• Tidak ada hasil yang ditemukan

Imunisasi Pada Orang Dewasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Imunisasi Pada Orang Dewasa"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

IMUNISASI PADA ORANG DEWASA

Restuti Hidayani Saragih, Julahir H.Siregar

Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi FK USU RSHAM/Pirngadi Medan

Pendahuluan

Konsep pencegahan penyakit melalui vaksinasi sudah lama berkembang, sejak 1000

SM sudah dimulai di Cina dan India. Istilah vaksinasi diambil dari kata ” Vacca” dari bahasa latin yang berarti sapi, yang merupakan bentuk bentuk penghargaan untuk Edwar

Jenner yang telah berhasil membuktikan bahwa seseorang yang terserang /terpapar cowpox

memiliki imunitas terhadap pada tahun 1796. Perkembangan vaksinasi sendiri dibagi dalam

tiga masa yakni, era pra-Jenner, era Jenner dan era pasca-Jenner1,2,3,4.

Gambar 1. Perkembangan vaksin sejak tahun 1798-20103

Imunisasi merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit yang efektif, mudah,

serta murah untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi, mulai dari anak, orang dewasa

hingga orangtua. Imunisasi menjadi salah satu bentuk intervensi kesehatan yang paling

sukses dan efektif. Melalui imunisasi seseorang diharapkan memiliki kekebalan terhadap

suatu penyakit infeksi tertentu, sementara tujuan akhir dari pemberian imunisasi missal

(2)

Secara umum, imunisasi bertujuan untuk meningkatkan derajat kekebalan tubuh,

memberikan perlindungan dengan menginduksi respon memori terhadap patogen tertentu

atau toksin dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen atau nontoksik. Pencegahan

penyakit infeksi dengan pemberian imunisasi merupakan kemajuan dalam usaha

imunoprofilaksis2.

Di Indonesia pada tahun 1990 pemberian imunisasi dasar pada anak sudah mencapai

90% melalui program Universal Child Immunization. Tahun 2011-2020 telah dicanangkan

oleh WHO dan UNICEF bersama komunitas internasional lainnya telah sebagai “ Decades

of vaccines (DOV)”. Perkembangan imunisasi anak tersebut belum diikuti oleh

perkembangan imunisasi pada orang dewasa. Imunisasi pada orang dewasa dapat mencegah

kematian sepuluh kali lipat dibandingkan pada anak, hal ini sesuai dengan yang disampaikan

oleh American Society of Internal Medicine dalam pertemuannya di Atlanta. Kurang

berkembangnya imunisasi pada orang dewasa ini disebabkan oleh karena adanya keraguan

dari masyarakat maupun petugas pelayanan kesehatan terhadap keamanan vaksinasi, ganti

rugi yang tidak memadai, akses yang sulit, fasilitas yang kurang memadai dan vaksin yang

tidak tersedia.5.

Indikasi pemberian imunisasi pada orang dewasa didasarkan pada riwayat paparan,

resiko penularan (baik bersifat individual maupun besrifat komunitas seperti petugas

kesehatan), usia lanjut, imunokompromais, serta adanya rencana bepergian seperti ibadah

atau wisata6.

Imunisasi dewasa dianjurkan bagi mereka yang berusia diatas 12 tahun dan ingin

mendapat kekebalan. Pada usia lanjut juga dianjurkan untuk diiumunisasi karena pada usia

diatas 60 tahun akan terjadi penurunan sistim imun nonspesifik, seperti penurunan produksi

airmata, mekanisme batuk tidak efektif, gangguan pengaturan suhu, serta perubahan fungsi

sel sistem imun, baik selular maupun humoral1,2,3,6.

Aspek Imunologi Imunisasi.

Imunitas atau kekebalan dapat terjadi secara alami setelah infeksi oleh kuman tertentu

maupun penyaluran antibodi pada bayi lewat plasenta. Imunitas buatan dapat berupa imunitas

buatan aktif dan imunitas buatan pasif. Imunitas aktif didapat dengan cara memaparkan suatu

antigen dari suatu mikroorganisme dan akan bertahan lebih lama karena adanya memori

(3)

atau immunoglobulin kedalam tubuh dan tidak bertahan lama karena tidak memiliki memori

imunologi7,8.

Terdapat dua kelompok besar respon imun yang merupakan respon tubuh untuk

mengeliminasi antigen, 8:

1. Respon imun nonspesik (nonadaftip, innate) yang ditujukan tidak hanya pada 1

antigen , berupa komponen selular ( magropag, neutrofil, sel natural killer dan

komponen humoral (sitokin, interferon)).

2. Respon imun spesifik (adaptif, acquired) yang ditujukan spesifik hanya pada

komponen 1 antigen. Terdapat dua komponen, yaitu komponen seluler (limposit

T) dan komponen humoral (limposit B yang memproduksi antibodi). Respon imun

spesifik akan terpicu bila respon imun nonspesifik belum mampu mengatasi invasi

antigen.

Respon Imun Spesifik Primer

Respon Imun Spesifik Primer Selular

Respon sel T terhadap invasi antigen (termasuk antigen vaksin) hanya dapat dimulai

bila antigen tersebut sudah diproses dan dipresentasikan oleh antigen presenting cell (APC).

Hal itu timbul karena sel T hanya dapat mengenali antigen yang terikat pada protein major

histocompability complex (MHC)7.

Terdapat 2 kelas MHC, yang masing-masing dapat dikenali oleh 1dari 2 subtipe sel T.

MHC kelas I diekspresikan oleh seluruh sel somatik, untuk mempresentasikan antigen pada

sel T sitotoksik (cytotoxic T lymphocytes, CTL) dengan petanda permukaan CD8 yang dapat

menyebabkan kematian sel terinfeksi atau patogen. Sedangkan MHC kelas II diekspresikan

oleh magropag dan beberapa sel lain untuk mempresentasikan antigen pada sel T helper (Th)

dengan petanda permukaan CD48.

Bersama dengan sinyal kostimulator, antigen yang terikat pada MHC kelas II akan

mengatifkan sel Th. Kemudian sel Th akan berdiffrensiasi menjadi sel Th1 dan Th2. Sel Th1

akan memicu kerja CTL, berlawanan dengan sel Th2. Aktivasi sel Th juga menyebabkan

sekresi interleukin-2 (IL-2) dan ekspresi reseptor spesifik Il-2 pada permukaan sel Th. IL-2

(4)

memproduksi berbagai sitokin yang dapat memicu pertumbuhan perkembangan sel B,

magropag dan sel lainnya7,8.

