• Tidak ada hasil yang ditemukan

this PDF file PERBEDAAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK DAN TIPE ROLE PLAYING TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA (Penelitian pada Sub Konsep Sistem Ekskresi Manusia di Kelas XI SMAN 1 Ciamis) | Purwati | JURNAL W

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "this PDF file PERBEDAAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK DAN TIPE ROLE PLAYING TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF SISWA (Penelitian pada Sub Konsep Sistem Ekskresi Manusia di Kelas XI SMAN 1 Ciamis) | Purwati | JURNAL W"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 5,1, Januari 2018 | 1 PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS PERKEMBANGAN

DALAM MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN MAHASISWA

(Studi terhadap kebutuhan dan tugas perkembangan mahasiswa untuk penyusunan program Bimbingan dan Konseling

di Universitas Galuh 2017/2018) Oleh:

D.Rukaesih1) 1)

Dosen FKIP Universitas Galuh, E-mail: drukaesih@yahoo.com ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya fenomena perkembangan kemandirian mahasiswa yang kurang optimal, makamahasiswa yang bersangkutan mengalami masalah dalam pembelajaran selama melakukan pendidikan yang diprediksi akan memgalami masalah dalam kehidupan mendatang. Penelitian ini difokuskan membantu mahasiswa dalam mewujudkan perkembangan kemandirian mahaiswa.Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan rancangan program bimbingan dan konseling berbasis perkembangan dalam mewudkan kemandirian mahasiswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian deskriptif.Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa Universitas Galuh.Instrumen yang digunakan berupa inventori tugas perkembangan perguruan tinggi (ITP-PT) yang dikembangkan Kartadinata,dkk (2003). Hasil penelitian ini menunjukkan: 1) Profil kemandirian mahasiswa di Universitas Galuh menunjukkan variasi yaitu pada tingkat sadar diri, seksama, individualitas, serta otonom., 2) Program bimbibingan konseling berbasis perkembangan dalam mewujudkan kemandirian mahasiswa berdasarkan judge teman sejawat di lapangan, hasilnya layak digunakan. Adapun program bimbingan berbasis perkembangan dalam mewujudkan perkembangan kemandirian mahasiswa di Universitas Galuh meliputi: Struktur Program, Implementasi program.

Kata Kunci: Kemandirian, Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Perkembangan

PENDAHULUAN

Era globalisasi merupakan tantangan tersendiri bagi perrguruan tinggi dalam menyiapkan lulusannya agar mampu berkompetisi dalam memperebutkan pasar kerja dan menghasilkan lulusan yang inovatif dan kreatif. Pada era global ini, setiap manusia khususnya para mahasiswa dihadapkan pada situasi kehidupan yang kompleks, penuh peluang dan tantangan serta ketidakmenentuan. Dalam konstelasi kehidupan tersebut setiap mahasiswa memerlukan berbagai kompetensi hidup untuk berkembang secara efektif, produktif, dan bermartabat serta bermaslahat bagi diri sendiri dan lingkungannya.

(2)

Volume 5,1, Januari 2018 | 2 skills) yang harus ditumbuh kembangkan pada seluruh mahasiswa Universitas Galuh sebagai upaya mengokohkan eksistensi karir kehidupan yang lebih optimal.

Pengembangan kompetensi hidup mahasiswa memerlukan sistem layanan pendidikan pada tatanan perguruan tinggi ini yang tidak hanya mengandalkan layanan pembelajaran melalui mata kuliah/program bidang studi dan bidang pengelolaan atau manajemen saja, tetapi juga pentingnya layanan khusus yang bersifat psiko-edukatif yang bisa diselenggarakan melalui layanan bimbingan dan konseling. Dalam konteks keilmuan, bimbingan dan konseling berada dalam wilayah ilmu normatif dengan fokus kajian materialnya adalah proses bagaimana memfasilitasi individu untuk berkembang ke arah lebih optimal.

Dalam tataran makro keberadaan bimbingan dan konseling di dalam pendidikan dijamin oleh UU RI Nomor 2/1998 tentang sistem pendidikan nasional dan peraturan pemerintah No.28 dan 29 tahun 1990 bahwa layanan bibmibngan sebagai suatu layanan pendidikan yang harus diperoleh semua peserta didik (Kartadinata, 2009: hlm 6).Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Indonesia.

Sekaitan pernyataan di atas Peraturan Pemerintah No.60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi, Bab II pasal 2 ayat (1) menyuratkan bahwa tujuan pendidikan tinggi adalah (a) menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan atau menciptakan ilmu pengetahuan teknologi dan/atau kesenian; (b) mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,teknologi serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Artinya bimbingan dan konseling merupakan layanan terpadu dengan pendidikan.

Kartadinata (2000:1-2), menegaskan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi adalah proses pemberian bantuan kepada mahasiswa yang dilakukan secara berkesinambungan agar mahasiswa tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan kampus, keluarga, dan masyarakat serta kehidupanpada umumnya.

Layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan khususnya dalam jalur pendidikan formal,sejak diberlakukannya kurikulum 1975 kedudukan bimbingan dan konseling sudah terpetakandan termasuk jenis wlayah layanan dalam sistem persekolahan yang mana wilayah tersebutmengetengahkan tiga wilayah layanan, yaitu layanan (a) administrasi dan manajemen, (b) kurikulum dan pembelajaran, dan (c) bimbingan dan konseling. Dalam kurikulum tersebut nampak dengan jelas menempatkan kesejarajaran antara posisi layanan bimbingan dan konseling, dengan layanan manajemen pendidikan, dan layanan pembelajaran.

Konteks tugas Bimbingan dan Konseling adalah kawasan layanan bantuan yang bertujuan memandirikan individu normal dan sehat dalam menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum (the common good) melalui pendidikan. (Ditjen Dikti: 2007).

(3)

Volume 5,1, Januari 2018 | 3 penyesuaian diri secara efektif. Kemandirian dalam konsep ini lebih menekankan segi kehidupan yang normatif, kesadaran diri akan sistem nilai dan budaya dalam kehidupan, tanggung jawab, kemampuan untuk bertindak etis dan religius atas pemahaman yang bermakna. Kemandirian mahasiswa terindikasi dalam wujud kemampuan memahami diri dan lingkungan, menerima diri, mengarahkan diri, dan mengambil keputusan, serta merealisasikan diri secara bertanggung jawab, sehingga tercapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupannya (Dirjen Dikti,2007).

Hasil bimbingan dan konseling diorientasikan untuk pencapaian penguasaan tugas perkembangan atau standar kemandirian mahasiswaPencapaiantugas perkembangan atau standar kemandirian mahasiswa yang dimaksud seperti tertuang pada pedoman penyelenggaraan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal yang diterbitkan oleh Dirjen PMPTK (2007: 253-258), bahwa mahasiswa perlu memiliki: (1)perkembanganlandasanhidupreligius, (2) landasanperilakuetis, (3) perkembanganemosi, (4)perkembangan intelektual, (5) kesadaran tanggung jawab sosial, (6) kesadaran gender, (7) pengembangan pribadi, (8) kemandirian dan perilaku ekonomis, (9) wawasan dan kesiapan karir, (10) perkembangan hubungan dengan teman sebaya, serta (11) kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga.

Dengan mencermati masalah penelitian tersebut, maka rumusan masalah umum dalam

penelitian ini adalah:“Seperti apa Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Perkembangan untuk mewujudkan kemandirian mahasiswa“?.

Secara rinci rumusan masalah penelitian tersebut dideskripsikan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: a) Bagaimana profil kemadirian mahasiswa di Universitas Galuh ? b) Seperti apa Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Perkembangan untuk mewujudkan kemandirian mahasiswa Universitas Galuh?

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Perkembangan untuk mewujudkan kemandirian mahasiswa Universitas Galuh. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menemukan hal-hal berikut: a) Profil kemadirian mahasiswa di Universitas Galuh, b) Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Perkembangan untuk mewujudkan kemandirian mahasiswa Universitas Galuh.

METODE PENELITIAN

(4)

Volume 5,1, Januari 2018 | 4 Selanjutnya deskripsi profil kemandirian mahasiswa yang didapat pada studi pendahuluan dijadikan bahan acuan dalam penyusunan rancangan program bimbingan dan konseling berbasis perkembangan dalam mewujudkan kemandirian mahasiswa di Universitas.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Profil Kemandirian Mahasiswa

Hasil penelitian menunjukan bahwa profil atau gambaran kemandirian mahasiswa Universitas Galuh berada pada tingkat kemandirian yang bervariasi, yaitu pada tataran kemandirian sadar diri, saksama.individualitas, dan otonom. Pada umumnya atau sebagaian besar mahasiswa berada pada tingkat saksama, kendatipun demikian sebagaian kecil mtingkat kemandirian mahasiswa berada pada tingkat sadar diri. Mahasiswa tingkat kemandirian sadar diri, golongan mahasiswa pada tingkat kemandirian sadar diri ini mahasiswa yang bersangkutan belum mampu melakukan proses pengambilan keputusan secara mandiri kendatipun demikian proses tersebut didasari oleh kecenderungan berpikir alternatif. Mahasiswa yang berada pada tingkat seksama, mahasiswa tersebut dalam proses pengambilan keputusan bukan hanya didasarkan pada kemampuan berpikir alternatif namun didasarkan pada patokan sendiri dan disertai kesadaran akan tanggungjawab atas keputusan yang diambil walaupun keputusannya berbeda dengan orang lain.

