PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN
BADAN KETAHANAN PANGAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
5
LAPORAN AKHIR
CADANGAN PANGAN MASYARAKAT
ii
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 3
C. Sasaran ... 3
D. Keluaran ... 4
II. PELAKSANAAN KEGIATAN ... 5
A. Penyusunan Pedoman Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat ... 6
B. Sosialisasi Cadangan Pangan ... 6
C. Kajian Direktori Klasifikasi Tingkat Kemandirian Lumbung Pangan
Masyarakat ... 9
D. Pemantauan Lumbung Pangan ... 14
E. Pembinaan Lumbung Pangan ... 17
F. Koordinasi dan Sinkronisasi ... 18
G. Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Cadangan Pangan
Masyarakat ... 18
III. PERMASALAHAN DAN UPAYA PEMECAHAN MASALAH ... 28
A. Permasalahan ... 28
B. Upaya Pemecahan Masalah ... 29
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
A. Kesimpulan ... 31
iii
Halaman
Tabel 1 Sebaran LPM atas tingkat keberhasilan ... 10
Tabel 2 Sebaran LPM atas tingkat keberhasilan berdasarkan provinsi ... 11
Tabel 3 Alokasi Dana Bansos Lumbung Pangan Masyarakat Tahun 2015 ... 15
Tabel 4 Realisasi Pencairan Dana Bansos Pengembangan Cadangan Pangan
Masyarakat Tahun 2015 ...
19
Tabel 5 Provinsi yang tidak merealisasikan bansos penuh ... 21
Tabel 6 Data Perkembangan Cadangan Pangan Masyarakat Tahun 2015 .... 22
Tabel 7 Kondisi Stock Gabah di Lumbung Masyarakat Tahun 2015 ... 23
Tabel 8 Kondisi Stock Beras di Lumbung Masyarakat Tahun 2015 ... 25
iv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 Pengadaan, Penyaluran dan Iron Stock Beras posisi Bulan September
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rekapitulasi realisasi Data Lumbung Pangan masyarakat Tahap
Pengembangan ... 34
Lampiran 2 Rekapitulasi realisasi Data Lumbung Pangan masyarakat Tahap
1
A.
Latar Belakang
Dalam UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan menegaskan bahwa
dalam mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan
pangan, pemerintah menetapkan cadangan pangan nasional. Cadangan
pangan nasional tersebut terdiri atas cadangan pangan pemerintah;
cadangan pangan pemerintah daerah; dan cadangan pangan masyarakat,
dimana cadangan pangan pemerintah daerah tersebut terdiri dari 1)
cadangan pangan pemerintah desa; 2) cadangan pangan pemerintah
kabupaten/kota; dan 3) cadangan pangan pemerintah provinsi.
Dalam rangka mewujudkan cadangan pangan nasional maka perlu
dilakukan inventarisasi jenis dan jumlah kebutuhan cadangan pangan,
memperkirakan kondisi kekurangan pangan dan keadaaan darurat, sehingga
penyelenggaraan dan pengelolaan cadangan pangan dapat berhasil dengan
baik. Cadangan pangan pemerintah dilakukan untuk menanggulangi
kekurangan pangan, gejolak harga pangan, bencana alam, bencana sosial
dan menghadapi keadaan darurat. Sedangkan tugas masyarakat adalah
menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi
serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang
cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara
berkelanjutan.
Pengembangan lumbung pangan masyarakat dimaksudkan untuk
mendekatkan akses pangan anggotanya. Lumbung dipandang sebagai model
perangkat ketahanan pangan masyarakat desa yang cukup efektif. Akan
tetapi seiring dengan masuknya model-model kelembagaan lain sistem
2
kini semakin sulit ditemukan. Sisa kearifan pengelolaan pangan itu terkikis
oleh perubahan tuntutan hidup, dimana kepraktisan menjadi salah satu dasar
perhitungan. Pemerintah baik pusat maupun daerah kembali mengaktifkan
lumbung pangan di masyarakat dengan upaya pemberdayaan masyarakat
yang dilakukan melalui peningkatan kemampuan sumberdaya manusia dalam
pengelolaan lumbung pangan, optimalisasi sumberdaya yang tersedia dan
penguatan kapasitas kelembagaannya. Dengan pemberdayaan tersebut
diharapkan dapat dikembangkan lumbung pangan masyarakat secara
mandiri dan berkelanjutan serta dapat berperan secara optimal dalam
penyediaan pangan.
Pengembangan lumbung pangan masyarakat bertujuan untuk: (a)
meningkatkan volume stok cadangan pangan untuk kebutuhan masyarakat
karena produksi tidak merata sepanjang tahun; (b) menjamin akses dan
kecukupan pangan bagi penduduk miskin dan rawan pangan yang
memerlukan perlindungan kecukupan pangan dan (3) sebagai bantuan
pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat kondisi darurat.
Melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pertanian telah dibangun
lumbung masyarakat sebanyak 1.772 (seribu tujuh ratus tujuh puluh dua)
unit lumbung yaitu pada tahun 2013 sebanyak 836 (delapan ratus tiga puluh
enam) unit dan tahun 2014 sebanyak 866 (delapan ratus enam puluh enam)
unit, mengingat keterbatasan dan anggaran maka pada tahun 2015 baru
1.724 (seribu tujuh ratus dua puluh empat) kelompok yang mendapatkan
fasilitasi Belanja Bantuan Sosial yaitu 1.630 (seribu enam ratus tiga puluh)
kelompok untuk pengisian cadangan pangan (tahap pengembangan) dan 94
(sembilan puluh empat) kelompok mendapatkan fasilitasi penguatan
kelembagaan kelompok (tahap kemandirian).
Pada tahun 2015, kegiatan Pengembangan Lumbung Pangan
Masyarakat melalui dana dekonsentrasi mencakup tahap pengembangan dan
tahap kemandirian, sedangkan tahap penumbuhan melalui Dana Alokasi
Khusus (DAK) Bidang Pertanian. Tahap penumbuhan melalui DAK tahun
3
pembangunan fisik gudang cadangan pangan pemerintah kabupaten dan
fasilitasi pembelian RMU dan lantai jemur pada lumbung yang dibangun
melalui DAK tahun sebelumnya yang belum mempunyai lantai jemur.
Dalam laporan akhir tahun ini akan dirangkum seluruh rangkaian
kegiatan yang dilaksanakan pada periode bulan Januari sampai dengan
Desember 2015.
B.
Tujuan
Tujuan penyusunan laporan akhir tahun Pelaksanaan Pemantauan/
pengumpulan Data Cadangan Pangan Masyarakat adalah untuk melaporkan
seluruh rangkaian kegiatan pengembangan cadangan pangan masyarakat
yang telah dilaksanakan selama 1 (satu) tahun periode bulan Januari sampai
dengan bulan Desember yang terdiri dari:
1.
Penyusunan Pedoman Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat
2.
Pertemuan Sosialisasi Cadangan Pangan
3.
Pemantauan kegiatan pengembangan lumbung pangan masyarakat
4.
Pembinaan kegiatan pengembangan lumbung pangan masyarakat
5.
Koordinasi dan sinkronisasi kegiatan pengembangan lumbung pangan
masyarakat
6.
Kajian
Direktori Klasifikasi Tingkat Kemandirian Lumbung Pangan
Masyarakat
7.
Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Cadangan Pangan
Masyarakat
C.