Gambar 2, Respon imun spesifik primer seluler pasca antigen vaksin7

Kontak antigen dan Th juga menstimulasi pengeluaran IL-1 oleh APC. Kerja IL-1

sebagai autokrin ini meningkatkan ekspresi MHC kelas II pada APC yang akan memperkuat

ikatan APC dan Th. Bersamaan dengan itu, IL-1 juga memicu sekresi IL-2 oleh Th. Dua

sitokin lain juga dihasilkan magrofag, yaitu tumor necrosis factor (TNF) dan IL-6 bekerja

secara sinergis dengan IL-1. Sel Th yang teraktivasi juga menyebabkan difrensiasi sel T

menjadi sel T memori yang berperan pada respon imun spesifik sekunder.

Respon Imun Spesifik Primer Humoral

Terdapat perbedaan respon imun spesifik primer humoral ynag ditimbulkan oleh

antigen protein dan antigen polisakarida. Saat rangsangan oleh antigen protein, reseptor Ig

pada permukaan sel B akan mengenali dan berinteraksi dengan epitop dari antigen, baik

secara langsung ataupun dengan bantuan sitokin ( Il-2, Il-4, dan Il-6) yang dihasilkan sel Th .

Sel B yang tela teraktivasi akan berdifrensiasi menjadi sel plasma dan sel B memori yang

berperan pada respon imun spesifik sekunder. Sel plasma inilah yang menghasilkan antibodi

spesifik. Perangsangan oleh antigen polisakarida turut mencetuskan reaksi serupa. Akan

tetapi tidak terjadi reaksi imunitas humoral yang dibantu oleh sel T Pada pusat germinal

(5)

antigen protein akan bermigrasi dan tersimpan pada sumsum tulang, sedangkan sel plasma

yang timbul akibat perangsangan oleh antigen polisakarida akan tersimpan pada limpa.

Gambar 3, Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen protein7

Gambar 4, Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen

polisakarida (PS)7

Respon Imun Spesifik Sekunder

Sebagai bentuk memori imunologik, respon imun spesifik primer memicu difrensiasi

sel limposit baik sel B maupun sel T menjadi sel B memori dan sel T memori. E, dua subtipe

(6)

Respon Imun Spesifik sekunder Humoral

Sebagai respon terhadap adanya infeksi primer, terjadi difrensiasi sel B menjadi sel

plasma dan sel memori pada germinal center jaringan limpoid. Kemudian sel plasma

bermigrasi kedalam sumsum tulang dan sel memori bersirkulasi ke seluruh tubuh. Ketika sel

memori beredar kembali ke jaringan limpoid yang mengandung antigen serupa, siklus

difrensiasi menjadi sel plasma berlangsung lebih cepat. Diproduksilah antibodi dengan

afinitas dan jumlah yang lebih tinggi7,8.

Berbeda dengan respon imun humoral primer yang awalnya menghasilkan IgM

dilanjutkan dengan IgG, respon imun humoral sekunder sejak awal menghasilkan IgG dalam

kadar lebih tinggi. Respon humoral ini dapat dinilai secara kuantitatif dengan mengukur

kadar antibodi spesifik dalam serum. Respon imun spesifik primer humoral akan menurun

seiring dengan proses metabolisme antibodi yang sudah terbentuk pascakontak dengan

antigen. Meskipun demikian, pemberian booster atau infeksi alamiah diharapkan dapat

meningkatkan simpanan/depo antigen pada germinal center, sebagai pemicu peningkatan

respon imun humoral berupa sel plasma dan sel B memori7,8.

Respon Imun Spesifik Sekunder Selular.

Sel T memori dapat diaktifkan melalui 3 jalur:

1. Aktivasi oleh patogen yang sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya.

2. Aktivasi oleh patogen dengan satu atau lebih antigen yang sama dengan patogen

yang sudah pernah dikenali oleh tubuh sebelumnya. Hal tersebut dikenal sebgai

imunitas silang atau heterologus yang dapat menguntungkan karena eliminasi

patogen berlangsung lebih cepat atau merugikan seperti kasus imunopatologi.

3. Aktivasi oleh sitokin dalam kadar yang tinggi di darah, yang terinduksi oleh

patogen lain yang sama sekali berbeda dengan patogen yang sudah pernah

dikenali oleh tubuh sebelumnya.

Selain memiliki perbedaan penyebab aktivasi, beberapa karakteristik sel T memori

menyebabkan respon imun primer berlangsung lebih cepat dibanding dengan respon imun

sekunder7.

Vaksin membantu mengembangkan kekebalan dengan meniru/mirip infeksi. Jenis

(7)

tubuh untuk memproduksi T-limfosit dan antibodi. Kadang-kadang, setelah mendapatkan

vaksin, akan terlihat seperti terkena infeksi dan menyebabkan gejala ringan, seperti demam.

Gejala ringan seperti ini adalah normal dan diharapkan sebagai respon tubuh membangun

kekebalan. Setelah infeksi tiruan hilang, tubuh akan mendapat pasokan "memori"

T-limfosit, serta B-limfosit yang akan ingat bagaimana untuk melawan penyakit yang di masa

depan. Namun, biasanya memakan waktu beberapa minggu bagi tubuh untuk memproduksi

T-limfosit dan B-limfosit setelah vaksinasi7.

Gambar 5. Skema cara kerja vaksin menimbulkan kekebalan tubuh9

Tata Cara Pemberian Imunisasi

Untuk mencapai efektivitas yang baik pada pemberian imunisasi diperlukan cara

pemberian imunisasi yang tepat. Tata cara pemberian yang tepat dapat berupa tempat

penyuntikan, cara pemberian, dan dosis vaksin yang akan diberikan. Beberapa hal yang harus

diperhatikan mulai dari persiapan dan penyuntikan vaksin10,11.