Kemandirian mahasiswa tingkat individualistik ditandai dengan memiliki sikap respek terhadap individualitas orang lain, dengan kesadaran akan perbedaan proses dan hasil. Mahasiswa yang berada pada tingkat mandiri memiliki kesadaran akan berbagai alternatif yang dapat dipilih secara seksama atas kesadaran diri, dan mampu bersikap realistik dan mampu memecahkan konflik internal secara objektif dengan penuh kesadaran akan ketergantungan sesama orang lain.

Mencermati hasil penelitian tersebut bahwa perkembangan kemandiriansetiap mahasiswa merujuk pada perkembangan diri. Diri (self) adalahsebagai pusat perkembangan yang disebut autonomy.Namun perkembangan diri sejatinya terkait dengan moralitas yang bersumberdari kehidupan masyarakat. Durkheim (dalam Kartadinata (1988)melihat makna dan perkembangan kemandirian dari sudut pandang yang berpusat pada kehidupan masyarakat (society centered). Pandangan ini disebut juga pandangan konformistik. Dimana (autonomy) atau kemandirian tumbuh karena ada disiplin (yaitu ada aturan bertindak dan otoritas), dan komitmen terhadap kelompok

2.Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Perkembangan untuk Mewujudkan Kemandirian Mahasiswa Universitas Galuh.

Program bimbingan dan konseling berbasis perkembangan ini disusun berdasar pada kondisi obyektifpencapaian tugas perkembangan mahasiswa,serta hasil wawancara dengan pimpinan, dosen pembina mata kuliah, dosen pembina akademik, serta wawancara mahasiswa Universitas Galuh. Rancangan Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Perkembangan dalam mewujudkan kemandirian mahasiswa Universitas Galuh meliputi: struktur program, implementasi program, serta evaluasi program.

(5)

Volume 5,1, Januari 2018 | 5 model bimbingan dan koseling komprehensif adalah model bimbingan yang memposisikan koselor untuk menaruh perhatian penuh kepada seluruh siswa,bekerjasama dengan oraang tua, guru, administrator, dan stakeholder lainnya , dengan focus utama kepada pencapaiantugas-tugas perkembangan (aspek akademik, pribadi sosial, dan karir) dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling menjadi program nterpadu dan transformative.Dengan kata lain fokus orientasi bimbingan dan konseling adalah pengembangan perilaku individu yang bersifat jangka panjang, menyangkut ragam proses perilaku yang mencakup: pendidikan, karir, pribadi, keluarga, dan proses pengambilan keputusan.

Dalam upaya memfasilitasi perkembangan individu itu seorang konselor perlu memiliki falsafah hidup dan kepribadian yang matang, memahami tujuan universal bimbingan dan konseling, sebagai landasan di dalam upaya memfasilitasi perkembangan mahasiswa.

Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (developmental guidanceand counceling), disebut juga bimbingan dan konseling komprehensif (comprehensiveguidance and counseling),didasarkan pada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah para mahasiswa.Tugas-tugas perkembang-an dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai setiap peserta didik (mahasiswa), sehingga pendekatan itu disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar(Standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian mahasiswa.

Pencapaian tugas- tugas perkembangan atau kemandirian mahasiswa yang dimaksud seperti tertuang pada pedoman penyelenggaraan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal yang diterbitkan oleh Dirjen PMPTK (2007, hlm. 253-258), bahwa mahasiswa perlu memiliki: (1) perkembangan landasan hidup religius, (2) landasan perilaku etis, (3) perkembangan emosi, (4) perkembangan intelektual, (5) kesadaran tanggung jawab sosial, (6) kesadaran gender, (7) pengembangan pribadi, (8) kemandirian dan perilaku ekonomis, (9) wawasan dan kesiapan karir, (10) perkembangan hubungan dengan teman sebaya, serta (11) kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga.

Bimbingan dan konseling komprehensif dalam pelaksanaannya menekankan kolaborasi antara konselor dengan semua pihak (pimpinanan perguruan tinggi, dosen dan staf administrasi), orang tua mahasiswa dan pihak-pihak terkait lainnya(instansi pemerintah,swasta para ahli :psikolog dan dokter), dan pelaksanaannya terpadu dengan proses pendidikansecarakeseluruhan.Implementasi bimbingandan konseling komprehensifdiorientasikan kepada upaya fasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspak pribadi, sosial, belajar, dan karier atau terkait dengan perkembangan kemandirianmahasiswa.

(6)

Volume 5,1, Januari 2018 | 6 siswa, tetapi berperan penting dalam memelihara integritas struktur dan administrasi seluruh program bimbingan.

Bagian kedua dari model bimbingan ini adalah program bimbingan. Program ini memiliki empat komponen yaitu: (a) kurikulum bimbingan (Layanan dasar); (b) perencanaan individual; (c) layanan responsif; dan (d) dukungan sistem (James J Muro dan Terry Kotman, 1995: hlm 5-6).

Kurikulum Bimbingan layanan dasar) berisi pengalaman-pengalamanperkembangan individu yang terstruktur, disajikan secara sistematis melalui kegiatan-kegiatan kelas, bertujuan memberi wawasan kepada siswa mengenai pertumbuhan dan perkembangan hidup yang normal, meningkatkan kesehatan mental, dan membantu memperoleh keterampilan-keterampilan hidup.

Kurikulum bimbingan (layanan dasar) ini ditata dalam bentuk: (1) eksplorasi dan perencanaan karir; (2) pemahaman diri dan orang lain; (3) pengembangan pendidikan (Thomas Ellis, 1990).

Komponen Perencanaan Individual berisi kegiatan-kegiatan yang membantu seluruh mahasiswa menyusun tujuan, rencana, dan mengelola diri sendiri sehubungan dengan pengembangan pribadi dan karir (Thomas Ellis, 1990).

Komponen Layanan Responsif berisi kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jangka pendek mahasiswa yang harus segera dipenuhi, apabila mereka memerlukan konseling, konsultasi, referal, atau informasi.

Komponen Dukungan Sistem berisi kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan professional, hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan dosen, staf ahli/penasehat, masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan (Thomas Ellis, 1990).

Model ini didasarkan konsep pengembangan diri melalui integrasi peran, latar, dan peristiwa dalam kehidupan pribadi (Gybers dan Moore: 1957).Model bimbingan ini menekankan tiga aspek pengembangan diri yaitu: (a) pengembangan pemahaman diri dan keterampilan-keterampilan antar-pribadi; (b) pengembangan peran-peran dalam berbagai setting dan peristiwa kehidupan; (c) pengembangan perencanaan karir kehidupan.

Dalam upaya mengembangkan pemahaman diri, bimbingan berfokus pada upaya membantu mahasiswa untuk memahami dan menerima diri serta orang lain, menyadari karakteristik- pribadinya yang meliputi minat,aspirasi,serta kemampuannya.

Dalam upaya mengembangkan keterampilan antar-pribadi, bimbingan berfokus pada kegiatan belajar hubungan interaksi antar diri dan lingkungan, membantu mahasiswa belajar bagaimana menciptakan dan memelihara hubungan antarpribadi serta mengembangkan standar dan tujuan hidup.Dalam mengembangkan peran-peran dalam berbagai latar dan peristiwa kehidupan, bimbingan berfokus pada upaya membantu mahasiswa memahami aspek-aspek sosiologis, psikologis, dan struktur ekonomi masyarakat yang ada di sekitarnya; mendorong mahasiswa untuk mengatasi prasangka; dan membantu mahasiswa merencanakan masa depannya.

(7)

Volume 5,1, Januari 2018 | 7 rasional, mendorong mahasiswa menganalisis nilai-nilai pribadi yang ada kaitannya dengan prospek perencanaan dan keputusan karir hidupnya.Dengan kata lain implementasi program bimbingan dan konseling berbasis perkembangan ini diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi mahasiswa, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir mahasiswa.

Hasil penelitian ini berupa rancangan program bimbingan konseling berbasis perkembangan dalam mewujudkan kemandirian mahasiswa Universitas Galuh yang lebih lanjut perlu di tindaklanjuti dengan pengujian efektifitas program sehingga menjadi acuan dalam menyelenggarakan bimbingan dan konseling secara efektif dalam ranggka mewujudkan kemandirian mahasiswa Universitas Galuh.

