BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bermain saham ibarat bermain dadu.Para investor selalu tergoda untuk lebih
mengandalkan naluri, firasat, dan sentiment.Mereka merasa kurang menantang kalau hanya mendasarkan keputusan investasinya pada observasi, analisis, dan perhitungan
yang rasional.Memang dalam kenyataan, tak jarang faktor sentiment amat dominan sehingga yang telaten memerhatikannya menang besar dalam pertaruhan harga.1
Dalam pencatatan yang dilakukan dalam bursa efek dapat dilihat bahwa kecilnya angka perusahaan yang mencatatakan dirinya di BEI sebagian juga disebabkan
tingginya angka perusahaan yang mengalami delisting dimana 17 perusahaan melakukan go private secara sukarela. Namun dapat disimpulkan bahwa dalam periode
tahun 2002-2006, perusahaan-perusahaan mengalami delisting secara paksa (forced delisting) oleh BEI lebih dominan dibandingkan dengan perusahaan yang delisting secara sukarela (voluntarily delisting).
Sejalan dengan itu kegiatan delisting atau penghapusan merupakan resiko yang
harus diterima oleh investor yang menanamkan investasi di pasar modal dan adanya peristiwa delisting tersebut hampir sama dengan proses relisting maka hal ini juga
membawa akibat hukum bagi para pelaku di dalam pasar modal.
2
1
Budi Purnomo &Maxi A.Perajaka, Awas ! Jangan Sampai Modar di Pasar
Modal,(Jakarta:Transmedia,2008), hal 1. 2
Banyak perusahaan publik yang kemudian memilih untuk melakukan penghapusan pencatatan secara sukarela atau voluntary delisting menjadi perusahaan private(go
private).Go private merupakan masalah yang sering terjadi di pasar modal seluruh dunia. Perdebatan tentang go publicdan go private menjadi topic yang cukup hangat diperbincangkan di kalangan ekonomi maupun ahli financial dunia. Sebagian
berpendapat go private adalah suatu langkah yang lebih baik, namun ada yang juga yang berpendapat go public adalah langkah yang lebih baik bagi suatu perusahaan.
Terdapat dua hal yang menyebabkan penghapusan pencatatan, yaitu karena secara sukarela dan yang kedua karena terpaksa. Pengaturan mengenai delisting saham di Indonesia diatur dalam Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor:
Kep-308/BEJ/07-2004 yaitu
1. Untuk melindungi kepentingan publik dalam rangka penyelenggaraan perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien, bursa berwenang untuk
a. Menghapus pencatatan efek tertentu di bursa;
b. Menyetujui atau menolak permohonan pencatatan kembali termasuk penempatannya pada papan pencatatan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang menjadi penyebab delisting.
2. Dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan delistingdan relisting bursa meminta Komite Pencatatan untuk memberikan pendapat.
3. Apabila saham perusahaan tercatat dilakukan delisting, maka semua jenis efek perusahaan tercatat tersebut juga dihapuskan dari daftar efek yang tercatas di bursa. 4. Dalam rangka pengambilan keputusan atas penghapusan efek, persetujuan atau
penolakan atas pencatatan kembali efek serta penempatannya pada papan utama atau papan pengembangan sebagai mana yang dimaksud dalam peraturan ini, bursa melakukan penelahaan atas keterangan-keterangan dan dokumen yang disampaikan perusahaan tercatat atau calon perusahaan atau informasi lain yang diperoleh bursa dengan tidak hanya mempertimbangkan substansinya persyaratan pendapat dari Komite Pencatat Efek.3
Menurut Pusat data BEI pada tahun 2013 terdapat lima perusahaan yang di delisiting
dari bursa saham yaitu:
3
1. PT Indo Setu Bara Resources Tbk yang listing pada 18 Juni 1990 dan di delisting
tanggal 12 September 2013;
2. PT Indosiar Karya Media Tbk yang listing pada 04 Oktober dan di delisting tanggal
01 Mei 2013;
3. PT Amstelco Indonesia Tbk yang listing 27 Juli 1990 dan di delisting tanggal 19 Februari 2013;
4. PT Panasia Filamen Inti Tbk yang listing 1 Januari 2000 dan di delistingtanggal 14 Maret 2013;
5. PT Panca Wirasakti Tbk yang listing 10 Maret 1994 dan di delisting tanggal 17 Mei 2013.4
Menciptakan pasar modal yang kompetitif Bursa Efek Indonesia juga dapat melakukan
delisting yang dalam hal ini apabila sekurang-kurangnya mengalami salah satu kondisi seperti :5
1. Mengalami kondisi, atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif
terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara financial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan
Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan memadai;
2. Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai,
hanya diperdagangkan di Pasar Negoisasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir. Sejalan dengan adanya permasalahan yang dialami
perusahaan baik secara finansial maupun hukum sehingga sangat diperlukannya
4
Dikutip dari
delisiting”.(Diakses terakhir tanggal 15 Juli 2014).