Persiapan pasien

Persiapan pasien dapat dinilai dengan HALO yakni: health atau kondisi kesehatan

pasien tersebut apakah pasien sedang menderita sakit kronis, hamil atau riwayat penyakit

(8)

50tahun, Lifestyle: bagaimana pola hidup apakah paisen tersebut memiliki riwayat seks

bebas, homoseksual, pengguna narkoba atau hobi wisata ke luar negeri, Occupation:

pekerjaan apakah pelajar atau pekerja kesehatan dan jenis pekerjaan lainnya. Menentukan

riwayat vaksinasi pasien sebelumnya juga harus dilakukan untuk dapat menetukan status

kekebalan pasien tersebut. Penyaringan kontraindikasi vaksin dapat dilakukan dengan

mengisi kuesioner. Resiko dan keamanan imunisasi harus disampaikan terhadap pasien10.

Persiapan Vaksin

Persiapan vaksin dapat dimulai dari pemeriksaan vaksin dapat diperiksa secara visual

mulai tanggal kadaluarsa dan juga apakah ada perubahan warna dari vaksin tersebut.

Pengenceran vaksin dilakukan sesuaidengan petunjuk yang diberikan oleh produsen vaksin

tersebut seperti jenis pelarut, jumlah pelarut dab berapa lama vaksin yang sudah diencerkan

dapat dipakai lagi. Vaksin yang sudah diencerkan dan dimasukkan kedalam alat suntik harus

diberikan label sehingga tidak mengalami kesulitan dalam memgidentifikasi vaksin

tersebut10.

Teknik Penyuntikan

Pada orang dewasa, penyuntikan dilakukan pada lengan pasien bagian atas.

Penyuntikan dilakukan secara intramuscular dan subkutan. Vaksin yang mengandung adjuvan

harus disuntikkan secara intramuscular untuk menghindari iritasi local, indurasi, perubahan

warna kulit, inflamasi serta pembentukan granuloma6,11,12,13.

(9)

Penyimpanan Vaksin

Cara penyimpanan vaksintergantungpada karakteristik vaksin tersebut. Vaksin dapat

dapat dibagi dalam dua jenis yakni live attenuated dan inactivated. Vaksin live attenuated

yang berisi virus hidup yang dilemahkan meliputi: vaksin varicella dan zoster dapat di

simpan di dalam freezer (-15 s.d -250C), MMR dapat di simpan di frezer dan kulkas, tifoid

oral, yellow fever dan janesse encephalitis dapat disimpan di kulkas. Vaksin inactivated

seperti vaksin tetanus, difteri, pertusis (Td/Tdap) HPV, trivalent inactivated influenza vaccine

(TIV), hepatitis A, hepatitis B, haemophilus influenza tipe b (Hib), pneumococcal

polisakarida, meningococcal polisakarida dan tifoid vi polisakarida , dapat disimpan di kulkas

(2-80C).

Imunisasi Pada Orang Dewasa

Imunisasi dewasa dianjurkan bagi mereka yang berusia diatas 12 tahun dan ingin

mendapat kekebalan.Ada beberapa lasan mengapa orang dewasa memerlukan imunisasi,

yakni: pemberian imunisasi pada waktu anak-anak tidak memberikan jaminan kekebalan

yang tetap untuk seumur hidup, dan imunisasi telah terbukti memiliki peran yang

samapentingnya dengan diet dan olehraga dalam menjaga kesehatan12.

Jenis vaksin

Berdasarkan produksinya dapat dibedakan beberapa jenis7,14:

a. Vaksin hidup dilemahkan (live attenuated vaccines). proses melemahkan antigen

tersebut dilakukan melalui pembiakan sel, pertumbuhan jaringan embrionik pada suhu

rendah atau pengurangan gen pathogen secara selektif. vaksin ini memberikan

imunitas jangka panjang.

b. Vaksin Dimatikan ( Killed Vacciine/Inactivated vaccine). mengandung organisme

yang tidak aktif setelah melalui pemanasan dan penambahan bahan kimia.

c. Vaksin rekombinan. Susunan vaksin ini (misal hep B) memerlukan epitop organisme

yang patogen. sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui isolasi dan penentuan kode

gen epitop bagi sel penerima vaksin.

d. Vaksin plasma DNA (Plasmid DNA vaccines). dibuatkan berdasarkan isolasi DNA

(10)

Indikasi

Indikasi dari penggunaan vaksin didasarkan pada didapatkannya riwayat pajanan, resiko

penularan, usia lanjut, imunokompromais13.

 Riwayat Pajanan: Tetanus toksoid, Rabies

 Resiko Penularan : Influenza, Hepatitis A, Tipoid, MMR

 Usia lanjut: Pneumokokus, Influenza

 Resiko Pekerjaan: Hepatitis B, Rabies

 Imunokompromais : Pneumokokus, Influenza, Hepatitis B, Hemofilus Influenza tipe

B

 Rencana bepergian: japenese B ensefalitis, Tifoid, Hepatitis A, Yellow fever

 Jemaah haji: Meningokous, Influenza.

Jenis dan Jadwal Pemberian Imunisasi pada orang Dewasa3,7,12,13,20.

1. Tetanus dan difteri,pertusis aselular ( Td/Tdap)3,7,15

Tetanus merupakan gangguan neurologis akut yang ditandai oleh meningkatnya tonus

otot dan spameakibat tetanospasmin, suatu toksinprotein kuat yang dihasilkan oleh

Clostridium tetani. Difteri merupakan suatu penyakit akut yang sangat menular,

disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria.

Indikasi : Wanita post partum, orang yang kontak erat dengan bayi, petugas

kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, orang dengan usia diatas 65tahun

yang belum pernah mendapat imunissai Tdap.

Kontraindikasi: adanya reaksi alergi pada pemberian sebelumnya.

Kewaspadaan: syndrome gullain-Barre

Jadwal pemberian: diberikan pada orang dewasa dengan riwayat vaksinasi yang tidak

mendapatkan vaksinasi primer sejumlah tiga dosis. Dua dosis pertama vaksinasi

diberikan dengan jarak 4 minggu, dosis ketiga diberikan 6-12 bulan setelah dosis

kedua. Tdap digunakan pada salah satu dosis dari vaksinasi primer tersebut, dua dosis

yang lain menggunakan Td. Setelah vaksinasi primer , dosis penguat diberikan setiap

10 tahun sekali. Cara pemebrian dengan Intramuskular (IM) daerah deltoid dengan

dosis 0,5mL.

