TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori.
2.1.1 Kinerja Perbankan
Tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kondisi bank yang
dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank, bank wajib memelihara dan
meningkatkan tingkat kesehatan bank dengan menerapkan prinsip kehati-hatian
dan manajemen risiko dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sesuai Peraturan
Bank Indonesia No. 13/1/PBI/2011 tanggal 5 Januari 2011 tentang Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum bahwa “Bank wajib melakukan penilaian Tingkat
Kesehatan Bank secara individual dengan menggunakan pendekatan risiko
(Risk-based Bank Rating) dengan cakupan penilaian terhadap faktor- faktor sebagai
berikut: a) profil risiko (Risk Profile), b) good Corporate Governance (GCG), c)
rentabilitas (Earnings), d) Permodalan (Capital)”. Dari Peraturan Bank Indonesia
tersebut terlihat bahwa rentabilitas adalah salah satu unsur yang terutama dinilai
dalam menentukan tingkat kesehatan bank dan salah satu indikator yang umum
digunakan dalam pengukuran daya laba perusahaan adalah rasio Return On Assets
(ROA). Return On Assets merupakan kemampuan dari modal yang
diinvestasikan ke dalam seluruh aktiva perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan. Return On Assets menggunakan laba sebagai salah satu cara untuk
menilai efektivitas dalam penggunaan aktiva perusahaan dalam menghasilkan
laba. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula Return On
aktiva untuk menghasilkan keuntungan. Rasio Return On Assets dapat dirumuskan
sebagai berikut :
aba Sebelum Pajak ata rata Total Aset x 100
Dalam penelitian ini Return On Assets digunakan sebagai indikator
kinerja bank, Return On Assets menunjukkan efektivitas perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan dengan mengoptimalkan aset yang dimiliki. Semakin
tinggi Return On Assets menunjukkan semakin efektif perusahaan tersebut, karena
besarnya Return On Assets dipengaruhi oleh besarnya laba yang dihasilkan
perusahaan. Nilai Return On Assets yang semakin mendekati 1, berarti semakin
baik profitabilitas perusahaan karena setiap aset yang ada dapat menghasilkan
laba. Dengan kata lain semakin tinggi nilai Return On Assets maka semakin baik
kinerja keuangan perusahaan tersebut. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan
dengan Return On Assets menunjukkan kemampuan atas modal yang
diinvestasikan dalam keseluruhan aset yang dimiliki untuk menghasilkan laba.
Return On Assets adalah rasio keuntungan bersih sebelum pajak untuk menilai
seberapa besar tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki oleh perusahaan.
Return On Assets yang negatif disebabkan laba perusahaan dalam kondisi negatif
pula atau rugi, hal ini menunjukkan kemampuan dari modal yang diinvestasikan
secara keseluruhan belum mampu untuk menghasilkan laba. Return On Assets
menggambarkan sejauh mana tingkat pengembalian dari seluruh aset yang
dimiliki perusahaan. Return On Assets digunakan oleh manjemen perusahaan
untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Pengukuran
Return On Assets merupakan pengukuran yang komprehensif dimana seluruhnya
mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini.
2.1.2 Laporan Keuangan Perbankan
Undang-undang perbankan Nomor 10 tahun 1998 mendefinisikan :
“Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya dan mendefinisikan bank adalah sebagai badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit”. Perbankan Indonesia dalam melakukan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian. Bank mempunyai fungsi utama sebagai penghimpun dana dan penyalur
dana dengan tujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional
ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Menurut jenisnya , bank terdiri
dari bank umum dan bank rakyat. Bank umum dapat mengkhususkan diri untuk
melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar
kepada kegiatan tertentu. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.