5
prinsip keterbukaan didalam pasar modal sebagai bentuk pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal beserta peraturan pelaksananya memberikan perlindungan kepada pemegang saham publik secara lebih besar dan hal ini dimuatkan pada prinsip transparansi atau keterbukaan, wajar, dan efisien.6
Keterbukaan wajib terus berlangsung selama perusahaan go public. Prinsip keterbukaan itu dilaksanakan melalui penyampaian laporan keuangan secara berkala,
laporan mengenai fakta materiel yang baru, larangan insider trading, dan larangan manipulasi pasar.7
Majalah the economist 3 Maret 2001, berdasarkan data yang disusun oleh
Pricewaterhouse Cooper; telah mengeluarkan “Opacity Index” (indeks keburaman). Opacity index tersebut mengukur pengaruh ketidakjelasan sistem hukum dan pengaturan, kebijakan korupsi di pasar modal tiga puluh lima negara. Cina dan Rusia merupakan negara yang paling buram.Sedangkan Singapura dan Amerika Serikat merupakan Negara paling transparan.Tingkat keburaman itu memposisikan investor
asing menjauh dari Negara tersebut.8
Opacity index yang disusun Pricewaterhouse Cooper yang menggambarkan Indonesia berada pada urutan ketiga dari tiga puluh lima Negara yang paling buram tersebut dapat dikaitkan dengan pelaksanaan prinsip keterbukaan di Pasar Modal di Indonesia yang belum berjalan secara memadai.9
6
Adrian Sutedi, Good Corporate Governance,(Jakarta:Sinar Grafika,2011),hal 102.
7
Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, (Jakarta:Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2001), hal173.
8
Ibid hal 103. 9
Penyebab tidak memadainya pelaksanaan prinsip keterbukaan tersebut antara lain berkaitan dengan belum terperincinya peraturan prinsip keterbukaan yang sekarang
berlaku menyebabkan timbulnya masalah-masalah dalam penerapannya. Di samping itu, pelanggaran-pelanggaran prinsip keterbukaan masih terus terjadi.Hal itu dapat dicermati dari pernyataan Bapepam, bahwa dalam tahun 2000 Bapepam telah mengenakan sanksi
kepada 230 pihak.Pelanggaran tersebut meliputi kasus yang berkaitan dengan keterbukaan informasi, insider trading, dan manipulasi pasar.10
Keberpihakan hukum atas kepentingan investor di pasar modal, pelaku usaha pasar seperti halnya emiten, perusahaan efek, dan pelaku pasar yang lain wajib menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan informasi dalam segala aspek ekonomis yang berlangsung
di pasar. Dalam industri pasar modal, kepastian hukum merupakan oksigen kehidupan bagi pelaku pasar untuk merefleksikan dirinya sebagai fasilitator.11
Pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam pasar modal harus diberikan pertanggungjawaban hukum sehingga memberikan kepastian hukum dalam kegiatan pasar modal. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menetapkan
sanksi hukum terhadap pelanggaran peraturan prinsip keterbukaan, berupa sanksi administratif, pidana dan perdata. Pasal 102 menentukan kewenangan Bapepam untuk
memberikan sanksi administratif atas pelanggaran Undang-undang Pasar Modal tersebut.12
Pada umumnya sanksi hukum yang diterapkan pada pelanggaran prinsip
keterbukaan di pasar modal Indonesia adalah sanksi administratif.Sebagai contoh apat
10
Ibid. hal 103.