Sasaran
Sasaran dari pelaksanaan kegiatan Pemantauan/pengumpulan data
cadangan pangan masyarakat di Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan tahun
2015 adalah sosialisasi, pembinaan, pemantauan, koordinasi dan sinkronisasi
4
Masyarakat di 32 provinsi pelaksanaan kegiatan pengembangan cadangan
pangan masyarakat tahun 2015.
D.
Keluaran
Keluaran dari pelaksanaan kegiatan ini adalah:
1.
Pedoman Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat
2.
Terlaksananya Pertemuan Sosialisasi Cadangan Pangan
3.
Terlaksananya pemantauan kegiatan pengembangan lumbung pangan
masyarakat
4.
Terlaksananya pembinaan kegiatan pengembangan lumbung pangan
masyarakat
5.
Terlaksananya koordinasi dan sinkronisasi kegiatan pengembangan
lumbung pangan masyarakat
6.
Terlaksananya Kajian Direktori Klasifikasi Tingkat Kemandirian Lumbung
Pangan Masyarakat
7.
Tersedianya data perkembangan pelaksanaan Kegiatan Pengembangan
5
Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat
pada tahun 2015 yang di biayai melalui dana dekonsentrasi dilaksanakan dalam
2 (dua) tahapan yaitu tahap pengembangan, dan tahap kemandirian. Tahap
pengembangan mencakup identifikasi kelompok lumbung pangan dan pengisian
cadangan pangan melalui dana Bansos, sedangkan tahap kemandirian
mencakup penguatan modal untuk pengembangan usaha kelompok melalui
dana Bansos.
Tahap Pengembangan dilaksanakan di 31 provinsi yang dialokasikan
dana Bantuan Sosial sebesar Rp. 20 juta kepada kelompok lumbung pangan
yang telah mendapatkan bantuan pembangunan fisik lumbung melalui DAK
Tahun 2013 dan DAK Tahun 2014 sebanyak 1.630 kelompok. Dana Bansos
tersebut dipergunakan untuk pengisian cadangan pangan. Sedangkan Tahap
Kemandirian dilaksanakan di 13 provinsi dialoksikan dana Bansos sebesar Rp.
20 juta kepada 94 kelompok dipergunakan untuk penguatan usaha kelompok.
Kelompok lumbung pangan yang masuk tahap kemandirian adalah kelompok
yang telah mendapatkan dana Bansos untuk pengisian cadangan pangan pada
tahun 2014 dan telah terseleksi serta dinyatakan layak masuk tahap
kemandirian.
Kegiatan yang telah dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan bulan
Desember terdiri dari kegiatan Penyusunan Pedoman Pengembangan Lumbung
Pangan Masyarakat, Pertemuan Sosialisasi Cadangan Pangan, Pemantauan,
Pembinaan, Koordinasi dan Sinkronisasi dalam kegiatan pengembangan
lumbung pangan dan Kajian Direktori Klasifikasi Tingkat Kemandirian Lumbung
6
A.
Penyusunan Pedoman Pengembangan Lumbung Pangan
Masyarakat
Penyusunan Pedoman Umum Pengembangan Lumbung Pangan
Masyarakat bertujuan untuk memberikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan
Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat Tahun 2015 bagi seluruh
aparat penanggungjawab pelaksana kegiatan ini mulai dari pusat, provinsi,
kabupaten/kota, pendamping dan kelompok pelaksana baik tahap
pengembangan maupun tahap kemandirian di 32 provinsi, mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan sampai tahap pemantauan dan evaluasi serta
pelaporan.
B.
Sosialisasi Cadangan Pangan
Pertemuan Sosialisasi Cadangan Pangan Tahun 2015 dilaksanakan pada
tanggal 16 Maret 2015 di Kantor Badan Ketahanan Pangan, Jakarta.
Pertemuan dihadiri oleh eselon III atau IV penanggung jawab kegiatan
pengembangan
lumbung
pangan
pada
badan/kantor/instansi
yang
menangani ketahanan pangan provinsi dan kabupaten dan peserta pusat dari
Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian. Total peserta yang hadir
sebanyak 150 orang peserta dari propinsi dan kabupaten serta peserta dari
Badan Ketahanan Pangan.
Tujuan Sosialisasi Cadangan Pangan Tahun 2015 adalah 1)
Menyamakan persepsi antara Pusat dan Daerah dalam memantapkan
persiapan pelaksanaan kegiatan cadangan pangan masyarakat; 2)
Mensinkronkan dan mengkoordinasikan langkah-langkah persiapan yang
akan dilakukan oleh Provinsi.
Beberapa aspek yang disampaikan ke peserta pertemuan mencakup:
Strategi dan Kebijakan Cadangan Pangan, Evaluasi Kegiatan Bansos
Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat, Titik Kritis Pelaksanaan
Pengembangan Lumbung Pangan, Mekanisme Pelaksanaan Hibah Lumbung
Pangan dari Pemerintah Daerah ke Kelompok Lumbung Pangan, penjelasan
7
Pangan dan Pedoman Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat Tahun
2015.
Memperhatikan arahan Kepala Badan Ketahanan Pangan dan paparan dari
Narasumber serta hasil diskusi dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut :
1.
Berdasarkan Permentan nomor 129 tahun 2013 tentang Pedoman
Pengelolalaan
Belanja
Bantuan
Sosial
Kementerian
Pertaniann
Pemanfaatan dana Bansos Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat
merupakan kegiatan produktif pada tahun berjalan sehingga harus
dipergunakan pada tahun pencairan tidak diperbolehkan penggunaannya
pada tahun berikutnya.
2.
Identifikasi CP/CL kegiatan Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat
dapat dilakukan pada T-1, sehingga dapat mempercepat proses
pencairan dana bansos.
3.
Revisi Rencana Usaha Kelompok (RUK) diperbolehkan bila sesuai dengan
ketentuan pada Pedoman Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat
dan dilaksanakan sebelum pencairan dana bansos.
4.
Badan/Dinas/Unit yang menangani Ketahanan Pangan Provinsi perlu
melakukan akselerasi dalam pelaksanaan sosialisasi, identifikasi, verifikasi
dan penetapan kelompok lumbung pangan sehingga pencairan Bansos
sedapat mungkin paling lambat akhir bulan November 2015 dan
pemanfaatannya oleh kelompok dapat dilaksanakan segera paling lambat
bulan Desember 2015.
5.
Dalam pelaksanaan Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat Tahun
2015 Badan/Dinas/unit yang menangani ketahanan pangan provinsi perlu
memperhatikan 7 (tujuh) tahap titik kritis yaitu
a.
Sosialisasi yang dilakukan oleh Tim Pengarah/Pembina di
Pusat/Provinsi dan Tim Teknis di Kabupaten/Kota;
b.
Persiapan pelaksanaan seleksi calon kelompok sasaran dan calon
lokasi yang dilakukan oleh Tim Teknis di Kabupaten/Kota;
8
d.
Pencairan dana bantuan sosial yang dilakukan oleh kelompok;
e.
Kebenaran serta ketepatan pemanfaatan dana bantuan sosial yang
dilakukan oleh kelompok;
f.
Pengembangan usaha produktif yang dilakukan oleh kelompok;
g.
Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pertanggungjawaban
output,
outcome, benefit dan impact.
6.
Tanah untuk lokasi pembangunan lumbung pangan harus mempunyai
ikatan legal antara pemberi hibah tanah dengan kelompok, untuk
menghindari terjadinya permasalahan di kelompok pada kemudian hari.
7.
Berdasarkan PP No. 2 Tahun 2012 tentang hibah pada pasal 8 huruf d
penerima hibah adalah lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang
berbadan hukum Indonesia. Untuk itu SKPD kabupaten mendorong
kelompok lumbung pangan masyarakat untuk berbadan hukum.
