PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR PETANI DAN PENGAGGURAN TERHADAP KEMISKINAN DI SUMATERA BARAT
TAHUN 2007-2014
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tuga Akhir Semester Pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian Ekonomi
Oleh:
Dwi Putri Intan Sari 312.104 Dosen Pembimbing: Testru Hendra, M.Ag
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1436 H – 2015 M
BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Tujuan utama dalam suatu perekonomian adalah terciptanya kesejahteraan. Kesejahteraan tidak akan tercapai jika dalam perekonomian terdapat pengangguran terdapat pengangguran yang tinggi apa lagi disertai dengan tingkat kemiskinan yang tinggi pula.
multidimensional, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal di belahan dunia, khususnya Indonesia yang merupakan negara berkembang. Kemiskinan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu tingkat upah yang masih dibawah standar, tingkat pengangguran yang tinggi, dan pertumbuhan ekonomi yang lambat. seseorang dikatakan miskin bila dia belum bisa mencukupi kebutuhanya atau belum berpenghasilan. Menurut (M. Kuncoro dalam Ravi Dwi, 2010: 33) Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu.
Di Sumatera Barat, kemiskinan masih merupakan pekerjaan rumah yang serius bagi pemeritah propinsi. Banyaknya masyarakat yang masih hidup di bawah garis kemiskinan menjadi momok tersendiri bagi pembangunan propinsi sumatera barat.
Data Penduduk dan Penduduk Miskin Di Sumatera Barat Tahun 2007-2014 Sumatera yang memiliki daratan seluas 42.297,30 km² yang setara dengan 2,17% luas Indonesia. Sumatera Barat berpenduduk sebanyak 4.846.909 jiwa yang mayoritas penduduknya bergelut bidang pertanian atau petani. 1
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti negara yang
Dapat dilihat bahwa, Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun dan merosot pada tahun 2014. Jika hal ini terjadi maka hal ini sangat berpengaruh pada kesejahteraan petani dan peningkatan angka kemiskinan secara keseluruhan.
Selain itu, kemiskinan juga dipengaruhi oleh tingginya tingkat harga komoditi-komoditi atau yang disebut dengan inflasi.
2011 3,79
2012 4,3
2013 8,38
2014 6,23
Sumber: http://bi.go.id
Pergerakan inflasi di Indonesia fluktuatif, sangat dipengaruhi oleh laju inflasi pada bahan makanan dan komponen barang-barang yang harganya ditetapkan pemerintah. Khusus untuk tahun 2010, sumbangan tebesar inflasi berasal dari bahan makanan yang mencapai 3,5 persen. Pada tahun 2010, laju inflasi cenderung meningkat sebesar 6,96% sejalan dengan perkembangan perekonomian dunia yang mendorong kenaikan harga-harga barang dan jasa di Indonesia. Selain itu, perubahan iklim juga telah berdampak pada menurunnya produksi barang dan jasa. Dan tahun 2011 laju inflasi kembali turun mendekati tahun 2009 yaitu 3,79 %.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap kemiskinan adalah pengangguran. Salah satu unsur yang menentukan kemakmuaran suatu masyarakat adalah tingkat pendapatan. Pendapatan masyarakat mencapai maksimum apabila kondisi tingkat pengangguran tenaga kerja penuh (full employment) dapat terwujud. Pengangguran akan menimbulkan efek mengurangi pendapatan masyarakat, dan hal itu akan mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai.
Data Pengangguran Di Sumatera Barat Tahun 2007-2014
TAHUN Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran TPAK TPT
2012 2 234 007 2 085 483 148 524 64,42 6,65 2013 2 216 687 2 061 109 155 578 62,92 7,02 2014 2 331 993 2 180 336 151 657 65,19 6,50 Sumber: http://sumbar.bps.go.id
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama (Nuramin, 2011 dalam Rio Agam Saputra 2011: 4). Ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran, luasnya kemiskinan, distribusi pendapatan yang tidak merata. Dari data di atas dapat di ketahui bahwa jumlah pengangguran mengalami fluktuasi pada tahun 2008 turun menjadi 171.134 orang dan kembali naik pada 2009 menjadi 173.080 orang dan terakhir turun pada tahun 2014 menjadi 151.657 orang.