Jenis Vaksin: toksoid, sediaan : Tdwp (pediacel®), Tdap (tripacel ®, infanrix®,

(11)

2. Measles, Mumps, Rubella ( MMR)3,7,16

Di masyarakat, measles dikenal sebagai campak yang disebabkan oleh virus RNA

genus Morbilivirus family paramyxovirus. Mumps atau gondongan atau parotitis

epidemika penyakitakibat virus genus paramyxovirus yang ditandai dengan

pembesaran kelnjar ludah, terutama kelenjar parotis.Rubella atau campak disebabkan

oleh virus rubella jenis RNA.

Indikasi ; seseorang yang lahir 1957 atau setelahnya dan tidak memiliki bukti sudah

divaksin MMR.

a.Campak : diberikan dalam 2 dosis, dosis ke-2 diberikan minimal 28 hari dari dosis

pertama, direkomendasikan untuk: mereka yang terpapar campak pada keadaan

outbreak, pelajar SMU, Pekerja difasilitas kesehatan, orang berencana bepergian ke

luar negeri.

b.Rubella: diberikan pada wanita (berapapun usianya), wanita yang tidak hamil dan

tidak memiliki bukti kekebalan, wanita hamil yang tidak memiliki bukti kekebalan

diberikan saat akhir kehamilan, petugas kesehatan.

Kontraindikasi: adanya reaski alergi pada pemberian vaksin tetanus, wanita hamilatau

akan hamil dalam waktu satu bulan, imunodefisiensi berat.

Kewaspadaan: seseorang yang baru (<11bulan)mendapat produk darah yang

mengandung antibody, riwayat trombositopenia atau ITP.

Jadwal imunisasi: diberikan sebanyak 1 dosis, dosis kedua perlu diberikan pada

kelompok orang yang beresiko besar terkena paparan.

Cara pemberian dengan Subkutan (SC) didaerah deltoid dengan dosis 0,5mL

Jenis vaksin; live-attenuated , Sediaan: Trimovax®, M-M-R II®

3. Influenza 3,17

Influenza merupakan penyakit infeksi saluran nafas yang disebabkan virus influenza.

virus tersebut sering menyebabkan kejadian luar biasa seperti kasus flu burung (avian

Influenza) H5N1, dan Flu babi (swine Flu) H1N1.

Indikasi : orang yang berusia diatas 50tahun, orang yang berusia 6 bulan-50tahun

yang dirawat lama dipasilitas kesehatan, orang yang bekerja atau tinggal dengan

orang yang berisiko selama lebih dari 6 bulan, wanita hamil yang memiliki masalah

(12)

kesehatan, orang yang akan bepergian kedaerah kejadian influenza, dan siapapun

yang ingin memperkecil terkena influenza.

Kontraindikasi: reaksi alergi serius pada pemberian vaksin sebelumnya atau alergi

terhadap komponen protein telur, individu dengan penyakit kronik.

Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat.

Jadwal pemberian: diberikan 1dosis pertahun

Cara pemberian: Intramuskular (IM) didaerah deltoid dengan dosis 0,5mL

Jenis Vaksin: inactivated dan live-attenuated, Sediaan : Afluria®, Agriflu®,

Fluarix®,Flulava®l, Fluvirin®, Fluzone®, FluMist®

4. Pneumokok7,18

Pneumonia pneumokokus merupakan 36% kasus dari pneumonia komunitas dan 50%

dari pneumonia nosokomial. Vaksinasi penumokok dilakukan dengan pemberian

vaksin polisakarida pneumokokal, yang dapat dipakai untuk mencegah pneumonia,

bakteremia dan mengitis pneumokok. terdapat 23 serotipe dari vaksin pneumokok

yakni: 1,2,3,4,5,6b,7F,8,9N,9V,10A, 11A,12F,14,15B,17F,18C,19A,19F,20,22F dan

33F.

Indikasi: orang yang berusia 65tahun keatas, orang yang berusia 2-64tahun yang

mempunyai penyakit kronik atau faktor resiko lain.

Kontraindikasi: reaksi alergi

Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat

Jadwal pemberian: vaksinasi diberikan sebanyak 1dosis dan diulang dalam jangka

waktu 5 tahun, pada splenektomi elektif vaksinasi diberikan setidaknya 2 minggu

sebelum pembedahan.

Cara pemberian: Intramuskular/Subkutan (IM/SC) dengan dosis 0,5mL

Jenis vaksin: Polisakarida , sediaan: Pneumo-23®

5. Hepatitis A7,19

Virus Hepatitis A merupakan Enterovirus RNA tipe 72 yang termasuk dalam

kelompok virus picorna. Pencegahan infeksi dalam bentuk imunisasi dapat diberikan

dalam bentuk iumisasi pasif dan aktif. Indikasi: Food handlers, orang yang bepergian

selain ke AS, Eropa, Australia, New Zealand, Canada dan Jepang, orang dengan

penyakit hati kronik termasuk hepatitis C dan Hepatitis B, kelainan pembekuan darah,

peneliti hepatitis A. Kontraindikasi: reaksi alergiKewaspadaan: wanita hamil, pasien

(13)

dengan jarak antara kedua dosis 6-12bulan. Pada kombinasi hepatitis A dan B

vaksinasi diberikan dalam 3 dosis dengan jarak 0,1 dan 6 bulan.

Cara pemberian: Intramuskular (IM), dengan dosis ( imunisasi Pasif dengan

pemberian immunoglobulin 0.02-0.06ml/kgBB), (imunisasi aktif dengan dosis 1ml)

Jenis vaksin: Virus inactivated, Sediaan: Havrix®, Vaqta®, Twinrix®

6. Hepatitis B7,19

Pencegahan hepatitis B dalam betuk imunisasi dapat diberikan dalam dua bentuk

yaitu imunisasi pasif ( imunoglobin anti-HBs atau HBIG), dan imunisasi aktif yang

mengadung HBsAg.

Indikasi: semua orang Dewasa, dewasa dengan resiko tinggi, anggota keluarga yang

kontak dengan individu HbsAg positif dan kontak seksual, heteroseksual yang fre sex,

baru didiagnosis penyakit menular seksual, pengguna narkoba suntik, pasien

hemodialisis, penerima produk darah tertentu, petugas kesehatan, orang yang

bepergian ke luar negeri, Pengungsi.