Kemudian dilakukan registrasi dan penetapan kelompok lumbung pangan
masyarakat melalui Surat Keputusan Bupati.
8.
Mekanisme hibah lumbung pangan kepada kelompok melalui beberapa
tahapan
SKPD mengajukan permohonan hibah kepada Sekretaris Daerah
Sekretaris Daerah membentuk Tim verifikasi dan pengkajian
Tim melakukan penilaian terhadap kelompok mulai dari status badan
hukum kelompok dan status kepemilikan lahan
Tim melaporkan hasil penilaian kepada Setda
Setda membuat surat usulan kepada Bupati tentang penghibahan
asset daerah
Persetujuan Bupati/walikota untuk penghibahan asset daerah
Surat Keputusan Bupati/walikota tentang penetapan kelompok
penerima hibah
9
C.
Kajian Direktori Lumbung Pangan Pangan Masyarakat Tahap
Kemandirian
Kegiatan Kajian Direktori Lumbung Pangan Pangan Masyarakat
Tahap Kemandirian yang bertujuan
untuk menyusun indikator-indikator
klasifikasi kriteria tingkat kemandirian Kelompok Lumbung Pangan
Masyarakat, melakukan penilaian dan pengelompokan Kelompok Lumbung
Pangan
Masyarakat tahap pasca kemandirian sesuai dengan kriteria
kemandirian dan menyusun
exit strategy Lumbung Pangan Masyarakat
(LPM). Keberhasilan yang dicapai oleh masing-masing kelompok pada tahap
kemandirian sangat tergantung kondisi internal kelompok dan faktor
eksternal kelompok yang dapat mendukung, seperti peningkatan
kemampuan manajerial lumbung, serta pembinaan dan dukungan dari
instansi terkait di masing-masing daerah.
Adapun aspek yang dinilai dibagi dalam 3 kategori yaitu: (1) Aspek
kelembagaan kelompok mencakup administrasi umum, pelaksanaan rapat,
pelaksnaan manajemen kelompok sehari-hari; (2) Aspek permodalan dan
usaha
mencakup
keuangan
kelompok,
sumber,
pengelolaannya,
pengembangan usaha kelompok, dan pengembangan jejaring usaha; serta
(3) Aspek kemanfaatan sosial lumbung bagi anggota dan masyarakat
sekitar.
Penilaian dilakukan dengan pembobotan masing-masing variabel,
setiap variabel dibagi dalam beberapa indikator. Masing-masing indikator
dibagi dalam pilihan jawaban yang terdiri atas 2 sampai 4 pilihan. Total hasil
penilaian keberhasilan LPM dibagi dalam 3 kriteria hasil yaitu “Kurang
berhasil”, “berhasil” dan “Sangat Berhasil”.
Pada bagian metode dijelaskan bahwa tingkat keberhasilan dibagi
atas 3 peringkat, yakni “kurang berhasil”, “berhasil, dan “sangat berhasil”.
Kategori dibagi atas selang yang sama lebar antara nilai minimum 100
sampai dengan nilai maksimum 336. Tingkat kemandirian dibagi atas
“Kurang berhasil” untuk peroleh
an 100 -
178,7, lalu kategori “berhasil”
10
nilai 257,4
–
336.
Dari hasil kajian yang telah dilaksanakan diperoleh hasil bahwa
kelompok yang masuk dalam kategori sangat berhasil hanya 39 unit LPM
atau hanya 3,8 persen, kategori berhasil sebesar 613 kelompok (60,5
persen) dan kategori kurang berhasil sebesar 362 kelompok (35,7 persen)
seperti dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1 Sebaran LPM atas tingkat keberhasilan
Tahun Kurang berhasil Berhasil Sangat berhasil Total
2012
145
180
14
339
42,8%
53,1%
4,1%
100,0%
2013
161
283
23
467
34,5%
60,6%
4,9%
100,0%
2014
56
150
2
208
26,9%
72,1%
1,0%
100,0%
Total
362
613
39
1014
35,7%
60,5%
3,8%
100,0%
Dari 28 provinsi sampel hanya 11 provinsi yang memperoleh nilai yang
masuk kategori sangat berhasil yaitu Provinsi Aceh, Bali, Bengkulu, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Sulawese Selatan, Sulawesi Tengah dan Sumatera Selatan,
sedangkan propinsi Maluku, dari 3 unit LPM sebagai sampel, ketiganya
tergolong “kurang berhasil”.
Secara lebih detail per propinsi menunjukkan bahwa hanya provinsi
Bengkulu yang memiliki LPM yang proporsinya mencapai kelas “s
angat
berhasil” paling menonj
ol, yaitu 31,8 persen. Artinya, 1 dari 3 LPM di
wilayah ini tergolong paling berhasil. Ada 22 LPM yang menjadi responden
di Bengkulu, dan 7 unit LPM di antaran
ya tergolong “sangat berhasil”, lalu 5
pada kategori “berhasil”, dan sisanya lagi seba
nyak 10 uni
t “kurang
11
Tabel 2. Sebaran LPM atas tingkat keberhasilan berdasarkan provinsi
Provinsi
Kurang berhasil
Berhasil
Sangat
berhasil
Total
unit
%
unit
%
unit
%
unit
%
Aceh
26
72,22%
9
25,00%
1
2,78%
36
100,00%
Babel
4
80,00%
1
20,00%
0,00%
5
100,00%
Bali
6
37,50%
8
50,00%
2
12,50%
16
100,00%
Banten
10
55,56%
8
44,44%
0,00%
18
100,00%
Bengkulu
10
45,45%
5
22,73%
7
31,82%
22
100,00%
DIY
5
41,67%
7
58,33%
0,00%
12
100,00%
Gorontalo
11
55,00%
9
45,00%
0,00%
20
100,00%
Jabar
9
25,00%
27
75,00%
0,00%
36
100,00%
Jambi
10
40,00%
15
60,00%
0,00%
25
100,00%
Jateng
15
15,96%
70
74,47%
9
9,57%
94
100,00%
Jatim
35
25,55%
101
73,72%
1
0,73%
137
100,00%
Kalbar
19
59,38%
13
40,63%
0,00%
32
100,00%
Kalsel
21
55,26%
17
44,74%
0,00%
38
100,00%
Kalteng
24
92,31%
2
7,69%
0,00%
26
100,00%
Lampung
6
9,38%
53
82,81%
5
7,81%
64
100,00%
Maluku
3
100,00%
0,00%
0,00%
3
100,00%
NTB
13
38,24%
20
58,82%
1
2,94%
34
100,00%
NTT
23
32,39%
45
63,38%
3
4,23%
71
100,00%
Papua
5
83,33%
1
16,67%
0,00%
6
100,00%
Papua Barat
4
80,00%
1
20,00%
0,00%
5
100,00%
Riau
1
33,33%
2
66,67%
0,00%
3
100,00%
Sulsel
27
54,00%
20
40,00%
3
6,00%
50
100,00%
Sulteng
13
29,55%
29
65,91%
2
4,55%
44
100,00%
Sultra
12
52,17%
11
47,83%
0,00%
23
100,00%
Sulut
13
37,14%
22
62,86%
0,00%
35
100,00%
Sumbar
17
47,22%
19
52,78%
0,00%
36
100,00%
Sumsel
12
15,19%
62
78,48%
5
6,33%
79
100,00%
Sumut
8
18,18%
36
81,82%
0,00%
44
100,00%
12
Selain Bengkulu, hanya provinsi Bali yang proporsi LPM nya masuk
kategori “sangat berhasil” cukup menonjol. Ada 2 unit LPM di pro
vinsi Bali
yang tergolong “sangat berhasil” dari 16 sampel responden LPM d pro
vinsi
ini.