Dalam ekonomi islam, kesejahteraan masyarakat juga menjadi prioritas utama dalam perekonomian. Rahmatan lil ‘alamin, dapat dianalogikan pada kesejahteraan bersama, pengurangan kemiskinan dan ketimpangan sosial.
Mengacu pada latar beakang yang telah dikemukakan, penulis akan membahas penelitian dengan judul “Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Petani dan Pengangguran Terhadapa Kemiskinan di Sumatera Barat Tahun 2007-2014”
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Inflasi Petani Terhadap Kemiskinan di Sumatera Barat?
2. Bagaimanakah Pengaruh Nilai Tukar Petani Terhadap Kemiskinan Sumatera Barat?
3. Bagaimanakah Pengaruh Pengangguran Petani Terhadap Kemiskinan Sumatera Barat?
1.3 Batasan Masalah
Pembahasan masalah dalam penelitian ini di batasi pada data inflasi, Nilai Tukar Petani (NTP), pengangguran dan kemiskinan yang ada di Provinsi Sumatera Barat yang tercatat di website Badan Pusat Statistik Sumatera Barat dan website Bank Indonesia.
1.4 Tujuan Penelitian
Pembahasan masalah dalam penelitian ini memiliki tujuan yaitu :
1. Mengetahui pengaruh Inflasi Petani Terhadap Kemiskinan di Sumatera Barat?
2. Mengetahui Pengaruh Nilai Tukar Petani Terhadap Kemiskinan Sumatera Barat?
3. Mengetahui Pengaruh Pengangguran Petani Terhadap Kemiskinan Sumatera Barat?
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat, baik bersifat akademis maupun praktis, yaitu :
A. Manfaat Akademis
1. Media untuk mencoba menerapakan pemahaman teoritis yang diperboleh di bangku kuliah dalam kehidupan nyata.
2. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan akademik dan bahan pembanding bagi peneliti selanjutnya.
3. Sebagai salah satu sumber informasi tentang perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat
B. Manfaat Praktis
BAB II
LANDASAN TEORI 2.1. Kemiskinan
A. Pengertian
1. kemiskinan (proper),
2. ketidakberdayaan (powerless),
3. kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4. ketergantungan (dependence)
5. keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Definisi menurut UNDP (dalam Cahyat 2007: 2), kemiskinan adalah suatu situasi dimana seseorang atau rumah tangga mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar, sementara lingkungan pendukungnya kurang memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secara berkesinambungan atau untuk keluar dari kerentanan. Pada dasarnya definisi kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu:
1. Kemiskinan absolut : Kemiskinan yang dikaitkan dengan sebagai ukuran kemiskinan namun al-Qur’an menjadikan setiap orang yang
memerlukan sesuatu dengan fakir atau miskin, sehingga para pakar Islam berbeda pendapat dalam menetapkan standar atau tolak ukur kemiskinan dan berusaha menemukan sesuatu dalam ajaran Islam yang dapat digunakan sebagai tolak ukur kemiskinan, yakni dengan menggunakan zakat.
Penentuan seseorang atau keluarga yang dikategorikan miskin berdasarkan sampai beberapa jauh terpenuhinya kebutuhan pokok atau konsumsi nyata yang meliputi: pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan kesehatan. Konsumsi nyata ini dinyatakan secara kuantitatif (dalam bentuk uang) berdasarkan hanya pada tahun tertentu. Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang sangat penting, guna kelangsungan hidup manusia.