Mengingat kerangka kerja bimbingan dan konseling yang dibangun ini berdasar pada kerangka kerja berbasis pengembangan lingkungan mahasiswa yang memandirikan, maka implikasi bagi konselor di lingkungan Universitas Galuh: Pertama,konselor akan berada pada ikatan bimbingan dan konseling individual maupun kelompok dengan ragam proses perilaku yang menyangkut pendidikan, karir, pribadi-sosial, pengambilan keputusan, keluarga, sehingga memiliki pertumbuhan dan keefektifan diri. Konselor dipersyaratkan memiliki dan menguasai kompetensi pengetahuan tentang perkembangan manusia dan ragam teknik asesmen perilaku dan lingkungan. Kedua, konselor perlu melakukan intervensi yang terfokus pada pengembangan pencegahan maupun remediasi; baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan mutu lingkungan baik secara fisik, sosial, maupun psikologis yang dapat memfasilitasi pertumbuhan individu yang bekerja, belajar, atau hidup di dalamnya. Konselor dikehendaki memiliki dan menguasai kompetensi psikologis untuk mengembangkan lingkungan yang memandirikan. Konselor harus datang lebih awal ke dunia kehidupan mahasiswa masa yang akan datang.

Ketiga, konselor berperan dan berfungsi sebagai psychoeducator dengan perangkat kompetensi psikopedagogis untuk memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi. Konselor harus kompeten dalam hal memahami kompleksitas interaksi individu dalam ragam konteks sosial dan budaya (cultural diversity competence) ,

menguasai ragam bentuk intervensi psikopedagogis baik inter maupun antarpribadi dan lintas budaya, menguasai strategi asesmen lingkungan dalam kaitannya dengan keberfungsian individu dalam lingkungan, dan memahami proses perkembangan manusia. SIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan: 1) Profil kemandirian mahasiswa di Universitas Galuh menunjukkan variasi yaitu pada tingkat sadar diri, seksama, individualitas, serta otonom., 2) Program bimbibingan konseling berbasis perkembangan dalam mewujudkan kemandirian mahasiswa berdasarkan judge teman sejawat di lapangan, hasilnya layak digunakan. Adapun program bimbingan berbasis perkembangan dalam mewujudkan perkembangan kemandirian mahasiswa di Universitas Galuh meliputi: Struktur Program, Implementasi program.

DAFTAR PUSTAKA

(8)

Volume 5,1, Januari 2018 | 8 Ditjen Dikti (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan

PenyelenggaraanLayanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: DitjenDikti.

Ditjen PMPTK. (2007) Rambu-rambu Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konselingdalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: PMPTK.

D.Rukaesih (2015), Model Bimbingan dan Konseling Kecakapan Hidup untuk Pengembangan Penyesuaian Diri Mahasiswa. Disertasi. SPS-UPI Bandung.

Furqon. (2002). Statistik Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gall M.D, Gall G.P., Borg, W.R. (2001) Education Research.Boston New York: Pearson Education Inc.

Juntika Nurihsan, ( 2003) Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung: Mutiara.

Kartadinata, S. (2000) “Pendidikan untuk Pengembangan Sumber Daya Manusia Bermutu Memasuki Abad XXI: Implikasi Bimbingannya”. Jurnal Psikopedagogia. 1. (1). 1-12 ---, (2009) Kerangka Kerja Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan :

PendekatanEkologis Sebagai Suatu Alternatif. UPI Bandung

...,(1998) Profil Kemandirian dan Orientasi Timbangan Sosial Mahasiswaa serta Kaitannya dengan Perilaku Empatik dan Orientasi Nilai Rujukan. Disertasi, IKIP Bandung.

Kartadinata dkk(2003), Petunjuk Teknis Inventori Tugas Perkembangan Mahasiswa, Universitas Pendidikan Indonesia

Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Juntika (2005). Landasan Bimbingan & Konseling, Bandung: Remaja Rosdakarya.

...(tanpa tahun), Penyususnan Program Bimbingan dan Konseling Berbasis Perkembangan, Bandung; UPI.

Yusuf, Syamsu LN (2009)Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Rizky Press.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Indonesia.

Peraturan Pemerintah No.60 tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi.

(9)

Volume 5,1, Januari 2018 | 9 UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN PRAKTIKUM DAN

MENGKOMUNIKASIKAN PENGAMATAN MELALUI DIRECT INSTRUCTION Oleh:

Iis Hetty Hasanah1) 1)

Guru SMA Negeri 1 Ciamis ABSTRAK

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilatar-belakangi oleh adanya kendala ketika guru sedang mengajar struktur dan fungsi sel. Kendala tersebut adalah: (1) kegiatan praktikum kurang lancar (memerlukan waktu lama karena siswa kurang terampil dalam menggunakan mikroskoop, (2) kekompakan kerja antar kelompok kurang,dan (3) kemampuan untuk mengkomunikasikan hasil pengamatan kurang. Rumusan masalah dalam PTK ini adalah : apakah direct instruction yang dilakukan guru dapat meningkatkan keterampilan praktikum dan mengkomunikasikan hasil pengamatan? Tujuan PTK adalah untuk untuk membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan kerja praktikum dan mengkomuniksikan hasil pengamatan. PTK ini terdiri dari tiga siklus pembelajaran. Masing-masing siklus pembelajaran terdiri dari tahap empat tahap, yaitu: (1) tahap perencanaan; (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap observasi; dan (4) refleksi. Objek PTK adalah siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Ciamis. Berdasarkan hasil analis data dapat disimpulkan dengan menampilkan potret kemajuan baik dalam perilaku praktikum dan kemampuan mengkomuniksikan hasil praktikum baik secara lisan maupun tertulis, yaitu: pemberian tindakan kelas berupa: (1) direct instruction (melakukan latihan terbimbing, mengecek pemahaman, dan melakukan umpan balik) (2) pemanfaatn tutor sebaya, (3) penjelasan tujuan pembelajaran secara lisan dan tertulis di papan tulis dapat meningkatkan perilaku praktikum serta kemampuan mengkomunikasikan hasil pengamatan baik secara lisan maupun tertulis pada kompetensi standar struktur dan fungsi sel sebesar 15,7 %.

Kata Kunci: PTK, Direct Instuction, Praktikum PENDAHULUAN

(10)

Volume 5,1, Januari 2018 | 10 sel. Untuk membantu kelancaran proses belajar-mengajar, guru menyiapkan Lembar Kerja Siswa(LKS). Pada pelaksanaannya diharapkan dengan bantuan LKS proses belajar mengajar dapat berlangsung sesuai dengan alokasi waktu dan tujuan pembelajaran. Kenyataannya di lapangan para siswa mengalami kendala. Beberapa kendala yang muncul ketika proses belajar mengajar struktur dan fungsi sel berlangsung adalah: (1) kegiatan praktikum kurang lancar (memerlukan waktu lama karena siswa kurang terampil dalam menggunakan mikroskoop, kekompakan kerja antar kelompok kurang,dan (2) kemampuan untuk mengkomunikasikan hasil pengamatan kurang.

Praktikum merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan belajar-mengajar dalam pembelajaran sains. Kegiatan praktikum dapat dilakukan di luar kelas maupun di ruangan (laboratorium IPA). Penggunaan mikroskoop pada saat praktikum merupakan bagian dari kegiatan guru untuk menunjukkan fakta empirik kepada siswa. Dengan memperlihatkan fakta-fakta tersebut diharapkan para siswa tidak lagi belajar sains secara abstrak.

Ketika para siswa melakukan praktikum, semua panca indera dapat dioftimalkan fungsinya, sehingga dapat meringankan dan membantu daya ingat siswa. Dengan demikian materi pelajaran dapat dipahami dan masuk ke long term memory anak dengan cepat. Selain peralatan praktikum juga guru harus menyiapkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Dengan LKS tersebut diharapkan siswa dapat bekerja secara mandiri atau berkelompok.

Menurut Severin & Tankard (1979), komunikasi merupakan proses pengiriman atau transmisi pesan dari sumber informasi ke penerima informasi melalui suatu medium yang dapat berlangsung melalui beberapa cara. Medium komunikasi terdiri dari bahasa verbal dan non verbal. Komunikasi non verbal berupa bahasa tubuh, sentuhan, bahasa isyarat, kontak pandang, atau tulisan. Komunikasi berkaitan erat dengan kemampuan: (1) intrapersonal dan interpersonal , (2) mendengarkan, (3) mengobser-vasi, (4) berbicara, (5) bertanya, dan (6) evaluasi. Proses komunikasi terjadi pada saat kolaborasi dan bekerjasama. Komunikasi terdiri dari delapan dimensi mayor, yaitu: (1) tipe materi yang dikomunikasikan (content), (2) sumber, (3) pemancar informasi (emisor), (4) pengirim informasi (sender), (5) medium, (6) tempat tujuan/maksud (destination), (7) penerima informasi/ pesan, dan (8) tujuan. Transmisi informasi terdiri dari tiga level, yaitu: (1) kemampuan dalam mengenal tanda atau simbol (syntactic), (2) kemampuan dalam memahami hubungan di antara tanda-tanda/simbol (pragmatic), dan (3) menunjukkan hubungan antara tanda dan simbol dalam kehidupan nyata (semantic)

Fleer & Hardy (Waldrip, 2008) menyatakan bahwa alur komunikasi/interaksi antara guru, siswa dan materi pelajaran terdiri dari empat tipe, yaitu: (1) guru bertindak sebagai observer materi pelajaran untuk melakukan presentase ulang dan menjelaskan materi pelajaran kepada siswa (teacher imposition); (2) siswa bertindak sebagai observer materi pelajaran untuk melakukan presentasi ulang dan menjelaskan materi pelajaran (teacher abdication); (3) Siwa bertindak sebagai observer untuk menginterpretasikan atau mengkonstruk sendiri materi pelajaran, kemudian guru melakukan pengecekan tentang hasil pemahaman siswa (teacher as domain novice); (4) guru, siswa, secara bersama-sama mengobserver materi pelajaran untuk melakukan presentase ulang dan menjelaskan materi pelajaran (teacher in trialogue).