Secara keseluruhan, sebaran tingkat keberhasilan sebagaimana
disampaikan di atas menunjukkan derajat pencapaian yang kurang
menggembirakan. Ada banyak penyebab terhadap kondisi ini. Salah satu
penyebabnya adalah karena LPM berkerja dalam ranah yang campuran
antara bisnis dengan sosial. Dalam hal kemanfaatan sosial misalnya, kondisi
masyarakat setempat menjadi penentu performa LPM. Jika masyarakat
setempat kurang membutuhkan, maka penggunaan gabah atau beras
untuk membantu rumah-rumah tangga yang sedang mengalami puso atau
musibah lain tentu tidak dapat diwujudkan.
Sementara dalam hal pembinaan, sesuai dengan Peraturan Menteri
Pertanian Republik Indonesia Nomor: 17/Permetan/Hk.140/4/2015 Tentang
Pedoman Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat Tahun 2015,
Pembinaan kelompok dimaksudkan untuk membantu kelompok agar mau
dan mampu menolong dan mengorganisasikan kelompoknya dalam
mengakses teknologi, permodalan, pasar dan sumberdaya lainnya sebagai
upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan
kesejahteraannya anggotanya. Pembinaan kelompok perlu dilakukan secara
berkesinambungan, diarahkan pada perubahan pola pikir dalam
pengelolaan cadangan pangan, sehingga mampu menyusun rencana
kegiatan untuk pengembangan dan keberlanjutan cadangan pangan,
mampu memperkirakan kebutuhan penyediaan cadangan pangan bagi
kelompok, serta dapat berupaya untuk mengatasi kekurangan pangan.
Pembinaan kelembagaan kelompok lumbung juga diarahkan untuk
menumbuh kembangkan kemampuan kelompok dalam menjalankan
fungsinya, serta meningkatkan kapasitas kelompok melalui pengembangan
13
Pembinaan kelompok lumbung pangan dilakukan secara berjenjang
oleh penyuluh pertanian, aparat kabupaten, aparat provinsi sampai tingkat
pusat. Pembinaan dilaksanakan mulai dari tahap identifikasi, verifikasi,
pencairan bansos sampai pemanfaatan dan pengelolaaan cadangan pangan
oleh kelompok.
Adapun hasil Kajian Direktori Klasifikasi Tingkat Kemandirian
Lumbung Pangan Masyarakat dapat dipaparkan sebagai berikut:
1.
J
umlah LPM yang tergolong “berhasil” masih sangat terbata
s, yakni
hanya 3,8 persen. Namun secara keseluruhan, dapat dikatakan bahwa
kegiatan LPM dapat digolongkan cukup berhasil, dimana jumlah
akumulasi yang tergolong “berhasil” dan “sangat berhasil” lebih dari 64,3
persen.
2.
Keberhasilan pencapaian kinerja lebih berhasil pada aspek kelembagaan,
lalu diikuti aspek permodalan dan usaha, sedangkan yang paling rendah
pada aspek kemanfaatan sosial. Salah satu penyebabnya adalah karena
kegiatan LPM merupakan usaha yang bersifat sosial atau semi bisnis.
Kemanfaatan sosial sangat bergantung kepada kondisi anggota dan
masyarakat setempat.
3.
Ditemukan kecenderungan bahwa LPM dengan tahun lebih muda
memilki kinerja lebih baik. Dengan kata lain, fungsi waktu memiliki
pengaruh terbalik dengan kinerja LPM. Hal ini diindikasikan karena
kegiatan LPM cenderung baik di tahun-tahun awal pembinaan, namun
lalu menurun setelah pembinaan dikurangi.
4.
Peran LPM tampaknya lebih kuat pada daerah yang bukan sentra
produsen padi, dimana kondisi ketahanan pangan rumah tangga
tergolong rendah. Dampak positif kegiatan program LPM lebih terasa di
wilayah yang non sentra seperti ini, dimana rumah tangga sering
kekurangan pangan pokok untuk kebutuhan sehari-hari di rumah.
Dengan kata lain, di wilayah non sentra peran LPM lebih kepada
“ketahanan pangan rumah tangga konsumen”. Status petani yang lemah
14
kehadiran LPM.
Beberapa langkah
Exit Strategy ke depan yang dapat dijalankan
berdasarkan temuan dari studi ini adalah: (1) melakukan pergantian
(refresh) pengurus dan memperbanyak dari kalangan perempuan, (2)
Penguatan
internal pressure, (3) Perluasan peran LPM (multi purpose) ke
arah yang semi bisnis, (4) Pemanfaatan Dana Desa untuk penguatan
permodalan Lumbung, dan (5) Penyatuan lembaga-lembaga permodalan
pedesaan bersama-sama LPM.
D.
Pemantauan Lumbung Pangan Bansos
Kegiatan pemantauan lumbung pangan pada tahun 2015
dimaksudkan untuk memantau kondisi perkembangan cadangan pangan
dan pengelolaan lumbung pangan ditingkat kelompok lumbung pangan yang
telah mendapat bantuan sosial (bansos). Lumbung pangan masyarakat yang
dipantau meliputi lumbung pangan yang memasuki tahap pengembangan
dan kemandirian. Pada tahap pengembangan, kegiatan utamanya berupa
mencakup pengadaan bahan pangan untuk pengisian lumbung dan
pengembangan kapasitas kelompok. Selanjutnya Tahap kemandirian,
mencakup penguatan kelembagaan kelompok dan pemantapan cadangan
pangan serta kelembagaan cadangan pangan masyarakat.
Tiap-tiap kelompok lumbung akan mendapatkan bantuan sosial
sebesar 20 juta pada tahap pengembangan wajib untuk mengalokasi dana
tersebut untuk pengisian dan pada tahap kemandirian diarahkan untuk
pengembangan modal. Sehubungan dengan pemanfaatan dana tersebut
maka perlu dilakukan pemantauan ditingkat bawah. Hal ini dimaksudkan
agar diketahui sejauh mana dana tersebut sebagai penyediaan stock
cadangan pangan telah dimanfaatkan dan sejauh mana perkembangan
modal tersebut dapat dihasilkan. Disamping itu kegiatan pemantauan ini
juga guna mewujudkan sistem kendali dan kontrol yang baik ditingkat
15
Kelompok sasaran penerima dana bansos tahun 2015 yang telah
memasuki tahap pengembangan adalah sebanyak 1630 unit lumbung dan
tahap kemandirian adalah sebanyak 94 unit lumbung. Daftar alokasi dana
bansos lumbung pangan tahun 2015 yang masuk tahap pengembangan dan
tahap kemandirian dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut :
Tabel 3. Alokasi Dana Bantuan Sosial Untuk Kegiatan Pengembangan
Lumbung Pangan Tahun 2015.
1 DKI Jakarta
0
0
- - -16
Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan lumbung
pangan maka dilakukan pemantauan kegiatan lumbung pangan terutama
terhadap pemanfaatan dana bansos, dan pelaporan perkembangannya.
Hasil pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan lumbung pangan
dan permasalahan yang ditemui dilapangan dapat disampaikan sebagai
berikut:
Kelompok lumbung yang telah mendapatkan dana bansos sebesar Rp.