Kontraindikasi: reaksi alergi

Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat

Jadwal pemberian: diberikan dalam tiga dosis yaitu bulan 0,1-2 dan 4-6, Pada

kombinasi hepatitis A dan B vaksinasi diberikan dalam 3 dosis dengan jarak 0,1 dan 6

bulan.

Cara pemberian: Intramuskular (IM) daerah deltoid, dosis remaja 5µg/mL

(recombivaxHB®) atau 10µg/mL (engerix B), dewasa 10µg/mL (recombivaxHB®)

atau 10µg/mL (engerix B®), pasien hemodialisis 40µg/mL (recombivaxHB®) atau

40µg/mL (engerix B®), pasien imunokompromais 10µg/mL (recombivaxHB®) atau

40µg/mL (engerix B®) Jenis Vaksin: DNA rekombinan.

7. Meningokokus7,19

Meningitis meningokok disebabkan oleh neisseria meningitis, jenis vaksin untuk

meningitis meningokok ada dua yakni : Plain polysaccharide vaccines dan

Conjugated vaccines.

Indikasi: calon jemaah haji, individu dengan gangguan sistem imun, pasien asplenia

anatomic dan fungsional, individu yang akan bepergian ke daerah yang terdapat

eoidemi meningikokus, pelajar yang tinggal diasrama, tentara, ahli mikrobiologi yang

(14)

Kontraindikasi: reaksi alergi

Kewaspadaan: pasien dengan penyakit akut sedang atau berat

Jadwal pemberian: pemberian dapat diulang dengan jarak 3 tahun bila memiliki resiko

tinggi infeksi meningokok.

Cara pemberian: intramuscular (IM) dosis 0.5mL

Jenis Vaksin: Virus dilemahkan, terdapat dua jenis vaksin polisakarida: 1. plain

olysaccharide vaccines, vaksin bivalen A&C. 2 Conjugated vaccines, serogroup

C-conjugated. Sediaan :Menactra®, Menveo®

8. Varisela7,19

Virus Varicella dapat menyebar secra airborne melalui batuk dan bersin, serta melalui

kontak langsung terhadap cairan didalam vesikel. penularannya dapat dicegah dengan

pemberian vaksinasi varisela.

Indikasi: dewasa dan remaja yang beresiko, petugas kesehatan dan anggota keluarga

yang kontak dengan individu imunokompromais, individu yang beresiko tinggi

terpapar varisela, seseorang yang tidak memiliki data mengenai serologis infeksi

varisela.

Kontraindikasi: reaksi alergi, wanita hamil atau akan hamil pada 1 bulan kemudian

Kewaspadaan: individu yang baru mendapar donor darah, pasien dengan penyakit

akut sedang atau berat

Jadwal pemberian: diberikan dalam 2 dosis dengan jarak 4-8 minggu antara kedua

dosis.

Cara pemberian: Subkutan (SC) dosis 0.5mL

Jenis vaksin: live-attenuated : sediaan : Varivax®

9. Demam Tifoid7,19

Demam Tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, penularannya sebagian

besar melalui makan dan minuman yang terkontaminasi.

Indikasi: pekerja jasa boga, wistawan yang berkunjung kedaerah endemik

Kontraindikasi: injeksi ( demam >38.50C), oral ( peradangan saluran cerna )

Kewaspadaan: individu yang mendapat terapi antimalaria, antibiotic dan vaksin kolera

oral. Diberikan secara intramuscular atau subkutan dengan dosis 0.5mL

(15)

10.Yellow Fever7,19

merupakan penyakit infeksi virus akut dengan masa inkubasi yang singkat dalam

berbagai stadium, ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan haemogogus

sp atau sabethes sp.

Indikasi: wajib bagi wisatawan yang bepergian ke afrika dan Amerika Selatan,

petugas laboratorium.

Kontraindikasi: alergi terhadap telur, ayam atau gelatine, sakit berat

Kewaspadaan: wanita hamil dan menyusui. Diberikan subkutan 0.5mL dosis tunggal

dan ulangan dapat diberikan dengan interval 10tahun, pasien yang sudah di-booster

mendapat kekebalan menetap 30-35tahun atau seumur hidup.

Jenis vaksin: live-attenuated, Sediaan : Arilvax®, YF-VaX®

11.Japanese Encephalitis (belum memiliki izin edar di Indonseia)7,19

Merupakan penyakit yang disebabkan oleh Flavivirus dan ditularkan melalui nyamuk

Culex tritaeniorhynchus.

Indikasi : Wisatawan yang aakan bepergian kedaerah endemis (Asia), yang tinggal

lebih 30 hari atau tinggal ala terutama di pedesaan.

Kontraindikasi: alergi timerosal

Cara pemberian pada anak lebih dai 3tahun dan dewasa , dosis primer diberikan 1ml

subkutan diberikan pada hari-0,7,30 dan booster 1mL diberikan dengan interval

2tahun

Jenis Vaksin: Live-attenuated. Sediaan JE-Vax® ( belum tersedia di Indonesia)

12.Rabies7,19

Penyakit menular akut yang dapat menyerang susunan saraf tepid an pusat akibat

masuknya virus rabieskedalam tubuh melalui gigitan hewan penular rabies. Di udara

terbuka virus dapat mati jika dicuci dengan zat pelarut lemak, misalnya sabun,

detergen dan eter. Sediaan vaksin rabies diIndonesia adalah Purified Vero Rabies

Vaccine (PVRV).

Indikasi: petugas yang bekerja dengan hewan, pekerja laboratorium, peneliti gua,

(16)

terpapar mukosa binatang tersangka rabies. Diberikan secara intramuscular atau

intradermal. Intramuscular di daerah deltoid atau paha anterolateral, dengan metode

Zagreb 2-1-1 ( 2 dosis@ 0.5cc pada hari ke-0; 1 dosis @0.5cc pada hari ke-7; dan 1

dosis @0.5cc pada hari ke-21 ). Intradermal dengan dosis 0.1ml berupa twoside

intradermal regimen (2-2-20-1-1) pada hari ke-0, ke-3, ke-7, ke-28 dan hari ke-90.