14/14/PBI/2012 bahwa: “dalam rangka transparansi kondisi keuangan, Bank
wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan, yang terdiri atas: 1) laporan
tahunan, 2) laporan keuangan publikasi triwulanan, 3) laporan keuangan publikasi
bulanan, 4) laporan keuangan konsolidasi”. Maka dengan perkembangan terkini
standar akuntansi keuangan, perbankan dituntut untuk menyajikan laporan
sesuai dengan standar akuntansi internasional dan dalam melaksanakan kegiatan
usahanya bank perlu mengelola resiko kredit antara lain dengan menjaga kualitas
aset dan tetap melakukan penghitungan penyisihan penghapusan aset, diperlukan
harmonisasi ketentuan mengenai penilaian kualitas aset sehubungan dengan
adanya perubahan kondisi keuangan global dan beberapa ketentuan terkait. Aset
adalah aset produktif dan non produktif. Aset produktif adalah penyediaan dana
bank untuk memperoleh penghasilan, dalam bentuk kredit surat berharga,
penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang
dibeli dengan janji dijual kembali, tagihan derivatif, penyertaan, transaksi
rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu. Aset non produktif adalah aset bank selain aset
produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang
diambil alih, properti terbengkalai, rekening antar kantor dan suspense account.
(Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012).
2.1.3 Capital Adequacy Ratio (CAR)
Modal bank sesuai Peraturan Bank Indonesia No. 15/12/PBI/2013 adalah
“Modal bagi bank yang berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti dan pelengkap”. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia tersebut bahwa bank harus
memiliki modal yang terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. Ada tiga hal
alasan bank harus memutuskan jumlah modal yang mereka butuhkan. Pertama,
modal bank mencegah kegagalan bank (Bank Failure), yaitu situasi dimana bank
tidak dapat memenuhi likuiditas dan solvabilitas. Kedua, modal bank
requirement) sangat diperlukan untuk memenuhi ketentuan otoritas moneter.
Capital Adequacy Ratio adalah rasio antara modal bank dengan aktiva tertimbang
menurut resiko (ATMR). Rasio Capital Adequacy Ratio dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Modal Bank
Aktiva Tertimbang Menurut isiko x 100
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 15/12/PBI/2013 mengenai
penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah 8% dari Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Bank dengan profil risiko peringkat
satu. Dari peraturan Bank Indonesia tersebut bahwa jika Capital Adequacy Ratio
suatu bank dibawah 8% maka bank tersebut termasuk bank dengan profil resiko
peringkat satu dan tidak mempunyai peluang untuk memberikan kredit. Padahal
kegiatan utama bank adalah menghimpun dana dan menyalurkannya kembali
dalam bentuk kredit. Dengan Capital Adequacy Ratio yang cukup atau memenuhi
kententuan, bank tersebut dapat beroperasi sehingga menghasilkan laba.
Dengan kata lain semakin tinggi Capital Adequacy Ratio semakin baik kinerja
suatu bank. Penyaluran kredit yang optimal, dengan asumsi tidak terjadi macet
akan menaikkan laba yang akhirnya akan meningkatkan Return On Assets.
Besarnya modal suatu bank, akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap kinerja bank. Dalam prakteknya perhitungan Capital Adequacy Ratio
yang oleh Bank Indonesia disebut Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
(KPMM) tidaklah sederhana. KPMM adalah perbandingan antara Modal dengan
2.1.3.1 Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
Dari peraturan Bank Indonesia, dinyatakan bahwa aset tertimbang
menurut risiko (ATMR) yang digunakan dalam perhitungan modal minimum
terdiri dari :
1. ATMR untuk risiko kredit.
2. ATMR untuk risiko operasional.
3. ATMR untuk risiko pasar.
Setiap bank wajib memperhitungkan ATMR untuk risiko kredit dan
ATMR untuk risiko opersional. ATMR untuk risiko pasar hanya wajib
diperhitungkan oleh Bank yang memenuhi kriteria tertentu. ATMR dihitung dari
aset yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif
(tidak tercantum dalam neraca). Terhadap masing-masing pos dalam aset
diberikan bobot resiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang
terkandung pada aset itu atau golongan nasabah atau sifat bangunan.