20 juta untuk pengisian cadangan pangan pada tahun 2015 telah
melakukan pengadaan bahan pangan terutama gabah/beras untuk
pengisian.
Bangunan lumbung sudah dilengkapi dengan balok penyangga untuk
gabah/beras.
Sebagian besar bangunan lumbung sudah dilengkapi dengan lantai
jemur sedang sebagian yang lain belum memiliki lantai jemur.
Keseluruhan Kelompok telah menyusun struktur organisasinya.
Pembukuan yang dilakukan sebagian kelompok masih kurang lengkap,
sebagian buku sudah disiapkan seperti buku tamu, tetapi untuk
administrasi keuangan kelompok sudah dilakukan pencatatan namun
masih belum tertib dan rapi.
Sebagian besar kelompok telah menyusun AD/ART namun masih ada
beberapa kelompok yang belum menyusun AD/ART
Keterlibatan/partisipasi anggota masih kurang maksimal dalam
beberapa kegiatan masih mengandalkan komitmen pengurus inti.
Untuk itu diperlukan pembinaan yang lebih intensif oleh aparat kabupaten
maupun provinsi agar pelaksanaan kegiatan Pengembangan Lumbung
Pangan Masyarakat dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan,
meskipun hal ini masih terkendala dengan keterbatasan anggaran
pembinaan yang ada. Diharapkan kegiatan ini mendapatkan dukungan dana
APBD baik provinsi maupun kabupaten dalam pelaksaan pembinaan ke
17
E.
Pembinaan Lumbung Pangan
Pada tahun 2015, kegiatan pembinaan pengembangan kelembagaan
cadangan pangan masyarakat hanya mencakup tahap pengembangan dan
tahap kemandirian. Tujuan pembinaan lumbung pangan tahun 2015 adalah:
1.
Melakukan
pembinaan
terhadap
aparat
provinsi
dan
aparat
kabupaten/kota didaerah sasaran kegiatan lumbung pangan.
2.
Melakukan pembinaan melalui pelatihan kegiatan pengembangan
lumbung pangan kepada petugas yang menangani lumbung pangan di
provinsi.
Kegiatan pembinaan lumbung pangan dilakukan diprovinsi yang
tersebar di wilayah Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Pemilihan provinsi
tersebut didasarklan pada kebutuhan dan prioritas pembinaan yang mesti
dilakukan.
Adapun kegiatan pembinaan yang dilakukan meliputi beberapa hal
sebagai berikut :
1.
Memberikan arahan kepada aparat provinsi dan kabupaten serta
kelompok dalam rangka pelaksanaan kegiataan identifikasi, verifikasi
maupun pelatihan terhadap kelompok yang akan menerima dana
bansos.
2.
Memberikan arahan kepada aparat pemerintah daerah agar secara
berkala melakukan pembinaan terhadap kelompok lumbung pangan
dengan memperhatikan beberapa hal berikut:
b.
Penggunaan dana bansos oleh kelompok harus sesuai dengan RUK
yang disusun oleh kelompok tersebut.
c.
Pada lumbung harus tersedia iron stock sehingga tujuan
pengembangan cadangan pangan untuk menjamin akses dan
kecukupan pangan bagi anggotanya secara berkelanjutan dapat
tercapai.
d.
Kelompok diminta untuk melakukan pencatatan secara rutin dan
teratur baik administrasi keuangan maupun arus keluar masuknya
18
e.
Dana bansos yang belum dicairkan tidak boleh disimpan di rekening
pribadi pengurus kelompok tetapi harus tetap berada di rekening
kelompok dan harus segera dicairkan untuk pengisian cadangan
pangan kelompok.
f.
Kelompok harus melakukan pelaporan secara berkala tentang
perkembangan kondisi cadangan pangan di lumbung setiap bulannya
ke kabupaten dan kabupaten melaporkan per triwulan ke provinsi,
selanjutnya provinsi melaporkan ke Pusat Distribusi dan Cadangan
Pangan.
F.
Koordinasi dan Sinkronisasi
Kegiatan koordinasi dan sinkronisasi dilakukan dalam rangka
menghadiri pertemuan yang terkait pengembangan dan pelaksanaan
cadangan pangan baik di tingkat pusat maupun daerah. Tujuan dari
kegiatan Koordinasi dan Sinkronisasi adalah untuk mensinkronkan kegiatan
Pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat di pusat dan daerah
terutama tentang pengelolaan cadangan pangan masyarakat. Hasil yang
diharapkan adalah tersedianya data yang lengkap tentang cadangan
pangan masyarakat dan terjalinnya kerjasama yang baik antara aparat
provinsi dan kabupaten dengan aparat pusat.
G.
Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Cadangan
Pangan Masyarakat
1.
Perkembangan Pencairan
Alokasi anggaran untuk kegiatan Pengembangan Lumbung Pangan
Masyarakat sebesar Rp. 31,44 milyar untuk 1.724 kelompok lumbung
pangan masyarakat yang terdiri dari tahap pengembangan sebesar 29,56
milyar (1.630 kelompok) dan tahap kemandirian sebesar 1,88 milyar (94
kelompok). Realisasi dana Bansos di masing-masing provinsi sampai
19
Tabel 4. Realisasi Pencairan Dana Bansos Pengembangan Cadangan
Pangan Tahun 2015
Posisi : 31 Desember 2015
1 DKI Jakarta - - - - - -
-12 Sumatera Selatan
108
0
10898
98 90,7413 Bengkulu
12
0
1212
12 10014 Lampung
118
21
139117
21
138 99,2815 Bangka Belitung
5
4
95
4
9 10016 Kepulauan Riau
2
0
22
2 10017 Kalimantan Barat
46
2
4846
2
48 10018 Kalimantan Tengah
25
0
2525
25 10019 Kalimantan Selatan
45
0
4542
42 93,3320 Kalimantan Timur
2
0
22
2 10021 Sulawesi Utara
30
1
3131
0
31 10022 Sulawei Tengah
52
16
6847
15
62 91,1823 Sulawesi Selatan
59
0
5959
59 10024 Sulawesi Tenggara
40
0
4040
40 10025 Gorontalo
24
0
2424
0
24 100Pengembangan Kemandirian Jumlah Pengembangan Kemandirian Jumlah
Sampai dengan akhir Desember 2015, dana bansos kegiatan
Pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat sebesar Rp. 31,44 milyar
telah terealisasi keseluruhan (97,04%) kepada 1.673 kelompok lumbung
pangan, yang terdiri dari Tahap Pengembangan sebesar Rp 31,68 milyar
(1.584 kelompok) dan Tahap Kemandirian Rp. 1,78 milyar (89 kelompok).
Provinsi yang telah mencapai realisasi pencairan dan Bansos
20
Jateng, DIY, Aceh, Sumut, Riau, Bengkulu, Kep. Riau, Kep. Bangka
Belitung, Bali, NTB, NTT, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Sulut, Sulsel, Sultra,
Gorontalo, Maluku, Malut, Papua, Papua Barat dan Kalimantan Utara.
Realisasi pencairan dana Bansos Lumbung Pangan yang belum
mencapai 100 persen terdapat di 8 provinsi yaitu Provinsi Jawa Timur
(91.81 %), Banten (96,30%), Sumatera Barat (98.48 %), Jambi (76,00 %),
Sumatera Selatan (90,74%), Lampung (99,28%), Kalimantan Selatan
(93,33 %), dan Sulawesi Tengah (91,18%)
Laporan dari 8 provinsi sampai dengan akhir Desember 2015 belum
dapat merealisasikan dana bansos 100 %, sebanyak 51 kelompok dengan
rincian sebagai berikut :
a.
