penting bukan suatu peristiwa hukum.
Pencatatan perkawinan dalam suatu akta merupakan akta nikah. Akta nikah adalah
bukti tentang perkawinan dan merupakan alat bukti yang sempurna mengenai adanya
perkawinan.
Anak dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah masa depan bangsa
dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga Negara berkewajiban memenuhi hak
setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi,
perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak, karena anak dari sisi perkembangan fisik dan psikis manusia
merupakan pribadi yang lemah, belum dewasa dan masih membutuhkan perlindungan.
Akta kelahiran adalah akta catatan sipil hasil pencatatan terhadap peristiwa
kelahiran seseorang. Sampai saat ini masih banyak anak Indonesia yang identitasnya
tidak/belum tercatat dalam akta kelahiran, secara de jure keberadaannya dianggap tidak
ada oleh negara. Hal ini mengakibatkan anak yang lahir tersebut tidak tercatat
namanya, silsilah dan kewarganegaraannya serta tidak terlindungi keberadaanya.
Banyak permasalahan yang terjadi berpangkal dari manipulasi (rekayasa) identitas
eksploitasi terhadap anak seperti anak menjadi korban perdagangan bayi dan anak,
tenaga kerja dan kekerasan. Faktor atau penyebab kegagalan pencatatan anak salah
satunya adalah kealpaan pemerintah untuk melakukan pencatatan kelahiran anak
terutama anak-anak dari keluarga miskin. Selain itu disebabkan juga oleh kelalaian
orang tua si anak dalam melakukan pencatatan. Salah satu hal penting yang melekat
pada diri manusia adalah Akta Kelahiran. Akta Kelahiran menjadi isu global dan sangat
asasi karena menyangkut identitas diri dan status kewarganegaraan.
Sebagai salah satu sistem pencatatan yang ada pada sebuah negara, pencatatan
kelahiran bersifat universal pada dasarnya merupakan pengakuan negara atas status
keperdataan seseorang. Dalam pengertian yang lebih konkrit, pencatatan kelahiran"
memberikan pengakuan hukum dari negara terhadap identitas, silsilah dan
kewarganegaraan seseorang, yang diwujudkan melalui dokumen pencatatan kelahiran,
yaitu akta kelahiran.
Kelahiran merupakan kehadiran anggota keluarga baru yang harus segera
dilaporkan. Kepemilikan Akta Kelahiran merupakan wujud pemenuhan kewajiban dan
tanggung jawab orang tua terhadap anak. Adapun kendala dalam pelaksanaan
pencatatan kelahiran menurut Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 meliputi:
1. Masih rendahnya pemahaman para orang tua dan keluarga, mengenai nilai guna
dari Akta Kelahiran serta kewajiban pelaporan kelahiran tepat waktu (kurang dari
60 hari kerja), sehingga pendaftaran kelahiran baru dilakukan ketika anak usia
sekolah.
2. Kurangnya kepemilikan persyaratan untuk pelaporan kelahiran (tidak adanya bukti
kelahiran dari penolong kelahiran, tidak dimilikinya Buku Nikah/Akta Perkawinan