BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Inflamasi pulpa atau pulpitis adalah keadaan yang sering dijumpai dalam praktik dokter gigi. Terdapat dua keadaan pulpitis yakni pulpitis reversibel dan pulpitis ireversibel (Iqbal et al., 2007). Pada pulpitis reversibel keadaan pulpa akan pulih kembali jika iritan dihilangkan dan gigi ditumpat atau direstorasi dengen baik (Hargreaves, 2012). Pada pulpitis ireversibel, karena jaringan pulpa terletak pada lingkungan yang low-compliance dan tidak memiliki sirkulasi kolateral yang baik, maka yang harus dilakukan adalah pengangkatan pulpa, disinfeksi, dan obturasi ruang pulpa, yang kemudian dilanjutkan dengan restorasi (Bergenholtz, 2010; Gulabivala, 2014). Tanda klinis pulpitis ireversibel adalah timbul nyeri spontan, nyeri tetap terasa walaupun stimulus sudah dihilangkan (Hargreaves, 2012). Faktor nyeri merupakan faktor utama yang menyebabkan seseorang memeriksakan dirinya ke dokter gigi walaupun faktor nyeri pula yang sering membuat enggan orang datang (Saad dan Clem, 1988).
Tahap transmisi adalah tahap menjalarnya impuls saraf dari perifer ke SSP yakni ke medula spinalis. Di sini, impuls nyeri akan diproses, mungkin diteruskan ke otak sehingga akan timbul persepsi nyeri, atau dihambat sehingga terjadi analgesia, atau bahkan terjadi nyeri alih. Tahap persepsi nyeri terjadi di korteks serebri.
Ketika terjadi cedera, berbagai mediator inflamasi berperan dalam proses inflamasi. Prostaglandin E2 (PGE2) misalnya, berperan dalam mensensitisasi nosiseptor sehingga terjadi proses transduksi (Field, 2004). Beberapa obat OAIN ditujukan untuk menghambat sintesis PGE2 sehingga dapat meredakan nyeri (Waterhouse et al., 1999). Substansi P (SP) adalah mediator lain yang juga banyak berperan (Henry dan Hargreaves, 2007). Selain bersifat vasodilator, SP menginduksi IL-8, yaitu sitokin yang bersifat khemoatraktan kuat terhadap neutrofil (Tokuda et al., 2004). SP juga berperan aktif dalam inflamasi neurogenik (Sacerdote dan Levrini, 2012). Tuncer dkk. (2004) mengemukakan bahwa ekspresi SP meningkat dalam jaringan yang terinflamasi. SP, bersama dengan CGRP, adalah neuropeptid yang dihasilkan oleh serabut sensoris A-delta dan C (Sattari et al., 2010; Caviedes-Bucheli, 2008). Terkait dengan PGE2, yang mensensitisasi nosiseptor, SP juga dilaporkan menginduksi ekspresi siklooksigengase, enzim yang memediasi terbentuknya PGE2 (Rodd dan Boissonade, 2000). Oleh karena itu, penekanan ekspresi SP merupakan salah satu upaya untuk meredakan nyeri.
(WHO) telah menganjurkan pemakaian bahan alam dalam mengatasi berbagai penyakit termasuk nyeri gigi (Johnson, 2012).
Watermelon frost adalah obat tradisional yang telah lama digunakan di kalangan masyarakat Tionghoa guna mengobati radang di rongga mulut, nyeri gigi, gusi bengkak, luka bakar dll. (Zhang, 2001). Watermelon-frost diperoleh dari buah semangka (Citrullus vulgaris) yang diproses dengan garam Glauber (natrium sulfat dekahidrat) (Yin dan Cheng, 2002). Dennis dan Trimurni (2009) melaporkan bahwa
watermelon-frost mampu menurunkan kadar PGE2 pada pulpitis ireversibel simptomatis. Watermelon-frost dilaporkan juga memiliki sifat antibakteri terhadap bakteri S. mutans (Christian & Trimurni, 2006).
Berhubung belum ada data mengenai pengaruh watermelon frost terhadap ekspresi SP dan fosfatase alkali, penelitian ini akan mengkaji hal itu melalui eksperimen pada hewan coba yaitu Macaca fascicularis, golongan kera berekor panjang, yang memiliki kemiripan dengan manusia.
1.2 Masalah Penelitian
Dari uraian di atas, tema sentral penelitian ini adalah:
•SP merupakan mediator yang dihasilkan oleh serabut saraf sensoris (A-delta
dan serabut C), bersifat vasodilator, khemoaktraktan kuat terhadap neutrofil, dan mediator utama inflamasi neurogenik.
•SP menginduksi ekspresi enzim siklooksigenase, enzim yang berperan
dalam sintesis PGE2, mediator yang mensensitisasi nosiseptor
•Fosfatase alkali (ALP) merupakan penanda terjadinya remineralisasi
jaringan, suatu aspek proses penyembuhan.
•Watermelon frost adalah obat tradisional Tiongkok yang telah banyak
dipakai dalam pengobatan dan dipercaya masyarakat bisa mengatasi peradangan rongga mulut, nyeri gigi, luka bakar.
•Watermelon frost dilaporkan mampu menurunkan kadar PGE2, dan bersifat
“Apakah watermelon frost berpengaruh terhadap ekspresi SP dan fosfatase alkali?”
1.3 Tujuan Penelitian
• Mengetahui efek watermelon frost terhadap ekspresi SP pada pulpa yang
mengalami pulpitis reversibel.
• Mengetahui efek watermelon frost terhadap ekspresi fosfatase alkali pada
pulpa yang mengalami pulpitis reversibel.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Ilmiah
Menambah data ilmiah mengenai watermelon frost yang bermanfaat bagi pengembanan ilmu pengetahuan
1.4.2 Manfaat Klinis
Meningkatkan pemahaman mengenai manfaat watermelon frost dalam pengobatan inflamasi gigi dan penyembuhan pulpa dengan pulpitis reversibel disebabkan trauma mekanis.
1.4.3 Manfaat Praktis