(11)

Volume 5,1, Januari 2018 | 11 dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan para siswa dalam memadukan praktikum dengan tiga belas indikator keterampilan berpikir kritis. Ketiga belas indikator tersebut terdiri dari: (1) mengidentifikasi, (2) mencari persamaan dan perbedaan, (3) merangkum, (4) mengetahui inti materi pelajaran, (5) memperlihatkan fakta (objek nyata), (6) mengetahui penyebab adanya perbedaan, (7) menggunakan prosedur, (8) memberikan alasan, (9) menyimpulkan, (10) membuat generalisasi, (11) menerapkan prinsip-prinsip, (12) membuat definisi, dan (13) memberi label (Ennis dalam Costa, 1985). Keterampilan berpikir kritis tersebut diberikan oleh guru ketika para siswa melakukan praktikum. Tindakan guru menyampaikan keterampilan berpikir kritis tersebut disebut direct instruction.

Paul & Elder (Inch, et all., 2006) berpendapat bahwa berpikir memiliki delapan fungsi, yaitu: (1) menimbulkan suatu pertanyaan atau isu-isu tertentu (question at isuue); (2) mengarahkan tujuan, apa yang diperoleh setelah mengerjakan sesuatu (purpose); (3) untuk memperoleh kejelasan tentang data, laporan, sejumlah informasi untuk membantu menjawab suatu pertanyaan (information); (4) untuk menyusun teori, definisi, aturan, hukum yang diperlukan untuk mendukung untuk membuat suatu keputusan atau hal lain yang sifatnya bisa kontroversial (concepts); (5) untuk menentukan asumsi (assumption); (6) untuk mendeteksi tentang latar belakang, daya pikir, pengalaman dan sikap seseorang, karena pandangan seseorang dapat dilihat berdasarkan atas keempat hal tersebut (point of view); (7) menginterpretasikan dan menyimpulan (interpretation and inference); dan (8) memberikan implikasi dan konsekuensi (implications and consequences).

Model direct intruction merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pendekatan mengajar ini sering disebut Model Pengajaran Langsung (Kardi dan Nur,2000a: 2). Arends (2001: 264) menyatakan bahwa:”a teaching

model that is aimed at helping student learn basic skills and knowledge that can be taught in a step-by-step fashion. For our purposes here, the model is labeled the direct instruction

model”. Apabila guru menggunakan model pengajaran langsung ini, guru mempunyai tanggung jawab untuk mengudentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan kepada siswa,

pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan dengan latihan, memberikan

kesempatan pada siswa untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan yang telah

dipelajari serta memberikan umpan balik.

Model pengajaran langsung ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik, yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah (“the direct instruction model was specifically designed to promote student learning of procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion.”) (Arends, 1997: 66). Lebih lanjut Arends (2001: 265) menyatakan bahwa: ”direct instruction is a teacher -centered model that has five steps: establishing set, explanation and/or demonstration, guided practice, feedback, and extended practiceA direct instruction lesson requires careful orchestration by the teacher and a learning environment that businesslike a nd task-oriented.” Kardi dan Nur (2000a: 27)

(12)

Volume 5,1, Januari 2018 | 12 memberikan latihan terbimbing, (4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, (5) memberikan latihan mandiri.

METODE PENELITIAN

PTK ini terdiri dari tiga siklus pembelajaran. Masing-masing siklus pembelajaran terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) tahap perencanaan; (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap observasi; dan (4) refleksi. Untuk menilai perilaku siswa ketika praktikum berpedoman pada delapan indiKator berikut: (1) cara membawa mikroskoop; (2) cara menggunakan mikroskoop; (3) cara membuat preparat; (4) cara menyimpan objek pada objek glass; (5) cara menutup objek dengan cover glass; (6) kemampuan menggambar hasil pengamatan; (7) merapihkan/ membereskan peralatan praktikum; dan (8) cara menyimpan mikroskoop. Untuk menilai kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum siswa, berpedoman pada tiga indikator, yaitu: (1) kefasihan berbicara, (2) keruntutan bicara, dan (3) ketepatan laporan. Sedangkan untuk menilai kemampuan mengkomunikasikan laporan secara tertulis, penulis menggunakan tiga indikator, yaitu: (1) sistematika laporan, (2) kerapihan laporan, dan (3) ketepatan laporan. Penilaian perilaku praktikum dan kemampuan mengkomunikasikan hasil pengamatan diarahkan pada penilaian kelompok. Pembobotan penilaian memiliki rentang 30-100. Nilai kedua aspek tersebut kemudian dicarikan nilai rata-rata kelompok. Nilai tersebut kemudian ditranformasi dalam skala tiga, yaitu: (1) keterampilan rendah (30-50); (2) keterampilan sedang (51-75); dan (3) keterampilan tinggi (76-100). Data-data tersebut di atas, ditampilkan dalam bentuk grafik sehingga dapat memudahkan untuk menganalisis data kelompok atau data bagian tertentu yang masih di bawah standar ketuntasan. Data yang telah dianalisis dijadikan dasar pertimbangan tindakan (siklus) berikutnya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Siklus 1

a. Pelaksanaan

Pada siklus I, siswa dikelompokan menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 orang. Pengelompokan siswa dilakukan secara acak tetapi dengan memperhatikan heterogenitas kemampuan masing-masing siswa. Kegiatan belajar-mengajar dilakukan di laboratorium. Peralatan dan bahan praktikum termasuk LKS telah disediakan guru. Ciri khas tindakan guru pada siklus I adalah guru melakukan direct instruction.

b. Pengamatan

Pengamatan dilakukan oleh guru (guru bertindak sebagai pemberi tindakan kelas sekaligus bertindak sebagai observer). Berdasarkan hasil pengamatan, ditemukan bahwa kegiatan praktikum kurang lancar. Ketidak lancaran tersebut ditunjukkan oleh perilaku kelompok ketika melakukan praktikum (Tabel 1)

Tabel 1 Skor Kegiatan Praktikum pada Setiap Indikator dalam Setiap Kelompok

No Aspek yang Dinilai skor / kelompok

1 2 3 4 5 6

A. Perilaku Praktikum

1 Cara membawa mikoroskoop 20 30 25 30 35 25

2 Cara menggunakan mikroskoop 30 25 35 40 25 45

3 Membuat preparat 25 30 45 50 25 25

(13)

Volume 5,1, Januari 2018 | 13

5 Cara menutup objek dengan cover glass 35 30 35 25 40 30

6 Membereskan/merapihkanperalatan Praktikum

(1) keterampilan rendah (30-50), (2) keterampilan sedang (51-75), (3) keterampilan tinggi (76-100).

Berdasarkan Tabel 1 diperoleh data bahwa keterampilan praktikum siswa berkategori rendah (skor rata-rata kelas=33,65), kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum berkategori rendah (skor rata-rata kelas = 34,15), dan kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum secara tertulis berkategori rendah (skor rata-rata kelas = 32,55).

(14)

Volume 5,1, Januari 2018 | 14 Gambar 1. Grafik Perilaku Praktikum, Laporan Lisan, dan Laporan Tertulis

Berdasarkan Grafik 1 ditemukan bahwa empat kelompok (kelompok 1,2,3, dan 5) memiliki kemampuan hampir sama (=kemampuan rendah) dalam membuat laporan tertulis, sedangkan dua kelompok lainnya (kelompok 4 dan 6) di atas kemampuan keempat kelompok tadi (namun masih berada pada kategori rendah). Kelompok 3, 5, dan 6 memiliki kemampuan yang hampir sama pada aspek perilaku praktikum dan laporan lisan.