2.1.4 Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
Dalam industri perbankan, pendekatan yang umum digunakan untuk
mengukur efisiensi operasional adalah pendekatan akuntansi (accounting
approach) dengan menggunakan rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO). Beban operasional adalah beban yang dikeluarkan oleh
bank dalam rangka menjalankan aktivitas operasional (seperti beban bunga, beban
tenaga kerja, beban pemasaran). Pendapatan operasional merupakan pendapatan
utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam
Berdasarkan lampiran dari Surat Edaran Bank Indonesia No.
13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 diketahui bahwa “ asio Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional merupakan perbandingan antara
total beban operasional terhadap pendapatan operasional. Input yang digunakan
dalam rasio ini adalah beban operasional, sedangkan output yang digunakan
dalam rasio ini adalah pendapatan operasional”. Berdasarkan lampiran surat
edaran Bank Indonesia tersebut maka Rasio Beban Operasional terhadap
Pendapatan Operasional dapat dirumuskan sebagai berikut :
Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional
Pendapatan OperasionalBeban Operasional x 100
Semakin rendah nilai rasio ini, semakin baik bank tersebut dalam
memaksimalkan laba atas beban yang terjadi.
2.1.5 Net Interest Margin (NIM)
Net Interest Margin merupakan perbandingan antara pendapatan bunga
bersih terhadap rata-rata aktiva produktif. Rasio Net Interest Margin dapat
dirumuskan sebagai berikut :
ata rata Aktiva ProduktifPendapatan Bunga Bersih x 100
Menurut Peraturan Bank Indonesia nomor 7/2/PBI/2005 bahwa “Bank wajib menetapkan kualitas yang sama terhadap beberapa rekening: 1) Aktiva
Produktif yang digunakan untuk membiayai 1 (satu) debitur, 2) Penetapan kualitas
yang sama berlaku pula untuk Aktiva Produktif yang diberikan oleh lebih dari 1
berbeda untuk 1 (satu) debitur”. Pendapatan bunga bersih diperoleh dari
pendapatan bunga dikurangi beban bunga. Aktiva produktif yang diperhitungkan
adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga (interest bearing assets).
Semakin besar rasio ini maka pendapatan bunga yang diperoleh dari aktiva
produktif yang dikelola bank semakin besar sehingga kemungkinan bank tersebut
dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
2.1.6 Non Performing Loan (NPL)
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 17/11/PBI/2015 bahwa “Rasio
Non Performing Loan yang disebut Rasio Non Performing Loan adalah “rasio
antara jumlah Total Kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet
terhadap Total Kredit”. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia tersebut maka
Rasio Non Performing Loan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Total Kredit Bermasalah
Total Kredit Disalurkan x 100
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/3/DPNP tanggal 31 Januari
2015 bahwa kualitas kredit ditetapkan sebagai berikut :
1. Lancar yang berarti pembayaran nasabah tepat waktu
2. Dalam perhatian khusus yang berarti terdapat tunggakan pembayaran
pokok dan atau bunga nasabah sampai dengan 90 hari.
3. Kurang Lancar yang berarti terdapat tunggakan pembayaran pokok
dan atau bunga nasabah yang telah melampaui 90 sampai dengan 120
4. Diragukan yang berarti terdapat tunggakan pembayaran pokok dan
atau bunga nasabah yang telah melampaui 120 sampai dengan 180
hari.
5. Macet yang berarti terdapat tunggakan pokok dan atau bunga nasabah
yang telah melampaui 180 hari.
Non Performing Loan merupakan rasio yang dipergunakan untuk
mengukur kemampuan bank dalam menyanggah resiko kegagalan pengembalian
kredit oleh debitur. Non Performing Loan mencerminkan resiko kredit, semakin
kecil Non Performing Loan semakin kecil pula resiko kredit yang ditanggung
pihak bank. Setelah kredit diberikan bank wajib melakukan pemantauan
terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam
memenuhi kewajibannya. Bank melakukan peninjauan, penilaian dan pengikatan
terhadap agunan untuk memperkecil resiko kredit. Kenaikan Non Performing
Loan mengakibatkan laba menurun sehingga Return On Assets menjadi semakin
kecil. Dengan kata lain semakin tinggi Non Performing Loan maka kinerja bank
menurun dan sebaliknya.