Jenis vaksin: Live-attenuated, Sediaan: RabAvert®

13.Human Papiloma Virus (HPV)7,19

HPV merupakan penyebab utama kanker serviks pada perempuan, menempati urutan

kedua setelah kanker payudara. terdiri dari 130tipe dan 30 tipe diantaranya ditularkan

melalui hubungan seksual.Indikasi: semua wanita usia 19-26tahun, wanita dengan

riwayat kutil kelamin, wanita dengan hasil tes papanicolau abnormal, seseorang

dengan postif HPV-DNA tetapi dengan strain yang berbeda dibandingkan vaksin.

Kewaspadaan: seseorang dengan sakit sedang dan berat.

Jadwal pemberian : diberikan dalam tiga dosis, dengan jadwal pemberian bulan ke-0,1

atau 2 dan 6 tergantung jenis vaksinnya

Cara pemberian: Intramuskular (IM)

Jenis vaksin: vaksin quadrivalen (Gardasil®), Bivalen (Cervarix®)

14.Herpes zoster19

Merupakan bentuk reaktivasi virus varicella-zoster di ganglion radiks dorsalis.

Indikasi vaksin ini meliputi: diberikan pada orang dewasa 60 tahun keatas, tetapi

skarang ini sudah diberikan pada orang dewasa diatas umur 50tahun (belum menjadai

rekomendasi). Kontraindikasi: adanya riwayat anafilaksis terhadap gelatine,

antibiotic neomisin, imunodefisiensi, kehamilan.

Jadwal pemberian: diberikan dosis tungal secara subkutan pada region deltoid.

(17)

Gambar 6. Berbagai penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan vaksinasi20.

Vaksinasi Pada Keadaan Khusus21

a. Vaksinasi Pada usia Lanjut:

diberikan pada orang yang berusia diatas 60 tahun, diaman produksi dan proliferasi

limosit T berkurang. Imunisasi pada kelompok ini berupa: vaksinasi Influenza,

Pneumokok dan herpes zoster.

b. Vaksinasi Pada Ibu hamil dan menyusui.

pada wanita hamil terdapat perubahan pada seluru tbuh termasuk pada system imun.

vaksinasi bermanfaat menjaga kesehatan wanita sebelum, selama dan setelah hamil

dan juga melindungi bayi saat kehamilan sampai bulan pertama kelahiran bayi.

Imunisasi pada kelompok ini berupa: tetnus, difteri, influenza dan hepatitis B. vaksin

meningokok dan rabies dapat diberikan sesuai indikasi. vaksin yang tidak boleh

(18)

c. Vaksinasi pada tenaga Kesehatan

tenaga kesehatan memiliki potensi yang tinggi terpajan oleh pasien ataupun material

infeksius,peralatan medis yang terkontminasi, lingkungan dan udara yang

terkontaminasi. Penyakit akibat kerja pada tenaga kesehatan dapat dicegah dengan

pemberian vaksinasi. Imunisasi pada kelompok ini berupa: vaksinasi hepatitis B,

Influenza, MMR, varicella, Difteri, pertusis, tetanus dan menigokokal.

d. Vaksinasi untuk Traveller ( Imunisasi Perjalanan, termasuk untuk Jemaah Haji dan

Umroh)

Vaksin yang diberikan berupa: Vaksin Meningokok dan Vaksin Influenza, Yellow

Fever, Antraks.

e. Vaksinasi pada Imunokompromais.

Kondisi yang termasuk pada imunokomprmais adalah malnutrisi, HIV, Pasienn

Dialisis , Usia lanjut, asplenia, Penyakit metabolic, trauma dan pembedahan, infeksi

berat dan radiasi. pada kondisi tertentu pemberian vaksin hidup harus ditunda samapi

keadaanimun membaik. pasien dialysis dapat diberikan vaksinhepatitis B, Influenza

danPneumokok. Pasien HIV dengan CD4 yang rendah (<200sel/mm3) merupakan

kontraindikasi pemebrian vaksin hidup seperti Polio, varisela, yellow fever dan MMR,

pemberian vaksin dapat diberikan setelah CD4 >200sel/mm3. vaksin yang dpat

diberikan pada pasien HIV:hepatitis a, hepatitis B, HPV, Influenza, antraks, MMR,

meningokok, pneumokok, rabies, tifoid, tetanus, varisela.

(19)

Gambar 8.Jadwal imunisasi pada orang dewasa 22

(20)

Imunisasi masa depan

Saat ini pengembangan vaksin terus dilakukan beberapa yang sedang

dilakukan tidak hanya pada penyakit infeksi bakteri tetapi juga pada infeksi protozoa

dan keganasan seperti:

a. Vaksin terhadap kanker, yang didasarkan pada bahwa sel kanker tersebut

memiliki antigen yang dapat dikenali system pertahan tubuh manusia.

Antigen kanker atau non-diri, akan menyebabkan sel B dan sel T

terstimulasi untuk melakukan serangan terhadap kanker. vaksin kanker

sekarang ada dua jenis yaitu pencegahan (profilaksis) dan vaksin

pengobatan. Baru-baru ini, vaksin pengobatan untuk kanker prostat

(Provenge Dendreon) telah disetujui oleh FDA24.

b. Vaksin Dengue: penyakit dengue disebabkan oleh satu dari empat virus

dengue (DENV) yang sangat terkait erat namun berbeda secara antigenik

dari family Flaviviridae. Beberapa kesulitan dalam pengembangan vaksin

dengue adalah:vaksin dengue harus tetravalent, respon yang dihasilkan

vaksin tetravalent harus seimbang dan tahan lama, imunitas protektif yang

terbentuk belum dimengerti dan kurangnya model hewan yang tepat dalam

percobaan vaksin. vaksin yang ada saat ini masih sampai pada tahap uji

fase preklinik25

c. Vaksin Ebola,

vaksin untuk virus ebola saat ini sudah diujicoba terhadap simpanse dan

marmut. terdapat dua jenis vaksin yaitu vaksin live-attenuated dan

(21)

d. Vaksin Malaria.

Vaksin malaria yang diinginkan yaitu vaksin yang dapat bekerja semua

siklus hidup parasit. Tantangan yang paling berat para ilmuwan vaksin

malaria hadapi adalah kurangnya pemahaman tentang respon imun spesifik

yang terkait dengan perlindungan terhadap penyakit parasit. Karena parasit

malaria sangat kompleks, para ilmuwan mengejar keragaman pendekatan

pengembangan vaksin. saat ini ,vaksin malaria yang sedang

dikembangkan meliputi tiga tipe yaitu27:

 Vaksin yang bekerja pada tahap sbelum masuk darah

(Pre-erythrocytic vaccine candidates)

 Vaksin pada tahap darah (Blood-stage vaccine candidates)

 Transmission-blocking vaccine candidates

Fenomena Responder dan Nonresponder pada Vaksinasi.