Gambar 2 Grafik Rata-rata Kelas Skor Perilaku Praktikum,Komunikasi Lisan, dan Komunikasi Tertulis

Berdasarkan Gambar 2 diperoleh data bahwa kemampuan komunikasi lisan menduduki skor tertinggi, kemudian dibawahnya perilaku praktikum, dan posisi terendah adalah kemampuan komunikasi tertulis. Rata-rata kemampuan tersebut di atas masih berada dalam kategori rendah.

c. Refleksi

Tindakan guru pada siklus I ternyata belum mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan (semua aspek yang diukur reratanya masih berada pada kategori rendah). Rendahnya ketiga aspek tersebut diperkirakan disebabkan oleh lemahnya penyampaian informasi yang diberikan guru. Untuk mengatasi hal tersebut di atas perlu ditunjuknya tutor sebaya sebagai langkah untuk membantu siswa dalam melakukan praktikum.

2. Siklus II a. Pelaksanaan

Pada siklus II, seperti halnya sama dengan kegiatan pada siklus I, siswa dikelompokan menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 orang. Pengelompokan siswa dilakukan secara acak tetapi dengan memperhatikan heterogenitas kemampuan masing-masing siswa. Kegiatan belajar-mengajar di lakukan di laboratorium. Peralatan dan bahan praktikum termasuk LKS telah disediakan guru. Perbedaan antara pelaksanaan siklus I dan II

Rata-rata Kelas

31,5 32 32,5 33 33,5 34 34,5

Perilaku Praktikum

K.Lisan K.tertulis

(15)

Volume 5,1, Januari 2018 | 15 adalah pada siklus II guru melibatkan tutor sebaya untuk membantu siswa dalam melakukan praktikum. Tutor sebaya bertugas dalam melakukan latihan terbimbing secara mandiri. Sama halnya pada siklus I, observasi pada siklus II dilakukan oleh guru. Guru melakukan pengamatan terhadap kegiatan praktikum siswa pada aspek: (1) perilaku praktikum, (2) komunikasi lisan, dan (3) komunikasi tertulis.

b. Pengamatan

Pada siklus II ditemukan data kemampuan kegiatan praktikum/kelompok seperti tertuang pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Skor Kegiatan Praktikum pada Setiap Indikator dalam Setiap Kelompok No Aspek yang Dinilai skor / kelompok

1 2 3 4 5 6

(16)

Volume 5,1, Januari 2018 | 16 Rata-rata

Rata-rata Kelas = 42,78 41,7 40 40 48,3 41,67 45

Keterangan:

(1) keterampilan rendah (30-50), (2) keterampilan sedang (51-75), (3) keterampilan tinggi (76-100).

Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II ditemukan bahwa: (1) skor rata-rata keterampilan praktikum kelas berkategori tinggi (85,65), sedangkan skor rata-rata keterampilan mengkomunikasikan hasil praktikum kelas masih rendah (komunikasi lisan=44,45; dan komunikasi tertulis= 42,78).

Gambar 4 Grafik Skor Rata-rata Perilaku Praktikum, K.Lisan, dan K.Tertulis 4. Refleksi

Keterampilan praktikum siswa pada siklus II mengalami perubahan, yaitu skor rata-rata keterampilan praktikum dalam kelompok sebesar 85,65 (kategori tinggi). Hal yang harus mendapat perhatian guru adalah terjadinya hasil yang kontradiktif, yaitu di satu sisi terjadinya peningkatan keterampilan praktikum akan tetapi tidak imbangi dengan meningkatknya keterampilan mengkomunikasikan hasil praktikum baik secara lisan mapun tertulis (skor rata-rata lisan= 44,45; skor rata-rata-rata-rata tertulis=42,78). Dengan demikian masih perlu upaya kreatif guru untuk meningkatkan keterampilan tersebut. Salah satu upaya yang diprediksi akan mengatasi lemahnya kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum adalah tujuan pembelajaran disampaikan secara lisan dan juga secara tertulis (ditulis di papan tulis). 3. Siklus III

a. Pelaksanaan

Rata-rata Kelas

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Perilaku Praktikum

K.Lisan K.tertulis

(17)

Volume 5,1, Januari 2018 | 17 Pada siklus III, seperti halnya sama dengan kegiatan pada siklus II: siswa dikelompokan menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 orang. Pengelompokan siswa dilakukan secara acak tetapi dengan memperhatikan heterogenitas kemampuan masing-masing siswa. Kegiatan belajar-mengajar di lakukan di Laboratorium. Peralatan dan bahan praktikum termasuk LKS telah disediakan guru. Perbedaan antara pelaksanaan siklus II dengan siklus III adalah: pada siklus III guru melakukan direct instruction, melibatkan tutor sebaya, dan tujuan pembelajaran disampaikan secara lisan dan tertulis (ditulis di papan tulis). b. Pengamatan

Pada siklus III, yang diamati adalah kemampuan mengkomunikasikan praktikum (lisan dan tertulis). Setelah diberikan tindakan khas siklus III ditemukan data kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum sebagaimana tertuang pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3 Skor Kemampuan Mengkomunikasikan Hasil Praktikum/ Indikator / Kelompok

B. Kemampuan Mengkomunikasikan Praktikum 1 2 3 4 5 6

(1) keterampilan rendah (30-50), (2) keterampilan sedang (51-75), (3) keterampilan tinggi (76-100).

(18)

Volume 5,1, Januari 2018 | 18 Gambar 4 Grafik Kemampuan Komunikasi Lisan dan Tertulis

4. Refleksi

Dengan cara memberikan tindakan direct instruction (termasuk di dalamnya pemanfaatn tutor sebaya dan tujuan pembelajaran secara lisan dan ditulis di papan tulis) telah mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkomuniksikan hasil praktikum baik secara lisan dan tertulis. Kemampuan mengkomunikasikan hasil pengamatan secara lisan meningkat dari 44,75 menjadi 87,78. Kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum secara tertulis meningkat dari 42,78 menjadi 85,55.

Dengan berdasarkan pada perilaku dan kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum baik secara lisan maupun tertulis telah mencapai kategori tinggi, maka tindakan kelas yang harus dilakukan guru cukup sampai pada siklus III.

Rekap perubahan perilaku praktikum dan kemampuan komunikasi baik secara lisan maupun tertulis, tertuang pada Tabel 4

Tabel 4 Perubahan Skor pada Setiap Siklus/Kelompok

Siklus Perilaku Praktikum Komunikasi Lisan Komunikasi Tertulis I 33,65(keterampilan

rendah)

34,15(keterampilan rendah)

32,55(keterampilan rendah)

II 85,65(keterampilan tinggi)

44,45(keterampilan rendah)

42,78(keterampilan rendah)

78 80 82 84 86 88 90 92 94

K1 K2 K3 K4 K5 K6

Rata-rata

K.Lisan

(19)

Volume 5,1, Januari 2018 | 19

III - 87,78(keterampilan

tinggi)

85,55(keterampilan tinggi)

Gambar 5 Grafik Rata-rata Perilaku Praktikum, Komunikasi Lisan

Pada siklus I guru melakukan direct instruction, memberikan dampak: (1) perilaku praktikum siswa 33,65 (rendah); (2) komunikasi lisan 34,15 (rendah); (3) komunikasi tertulis 32,55 (rendah). Pada siklus II, guru melakukan direct instruction, pemanfaatan tutor sebaya memberikan dampak: (1) perilaku praktikum siswa 85,65 (tinggi); (2) komunikasi lisan 44,45 (rendah); (3) komunikasi tertulis 42,78 (rendah). Karena perilaku praktikum siswa telah mencapai kategori tinggi, maka guru tidak memberikan tindakan kelas. Pada siklus III, guru memberikan direct instruction, pemanfaatan tutor sebaya, tujuan pembelajaran disampaikan secara lisan dan tertulis di papan tulis, memberikan dampak peningkatan kemampuan berkomunikasi lisan menjadi 87,78 (tinggi) dan kemampuan komunikasi tertulis menjadi 85,55 (tinggi)

Berdasarkan data tersebut di atas, ternyata upaya guru dalam memperbaiki kinerja dan mengubah perilaku praktikum dan kemampuan mengkomunikasikan hasil praktikum baik secara lisan maupun tertulis memberikan dampak yang sangat menggembirakan. Upaya-upaya yang telah dilakukan guru telah meningkatkan kemampuan siswa rata-rata sebesar 15,7 %.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analis data dapat disimpulkan dengan menampilkan potret kemajuan baik dalam perilaku praktikum dan kemampuan mengkomuniksikan hasil praktikum baik secara lisan maupun tertulis, yaitu: Pemberian tindakan kelas berupa: (1) direct instruction (melakukan latihan terbimbing, mengecek pemahaman, dan melakukan umpan balik) (2) pemanfaatn tutor sebaya, (3) penjelasan tujuan pembelajaran secara lisan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

P.Prakt K.L K.T

(20)

Volume 5,1, Januari 2018 | 20 dan tertulis di papan tulis dapat meningkatkan perilaku praktikum serta kemampuan mengkomunikasikan hasil pengamatan baik secara lisan maupun tertulis pada kompetensi standar struktur dan fungsi sel sebesar 15,7 %.