Jawa Timur 23 kelompok tahap pengembangan.
b.
Banten 1 kelompok tahap pengembangan.
c.
Sumatera Barat 1 kelompok tahap kemandirian.
d.
Jambi 6 kelompok tahap pengembangan.
e.
Sumatera Selatan 10 kelompok tahap pengembangan.
f.
Lampung 1 kelompok tahap pengembangan.
g.
Kalimantan Selatan 3 Kelompok tahap pengembangan.
h.
Sulawesi Tengah 1 kelompok tahap kemandirian.
21
Tabel 5 Provinsi yang tidak dapat merealisasikan bansos penuh
No.
Provinsi
Jumlah
kelompok
Keterangan
1.
Jawa Timur
23 Klp
Lumbung terkena kasus kejaksaan, ada
yang membangun lantai jemur saja
tanpa lumbung, lumbung telah beralih
fungsi dan Lumbung dinyatakan tidak
layak dan tidak memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan
2.
Banten
1 Klp
Lumbung yang dibangun telah beralih
fungsi menjadi kantor kecamatan.
3.
Sumatera Barat
1 Klp
Lumbung dinyatakan tidak layak dan
tidak memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan
4.
Jambi
6 Klp
Lumbung dinyatakan tidak layak dan
tidak memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan
5.
Sumatera Selatan
10 Klp
Lumbung dinyatakan tidak layak dan
tidak memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan
6.
Lampung
1 klp
Lumbung dinyatakan tidak layak dan
tidak memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan
7.
Kalimantan Selatan
3 klp
Ada masalah kepemilikan lahan
8.
Sulawesi Tengah
1 Klp
Lumbung yang dibangun telah beralih
fungsi
Total
51 klp
2.
Perkembangan kondisi cadangan pangan masyarakat
Hasil pemantauan dan pelaporan dari provinsi sampai dengan
Desember 2015 dari 32 provinsi pelaksana kegiatan pengembangan
lumbung pangan masyarakat, dari laporan kondisi cadangan pangan di
22
dapat diketahui bahwa stok awal dan pengadaan pada bulan September
sebesar sebesar 14.273.521 kg gabah, beras sebesar 1.612.480 kg dan
pangan pokok lainnya (jagung atau sagu) sebesar 353.292 kg.
Rincian pengadaan gabah/beras/pangan pokok lainnya, penyaluran
dan stock yang ada di masing-masing provinsi dapat dilihat pada tabel 6
berikut ini.
Tabel 6. Data Perkembangan Cadangan Pangan Masyarakat Tahun 2015
Posisi : September 2015
Gabah (Kg) Beras (Kg)
23
Dari pengadaan gabah sebanyak 14.273.521 kg GKG dan telah
disalurkan kepada anggotanya sebanyak 2.578.304 kg GKG sehingga masih
ada total stock gabah di gudang kelompok sebesar 11.724.933 kg GKG.
Sedangkan untuk beras dari pengadaan sebanyak 1.612.480 kg telah
disalurkan kepada anggota sebanyak 896.911 kg, sisa total stock beras
yang ada di gudang kelompok adalah 715.569 kg. Sementara itu untuk
bahan pangan pokok lainnya pengadaannya sebanyak 353.292 kg dan
disalurkan ke anggota sebesar 305.475 kg sehingga total sisa yang ada
lumbung kelompok saat ini adalah 47.817 kg.
Gambaran kondisi stock gabah per provinsi dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 7. Kondisi Stock Gabah di Lumbung Masyarakat Tahun 2015
Provinsi
Pengadaan (Kg) Penyaluran (Kg)
Stock(Kg)
Aceh
35.584
4.964
30.620
Sumatera Utara
490.834
101.755
389.079
Sumatera Barat
228.962
29.750
199.212
R i a u
36.088
14.783
21.305
J a m b i
50.633
25.097
25.535
Sumatera Selatan
196.000
105.683
90.317
Bengkulu
15.114
15.114
Jawa Barat
688.439
193.295
495.144
Banten
406.049
345.095
60.954
Jawa Tengah
10.251.847
1.181.736
9.070.111
D.I. Yogyakarta
309.115
147.232
161.884
B a l i
35.161
2.130
33.031
Nusa Tenggara Barat
515.397
33970
481.427
Nusa Tenggara Timur
291.424
120.470
170.954
Kalimantan Barat
80.121
37.739
42.382
Kalimantan Tengah
109.427
25.350
84.077
Kalimantan Timur
8.300
7.000
1.300
Sulawesi Selatan
278.820
115.195
163.625
Sulawesi Tenggara
221.436
66.040
155.396
Maluku Utara
3.000
3.000
Papua Barat
19.020
19.020
-Papua
2.750
2.000
750
Total
14.273.521
2.578.304
11.695.217
Pada bulan September 2015 pengadaan gabah terbesar di Provinsi
Jawa Tengah yaitu sebesar 10.251.847 Kg
GKG dan pengadaan terendah
24
Provinsi Jawa Tengah yaitu
9.070.111
Kg GKG dan stock terendah di
provinsi Papua Barat yaitu
kosong atau disalurkan semua
. Hal ini
disebabkan jumlah kelompok yang melakukan pengadaan di provinsi Jawa
Tengah lebih banyak dibandingkan provinsi lainnya dimana pencairan dana
bansosnya telah mencapai 100 persen dan telah melakukan pembelian
gabah untuk pengisian cad
angan pangan, sementara itu provinsi Papua
Barat belum melakukan pencairan dana bansos, gabah yang tersedia
merupakan stock yang tersisa dari pengadaan sebelumnya, selanjutnya
disalurkan semua kepada anggotanya.
Untuk Provinsi Bengkulu dan Maluku Utara, kondisi stock awal atau
pengadaan gabah sama dengan stock akhir, hal ini berarti gabah yang
disalurkan ke anggota, telah dikembalikan lagi oleh anggotanya pada saat
panen dengan jumlah yang sama.
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat bahwa total pengadaan beras
adalah 1.612.480 Kg dimana pengadaan beras terbesar di Provinsi
Gorontalo yaitu sebesar 289.557 Kg dan pengadaan terendah di Provinsi
Kepulauan Riau yaitu sebesar 900 Kg, sedangkan total stock beras setelah
dilakukan penyaluran kepada anggota kelompok adalah 715.569 kg, dimana
jumlah stock beras terbesar di Provinsi Jawa Tengah yaitu 145.358 Kg dan
stock terendah di provinsi Bengkulu yaitu 85 Kg.
Untuk stock beras yang ada di kelompok lumbung pada posisi bulan
25
Tabel 8. Kondisi Stock Beras di Lumbung Masyarakat Tahun 2015
Provinsi
Pengadaan (Kg) Penyaluran (Kg)
Stock(Kg)
Aceh
3.600
3.600
Sumatera Utara
2.170
1.490
680
Sumatera Barat
6.108
4.000
2.108
R i a u
8.135
90
8.045
J a m b i
34.652
24.104
10.548
Sumatera Selatan
61.600
6.404
55.196
Bangka Belitung
39.699
4.124
35.575
Bengkulu
3.790
3.705
85
Riau Kepulauan
900
550
350
Jawa Barat
1.700
400
1.300
Jawa Tengah
197.063
51.705
145.358
B a l i
97.666
74.807
22.859
Nusa Tenggara Barat
18.185
13790
4.395
Nusa Tenggara Timur
188.446
111.282
77.164
Kalimantan Barat
6.400
6.400
Kalimantan Tengah
112.138
66.430
45.708
Kalimantan Selatan
48.835
15.825
33.010
Kalimantan Timur
5.500
5.500
Sulawesi Utara
49.835
15.825
34.010
Sulawesi Tengah
165.035
90.816
74.219
Sulawesi Selatan
173.982
115.674
58.308
Sulawesi Tenggara
29.179
13.043
16.136
Gorontalo
289.557
245.462
44.095
Maluku Utara
6.100
6.100
Papua Barat
16.168
11.500
4.668
Papua
46.037
25.885
20.152
Total
1.612.480
896.911
715.569
Untuk Provinsi Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan
Maluku Utara, kondisi stock awal atau pengadaan beras sama dengan stock
akhir, hal ini berarti beras yang disalurkan ke anggota, telah dikembalikan
lagi oleh anggotanya pada saat panen dengan jumlah yang sama.