Individu sehat yang mendapat vaksin akan menginduksi respon humoral dan seluler,

sehingga tercapai respon imun yang mampu untuk memproteksi diri dari penyakit. Untuk

mencapai respon tersebut kadang vaksin harus diberikan dalam beberapa dosis dan juga

adanya pemberian booster atau ulangan. Fenomena responder dan nonresponder ini

dicetuskan oleh Chiaramonte at al, yang terjadi akibat tidak terbentuknya respon imun

humoral. fenomena responder dan nonresponder ini difokuskan pada vaksin hepatitis B .

setelah pemberian vaksin hepatitis B sebanyak 3 dosis akan tercapai titer antibody >10IU,

tetapi pada beberapa orang , sekitar 10% pada orang dewasa dan 5% pada anak-anak hal

(22)

Kejadian Ikutan PascaImunisasi (KIPI)

Tindakan pemberian imunisasi tidak terlepas dari suatu reaksi yang bias saja terjadi

setelah pemeberian vaksinasi berupa reaksi lokal maupun sistemik dapat terjadi. Seiring

dengan cakupan imunisasi yang makin tinggi maka penggunaan imunisasi juga makin tinggi

dan angka kejadian KIPI juga meningkat. Secara definsi KIPI adalah sebagai reaksi simpang

yang dikenal sebagai kejadian ikutan pasca imunisasi atau adverse events following

immunization (AEFI) adalah kejadian medis yang berhubungan dengan imunisasi baik

berupa efek samping maupun efek vaksin, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis,

atau kesalahn program, koinsidensi, reaksi suntikan atau hubungan kausal yang tidak dapat

ditentukan. Pelaksana dari imunisasi tersebut harus mengetahui berapa besar dan hal apa saja

insidean dan bentuk kejadian yang tidak diharapkan dari suatu imunisasi. Sebelum

melakukan tindakan imunisasi harus dilakukan pemberian informasi mengenai resiko dan

keuntungan imunisasi yang akan diberikan, dan dilakukan pencatatan di kartu imunisasi28.

Komite Nasional Pengkajian Penanggulangan (Komnas PP) KIPI dibentuk sebagai

badan yang mewadahi berbagai efek samping dari imunisasi tersebut. Pelaporan kejadian

dari efek samping imunisasi tersebut harus selalu dibuat dan dilaporkan ke Komnas/Komda

KIPI untuk di cermati.

KIPI yang terjadi dalam menghadapinya perlu diketahui apakah kejadian tersebut

berhubungan dengan vaksin ayang diberikan ataukah secara kebetulan. Efek tidak langsung

dari vaksin dapat disebabkan kesalahn teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi vaksin,

kesalahn prosedur, kesalahan teknik imunisasi atau kebetulan.

Klasifikasi KIPI

Komnas KIPI mengelompokkan etiologi KIPI dalam 2 klasifikasi28.

1. Klasifikasi lapangan menurut WHO western Pacific (1999) untuk petugas kesehatan

lapangan. Klasifikasi ini meliputi kesalahan program, reaksi suntikan, reaksi vaksin,

koinsidensi, dan sebab tidak diketahui.

2. Klasifikasi kausalitas menurut IOM 1991 dan 1994 untuk telaah Komnas PP KIPI.

a. Tidak terdapat bukti hubungan kausal (unrelated)

b. Bukti tidak cukup untuk menerima atau menolak hubungan kausal (unlikely)

c. Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal (probable)

(23)

Gejala KIPI dapat timbul cepat maupun lambat dan bias berupa gejala local, sistemik,

reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumny amakin cepat terjadi KIPI

makin berat gejalanya. Reaksi ikutan pasca imunisasi disebabkan allergen yang terdapat pada

vaksin, mekainsmenya dapat berupa reaksi melalui Ig E ( Ig E Mediated) berupa eritema,

pruritus,edema, nyeri, urtikaria, spasme bronkus, hipotensi, aritmia, dan reaksi non Ig E (

Non Ig E mediated)28

Herd Imunity

Merupakan suatu kekebalan pada populasi yang memiliki persentase vaksinasi

yang tinggi , dengan angka vaksinasi yang tinggi tersebut akan terjadi penularan penyakit

karena banyak orang tidak dapat terinfeksi penyakit. Sebagai contoh, jika seseorang dengan

campak dikelilingi oleh orang-orang yang divaksinasi campak, penyakit ini tidak dapat

dengan mudah diteruskan kepada siapa pun, dan dengan cepat akan menghilang lagi. Ini

disebut 'kawanan kekebalan', dan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang rentan

seperti bayi yang baru lahir, orang tua dan orang-orang yang terlalu sakit untuk

divaksinasi29,30.31.

Kekebalan Herd ini tidak dapat melindungi terhadap semua penyakit yang dapat

dicegah dengan vaksin. Contoh terbaik dari hal ini adalah tetanus, yang terinfeksi oleh

bakteri dalam lingkungan, tidak dari orang lain yang memiliki penyakit. Tidak peduli berapa

banyak orang di sekitar Anda yang divaksinasi terhadap tetanus, tidak akan melindungi Anda

dari tetanus30,31.