Beberapa saran yang perlu disampaikan dan mudah-mudahan bermanfaat bagi guru biologi dan peneliti lebih lanjut, yaitu: direct instruction akan memberikan hasil yang oftimal pada pembelajaran struktur dan fungsi sel jika dilengkapi atau dibantu tutor sebaya dan tujuan pembelajaran disampaikan secara lisan dan tertulis (tujuan pembelajaran ditulis di papan tulis)

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R.I. 2001. Learning to Teach. New York:Mc graw Hill Companies, Inc

Costa, A.L. (1985). Developing Minds A. Resource Book for Teaching Thinking, California: ASCD.

Inch, E.S., Warnick, B., Endres, D. (2006). Critical Thinking and Communication The Use of Reason in Argument. Fifth Edition. New York: Pearson Education, Inc.

Kardi, S. dan Nur M. 2000a . Pengajaran Langsung. Surabaya : Universitas Neger Surabaya University Press.

Severin, W.J. & Tankard, J.W. (1979). Communication Theories: Origins, Methods, Uses. New York: Hastings House. [Online]. Tersedia: http://www.newcon versations.net/ communication_skills_open_source_library.htm#teachmat [18 Agustus 2008]

Waldrip, B. (2008).”Improving Learning Throught Use of Representations in Science”.

(21)

Volume 5,1, Januari 2018 | 21 PENGGUNAAN METODE CARD SORT DALAM UPAYA MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI AL-ASMAUL HUSNA (PTK di kelas VII-A SMP Negeri 14 Tasikmalaya)

Oleh: Sofwan Kamil1) 1)

Guru SMPN 14 Tasikmalaya ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan Metode Card Sort dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Al-Asmaul Husna. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) dengan melakukan 2 (dua) siklus tindakan, yang pada setiap siklus dilakukan melalui tahapan yaitu perencanaan (planning), Pelaksanaan (Acting), Observasi (Observation), Refleksi(Reflecting).Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi kepada siswa dan observasi guru, tes hasil belajar dan pengisian angket.Hasil penelitian menunjukan bahwa Proses belajar terjadi peningkatan rata

–rata skor 45 pada pra siklus menjadi 51 pada siklus 1 atau meningkat 6 atau 9 % . Proses pembelajaran makin meningkat pada siklus 2 dengan peningkatan rata-rata skor menjadi 60 atau dengan kata lain meningkat 9 atau 15%. Penggunaan Metode Card Sort juga terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siawa pada materi Al-Asmaul Husna, peningkatan rata-rata skor dari 57,50 pada pra tindakan menjadi 80,66 pada siklus 1 atau dengan kata lain hasil belajar siswa meningkat 23,04 atau 40% . Hasil belajar siswa dalam pembelajaran makin meningkat pada siklus 2 dengan peningkatan rata-rata menjadi 87,43 atau dengan kata lain meningkat 6,77 atau 8,4%. Demikian pula siswa merespon dengan baik penggunaan Metode Card Sort. Hal ini dibuktikan dari hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa yang menunjukkan bahwa aktivitas siswa dalam kegiatan proses pembelajaran melalui tindakan penggunaan Metode Card Sort dari siklus ke siklus menunjukkan kemajuan dan peningkatan. Aktivitas siswa pada siklus I sebesar 37% meningkat sebesar 13% menjadi 50% pada siklus 2.

Kata Kunci : Al-Asmaul Husna, Cooperatf Learning, Metode Card Sort. PENDAHULUAN

Pendidikan Agama Islam yang diterapkan di sekolah sering kali terkesan kurang menarik bahkan membosankan. Guru Pendidikan Agama Islam seringkali hanya menjelaskan secara teoritis tanpa mempraktikkan dan melibatkan siswa. Metode pengajarannya juga kurang menarik perhatian siswa. Apa yang terjadi di kelas, guru biasanya memulai dengan cerita atau bahkan menerangkan materi dengan berceramah, sehingga tidak mengherankan di pihak guru sering timbul bahkan mengajar PAI itu mudah. Akibatnya nilai-nilai yang terkandung dalam PAI tidak dapat dipahami dan diamalkan oleh siswa..

(22)

Volume 5,1, Januari 2018 | 22 menyampaikan informasi akan tetapi mendorong siswa untuk melakukan suatu proses melalui berbagai aktivitas yang dapat mendukung terhadap pencapaian kompetensi.

Dalam praktiknya kebanyakan guru hanya menggunakan metode pembelajaran konvensional yakni ceramah, diskusi dan Tanya jawab. Sedangkan kebutuhan siswa di zaman era global sekarang ini membutuhkan berbagai sumber belajar, dalam arti sumber belajar bukan hanya terpusat pada guru namun memanfaatkan fasilitas yang ada dan menggunakan media pembelajarn variatif untuk mempemudah proses pembelajaran guna mencapai hasil belajar yang baik.

Penyebab hasil belajar siswa rendah ialah disebabkan oleh berbagai faktor yakni diantaranya yaitu kurangnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran membuat suasana belajar menjadi monoton dan membuat siswa merasa bosan, akibatnya siswa menjadi kurang berminat terhadap pelajaran PAI yang akhirnya hal ini juga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Metode pelajaran yang guru terapkan tentunya akan berpengaruh pula terhadap hasil belajar siswa, jika seorang guru tidak mempersiapkan dan merencanakan pembelajaran di kelas, maka proses pembelajaran akan kurang baik karena persiapan yang kurang matang, metode yang dipakai tidak sesuai dengan materi pelajaran yang dibahas dan kurangnya keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, maka dapat dipastikan hal tersebut dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

Salah satu kompetensi mata pelajaran PAI yang harus dikuasai siswa adalah tentang Al-Asmaul Husna yang tercantun dalam Kompetensi no 3.1 “memahami makna Al-Asmaul Husna: Al-Amin, Al-Khabir, As-Sami, dan Al-Bashir”. Indikator keberhasilan untuk KD di atas dengan KKM 75.

Kenyataan di kelas VII-A hasil belajar siswa pada materi Al-Asmaul Husna masih rendah, dari 38 peserta didik yang ada di kelas VII-A SMP Negeri 14 Tasikmalaya berdasarkan hasil tes awal yang belum mencapai KKM 75 adalah 5 orang ( 12,5 %).

Memperhatikan masalah tersebut, dipandang perlu adanya upaya guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Al-Asmaul Husna. Salah satu upaya guru dalam meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menggunakan metode Card Sort sebagai alat pembelajaran.

Metode Card Sort (sortir kartu) merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, karakteristik, klasifikasi dan fakta tentang obyek atau mereview informasi. Gerakan fisik yang dominan dalam strategi ini dapat membantu mendinamisasikan kelas yang jenuh dan bosan.(Hisyam Zaini dkk, 2008:50)

Metode card Sort sebagai “strategi pembelajaran aktif” mengajak siswa untuk membangkitkan keaktifan siswa dalam belajar. Ketika siswa belajar dengan aktif, berarti mereka mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan demikian mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi, memecahkan persoalan atau mengaplikasikan apa yang mereka pelajari ke dalam persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif, peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini peserta didik akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.

(23)

Volume 5,1, Januari 2018 | 23 dari beberapa strategi yang digunakan untuk mengaplikasikan pembelajaran aktif atau Active Learning (Silberman, 1996:10). Card Sort berasal dari bahasa Inggris yang artinya adalah sortir kartu. Sedangkan pengertian dari Strategi Card Sort adalah rencana yang cermat untuk mencapai sasaran dalam kegiatan belajar mengajar dengan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, karakteristik, penggolongan sifat, fakta tentang objek atau me-review informasi. Gerakan yang dominan dalam dalam strategi inidapat membantu mendinamisir kelas yang jenuh dan bosan (Zaini, 2007:53). Peran peserta didik dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi Card Sort lebih dominan dan berperan lebih aktif yaitu dengan mengutamakan gerakan fisik dengan cara memilih atau menyortir kartu. Sehingga peserta didik dapat merasa lebih bersemangat dan mendapat energi ketika keadaan kelas berada dalam kondisi yang menjenuhkan dan membosankan (Silberman, 2007: 103).

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menuangkan penelitian yang

dituangkan dalam laporan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul ”Penggunaan Metode

Card Sort Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Al-Asmaul Husna” (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas VII-A SMP Negeri 14 Tasikmalaya tahun pelajaran 2016/2017)

Pengertian Card Sort (Sortir Kartu)

Menurut Zaini (2002: 50) strategi ini merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, karakteristik klasifikasi, fakta tentang obyek atau mereview informasi. Gerakan fisik yang dominan dalam strategi ini dapat membantu mendinamisir kelas yang jenuh atau bosan. Tujuan pembelajaran card sort adalah mengaktifkan setiap individu sekaligus kelompok (cooperatif learning) dalam belajar. Strategi Card Sort merupakan salah satu dari beberapa strategi yang digunakan untuk mengaplikasikan pembelajaran aktif atau Active Learning (Silberman, 1996:10). Card Sort berasal dari bahasa Inggris yang artinya adalah sortir kartu. Sedangkan pengertian dari Strategi Card Sort adalah rencana yang cermat untuk mencapai sasaran dalam kegiatan belajar mengajar dengan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, karakteristik, penggolongan sifat, fakta tentang objek atau me-review informasi. Gerakan yang dominan dalam dalam strategi ini dapat membantu mendinamisir kelas yang jenuh dan bosan (Zaini, 2007:53).