Adapun kondisi pengadaan, penyaluran dan stock beras pada posisi
26
Grafik 1 Pengadaan, Penyaluran dan Iron Stock Beras posisi Bulan
September 2015
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa 6 Provinsi telah
melakukan pengadaan beras tertinggi yaitu provinsi Gorontalo, Jawa
Tengah, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan
Kalimantan Tengah.
Adapun provinsi dengan pengadaan beras terkecil
didapati pada Provinsi Kepulauan Riau yakni sebesar 900 kg. Sedangkan
untuk penyaluran jumlah tertinggi ditempati oleh Provinsi Gorontalo
kemudian disusul oleh Provinsi Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur.
Pada provinsi Gorontalo sangat mungkin dianalisa melalui
pendekatan bahwa pengadaan dan penyaluran beras lebih mudah
dimanfaatkan oleh anggotanya daripada dalam bentuk gabah. Namun
demikian pendekatan ini tidak berlaku secara umum untuk tiap-tiap
provinsi. Oleh karena itu melakukan sebuah analisa mendalam tiap data
pada tiap provinsi menjadi sesuatu yang menarik dan memberikan
27
Sedang untuk jumlah ketersediaan cadangan pangan (iron stock)
paling banyak juga didapati di Provinsi Jawa Tengah. Kemudian tampak
juga didalam grafik penyedia iron stock terbanyak kedua ditempati oleh
Provinsi NTT. Untuk kondisi di Jawa Tengah sendiri sedikit bisa dijelaskan
secara logis bahwa di Jawa Tengah jumlah beras yang disalurkan terbilang
banyak, sedang pengadaannya sendiri masuk dalam kategori yang cukup
banyak. Dengan demikian memungkinkan iron stock dilumbung jauh lebih
banyak dibanding provinsi lainnya.
28
A.
Permasalahan
Dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan cadangan pangan
masyarakat, terdapat beberapa kendala antara lain :
a.
Dukungan instansi lintas sektor untuk pengembangan lumbung pangan
baik secara materiil dan non materiil masih perlu ditingkatkan. Juga
dukungan penganggaran baik melalui dana APBD provinsi maupun
APBD Kabupaten/Kota dimana lokasi pangan berada terutama untuk
pembinaan kelompok secara berkesinambungan.
b.
Dalam pengelolaan dana Alokasi Khusus (DAK) di tingkat
kabupaten/kota,
masih
terdapat
dibeberapa
kabupaten
yang
instansi/unit ketahanan pangan kurang dilibatkan, dimana sebagian
besar pembangunan lumbung pangan masyarakat dilaksanakan oleh
Dinas Pertanian, beberapa lokasi lumbung pangan terletak agak jauh
dari pemukiman penduduk, hal ini menyebabkan masyarakat merasa
khawatir untuk menyimpan gabah/beras dilumbung tersebut.
c.
Masih kurangnya pemahaman dari para pengurus dan anggota
kelompok dalam mengelola gabah/beras sebagai cadangan pangan
masyarakat, sehingga keberadaan stock di lumbung seringkali tersedia
hanya sekedarnya saja.
d.
Pengurus lumbung pangan merasaka tidak ada alokasi dana untuk jasa
para pengurus.
e.
Laporan berjenjang dari kelompok ke Kabupaten/kota, kabupaten/Kota
ke Provinsi belum tertib seringkali terlambat sehingga data yang ada
tidak up to date hal ini mengakibatkan sulit dipergunakan sebagai
29
B.
UPAYA PEMECAHAN MASALAH
Dari berbagai permasalahan yang ditemui di lapangan, pihak
Kabupaten dan Provinsi telah melakukan berbagai upaya dalam mencari
solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dalam mengelola
cadangan pangan masyarakat antara lain :
1.
Petunjuk teknis DAK Bidang Pertanian yang dipublikasikan melalui
webside
www.kementan.go.id
sering kali terlambat direspon oleh
kab/kota, hal ini perlu sosialisasi agar kabupaten/kota dapat lebih cepat
mengaksesnya sehingga Juknis tersebut dapat diterima lebih awal
sebagai bahan penyusunan perencanaan di Kabupaten/Kota.
2.
Perlu dilakukan sosialisasi dan koordinasi yang lebih intensif kepada
kabupaten/kota
penerima
DAK
bidang
pertanian
sehingga
pemanfaatannya dapat dilakukan sesuai Juknis dan dapat melibatkan
instansi/unit ketahanan pangan.
3.
Perlu dukungan dana baik dari APBD provinsi maupun kabupaten untuk
kegiatan peningkatan sumber daya manusia, baik SDM kelompok tani
dalam mengelola cadangan pangan ataupun dalam meningkatkan
kualitas hasil panen untuk menunjang kualitas cadangan pangan
masyarakat
4.
Untuk uang jasa para pengurus dan operasional pengelolaan lumbung
pangan, maka kelompok bisa menuangkan kebijakan dengan
mengalokasikan pembagian atau penggunaan besaran uang jasa para
pengurus dalam kesepakatan kelompok yang dituangkan dalam AD/ART
dari iuran kelompok.
5.
Masalah keamanan beras sebagai cadangan pangan masyarakat yang
lokasinya berada agak jauh dari pemukiman penduduk, merupakan
tantangan tersendiri bagi anggota kelompok terutama para pengurus
dalam mengembangkan cadangan pangan. Untuk masalah keamanan
beras baik dari hewan pengerat atau manusia, maka diintensifkan
30
6.
Diperlukan pengawalan dan pendampingan bagi kelompok lumbung
pangan oleh Petugas/penyuluh sehingga pelaksanaan kegiatan lumbung
pangan dapat lebih efektif dan efisien.
7.
Perlu dilakukan pembinaan, pendampingan, monitoring dan evaluasi
secara periodik dan kontinue terhadap pelaksanaan kegiatan
31
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan Pengembangan Cadangan Pangan
Masyarakat dari Januari
–
Desember 2015 maka dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
1.
Realisasi pencairan bansos lumbung pangan masyarakat telah mencapai
97,04 persen pada tanggal 23 Desember 2015, yaitu sebesar Rp 33,46
milyar kepada 1.673 kelompok lumbung pangan, yang terdiri dari Tahap
Pengembangan sebesar Rp 31,62 milyar atau 96,99 % (1.584 kelompok)
dan Tahap Kemandirian Rp 1,88 milyar atau 97,87 % (92 kelompok).
2.
Hasil pemantauan dan pelaporan dari provinsi dana Bansos kegiatan
pengembangan
cadangan
pangan
masyarakat
telah
dilakukan
pengadaan gabah/beras/pangan pokok lainnya yaitu gabah sebesar
14.273.521 kg gabah, beras sebesar 1.612.480 kg dan pangan pokok
lainnya (jagung atau sagu) sebesar 353.292 kg.