11
Safitri, Op.Cit., 16.
12
dilihat sanksi administratif berupa denda yang ditetatapkan Bapepam kepada pelaku insider trading dalam kasus Bank Mashil Utama.13
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, yang menjadi rumusan masalah
yaitu ;
1. Bagaimana pengaturan penghapusan paksa (forced delisting) dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal di Indonesia?
2. Bagaimana pelaksanaan prinsip keterbukaan dalam hal terjadi penghapusan
paksa(forced delisting)?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap investor ketika terjadinya penghapusan
paksa(forced delisting)?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat dalam
mendapatkan gelar sarjana hukum dan disamping itu penulisan skripsi ini memilki tujuan
1. Untuk mengetahui proses forced delisting dalam pasar modal dan
peraturan-peraturan pasar modal di Indonesia.
2. Untuk mengetahui prinsip keterbukaan dalam proses forced delisting yang terjadi di
pasar modal.
13
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diberikan kepada investor sebelum
dan setelah terjadinya forced delisting dalam kegiatan pasar modal di Indonesia.
Manfaat Penulisan Sripsi ini secara umum memilki dua manfaat penulisan yaitu 1. Manfaat teoritis
Secara umum penulisan skripsi ini memberikan manfaat bagi kalangan akademisi sebagai bahan rujukan dan menjadi data dan bahan informasi untuk mengetahui
dinamika hukum pasar modal yang berkembang dalam masyarakat khususnya masyarakat yang bergerak di kegiatan investasi yang berada dalam lingkungan pasar modal.
2. Manfaat praktis
Dalam praktiknya diharapkan penulisan skripsi ini dapat menjadi masukan bagi
para aparat penegak hukum (polisi, jaksa,advokat) dalam menganalisis permasalahan yang menyangkut terhadap kegiatan yang terjadi di pasar modal begitu juga dengan konsultan hukum para pemangku kebijakan di pasar modal dan rujukan bagi para calon
investor serta mahasiswa dalam upaya yang ingin mengetahui lebih mendalam penting nya pasar modal dalam upaya pembangunan ekonomi Indonesia.
D. Keaslian Penulisan
“Analisis Yuridis Prinsip Keterbukaan dalam Forced Delisting ditinjau dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal” yang diangkat menjadi judu l skripsi ini telah diperiksa dan diteliti secara administratif dan judu l tersebut belum
hasil karya sendiri dari penulis dan ditulis sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka.Skripsi ini juga didasarkan pada referensi dari buku-buku
dan informasi dari media elektronik seperti dari internet. Semua ini merupakan implikasi ciri dan proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga pengangkatan judul di atas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Beberapa skripsi yang mengangkat judul tentang prinsip keterbukaan dan pasar modal antara lain “Keterbukaan emiten dalam melakukan delisting di pasar modal”,
yang ditulis oleh Williana Halim Nim 050200281 kemudian “Analisis yuridis perseroan terbatas terbuka dan kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal”, yang ditulis oleh Susi Dewi Nim 920200224.
Perbedaan kedua skripsi tersebut diatas dengan skripsi ini adalah pembahasan secara khusus terhadap pengahapusan paksa atau forced delisting yang dilakukan oleh
otoritas Bursa. Sehingga penulisan skripsi ini dapat dilanjutkan penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan dan penulis bersedia diminta pertanggungjawabannya baik secara keilmuan dan hukum apabila terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan
yang berlaku.
E. Tinjauan Pustaka
Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya,
serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.14
14
Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
ekonomi untuk dapat meningkatkan nilai perusahaan sekaligus upaya menghimpun dana dari para pemilik modal untuk melakukan diversifikasi usaha dan ekspansi usaha.
Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 8 Tahun1995 tentang Pasar Modal, pasar modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah
peningkatan kesajahtraan rakyat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pasar modal mempunyai tujuan strategis sebagai salah satu sumber pembiyaan bagi dunia usaha,
termasuk usaha menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan di sisi lain pasar modal juga merupakan wahana investasi bagi masyrakat, termasuk pemodal kecil dan menengah.15
Pasar modal pada prinsip nya memberikan alternatif investasi lainnya selain menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan dan
sebagainya.Sehingga dalam perkembangannya pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti obligasi, saham, dan
lainnya.16
Sejalan dengan hal tersebut pasar modal juga dipandang sebagai sarana efektif
untuk mempercepat pembangunan suatu negara. Hal ini dimungkinkan karena pasar modal merupakan wahana yang menggalang pengarahan dana jangka panjang dari masyarakat untuk disalurkan ke sektor-sektor produktif. Apabila pengerahan dana
masyarakat melalui lembaga-lembaga keuangan maupun pasar modal sudah berjalan
15
Penjelasan Umum, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
16
Republik Indonesia, Bapepam, Buku Panduan, Investasi di Pasar Modal
dengan baik, maka dana pembangunan yang bersumber dari luar negeri makin lama makin dikurangi.17
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan yang pada prinsipnya merupakan penyatuan sistem keuangan yang pada awalnya menerapkan sistem pengawasan terhadap sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh beberapa institusi, berubah menjadi sistem pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Pasar modal di Indonesia sendiri telah memiliki sejarah panjang di Indonesia. Pasar modal dulunya ada dua yaitu Bursa Efek Jakarta dan Bursa efek Surabaya dan pada tahun 2007 terjadi penggabungan menjadi Bursa Efek Indonesia (Indonesia Stock
Exchange) dan telah banyak memperjualbelikan saham yang telah go public.
Kegiatan di pasar modal yang dilakukan oleh bursa efek secara umum berada di
bawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) dan hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang kemudian di ambil alih oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.
18
Prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan
publik dan pihak lain yang tunduk pada Undang-Undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi fakta materiel mengenai
17
Pandji Anaroga dan Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, (Jakarta:Rineka Cipta,2006), hal 1.
18
usaha dan efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.19
Secara umum prinsip keterbukaan dalam pasar modal selalu berhubungan dengan informasi fakta meteriel yang sangat diperlukan dalam upaya menjaga kepercayaan investor. Informasi fakta materiel adalah informasi atau fakta penting dan relevan
mengenai peristiwa dan kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal dan atau pihak lain yang
berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.20
Kegiatan di dalam pasar modal prinsip keterbukaan merupakan menjadi persoalan inti di pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri.Keterbukaan
tentang fakta materiel sebagai jiwa pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor,
sehingga investor secara rasional dapat mengambil keputususan untuk melakukan pembelian atau penjualan saham.21Karena prinsip keterbukaan adalah jiwa pasar modal itu sendiri maka perlu dilakukan pengkajian mendalam tentang bagaimana
sesungguhnya pelaksanaan prinsip keterbukaan dan penentuan fakta materiel di Indonesia.22
Delisting adalah penghapusan pencatatan efek dari daftar efek yang tercatat di bursa efek sehingga efek tersebut tidak dapat diperdagangkan di bursa.23
19
Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
20
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal.
21
Bismar Nasution, Op.Cit., hal 1.
22 Ibid. 23
Ketentuan I.14 Peraturan No 1-1 Tentang Pengahapusan Pencatatan (delisting) dan pencatatan kembali (relisting) saham di bursa.
perusahaan tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan yang tidak dipenuhi oleh perusahaan yang ditetapkan oleh bursa efek.24
Secara umum banyak hal yang dimuatkan dalam peraturan tentang penghapusan pencatatan (delisting) dan pencatatan kembali (relisting) saham di bursa dan dikemukakan beberapa hal yang menjadi alasan terjadinya forced delisting yaitu emiten
mengalami kondisi yang berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha, kemudian saham emiten bersangkutan disuspen di pasar regular dan pasar tunai.25
F. Metode Penulisan 1. Jenis penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini secara umum disesuakan dengan permasalahan yang diangkat oleh penulis didalamnya.Dengan demikian,
penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif, berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis juga melakukan penilitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah
metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.