Peran peserta didik dalam pembelajaran dengan menggunakan strategi Card Sort lebih dominan dan berperan lebih aktif yaitu dengan mengutamakan gerakan fisik dengan cara memilih atau menyortir kartu. Sehingga peserta didik dapat merasa lebih bersemangat dan mendapat energi ketika keadaan kelas berada dalam kondisi yang menjenuhkan dan membosankan (Silberman, 2007: 103).

Langkah-langkah penerapan Card Sort

a. Guru menyiapkan kartu berisi tentang materi pokok yang sesuai

dengan SK/KD mata pelajaran. (Catatan: perkirakan jumlah kartu sama dengan jumlah siswa di kelas. Isi kartu terdiri dari kartu induk/topik utama dan kartu rinciannya)

b. Seluruh kartu diacak/dikocok agar campur.

(24)

Volume 5,1, Januari 2018 | 24 d. Perintahkan setiap siswa bergerak mencari kartu induknya dengan mencocokkan

kartu kepada teman sekelasnya.

e. Setelah kartu induk beserta seluruh kartu rinciannya ketemu, peintahkan masing-masing membentuk kelompok dan menempelkan hasilnya di papan secara urut.

f. Lakukan koreksi bersaama setelah semua kelompok menempelkan hasilnya.

g. Mintalah salah satu anggota kelompok untuk menjelaskan hasil sortir kartunya, kemudian mintalah komentar dari kelompok lainnya.

h. Berikan apresiasi setiap hasil kerja siswa.

i. Lakukan klarifikasi, penympulan dan tindak lanjut.

j. Kegiatan ini di ulang hingga semua kelompok , mendapatkan kesempatan yang sama.

2. Aspek-aspek yang terkandung dalam metode Card Sort: a. Aspek constructivisme

Pada pembelajaran ini siswa aktif mencari rekan-rekannya sehingga memerlukan gerakan untuk mencari rekannya dan melatih siswa untuk melatih daya ingat.

b. Aspek inquiry-discovery learning

Pada tahapan ini siswa melakukan diskusi untuk memecahkan jawaban yang ada pada kelompoknya.

c. Aspek learning community

Siswa aktif dalam mencari rekan-rekannya dan berbagi pendapat untuk menyusun istilah dan mendiskusikan dengan kelompoknya.

d. Aspek questioning

Ada proses saling bertanya antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa tentang materi yang sedang dipelajari.

e. Aspek modeling

Guru menjadi model yang diamati dan ditiru oleh peserta siswa. f. Aspek reflectioning

Ada proses saling menanggapi dan memberi kesan serta mengevaluasi materi terhadap proses pembelajaran.

g. Aspek authentic assessment

Ada penilaian otentik guru terhadap proses pembelajaran siswa meliputi: partisipasi dalam kerja kelompok, hasil diskusi kelompok.

Aplikasi Card Sort dalam Pembelajaran

a. Pembentukan tim: membantu peserta didik untuk lebih menguasai satu sama lain dan menciptakan semangat kerja sama dan interdependensi.

b. Penilaian sederhana: pelajarilah sikap, pengetahuan dan pengalaman peserta didik. c. Keterlibatan belajar langsung: ciptakan minat awal terhadap pelajaran.

(25)

Volume 5,1, Januari 2018 | 25 ke waktu selama pelajaran juga akan membantu memperbarui pembentukan tim, memperbaiki penilaian, dan menciptakan kembali minat terhadap mata pelajaran.

Karakteristik model pembelajaran Card Sort

Pembelajaran aktif memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut (Bonwell, 1995:78) :

a. Penekanan proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritik terhadap topik atau permasalahan yang dibahas.

b. Peserta didik tidak hanya mendengarkan materi pelajaran secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan materi pelajaran tersebut.

c. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan denganmateri pelajaran.

d. Peserta didik lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisis dan melakukan evaluasi.

e. Umpan-balik yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran. Kelebihan dan kekurangan metode Card Sort

Menurut Zaini (2002: 51) ada beberapa kelebihan dan kelemahan metode card sort antara lain sebagai berikut:

a. Kelebihan

1) Siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran. 2) Penilaian kepada siswa dilakukan secara otentik. 3) Proses kerja sama yang kuat antar siswa.

4) Siswa akan berpikir untuk kritis dalam menganalisis materi pembelajaran secara mandiri.

b. Kekurangan

1) Metode ini hanya terpaku pada satu media pembelajaran, yaitu hanya berupa kartu induk dan kartu rincian, sehingga tidak bisa dilakukan pengembangan media pembelajaran dengan bahan-bahan lain.

2) Membutuhkan ruangan yang agak luas untuk tempat bergerak siswa, sehingga ketika tidak ada ruangan yang cukup maka metode ini tidak dapat dilaksanakan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas ( PTK ) dengan melakukan 2 (dua) siklus tindakan, yang pada setiap siklus dilakukan melalui tahapan yaitu perencanaan (planning), Pelaksanaan (Acting), Observasi (Observation), Refleksi (Reflecting). Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi kepada siswa dan observasi guru, tes hasil belajar dan pengisian angket. Objek penelitian adalah siswa kelas VII-A SMP Negeri 14 pada pembelajaran PAI Materi Al-Asmaul Husna (N=38).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(26)

Volume 5,1, Januari 2018 | 26 Berdasarkan data gambaran peningkatan proses pembelajaran PAI pada Materi Al-Asmaul Husna di kelas VII-A SMP Negeri 14 Tasikmalaya dengan menggunakan Metode Card Sort ,pada pra siklus, siklus I dan siklus 2, gambaran peningkatan proses pembelajaran oleh guru disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Peningkatan Proses Pembelajaran ( Pra Siklus Siklus I Dan Siklus 2)

g. Guru menyiapkan kartu berisi tentang materi

Al-Asmaul Husna 3 4 4 kartu induknya dengan mencocokkan kartu kepada teman sekelasnya

2 3

4 d. perintahkan masing-masing membentuk

kelompok dan menempelkan hasilnya di papan secara urut

3 4

4 e. Memberi kesempatan kepada kelompok lain

untuk menanggapi hasil diskusi 2 2 4

f. Salah satu anggota kelompok untuk

menjelaskan hasil sortir kartunya, kemudian mintalah komentar dari kelompok lainnya

2 2

3 3 Kegiatan penutup

a. Berikan apresiasi setiap hasil kerja siswa 3 4 4 b. Lakukan klarifikasi, penyimpulan dan tindak

lanjut. 2 2 3

c. Menutup pelajaran dengan salam 2 2 4

JUMLAH SKOR 45 51 60

TOTAL SKOR MAKSIMAL 64 64 65

(27)

Volume 5,1, Januari 2018 | 27 Gambaran penelitian proses pembelajaran PAI pada Materi Al-Asmaul Husna di kelas VII-A SMP Negeri 14 Tasikmalaya dengan menggunakan Metode Card Sort pada pra siklus, siklus 1 dan siklus 2,sebagaimana disajikan pada Tabel 1 di atas secara visual dapat

dijelaskan dalam Gambar 1.

Gambar 1 Grafik Peningkatan Proses Pembelajaran

Berdasarkan data di atas ,menunjukan bahwa proses pembelajaran PAI pada Materi Al-Asmaul Husna di kelas VII-A SMP Negeri 14 Tasikmalaya dengan menggunakan Metode Card Sort menunjukkan peningkatan dari siklus ke siklus. Hal ini terlihat dengan peningkatan rata –rata skor 45 pada pra siklus menjadi 51 pada siklus 1 atau meningkat 6 atau 9 %. Proses pembelajaran makin meningkat pada siklus 2 dengan peningkatan rata-rata skor menjadi 60 atau dengan kata lain meningkat 9 atau 15% .Hal tersebut membuktikan bahwa proses pembelajaran Materi Al-Asmaul Husna dengn menggunakan Metode Card Sort meningkat

2. Peningkatan Aktivitas Siswa Pada Materi Al-Asmaul Husna Dengan Menggunakan Metode Card Sort

Berdasarkan data gambaran peningkatan akivitas siswa pada pembelajara PAI pada Materi Al-Asmaul Husna di kelas VII-A SMP Negeri 14 dengan menggunakan Metode Card Sort pada pra tindakan, siklus 1 dan siklus 2 gambaran peningkatan aktivitas siswa dapat disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Peningkatan Aktivitas Siswa (Pada pra-tindakan, Siklus I dan Siklus II)