Hakikatnya, Islam menganggap kemiskinan sebagai suatu masalah yang memerlukan penyelesaian, bahkan merupakan bahaya yang wajib diperangi dan diobati. Usaha-usaha mencari penyelesaian perlu dilakukan, tetapi ini bukan berarti kita menafikan qada’ dan qadar Allah swt terhadap setiap makhluk-Nya. Di antara prinsip Islam, setiap permasalahan ada penyelesaiannya. Setiap penyakit ada obatnya. Dia yang menjadikan penyakit, dan Dia jugalah yang mencipta obatnya. Jika kemiskinan ditakdirkan oleh Allah SWT, maka pembebasan dari belenggu kemiskinan juga merupakan takdir Allah SWT juga.
Islam juga menolak pandangan golongan Sosialisme dan Marxisme yang berpendapat bahwa pembasmian kemiskinan tidak dapat dilakukan melainkan dengan menghapuskan kedudukan golongan kaya dan sumber harta mereka, menghalang mereka daripada kekayaan, sekaligus menghapuskan hak pemilikan harta individu. Tiada perbedaan ketara antara Komunisme dan Sosialisme karena kemuncak Sosialisme ialah Komunisme. Yang pastinya, kedua-duanya memerangi agama dan terbina di atas kekerasan dan pertumpahan darah.
Penentuan garis kemiskinan, dan karenanya jumlah orang miskin bisa dihitung, memiliki kaitan erat dengan bagaimana kita mendefinisikan kemiskinan. Sebagai misal, dengan definisi kemiskinan sebagai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, baik makanan dan bukan makanan, BPS mendapatkan garis kemiskinan senilai Rp 152.847 per kapita per bulan untuk mendapatkan jumlah orang miskin 39,05 juta jiwa per Maret 2006.
Apakah BAZ (Badan Amil Zakat) dan LAZ (Lembaga Amil Zakat) dapat menerima garis kemiskinan resmi versi BPS ini? Jika menerima, maka konsekuensinya adalah jika ada orang yang mengaku berpenghasilan lebih dari Rp 152.847 per bulan, maka ia bukan dianggap orang miskin yang berhak menerima zakat. Jika seorang kepala rumah tangga yang menanggung kebutuhan hidup 3 anggota keluarga, mengaku berpenghasilan lebih dari Rp 611.388 per bulan, ia dianggap tidak miskin.
Maka, bila melihat definisi fakir dan miskin dalam konteks penerima zakat, sulit bagi kita menerima garis kemiskinan versi BPS ini. Kita membutuhkan definisi dan garis kemiskinan baru dalam konteks penyaluran dana zakat, khususnya kepada golongan fakir dan miskin. Kita sebut saja ia adalah garis kemiskinan Islam. Dalam fikih Islam, fakir dan miskin adalah mereka yang tidak memiliki harta dan usaha sama sekali atau memiliki harta dan usaha namun tidak bisa memenuhi kebutuhan.3
2.2. Inflasi
Pengertian inflasi secara umum dapat diartikan sebagai kenaikan harga-harga umum secara terus-menerus dalam suatu periode tertentu. A. Beberapa Jenis Inflasi: 4
a. Berdasarkan Sifatnya.
1. Inflasi ringan (< 10% setahun), ditandai dengan kenaikan harga berjalan secara lambat dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif
2. Inflasi sedang (10%-30% setahun), ditandai dengan kenaikan harga yang relatif cepat atau perlu diwaspadai dampaknya terhadap perekonomian.
3. Inflasi berat (30%-100% setahun), ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek.
4. Hiper inflasi (>100% setahun), dimana inflasi ini paling parah akibatnya.
b. Berdasarkan Sebab Terjadinya.
1. Demand Pull Inflation: Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat terhadap akan berbagai barang terlalu kuat.
2. Cost Push Inflation: Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Pada Cost Push Inflation tingkat penawaran lebih rendah dibandingkan tingkat permintaan.
3. Mixed Inflation: Gejala kombinasi antara unsur inflasi yang disebabkan karena kenaikan permintaan dan kenaikan biaya produksi.
B. Teori Inflasi a. Teori Kuantitas
Inti dari teori kuantitas adalah, pertama, bahwa inflasi itu hanya bias terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun uang giral. Bila terjadi kegagalan panen misalnya, yang menyebabkan harga beras naik, tetapi apabila jumlah uang beredar tidak ditambah, maka kenaikan harga beras akan berhenti dengan sendirinya.
b. Teori Keynes
Proses inflasi menurut Keynes adalah proses perebutan pendapatan di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang dapat disediakan oleh masyarakat.
c. Teori Strukturalis.
Teori ini biasa disebut juga dengan teori inflasi jangka panjang, karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya penawaran bahan makanan dan barang-barang ekspor
Inflasi adalah kenaikan harga-harga barang secara umum apabila harga-harga naik secara drastis dalam periode tertentu maka tingkat kemiskinan juga akan naik. Tingkat kemiskinan naik bila masyarakat tingkat upahnya tetap, jika tingkat upahnya tetap sedangkan harga barang- barang naik, masyarakat yang awalnya dapat memenuhi kebutuhan, karena terjadi inflasi yang mengakibatkan masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan primernya.
2.2. Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan indikator proxy kesejahteraan petani yang merupakan perbandingan antara Indeks harga yg diterima petani dengan Indeks harga yg dibayar petani. (Sumber: http://sumbar.bps.go.id)
A. Cara Penghitungan NTP
a. NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari pengeluarannya.
b. NTP = 100, berarti petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya. c. NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi
relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.
B. Hubungan NTP Dengan Kemiskinan
Secara teori, Nilai Tukar Petani (NTP) tidak berpengaruh secara langsung pada kemiskinan, Nilai Tukar Petani (NTP) akan langsung mempengaruhi pendapatan atau keuntungan yang diterima petani. Jika NTP turun maka keuntungan yang diterima petni akan semakin sedikit atau bahkan mengalami kerugian. Tinggi rendahnya pendapatan petani akan berdampak pada kesejahteraan yang terlihat pada tingkat kemiskinan. Sebagai Provinsi yang mayoritas penduduknya adalah petani, NTP jelas berpengaruh pada tingkat kemiskinan di Sumatera Barat
2.3. Pengangguran
kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama.
A. Jenis-jenis Pengangguran
Berdasarkan pendekatan angkatan kerja, pengangguran terbagi menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Pengangguran friksional: Pengangguran jenis ini adalah pengangguran yang muncul karena pencari kerja masih mencari pekerjaan yang sesuai jadi ia menganggur bukan karena tidak ada pekerjaan.
b. pengangguran struktural: Pengangguran struktural adalah pengangguran yang muncul karena perubahan struktur dan komposisi perekonomian.
c. Pengangguran musiman. Pengangguran yang terjadi karena faktor musim, misalnya para pekerja di industri yang mengandalkan hidupnya dari pesanan.5
B. Hubungan Pengangguran dan Kemiskinan
Hubungan pengangguran dan kemiskinan sangat erat sekali, jika suatu masyarakat sudah bekerja pasti masyarakat atau orang tersebut berkecukupan atau kesejahteraanya tinggi, namun di dalam masyarakat ada juga yang belum bekerja atau menganggur, pengangguran secara otomatis akan mengurangi kesejahteraan suatu masyarakat yang secara otomatis juga akan mempengaruhi tingkat kemiskinan efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang dicapai seseorang. Semakin
turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.
2.4. Penelitian Terdahulu
Adit Agus Prastyo (2009), dalam jurnal Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan (studi kasus 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2003-2007). Variabel yang digunakan adalah tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, upah minimum, tingkat penganggura dan pendidikan. Jurnal ini menjadi acuan skripsi ini karena penulis meneliti tentang kemiskinan yang variabel dependentnya sama dengan skripsi ini bedanya cakupan wilayah.
Fita Febriana (2014) dengan judul skripsi Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Petani Di Provinsi Jawa Timur. Variabel yang digunakan adalah Nilai Tukar Petani (NTP), harga dasar gabah, upah kerja dan produktifitas hasil tani.