Kesimpulan

Untuk keberhasilan pencegahn penyakit infeksi dapat dilakukan banyak hal,

salahsatunya adalah dengan imunisasi. Imunisasi diberikan tidak hanya pada anak tetapi juga

dapat diberikan pada orang dewasa. Saat ini pemberian imunisasi pada orang dewasa belum

sepopuler pada anak sehingga perlu adanya perhatian ekstra untuk hal tersebut, berupa

penyediaan fasilitas, tenaga kesehatan yang kompeten dan penyediaan vaksin yang

diperlukan. Saat ini banyak jenis imunisasi yang dapat diberikan pada orang dewasa sesuai

dengan HALO pasien tersebut, dan juga sedang dikembangkan berabgai jenis vaksin lainnya

(24)

Daftar Pustaka

1. Lombard M, Pastoret PP, Moulin AM. A brief history of vaccines and

vaccination; Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 2007, 26 (1), 29-48

2. Lahariya C. A brief history of vaccines & vaccination in India: Indian J Med Res

139, April 2014, pp 491-511

3. Loucq C. Vaccines today, vaccines tomorrow: a perspective: Clin Exp Vaccine

Res 2013;2:4-7

4. Djauzi S, Rambe DS, Imunisasi:dahulu kini dan perkembangannya dimasa depan.

Dalam: Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman imunisasi

pada orang dewasa tahun 2012. Jakarta:Badan Penerbit FK UI; 2012

5. Djauzi S, Anindito B: Manfaat imunisasi pada orang dewasa. Dalam: Djauzi S,

Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa

tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012

6. CDC.Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) Recommended

Immunization Schedules for Persons Aged 0 Through 18 Years and Adults Aged

19 Years and Older — United States, Early Release / Vol. 62 January 28, 2013

7. Siegrist CA. Vaccine Immunology, Dalam: Plotkin SA, Orenstein WA, Offit PA,

(editor). Vaccines.Ed.5 Philadelphia: sauders Elsevier. 2008:17-36

8. Sinto R, Rengganis I. Aspek Imunologi imunisasi. Dalam Djauzi S, Rengganis I,

Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012.

Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012

9. diunduh 18 januari 2015 dari

http://www.historyofvaccines.org/content/how-vaccines-work

10.Yonata A, Karyadi TH. Tata cara Pemberian Imunisasi. Dalam Djauzi S,

Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa

tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012

11.Rengganis I, Karjadi TH, Koesnoe S. Prosedur imunisasi. Dalam: Setiati S, Alwi

I, Sudoyo AW, et all (editor): Buku ajar ilmu penyakit dalam.jilid I ed.VI: Jakarta.

Interna Publishing 2014:939-46.

12.CDC. MMVR. General Recommendations on Immunization Recommendations of

the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP)Recommendations

(25)

13.Vaccine administration di unduh dari: http://www.immunize.org/catg.d/p2023.pdf.

(10 januari 2015)

14.Winulyo EB. Imunisasi dewasa. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et all

(editor): Buku ajar ilmu penyakit dalam.jilid I ed.VI: Jakarta. Interna Publishing

2014:951-6.

15.CDC. Tetanus. di unduh pada 10 Januari 2015. dari

http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/tetanus.pdf

16.Vaksinasi MMR. diundah tanggal 10 januari 2015 dari

http://www.immunize.org/vis/indonesian_mmr.pdf

Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012

20.National Foundation for Infectious Disease. diunduh tanggal 17 januari dari

http://www.adultvaccination.org/resources/adult-vaccines-infographic.png

21.Yunihasti E. Vaksinasi pada kelompok khusus. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo

AW, et all (editor): Buku ajar ilmu penyakit dalam.jilid I ed.VI: Jakarta. Interna

Publishing 2014:958-2.

22.CDC. Recommended Adult Immunization Schedule United States – 2014

23.Jadwal imunisasi dewasa PAPDI. diundah tanggal 2 januari dari

https://az414319.vo.msecnd.net/res-prod/documents/id-id/Final%20Indonesia%20Adult%20ImmunizationRecommendation%202013.pdf

24.How Do Vaccines Stimulate The Immune System? diunduh tanggal 18 januari 2015 dari , http://www.ascendbiopharma.com/clinical-trials/how-do-vaccines-stimulate-the-immune-system/

25.Nainggolan L. Pengembangan vaksin dengue. Dalam. Djauzi S, Rengganis I,

Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012.

Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012

26.Sullivan N, Yang Z-Y, Nabel GJ. Mini Review Ebola Virus Pathogenesis:

Implications for Vaccines and Therapies. JOURNAL OF VIROLOGY, Sept.

2003, p. 9733–9737

27.Malaria vaccine approaches. diunduh tanggal 16 januari 2015 dari

(26)

28.Winulyo EB, mahdi DS, Herdiana D. Kejadian ikutan pasca imunisasi

(KIPI).Dalam Djauzi S, Rengganis I, Koesno , Ahani AR, editor: Pedoman

Imunisasi Pada Orang Dewasa tahun 2012. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;2012

29.Herd Immunity, diundunh tanggal 30 Maret 2015 dari

http://www.ovg.ox.ac.uk/herd-immunity

30.community Immunity, diunduh tanggal 30 Maret 2015 dari

http://www.vaccines.gov/basics/protection/

31.Fine P,Eames K, Heymann DL. “Herd immunity”: A rough guide. Invited Article

Gambar

Gambar 1. Perkembangan vaksin sejak tahun 1798-20103
Gambar 2, Respon imun spesifik primer seluler pasca antigen vaksin7
Gambar 3, Respon imun spesifik primer humoral akibat rangsangan antigen protein7
Gambar 5. Skema  cara kerja vaksin menimbulkan  kekebalan tubuh9
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penerimaan tidak resmi dalam bentuk uang dan/atau setara uang, barang, fasilitas atau akomodasi yang diterima Insan Taspen dan Keluarga dari Pihak Ketiga yang merupakan mitra

Kita semakin menyadari sekarang jika berpikir positif dan berhenti mengkhawatirkan segala sesuatu adalah sesuatu yang penting kita lakukan dalam meraih suatu kerberhasilan,

[r]

Vaksin digital diharapkan dapat menjaga kesehatan mental masyarakat dengan penyediaan informasi sehat melalui media sosial, pendekatan kolaboratif dalam usaha mencegah

Tanpa bermaksud mengecilkan keberadaan umat Islam dalam dunia ilmu pengetahuan, tetapi dengan adanya efek pemikiran Barat yang menggerogoti umat Islam melalui

Meskipun masih terlalu dini untuk dapat mengevaluasi dampak kenaikan harga bensin dan solar yang terjadi pada bulan Juni 2013, Bank Indonesia menyatakan bahwa dampak inflasi

Pulau ini terbagi atas enam provinsi (secara berurutan dari yang terbesar) yaitu Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, dan

Penulisaninibertujuanuntukmendeskripsikankonsep, tema, proses visualisasi, dan bentuklukisan yang terinspirasi memori masa kanak-kanak. Metode yangdigunakanadalaheksplorasi