Penelitian hukum normatif ini juga dipadukan dengan penelitian yang bersifat deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia yaitu tentang prinsip keterbukaan di dalam kegiatan pasar modal
24 Ibid. 25
Dikutip dari Anna Suci Perwistari
khususnya ketika adanya forced delisting sehingga memberikan informasi yang dibutuhkan dalam pasar modal yang merupakan pasar yang menjual kepercayaan.26
Sehingga dalam penelitian hukum normatif ini mencakup terhadap beberpa hal yaitu;27
a. Penelitian terhadap azas –azas hukum; b. Penelitian terhadap sistematika hukum;
c. Penelitian terhadap taraf singkronisasi hukum; d. Penelitian sejarah hukum;
e. Penelitian perbandingan hukum.
Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk
mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian
yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban). 2. Sumber data
Dalam penyusunan skripsi ini, data yang digunakan adalah data sekunder atau data
kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan Perundang-undangan di bidang
hukum yang mengikat, antara lain Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan keseluruhan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan penulisan
skripsi ini.
26
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta:Universitas Indonesia (UI Press), 1986), hal 10.
27
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku,
pendapat-pendapat para sarjana yang dimuatkan dalam artikel maupun blog yang berhubungan dengan skripsi ini.
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang, yaitu bahan hukum yang
memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau hukum sekunder, yaitu kamus hukum dan lain-lain.
3. Teknik pengumpulan data
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode penelitian hukum normatif.Dengan
pengumpulan data secara studi pustaka (Library Reseach).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan suatu penelitian kepustakaan
(Library Reseach). Dalam hal ini penelitian hukum dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan atau disebut dengan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal
dengan nama bahan acuan dalam bidang hukum atau rujukan bidang hukum.
Metode library research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan-bahan
tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Berupa rujukan beberapa buku, wacana yang dikemukakan oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama besar dibidangnya, koran dan majalah.
4. Analisis data
Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini termasuk ke dalam tipe penelitian
melakukan analisa terhadap permasalahan yang akan di bahas. Analisis data dilakukan dengan:
a. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang di
teliti.
b. Memilih kaidah-kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian. c. Mensistematiskan kaidah-kaidah hukum, azas atau doktrin.
d. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau doktrin
yang ada.
e. Menarik kesimpulan dengan pendekatan dedukatif.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan, maka diperlukan adanya
sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab perbab yang saling berangkaian satu dengan lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjuan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II PENGHAPUSAN PAKSA (FORCED DELISTING) DALAM
PERATURAN-PERATURAN PASAR MODAL DI INDONESIA.Bab ini berisikan mengenai pengertian dan dasar hukum penghapusan paksa
alasan-alasan terjadinya penghapusan paksa (forced delisting) dan proses terjadinya penghapusan paksa (forced delisting).
BAB III PRINSIP KETERBUKAAN DALAM FORCED DELISTING
Bab ini berisikan tentang pengertian dan konsep keterbukaan dalam pasar
modal di Indonesia, tujuan prinsip keterbukaan dalam pasar modal, keterbukaan informasi fakta material dan keterbukaan dalam hal
terjadinya penghapusan paksa (forced delisting).
BAB IV PERLINDUNGAN INVESTOR DALAM HAL TERJADINYA
FORCED DELISTING DI PASAR MODAL
Bab ini berisikan tentang tanggung jawab emiten terhadap investor dalam
hal terjadinya forced delisting dan perlindungan hukum bagi investor dalam hal terjadinya forced delisting dikaitkan dengan prinsip keterbukaan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas
sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna untuk Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan dan bagi investor maupun calon investor dan emiten yang melakukan kegiatan lalu lintas ekonomi di pasar modal
serta bagi orang orang yang membacanya dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap