• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kontrol Diri Melalui Bimbingan Kelompok dengan Teknik Permainan Simulasi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kontrol Diri Melalui Bimbingan Kelompok dengan Teknik Permainan Simulasi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh T1 BAB II"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Kontrol Diri

1.1.1. Pengertian Kontrol Diri

Averill (1973) menyebutkan kontrol diri merupakan variabel psikologis yang sederhana, karena terdapat tiga konsep yaitu perilaku, kognitif dan keputusan atau kehendak. Kontrol diri dibedakan menjadi tiga tipe utama yaitu kontrol perilaku (menunjukkan tindakan pada lingkungan), kontrol kognitif (mengurangi ketidakpastian dan arti yang mengesankan pada peristiwa), dan kontrol keputusan (memilih di antara rangkaian alternatif dari tindakan).

Kontrol diri (Ghufron & Risnawita, 2012) diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kodisi yang terdapat di lingkungan sekitarnya.

(2)

9 kecenderungan menarik perhatian, keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain dan menutupi perasaannya.

Uraian di atas dapat dikatakan bahwa kontrol diri adalah pengendalian diri yang dilakukan oleh seseorang baik dari kognitif, perilaku dan pengambilan keputusan.

1.1.2. Jenis-jenis Kontrol Diri

Averill (dalam Ghufron & Risnawita, 2012) menyebutkan jenis-jenis dari kontrol diri antara lain kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan kontrol keputusan (decisional control).

1.1.2.1.Kontrol Perilaku (Behavior Control)

Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability).

(3)

10 2. Kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability), yaitu

kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, antara lain mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu diantara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir dan membatasi intensitasnya.

1.1.2.2.Kontrol Kognitif (Cognitive Control)

Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Kontrol kognitif terdiri dari dua komponen yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal).

1. Memperoleh informasi (information gain), yaitu individu dapat menangani suatu keadaan yang tidak menyenangkan dengan berbagai pertimbangan.

2. Kemampuan melakukan penilaian (appraisal), yaitu individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif. 1.1.2.3.Kontrol Keputusan (Decesional Control)

(4)

11 atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan dapat berfungsi dengan baik apabila terdapat kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur kontrol diri (Ghufron & Risnawita, 2012) digunakan aspek-aspek seperti: 1. Kemampuan mengontrol pelaksanaan

Kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan. Individu yang kurang mampu mengendalikan situasi atau keadaan maka mereka memiliki kecenderungan untuk patuh terhadap kendali eksternal. Dengan kata lain, kemampuan mengatur pelaksanaan mengarah kepada pengertian apakah individu mampu menggunakan aturan perilaku dengan menggunakan kemampuannya sendiri, jika tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur pelaksanaan menitik beratkan peranan individu untuk mengatur perilaku mereka guna mencapai perihal yang diharapkan.

2. Kemampuan mengontrol stimulus

(5)

12 cara yang dapat dilakukan oleh individu untuk mencegah atau menjauhi stimulus, yaitu dengan menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir dan membatasi.

3. Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian

Untuk dapat mengantipasi suatu peristiwa individu memerlukan informasi yang cukup lengkap dan akurat, sehingga dengan informasi yang dimiliki mengenai keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan.

4. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian

Kemampuan ini berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif. Kemampuan dalam menafsirkan peristiwa setiap individu ini berbeda antara satu dan lainnya. Hal ini erat kaitannya dengan pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki.

5. Kemampuan mengambil keputusan

(6)

13 1.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri

Sebagaimana faktor psikologis lainnya, kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri terdiri dari faktor internal (dari diri individu) dan faktor eksternal (lingkungan individu) (Ghufron & Risnawita, 2012). 1. Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri seseorang adalah faktor usia. Semakin bertambah usia, semakin baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu.

2. Faktor Eksternal

(7)

14 1.2. Bimbingan Kelompok

1.2.1. Pengertian Bimbingan Kelompok

Prayitno (2004) mengemukakan bahwa bimbingan kelompok mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan/ atau pemecahan masalah individu yang menjadi peserta kegiatan kelompok.

Dengan demikian, bimbingan kelompok adalah pemberian layanan kepada sekelompok individu dengan memanfaatkan dinamika kelompok. 1.2.2. Tujuan Bimbingan Kelompok

1. Tujuan umum

Tujuan umum menurut Prayitno (2004) adalah berkembangnya kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan. Dalam kaitan ini, sering menjadi kenyataan bahwa kemampuan bersosialisasi/ berkomunikasi seseorang sering terganggu oleh perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang tidak objektif, sempit dan terkungkung serta tidak efektif . Melalui kondisi dan proses berperasaan, berpikir, berpersepsi dan berwawasan yang terarah, luwes dan luas serta dinamis kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi dan bersikap dapat dikembangkan dalam bimbingan kelompok.

2. Tujuan khusus

(8)

15 intensif, pembahasan topik-topik itu mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang diwujudkannya tingkah laku yang lebih efektif. Dalam hal ini kemampuan berkomunikasi, verbal maupun non verbal, ditingkatkan.

1.2.3. Asas-asas Bimbingan Kelompok

Dalam kegiatan bimbingan kelompok terdapat beberapa asas yang digunakan, berikut adalah asas-asas bimbingan kelompok menurut Prayitno (2004):

1. Kerahasiaan

Segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam kegiatan kelompok hendaknya menjadi rahasia kelompok yang hanya boleh diketahui oleh anggota kelompok dan tidak disebarluaskan ke luar kelompok.

2. Kesukarelaan

Kesukarelaan anggota kelompok dimulai sejak awal rencana pembentukan kelompok oleh pemimpin kelompok. Anggota kelompok secara sukarela mengikuti kegiatan bimbingan kelompok, sehingga dapat mewujudkan peran aktif untuk mencapai tujuan layanan.

3. Kegiatan dan keterbukaan

Anggota kelompok secara aktif dan terbuka menampilkan diri tanpa rasa takut, malu ataupun ragu.

4. Kekinian

(9)

16 dan berlaku sekarang ini. Hal-hal atau pengalaman yang telah lalu dianalisis dan disangkut-pautkan kepentingan pembahasan hal-hal yang terjadi dan berlaku sekarang. Hal-hal yang akan datang direncanakan sesuai dengan kondisi yang ada sekarang.

5. Kenormatifan

Pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok harus berkembang sejalan dengan norma-norma yang berlaku.

1.2.4. Prosedur Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok diselenggarkan melalui empat tahap kegiatan sebagaimana telah dikemukakan oleh Prayitno (2004).

1. Tahap pembentukan

Tahapan untuk membentuk kerumunan sejumlah individu menjadi satu kelompok yang siap mengembangkan dinamika kelompok dalam mencapai tujuan bersama.

Kegiatan yang terdapat dalam tahap pembentukan adalah mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan kelompok; menjelaskan cara-cara dan asas-asas bimbingan kelompok; saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri; ice breaking atau permainan untuk penghangatan/ pengakraban.

(10)

17 anggota mengikuti kegiatan kelompok, saling mengenal, percaya, menerima dan membantu di antara para anggota.

2. Tahap peralihan

Tahapan untuk mengalihkan kegiatan awal kelompok ke kegiatan berikutnya yang lebih terarah pada pencapaian tujuan kelompok.

Kegiatan-kegiatan dalam tahap ini adalah menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya, menawarkan sambil mengamati apakah para anggota kelompok sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya, membahas suasana yang terjadi dan meningkatkan kemampuan keikutsertaan para anggota.

Tujuan tahap peralihan, terbebaskannya anggota dari perasaan atau sikap enggan, ragu, malu atau tidak saling percaya untuk memasuki tahap berikutnya, makin mantapnya suasana kelompok dan kebersamaan, makin mantapnya minat untuk ikut serta dalam kegiatan kegiatan kelompok. 3. Tahap kegiatan

(11)

18 Dalam tahap ini tujuannya untuk membahas topik-topik terutama yang berkaitan dengan kontrol diri secara mendalam dan tuntas. Ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur-unsur tingkah laku, pemikiran ataupun perasaan. 4. Tahap pengakhiran

Tahapan akhir kegiatan untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan dicapai oleh kelompok, serta merencanakan kegiatan selanjutnya. Yang mana dalam kegiatan ini pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri, mengemukakan kesan dan hasil-hasil kegiatan, membahas kegiatan lanjutan dan mengemukakan pesan serta harapan.

Dengan kegiatan ini bertujuan untuk mengungkapkan kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan, terungkapnya hasil kegiatan kelompok yang telah dicapai, terumuskannya rencana kegiatan lebih lanjut dan tetap dirasakannya hubungan kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri.

1.3. Teknik Permainan Simulasi 2.3.1. Pengertian Permainan Simulasi

(12)

19 Permainan simulasi (dalam Romlah, 2001) adalah permainan yang dimaksudkan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam kehidupan sebenarnya. Romlah (2001) mengatakan bahwa permainan simulasi dapat dikatakan merupakan gabungan teknik bermain peran dengan teknik diskusi. Peserta permainan akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan dari memerankan suatu peran serta diskusi mengenai suatu topik tertentu. Dalam permainan tersebut para pemain harus berperan dan berperilaku seperti jika mereka benar-benar terlibat dalam situasi kehidupan yang sebenarnya.

Topik-topik permainan simulasi disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan latar belakang lingkungan siswa. Permainan simulasi cocok dipakai untuk memotivasi siswa belajar, terutama bila bahan pelajaran yang dipelajarinya kurang menarik. Permainan simulasi selain berguna untuk memperkenalkan konsep dan menanamkan pengertian tentang sesuatu hal, juga mempunyai kekuatan untuk membangkitkan minat dan perhatian siswa.

Penggunaan teknik permainan simulasi (Romlah, 2001), baik untuk kepentingan pengajaran maupun bimbingan didasarkan pada pikiran bahwa belajar secara berarti dapat terjadi apabila si belajar menyatu dan akrab dengan lingkungan belajarnya. Balajar yang berlangsung dalam situasi demikian disebut belajar aktif.

(13)

20 memperoleh pengalaman dan pengetahuan dari memerankan suatu peran serta diskusi mengenai suatu topik.

2.3.2. Cara Membuat Permainan Simulasi

Romlah (2001) membagi tujuh langkah cara untuk membuat permainan simulasi.

1. Meneliti masalah yang dialami siswa, terutama yang menyangkut bidang pendidikan, dan sosial.

2. Merumuskan tujuan yang ingin dicapai dengan permainan itu. Dalam melakukan hal ini anggota kelompok atau siswa supaya diikutsertakan.

3. Membuat daftar sumber-sumber yang dapat dipakai untuk membantu menyelesaikan topik yang akan digarap, misalnya alat-alat yang diperlukan, buku sumber, dan waktu yang sesuai untuk mengerjakan tugas antara konselor dan siswa.

4. Memilih situasi dalam kehidupan sebenarnya yang ada kaitannya dengan kehidupan siswa. Pelajari struktur situasi tersebut, dan aturan-aturan yang mengatur perilaku mana yang dibolehkan dan perilaku mana yang tidak boleh dilakukan.

5. Membuat model atau skenario dari situasi yang sudah dipilih.

Misalnya topik yang dipilih adalah “Perbedaan nilai-nilai individu

(14)

21 Selanjutnya masing-masing aspek dijabarkan dalam bentuk pesan

yang operasional dan ditulis dalam “kartu pesan”, baik di atas

beberan permainan maupun dalam kartu terpisah. Jumlah pesan yang dibuat disesuaikan dengan keadaan dan kejadian yang terdapat dalam kehidupan yang sebenarnya.

6. Identifikasi siapa saja dan berapa orang yang akan terlibat dalam permainan tersebut. Pemegang peran apa saja yang diperlukan dan apa peran masing-masing. Apakah pemain bermain dalam satu kelompok atau lebih dari satu kelompok.

7. Membuat alat-alat permainan simulasi, misalnya beberan, kartu-kartu pesan, kartu-kartu-kartu-kartu yang berisi kegiatan yang harus dilakukan untuk mengisi kegiatan selingan, dan sebagainya.

2.3.3. Cara Pelaksanaan Permainan Simulasi

Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam memainkan permainan simulasi adalah menentukan peserta permainan. Peserta permainan (Romlah, 2001) adalah mereka yang terlibat dalam permainan simulasi yang terdiri dari:

1. Fasilitator

(15)

22 pertanyaan yang tak dapat dijawab oleh peserta lain, mengarahkan diskusi dan melaporkan hasilnya.

2. Penulis

Penulis bertugas mencatat segala sesuatu yang terjadi selama permainan berlangsung.

3. Pemain

Pemain merupakan individu-individu yang memegang tanda bermain dan menjawab serta mendiskusikan pesan-pesan permainan simulasi.

4. Pemegang peran

Individu-individu yang berperan sebagai orang-orang atau tokoh yang ada dalam skenario permainan, misalnya guru, kepala sekolah, orang tua, tokoh masyarakat, dan sebagainya. Tugas pemegang peran adalah memberikan pendapat pada masalah yang menyangkut bidangnya untuk memperjelas informasi.

5. Penonton

Penonton yaitu mereka yang ikut menyaksikan permainan simulasi dan berhak mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan dan ikut berdiskusi.

Setelah peserta permainan ditentukan, permainan dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(16)

23 3. Menentukan pemain, pemegang peran dan penulis.

4. Menjelaskan aturan permainan. 5. Bermain dan berdiskusi.

6. Menyimpulkan hasil diskusi setelah seluruh permainan selesai, dan mengemukakan masalah-masalah yang belum sempat diselesaikan pada saat itu.

7. Menutup permainan dan menentukan waktu dan tempat bermain berikutnya.

1.4. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian dari Fiki Eka Sugianto Ahmad Muharam (Bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi untuk meningkatkan kontrol diri peserta didik kelas VIII SMP Negeri I Kartasura tahun ajaran 2015/2016, UNS: 2016), diperoleh hasil analisis yang menggunakan independent sample t-test diketahui nilai thitung 5,024 dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05. Dengan demikian, bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi efektif untuk meningkatkan kontrol diri peserta didik kelas VIII SMP Negeri I Kartasura tahun ajaran 2015/2016.

(17)

24 dan setelah mengikuti layanan bimbingan kelompok (73%) dengan perhitungan uji wilcoxon hasilnya jumlah jenjang sebesar= 55 > t tabel=8. Sehingga, layanan bimbingan kelompok dapat digunakan sebagai upaya untuk merubah tingkat pengendalian diri yang dimiliki oleh penerima manfaat.

Julia Fetnay Evalinda Kause (Peningkatan kemandirian remaja di Balai Rehabilitasi Sosial Pamardi Utomo Boyolali dengan permainan simulasi, UKSW: 2013), memperoleh hasil yaitu 1) Ada perbedaan yang signifikan setelah kelompok eksperimen diberi layanan bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi dengan kelompok yang tidak diberi layanan. Hal ini didukung dengan nilai Asymp. Sig. 2-tailed sebesar 0,027 < 0,050. 2) Ada peningkatan kemandirian yang dilihat dari mean rank pre test sebesar 5,50 dan mean rank post test sebesar 15,50. Terdapat selisih skor mean rank kemandirian sebesar 10.

Dengan demikian, ada peningkatan yang signifikan kemandirian remaja melalui bimbingan kelompok di Balai Rehabilitasi Pamardi Utomo Boyolali.

(18)

25 1.5. Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil tinjauan kajian pustaka tentang peningkatan kontrol diri melalui bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh, maka peneliti mengembangkan kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut:

Gambar 2.1.

Skema Kerangka Berpikir

1.6. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ho : Tidak terdapat peningkatan yang signifikan kontrol diri melalui bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulai pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh.

2. Hi : Terdapat peningkatan yang signifikan kontrol diri melalui bimbingan kelompok dengan teknik permainan simulasi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Suruh.

Gambar

Gambar 2.1. Skema Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

mengumpulkan hasil ujian tengah semester ganjil untuk melihat kemampuan awal hasil belajar siswa. Hal ini dilakukan sebagai pedoman untuk mengetahui pengaruh metode

rahasia hakikat agama yaitu ilmu yang lebih tinggi dari pada ilmu yang biasa didapati oleh orang-orang pada umumnya. Ma’rifah adalah pengetahuan yang obyeknya bukan pada hal-hal

12.Peserta seleksi yang membawa alat komunikasi (HP), kamera dalam bentuk apapun serta melanggar tata tertib dianggap gugur dan dikeluarkan dari

Dengan model pembelajaran TAI ini diharapkan akan lebih aktif lagi dan siswa tidak berpatokan pada guru, sehingga terciptanya interaksi antara siswa dengan guru dan antara

Abu al-Hasan al-Asy’ari sebagai penggagas dan pendiri aliran al-Asy’ari ini pada mulanya adalah pengikut setia ajaran Mu’tazilah, namun karena disebabkan

ABSTRAK : - Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011

Berdasarkan hal diatas, maka perlu diketahui kekuatan struktur dan umur fatigue pada crane yang sudah ada kemudian dilakukan desain ulang untuk mendapatkan struktur

• Seperti kita ketahui bahwa permukaan bumi dapat mengubah propagasi suatu gelombang, dengan demikian kondisi yang ideal dari ruang bebas di mana gelombang