2.5. Kerangka Penelitian
Dari kerangka penelitian di atas dapat dilihat bahwa Inflasi adalah salah satu faktor penyebab kemiskinan karena inflasi merupakan kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus sepanjang waktu.
Nilai Tukar Petani (NTP) secara tidak langsung dapat mepengaruhi kemiskinan, karena NTP akan mempengaruhi pendapatan masyarakat khususnya petani, dengan demikian pendapatan masyarakat akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat kemiskinan.
Pengangguran merupakan salah satu faktor yang mengurangi kesejahteraan masyarakat, jika suatu masyarakat ada yang sudah bekerja namun ada juga yang belum bekerja ini sama saja mengurangi kesejahteraan masyarakat.
2.6. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam suatu penelitian yang sebenarnya masih harus diuji secara empiris. Hipotesis yang dimaksud
INFLASI
Nilai Tukar Petani (NTP)
PENGANGGURAN
merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin salah. Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Inflasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat tahun 2007-2014.
2. Nilai Tukar Petani (NTP) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat 2007-2014.
3. Pengangguran mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Sumatera Barat 2007-2014.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian
diteliti meliputi data inflasi, Nilai Tukar Petani (NTP), pengangguran dan kemiskinan. Jenis data yang digunakan adalah data panel yaitu time series`.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data sangat penting digunakan dalam sebuah penelitian. Menurut Sugiyono (2011; 30) pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai acara Apabila dilihat dari berbagai sumber, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya melalui orang lain atau melalui dokumentasi. Arikunto mengakatakan bahwa sesuai dengan bentuk pendekatan penelitian kuantitatif maka metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan teknik yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Suharsimi, 2006: 116). Dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia dengan mengambil data time series dari tahun 2007-2014 di Sumatera Barat.
3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
adalah Kemiskinan sebagai variabel terikat sedangkan variabel bebasnya inflasi, Nilai Tukar Petani (NTP) dan pengangguran. Adapun definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Kemiskinan merupakan variabel Y. Data kemiskinan yang dipakai dalam penelitian ini adalah data kemiskinan Sumatera Barat tahun 2007-2014. Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Barat (Sumber:
http://sumbar.bps.go.id)
2. Inflasi merupakan variabel X1. Data inflasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah data inflasi Indonesia tahun 2007-2014. Sumber: Bank Indonesia (Sumber: http://bi.go.id)
3. Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan variabel X2. Data NTP yang dipakai dalam penelitian ini adalah data NTP Sumatera Barat tahun 2007-2014. Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Barat (Sumber:
http://sumbar.bps.go.id)
4. Pengangguran merupakan variabel X3. Data pengangguran yang dipakai dalam penelitian ini adalah data pengangguran Sumatera Barat tahun 2007-2014. Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Barat (Sumber: http://sumbar.bps.go.id)
3.4. Metode Nalisis Data
1. Dapat mengembalikan heterogenitas individu atau unit cross section.
2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kelinieritas diantara variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien.
Metode yang lebih spesifik dipakai dalam penelitian ini adalah Metode General Least Square (GLS) karena memiliki nilai lebih dalam mengestimasi parameter regresi. Menurut Gujarati dalam Sa’adillah Fitri F. menyebutkan bahwa metode OLS yang umum tidak mengamsumsikan varians variabel adalah heterogen. Metode ini sudah diperhitungkan heterogenitas yang terdapat pada variable independen secara eksplisit sehingga metode ini mampu menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).