No Indikator Pra-tindakan Siklus I Siklus II

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Bekerjasama 6 16 14 38 28 76

2 Bertanya 12 32 20 54 30 81

3 Merespon 10 27 10 27 24 65

4 konsentrasi 7 19 8 22 14 38

5 rangkuman 10 27 16 43 20 54

Jumlah Skor 45 121 68 184 116 314

Rata-rata 9 24 13,6 37 23.2 63

0 20 40 60 80 100

pra

siklus siklus 1 siklus 2

jumlah skor

skor mak

(28)

Volume 5,1, Januari 2018 | 28 Peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran PAI pada Materi Al-Asmaul Husna di kelas VII-A SMP Negeri 14 Tasikmalaya dengan menggunakan Metode Card Sort pada pra siklus, siklus 1 dan siklus 2, sebagaimana disajikan pada tabel 4.8 di atas ,secara Visual dapat digambarkan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Grafik Peningkatan Aktivitas Siswa

Berdasarkan data di atas,menunjukan bahwa aktivitas siswa dalam pembelajaran PAI pada Materi Al-Asmaul Husna di kelas VII-A SMP Negeri 14 Tasikmalaya dengan menggunakan Metode Card Sort menunjukkan peningkatan dari siklus ke siklus. Hal ini terlihat dengan peningkatan rata-rata skor 9 pada pra tindakan menjadi 13,6 pada siklus 1 atau dengan kata lain aktivitas siswa meningkat 4,6 atau 13 %. Aktivitas siswa dalam pembelajaran makin meningkat pada siklus 2 dengan peningkatan rata-rata menjadi 23,2 atau

dengan kata lain meningkat 9,6 atau 13%. Hal ini membuktikan bahwa”proes pembelajaran

Materi Al-Asmaul Husna dengan menggunakan Metode Card Sort dapat meningkatkan aktivitas siswa

3. Gambaran Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Al-Asmaul Husna Dengan Menggunakan Metode Card Sort

Berdasarkan data, gambaran peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAI Materi Al-Asmaul Husna di kelas VII-A SMP Negeri 14 dengan menggunakan Metode Card Sort pada pra tindakan, siklus 1 dan siklus 2 dapat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Peningkatan Hasil Belajar Siswa (Pra Siklus, Siklus 1 dan Siklus 2)

No Nama Siswa Nilai

Pra Siklus Siklus I Siklus II

1 Abdul Aprijan 70 60 70

2 Ade Sumiati 80 80 90

3 Amalia Fauziah 50 80 90

4 Amar Walid Saputra 60 80 80

5 Andi Rhamadan 30 90 100

6 Anis Fajrian 80 80 80

7 Anita Dewi A 60 75 75

8 Deri Herdiana 60 80 100

0 5 10 15 20 25 30

Pra Siklus

Siklus I

(29)

Volume 5,1, Januari 2018 | 29

9 Deska Tri Radiansyah 60 70 80

10 Dewi Sri Rahmawati 60 80 90

11 Dhani Rahmadani 50 70 70

12 Dina Novitasari 40 80 80

13 Fahri Ferdiansyah 50 90 100

14 Purnama Maryadi 70 80 90

15 Gama Yusup Supriadi 40 75 85

16 Hana Bila Ramdayani 50 80 90

17 Hastina Budiyani 70 90 90

18 Janwar Prayoga 70 80 80

19 Kurniawan Ananda 50 80 80

20 Muh. Ardzan 70 80 90

21 Muh. Lutfi Firdaus 60 90 90

22 Nabila Putri Fauziah 60 90 90

23 Nurhidayatin Nazah 60 40 60

24 Nurul Hasnova 50 70 80

25 Rachman Alfarizi 80 80 90

26 Rafi Maulana 40 80 90

27 Ridha Najwa Amalia S 80 90 90

28 Riska Nurmalasari 60 80 -

29 Rizki Fadilah 40 75 85

30 Sakila Ma’atun Ni’mah 50 70 70

31 Salsa Sabila 40 90 100

32 Sevi Diniyanti 50 85 95

33 Siti Silma Mahaul Padilah 50 80 90

34 Sopiatul Umah 50 70 70

35 Sri Damayanti 40 90 90

36 Uci Sulitiawati 70 75 95

37 Wulan Maulida 60 75 85

38 Yandi Arya 75 85 95

Jumlah 2185 3065 3235

Rata-rata 57,50 80,66 87,43

Gambaran peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAI pada Materi Al-Asmaul Husna di kelas VII-A SMP Negeri 14 Tasikmalaya dengan menggunakan Metode Card Sort pada pra siklus, siklus 1 dan siklus 2, sebagaimana disajikan pada tabel 4.9 di atas ,secara Visual dapat digambarkan dalam Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa

0 50 100

Pra siklus siklus 1

(30)

Volume 5,1, Januari 2018 | 30 Berdasarkan data di atas,menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dalam pembelajaran PAI pada Materi Al-Asmaul Husna di kelas VII-A SMP Negeri 14 Tasikmalaya dengan menggunakan Metode Card Sort menunjukkan peningkatan dari siklus ke siklus. Hal ini terlihat dengan peningkatan rata-rata nilai dari 57,50 pada pra tindakan menjadi 80,66 pada siklus 1 atau dengan kata lain hasil belajar siswa meningkat 23,04 atau 40% hasil belajar siswa pada dalam pembelajaran makin meningkat pada siklus 2 dengan peningkatan rata-rata menjadi 87,43 atau dengan kata lain meningkat 6,77 atau 8,4% .Hal tersebut membuktikan

bahwa “proses pembelajaran pada Materi Al-Asmaul Husna dengan menggunakan Metode Card Sortdapat meningkatkan hasil belajar siswa”

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penggunaan Metode Card Sort dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Al-Asmaul Husna kelas VII-A SMP Negeri 14 Tasikmalaya penulis menyimpulkan bahwa :

1. Proses pembelajaran pada materi Al-Asmaul Husna dengan menggunakan Metode Card Sort terbukti efektif dan meningkat hal ini di buktikan peningkatan rata –rata skor 45 pada pra siklus menjadi 51 pada siklus 1 atau meningkat 6 atau 9 %. Proses pembelajaran makin meningkat pada siklus 2 dengan peningkatan rata-rata skor menjadi 60 atau dengan kata lain meningkat 9 atau 15% .

2. Demikian pula aktivitas siswa terjadi peningkatan dari 24% pada pra tindakan menjadi 37% pada siklus 1 atau dengan kata lain aktivitas siswa meningkat 13%. Aktivitas siswa dalam pembelajaran makin meningkat pada siklus 2 dengan peningkatan menjadi 50% atau dengan kata lain meningkat 13% .

3. Penggunaan Metode Card Sort dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada Materi Al-Asmaul Husna, peningkatan rata-rata nilai dari 57,50 pada pra tindakan menjadi 80,66 pada siklus 1 atau dengan kata lain hasil belajar siswa meningkat 23,16 atau 40% .Hasil belajar siswa dalam pembelajaran makin meningkat pada siklus 2 dengan peningkatan rata-rata menjadi 87,43 atau dengan kata lain meningkat 6,77 atau 8,3%.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Mahmud, M. Dimyati. 1990. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Terapan. Yogyakarta: DPFE.

Melvin L Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung : Nuansa, 2012)

Muhammad Ahsan dkk, 2016 Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti, Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indnesia

Poerwadarminta, WJS. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Sardiman, A.M. 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

(31)

Volume 5,1, Januari 2018 | 31 Widhi Fitrianie: 2010, Penerapan Metode Permainan Card Sort untuk meningkatkan

Pemahaman Materi Aqidah Akhlak pada Siswa Kelas III SDN Pringapus 02 Ta hun ajaran 2009/2010, Skripsi

Yudhistira, D. (2012).Menyusun Karya Tulis Ilmiah Penelitian Tindakan Kelas Yang

Gambar

Tabel 1 Skor Kegiatan  Praktikum pada Setiap Indikator dalam Setiap Kelompok
Gambar hasil pengamatan Rata-rata Kelompok
Gambar 2 Grafik Rata-rata Kelas Skor Perilaku Praktikum,Komunikasi Lisan, dan  Komunikasi Tertulis
Gambar hasil pengamatan Rata-rata Kelompok
+7

Referensi

Dokumen terkait

Subyek dan metode : Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif-deskriptif- analitik-observasional studi kohor retrospektif, dengan pendekatan cross-sectional

berlangsung maka metode yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini.. adalah menggunakan metode deskriptif dengan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, karena penelitian ini mempelajari sikap

Melalui metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif ini, peneliti menggunakan instrumen kuisioner, maka dapat diperoleh gambaran mengenai pengaruh

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif. Jumlah populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif, data dalam penelitian ini merupakan data primer yang

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan jenis pendekatan kuantitatif. Metode pengumpulan data yang

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan adalah metode pendekatan deskriptif kualitatif dengan data kuantitatif, karena penelitin ini ingin