2.1.7 Loan to Funding Ratio (LFR)
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 17/11/PBI/2015 bahwa:“
penyebutan Loan to Deposit Ratio (LDR) berubah menjadi Loan to Funding Ratio
(LFR). Loan to Funding Ratio dihitung dari perbandingan antara total kredit
dengan dana pihak ketiga. Total kredit yang dimaksud adalah kredit yang
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia tersebut maka Rasio Loan to Funding
Ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :
Total Kredit
Dana Pihak Ketiga x 100
Rasio ini menggambarkan sejauh mana simpanan digunakan untuk
pemberian pinjaman. Rasio ini juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat
likuiditas. Loan to Funding Ratio adalah rasio kredit yang diberikan kepada pihak
ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain,
terhadap dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, dan deposito
dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk dana antar bank dan surat-surat
berharga dalam Rupiah dan valuta asing yang memenuhi persyaratan tertentu
yang diterbitkan oleh Bank untuk memperoleh sumber pendanaan. Begitu
pentingnya arti angka Loan to Funding Ratio, maka pemberlakuannya pada setiap
bank harus diseragamkan jangan sampai ada pengecualian perhitungan Loan to
Funding Ratio di antara perbankan. Loan to Funding Ratio adalah suatu
pengukuran yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain
yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests)
nasabahnya. Penyaluran kredit merupakan salah satu kegiatan utama bank, oleh
karena itu sumber pendapatan utama bank berasal dari kegiatan ini.
2.1.8 Giro Wajib Minimum (GWM)
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 15/15/PBI/2013 bahwa “Giro
Wajib Minimum adalah jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh
tertentu dari Dana Pihak Ketiga”. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia tersebut
maka Rasio Giro Wajib Minimum dapat dirumuskan sebagai berikut :
Giro ajib Minimum Dana Pihak KetigaGiro Pada BI x 100
Bank wajib memenuhi Giro Wajib Minimum dalam Rupiah. Giro Wajib
Minimum dalam Rupiah Giro Wajib Minimum primer, Giro Wajib Minimum
sekunder, dan Giro Wajib Minimum Loan to Deposit ratio. Pemenuhan Giro
Wajib Minimum dalam rupiah ditetapkan sebagai berikut:
1. Giro Wajib Minimum primer dalam rupiah sebesar 8% (delapan
persen) dari Dana Pihak Ketiga dalam rupiah.
2. Giro Wajib Minimum sekunder dalam rupiah sebesar 4% (empat
persen) dari Dana Pihak Ketiga dalam rupiah.
3. Giro Wajib Minimum Loan to Deposit Ratio dalam rupiah sebesar
hasil perhitungan antara parameter disinsentif bawah atau parameter
disinsentif atas dengan selisih antara Loan to Deposit Ratio bank
dan Loan to Funding Ratio target dengan memperhatikan selisih
antara KPMM bank dan KPMM insentif.
Bank Indonesia dapat memberikan kelonggaran atas kewajiban
pemenuhan Giro Wajib Minimum Primer dalam Rupiah kepada bank yang
melakukan merger atau konsolidasi. Kelonggaran atas kewajiban pemenuhan
Giro Wajib Minimum Primer dalam Rupiah ditetapkan sebesar 1% (satu
persen) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak merger atau
konsolidasi berlaku efektif. Kelonggaran atas kewajiban pemenuhan Giro
Wajib Minimum dalam Rupiah tidak berlaku terhadap kewajiban pemenuhan
Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia merupakan salah satu alat likuid bank
yang tergolong aset yang tidak menghasilkan tetapi harus dijaga dan dipelihara
oleh manajemen bank untuk memantau kecukupannya. Giro Wajib Minimum atau
likuiditas wajib minimum merupakan cadangan primer yang digunakan untuk
menghadapi kemungkinan terjadinya penarikan dana oleh nasabah perbankan
yang muncul secara tiba-tiba sehingga kepercayaan nasabah akan terus meningkat
dan kegiatan operasional bank akan berjalan dengan baik.
2.1.9 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Kegiatan utama Bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk-bentuk lainnya. Menurut Peraturan Bank Indonesia
No.17/11/PBI/2015 bahwa “Dana Pihak Ketiga adalah kewajiban Bank kepada
penduduk dan bukan penduduk dalam upiah dan valuta asing”.
Pada umumnya Bank menghimpun Dana Pihak Ketiga melalui produk
simpanan yang meliputi:
1. Tabungan (Saving deposits) merupakan simpanan pihak ketiga yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu
yang ditetapkan oleh pihak bank. Penarikannya dapat dilakukan
dengan ATM atau buku tabungan.
2. Giro (Demand deposits) merupakan simpanan yang penarikannya
dapat dilakukan setiap waktu dengan menggunakan surat perintah
3. Deposito (Time deposits) merupakan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara
pihak ketiga dan bank yang bersangkutan.
Pertumbuhan dana pihak ketiga diukur dari perbandingan selisih total
Dana Pihak Ketiga pada satu bulan tertentu dengan total Dana Pihak Ketiga bulan
sebelumnya yang dimiliki bank. Rasio Dana Pihak Ketiga dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga (t 1)(t) – Dana Pihak Ketiga(t 1) x 100
Selain Dana Pihak Ketiga, dana yang dihimpun oleh bank dapat
bersumber dari modal sendiri dan pinjaman. Dana dari modal sendiri
merupakan sumber dana pihak pertama yaitu dana yang berasal dari dalam bank,
baik dana yang berasal dari para pemegang saham atau pemilik saham bank. Dana
dari pinjaman merupakan dana yang berasal dari lembaga keuangan lainnya
yang dapat berupa call money, pinjaman antar bank dan kredit likuiditas dari
Bank Indonesia. Namun, Dana Pihak Ketiga merupakan sumber dana terbesar
yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80% hingga 90% dari seluruh
dana yang dikelola oleh bank). Menurut Kasmir (2004), “dana pihak ketiga memiliki kontribusi terbesar dari beberapa sumber dana tersebut sehingga
jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh suatu bank akan
mempengaruhi kemampuannya dalam menyalurkan kredit”. Kredit diberikan
kepada para debitur yang telah memenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam
perjanjian yang dilakukan antara pihak debitur dengan pihak bank. Semakin tinggi
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Dengan Dana Pihak
Ketiga yang tinggi maka akan meningkatkan kemampuan bank dalam
menyalurkan kredit kepada masyarakat yang akan meningkatkan kesempatan
bank untuk mendapatkan laba melalui pendapatan bunga dari kredit yang
disalurkannya.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penelitian ini menggunakan Dana
Pihak Ketiga (DPK) untuk menjadi variabel moderating dengan alasan
bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) dapat mempengaruhi variabel independen
terhadap variabel dependen. Karena variabel moderating adalah variabel yang
dapat memperkuat atau memperlemah hubungan variabel independen terhadap
variabel dependen.
2.2 Review Peneliti Terdahulu.
Penelitian mengenai rasio keuangan dan pengaruhnya terhadap kinerja
keuangan perbankan di Indonesia telah banyak dilakukan oleh para peneliti
sebelumnya, namun menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Beberapa penelitian
tersebut adalah:
Prasnanugraha (2007) menguji pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap
kinerja keuangan Bank Umum pada tahun 2005 yang diproksikan dengan Return
On Assets menggunakan Metode Analisis Regresi Linier Berganda dengan sampel
sebanyak 131 bank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Capital Adequacy Ratio
(CAR), Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO), Net
Interest Margin (NIM), Non Performing Loan (NPL) dan Loan to Deposit Ratio
On Assets (ROA). Non Performing Loan (NPL), Net Interest Margin (NIM) dan
Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh
secara parsial terhadap Return On Assets (ROA). Capital Adequacy Ratio
(CAR) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) tidak berpengaruh secara parsial.