3.5. Spesifikasi Model Regresi
Berdasarkan penelitian dan kerangka pemikiran sebelumnya, maka analisis data dibatasi pada empat variabel, yaitu variabel kemiskinan (KMS), Inflasi (I), Nilai Tukar Petani (NTP) dan Pengangguran (P) sesuai dengan teori yang sudah dikemukakan, maka Kemiskinan (KMS) dapat dianalisi dengan menggunakan persamaan:
Y = X1 – X2 + X3 Kms = I - NTP + P
Keterangan: X1 = inflasi X2 = NTP
3.6. Uji Asumsi Klasik A. Uji Multikolinearitas
Salah satu asumsi model regresi klasik adalah tidak terdapat multikolinearitas diantara variabel independen dalam model regresi. Multikolinearitas berarti adanya hubungan yang erat antara beberapa vaiabel independen atau semua variabel independen dalam model regresi. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi dikatakan baik apabila tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas dalam persamaan. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari nilai R, RF hitung serta t hitung. Adapun indikasi-indikasi terjadinya mulitikolinieritas menurut Gujarati adalah sebagai berikut:
1. Jika ditemukan R2 yang tinggi dan nilai F statistik yang signifikan tetapi sebagian besar nilai t statistik tidak signifikan.
2. Korelasi sederhana yang relatif tinggi (0.8 atau lebih) antara satu atau lebih pasang variabel bebas. Jika koefisien korelasi kurang dari 0.8 berarti tidak terjadi multikolinearitas.
Metode yang digunakan dalam uji multikolinearitas ini adalah metode Klein terhadap nilai korelasi antar variabel, yaitu dengan perbandingan antara R2 penyesuaian Adjusted R2 hasil regresi antar variabel bebas. Kemungkinan adanya multikolinearitas apabila Adjusted R2 model uji variabel bebas dari Adjusted R2model utama.
B. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara residual suatu observasi dengan residual. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu (Time Series). Uji autokorelasi yang sederhana adalah menggunakan uji DurbinWatson (DW). Autokorelasi dapat dideteksi dengan cara membandingkan antara DW statistic dengan DW tabel. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
1. Bila nilai DW d antara 0 < d < dl, H0 yang menyatakan tidak ada autokorelasi positif ditolak.
2. Bila nilai DW statistik terletak antara 4 – dl < d < 4, H0* yang menyatakan tidak ada autokorelasi negatif ditolak.
3. Ragu-ragu tidak ada autokorelasi negatif bila nilai DW statistik terletak antara du ≤ d ≤ 4 – dl.
Penggunaan metode GLS (Generalized Least Square) dapat menekankan adanya autokorelasi.
C. Uji Heteroskedastisitas
pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas terjadi apabila variabel gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk semua observasi Akibat adanya heteroskedastisitas, penaksir OLS tidak bias tetapi tidak efisien. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dalam model maka dapat dilakukan dengan menggunakan SPSS.
3.7. Pengujian Statistik Analisis Regresi A. Koefisien Determinasi (R-Square)
Suatu model mempunyai kebaikan dan kelemahan jika diterapkan dalam masalah yang berbeda. Untuk mengukur kebaikan suatu model (goodness of fit) digunakan koefisien determinasi (R2). Nilai koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang menunjukkan besar sumbangan dari variabel independen terhadap variabel dependen, atau dengan kata lain koefisien determinasi menunjukkan variasi turunnya Y yang diterangkan oleh pengaruh linier X. Nilai koefisien determinan antara 0 dan 1. Nilai koefisien determinan yang mendekati 0 (nol) berarti kemampuan semua variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas. Nilai koefisien determinan yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-variabel independen hampir memberikan informasi yang dijelaskan untuk mempredikasi variasi variabel dependen.
B. Uji F-Statistik
a. H0: β1 = β2 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
b. Ha: β1 ≠ β2 ≠ 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung lebih besar dari F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama sama mempengaruhi variabel dependen.
C. Uji t-Statisik (Uji Parsial)
Uji statistik t pada dasarnya untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen dengan hipotesis sebagai Uji ini dapat dilakukan dengan membandingkan t-hitung dengan t -tabel. Adapun rumus untuk mendapatkan t-hitung adalah sebagai berikut:
t hitung = (bi – b)/sbi Dimana:
bi = koefisien variabel independen ke-i b = nilai hipotesis nol
sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i
a. Jika t hitung < t tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya salah satu variabel bebas (independent) tidak mempengaruhi variabel terikat (dependent) secara signifikan.