3.
Setelah dilakukan penyaluran bahan pangan kepada beberapa anggota
yang membutuhkan masih tersisa total stock dilumbung kelompok gabah
di lumbung 11.724.933, beras sebesar 715.569 kg dan pangan pokok
lainnya sebesar 47.817 kg.
4.
Hasil pemantauan dilapangan ditemui beberapa permasalahan; (1)
Administrasi pembukuan yang masih kurang tertib dan rapi, (2)
Sumberdaya manusia kelompok yang masih rendah sehingg belum
cukup memiliki kapasitas dalam pengelolaan lumbung, dan (3) Beberapa
provinsi pencairan dan Bansos masih mengalami keterlambatan sehingga
pemanfaatannya juga terlambat.
5.
Hasil Kajian Direktori Klasifikasi Tingkat Kemandirian Lumbung Pangan
32
yang tergolong “berhasil” masih sangat terbatas, yakni hanya 3,8
persen. Kedua, Kegiatan LPM merupakan usaha yang bersifat sosial atau
semi bisnis. Kemanfaatan sosial sangat bergantung kepada kondisi
anggota dan masyarakat setempat.
Ketiga, LPM dengan tahun lebih
muda memilki kinerja lebih baik. Hal ini diindikasikan karena kegiatan
LPM cenderung baik di tahun-tahun awal pembinaan, namun lalu
menurun setelah pembinaan dikurangi. Dan
Keempat, Peran LPM
tampaknya lebih kuat pada daerah yang bukan sentra produsen padi,
dimana kondisi ketahanan pangan rumah tangga tergolong rendah.
B.
Saran
Adapun saran untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan kegiatan
Pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat adalah sebagai berikut:
1.
Realisasi
Bansos
perlu
dipercepat
sehingga
kelompok
dapat
memanfaatkan
dana
Bansos
tersebut
untuk
pembelian
gabah/beras/pangan pokok lainnya pada saat panen sehingga volume
pembelian sesuai dengan RUK.
2.
Provinsi dapat melaporkan kondisi cadangan pangan di lumbung
kelompok secara periodik yaitu 3 bulan sekali.
3.
Perlu adanya pembinaan, monitoring dan evaluasi yang kontinue dan
terjadwal guna kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan kegiatan
33
1 DKI Jakarta
2 Banten 4 26 26 26
Pandeglang 14 14 14
Cimanggu Kramat Jaya Bungakramat Cisata Kondang Jaya Kancra Jaya 2 Carita Sindanglaut Sindang Makmur Jiput Kramat Jaya Bunga Mekar Angsana Kadu Badak Badak Jaya Cikeusik Parungkokosan Lumbung Pangan
Munjul Lebak Harapan
Cibitung Kutakarang Kutakarang Mandi Sumur Tunggal Jaya Mekar Jaya Tani Labuan Banyu Mekar Mekar Sari
Bojong Gerudug Wira Muda
Cigeulis Taruma Negara Lestari Cipeucang Kadu Gadung Taruna Sakti Mekarjaya Pareang Tani Mukti
Serang 7 7 7
Tanara Bendung Setulus Hati Kragilan Sukajadi Sumber Rejeki Bojonegara Mangkunagara Srikandi Kibin Ketos Pasir Makmur II Gunung sari Ciherang Sinar Jaya Cikande Julang Tani Makmur Jaya Lebak wangi Bolang Karya Mandiri
Kota Serang 4 4 4
3 Jawa Barat 11 100 112 113
Garut 22 30 31 Garut Kota Muara sanding Muara Sejahtera Malangbong Cilampuyang Mandalawangi 3
No Provinsi Kabupaten Kecamatan Desa Kelompok
Mekarsari Sabilulungan Kersamanah Nanjungjaya Harapan Jaya I Pendeuy Saribakti Barokah Tani Garawangi Kadatuan Banyu Asih III Hantara Bunigeulis Cikarees
Cilimus Kaliaren Karya Bakti Cibodas Hantara Singkup Andayasari
Bojongsoang Bojong Gapoktan Harapan Jaya Kutawaringin Sukamulya Dukuh
Ciparay Sumbersari Sumber Mukti Bumiwangi Organik sarinah Cicalengka Marga asih Sugih Mukti Majalaya Neglasari Ciawi Gede Rancaekek Cangkuang Cimelati
Ciamis 15 15 15
Jampangkulon Cijulang Rido Manah XII B Ujung Jaya Kebon Cau Langgeng Jaya Tanjungmedar Sukamukti Citra Mandiri
Panyingkiran Cijurey Maya Sri Rahayu Jatiserang Gentra Padesaan M\aja Nunuk Baru Silih Asih
Jatitujuh Pilangsari Ranca Beureum
4 Jawa Tengah 30 181 252 252
Cilacap 4 4 4 Cilongkok Gunung Lurah Sido Makmur Lumbir Cingebul Sri Rejeki
Kedungbanteng Dawuhan Kulon Sejahtera
Purwareja Kaliwinasuh LPM Sido Makmur
Kebumen 12 18 18
Pejagoan Peniron Rukun Tani Ayah Kedung weru Berkah Mulia Jaya Rowokele Redisari Tani Sejahtera Karang Gayam Selogiri Ngudi Raharjo Karanganyar Grenggeng Tani Mulyo Petanahan Kuwangunan Ldj
Podourip Marsudi Tani Bulus Pesantren Ambal Kumolo Sri Rejeki
Pedan Temuwangi Boga Sentosa
Sidoharjo Tremes Sumber Rejeki Makmur Kismantoro Gambiranom Sido Makmur
Batu Warno Kudi Kudi Makmur Jatisrono gunungsari Gunungsari Makmur Puh Pelem Tengger Tani Manungal Paranggupito Sambiharjo Makmur Pracimantoro Gebangharjo Ngudi Lestari
Karanganyar 9 10 10
Jatiyoso Karangsari Sari Mulyo Jati Puro Jati Purwo Purwo Mudo Tani
Jati Kuwung Ngudi Makmur
Karanganyar Tegal Gede Makarti Tani Manunggal Jenawi Sidomukti Mersudi Mulyo Ngaringan Sarirejo Sumber Rejeki
Tanjungharjo Gemah Ripah Toroh Kenteng Makmur Jaya
Genengsari Makmur Tambirejo Sedyo Utomo. Gabus Tunggulrejo Bina Tani Tanggungharjo Ngambakrejo Sido Mulyo
Rembang Kaseman Tani Makmur Sluke Manggarsari Bulu Pasedan Makmur Sentosa
Jepara 8 10 10
Pecangan Karang Randu Tani Barokah Pulodarat Tani Lancar Pakis haji Suwawal Timur Pandan Arum Kedung Karang Aji Sri Guyub Lestari
Tahunan Semat Sukamaju
Semarang 4 4 4
Susukan Timpik Putri Kencana
Bawen Asinan Rejo Mulyo
Pabelan Kadirejo Mitra Tani Banyubiru Rowoboni Padi Serasi
Kendal 4 4 4
Kota Kendal Langen Harjo Manunggal Jaya Kangkung Tanjung Mojo Wana Karya Tanjung Ngampel Rejosari Rizki Tani
Limbangan Margosari Kali Lerak
Batang 8 8 8
Wonotunggal Penangkan Dewi Sri Batang Rowo Belang Gemag Ripah Bandar Wonodadi Mino Utomo Kandeman Ujung Negoro Angudi Makmur