Hasil penelitian Eng (2013) menunjukkan bahwa Net Interest Margin, Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Loan to Deposit Ratio, Non
Performing Loan dan Capital Adequacy Ratio secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap Return On Assets. Net Interest Margin secara parsial
berpengaruh signifikan dan secara positif mendorong peningkatan Return On
Assets. Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh negatif
terhadap laba bank tidak didukung oleh hasil penelitian. Loan to Deposit Ratio
berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets, namun pengaruhnya adalah
negatif. Dugaan bahwa Non Performing Loan bisa membebani laba perbankan
didukung oleh fakta pada studi ini. Hasil penelitian menunjukkan Non Performing
Loan mempunyai pengaruh yang signifikan dan apabila tidak dikelola dengan
hati-hati bisa mengurangi Return On Assets. Capital Adequacy Ratio (CAR) pada
penelitian ini secara statistik ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap
Return on Assets.
Rahman (2013) menyatakan Capital Adequacy Ratio, Net Interest
Margin, Non Performing Loan, Loan to Deposit Ratio secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets. CAR, Net Interest Margin,
Non Performing Loan, Loan to Deposit Ratio secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap Return On Assets. Mahardian (2008) menguji pengaruh
Non Performing Loan, Net Interest Margin dan Loan to Deposit Ratio terhadap
kinerja keuangan bank yang diproksikan dengan Return On Assets menggunakan
Metode Analisis Regresi Linier Berganda dengan sampel sebanyak 24 bank yang
tercatat di Bursa Efek Jakarta pada periode Juni 2002-Juni 2007. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel Capital Adequacy Ratio, Net Interest Margin, Dan
Loan to Deposit Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return On
Assets. Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap Return On Assets. Non Performing Loan memiliki
pengaruh negatif terhadap Return On Assets tidak signifikan. Yudiartini (2016)
menunjukkan bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performance Loan
(NPL) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) secara parsial berpengaruh negatif
terhadap Return On Assets. Sudiyatno (2010) menguji pengaruh Dana Pihak
Ketiga, Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional, dan Capital
Adequacy Ratio dan Loan to Deposit Ratio terhadap Return On Assets sebagai
proksi dari kinerja keuangan Bank menggunakan Metode Analisis Regresi Linier
Berganda dengan Persamaan Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square) dengan
sampel sebanyak 5 Bank yang Go Public di Bursa Efek Indonesia pada periode
2005-2008. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Beban Operasional terhadap
Pendapatan Operasional, Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets. Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Capital Adequacy Ratio secara
parsial berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets. Loan to Deposit Ratio
secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap Return On Assets. Penelitian
Ratio, dan Dana Pihak Ketiga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return
On Assets. Sedangkan Net Interest Margin, Non Performing Loan, dan Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh secara signifikan
terhadap Return On Assets. Dari keenam variabel bebas atau independen diatas
yang hipotesisnya ditolak yaitu Loan to Deposit Ratio. Penelitian Rahman (2013)
menyatakan Capital Adequacy Ratio, Net Interest Margin, Non Performing Loan,
Loan to Deposit Ratio secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
Return On Assets. Capital Adequacy Ratio, Net Interest Margin, Non Performing
Loan, Loan to Deposit Ratio secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
Return On Assets.
Berdasarkan penelitian Mulatsih (2014) Capital Adequacy Ratio, Net
Interest Margin, Loan to Deposit Ratio, Return On Equity memiliki pengaruh
yang positif terhadap Return On Assets. Sedangkan Beban Operasional terhadap
Pendapatan Operasional dan Non Performing memiliki pengaruh yang negatif
terhadap Return On Assets. Yudiartini (2016) menyatakan Capital Adequacy
Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL) dan Loan to Deposit Ratio (LDR)
secara parsial berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan. Hasil penelitian
Sugiartono (2012) menyatakan Non Performing Loan, Beban Operasional
terhadap Pendapatan Operasional, Net Interest Margin berpengaruh terhadap
Return On Assets. Sedangkan Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio,
Giro Wajib Minimum tidak berpengaruh terhadap Return On Assets. Penelitian
Hapsari dan Prasetiono (2011) menyatakan Loan to Deposit Ratio, Giro Wajib
Minimum, Rasio konsentrasi berpengaruh yang positif terhadap Return On
pengaruh yang negatif terhadap Return On Assets. Capital Adequacy Ratio dan
Non Performing Loan tidak berpengaruh terhadap Return On Assets. Hasil
penelitian Sugiartono (2012) menyatakan Non Performing Loan, Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Net Interest Margin berpengaruh
terhadap Return On Assets. Sedangkan Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit
Ratio, Giro Wajib Minimum tidak berpengaruh terhadap Return On Assets.
Hasil-hasil penelitian terdahulu secara singkat dapat dilihat pada Tabel
berikut ini :
Tabel 2.1 Review Peneliti Terdahulu
No Nama
Peneliti/ Tahun
Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
1 Prasnanu
Capital Adequacy Ratio, Beban Operasional terhadap
Pendapatan Operasional, Net Interest Margin, Non Performing Loan, Loan to Deposit Ratio secara simultan berpengaruh terhadap Return On Assets.
Non Performing Loan, Net Interest Margin, Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh secara parsial terhadap Return On Assets. Capital Adequacy Ratio dan Loan to Deposit Ratio tidak berpengaruh secara parsial. 2 Eng
Net Interest Margin, Beban Operasional terhadap
Pendapatan Operasional, Loan to Deposit Ratio, Non
Performing Loan dan Capital Adequacy Ratio secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets.
Net Interest Margin , Loan to Deposit Ratio, Non Performing Loan secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets.
Capital Adequacy Ratio, Beban Operasional terhadap
3 Rahman Go Public Di Bursa Efek Indonesia
Capital Adequacy Ratio, Net Interest Margin, Non Performing Loan, Loan to Deposit Ratio secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets.
, Non Performing Loan, Loan to Deposit Ratio secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
1. Capital Adequacy Ratio, Loan
to Deposit Ratio, dan Dana Pihak Ketiga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Return On Assets. Net Interest Margin, Non Performing Loan, dan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh secara signifikan terhadap Return On Assets.
5 Sudiyat Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets.
Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Capital Adequacy Ratio Secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets. Loan to Deposit Ratio secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets. Ratio, Net Interest Margin, dan Loan to Deposit Ratio
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Return On Assets.
Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Return On Assets.
7 Yudiarti
Capital Adequacy Ratio, Non Performing Loan dan Loan To Deposit Ratio secara parsial berpengaruh negatif terhadap
Capital Adequacy Ratio, Net Interest Margin, Loan to Deposit Ratio, Return On Equity berpengaruh yang positif terhadap Return On Assets. Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional dan Non Performing Loan memiliki pengaruh yang negatif terhadap Return On Assets.
Loan to Deposit Ratio, Giro Wajib Minimum, Rasio konsentrasi berpengaruh yang positif terhadap Return On Assets. Beban Operasional terhadap Pendapatan
Operasional memiliki pengaruh yang negatif terhadap Return On Assets.
10 Sugiarto
Non Performing Loan, Beban Operasional terhadap
Pendapatan Operasional, Net Interest Margin berpengaruh terhadap Return On Assets. Sedangkan Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio, Giro Wajib Minimum tidak berpengaruh terhadap Return
Bank Capital Adequacy Ratios, Operating Expenses, Macro- Economic Variables Such Interest Rate, Exchange Rate, Inflation secara keseluruhan berpengaruh signifikan terhadap Return On Assets Dan ROC
12 Aymen
Ownership Structure tidak berpengaruh terhadap Return On Assets.
Secara parsial Ownership Concentration tidak
berpengaruh terhadap Return On Assets, Public Ownership tidak berpengaruh terhadap Return On Assets, Private Ownership berpengaruh terhadap Return On Assets, Foreign Ownership